lp asma bronkhial

27
LAPORAN PENDAHULUAN ASMA BRONKHIAL DI RUANG RAWAT INAP ADENIUM RSD dr. SUBANDI JEMBER Disusun untuk memenuhi tugas pada Pendidikan Profesi Ners Stase Keperawatan Medikal Bedah Oleh Winda Sulistya Safitri NIM 102311101036

Upload: al-vivo

Post on 15-Jan-2016

86 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

asma

TRANSCRIPT

Page 1: LP Asma Bronkhial

LAPORAN PENDAHULUAN ASMA BRONKHIALDI RUANG RAWAT INAP ADENIUM

RSD dr. SUBANDI JEMBER

Disusun untuk memenuhi tugas pada Pendidikan Profesi NersStase Keperawatan Medikal Bedah

OlehWinda Sulistya SafitriNIM 102311101036

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JEMBER

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANAlamat : Jl. Kalimantan No. 37 Telp./Fax (0331) 323450 Jember

Page 2: LP Asma Bronkhial

Diagnosa medik : Asma bronkhial

A. Tinjauan Teori

1. Definisi

Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran

napas yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan

yang ditandai dengan gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak napas

dan rasa berat di dada terutama pada malam dan atau dini hari yang umumnya

bersifat reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan. Asma bersifat fluktuatif

(hilang timbul) artinya dapat tenang tanpa gejala tidak mengganggu aktifitas tetapi

dapat eksaserbasi dengan gejala ringan sampai berat bahkan dapat menimbulkan

kematian (Kementerian Kesehatan RI, 2008).

Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang

disebabkan oleh reaksi hiperresponsif sel imun tubuh seperti mast sel, eosinophils,

dan T-lymphocytes terhadap stimuli tertentu dan menimbulkan gejala dyspnea,

whizzing, dan batuk akibat obstruksi jalan napas yang bersifat reversibel dan

terjadi secara episodik berulang (Smeltzer dan Bare, 2002).

2. Etiologi

Ada beberapa faktor yang dapat menjadi penyebab timbulnya atau

terjadinya asma, dan faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi faktor

predisposisi dan faktor presipitasi (Tanjung, 2003).

a. Faktor Presdiposisi

Genetik, yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui

bagaiaman cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi

biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena

adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma

bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu, hipersensitifitas

saluran pernapasannya juga bisa diturunkan.

Page 3: LP Asma Bronkhial

b. Faktor Presipitasi

1) Alergen

Alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis alergi, yaitu inhalan, ingestan dan

kontaktan.

a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan. Misalnya debu, bulu

binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi. Jenis inhalan

merupakan jenis alergen yang paling sering dijumpai.

b) Ingestan, yang masuk melalui mulut. Misalnya makanan dan obat-obatan.

c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Misalnya perhiasan,

logam dan jam tangan.

2) Perubahan Cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi

asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya

serangan asma.

3) Stress

Stress atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain

itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala

asma yang timbul segera diobati, penderita asma yang mengalami stress

atau gangguan emosional perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah

pribadinya. Karena jika streesnya belum diatasi maka gejala asmanya belum

bisa diobati.

4) Lingkungan

Lingkungan mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya asma.

Hal ini berkaitan dengan dimana klien dengan asma melakukan aktivitasnya

dan melakukan kontak dengan lingkungan yang ada disekitarnya. Misalnya

orang yang bekerja di pabrik atau industri batu bata, saat proses pembuatan

batu bata akan dilakukan pembakaran yang menghasilkan asap yang dapat

terhirup dan mempengaruhi pernapasan pekerja.

5) Olahraga/Aktivitas Jasmani yang Berat

Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan

aktifitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah

Page 4: LP Asma Bronkhial

menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya

terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

3. Tanda dan gejala

Gambaran klinis pasien yang menderita asma:

a. gambaran obyektif yang ditangkap perawat adalah kondisi pasien dalam

keadaan seperti dibawah ini:

1) sesak napas parah dengan ekspirasi memendek disertai wheezing;

2) dapat disertai batuk dengan sputum kental dan sulit dikeluarkan;

3) bernapas menggunakan otot-otot napas tambahan;

4) sianosis, takikardia, gelisah, dan pulsus paradoksus;

5) fase ekspirasi memanjang disertai wheezing (di apakes dan hilus).

b. gambaran subyektif yang ditangkap perawat adalah pasien mengeluhkan sukar

bernapas, sesak, dan anoreksia.

c. gambaran Psikososial yang diketahui oleh perawat adalah cemas, takut, mudah

tersinggung, dan kurangnya pengetahuan pasien terhadap situasi penyakitnya.

