makalah kasus 1.docx

30
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumbatan pada sistem saluran kemih termasuk suatu kegawatdaruratan medis karena menyebabkan kematian bagi pasien. Sumbatan dapat terjadi pada saluran kemih atas dan saluran kemih bawah. Striktur uretra merupakan salah satu penyakit yang terjadi pada saluran kemih bagian bawah yaitu uretra. Striktur uretra adalah penyempitan atau kontraksi dari lumen urethra akibat adanya osbtruksi (long, 1996). Striktur urethra adalah penyempitan akibat dari adanya pembentukan jaringan fibrotik (jaringan parut) pada urethra atau daerah urethra. (UPF Ilmu Bedah, 1994). Striktur uretra adalah berkurangnya diameter atau elastisitas uretra yang disebabkan oleh jaringan uretra diganti jaringan ikat yang kemudian mengerut menyebabkan jaringan lumen uretra mengecil. Penyakit ini lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita karena adanya perbedaan panjang uretra. Uretra pria dewasa berkisar antara 23-25 cm, sedangkan uretra wanita sekitar 3-5 cm. Karena itulah uretra pria lebih rentan terserang infeksi atau terkena trauma dibanding wanita. Terjadinya sumbatan dalam sistem saluran kemih seperti striktur uretra, akan berdampak pada sistem tubuh yang lain. Oleh karena itu, sebagai perawat harus dapat memberikan asuhan 1

Upload: naoval-meilandi-nurjaman

Post on 08-Dec-2015

296 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: MAKALAH KASUS 1.docx

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sumbatan pada sistem saluran kemih termasuk suatu kegawatdaruratan medis karena

menyebabkan kematian bagi pasien. Sumbatan dapat terjadi pada saluran kemih atas dan

saluran kemih bawah. Striktur uretra merupakan salah satu penyakit yang terjadi pada saluran

kemih bagian bawah yaitu uretra. Striktur uretra adalah penyempitan atau kontraksi dari

lumen urethra akibat adanya osbtruksi (long, 1996). Striktur urethra adalah penyempitan

akibat dari adanya pembentukan jaringan fibrotik (jaringan parut) pada urethra atau daerah

urethra. (UPF Ilmu Bedah, 1994). Striktur uretra adalah berkurangnya diameter atau

elastisitas uretra yang disebabkan oleh jaringan uretra diganti jaringan ikat yang kemudian

mengerut menyebabkan jaringan lumen uretra mengecil.

Penyakit ini lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita karena adanya perbedaan

panjang uretra. Uretra pria dewasa berkisar antara 23-25 cm, sedangkan uretra wanita sekitar

3-5 cm. Karena itulah uretra pria lebih rentan terserang infeksi atau terkena trauma dibanding

wanita. Terjadinya sumbatan dalam sistem saluran kemih seperti striktur uretra, akan

berdampak pada sistem tubuh yang lain. Oleh karena itu, sebagai perawat harus dapat

memberikan asuhan keperawatan yang baik dan tepat dalam menangani pasien dengan

gangguan sistem perkemihan.

1.2 Tujuan

1. Menjelaskan konsep penyakit striktur uretra

2. Menganalisa kasus pasien dengan gangguan sistem perkemihan striktur uretra

3. Menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem perkemihan

striktur uretra

1

Page 2: MAKALAH KASUS 1.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Striktur uretra adalah penyempitan lumen uretra akibat adanya jaringan perut dan

kontraksi. (C. Smeltzer, Suzanne;2001). Pendapat lain menyebutkan bahwa striktur uretra

lebih sering terjadi pada pria daripada wanita terutama karena perbedaan panjangnya uretra.

(C. Long , Barbara;1996). Jadi pada intinya striktur uretra adalah penyempitan lumen uretra

yang disebabkan oleh berkurangnya diameter atau elastisitas saluran kemih, akibat adanya

jaringan parut dan kontriksi sehingga terjadi penyempitan disaluran kemih dan keluaran urine

menjadi terhambat.

2.2 Etiologi

Beberapa hal yang dapat menyebabkan striktur uretra :

1. Infeksi

Beberapa infeksi yang paling sering menimbulkan striktur uretra yaitu infeksi

oleh kuman gonokokus yang menyebabkan uretritis gonorrhoika atau non gonorrhoika.

