skenario1 ipt

36
Edita Nurdiana 1102014082 LO. 1. Memahami dan Mengetahui Demam 1.1. Definisi dan Suhu Tubuh Normal Demam adalah peningkatan titik patokan (set point) suhu di hipotalamus. Dengan meningkatkan titik patokan tersebut, maka hipotalamus mengirim sinyal untuk meningkatkan suhu tubuh. Tubuh berespon dengan menggigil dan meningkatkan laju metabolism basal. Suhu tubuh normal Suhu tubuh normal bervariasi sesuai irama suhu circardian (variasi diurnal). Suhu terendah dicapai pada pagi hari pukul 04.00 – 06.00 dan tertinggi pada awal malam hari pukul 16.00 – 18.00. Kurva demam biasanya juga mengikuti pola diurnal ini. Suhu tubuh juga dipengaruhi oleh faktor individu dan lingkungan, meliputi usia, jenis kelamin, aktivitas fisik dan suhu udara ambien. Oleh karena itu jelas bahwa tidak ada nilai tunggal untuk suhu tubuh normal. Hasil pengukuran suhu tubuh bervariasi tergantung pada tempat pengukuran. Tabel 1. Suhu normal pada tempat yang berbeda Tempat pengukuran Jenis termometer Rentang; rerata suhu normal ( o C) Demam ( o C) Aksila Air raksa, elektronik 34,7 – 37,3; 36,4 37,4 Sublingual Air raksa, elektronik 35,5 – 37,5; 36,6 37,6 Rektal Air raksa, elektronik 36,6 – 37,9; 37 38 Telinga Emisi infra merah 35,7 – 37,5; 37,6 1

Upload: edita

Post on 25-Jan-2016

268 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ipt

TRANSCRIPT

Page 1: skenario1 IPT

Edita Nurdiana 1102014082

LO. 1. Memahami dan Mengetahui Demam1.1. Definisi dan Suhu Tubuh Normal

Demam adalah peningkatan titik patokan (set point) suhu di hipotalamus. Dengan meningkatkan titik patokan tersebut, maka hipotalamus mengirim sinyal untuk meningkatkan suhu tubuh. Tubuh berespon dengan menggigil dan meningkatkan laju metabolism basal.

Suhu tubuh normal

Suhu tubuh normal bervariasi sesuai irama suhu circardian (variasi diurnal). Suhu terendah dicapai pada pagi hari pukul 04.00 – 06.00 dan tertinggi pada awal malam hari pukul 16.00 – 18.00. Kurva demam biasanya juga mengikuti pola diurnal ini. Suhu tubuh juga dipengaruhi oleh faktor individu dan lingkungan, meliputi usia, jenis kelamin, aktivitas fisik dan suhu udara ambien. Oleh karena itu jelas bahwa tidak ada nilai tunggal untuk suhu tubuh normal. Hasil pengukuran suhu tubuh bervariasi tergantung pada tempat pengukuran.

Tabel 1. Suhu normal pada tempat yang berbeda

Tempat pengukuran

Jenis termometerRentang; rerata suhu

normal (oC)

Demam

(oC)

Aksila Air raksa, elektronik 34,7 – 37,3; 36,4 37,4

Sublingual Air raksa, elektronik 35,5 – 37,5; 36,6 37,6

Rektal Air raksa, elektronik 36,6 – 37,9; 37 38

Telinga Emisi infra merah 35,7 – 37,5; 36,6 37,6

Suhu rektal normal 0,27o – 0,38oC (0,5o – 0,7oF) lebih tinggi dari suhu oral. Suhu aksila kurang lebih 0,55oC (1oF) lebih rendah dari suhu oral. Untuk kepentingan klinis praktis, pasien dianggap demam bila suhu rektal mencapai 38oC, suhu oral 37,6oC, suhu aksila 37,4oC, atau suhu membran tympani mencapai 37,6oC. Hiperpireksia merupakan istilah pada demam yang digunakan bila suhu tubuh melampaui 41,1oC (106oF).

1.2. Macam-macam Demam

Klasifikasi demam diperlukan dalam melakukan pendekatan berbasis masalah. Untuk kepentingan diagnostik, demam dapat dibedakan atas akut, subakut, atau kronis, dan dengan atau

1

Page 2: skenario1 IPT

Edita Nurdiana 1102014082

tanpa localizing signs. Tabel 2. dan Tabel 3. memperlihatkan tiga kelompok utama demam yang ditemukan di praktek pediatrik beserta definisi istilah yang digunakan.

Tabel 2. Tiga kelompok utama demam yang dijumpai pada praktek pediatrik

Tabel 3. Definisi istilah yang digunakan

Demam dengan localizing signs

2

Klasifikasi Penyebab terseringLama demam pada umumnya

Demam dengan localizing

signsInfeksi saluran nafas atas <1 minggu

Demam tanpa localizing

signs

Infeksi virus, infeksi saluran

kemih<1minggu

Fever of unknown originInfeksi, juvenile idiopathic

arthritis>1 minggu

Istilah Definisi

Demam dengan localization

Penyakit demam akut dengan fokus infeksi, yang dapat didiagnosis setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik

Demam tanpa localization Penyakit demam akut tanpa penyebab demam yang jelas setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik

Letargi Kontak mata tidak ada atau buruk, tidak ada interaksi dengan pemeriksa atau orang tua, tidak tertarik dengan sekitarnya

Toxic appearance Gejala klinis yang ditandai dengan letargi, perfusi buruk, cyanosis, hipo atau hiperventilasi

Infeksi bakteri serius Menandakan penyakit yang serius, yang dapat mengancam jiwa. Contohnya adalah meningitis, sepsis, infeksi tulang dan sendi, enteritis, infeksi saluran kemih, pneumonia

Bakteremia dan septicemia

Bakteremia menunjukkan adanya bakteri dalam darah, dibuktikan dengan biakan darah yang positif, septikemia menunjukkan adanya invasi bakteri ke jaringan, menyebabkan hipoperfusi jaringan dan disfungsi organ

Page 3: skenario1 IPT

Edita Nurdiana 1102014082

Penyakit demam yang paling sering ditemukan pada praktek pediatrik berada pada kategori ini (Tabel 4.). Demam biasanya berlangsung singkat, baik karena mereda secara spontan atau karena pengobatan spesifik seperti pemberian antibiotik. Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik dan dipastikan dengan pemeriksaan sederhana seperti pemeriksaan foto rontgen dada.

Tabel 4. Penyebab utama demam karena penyakit localized signs

Demam tanpa localizing signs

Sekitar 20% dari keseluruhan episode demam menunjukkan tidak ditemukannya localizing signs pada saat terjadi. Penyebab tersering adalah infeksi virus, terutama terjadi selama beberapa tahun pertama kehidupan. Infeksi seperti ini harus dipikirkan hanya setelah menyingkirkan infeksi saluran kemih dan bakteremia. Tabel 4. menunjukan penyebab paling sering kelompok ini.1 Demam tanpa localizing signs umumnya memiliki awitan akut, berlangsung kurang dari 1 minggu, dan merupakan sebuah dilema diagnostik yang sering dihadapi oleh dokter anak dalam merawat anak berusia kurang dari 36 bulan.

