lapsusasma bronkhial

34
Laporan Kasus ASMA BRONKIAL Oleh: Selfien (I1A099036) Pembimbing Dr. Meriah Sembiring, Sp.A v

Upload: bachrul-alam-arriza

Post on 11-Dec-2015

28 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

ASMA BRONKHIAL

TRANSCRIPT

Page 1: lapsusASMA BRONKHIAL

Laporan Kasus

ASMA BRONKIAL

Oleh:

Selfien (I1A099036)

Pembimbing

Dr. Meriah Sembiring, Sp.A

SMF/ BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FK-UNLAM/RSUD ULIN

Banjarmasin

Oktober, 2005

v

Page 2: lapsusASMA BRONKHIAL

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL…………………………………………………………....i

DAFTAR ISI…………………………………………………………………....ii

PENDAHULUAN……………………………………………………………...1

TINJAUAN KEPUSTAKAAN….……………………………………………..2

Definisi…………………………………………………………………….2

Etiologi…………………………………………………………………….2

Patogenesa dan Patofisiologis……………………………………………..3

Gejala Klinis………………………………………………………………..5

Diagnosa…………………………………………………………………….6

Diagnosa Banding………………………………………………………….11

Komplikasi…………………………………………………………………11

Penatalaksanaan…………………………………………………………….12

Prognosis……………………………………………………………………16

Pencegahan………………………………………………………………….16

LAPORAN KASUS……………………………………………………………...18

Identitas……………………………………………………………………..18

Anamnesa…………………………………………………………………...18

Pemeriksaan Fisik…………………………………………………………..22

v

Page 3: lapsusASMA BRONKHIAL

Pemeriksaan Laboratorium Sederhana……………………………………..27

Resume……………………………………………………………………..27

Diagnosa…………………………………………………………………....29

Penatalaksanaan…………………………………………………………….29

Usulan Pemeriksaan………………………………………………………..29

Prognosis…………………………………………………………………...29

Pencegahan………………………………………………………………....30

DISKUSI………………………………………………………………………...31

PENUTUP………………………………………………………………………38

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………..iv

v

Page 4: lapsusASMA BRONKHIAL

PENDAHULUAN

Asma merupakan penyakit yang populer dimasyarakat, juga masyarakat luas.

Insidensinya meningkat di seluruh dunia terutama pada anak sehubungan dengan kemajuan

industri dan meningkatnya polusi.1 Meskipun asma telah dikenal ribuan tahun yang lalu,

para ahli masih belum sepakat mengenai definisi penyakit tersebut.2,3 Dari waktu ke waktu

definisi asma terus mengalami perubahan.2

Penyakit asma dapat terjadi pada berbagai usia baik laki-laki maupun perempuan.4

Di Indonesia pada saat ini para dokter umumnya belum menyebarluaskan cara pengelolaan

asma yang baik di masyarakat.1 Pasien asma anak dan dewasa di Indonesia diperkirakan

sekitar 3-8%, Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986 mengajukan angka sebesar

7,6%.1

Asma mempunyai dampak negatif pada kehidupan penderitanya termasuk untuk

anak, seperti menyebabkan anak sering tidak masuk sekolah dan membatasi kegiatan

olahraga, maupun aktivitas seluruh keluarga.5 Asma mempunyai mortalitas yang relatif

tinggi. Beberapa waktu yang lalu penyakit asma tidak merupakan penyebab kematian yang

berarti. Namun belakangan ini dilaporkan dari berbagai negara terjadi peningkatan

kematian karena penyakit asma, juga pada anak.5

v

Page 5: lapsusASMA BRONKHIAL

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

DEFINISI

Definisi asma yang lengkap yang menggambarkan konsep inflamasi sebagai dasar

mekanisme terjadinya asma dikeluarkan oleh GINA (Global Initiative for Asthma). Asma

didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran respiratorik dengan banyak sel

yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil dan limfosit. Pada orang yang rentan,

inflamasi ini menyebabkan episod wheezing berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan dan

batukbatuk, khususnya pada malam atau dini hari.5,6

Pedoman Nasional Asma Anak menggunakan definisi yang praktis dalam bentuk

definisi operasional yaitu wheezing dan/atau batuk dengan karakteristik sebagai berikut:

timbul secara episodik dan/atau kronik, cenderung pada malam/dini hari (nokturnal),

musiman, adanya faktor pencetus diantaranya aktivitas fisik, dan bersifat reversibel baik

secara spontan maupun dengan pengobatan, serta adanya riwayat asma atau atopi lain pada

pasien/keluarganya, sedangkan sebab-sebab lain sudah disingkirkan.5

ETIOLOGI

Asma merupakan gangguan kompleks yang melibatkan faktor autonom, imunologis,

infeksi, endokrin dan psikologis dalam berbagai tingkat pada berbagai individu.

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan asma atau hiperaktif saluran nafas yaitu:6

v

Page 6: lapsusASMA BRONKHIAL

Alergen lingkungan • Polusi lingkungan, asap rokok

Infeksi virus saluran nafas • Paparan lingkungan kerja

Olahraga, hiperventilasi • Faktor emosi

Penyakit refluks gastroesophageal • Iritan seperti semprotan ruangan dan cat

Sinusitis kronis atau rhinitis

Aspirin atau inflamasi non steroid, sulfat (alergi)

Penggunaan beta-adrenergik bloker (termasuk obat mata)

PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGIS

Penyempitan saluran nafas yang terjadi pada penyakit asma merupakan suatu hal

yang kompleks. Hal ini terjadi karena lepasnya mediator dari sel mast yang banyak

ditemukan di permukaan mukosa bronkus, lumen jalan nafas dan di bawah membran basal.

