makalah kel 2.docx

36
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otitis Media Akut (OMA) merupakan peradangan sebagian atau seluruh bagian mukosa telinga tengah , tuba eusthacius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid yang berlangsung mendadak yang disebabkan oleh invasi bakteri maupun virus ke dalam telinga tengah baik secara langsung maupun secara tidak langsung sebagai akibat dari infeksi saluran napas atas yang berulang. Prevalensi kejadian OMA banyak diderita oleh anak-anak maupun bayi dibandingkan pada orang dewasa tua maupun dewasa muda. Pada anak-anak makin sering menderita infeksi saluran napas atas, maka makin besar pula kemungkinan terjadinya OMA disamping oleh karena system imunitas anak yang belum berkembang secara sempurna. Tuba eusthacius adalah saluran yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring yang berfungsi sebagai ventilasi, drainase sekret dan menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke telinga tengah. 1

Upload: nadhifa-sangir

Post on 08-Dec-2015

286 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

otitis media akut

TRANSCRIPT

Page 1: makalah kel 2.docx

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Otitis Media Akut (OMA) merupakan peradangan sebagian atau seluruh bagian

mukosa telinga tengah , tuba eusthacius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid yang

berlangsung mendadak yang disebabkan oleh invasi bakteri maupun virus ke dalam telinga

tengah baik secara langsung maupun secara tidak langsung sebagai akibat dari infeksi saluran

napas atas yang berulang.

Prevalensi kejadian OMA banyak diderita oleh anak-anak maupun bayi dibandingkan

pada orang dewasa tua maupun dewasa muda. Pada anak-anak makin sering menderita

infeksi saluran napas atas, maka makin besar pula kemungkinan terjadinya OMA disamping

oleh karena system imunitas anak yang belum berkembang secara sempurna.

Tuba eusthacius adalah saluran yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan

nasofaring yang berfungsi sebagai ventilasi, drainase sekret dan menghalangi masuknya

sekret dari nasofaring ke telinga tengah.

Otitis media akut terjadi karena faktor pertahanan tubuh yang terganggu, sumbatan

dan obstruksi pada tuba eusthacius merupakan faktor penyebab utama dari otitis media

sehingga invasi kuman ke dalam telinga tengah juga gampang terjadi yang pada akhirnya

menyebabkan perubahan mukosa telinga tengah sampai dengan terjadinya peradangan berat.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Otitis Media Akut?

2. Apa penyebab dari Otitis Media Akut?

3. Apa patofisiologi Otitis Media Akut?

1

Page 2: makalah kel 2.docx

4. Bagaimana gejala klinis Otitis Media Akut?

5. Apa diagnosis Otitis Media Akut?

6. Apa diagnosis banding Otitis Media Akut?

7. Apa terapi yang diberikan terhadap penderita Otitis Media Akut?

8. Bagaimana pencegahan Otitis Media Akut?

9. Apa prognosis dan komplikasi Otitis Media Akut?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi dan klasifikasi Otitis Media Akut

2. Untuk mengetahui etiologi Otitis Media Akut

3. Untuk mengetahui patofisiologi Otitis Media Akut

4. Untuk mengetahui gejala klinis Otitis Media Akut

5. Untuk mengetahui cara diagnosis Otitis Media Akut

6. Untuk mengetahui diagnosis banding Otitis Media Akut

7. Untuk mengetahui terapi terhadap penderita Otitis Media Akut

8. Untuk mengetahui bagaimana pencegahan Otitis Media Akut

9. Untuk mengetahui prognosis dan komplikasi Otitis Media Akut

2

Page 3: makalah kel 2.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Klasifikasi

Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba

eustachius,antrum mastoid, dan sel-sel mastoid kurang dari 3 minggu.

Otitis media berdasarkan gejalanya dibagi atas otitis media supuratif dan otitis media

non supuratif, di mana masing-masing memiliki bentuk yang akut dan kronis. Selain itu, juga

terdapat jenis otitis media spesifik, seperti otitis media tuberkulosa, otitis media sifilitika.

Otitis media yang lain adalah otitis media adhesiva.

2.2 Etiologi dan Faktor Resiko

Penyebab utama terjadinya OMA ini adalah karena masuknya mikroba ke dalam telinga

tengah yang seharusnya steril, dikarenakan oleh mekanisme pertahanan tubuh (seperti silia

mukosa tuba eustachius, enzim dan antibody) terganggu. Gangguan mekanisme pertahanan

tubuh ini paling sering terjadi karena sumbatan dari tuba eustachius1.

Faktor risiko terjadinya otitis media adalah umur (pada anak-anak lebih sering), jenis

kelamin (lebih sering pada laki-laki), ras, faktor genetik, status sosioekonomi serta

lingkungan, asupan air susu ibu (ASI) atau susu formula, lingkungan merokok, kontak

dengan anak lain, abnormalitas kraniofasialis congenital yang menyebabkan gangguan fungsi

tuba, status imunologi dimana system imunnya menurun, infeksi bakteri atau virus di saluran

pernapasan atas, disfungsi tuba Eustachius, immatur tuba Eustachius dan lain-lain4. Pada

anak lebih sering teradi karena pada anak tuba eustachius nya pendek, lebar, dan letaknya

agak horizontal1.