Tabel 5. Penyebab umum demam tanpa localizing signs

3

Kelompok Penyakit

Infeksi saluran nafas atas

ISPA virus, otitis media, tonsillitis, laryngitis, stomatitis herpetika

Pulmonal Bronkiolitis, pneumonia

Gastrointestinal Gastroenteritis, hepatitis, appendicitis

Sistem saraf pusat Meningitis, encephalitis

Eksantem Campak, cacar air

Kolagen Rheumathoid arthritis, penyakit Kawasaki

Neoplasma Leukemia, lymphoma

Tropis Kala azar, cickle cell anemia

Page 4: skenario1 IPT

Edita Nurdiana 1102014082

Persistent Pyrexia of Unknown Origin (PUO)

Istilah ini biasanya digunakan bila demam tanpa localizing signs bertahan selama 1 minggu dimana dalam kurun waktu tersebut evaluasi di rumah sakit gagal mendeteksi penyebabnya. Persistent pyrexia of unknown origin, atau lebih dikenal sebagai fever of unknown origin (FUO) didefinisikan sebagai demam yang berlangsung selama minimal 3 minggu dan tidak ada kepastian diagnosis setelah investigasi 1 minggu di rumah sakit.

Corwin, Elizabeth J. (2009). Buku Saku Patofisiolgi. Edisi revisi III. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

1.3 ETIOLOGI DEMAM

- Peningkatan set point hipothalamus : infeksi, penyakit kolagen vaskular, keganasan - Produksi panas melebihi kehilangan panas: overdosis salisilat, hiperthiroidisme, suhu lingkungan yang tinggi - Gangguan pembuangan panas: ektodermal displasia, heat stroke, keracunan obat tertentu - Penyakit penyakit infeksi yang endemik di lingkungan sekitar

4

Penyebab Contoh Petunjuk diagnosis

Infeksi Bakteremia/sepsis

Sebagian besar virus (HH-6)

Infeksi saluran kemih

Malaria

Tampak sakit, CRP tinggi, leukositosis

Tampak baik, CRP normal, leukosit normal

Dipstik urine

Di daerah malaria

PUO (persistent pyrexia of unknown origin) atau FUO

Juvenile idiopathic arthritis

Pre-articular, ruam, splenomegali, antinuclear factor tinggi, CRP tinggi

Pasca vaksinasi Vaksinasi triple, campak Waktu demam terjadi berhubungan dengan waktu vaksinasi

Drug fever Sebagian besar obat Riwayat minum obat, diagnosis eksklusi

Page 5: skenario1 IPT

Edita Nurdiana 1102014082

- Non infeksi : reaksi- reaksi alergi, penyakit autoimmun, kelainan darah, tumor ganas- Gangguan pada pusat regulasi suhu sentral dapat menyebabkan peningkatan temperatur : heat stroke, pendarahan otak sampai koma

Pirogen adalah zat penyebab demam

Pirogen adalah suatu protein yang identik dengan interleukin-1.Di dalam hipotalamus zat ini merangsang pelepasan asam arakidonat serta mengakibatkan peningkatan sintesis prostaglandin E2 yang langsung dapat menyebabkan suatu pireksia.

Endogen : sitokin Inter Leukin-1Pirogen

Eksogen : endotoksin bakteri, racun kalajengking, radiasi

Demam terjadi karena pelepasan pirogen dari dalam leukosit yang sebelumnya telah terangsang oleh pirogen eksogen yang dapat berasal dari mikroorganisme atau merupakan suatu hasil reaksi imunoligi yang tidak berdasarkan suatu infeksi.Pirogen eksogen dapat menyebabkan demam dengan bekerja langsung pada pusat thermoegulasi dan atau menyebabkan produksi pirogen endogen.

1.4. Pola Demam

Interpretasi pola demam sulit karena berbagai alasan, di antaranya anak telah mendapat antipiretik sehingga mengubah pola, atau pengukuran suhu secara serial dilakukan di tempat yang berbeda. Akan tetapi bila pola demam dapat dikenali, walaupun tidak patognomonis untuk infeksi tertentu, informasi ini dapat menjadi petunjuk diagnosis yang berguna.

Tabel 6. Pola demam yang ditemukan pada penyakit pediatrik

5

Page 6: skenario1 IPT

Edita Nurdiana 1102014082

Penilaian pola demam meliputi tipe awitan (perlahan-lahan atau tiba-tiba), variasi derajat suhu selama periode 24 jam dan selama episode kesakitan, siklus demam, dan respons terapi.

Gambaran pola demam klasik meliputi:

Demam kontinyu (Gambar 1.) atau sustained fever ditandai oleh peningkatan suhu tubuh yang menetap dengan fluktuasi maksimal 0,4oC selama periode 24 jam. Fluktuasi diurnal suhu normal biasanya tidak terjadi atau tidak signifikan.

Gambar 1. Pola demam pada demam tifoid (memperlihatkan bradikardi relatif)

Demam remiten ditandai oleh penurunan suhu tiap hari tetapi tidak mencapai normal dengan fluktuasi melebihi 0,5oC per 24 jam. Pola ini merupakan tipe demam yang paling

6

Pola demam Penyakit

Kontinyu Demam tifoid, malaria falciparum malignan

Remitten Sebagian besar penyakit virus dan bakteri

Intermiten Malaria, limfoma, endocarditis

Hektik atau septik Penyakit Kawasaki, infeksi pyogenic

Quotidian Malaria karena P.vivax

Double quotidian Kala azar, arthritis gonococcal, juvenile rheumathoid

arthritis, beberapa drug fever (contoh karbamazepin)

Relapsing atau periodik Malaria tertiana atau kuartana, brucellosis

Demam rekuren Familial Mediterranean fever

Page 7: skenario1 IPT

Edita Nurdiana 1102014082

sering ditemukan dalam praktek pediatri dan tidak spesifik untuk penyakit tertentu (Gambar 2.). Variasi diurnal biasanya terjadi, khususnya bila demam disebabkan oleh proses infeksi.

Gambar 2. Demam remiten

Pada demam intermiten suhu kembali normal setiap hari, umumnya pada pagi hari, dan puncaknya pada siang hari (Gambar 3.). Pola ini merupakan jenis demam terbanyak kedua yang ditemukan di praktek klinis.

Gambar 3. Demam intermiten

Demam septik atau hektik terjadi saat demam remiten atau intermiten menunjukkan perbedaan antara puncak dan titik terendah suhu yang sangat besar.

Demam quotidian, disebabkan oleh P. Vivax, ditandai dengan paroksisme demam yang terjadi setiap hari.

Demam quotidian ganda memiliki dua puncak dalam 12 jam (siklus 12 jam)

Gambar 4. Demam quotidian

7

Page 8: skenario1 IPT

Edita Nurdiana 1102014082

Undulant fever menggambarkan peningkatan suhu secara perlahan dan menetap tinggi selama beberapa hari, kemudian secara perlahan turun menjadi normal.

Demam lama (prolonged fever) menggambarkan satu penyakit dengan lama demam melebihi yang diharapkan untuk penyakitnya, contohnya > 10 hari untuk infeksi saluran nafas atas.