Striktur uretra menjadi penyakit sekunder akibat infeksi tersebut yang tidak ditangani,

namun sekarang infeksi gonokokus dapat ditangani dengan pemberian antibiotik.

Kebanyakan striktur ini terletak di pars membranasea, walaupun juga terdapat pada

tempat lain. infeksi lain yang dapat menyebabkan striktur uretra yaitu infeksi chlamidia

tapi dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan individu yang terinfeksi atau

menggunakan kondom.

2. Trauma

Striktur uretra dapat terjadi karena trauma sekunder seperti cidera langsung pada

penis ,cidera karena pemasangan instrument transuretra yang kurang hati-hati, spasme

otot serta cedera uretral (akibat insersi peralatan bedah selama operasi transuretral,

kateter indwelling, atau prosedur sitoskopi) dan fiksasi kateter yang salah.Fraktur tulang

pelvis yang mengenai uretra pars membranasea, trauma tumpul pada selangkangan

2

Page 3: MAKALAH KASUS 1.docx

(straddle injuries) yang mengenai uretra pars bulbosa dapat pula menjadi penyebab

terjadinya striktur.

3. Kelainan Kongenital

Hal lain yang dapat mnyebabkan Striktur uretra adalah kelainan kongenital

Seperti kongenital meatus stenosis dan klep uretra posterior atau karena anomali saluran

kemih yang lain.

(C. Smeltzer, Suzanne;2001)

2.3 Faktor Resiko

Striktur uretra dapat terjadi pada siapa pun, baik perempun maupun laki-laki. Terdapat

beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya striktur uretra, diantaranya :

Jenis kelamin, striktur uretra lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita karena

adanya perbedaan panjang uretra.

Usia lebih dari 50 tahun

Riwayat pemasangan kateter

Tinggal diperkotaan yang sering menimbulkan kemacetan sehingga membuat pengendara

menahan untuk BAK

2.4 Manifestasi Klinis

a. Kekuatan pancaran urin berkurang

Gejala yang timbul sesuai dengan ukuran lumen uretra yang menyempit biasa secara

bertahap terlihat dari pancaran urine yang semakin lemah. Pancaran urine menyemprot

atau bercabang dan pada akhir miksi kencing menetes (terminal dribbling). Jumlah urin

berkurang

b. Retensi urin

c. Menimbulkan gejala infeksi misalnya sistitis, prostatitis, dan pielonefritis, karena

striktura uretra menyebabkan urin mengalir balik

d. Frekuensi dan disuria dapat dirasakan sebagai awal keluhan.

3

Page 4: MAKALAH KASUS 1.docx

e. Tanda yang dapat dijumpai berupa didapatkan indurasi atau massa noduler pada perabaan

uretra, fistel uretrokutan, atau teraba buli-buli bila terjadi retensi urine yang kronik.

2.5 Derajat Penyempitan Uretra

Sesuai dengan derajat penyempitan lumennya, striktur uretra dibagi menjadi tiga tingkatan:

1. Ringan : jika oklusi yang terjadi kurang dari 1/3 diameter lumen uretra

2. Sedang: jika terdapat oklusi 1/3 sampai dengan ½ diameter lumen uretra

3. Berat : jika terdapat oklusi lebih besar dari ½ diameter lumen uretra. Pada penyempitan

derajat berat kadang kala teraba jaringan keras di korpus spongiosum yang dikenal

dengan spongiofibrosis.

2.6 Komplikasi

Striktur uretra menyebabkan retensi urin di dalam kandung kemih, penumpukan urin di

dalam kantung kemih beresiko tinggi untuk terjadinya infeksi, yang dapat menyebab ke

kantung kemih, prostat, dan ginjal. Abses diatas lokasi striktur juga dapat terjadi, sehingga

menyebabkan kerusakan uretra.

Selain itu terjadinya batu kandung kemih juga meningkat, timbul gejala sulit ejakulasi, fistula

uretrokutancus (hubungan abnormal antara uretra dengan kulit).