3

Page 4: makalah kel 2.docx

Kuman penyebab utama pada OMA ialah bakteri piogenik, seperti Streptokokus

hemolitikus, stafilokokus aeureus, pneumokokus. Kadang – kadang ditemukan juga

Haemofilus influenza, E.coli, Streptococus anhemolitikus, proteus vulgaris, dan

pseudomonas aeruginosa. Hemofillus influenza sering ditemukan pada anak usia dibawah 5

tahun1.

2.3 Patofisiologi

Terjadi akibat terganggunya faktor pertahanan tubuh yang bertugas menjaga

kesterilan telinga tengah. Faktor penyebab utama adalah sumbatan tuba eustachius sehingga

pencegahan invasi kuman terganggu. Pencetusanya adalah infeksi saluran nafas atas. Infeksi

saluran nafas bagian atas menyebabkan penyumbatan pada tuba eustachius sehingga terjadi

gangguan ventilasi tuba yang menyebabkan terjadinya tekanan negative pada telinga tengah

akibat absorpsi udara oleh mukosa telinga tengah, yang menyebabkan retraksi dari membran

timpani lalu terjadi pula respon inflamasi yang menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah di

membrane timpani, protein plasma keluar dan terkumpulnya cairan yang menyebabkan efusi

serta edema dan selanjutnya bila fungsi tuba tetap terganggu dan adanya infiltrasi kuman

pathogen dari nasofaring dan rongga hidung akan menimbulkan supurasi. Akumulasi cairan

yang terus menerus menyebabkan membrane timpani menonjol lama kelamaan membrane

timpani bisa perforasi1.

2.4 Gejala Klinis

Gejala klinik otitis media akut tergantung pada stadium penyakit dan umur pasien.

Keluhan yang biasanya timbul adalah otalgia, otorea, pendengaran berkurang, rasa penuh di

telinga, demam. Pada anak-anak biasanya timbul keluhan demam, anak gelisah dan sulit

tidur, diare, kejang, kadang-kadang anak memegang telinga yang sakit.

4

Page 5: makalah kel 2.docx

2.5 Diagnosis

Menurut Rubin et al. (2008), keparahan OMA dibagi kepada dua kategori, yaitu

ringan-sedang, dan berat. Kriteria diagnosis ringan-sedang adalah terdapat cairan di telinga

tengah, mobilitas membran timpani yang menurun, terdapat bayangan cairan di belakang

membran timpani, membengkak pada membran timpani, dan otore yang purulen. Selain itu,

juga terdapat tanda dan gejala inflamasi pada telinga tengah, seperti demam, otalgia,

gangguan pendengaran, tinitus, vertigo dan kemerahan pada membran timpani. Tahap berat

meliputi semua kriteria tersebut, dengan tambahan ditandai dengan demam melebihi 39,0°C,

dan disertai dengan otalgia yang bersifat sedang sampai berat11.

2.6 Diagnosis Banding

1. Otitis eksterna

2. Otitis media efusi

3. Eksaserbasi akut otitis media kronik

4. Infeksi saluran napas atas

2.7 Pengobatan

Terapi Otitis Media Akut tergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada

anak-anak dengan kecenderungan mengalami otitis media akut dapat bersifat medis atau

pembedahan. Penatalaksanaan medis berupa pemberian antibiotic dosis rendah dalam jangka

waktu hingga 3 bulan. Alternative lain adalah pemasangan tuba ventilasi untuk mengeluarkan

secret terutama pada kasus-kasus yang membandel. Keputusan untuk melakukan miringotomi

umumnya berdasarkan kegagalan profilaksis secara medis atau timbul reaksi alergi terhadap

antimikroba yang lazim dipakai.

BAB III

5

Page 6: makalah kel 2.docx

PEMBAHASAN

3.1 Definisi dan Klasifikasi

Otitis Media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,

tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid.Otitis media berdasarkan gejalanya

dibagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif, di mana masing-masing

memiliki bentuk yang akut dan kronis. Selain itu, juga terdapat jenis otitis media spesifik,

seperti otitis media tuberkulosa, otitis media sifilitika. Otitis media yang lain adalah otitis

media adhesiva (Djaafar, 2007).

Otitis media akut (OMA) adalah peradangan telinga tengah dengan gejala dan tanda-

tanda yang bersifat cepat dan singkat. Gejala dan tanda klinik lokal atau sistemik dapat terjadi

secara lengkap atau sebagian, baik berupa otalgia, demam, gelisah, mual, muntah, diare, serta

otore, apabila telah terjadi perforasi membran timpani. Pada pemeriksaan otoskopik juga

dijumpai efusi telinga tengah (Buchman, 2003). Terjadinya efusi telinga tengah atau

inflamasi telinga tengah ditandai dengan membengkak pada membran timpani atau bulging,

mobilitas yang terhad pada membran timpani, terdapat cairan di belakang membran timpani,

dan otore (Kerschner, 2007).