Demam rekuren adalah demam yang timbul kembali dengan interval irregular pada satu penyakit yang melibatkan organ yang sama (contohnya traktus urinarius) atau sistem organ multipel.

Demam bifasik menunjukkan satu penyakit dengan 2 episode demam yang berbeda (camelback fever pattern, atau saddleback fever). Poliomielitis merupakan contoh klasik dari pola demam ini. Gambaran bifasik juga khas untuk leptospirosis, demam dengue, demam kuning, Colorado tick fever, spirillary rat-bite fever (Spirillum minus), dan African hemorrhagic fever (Marburg, Ebola, dan demam Lassa).

Relapsing fever dan demam periodik:o Demam periodik ditandai oleh episode demam berulang dengan interval regular

atau irregular. Tiap episode diikuti satu sampai beberapa hari, beberapa minggu atau beberapa bulan suhu normal. Contoh yang dapat dilihat adalah malaria (istilah tertiana digunakan bila demam terjadi setiap hari ke-3, kuartana bila demam terjadi setiap hari ke-4) (Gambar 5.) dan brucellosis.

Gambar 5. Pola demam malaria

o Relapsing fever adalah istilah yang biasa dipakai untuk demam rekuren yang disebabkan oleh sejumlah spesies Borrelia (Gambar 6.)dan ditularkan oleh kutu (louse-borne RF) atau tick (tick-borne RF).

Gambar 6. Pola demam Borreliosis (pola demam relapsing)

8

Page 9: skenario1 IPT

Edita Nurdiana 1102014082

Penyakit ini ditandai oleh demam tinggi mendadak, yang berulang secara tiba-tiba berlangsung selama 3 – 6 hari, diikuti oleh periode bebas demam dengan durasi yang hampir sama. Suhu maksimal dapat mencapai 40,6oC pada tick-borne fever dan 39,5oC pada louse-borne. Gejala penyerta meliputi myalgia, sakit kepala, nyeri perut, dan perubahan kesadaran. Resolusi tiap episode demam dapat disertai Jarish-Herxheimer reaction (JHR) selama beberapa jam (6 – 8 jam), yang umumnya mengikuti pengobatan antibiotik. Reaksi ini disebabkan oleh pelepasan endotoxin saat organisme dihancurkan oleh antibiotik. JHR sangat sering ditemukan setelah mengobati pasien syphillis. Reaksi ini lebih jarang terlihat pada kasus leptospirosis, Lyme disease, dan brucellosis. Gejala bervariasi dari demam ringan dan fatigue sampai reaksi anafilaktik full-blown.

o Contoh lain adalah rat-bite fever yang disebabkan oleh Spirillum minus dan Streptobacillus moniliformis. Riwayat gigitan tikus 1 – 10 minggu sebelum awitan gejala merupakan petunjuk diagnosis.

o Demam Pel-Ebstein (Gambar 7.), digambarkan oleh Pel dan Ebstein pada 1887, pada awalnya dipikirkan khas untuk limfoma Hodgkin (LH). Hanya sedikit pasien dengan penyakit Hodgkin mengalami pola ini, tetapi bila ada, sugestif untuk LH. Pola terdiri dari episode rekuren dari demam yang berlangsung 3 – 10 hari, diikuti oleh periode afebril dalam durasi yang serupa. Penyebab jenis demam ini mungkin berhubungan dengan destruksi jaringan atau berhubungan dengan anemia hemolitik.

Gambar 7. Pola demam penyakit Hodgkin (pola Pel-Ebstein).

1.5. Mekanisme Demam

Demam timbul sebagai respons terhadap pembentukan sitokin tertentu, termasuk interleukin-1, interleukin-6, dan faktor nekrosis tumor. Sitokin ini disebut pirogen endogen (penghasil panas). Sitokin pirogenik dilepaskan oleh beberapa sel berbeda, termasuk monosit, makrofag, sel T helper, dan fibroblast dalam berespons terhadap infeksi atau cedera jaringan. Pirogen endogen menyebabkan demam dengan menghasilkan prostaglandin, mungkin PGE, yang meningkatkan titik patokan termoregulasi hipotalamus.

9

Page 10: skenario1 IPT

Edita Nurdiana 1102014082

Demam terjadi karena pelepasan pirogen dari dalam leukosit yang sebelumnya telah terangsang oleh pirogen eksogen yang dapat berasal dari mikroorganisme atau merupakan suatu hasil reaksi imunologik yang tidak berdasarkan suatu infeksi. Dewasa ini diduga bahwa pirogen adalah suatu protein identic dengan interleukin-1. Di dalam hipotalamus zat ini merangsang pelepasan asam prostaglandin E2 yang langsung dapat menyebabkan suatu pireksia. Pengaruh pengaturan autonom akan mengakibatkan terjadinya vasokontriksi perifer sehingga pengeluaran (dissipation) panas menurun dan pasien merasa demam. Suhu badan dapat bertambah tinggi lagi karena meningkatnya aktivitas metabolism yang juga mengakibatkan penambahan produksi panas dan karena kurang adekuat penyalurannya ke permukaan maka rasa demam bertambah pada seorang pasien.

Interaksi sitokin-reseptor pada daerah preoptik hipothalamus anterior

Aktivasi phospholipase A

Melepaskan asam arakhidonat pada membran plasma yg berfungsi sbg substrat jalur fosfo-oksigenase

Peningkatan Prostaglandin E2

Mempengaruhi respon neuron pada pusat thermoregulasi

Vasokonstriksi perifer, pengeluaran panas menurun

Demam

Demam mengacu pada peningkatan suhu tubuh akibat dari peradangan atau infeksi. Proses perubahan suhu yang terjadi saat tubuh dalam keadaan sakit lebih dikarenakan oleh zat toksin yang masuk kedalam tubuh.

Umumnya, keadaan sakit terjadi karena adanya proses peradangan (inflamasi) di dalam tubuh. Proses peradangan itu sendiri sebenarnya merupakan mekanisme pertahanan dasar tubuh terhadap adanya serangan yang mengancam keadaan fisiologis tubuh. Proses peradangan diawali dengan masuknya zat toksin (mikroorganisme) kedalam tubuh kita. Mikroorganisme (MO) yang masuk kedalam tubuh umumnya memiliki suatu zat toksin tertentu yang dikenal sebagai pirogen eksogen.

10

Page 11: skenario1 IPT

Edita Nurdiana 1102014082

Dengan masuknya MO tersebut, tubuh akan berusaha melawan dan mencegahnya dengan pertahanan tubuh antara lain berupa leukosit, makrofag, dan limfosit untuk memakannya (fagositosit). Dengan adanya proses fagositosit ini, tubuh akan mengeluarkan senjata, berupa zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen (khususnya IL-1) yang berfungsi sebagai anti infeksi. Pirogen endogen yang keluar, selanjutnya akan merangsang sel-sel endotel hipotalamus untuk mengeluarkan suatu substansi yakni asam arakhidonat. Asam arakhidonat dapat keluar dengan adanya bantuan enzim fosfolipase A2. Asam arakhidonat yang dikeluarkan oleh hipotalamus akan pemacu pengeluaran prostaglandin (PGE2).