4

Page 5: MAKALAH KASUS 1.docx

2.7 Pemeriksaan penunjang

Terdapat beberapa pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk mengetahui kondisi pasien

dan menegakan diagnosa serta intervensi yang akan dilakukan, diantaranya :

1. Laboratorium

Urinalisis Berwarna kuning , coklat gelap, merah gelap/terang, penampilan keruh dan

bakteriuria untuk mengetahui adanya infeksi

Ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal

2. Instrumentasi

Pada pasien dengan striktur uretra dilakukan percobaan dengan memasukkan kateter

Foley ukuran 24 ch, apabila ada hambatan dicoba dengan kateter dengan ukuran yang

lebih kecil sampai dapat masuk ke buli-buli. Apabila dengan kateter ukuran kecil dapat

masuk menandakan adanya penyempitan lumen .

3. Uji colok dubur

Uji colok dubur dilakukan untuk mengetahui adanya massa di dalam saluran urinari dan

saluran reprodruksi pasien. Pasien dengan hasil uji colok dubur positif kemungkinan

memiliki tumor atau BPA yang dapat mengakibatkan striktur uretra.

4. Radiologi (Uretrografi)

Kontras dimasukkan melalui lumen urethra sampai kedalam urethra kemudian difoto

sehingga dapat terlihat seluruh saluran urethra dan buli-buli.Dari foto tersebut dapat

ditentukan :

Lokasi striktur : Apakah terletak pada proksimal atau distal dari sfingter sebab ini

penting untuk tindakan operasi.

Besar striktur

Panjang striktur

Jenis striktur

5

Page 6: MAKALAH KASUS 1.docx

5. Uroflowmetri

Uroflowmetri adalah pemeriksaan untuk menentukan kecepatan pancaran urin. Volume

urin yang dikeluarkan pada waktu miksi dibagi dengan lamanya proses miksi. Kecepatan

pancaran urin normal pada pria adalah 20 ml/detik dan pada wanita 25 ml/detik. Bila

kecepatan pancaran kurang dari harga normal menandakan ada obstruksi.

6. Uretroskopi

Untuk melihat secara langsung adanya striktur di uretra. Jika diketemukan adanya striktur

langsung diikuti dengan uretrotomi interna (sachse) yaitu memotong jaringan fibrotik

dengan memakai pisau sachse.

2.8 Penatalaksanaan

Terdapat beberapa penatalaksanaan yang dapat dilakukan dalam menangani striktur

uretra, diantanya :

a. Dilatasi atau businasi : meletakkan logam untuk memperlebar uretra. Sebelum dipasang,

logam dilubrikasi dan dimasukan perlahan-lahan sampai ke dalam kandung kemih.

Pendarahan selama proses dilatasi harus dihindari karena itu mengindikasikan terjadinya

luka pada striktur yang akhirnya menimbulkan striktur baru yang lebih berat. Hal inilah

yang membuat angka kesuksesan terapi menjadi rendah dan sering terjadi kekambuhan.

b. Medika mentosa Analgesik non narkotik : untuk mengendalikan nyeri.

c. Medikasi antimikrobial : diberikan beberapa hari setelah dilatasi untuk mencegah

infeksi.

d. Sistostomi suprapubik : pembedahan untuk mengalirkan urin melalui lubang yang

dibuat di suprapubik dalam mengatasi retensi urin dan menghindari komplikasi. Tindakan

sitostomi terbagi menjadi 2 cara yaitu

1. Sistostomi trokar (tertutup) yang menggunakan 3 alat yaitu slot kateter setengah

lingkaran, sheat, dan obturator dengan ujung tajam. Kemudian difiksasi ke kulit

menggunakan plester.

6

Trokar

Page 7: MAKALAH KASUS 1.docx

2. Sistostomi terbuka yaitu tidak mengunakan trokar tetapi kateter langsung

dimasukan ke kandung kemih dan teknik fiksasi menggunakan jahitan ke kulit.

Indikasi sistostomi :

Kegagalan pada saat melakukan kateterisasi uretra.

Ada kontraindikasi untuk melakukan tindakan trans uretra misalkan pada ruptur

uretra atau dugaan adanya reptur uretra dengan retensi urin.

Jika ditakutkan akan terjadi kerusakan uretra pada pemakaian kateter uretra yang

terlalu lama.