6

Page 7: makalah kel 2.docx

3.2 Etiologi dan Faktor Resiko

1. Bakteri

Bakteri piogenik merupakan penyebab OMA yang tersering. Menurut penelitian, 65-

75% kasus OMA dapat ditentukan jenis bakteri piogeniknya melalui isolasi bakteri terhadap

kultur cairan atau efusi telinga tengah. Kasus lain tergolong sebagai non-patogenik karena

tidak ditemukan mikroorganisme penyebabnya. Tiga jenis bakteri penyebab otitis media

tersering adalah Streptococcus pneumoniae (40%), diikuti oleh Haemophilus influenzae (25-

30%) dan Moraxella catarhalis (10-15%). Kira-kira 5% kasus dijumpai patogen-patogen

yang lain seperti Streptococcus pyogenes (group A beta-hemolytic), Staphylococcus aureus,

dan organisme gram negatif. Staphylococcus aureus dan organisme gram negatif banyak

ditemukan pada anak dan neonatus yang menjalani rawat inap di rumah sakit. Haemophilus

influenzae sering dijumpai pada anak balita. Jenis mikroorganisme yang dijumpai pada orang

dewasa juga sama dengan yang dijumpai pada anak-anak (Kerschner, 2007).

7

Page 8: makalah kel 2.docx

2. Virus

Virus juga merupakan penyebab OMA. Virus dapat dijumpai tersendiri atau bersamaan

dengan bakteri patogenik yang lain. Virus yang paling sering dijumpai pada anak-anak, yaitu

respiratory syncytial virus (RSV), influenza virus, atau adenovirus (sebanyak 30-40%). Kira-

kira 10-15% dijumpai parainfluenza virus, rhinovirus atau enterovirus. Virus akan membawa

dampak buruk terhadap fungsi tuba Eustachius, menganggu fungsi imun lokal, meningkatkan

adhesi bakteri, menurunkan efisiensi obat antimikroba dengan menganggu mekanisme

farmakokinetiknya (Kerschner, 2007). Dengan menggunakan teknik polymerase chain

reaction (PCR) dan virus specific enzyme-linked immunoabsorbent assay (ELISA), virus-

virus dapat diisolasi dari cairan telinga tengah pada anak yang menderita OMA pada 75%

kasus (Buchman, 2003).

3.2.1 Faktor Resiko

Faktor risiko terjadinya otitis media adalah umur, jenis kelamin, ras, faktor genetik,

status sosioekonomi serta lingkungan, asupan air susu ibu (ASI) atau susu formula,

lingkungan merokok, kontak dengan anak lain, abnormalitas kraniofasialis kongenital, status

imunologi, infeksi bakteri atau virus di saluran pernapasan atas, disfungsi tuba Eustachius,

inmatur tuba Eustachius dan lain-lain (Kerschner, 2007).

Faktor umur juga berperan dalam terjadinya OMA. Peningkatan insidens OMA pada

bayi dan anak-anak kemungkinan disebabkan oleh struktur dan fungsi tidak matang atau

imatur tuba Eustachius. Selain itu, sistem pertahanan tubuh atau status imunologi anak juga

masih rendah. Insidens terjadinya otitis media pada anak laki-laki lebih tinggi dibanding

dengan anak perempuan. Anak-anak pada ras Native American, Inuit, dan Indigenous

Australian menunjukkan prevalensi yang lebih tinggi dibanding dengan ras lain. Faktor

genetik juga berpengaruh. Status sosioekonomi juga berpengaruh, seperti kemiskinan,

8

Page 9: makalah kel 2.docx

kepadatan penduduk, fasilitas higiene yang terbatas, status nutrisi rendah, dan pelayanan

pengobatan terbatas, sehingga mendorong terjadinya OMA pada anak-anak. ASI dapat

membantu dalam pertahanan tubuh. Oleh karena itu, anak-anak yang kurangnya asupan ASI

banyak menderita OMA. Lingkungan merokok menyebabkan anak-anak mengalami OMA

yang lebih signifikan dibanding dengan anak-anak lain. Dengan adanya riwayat kontak yang

sering dengan anak-anak lain seperti di pusat penitipan anak-anak, insidens OMA juga

meningkat. Anak dengan adanya abnormalitas kraniofasialis kongenital mudah terkena OMA

karena fungsi tuba Eustachius turut terganggu, anak mudah menderita penyakit telinga

tengah. Otitis media merupakan komplikasi yang sering terjadi akibat infeksi saluran napas

atas, baik bakteri atau virus (Kerschner, 2007).

3.3 Patofisiologi

3.3.1 Tuba Eustachius

Fungsi abnormal tuba Eustachius merupakan faktor yang penting pada otitis media.