Pengeluaran prostaglandin dibantu oleh enzim siklooksigenase (COX). Pengeluaran prostaglandin akan mempengaruhi kerja dari termostat hipotalamus. Sebagai kompensasinya, hipotalamus akan meningkatkan titik patokan suhu tubuh (di atas suhu normal). Adanya peningkatan titik patokan ini dikarenakan termostat tubuh (hipotalamus) merasa bahwa suhu tubuh sekarang dibawah batas normal. Akibatnya terjadilah respon dingin/ menggigil. Selain itu vasokontriksi kulit juga berlangsung untuk mengurangi pengeluaran panas. Kedua mekanisme tersebut mendorong suhu naik. Adanya proses menggigil ( pergerakan otot rangka) ini ditujukan untuk menghasilkan panas tubuh yang lebih banyak. Dan terjadilah demam.

( Sherwood, 2012)

Pirogen

Pirogen adalah zat yang menginduksi demam.Pirogen dapat berupa faktor internal (endogen) atau eksternal (eksogen).Substansi bakteri lipopolisakarida (LPS) yang ada

11

Page 12: skenario1 IPT

Edita Nurdiana 1102014082

dalam dinding sel dari beberapa bakteri adalah contoh dari pirogen eksogen.Pirogenitas dapat bervariasi, misalnya beberapa bakteri yang dikenal sebagai pirogen superantigens dapat menyebabkan demam cepat dan berbahaya. Depirogenasi dapat dicapai melalui proses filtrasi, distilasi, kromatografi, atau inaktivasi.

Endogen

Sitokin (khususnya interleukin 1) adalah bagian dari sistem imun bawaan yang diproduksi oleh sel fagosit dan dapat menyebabkan peningkatan set point thermoregulatory di hipotalamus. Contoh lain dari pirogen endogen adalah interleukin 6 (IL-6) dan faktor nekrosis tumor-alfa.

Sitokin dilepaskan dalam sirkulasi umum bermigrasi ke organ sirkumventrikular dari otak karena penyerapan lebih mudah disebabkan oleh penghalang darah-otak filtrasi karena mereka dapat mengurangi aksi.Faktor sitokin kemudian berikatan dengan reseptor endotel.Saat sitokin mengikat, jalur asam arakidonat kemudian teraktivasi.

Eksogen

Salah satu mekanisme demam yang disebabkan oleh pirogen eksogen adalah LPS yang merupakan komponen dari dinding sel bakteri gram-negatif.Sebuah protein imunologi yang disebut protein lipopolisakarida (LBP) mengikat LPS.LBP-LPS kompleks kemudian mengikat reseptor CD14 di dekat makrofag.Hal tersebut menyebabkan sintesis dan pelepasan endogen dari berbagai faktor sitokin, seperti interleukin 1 (IL-1), interleukin 6 (IL-6), dan faktor nekrosis tumor-alfa. Dengan kata lain, faktor eksogen menyebabkan teraktivasinya faktor endogen.

Sekresi PGE2

Sekresi PGE2 berasal dari jalur asam arakidonat. Jalur tersebut ditengahi oleh enzim fosfolipase A2 (PLA2), siklooksigenase-2 (COX-2), dan prostaglandin sintase E2 . Enzim-enzim tersebut berada di antara proses sintesis dan pelepasan PGE2.

PGE2 merupakan mediator utama dari respon demam. Temperatur set point dari tubuh akan tetap tinggi sampai PGE2 tidak lagi diproduksi. PGE2 bekerja pada neuron di daerah preoptik anterior hipotalamus (POA) melalui reseptor prostaglandin E3 (EP3).EP3 mengekspresikan neuron di POA hipotalamus dorsomedial (DMH), rostral rafe inti pallidus di medula oblongata (rRPa), dan inti paraventrikular (PVN) dari hipotalamus.Sinyal demam dikirim ke DMH dan memimpin rRPa untuk stimulasi simpatik keluaran sistem, yang membangkitkan termogenesis non-menggigil untuk menghasilkan panas tubuh dan vasokonstriksi kulit untuk menurunkan panas yang hilang dari permukaan tubuh.Diduga bahwa persarafan dari POA ke PVN menengahi efek neuroendokrin demam melalui jalur yang melibatkan kelenjar pituitari dan berbagai organ endokrin.

Hipotalamus

Otak mengatur efektor mekanisme panas melalui sistem saraf otonom.Hal tersebut dapat terjadi karena peningkatan produksi panas oleh peningkatan aktivitas otot misalnya

12

Page 13: skenario1 IPT

Edita Nurdiana 1102014082

dengan menggigil, dan aktivitas hormon seperti epinefrin.Pencegahan dari kehilangan panas, seperti vasokonstriksi.Sistem saraf otonom juga dapat mengaktifkan jaringan adiposa coklat untuk menghasilkan panas (non-menggigil termogenesis), tapi ini tampaknya penting terutama untuk bayi.Peningkatan denyut jantung dan vasokonstriksi berkontribusi untuk meningkatkan tekanan darah pada demam.

2. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN TENTANG Salmonella enterica

2.1 MORFOLOGI Salmonella enterica

1. Berbentuk batang, tidak berspora, bersifat negatif pada pewarnaan Gram.2. Mudah tumbuh pada medium sederhana, misalnya garam empedu.3. Menghasikan H2S.4. Besar koloni rata-rata 2–4 mm.-Sebagian besar isolat motil dengan flagel peritrik.5. Tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 15–41oC (suhu

pertumbuhan optimal 37,5oC) dan pH pertumbuhan 6–8.6. Tidak dapat tumbuh dalam larutan KCN. 7. Membentuk asam dan kadang-kadang gas dari glukosa dan manosa8. Ukuran Salmonella bervariasi 1–3,5 µm x 0,5–0,8 µm.

2.1. Struktur Salmonella enterica

Salmonella enterica mempunyai makromolekular lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapis luar dari dinding sel dan dinamakan endotoksin. Salmonella typhi juga dapat memperoleh plasmid faktor-R yang berkaitan dengan resistensi terhadap multiple antibiotik. (Soedarmo,dkk, 2010)

Panjang salmonella bervariasi. Sebagian besar isolate bersifat motil dengan flagel peritriks (peritrichous flagella), serta tidak membentuk spora, batang gram negatif. Salmonella mudah tumbuh pada medium sederhana, tetapi hampir tidak pernah memfermentasikan laktosa atau sukrosa. Organisme ini membentuk asam dan terkadang gas dari glukosa dan manosa. Salmonella biasanya menghasilkan H2S. Bakteri ini dapat hidup dalam air yang membeku untuk waktu yang lama. Salmonella resistan terhadap bahan kimia tertentu (misalnya hijau brilian, natrium tetrationat, natrium deoksikolat) yang menghambat bakteri entertik lain; dengan demikian, penambahan zat tersebut ke dalam medium bermanfaat untuk mengisolasi salmonella dari feses . (Jawetz, 2012)

Organisme Salmonella tumbuh secara aerobic dan anaerobic fakultatif. Serta resisten terhadap banyak agen fisik tetapi dapat dibunuh dengan pemanasan sampai 130ºF (54.4ºC) selama 1 jam atau 140ºF (60ºC) selama 15 menit. (Aan M. Arvin, 2000)