Untuk mengukur tekanan intravesikal pada studi sistotonometri.

Mengurangi penyulit timbulnya sindroma intoksikasi air pada saat TUR Prostat.

Pemasangan kateter sistostomi dapat dikerjakan dengan cara operasi terbuka atau

dengan perkuatan (trokar) sistostomi

e. Uretrotomi interna : memotong jaringan sikatriks uretra dengan pisau Otis/Sachse. Jika

belum terjadi striktur uretra total menggunakan pisau otis sedangkan pada striktur yang

lebih berat, pemotongan striktur dikerjakan secara visual dengan memakai pisau Sachse

f. Uretrotomi eksterna : tindakan operasi terbuka berupa pemotongan jaringan fibrosis,

kemudian dilakukan anastomosis di antara jaringan uretra yang masih sehat.

Penatalaksanaan striktur uretra tergantung pada lokasinya, panjang/pendeknya striktur,

serta keadaan darurat (retensi urin, sistostomi (trokar, terbuka), infiltrat urin, insisi

multipel, dan drain). Jika pasien datang karena retensi urine, secepatnya dilakukan

sistostomi suprapubik untuk mengeluarkan urine. Jika dijumpai abses periuretra

dilakukan insisi dan pemberian antibiotika

g. Bedah endoskopi : indikasi untuk melakukan bedah endoskopi dengan lat sachse adalah

struktura uretra anterior atau posterior yang masih ada lumen walaupun kecil dan panjang

tidak lebih dari 2cm serta tidak fistel kateter dipasang selama 2 hari pasca tindakan.

h. Uretroplasti : indikasi untuk meakukan uretroplasti adalah dengan striktur uretr panjang

lebih dari 2cm dengan fistel uretrokutan atau penderita residif striktur pasca uretratomi

sachse. Tindakan uretropasti ini bermacam-macam, umumnya setelah daerah striktur

dieksisi, uretra dganti dengan kulit preputium atau kulit penis dan dengan free graf atau

pedikel graf, yaitu dibuat uretra baru dengan menyertakan pembuluh darahnya.

7

Page 8: MAKALAH KASUS 1.docx

BAB III

ANALISA KASUS

3.1 Kasus

Seorang laki-laki berusia 45 tahun, datang ke Rumah Sakit dengan keluhan tidak bisa

BAK sejak 12 jam yang lalu. Setelah dilakukan anamnesa pasien pernah dirawat di rumah

sakit karena patah tulang dan terdapat riwayat pemakaian kateter. Pasien mengatakan

keluhan dirasakan sejak 2 bulan yang lalu tetapi semakin parah sekitar 1 minggu yang lalu.

Pasien mengatakan pancaran urin sewaktu miksi berkurang sejak 1 minggu yang lalu. Pasien

datang ke RS karena sejak 12 jam yang lalu mengatakan mempunyai perasaan ingin

berkemih tetapi tidak keluar urin. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan TD 140/90 mmHg, HR

98 x/ menit, RR 25 x/menit, suhu 37,5˚C. Pasien tampak gelisah, tampak berkeringat di

daerah dahi, saat dipalpasi teraba tegang dan keras di area suprapubic (area vesika urinaria),

uji colok dubur negatif. Hasil pemeriksaan laboratorium : hematologi darah rutin Hb 14 g/dL,

hematocrit 42%, Leukosit 12.100/mm3, Trombosit 224.000/mm3. Kimia klinik : ureum 37

mg/dL, kreatinin 0,8 mg/dL, natrium 125 mEq. Imunologi : PSA 2 nanogram/ml. Ketika

akan dipasang kateter, hanya bisa masuk 2,5 cm. Pasien direncanakan dilakukan sitostomi

dan dalam jangka waktu 7 hari akan businasi. Pasien tidak paham dengan prosedur tindakan

dan merasa kecemasan dan ketakutan.