Tuba Eustachius adalah saluran yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan

nasofaring, yang terdiri atas tulang rawan pada dua pertiga ke arah nasofaring dan

sepertiganya terdiri atas tulang (Djaafar, 2007).

Tuba Eustachius biasanya dalam keadaan steril serta tertutup dan baru terbuka apabila

udara diperlukan masuk ke telinga tengah atau pada saat mengunyah, menelan dan menguap.

Pembukaan tuba dibantu oleh kontraksi muskulus tensor veli palatini apabila terjadi

perbedaan tekanan telinga tengah dan tekanan udara luar antara 20 sampai dengan 40 mmHg.

Tuba Eustachius mempunyai tiga fungsi penting, yaitu ventilasi, proteksi, dan drainase

sekret. Ventilasi berguna untuk menjaga agar tekanan udara dalam telinga tengah selalu sama

dengan tekanan udara luar. Proteksi, yaitu melindung telinga tengah dari tekanan suara, dan

menghalangi masuknya sekret atau cairan dari nasofaring ke telinga tengah. Drainase

9

Page 10: makalah kel 2.docx

bertujuan untuk mengalirkan hasil sekret cairan telinga tengah ke nasofaring (Djaafar, 2007;

Kerschner, 2007).

3.3.2 Patogenesis OMA

Patogenesis OMA pada sebagian besar anak-anak dimulai oleh infeksi saluran

pernapasan atas (ISPA) atau alergi, sehingga terjadi kongesti dan edema pada mukosa saluran

napas atas, termasuk nasofaring dan tuba Eustachius. Tuba Eustachius menjadi sempit,

sehingga terjadi sumbatan tekanan negatif pada telinga tengah. Bila keadaan demikian

berlangsung lama akan menyebabkan refluks dan aspirasi virus atau bakteri dari nasofaring

ke dalam telinga tengah melalui tuba Eustachius. Mukosa telinga tengah bergantung pada

tuba Eustachius untuk mengatur proses ventilasi yang berkelanjutan dari nasofaring. Jika

terjadi gangguan akibat obstruksi tuba, akan mengaktivasi proses inflamasi kompleks dan

terjadi efusi cairan ke dalam telinga tengah. Ini merupakan faktor pencetus terjadinya OMA

dan otitis media dengan efusi. Bila tuba Eustachius tersumbat, drainase telinga tengah

terganggu, mengalami infeksi serta terjadi akumulasi sekret di telinga tengah, kemudian

terjadi proliferasi mikroba patogen pada sekret. Akibat dari infeksi virus saluran pernapasan

atas, sitokin dan mediator-mediator inflamasi yang dilepaskan akan menyebabkan disfungsi

tuba Eustachius. Virus respiratori juga dapat meningkatkan kolonisasi dan adhesi bakteri,

sehingga menganggu pertahanan imum pasien terhadap infeksi bakteri. Jika sekret dan pus

bertambah banyak dari proses inflamasi lokal, perndengaran dapat terganggu karena

membran timpani dan tulang-tulang pendengaran tidak dapat bergerak bebas terhadap

getaran. Akumulasi cairan yang terlalu banyak akhirnya dapat merobek membran timpani

akibat tekanannya yang meninggi (Kerschner, 2007).

Obstruksi tuba Eustachius dapat terjadi secara intraluminal dan ekstraluminal. Faktor

intraluminal adalah seperti akibat ISPA, dimana proses inflamasi terjadi, lalu timbul edema

10

Page 11: makalah kel 2.docx

pada mukosa tuba serta akumulasi sekret di telinga tengah. Selain itu, sebagian besar pasien

dengan otitis media dihubungkan dengan riwayat fungsi abnormal dari tuba Eustachius,

sehingga mekanisme pembukaan tuba terganggu. Faktor ekstraluminal seperti tumor, dan

hipertrofi adenoid (Kerschner, 2007).

3.3.3 Penyebab-penyebab Anak Mudah Terserang OMA

Dipercayai bahwa anak lebih mudah terserang OMA dibanding dengan orang dewasa.

Ini karena pada anak dan bayi, tuba lebih pendek, lebih lebar dan kedudukannya lebih

horizontal dari tuba orang dewasa, sehingga infeksi saluran pernapasan atas lebih mudah

menyebar ke telinga tengah. Panjang tuba orang dewasa 37,5 mm dan pada anak di bawah

umur 9 bulan adalah 17,5 mm (Djaafar, 2007). Ini meningkatkan peluang terjadinya refluks

dari nasofaring menganggu drainase melalui tuba Eustachius. Insidens terjadinya otitis media

pada anak yang berumur lebih tua berkurang, karena tuba telah berkembang sempurna dan

diameter tuba Eustschius meningkat, sehingga jarang terjadi obstruksi dan disfungsi tuba.