Menurut Mansjoer (2000), gejala yang timbul biasanya berhubungan

dengan beratnya derajat hiperaktivitas bronkus. Obstruksi jalan napas dapat

reversibel secara spontan maupun dengan pengobatan. Gejala-gejala asma antara

lain:

a. bising mengi (wheezing) yang terdengar dengan atau tanpa stetoskop;

b. batuk produktif sering pada malam hari;

c. napas atau dada seperti tertekan.

4. Patofisiologi

Asma adalah obstruksi jalan napas difus reversibel. Obstruksi disebabkan

oleh satu atau lebih penyebab, seperti penyempitan jalan napas karena kontraksi

otot yang mengelilingi bronki, lapisan bronki yang mengalami pembengkakan

atau inflamasi dan penumpukan mukus atau sekret yang kental disekitar bronki.

Selain itu, otot-otot bronkial dan kelenjar mukosa membesar, sputum atau sekret

yang kental, banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi, dengan udara

Page 5: LP Asma Bronkhial

terperangkap di dalam jaringan paru. Mekanisme yang pasti dari perubahan ini

tidak diketahui, tetapi apa yang paling diketahui adalah keterlibatan sistem

imunologis dan sistem saraf otonom.

Beberapa individu dengan asma mengalami respons imun yang buruk

terhadap lingkungan mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian

menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen

mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi, menyebabkan pelepasan produk

sel-sel mast yang biasa disebut mediator seperti histamin, bradikinin, dan

prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat (SRS-A).

Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar

jalan napas, menyebabkan bronkospasme, pembengkakan membran mukosa, dan

pembetunkan mukus yang sangat banyak.

Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronkial diatur oleh

impuls saraf vagal melalui sistem parasimpatis. Pada asma idiopatik atau

nonalergi, ketika ujung saraf pada jalan napas dirangsang oleh faktor seperti

infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi, dan polutan, jumlah asetilkolin yang

dilepaskan meningkat. Pelepasan asetilkolin ini secara langsung menyebabkan

bronkokontriksi juga merangsang pembentukan mediator kimiawi. Individu

dengan asma dapat mempunyai toleransi rendah terhadap respons parasimpatis.

Selain itu, reseptor α- dan β-adrenergik dari sistem saraf simpatis terletak

dalam bronki. Ketika reseptor α-adrenergik dirangsang, akan terjadi

bronkokontriksi, bronkodilatasi terjadi ketika reseptor β-adrenergik yang

dirangsang. Keseimbnagan antara reseptor α- dan β-adrenergik dikendalikan oleh

siklik adenosin monofosfat (cAMP). Stimulasi reseptor-alfa mengakibatkan

penurunan cAMP, yang mengarah pada peningkatan mediator kimiawi yang

dilepaskan oleh sel-sel mast bronkokontriksi. Stimulasi reseptor-beta

mengakibatkan peningkatan tingkat cAMP, yang menghambat pelepasan mediator

kimiawi dan menyebabkan bronkodilatasi. Teori yang diajukan adalah bahwa

penyekatan β-adrenergik terjadi pada individu dengan asma. Akibatnya, asmatik

rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator kimiawi dan kontriksi otot polos

(Smeltzer & Bare, 2002).

Page 6: LP Asma Bronkhial

5. Komplikasi

Komplikasi atau dampak asma yang umum yaitu pada penurunan atau

keterbatasan aktivitas. Asma juga dapat mengakibatkan banyak rawatan

kecemasan di hospital secara berkelanjutan dan jika tidak ditangani dengan segera

dan dengan tepat akan dapat mengakibatkan kematian. Komplikasi yang mungkin

terjadi akibat penyakit asma bronkial, yaitu status asmatikus, hipoksemia,

pneumothorax, pneumomediastinum, atelektasis, gagal napas, bronkitis, fraktur

iga, dan kematian (Vitahealth, 2006).

6. Penatalaksanaan

Tatalaksana klien dengan asma adalah manajemen kasus untuk

meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup klien dengan asma agar dapat

hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan segala aktivitas sehari-hari (asma

terkontrol) (Kementerian Kesehatan RI, 2008).