3.2 Analisa Kasus

Berdasarkan kasus di atas, dapat dianalisa dari beberapa hasil pengkajian yang

menunjukan bahwa pasien mengalami gangguan pada sistem perkemihan yaitu striktur

uretra. Manifestasi yang didapatkan berdasarkan kasus tersebut yaitu pancaran urin

berkurang dan tidak dapat berkemih. Hal tersebut dapat terjadi akibat adanya sumbatan pada

uretra. Hasil pengkajian fisik saat uji colok dubur negative, hal ini menandakan bahwa tidak

adanya pembesaran kelenjar prostat ataupun tumor. Selain itu, saat dipalpasi teraba tegang

dan keras di area suprapubic (area vesika urinaria), hal tersebut menunjukkan bahwa volume

urine dalam vesika urinaria sudah banyak dan belum dikeluarkan karena adanya sumbatan

yang terjadi pada uretra pasien yang dapat disebabkan riwayat pemasangan kateter yang

8

Page 9: MAKALAH KASUS 1.docx

kurang baik saat pasien mengalami patah tulang sehingga menyebabkan luka dan

menimbulkan jaringan parut pada uretra dan menghambat pengeluaran urine. Berdasarkan

kasus tersebut, didapatkan patofisiologi striktur uretra yang terjadi pada pasien, sebagai

berikut.

9

Page 10: MAKALAH KASUS 1.docx

10

Page 11: MAKALAH KASUS 1.docx

Berdasarkan kasus tersebut, dapat menimbulkan beberapa masalah keperawatan, diantaranya:

1. Perubahan pola eliminasi

2. Ansietas

3. Risiko infeksi

4. Nyeri

Masalah tersebut dapat ditangani dengan berbagai tindakan baik farmakologi maupun

non farmakologi. Salah satu tindakan yang akan dilakukan pada pasien yaitu sitostomi dan

businasi. Sistostomi dan businasi sendiri merupakan pembedahan yang dilakukan oleh

dokter, sehingga penjelasan prosedur sistostomi dan businasi adalah wewenang dari tim

dokter itu sendiri. Meski begitu, kita sebagai perawat perlu mengetahui garis besar dari

prosedur sistostomi dan businasi tersebut. Hal penting yang harus dilakukan oleh perawat

adalah melakukan perawatan pasca sistostomi dan businasi dan menghindari terjadinya

komplikasi post operasi serta memberi pendidikan kesehatan kepada klien dan keluarga hal-

hal apa saja yang harus dilakukan pasca operasi.

11

Page 12: MAKALAH KASUS 1.docx

BAB IV

PRINSIP ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS

A. Pengkajian

1. Data Subjektif :

a. Identitas pasien :

1) Nama : Tn.

2) Umur : 45 tahun

3) Jenis kelamin : Laki-laki

4) Status : -

5) Pendidikan : -

6) Agama : -

7) Pekerjaan : -

8) No Med. Rec : -

9) Diagnosa Medis : Striktur Uretra

10) Alamat : -

b. Identitas penanggung jawab

1) Nama : -

2) Umur : -

3) Jenis kelamin : -

4) Agama : -

5) Pekerjaan : -

6) Alamat : -

7) Hubungan dengan pasien : -

c. Riwayat kesehatan

1) Keluhan utama

Klien datang ke Rumah Sakit dengan keluhan tidak bisa BAK sejak 12 jam yang

lalu. Klien mengatakan keinginan berkemih tetapi tidak keluar urin. Keluhan

dirasakan sejak 2 bulan yang lalu tetapi semakin parah sekitar 1 minggu yang lalu,

pancaran urin sewaktu miksi berkurang sejak 1 minggu yang lalu.

12

Page 13: MAKALAH KASUS 1.docx

2) Riwayat kesehatan sekarang

Klien masih belum bisa BAK.

3) Riwayat kesehatan dahulu

Klien pernah dirawat di Rumah Sakit karena patah tulang dan terdapat riwayat

pemakaian kateter.