Selain itu, sistem pertahanan tubuh anak masih rendah sehingga mudah terkena ISPA lalu

terinfeksi di telinga tengah. Adenoid merupakan salah satu organ di tenggorokan bagian atas

yang berperan dalam kekebalan tubuh. Pada anak, adenoid relatif lebih besar dibanding orang

dewasa. Posisi adenoid yang berdekatan dengan muara tuba Eustachius sehingga adenoid

yang besar dapat mengganggu terbukanya tuba Eustachius. Selain itu, adenoid dapat

terinfeksi akibat ISPA kemudian menyebar ke telinga tengah melalui tuba Eustachius

(Kerschner, 2007).

11

Page 12: makalah kel 2.docx

3.4 Gejala Klinis

Gejala klinik otitis media akut tergantung pada stadium penyakit dan umur pasien.

Keluhan yang biasanya timbul adalah otalgia, otorea, pendengaran berkurang, rasa penuh di

telinga, demam. Pada anak-anak biasanya timbul keluhan demam, anak gelisah dan sulit

tidur, diare, kejang, kadang-kadang anak memegang telinga yang sakit.

OMA dalam perjalanan penyakitnya dibagi menjadi lima stadium, bergantung pada

perubahan pada mukosa telinga tengah, yaitu stadium oklusi tuba Eustachius, stadium

hiperemis atau stadium pre-supurasi, stadium supurasi, stadium perforasi dan stadium

resolusi (Djaafar, 2007).

12

Page 13: makalah kel 2.docx

1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius

Pada stadium ini, terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai oleh retraksi

membran timpani akibat terjadinya tekanan intratimpani negatif di dalam telinga tengah,

dengan adanya absorpsi udara. Retraksi membran timpani terjadi dan posisi malleus menjadi

lebih horizontal, refleks cahaya juga berkurang. Edema yang terjadi pada tuba Eustachius

juga menyebabkannya tersumbat. Selain retraksi, membran timpani kadang-kadang tetap

normal dan tidak ada kelainan, atau hanya berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi

tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sulit dibedakan dengan tanda dari otitis media serosa

yang disebabkan oleh virus dan alergi. Tidak terjadi demam pada stadium ini (Djaafar, 2007;

Dhingra, 2007).

2. Stadium Hiperemis atau Stadium Pre-supurasi

Pada stadium ini, terjadi pelebaran pembuluh darah di membran timpani, yang ditandai

oleh membran timpani mengalami hiperemis, edema mukosa dan adanya sekret eksudat

serosa yang sulit terlihat. Hiperemis disebabkan oleh oklusi tuba yang berpanjangan sehingga

terjadinya invasi oleh mikroorganisme piogenik. Proses inflamasi berlaku di telinga tengah

dan membran timpani menjadi kongesti. Stadium ini merupakan tanda infeksi bakteri yang

menyebabkan pasien mengeluhkan otalgia, telinga rasa penuh dan demam. Pendengaran

mungkin masih normal atau terjadi gangguan ringan, tergantung dari cepatnya proses

hiperemis. Hal ini terjadi karena terdapat tekanan udara yang meningkat di kavum timpani.

Gejala-gejala berkisar antara dua belas jam sampai dengan satu hari (Djaafar, 2007; Dhingra,

2007).

13

Page 14: makalah kel 2.docx

3. Stadium Supurasi

Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen atau bernanah di

telinga tengah dan juga di sel-sel mastoid. Selain itu edema pada mukosa telinga tengah

menjadi makin hebat dan sel epitel superfisial terhancur. Terbentuknya eksudat yang purulen

di kavum timpani menyebabkan membran timpani menonjol atau bulging ke arah liang

telinga luar. Pada keadaan ini, pasien akan tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat

serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Pasien selalu gelisah dan tidak dapat tidur

nyenyak. Dapat disertai dengan gangguan pendengaran konduktif. Pada bayi demam tinggi

dapat disertai muntah dan kejang.

Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan

iskemia membran timpani, akibat timbulnya nekrosis mukosa dan submukosa membran

timpani. Terjadi penumpukan nanah yang terus berlangsung di kavum timpani dan akibat

tromboflebitis vena-vena kecil, sehingga tekanan kapiler membran timpani meningkat, lalu

menimbulkan nekrosis. Daerah nekrosis terasa lebih lembek dan berwarna kekuningan atau

yellow spot.

Keadaan stadium supurasi dapat ditangani dengan melakukan miringotomi. Bedah kecil

ini kita lakukan dengan menjalankan insisi pada membran timpani sehingga nanah akan

keluar dari telinga tengah menuju liang telinga luar. Luka insisi pada membran timpani akan

menutup kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur, lubang tempat perforasi lebih sulit

14

Page 15: makalah kel 2.docx

menutup kembali. Membran timpani mungkin tidak menutup kembali jikanya tidak utuh lagi

(Djaafar, 2007; Dhingra, 2007).