Pada prinsipnya penatalaksanaan asma yang telah diklasifikasikan dapat

dibedakan sebagai berikut (Kementerian Kesehatan RI, 2008).

a. Penatalaksanaan asma akut (saat serangan)

Serangan asma akut adalah episodik perburukan pada asma yang harus

diketahui oleh klien. Penanganan harus cepat dan disesuaikan dengan derajat

serangan. Penilaian beratnya serangan berdasarkan riwayat serangan termasuk

gejala, pemeriksaan fisik dan sebaliknya pemeriksaan faal paru, untuk

selanjutnya diberikan pengobatan yang tepat dan cepat. Pada serangan asma

obat-obat yang digunakan adalah:

1) bronkodilator (β2 agonis kerja cepat dan ipratropium bromida);

2) kortikosteroid sistemik.

b. Penatalaksanaan asma jangka panjang

Penatalaksanaan asma jangka panjang bertujuan untuk mengontrol asma

dan mencegah serangan. Pengobatan asma jangka panjang disesuaikan dengan

klasifikasi beratnya asma dan sesuai dengan prinsip yang telah ditentukan.

1) Edukasi

Page 7: LP Asma Bronkhial

Edukasi atau pendidikan kesehatan yang dapat diberikan oleh klien

dengan asma:

a) kapan pasien berobat/ mencari pertolongan;

b) mengenali gejala serangan asma secara dini;

c) mengetahui obat-obat pelega dan pengontrol serta cara dan waktu

penggunaannya;

d) mengenali dan menghindari faktor pencetus;

e) kontrol teratur.

2) Obat asma

Obat asma terdiri dari obat pelega dan pengontrol. Obat pelega

diberikan pada saat serangan asma, sedangkan obat pengontrol ditujukan

untuk pencegahan serangan asma dan diberikan dalam jangka panjang dan

terus menerus. Untuk mengontrol asma digunakan anti inflamasi

(kortikosteroid inhalasi). Pada anak, kontrol lingkungan mutlak dilakukan

sebelum diberikan kortikosteroid dan dosis diturunkan apabila dua sampai

tiga bulan kondisi telah terkontrol. Obat asma yang digunakan sebagai

pengontrol antara lain:

a) inhalasi kortikosteroid;

b) β2 agonis kerja panjang;

c) antileukotrien;

d) teofilin lepas lambat (Kementerian Kesehatan RI, 2008).

Tatalaksana dalam tahap rehabilitatif juga perlu dilakukan pada klien

dengan asma bronkial untuk memperbaiki fungsi pernapasan terutama paru-paru.

Rehabilitasi paru mempunyai 2 aspek (Mulyono, 1997 dalam Nururrohma, 2006).

a. Rehabilitasi fisik, yang dapat dilakukan oleh klien dengan asma pada tahap

rehabilitasi:

1) latihan relaksasi;

2) terapi fisik dada;

3) latihan pernapasan;

4) latihan meningkatkan kemampuan fisik.

Page 8: LP Asma Bronkhial

b. Rehabilitasi psikososial dan vokasional yang dapat diberikan pada klien

dengan asma:

1) pendidikan perseorangan dan keluarga;

2) latihan pekerjaan;

3) penempatan tugas;

4) latihan merawat diri sendiri.

7. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada klien yang mengalami

asma adalah sebagai berikut:

a. Pemeriksaan laboratorium

1) Pemeriksaan sputum

Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat karakteristik sputum

misalnya kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari

Kristal eosinophil, Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus,

Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum yang pada umumnya

bersifat mukoid.

2) Pemeriksaan darah

Analisa gas darah diperlukan untuk menilai danya keabnormalan misalnya

asidosis, kadar leukosit (indikasi infeksi), dan sebagainya

b. Pemeriksaan radiologi

Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan

menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang

bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun.

Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah

sebagai berikut:

1) Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan

bertambah.

2) Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen

akan semakin bertambah.

3) Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru

Page 9: LP Asma Bronkhial

4) Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.

5) Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan

pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada

paru-paru.

c. Pemeriksaan tes kulit

Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat

menimbulkan reaksi yang positif pada asma.

d. Elektrokardiografi

Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi

menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada

empisema paru yaitu :

1) perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi

dan clock wise rotation.

2) Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB

(Right bundle branch block).

3) Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan

VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.

e. Scanning paru

Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi

udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.

f. Spirometri

Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling

cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan

bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah

pemberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik.

Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis

asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan

spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting

untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa

keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.

Page 10: LP Asma Bronkhial

8. Pathway

B. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Identitas Klien: nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, alamat,

pekerjaan, status perkawinan.

b. Riwayat kesehatan: diagnosa medis, keluhan utama, riwayat penyakit

sekarang, riwayat kesehatan terdahulu terdiri dari penyakit yang pernah

dialami, alergi, imunisasi, kebiasaan/pola hidup, obat-obatan yang digunakan,

riwayat penyakit keluarga.