4) Riwayat kesehatan keluarga

(Belum Terkaji)

d. Data Biologis

1) Pola Kehidupan Sehari-hari

a) Nutrisi : frekuensi makan, jenis makanan, porsi makan, jenis dan kuantitas

minum (Belum Terkaji)

b) Cairan dan elektrolit : (Belum Terkaji)

c) Eliminasi : BAB (Frekuensi, warna, konsistensi) serta BAK (frekuensi,

banyaknya urine yang keluar setiap hari dan warna urine). Pada kasus hanya

terkaji tidak bisa BAK sejak 12 jam yang lalu.

d) Istirahat dan Tidur (Belum Terkaji)

e) Personal Hygiene (Belum Terkaji)

2) Pemeriksaan fisik

a) Keadaan Umum

Kesadaran : Compos Mentis

b) Vital sign

TD : 140/90 mmHg

Nadi : 98 x/ menit

Suhu : 37,50 C

RR : 25 x/ menit

c) Pemeriksaan menyeluruh

(1) Sistem pernafasan, perlu dikaji mulai dari bentuk hidung, ada tidaknya sakit

pada lubang hidung, pergerakan cuping hidung pada waktu bernafas,

kesimetrisan gerakan dada pada saat bernafas, auskultasi bunyi nafas dan

gangguan pernafasan yang timbul. Apakah bersih atau ada ronchi, serta

13

Page 14: MAKALAH KASUS 1.docx

frekuensi nafas. hal ini penting karena imobilisasi berpengaruh pada

pengembangan paru dan mobilisasi sekret pada jalan nafas (Belum Terkaji).

(2) Sistem kardiovaskuler, mulai dikaji warna konjungtiva, warna bibir, ada

tidaknya peninggian vena jugularis dengan auskultasi dapat dikaji bunyi

jantung pada dada (Belum Terkaji secara lengkap). Sedangkan data yang

terkaji: Tekanan darah 140/90 mmHG, suhu 37,50 C, nadi 98 x/ menit dan

RR 25 x/ menit.

(3) Sistem pencernaan, yang dikaji meliputi keadaan gigi, bibir, lidah, nafsu

makan, peristaltik usus, dan BAB. Tujuan pengkajian ini untuk mengetahui

secara dini penyimpangan pada sistem ini.

(4) Sistem genitourinaria, dapat dikaji dari ada tidaknya pembengkakan dan

nyeri pada daerah pinggang, observasi dan palpasi pada daerah abdomen

bawah untuk mengetahui adanya retensi urin dan kaji tentang keadaan alat-

alat genitourinaria bagian luar mengenai bentuknya ada tidaknya nyeri tekan

dan benjolan serta bagaimana pengeluaran urinnya, lancar atau ada nyeri

waktu miksi, serta bagaimana warna urin (Belum terkaji). Sedangkan pada

saat di palpasi teraba tegang didaerah suprapubik.

(5) Sistem muskuloskeletal, yang perlu dikaji pada sistem ini adalah derajat

Range of Motion dari pergerakan sendi mulai dari kepala sampai anggota

gerak bawah, ketidaknyamanan atau nyeri yang dilaporkan klien waktu

bergerak, toleransi klien waktu bergerak dan observasi adanya luka pada otot

harus dikaji juga, karena klien imobilitas biasanya tonus dan kekuatan

ototnya menurun.

(6) Sistem integumen, yang perlu dikaji adalah keadaan kulitnya, rambut dan

kuku, pemeriksaan kulit meliputi : tekstur, kelembaban, turgor, warna dan

fungsi perabaan.

(7) Sistem neurosensori, yang dikaji adalah fungsi serebral, fungsi saraf kranial,

fungsi sensori serta fungsi refleks.

e. Data Psikologis

Klien tampak gelisah dan berkeringat di daerah dahi.

14

Page 15: MAKALAH KASUS 1.docx

f. Data Penunjang

1) Pemeriksaan Laboratorium

No Nama Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

1 Uji Colok dubur Negatif Negatif

2 Hb 14 g/dL 13-16 g/dL

3 Ht 42% 40-50%

4 Leukosit 12.100/mm3 5000-10.000/mm3

5 Trombosit 224.000/ mm3 150.000-400.000/mm3

6 Ureum 37 mg/dL 20-40 mg/dL

7 Kreatinin 0,8 mg/dL 0,5-1,5 mg/dL

8 Natrium 125 mEq 135-153 mEq

9 PSA (Prostat Spesifik

Antigen)