4. Stadium Perforasi

Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret berupa nanah

yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Kadang-

kadang pengeluaran sekret bersifat pulsasi (berdenyut). Stadium ini sering disebabkan oleh

terlambatnya pemberian antibiotik dan tingginya virulensi kuman. Setelah nanah keluar,

anak berubah menjadi lebih tenang, suhu tubuh menurun dan dapat tertidur nyenyak.

Jika mebran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret atau nanah tetap berlangsung

melebihi tiga minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut. Jika kedua

keadaan tersebut tetap berlangsung selama lebih satu setengah sampai dengan dua bulan,

maka keadaan itu disebut otitis media supuratif kronik (Djaafar, 2007; Dhingra, 2007).

15

Page 16: makalah kel 2.docx

5. Stadium Resolusi

Keadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang diawali dengan berkurangnya dan

berhentinya otore. Stadium resolusi ditandai oleh membran timpani berangsur normal hingga

perforasi membran timpani menutup kembali dan sekret purulen akan berkurang dan

akhirnya kering. Pendengaran kembali normal. Stadium ini berlangsung walaupun tanpa

pengobatan, jika membran timpani masih utuh, daya tahan tubuh baik, dan virulensi kuman

rendah.

Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut menjadi otitis media

supuratif kronik. Kegagalan stadium ini berupa perforasi membran timpani menetap, dengan

sekret yang keluar secara terus-menerus atau hilang timbul.

Otitis media supuratif akut dapat menimbulkan gejala sisa berupa otitis media serosa.

Otitis media serosa terjadi jika sekret menetap di kavum timpani tanpa mengalami perforasi

membran timpani (Djaafar, 2007; Dhingra, 2007).

3.5 Diagnosis

Menurut Kerschner (2007), kriteria diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut, yaitu:

1. Penyakitnya muncul secara mendadak dan bersifat akut.

2. Ditemukan adanya tanda efusi. Efusi merupakan pengumpulan cairan di telinga tengah.

Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut, seperti

menggembungnya membran timpani atau bulging, terbatas atau tidak ada gerakan pada

membran timpani, terdapat bayangan cairan di belakang membran timpani, dan terdapat

cairan yang keluar dari telinga.

3. Terdapat tanda atau gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan adanysalah

satu di antara tanda berikut, seperti kemerahan atau erythema pada membran timpani, nyeri

telinga atau otalgia yang mengganggu tidur dan aktivitas normal.

16

Page 17: makalah kel 2.docx

Menurut Rubin et al. (2008), keparahan OMA dibagi kepada dua kategori, yaitu

ringan-sedang, dan berat. Kriteria diagnosis ringan-sedang adalah terdapat cairan di telinga

tengah, mobilitas membran timpani yang menurun, terdapat bayangan cairan di belakang

membran timpani, membengkak pada membran timpani, dan otore yang purulen. Selain itu,

juga terdapat tanda dan gejala inflamasi pada telinga tengah, seperti demam, otalgia,

gangguan pendengaran, tinitus, vertigo dan kemerahan pada membran timpani. Tahap berat

meliputi semua kriteria tersebut, dengan tambahan ditandai dengan demam melebihi 39,0°C,

dan disertai dengan otalgia yang bersifat sedang sampai berat.

3.6 Diagnosis Banding

1. Otitis eksterna

2. Otitis media efusi

3. Eksaserbasi akut otitis media kronik

4. Infeksi saluran napas atas

OMA dapat dibedakan dari otitis media dengan efusi yang dapat menyerupai OMA.

Efusi telinga tengah (middle ear effusion) merupakan tanda yang ada pada OMA dan otitis

media dengan efusi. Efusi telinga tengah dapat menimbulkan gangguan pendengaran dengan

0-50 decibels hearing loss.

17

Page 18: makalah kel 2.docx

3.7 Pengobatan

3.7.1 Pengobatan

Penatalaksanaan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada

stadium awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian antibiotik,

dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik. Tujuan pengobatan pada otitis media adalah

untuk menghindari komplikasi intrakrania dan ekstrakrania yang mungkin terjadi, mengobati

gejala, memperbaiki fungsi tuba Eustachius, menghindari perforasi membran timpani, dan

memperbaiki sistem imum lokal dan sistemik (Titisari, 2005).

Pada stadium oklusi tuba, pengobatan bertujuan untuk membuka kembali tuba

Eustachius sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung

HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologik untuk anak kurang dari 12 tahun atau HCl efedrin

1 % dalam larutan fisiologis untuk anak yang berumur atas 12 tahun pada orang dewasa.

Sumber infeksi harus diobati dengan pemberian antibiotik (Djaafar, 2007).

Pada stadium hiperemis dapat diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan analgesik.

Dianjurkan pemberian antibiotik golongan penisilin atau eritromisin. Jika terjadi resistensi,

18

Page 19: makalah kel 2.docx

dapat diberikan kombinasi dengan asam klavulanat atau sefalosporin. Untuk terapi awal

diberikan penisilin intramuskular agar konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak

terjadi mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan.

Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Bila pasien alergi tehadap penisilin, diberikan

eritromisin. Pada anak, diberikan ampisilin 50-100 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam empat

dosis, amoksisilin atau eritromisin masing-masing 50 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam 3

dosis (Djaafar, 2007).

Pada stadium supurasi, selain diberikan antibiotik, pasien harus dirujuk untuk

melakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan

tidak terjadi ruptur (Djaafar, 2007).

Pada stadium perforasi, sering terlihat sekret banyak keluar, kadang secara berdenyut

atau pulsasi. Diberikan obat cuci telinga (ear toilet) H2O2 3% selama 3 sampai dengan 5 hari

serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi

akan menutup kembali dalam 7 sampai dengan 10 hari (Djaafar, 2007).

Pada stadium resolusi, membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada

lagi, dan perforasi menutup. Bila tidak terjadi resolusi biasanya sekret mengalir di liang

telinga luar melalui perforasi di membran timpani. Antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3

minggu. Bila keadaan ini berterusan, mungkin telah terjadi mastoiditis (Djaafar, 2007).

Sekitar 80% kasus OMA sembuh dalam 3 hari tanpa pemberian antibiotik. Observasi

dapat dilakukan. Antibiotik dianjurkan jika gejala tidak membaik dalam dua sampai tiga hari,

atau ada perburukan gejala. Ternyata pemberian antibiotik yang segera dan dosis sesuai dapat

terhindar dari tejadinya komplikasi supuratif seterusnya. Masalah yang muncul adalah risiko

terbentuknya bakteri yang resisten terhadap antibiotik meningkat. Menurut American

Academy of Pediatrics (2004) dalam Kerschner (2007), mengkategorikan OMA yang dapat

diobservasi dan yang harus segera diterapi dengan antibiotik sebagai berikut.

19

Page 20: makalah kel 2.docx

Diagnosis pasti OMA harus memiliki tiga kriteria, yaitu bersifat akut, terdapat efusi telinga

tengah, dan terdapat tanda serta gejala inflamasi telinga tengah. Gejala ringan adalah nyeri

telinga ringan dan demam kurang dari 39°C dalam 24 jam terakhir. Sedangkan gejala berat

adalah nyeri telinga sedang-berat atau demam 39°C. Pilihan observasi selama 48-72 jam

hanya dapat dilakukan pada anak usia enam bulan sampai dengan dua tahun, dengan gejala

ringan saat pemeriksaan, atau diagnosis meragukan pada anak di atas dua tahun. Follow-up

dilaksanakan dan pemberian analgesia seperti asetaminofen dan ibuprofen tetap diberikan

pada masa observasi (Kerschner, 2007).

Menurut American Academic of Pediatric (2004), amoksisilin merupakan first-line

terapi dengan pemberian 80mg/kgBB/hari sebagai terapi antibiotik awal selama lima hari.

Amoksisilin efektif terhadap Streptococcus penumoniae. Jika pasien alergi ringan terhadap

amoksisilin, dapat diberikan sefalosporin seperti cefdinir. Second-line terapi seperti

amoksisilin-klavulanat efektif terhadap Haemophilus influenzae dan Moraxella catarrhalis,

termasuk Streptococcus penumoniae (Kerschner, 2007). Pneumococcal 7-valent conjugate

vaccine dapat dianjurkan untuk menurunkan prevalensi otitis media (American Academic of

Pediatric, 2004).

20

Page 21: makalah kel 2.docx

3.7.2 Pembedahan

Terdapat beberapa tindakan pembedahan yang dapat menangani OMA rekuren, seperti

miringotomi dengan insersi tuba timpanosintesis, dan adenoidektomi (Buchman, 2003).

1. Miringotomi

Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, supaya terjadi drainase

sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar. Syaratnya adalah harus dilakukan secara dapat

dilihat langsung, anak harus tenang sehingga membran timpani dapat dilihat dengan baik.

Lokasi miringotomi ialah di kuadran posterior-inferior. Bila terapi yang diberikan sudah

adekuat, miringotomi tidak perlu dilakukan, kecuali jika terdapat pus di telinga tengah

(Djaafar, 2007). Indikasi miringostomi pada anak dengan OMA adalah nyeri berat, demam,

komplikasi OMA seperti paresis nervus fasialis, mastoiditis, labirinitis, dan infeksi sistem

saraf pusat. Miringotomi merupakan terapi third-line pada pasien yang mengalami kegagalan

terhadap dua kali terapi antibiotik pada satu episode OMA. Salah satu tindakan miringotomi

atau timpanosintesis dijalankan terhadap anak OMA yang respon kurang memuaskan

terhadap terapi second-line, untuk menidentifikasi mikroorganisme melalui kultur

(Kerschner, 2007).