13

Page 14: skenario1 IPT

Edita Nurdiana 1102014082

Struktur AntigenEnterobacteri memiliki struktur antigenik yang kompleks. Enterobakteri digolongkan

berdasarkan lebih dari 150 antigen somatik O (liposakarida) yang tahan panas, lebih dari 100 antigen K (kapsular) yang tidak tahan panas dan lebih dari antigen H (flagela). Pada Salmonella thypi antigen kapsular disebut antigen vi. (Jawetz, 2008)

Antigen O  bagian terluar dari lipopolisakarida dinding sel dan terdiri dari unit polisakarida yang berulang. Beberapa polisakarida O-spesifik mengandung gula yang unik. Antigen O resisten terhadap panas, alkohol dan biasanya terdeteksi oleh aglutinasi bakteri. Antibodi pada antigen O terutama adalah IgM. Meskipun setiap genus Enterobacteriaceae berkaitan dengan grup O spesifik, suatu organisme dapat memiliki beberapa antigen O. Karena itu, sebagian besar shigellae memiliki satu ataulebih antigen O yang sama dengan E.coli

Antigen K terletak diluar antigen O pada beberapa enterobakteri tetapi tidak semuanya. Beberapa antigen K merupakan polisakarida termasuk antigen K pada E.coli dan yang lain merupakan protein. Antigen K dapat mengganggu aglutinasi dengan antiserum O dan dapat berhubungan dengan virulensi (contoh; strain E.coli yang menghasilkan anti gen K1

sering ditemui pada meningitis neonatal dan antigen K pada E.coli menyebabkan peletakan bakteri pada sel epitel sebelum invasi ke saluran pencernaan / saluran kemih.)

Antigen H terdapat di flagela dan didenaturasi atau dirusak oleh panas atau alkohol. Antigen ini dipertahankan dengan memberikan formalin pada varian bakteri yang motil. Antigen H seperti ini beraglutinasi dengan antibodi anti-H terutama IgG. Penentu dalam antigen H adalah fungsi sekuens asam amino pada protein flagella (flagelin). Didalam satu seriotip, antigen flagel terdapat dalam satu / dua bentuk disebut fase 1 dan fase 2. Organisme ini cenderung berganti dari satu fase ke fase lain yang disebut variasi fase. Antigen H pada permukaan bakteri dapat mengganggu aglutinasi dengan antibodi O.( Jawetz, 2012)

14

Page 15: skenario1 IPT

Edita Nurdiana 1102014082

Sifat-sifat Salmonella enterica

Salmonella sering bersifat pathogen untuk manusia atau hewan bila masuk melalui mulut. Bakteri ini ditularkan dari hewan atau produk hewan kepada manusia, dan menyebabkan enteritis, infeksi sistemik, dan demam enteric. Panjang salmonella bervariasi. Kebanyakan spesies, kecuali Salmonella pullorum-gallinarum dapat bergerak dengan flagel petritrika. Bakteri ini mudah tumbuh pada perbenihan biasa, tetapi hampir tidak pernah meragikan laktosa atau sukrosa. Bakteri ini membentuk asam dan kadang-kadang gas dari glukosa dan manosa, dan biasanya membentuk H2S.

Bakteri ini dapat hidup dalam air beku untuk jangka waktu yang cukup lama. Salmonella resisten terhadap zat-zat kimia tertentu (misalnya hijau brilian, natrium tetrationat, dan natrium deoksikolat)yang menghambat bakteri enteric lainnya; karena itu senyawa ini bermanfaat untuk dimasukkan dalam perbenihan yang dipakai untuk mengisolasi salmonella dari tinja.

Klasifikasi salmonella sangat rumit karena organisme tersebut merupakan rangkaian kesatuan dan bukan tertentu. Anggota genus Salmonella awalnya diklasifikasikan berdasarkan epidemiologi, jangkauan pejamu, reaksi biokimia, dan struktur antigen O, H, dan Vi. Terdapat lebih dari 2500 serotip Salmonella, termasuk lebih dari 1400 dalam kelompok hibridasi DNA grup I yang dapat menginfeksi manusia. Hampir semua Salmonella yang menyebabkan penyakit pada manusia dapat diidentifikasikan di laboraturium klinis melalui pemeriksaan biokimia dan serologik.

Serotip tersebut adalah sebagai berikut:

Salmonella paratyphi A (serogrup A) Salmonella paratyphi B (serogrup B) Salmonella cholerasuis (serogrup C1) Salmonella typhi (serogrup D)

Penentuan serotipe didasarkan atas reaktivitas antigen O dan antigen H bifasik. Berdasarkan penelitian hibridisasi DNA, klasifikasi taksonomik resmi meliputi genus Salmonella dengan subspecies dan genus Arizona dengan subspesies.

3.1. Etiologi Demam Typhoid

Penyebab typhoid timbil akibat dari infeksi oleh bakterigolongan Salmonella yang memasuki tubuh penderita memlalui saluran pencernaan. Sumber utama yang terinfeksi adalah manusia yang selalu mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakit, baik ketika ia sedang sakit atau sedang dalam masa penyembuhan.

15

Page 16: skenario1 IPT

Edita Nurdiana 1102014082

Pada masa penyembuhan, penderita masih mengandung Salmonella di dalam kandung empedunya atau di dalam ginjal. Sebanyak 5% penderita demam tifoid kelak akan menjadi carrier sementara, sedangkan 2% yang lain akan menjadi carrier yang menahun. Sebagian besar dari carrier tersebut merupakan carrier intestinal (intestinal type), sedangkan yang lain merupakan urinary type. Kekambuhan yang ringan pada carrier demam tifoid, terutama pada carrie jenis intestinal, sukar diketahui karena gejala dan keluhannya tidak jelas.

3.2. Patogenesis Demam Typhoid

Masuknya kuman Salmonella typhi (S. typhi) dan Salmonella paratyphi (S. paratyphi) ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respons imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel-M) dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag.

Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plak Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikulo endotelial tubuh terutama hati dan limpa.

Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakterimia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakiy infeksi sistemik.

Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intermiten ke lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setalah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialga, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vascular, gangguan mental, dan koagulasi.

Di dalam plak Peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hyperplasia jaringan (S. typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat, hyperplasia jaringan dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dpat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plague Peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hyperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuclear di dinding usus. Proses patologis otot, serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi.

Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernapasan, dan gangguan organ lainnya.

16

Page 17: skenario1 IPT

Edita Nurdiana 1102014082

17

Page 18: skenario1 IPT

Edita Nurdiana 1102014082

3.3. Epidemiologi Demam Typhoid

Surveilans Departemen Kesehatan RI, frekuensi kejadian demam tifoid di Indonesia pada tahun 1990 sebesar 9,2 dan pada tahun 1994 terjadi peningkatan frekuensi menjadi 15,4 per 10.000 penduduk. Dari survey berbagai rumah sakit di Indonesia pada tahun 1981 sampai dengan 1986 memperlihatkan peningkatan jumlah penderita sekitar 35,8% yaitu dari 19.596 menjadi 26.606 kasus.