2 ng/ml 0-4 ng/ml

B. Analisa Data

No. Data Menyimpang Etiologi Masalah

1. Data Subjektif :

- Pasien mengatakan pancaran

urin sewaktu miksi berkurang

sejak 1 minggu yang lalu

- Pasien mengatakan mempunyai

perasaan ingin berkemih tetapi

tidak keluar urin

Data Objektif :

- Terasa tegang dan keras saat

dipalpasi daerah suprapubik

- Leukosit 12.100/mm3

- Saat akan dipasang kateter

hanya dapat masuk 2,5 cm

Pemasangan Kateter

Trauma uretra

Penyempitan lumen uretra

Penyumbatan lumen uretra

Tidak dapat BAK

Perubahan Pola Emliminasi

Perubahan Pola

Eliminasi

2. Data Subjektif : Pemasangan Kateter Ansietas

15

Page 16: MAKALAH KASUS 1.docx

- Pasien tidak paham dengan

prosedur tindakan, ketakutan

dan cemas menunggu tindakan

dilakukan

Data Objektif :

- Pasien tampak gelisah dan

berkeringat di dahi

- TD 140/90 mmHg

- RR 25 x/menit

Trauma uretra

Penyempitan lumen uretra

Penyumbatan lumen uretra

Tidak dapat BAK

Pemasangan kateter gagal,

karena hanya dapat masuk

2,5 cm

Penatalaksanaan dengan

cytostomy dan businasi

Ansietas

C. Diagnosa Keperawatan

16

Page 17: MAKALAH KASUS 1.docx

NO. Diagnosa Keperawatan

Tujuan-Kriteria Intervensi Rasional

Pre Operasi1. Perubahan

eliminasi urine: frekuensi, urgensi, resistancy, inkontinensi, retensi, nokturia atau perasaan tidak puas setelah miksi b/d obstruksi mekanik: striktur urethra.

Perubahan eliminasi urin tidak terjadi

Kriteria : Urin dapat keluar

dengan pancaran >10 ml/detik.

Tidak teraba distensi kandung kemih.

Residu pasca berkemih kurang dari 50 ml.

Klien dapat berkemih volunter

Urinalisa dan kultur hasilnya negatif.

Hasil laboratorium fungsi ginjal normal.

Jelaskan pada klien

tentang perubahan dari

pola eliminasi.

Dorong klien untuk

berkemih tiap 2 – 4 jam

dan bila dirasakan.

Anjurkan klien minum

sampai 3000 ml sehari,

dalam toleransi jantung

bila diindikasikan.

Perkusi / palpasi area

suprapubik.

Observasi aliran dan

kekuatan urine, ukur

residu urine pasca

berkemih. Jika volume

residu urine lebih besar

dari 100 cc maka

jadwalkan program

kateterisasi intermiten.

Monitor laboratorium:

urinalisa dan kultur, BUN,

kreatinin.

Kolaborasi dengan dokter

untuk pemberian obat:

antagonis Alfa -

adrenergik (prazosin)

Meningkatkan

pengetahuan klien

sehingga klien

kooperatif dalam

tindakan

keperawatan.

Meminimalkan

retensi urine,

distensi yang

berlebihan pada

kandung kemih.

Peningkatan aliran

cairan,

mempertahankan

perfusi ginjal dan

membersihkan

ginjal dan kandung

kemih dari

pertumbuhan

bakteri.

Distensi kandung

kemih dapat

dirasakan di area

supra pubik.

Observasi aliran dan

kekuatan urine

untuk mengevaluasi

adanya obstruks,

mengukur residu

17

Page 18: MAKALAH KASUS 1.docx

urine untuk

mencegah urine

statis karena dapat

beresiko infeksi.

Statis urinarias

potensial untuk

pertumbuhan

bakteri, peningkatan

resiko ISK.

Pembesaran prostat

dapat menyebabkan

dilatasi saluran

kemih atas (ureter

dan ginjal),

potensial merusak

fungsi ginjal dan

menimbulkan

uremia.

Mengurangi obstruksi pada buli-buli, relaksasi didaerah prostat sehingga gangguan aliran air seni dan gejala-gejala berkurang.

2. Kecemasan b/d hospitalisasi, prosedur pembedahan, kurang pengetahuan tentang aktifitas rutin dan

Kecemasan berkurang / hilang sehingga klien mau kooperatif dalam tindakan perawatan.Kriteria : Klien tampak

Bina hubungan saling percaya dengan klien atau keluarga.