2. Timpanosintesis

Menurut Bluestone (1996) dalam Titisari (2005), timpanosintesis merupakan pungsi pada

membran timpani, dengan analgesia lokal supaya mendapatkan sekret untuk tujuan

pemeriksaan. Indikasi timpanosintesis adalah terapi antibiotik tidak memuaskan, terdapat

komplikasi supuratif, pada bayi baru lahir atau pasien yang sistem imun tubuh rendah.

Menurut Buchman (2003), pipa timpanostomi dapat menurun morbiditas OMA seperti

otalgia, efusi telinga tengah, gangguan pendengaran secara signifikan dibanding dengan

plasebo dalam tiga penelitian prospertif, randomized trial yang telah dijalankan.

21

Page 22: makalah kel 2.docx

3. Adenoidektomi

Adenoidektomi efektif dalam menurunkan risiko terjadi otitis media dengan efusi dan OMA

rekuren, pada anak yang pernah menjalankan miringotomi dan insersi tuba timpanosintesis,

tetapi hasil masih tidak memuaskan. Pada anak kecil dengan OMA rekuren yang tidak pernah

didahului dengan insersi tuba, tidak dianjurkan adenoidektomi, kecuali jika terjadi obstruksi

jalan napas dan rinosinusitis rekuren (Kerschner, 2007).

3.8 Pencegahan

Terdapat beberapa hal yang dapat mencegah terjadinya OMA. Mencegah ISPA pada

bayi dan anak-anak, menangani ISPA dengan pengobatan adekuat, menganjurkan pemberian

ASI minimal enam bulan, menghindarkan pajanan terhadap lingkungan merokok, dan lain-

lain (Kerschner, 2007).

3.9 Prognosis dan Komplikasi

Prognosis otitis media akut adalah dubia ad bonam, biasanya gejala membaik dalam

24 jam dan dapat sembuh dalam 3 hari dengan pengobatan yang adekuat, tetapi jika tidak

diobati dengan benar, otitis media akut dapat menimbulkan komplikasi mulai dari

mastoiditis, kolesteatom, abses subperiosteal sampai abses otak dan meningitis. Sekarang

semua jenis komplikasi tersebut biasanya didapat pada OMSK. Jika perforasi menetap dan

secret tetap keluar lebih dari 3 bulan maka keadaan ini disebut OMSK1.

22

Page 23: makalah kel 2.docx

BAB IV

PENUTUP

OMA merupakan peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba

eustachius,antrum mastoid, dan sel-sel mastoid kurang dari 3 minggu. Penyebab utama

terjadinya OMA ini adalah karena masuknya mikroba ke dalam telinga tengah yang

seharusnya steril, dikarenakan oleh mekanisme pertahanan tubuh (seperti silia mukosa tuba

eustachius, enzim dan antibody) terganggu. Kuman penyebab utama pada OMA ialah bakteri

piogenik, seperti Streptokokus hemolitikus, stafilokokus aeureus, pneumokokus. Kadang –

kadang ditemukan juga Haemofilus influenza, E.coli, Streptococus anhemolitikus, proteus

vulgaris, dan pseudomonas aeruginosa. Gejala klinik otitis media akut tergantung pada

stadium penyakit dan umur pasien. Keluhan yang biasanya timbul adalah otalgia, otorea,

pendengaran berkurang, rasa penuh di telinga, demam. OMA terdiri dari 5 satdium yaitu :

stadium oklusi tuba, stadium hiperemis atau pre supurasi, stadium supurasi, stadium

perforasi, stadium resolusi. Terapi yang dilaksanakan pun sesuai dengan stadium

penyakitnya. Sebelum adanya antibiotika, otitis media akut dapat menimbulkan komplikasi

mulai dari mastoiditis, kolesteatom, abses subperiosteal sampai abses otak dan meningitis.

23

Page 24: makalah kel 2.docx

DAFTAR PUSTAKA

1. Prof. dr. Soepardi E. A, dkk. 2010. Buku ajar ilmu kesehatan THT. Edisi VI. Fakultas

kedokteran UI. Jakarta

2. Adam, George L, Lawrence R.Boies, dan Peter A.Higler. Embriologi

Anatomi dan Fisiologi Telinga dan Penyakit Telinga Tengah dan

Mastoid.BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta : EGC.1997

3. Titisari, hanekung. 2005. Prevalensi dan sensitivitas haemophillus influenza pada

otitis media akut di RSCM dan RSAB Harapan Kita. Jakarta. Balai penerbit FKUI

4. Kerschner, J.E., 2007. Otitis Media. In: Kliegman, R.M., ed. Nelson Textbook of

Pediatrics. 18th ed. USA: Saunders Elsevier.

5. Berman, S., 1995. Otitis Media in Children. N Engl J Med 332 (23): 1560-1565.

6. Bluestone, C.D., Klein, J.O., 1996. Otitis Media, Atelektasis, and Eustachian Tube

Dysfunction. In Bluestone, Stool, Kenna eds. Pediatric Otolaryngology. 3rd ed.

London: WB Saunders, Philadelphia, 388-582.

24