Klien biasanya mengalami alergi inhalasi atau cuaca, atau yang lainnya.

c. Riwayat penyakit saat ini

Klien mengalami sesak nafas.

d. Riwayat penyakit keluarga

Biasanya terdapat anggota keluarga yang mengalami asma. Karena asma

bersifat degenerative.

e. Genogram

f. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum, tanda vital

Klien mengalami sesak nafas, RR klien meningkat, nadi klien juga dapat

meningkat.

2) Pengkajian Fisik (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi):

a. Kepala

Tidak terdapat gangguan yang diakibatkan oleh asma bronchial.

b. Mata

Tidak terdapat gangguan yang diakibatkan oleh asma bronchial.

c. Telinga

Tidak terdapat gangguan yang diakibatkan oleh asma bronchial.

d. Hidung

Terdapat pernafasan cuping hidung.

e. Mulut

Page 11: LP Asma Bronkhial

Klien mengalami sianosis sekunder terhadap hipoksia hebat.

f. Leher

Tidak terdapat gangguan yang diakibatkan oleh asma bronchial.

g. Dada

Pada pengakjian system respirasi biasanya didapatkan data sebagai

berikut:

a) Inspeksi

Pada klien asma terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi

pernapasan, serta penggunaan otot bantu pernapasan. Inspeksi dada

terutama untuk melihat postur bentuk dan kesimetrisan, adanya

peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot interkostalis,

sifat, dan irama pernapasan, dan frekuensi pernapasan.

b) Palpasi

Pada palpasi biasanya kesimetrisan, ekspansi, dan taktil fremitus

normal.

c) Perkusi

Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan

diafragma menjadi datar dan rendah.

d) Auskultasi

Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan ekspirasi

lebih dari 4 detik atau lebih dari 3 kali inspirasi, dengan bunyi napas

tambahan utama wheezing pada akhir ekspirasi.Pada auskultasi suara

nafas klien mengi (wheezing).

Pada system kardiovaskuler klien mengalami gejala-gejala retensi

kabondioksida, yaitu berkeringat, takikardia, dan pelebaran tekanan

nadi.

h. Abdomen

Tidak terdapat gangguan yang diakibatkan oleh asma bronchial.

i. Urogenital

Tidak terdapat gangguan yang diakibatkan oleh asma bronchial.

j. Ekstremitas

Page 12: LP Asma Bronkhial

Tidak terdapat gangguan yang diakibatkan oleh asma bronchial.

k. Kulit dan kuku

Klien dapat mengalami sianosis.

l. Keadaan lokal

g. Terapi, pemeriksaan penunjang & laboratorium

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada asma bronchial yaitu:

a. ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan bronkospasme;

b. gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen

(spasme bronkus);

c. ketidakefektivan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi

paru;

d. ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan anoreksia;

e. intoleransi aktivitas berhubungan dengan berkurangnya energy pada sel;

f. ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan;

g. defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.

Page 13: LP Asma Bronkhial

3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional

1. Ketidakefektifan

bersihan jalan napas

berhubungan

dengan

bronkospasme

Bersihan

jalan nafas

pasien akan

efektif

setelah

diberikan

perawatan

selama 1x24

jam

NOC: Respiratory

status: airway

patency

Indicator:

a. Mendemonstrasika

n nafas dalam dan

batuk efektif

b. Suara nafas bersih

c. Menunjukan jalan

napas yang paten

(pasien tidak

merasa tercekik,

irama napas,

frekuensi napas

dalam rentang

normal, tidak

terdapat suara

napas abnormal)

NIC: Airway management

1. Auskultasi suara napas

sebelum dan sesudah tindakan

2. Kaji kemampuan

mengeluarkan sekresi, catat

karakter, volume sputum dan

adanya hemoptisis

3. Posisikan pasien: semi fowler

untuk memaksimalkan ventilasi

4. Pertahankan asupan cairan

sedikitnya 2500 ml/hari kecuali

tidak diindikasikan

5. Lakukan fisioterapi dada:

clapping dan vibrating jika

tidak terdapat kontraindikasi

6. Keluarkan seret dengan nafas

dalam dan batuk efektif

1. Evaluasi keefektifan tindakan

2. Pengeluaran secret akan menjadi

sulit bila sekret sangat kental

3. Membantu ventilasi pasien agar

maksimal

4. Asupan cairan yang adekuat

membantu untuk mengencerkan

sekret

5. Membantu merontokkan dan

mengeluarkan sekret dari saluran

pernafasan

6. Teknik pengeluaran sekret yang

efektif

7. Mencegah penyebaran infeksi

kuman yang mungkin terdapat di

Page 14: LP Asma Bronkhial

7. Ajarkan pasien cara membuang

sekret yang telah dikeluarkan

sekret

2. Gangguan

pertukaran gas

berhubungan

dengan gangguan

suplai oksigen

(spasme bronkus)

Setelah

dilakukan

tindakan

keperawatan

selama 1 x

24 jam,

pertukaran

gas klien

menjadi

lebih baik.