Dorong klien atau keluarga untuk menyatakan perasaan / masalah.

Beri informasi tentang

Menunjukan perhatian dan keinginan untuk membantu dalam mendiskusikan tentang subyek sensitif.

Mengidentifikasi

18

Page 19: MAKALAH KASUS 1.docx

aktifitas post operasi.

rileks dan dapat beristirahat yang cukup.

Tanda-tanda vital dalam batas normal.

Pasien paham tentang prosedur tindakan

Pasien mampu memutuskan intervensi

prosedur / tindakan yang akan dilakukan, contoh: kateter, urine berdarah, iritasi kandung kemih. Ketahui seberapa banyak informasi yang diinginkan klien.

Jelaskan pentingnya peningkatan asupan cairan.

Jelaskan pembatasan aktifitas yang diharapkan: tirah baring untuk hari pertama post operasi.

Ambulasi progresif yang dimulai hari pertama post operasi.

Hindari aktifitas yang mengencangkan daerah kandung kemih.

Evaluasi tingkat kecemasan pasien

masalah, memberikan kesempatan untuk menjawab pertanyaan, memperjelas kesalahan konsep dan solusi pemecahan masalah.

Membantu klien memahami tujuan dari apa yang dilakukan dan mengurangi masalah karena ketidaktahuan.

Urine yang encer dapat menghambat pembentukkan klot.

Perubahan peningkatan tanda-tanda vital mungkin menunjukkan tingkat kecemasan yang dialami klien.

19

Page 20: MAKALAH KASUS 1.docx

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Striktur uretra merupakan salah satu gangguan pada sistem perkemihan yang terjadi

akibat adanya jaringan parut dan kontriksi di uretra sehingga terjadi penyempitan disaluran

kemih dan keluaran urine menjadi terhambat. Masalah keperawatan utama yang terjadi pada

striktur uretra yaitu perubahan pola eliminasi. Striktur uretra dapat ditangani melalui berbagai

tindakan, salah satunya pengobatan dengan cara melakukan tindakan sitostomi dan businasi.

Sebagai perawat harus dapat memberikan asuhan keperawatan yang baik dan tepat. Dalam

tindakan operasi sitostomi dan businasi pada pasien dengan gangguan saluran kemih, perawat

harus dapat melakukan perawatan pasca operasi dan menghindari terjadinya komplikasi post

operasi serta memberi pendidikan kesehatan kepada klien dan keluarga hal-hal apa saja yang

harus dilakukan pasca operasi.

5.2 Saran

1. Makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi dalam proses pembelajaran dalam

sistem urinaria

2. Makalah ini dapat dijadikan bahan pembelajaran bagi mahasiswa keperawatan

20

Page 21: MAKALAH KASUS 1.docx

DAFTAR PUSTAKA

Basuki B. Purnomo. 2000. Dasar-Dasar Urologi, Malang, Fakultas kedokteran Brawijaya.

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah : edisi 8 volume 2. Jakarta: EGC

Doenges E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan

Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC.

Long C, Barbara. 1996. Perawatan Medikal Bedah, Volume 3, Bandung, Yayasan IAPK

Pajajaran.

M. Tucker, Martin. 1998. Standart Perawatan Pasien : Proses keperawatan, Diagnosis dan

Evaluasi. Edisi V. Volume 3. Jakarta: EGC.

Tanagho EA., MCAninch JW. Urethral Stricture. In: Smith`s General Urology. Lange Medical

Books/McGraw-Hill. New York. 670 – 72.

Soeparman. 1990. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Smith JK., Schauberger JS., Kenney P. Stricture Urethra. Available at :

http://www.eMedicine.com/genitourinary/stricture_urethra (5 September 2015)

Suharyanto, Toto. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem

Perkemihan. Jakarta : CV Trans Info Media

Suzanne C, Smeltzer. 2001.Buku Ajar Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC

Susanne, C Smelzer. 2002. Keperawatan Medikal Bedah (Brunner &Suddart) , Edisi VIII,

Volume 2, Jakarta : EGC.

21