Insidens demam tifoid bervariasi di tiap daerah dan biasanya terkait dengan sanitasi lingkungan; di daerah rural (Jawa Barat) 157 kasus per 100.000 penduduk, sedangkan di daerah urban ditemukan 760-810 per 100.000 penduduk. Perbedaan insidens di perkotaan berhubungan erat dengan penyediaan air bersih yang belum memadai serta sanitasi lingkungan dengan pembuangan sampah yang kurang memenuhi syarat kesehatan lingkungan.

Case fatality rate (CFR) demam tifoid ditahun 1996 sebesar 1,08% dari seluruh kematian di Indonesia. Namun demikian berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Deparetemen Kesehatan RI (SKRT Depkes RI) tahun 1995 demma tifoid tidak termasuk dalam 10 penyakit dengan mortalitas tinggi.

3.4. Gejala dan Tanda Demam Typhoid

Demam tifoid mengakibatkan 3 kelainan pokok, yaitu:

Demam berkepanjangan Gangguan sistem pencernaan Gangguan kesadaran

Demam lebih dari tujuh hari merupakan gejala yang paling menonjol. Demam ini bisa diikuti oleh gejala tidak khas lainnya, seperti anoreksia atau batuk. Gangguan saluran pencernaan yang sering terjadi adalah konstipasi dan obstipasi (sembelit), meskipun diare bias juga terjadi. Gejala lain pada saluran pencernaan adalah mual, muntah, atau perasaan tidak enak di perut. Pada kondisi yang parah, demam tifoid bias disertai dengan gangguan kesadaran yang berupa penurunan kesadaran ringan, apatis, somnolen, hingga koma.

Komplikasi yang bias terjadi adalah:

Perforasi usus Perdarahan usus Neuropsikiatri (koma)

Diagnosis pasti dibuat berdasarkan adanya Salmonella daridarah melalui kutur. Karena isolasi Salmonella relative sulit dan lama, maka pemeriksaan serologi Widal untuk mendeteksi antigen O dan H sering dipakai sebagai alternative, meskipun sekitar 30% penderita menunjukkan titer yang tidak meningkat.

18

Page 19: skenario1 IPT

Edita Nurdiana 1102014082

Pemeriksaan Widal akan menunjukkan hasil yang signifikan apabila dilakukan secara serial per minggu, dengan adanya peningkatan titer sebanyak 4 kali. Nilai titer yang dianggap positif demam tifoid tergantung dari tingkat endemisitas daerahnya. Laporan-laporan dari daerah menunjukkan nilai standar uji Widal O positif yang berbeda-beda, misalnya Jakarta: titer > 1/80, Yogyakarta: titer > 1/160, Surabaya: titer > 1/160, Makassar: titer > 1/320, dan Manado: titer >1/180.

3.5. Diagnosis Demam Typhoid

Diagnosis pasti ditegakkan dengan cara menguji sampel najis atau darah bagi mengesan kehadiran bakteri Salmonella dalam darah penderita, dengan membiakkan darah pada hari 14 yang pertama dari penyakit. Dapat pula ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan ditemukannya kuman Salmonellas dalam darah.

Pada minggu kedua sakit, kemungkinan mengisolasi kuman Salmonella dari darah lebih besar dari minggu berikutnya dan lebih baik dibandingkan pada urin dan feses yang kemungkinan berhasilnya kecil. Biakan specimen yang berasal dari aspirasi sumsum tulang belakang mempunyai sensitivitas tertinggi, hasil positif didapat pada 90% kasus, akan tetapi prosedur ini sangat invasif. Pada keadaan tertentu dapat dilakukan biakan specimen empedu yang diambil dari duodenum dan memberikan hasil yang cukup baik.

Selain itu tes widal (O dan H aglutinin) mulai positif pada hari kesepuluh dan titer akan semakin meningkat sampai berakhirnya penyakit. Pengulangan tes Widal selang 2 hari menunjukkan peningkatan progresif dari titer agglutinin (diatas 1:200) menunjukkan diagnosis positif dari infeksi aktif demam tifoid.

Biarkan tinja dilakukan pada minggu kedua dan ketiga serta biakkan urin pada minggu ketiga dan keempat dapat mendukung diagnosis dengan ditemukannya Salmonella.

Gambaran darah juga dapat membantu menentukan diagnosis. Jika terdapat leukopeni polimorfonuklear dengan limfositosis yang relative pada hari kesepuluh dari demam, maka arah demam tifoid menjadi jelas. Sebaliknya jika terjadi leukositosis polimorfonuklear, maka berarti terdappat infeksi sekunder bakteri di dalam lesi usus. Peningkatan yang cepat dari leukositosis polimorfonuklear ini mengharuskan kita waspada akan terjadinya perforasi dari usus penderita.

Tidak selalu mudah mendiagnosis karena gejala yang ditimbulkan oelh penyakit itu tidak selalu khas seperti diatas. Bias ditemukan gejala-gejala yang tidak khas. Ada orang yang setelah terpapar dengan kuman S. typhi, hanya mengalami demam sedikit kemudian sembuh tanpa diberi obat. Hal itu biasa terjadi karena tidak semua penderita yang secara tidak sengaja menelan kuman ini langsung menjadi sakit. Tergantung banyaknya jumlah kuman dan tingkat kekebalan tubuh sesorang dan daya tahannya, termasuk apakah sudah imun atau kebal. Bila jumlah kuman hanya sedikit yang masuk ke saluran cerna, bisa saja langsung dimatikan oleh sistem pelindung tubuh manusia.

19

Page 20: skenario1 IPT

Edita Nurdiana 1102014082

Diagnosis banding

Pada stadium dini demam tifoid, beberapa penyakit secara klinis dapat menjadi diagnosis pembanding yaitu influenza, gastroenteritis, bronchitis, dan bronkopneumonia. Beberapa penyakit yang disebabkan oleh mikrooorganisme intraselular seperti TBC, infeksi jamur sistemik, bruselosis, tularemia, shigelosis, dan malaria juga perlu dipikirkan. Pada demam tifoid berat, sepsis, leukemia, limfoma, dan penyakit Hodgkin dapat sebagai diagnosis banding.

3.6. Tatalaksana Demam Typhoid

Sampai saat ini masih dianut trilogy penatalaksanaan demam tifoid, yaitu:

Istirahat dan perawatan, dengan tujuan mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan.

Diet dan terapi penunjang (simtomatik dan suportif), dengan tujuan mengembalikan rasa nyaman dan kesehatan pasien secara optimal.

Pemberian antimikroba, dengan tujuan menghentikan dan mencegah penyebaran kuman.

Istirahat dan perawatan. Tirah baring dan perawatan professional bertujuan mencegah komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat seperti makan, minum, mandi, buang air kecil, dan buang air besar akan membantu dan mempercepat masa penyembuhan. Dalam perawatan perlu sekali dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian, dan perlengkapan yang dipakai. Posisi pasien perlu diawasi untuk mencegah decubitus dan pneumonia ortostatik serta hygiene perorangan tetap perlu diperhatikan dan dijaga.

Diet dan terapi penunjang. Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit demam tifoid, karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum dari gizi penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan akan menjadi lama.