NIC: Respiratory

Status: Gas

Exchange

1. menunjukkan

tekanan oksigen

PaO2 dalam

rentang normal

2. saturasi oksigen

dalam rentang

normal

3. Tanda-tanda

vital dalam

rentang normal

Airway Management

1. Kaji dispnea, takipnea, bunyi

napas, peningkatan upaya

pernapasan, ekspansi thorax

dan kelemahan

2. Catat sianosis dan perubahan

warna kulit, termasuk

membran mukosa dan kuku.

3. Tingkatkan tirah baring, batasi

aktivitas dan bantu kebutuhan

perawatan diri sehari-hari

sesuai keadaan pasien

4. Pertahankan posisi semi

fowler sesuai indikasi

5. Kolaborasi pemeriksaan AGD

6. Kolaborasi pemberian oksigen

1. Unt

uk memberikan intervensi yang

tepat sesuai dengan keadaan klien

2. Unt

uk mengidentifikasi adanya

hipoksia sistemik pada klien.

3. Unt

uk mengurangi penggunaan oksigen

yang digunakan beraktivitas.

4. Pos

isi semi fowler dapat

memaksimalkan ekspansi paru klien

sehingga lebih banyak oksigen yang

Page 15: LP Asma Bronkhial

sesuai kebutuhan tambahan dapat masuk

5. Unt

uk memeriksa kadar O2 (PaO2) atau

saturasi

6. Ter

api oksigen dapat membantu klien

dalam mendapatkan oksigen

3. Ketidakefektivan

pola nafas

berhubungan

dengan penurunan

ekspansi paru

Pola nafas

klien

menjadi

efektif

setelah

dilakukan

tindakan

keperawatan

selama 1 x

24 jam

NOC: Respiratory

status

Indikator:

1. Frekuensi

pernafasan

dalam rentang

normal (RR =

16-24x/menit)

2. Kedalaman

pernafasan

dalam rentang

normal

NIC: Airway Management

Oxygen therapy

1. Kaji fungsi pernapasan, catat

kecepatan pernapasan,

dispnea, sianosis dan

perubahan tanda vital

2. Berikan posisi semi fowler

3. Berikan terapi oksigen sesuai

dosis

4. Monitor adanya kecemasan

1. Untuk menentukan dosis pemeberian

oksigen pada klien

2. Posisi semi fowler dapat

memaksimalkan ekspansi paru-paru

klien

3. Pemebrian oksigen yang berleihan

dapat mengakibatkan keracunan

oksigen, dan dapat menimbulkan

kebutaan pada klien

4. Cemas yang dialami klien dapat

Page 16: LP Asma Bronkhial

pasien terhadap oksigenasi

5. Kolaborasi dalam pemberian

obat bronkodilator

memperburuk keadaan klien, dapat

meningkatkan RR klien

5. Mendilatasi bronkus agar respirasi

klien menjadi lancar.

Page 17: LP Asma Bronkhial

DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kesehatan RI. 2008. Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor: 1023/Menkes/SK/XI/2008 tentang Pedoman

Pengendalian Penyakit Asma. Jakarta: Kementerian Kesehatan.

Mansjoer, arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Cetakan 1. Jakarta:

Media Aesculapius.

Moorhead, Sue, et al. 2004. Nursing Outcomes Classification (NOC). Edisi 4.

USA: Mosby Elsevier.

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar: Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan

Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

Price, Sylvia A dan Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis

Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzanne G dan Bare, Brenda C. 2002. Buku Ajar: Keperawatan

Medikal-Bedah. Jakarta: EGC.

Somantri, Irman. 2008. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada

Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: EGC.

Tanjung, Dudut. 2003. Asuhan Keperawatan Asma Bronkial. Sumatera: USU

Digital Library.

Vitahealth. 2006 . Asma: Informasi Lengkap untuk Penderita & Keluarganya.

Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.