Di masa lampau penderita demam tifoid diberi diet bubur saring, kemudian ditingkatkan menjadi bubur kasar dan akhirnya diberikan nasi, yang perubahan diet tersebut disesuaikan dengan tingkat kesembuhan pasien. Pemberian bubur saring tersebut ditunjukkan untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna atau perforasi usus. Hal ini disebabkan ada pendapat nahwa usus harus diistirahatkan. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa pemberian makan padat dini yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (menghindari sementara sayuran yang berserat) dapat diberikan dengan aman pada pasien demam tifoid.

Pemeberian antimokroba. Obat-obat antimikroba yang sering digunakan untuk mengobati demam tifoid adalah sebagai berikut:

Kloramfenikol. Di Indonesia kloramfenikol masih merupakan obat pilihan utama untuk mengobati demam tifoid. Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg per hari dapat diberikan secara per oral atau intravena. Diberikan sampai dengan 7 hari bebas panas. Penyuntikan intramuscular tidak dianjurkan oleh karena hidrolisis ester ini tidak dapat diramalkan dan tempat suntikan terasa nyeri. Dari pengalaman penggunaan obat ini dapat menurunkan demam rata-rata 7,2 hari.

20

Page 21: skenario1 IPT

Edita Nurdiana 1102014082

Tiamfenikol. Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam tifoid hamper sama dengan kloramfenikol, akan tetapi komplikasi hematologi seperti kemungkinan terjadinya anemia aplastic lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol. Dosis tiamfenikol adalah 4x 500 mg, demam rata-rata ,enurun pada hari ke-5 sampai ke-6.

Kotrimoksazol. Efektivitas obat ini dilaporkan hamper sama dengan kloramfenikol. Dosis untuk orang dewasa adalah 2 x 2 tablet (1 tablet mengandung sulfametoksazol 400 mg dan 80 mg trimetropin) diberikan selama 2 minggu.

Ampisislin dan amoksisilin. Kemampuan obat ini untuk menurunkan demam lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol, dosis yang dianjurkan berkisar antara 50-150 mg/kgBB dan digunakan selama 2 minggu.

Sefalosporin Generasi Ketiga. Hingga saat ini golongan sefalosporin generasi ke-3 yang terbukti efektif untuk demam tifoid adalah seftriakson, dosis yang dianjurkan adalah antara 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc diberikan selama setengah jam perinfus sekali sehari, diberikan selama 3 minggu 5 hari.

Golongan Fluorokuinolon. Golongan ini beberapa jenis bahan sediaan dan sturan pemberiannya:

Norfloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari Siprofloksasin dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari Ofloksasin dosis 2 x 400 mg mg/hari selama 7 hari Pefloksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari Fleroksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari

Demam pada umumnya mengalami lisis pada hari ke-3 atau menjelang hari ke-4. Hasil penurunan demam sedikit lebih lambat pada penggunaan norfloksasin yang merupakan fluorokuinolon pertama yang memiliki bioavailabilitas tidak sebaik fluorokuinolon yang dikembangkan kemudian.

Azitromisin. Tinjauan yang dilakukan oleh Eeva EW dan Bukirwa H pada tahun 2008 terhadap 7 penelitian yang membandingkan penggunaan azitromisin (dosis 2 x 500 mg) menunjukkan bahwa penggunaan obat ini jika dibandingkan dengan fluorokuinolon, azitromisin secara signifikan mengurangi kegagalan klinis dan durasi rawat inap, terutama jika penelitian mengikutsertakan pula strain MDR (multi drug resistance) maupum NARST (Nalidixic Acid Resistant S. typhi).

Jika dibandingkan dengan ceftriakson, penggunaan azitromisin dapat mengurangi angka relaps. Azitromisin mampu menghasilkan konsentrasi dalam jaringan yang tinggi walaupun konsentrasi dalam darah cenderung rendah. Antibiotika ini menjadi ideal untuk digunakan dalam pengobatan infeksi oleh S. typhi yang merupakan kuman intraselular. Keuntungan lain adalah azitromisin tersedia dalam bentuk sediaan oral maupun suntikan intravena.

3.7. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Demam Typhoid

Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik didapatkan peningkatan suhu tubuh, debar jantung relative lambat (bradikardi), lidah kotor, pembesaran hati dan limpa (hepatomegali dan splenomegali), kembung (meteorismus), radang paru (pneumonia), dan kadang-kadang dapat timbul gangguan jiwa,

21

Page 22: skenario1 IPT

Edita Nurdiana 1102014082

pendarahan usus, dinding usus bocor (perforasi), radang selaput perut (peritonitis), serta gagal ginjal.

Pemeriksaan penunjang/ pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan hematologi, urinalis, kimia klinik, imunoreologi, mikrobiologi,dan biologi molekular. Pemeriksaan ini ditujukan untuk menegakkan diagnosis (bahkan menjadi penentu diagnosis), menetapkan prognosis, memantau perjalanan penyakit, dan hasil pengobatan serta timbulnya penyulit.

1. Hematologi Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi pendarahan usus atau

perforasi Hitung leukosit rendah (leukopenia), tetapi dapat pula normal atau tinggi Hitung jenis leukosit: neutropenia dengan limfositosis relatif LED (laju endap darah): meningkat Jumlah trombosit normal atau menurun (trombositopenia)

2. Urinalis Protein: bervariasi dari negatif sampai yang positif (akibat demam) Leukosit dan eritrosit normal; bila meningkat kemungkinan terjadi gejala lainnya

3. Kimia klinikEnzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat dengan adanya gambaran peradangan samapai hepatitis akut.

4. Imunorologi Uji Widal

Pemeriksaan serologi ini ditujukan untuk mendeteksi adanya antibody (didalam darah) terhadap antigen kuman Salmonella typhi/paratyphi. Sebagai uji cepat (rapid test) hasilnya dapat segera diketahui. Hasil positif dinyatakan dengan adanya aglutinasi. Karena itu antibody jenis ini dikenal sebagai Febrile agglutinin. Hasil uji ini dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga dapat memberikan hasil postif palsu atau negatif palsu. Hasil positif palsu dapat disebabkan oleh faktor-faktor, antara lainpernah mendapatkan vaksinasi, reaksi silang dengan spesies lain (Enterobacteriaceae sp), reaksi anamnestic (pernah sakit), dan adanya faktorrheumatoid (RF). Hasil negatif palsu dapat disebabkan oelh karena antara lain penderita sudah mendapatkan antibiotika, waktu pengambilan darah kurang dari 1 minggu sakit, keadaan umum pasien yang buruk, dan adanya jamur imunologik lain.Diagnosis demam tifoid/paratifoid dinyatakan bila a/titer O = 1/160, bahkan mungkin sekali nilai batas tersebut harus lebih tinggi mengingat penyakit demam tifoid ini endemis di Indonesia. Titer O setelah akhir minggu.

Elisa Salmonella typhi/paratyphi IgG dan IgMPemeriksaan ini merupakan uji imunologik yang dianggap lebih sensitif dan spesifik dibandingkan dengan uji Widal untuk mendeteksi demam

22

Page 23: skenario1 IPT

Edita Nurdiana 1102014082

tifoid/paratifoiddiagnosis demam tifoid/paratifoid dinyatakan 1/ bila igM positif menandakan infeksi akut, 2/ jika igG positif menandakan pernah kontak/ pernah terinfeksi/ reinfeksi/ daerah endemik.

5. Mikrobiologi

Kultur (Gall culture/ biakan empedu)

Uji ini merupaka baku emas (gold standard) untuk pemeriksaan demam tifoid/paratifoid. Interprtasi hasil: jika hasil positif maka diagnosis positif untuk demam tifoid/paratifoid. Sebaliknya jika hasil negatif, belum tentu demam tifoid /paratifoid, karena hasil biakan negatif palsu dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu antara llain jumlah darah terlalu sedikit kurang dari 2 mL, darah tidak segera dimasukkan kedalam media Gall (darah dibiarkan membeku dalam spult sehingga kuman terperangkap di dalam bekuan), saat pengambilan darah masih dalam minggu pertama sakit,sudah mendapatkan antibiotika, dan sudah mendapatkan vaksinasi. Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui karena perlu waktu pertumbuhan kuman (biasanya positif antara 2-7 hari, bila belum ada pertumbuhan koloni ditunggu sampai 7 hari). Pilihan bahan specimen yang digunakan pada awal sakit adalah darah, kemudian untuk stadium lanjut/ carrier digunakan urin dan tinja.

6. Biologi molekular

PCR (Polymerase Chain Reaction)Metode ini mulai banyak dipergunakan.pada cara ini dilakukan perbanyakan DNA kuman yang kemudian diidentifikasikan dengan DNA probe yang spesifik. Kelebihan uji ini dapat mendeteksi kuman yang terdapat yang terdapat dalam jumlah sedikit (sensitifitas tinggi) sertas kekhasan (spesifitas) yang tinggi pula. Spesimen yang digunakan dapat berupa darah, urin, cairan tubuh lainnya serta jaringan biopsy.

3.8. Komplikasi Demam Typhoid

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada demam tifoid yaitu:

1. Komplikasi intestinal: perdarahan usus, perforasi usus, ileus paralitik, pankreatitis.2. Komplikasi ekstra-intestinal

Komplikasi kardiovaskular: gagal sirkulasi perifer, miokarditis, tromboflebitis. Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia, koagulasi intravaskular

diseminata (KID), thrombosis. Komplikasi paru: pneumonia, empyema, pleuritis. Komplikasi hepatobilier: hepatitis, kolesistitis. Komplikasi ginjal: glomerulonephritis, pielonefritis, perinefritis. Komplikasi tulang: osteomyelitis, periostitis, spondylitis, artritis. Komplikasi neuropsikiatrik/ tifoid toksik

23

Page 24: skenario1 IPT

Edita Nurdiana 1102014082

3.9. Pencegahan Demam Typhoid

Secara garis besar ada 3 strategi pokok untuk memutuskan transmisi tifoid, yaitu: 1. Identifikasi dan eradikasi Salmonella typhi baik pada kasus demam tifoid maupun kasus karier tifoid, 2. Pencegahan transmisi langsung dan pasien terinfeksi S. typhi akut maupun karier, 3. Proteksi pada orang yang beresiko terinfeksi.

Identifikasi dan eradikasi S. typhi pada pasien tifoid asimtomatik, karier, dan akut.

Tindakan identifikasi atau penyaringan pengidap kuman S. typhi ini cukup besar baik ditinjau dari pribadi maupun skala nasional. Cara pelaksanaannya dapat secara aktif yang mendatangi sasaran maupun yang pasif menunggu bila ada penerimaan pegawai di suatu instansi atau swasta. Sasaran aktif lebih diutamakan pada populasi tertentu seperti pengelola sarana makanan-minuman baik tingkat usaha rumah tangga , restoran, hotel sampai, pabrik beserta distributornya. Sasaran lainnya adalah yang terkait dengan pelayanan masyarakat, yaitu petugas kesehatan, guru, petugas kebersihan, pengelola sarana umum lainnya.

Pencegahan transmisi langsung dari penderita penderita terinfeksi S. typhi akut maupun karier.

Kegiatan ini dilakukan di rumah sakit, klinik maupun di rumah dan lingkungan sekitar orang yang telah diketahui pengidap kuman S. typhi.

Proteksi pada orang yang beresiko tinggi tertular dan terinfeksi.

Sarana proteksi pada populasi ini dilakukan dengan cara vaksinasi tifoid di daerah endemic maupun hiperendemik. Sasaran vaksinasi tergantung daerahnya endemis atau non-endemis, tingat resiko tertularnya yaitu berdasarkan tingkat hubungan perorangan dan jumlah frekuensinya, serta golongan individu beresiko, yaitu golongan imunokompromais maupun golongan rentan.

Tindakan preventif berdasarkan lokasi daerah, yaitu:

1. Daerah non-endemik. Tanpa ada kejadian outbreak atau epidemic. Sanitasi air dan kebersihan lingkungan Penyaringan pengelola pembuatan/ distributor/ penjualan makanan-minuman Pencarian dan pengobatan kasus tifoid karier

Bila ada kejadian epidemic tifoid

Pencarian dan eliminasi sumber penularan Pemeriksaan air minum dan mandi-cuci-kakus Penyuluhan hygiene dan sanitasi pada populasi umum daerah tersebut

2. Daerah endemik Memasyarakatkan pengelolaan bahan makanan dan minuman yang memenuhi

standar prosedur kesehatan (perebusan > 570°C, iodisasi, dan kloronisasi)

24

Page 25: skenario1 IPT

Edita Nurdiana 1102014082

Pengunjung ke daerah ini harus minum air yang telah melalui pendidihan, menjauhi makanan segar (sayur/ buah)

Vaksinasi secara menyeluruh pada masyarakat setempat maupun pengunjung.

Jenis vaksinasi yang tersedia adalah:

1. Vaksin parenteral utuhBerasal dari sel S.typhi utuh yang sudah mati. Setiap cc vaksin mengandung sekitar 1 miliar kuman. Dosis untuk anak usia 1-5 tahun adalah 0,1 cc, anak usia 6-12 tahun 0,25 cc, dan dewasa 0,5 cc. Dosis diberikan 2 kali dengan interval 4 minggu. Karena efek samping dan tingkat perlindungannya yang pendek, vaksin jenis ini sudah tidak beredar lagi.

2. Vaksin oral Ty21aIni adalah vaksin oral yang mengandung S. typhi strain Ty21a hidup . vaksin diberikan pada usia minimal 6 tahun dengan dosis 1 kapsul setiap 2 hari selama 1 minggu. Menurut laporan, vaksin oral Ty21a bias memberikan perlindungan selama 5 tahun.

3. Vaksin parenteral polisakarida

Vaksin ini berasal dari polisakarida Vi dari kuman Salmonella. Vaksin diberikan secara parenteral dengan dosis tunggal 0,5 cc intramuscular pada usia mulai 2 tahun dengan dosis ulangan (booster) setiap 3 tahun. Lama perlindungan sekitar 60-70%. Jenis vaksin ini menjadi pilihan utama karena relative paling aman.

3.10. Prognosis Demam Typhoid

Umumnya baik bila pasien cepat berobat. Prognosis kurang baik bila terdapat gejala klinis yang berat seperti hiperpireksia atau febris kontinua; penurunan kesadaran; komplikasi berat seperti dehidrasi, asidosis, perforasi usus, dan gizi buruk.

25