Berbagai faktor pencetus dapat mengaktivasi sel mast.4

Selain sel mast sel lain yang juga dapat melepaskan mediator adalah sel makrofag

alveolar, eosinofil, sel epitel jalan nafas, netrofil, platelet, limfosit dan monosit. Inhalasi

alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus dan

mungkin juga epitel saluran nafas. Peregangan vagal menyebabkan refleks bronkus,

sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan membuat

epitel jalan nafas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa,

sehingga memperbesar reaksi yang terjadi.4

v

Page 7: lapsusASMA BRONKHIAL

Mediator inflamasi secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan serangan

asma, melalui sel efektur sekunder seperti eosinofil, netrofil, platelet dan limfosit. Sel-sel

inflamasi ini juga mengeluarkan mediator yang kuat seperti lekotriens, tromboksan, PAF

dan protein sitotoksis yang memperkuat reaksi asma. Keadaan ini menyebabkan inflamasi

yang akhirnya menimbulkan hipereaktivitas bronkus.4

Reaksi asma ada dua macam yaitu reaksi asma awal (early asthma reaction = EAR)

dan reaksi asma lambat (late asthma reaction = LAR). Pada reaksi asma awal, obstruksi

saluran nafas terjadi segera yaitu 10-15 menit setelah rangsangan dan menghilang secara

spontan. Spasme bronkus yang terjadi merupakan respons terhadap mediator-mediator sel

mast terutama histamin yang bekerja langsung pada otot polos bronkus atau melalui refleks

vagal. Keadaan ini mudah diatasi dengan beta-2 agonis.4

Pada reaksi asma lambat, reaksi terjadi setelah 3-4 jam rangsangan oleh alergen dan

bertahan selama 16-24 jam, bahkan kadang-kadang sampai beberapa minggu. Fase ini

disertai dengan reaktivitas sel mast dan aktivasi netrofil sehingga timbul inflamasi akut

berupa edema mukosa, hipersekresi lendir, inflamasi netrofil, rusaknya tight junction epitel

bronkus dan spasme bronkus. Pada fase ini peran spasme bronkus kecil, akibatnya reaksi

ini sukar diatasi dengan pemberian beta-2 agonis. Setelah reaksi asma awal dan reaksi asma

lambat, proses dapat terus berlanjut menjadi reaksi inflamasi subakut atau kronik.4

GEJALA KLINIS

v

Page 8: lapsusASMA BRONKHIAL

Gejala klinis asma dapat berbeda pada setiap orang. Biasanya ditandai dari rasa

sakit di tenggorokan, atau tarikan dinding dada, diikuti oleh batuk, susah bernafas dan

wheezing.2,7

Gambaran klinis asma klasik adalah serangan episodik batuk, mengi, dan sesak

nafas. Pada awal serangan sering gejala tidak jelas seperti rasa berat di dada, dan pada asma

alergik mungkin disertai pilek atau bersin. Meskipun pada mulanya batuk tanpa disertai

sekret, tetapi pada perkembangan selanjutnya pasien akan mengeluarkan sekret baik yang

mukoid, putih kadang-kadang purulen ada sebagian kecil pasien asma yang gejalanya

hanya bantuk tanpa disertai mengi, dikenal dengan istilah cough variant asthma. Bila hal

yang terakhir ini dicurigai, perlu dilakukan pemeriksaan spirometri sebelum dan sesudah

bronkodilator atau uji provokasi bronkus dengan metakolin.2

Pada asma alergik, sering hubungan antara pemajanan alergen dengan gejala asma

tidak jelas. Terlebih lagi pasien asma alergik juga memberikan gejala terhadap faktor

pencetus non-alergik seperti asap rokok, asap yang merangsang, infeksi saluran nafas

ataupun perubahan cuaca.2

Lain halnya dengan asma akibat pekerjaan. Gejala biasanya memburuk pada awal

minggu dan membaik menjelang akhir minggu. Pada pasien yang gejalanya tetap

memburuk sepanjang minggu, gejalanya mungkin akan membaik bila pasien dijauhkan dari

lingkungan kerjanya, seperti sewaktu cuti misalnya. Pemantauan dengan alat peak flow

v

Page 9: lapsusASMA BRONKHIAL

meter atau uji provokasi dengan bahan tersangka yang ada di lingkungan kerja mungkin

diperlukan untuk menegakkan diagnosis.2

DIAGNOSIS

Diagnosis asma didasarkan pada riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang sebagai berikut :2,8

Riwayat Penyakit

1. Penjelasan yang cermat mengenai saat serangan

Kecepatan awitan, lokasi dan aktivitas pasien pada saat awitan, lamanya gejala, dan

respons pasien terhadap usaha untuk meringankan gejala harus dicatat. Bila pasien

pernah mendapat serangan sebelumnya, serangan yang sekarang harus dibandingkan

dan dibedakan dengan episode yang sebelumnya.

2. Penjelasan mengenai terapi yang pernah dijalani dan khasiatnya akan membantu

menentukan regimen yang paling efektif.

a. Obat-obat anti asma yang sedang diminum harus dikenal dan kepatuhan pasien

terhadap terapi harus dipastikan untuk mencegah kelebihan dosis selama

penanganan akut.

b. Riwayat terapi kortikosteroid, perawatan di rumah sakit dan intubasi

menunjukkan bahwa pasien berisiko tinggi untuk mengalami kegagalan

pernafasan akut.

v

Page 10: lapsusASMA BRONKHIAL

c. Riwayat alergi, eksema masa kanak-kanak, urtikaria mendukung suatu diatesis

alergi yang dapat mencakup asma.

d. Riwayat tentang pemaparan terhadap zat-zat lingkungan yang diketahui dapat

menyebabkan bronkospasme harus ditanyakan.

Pemeriksaan fisik

1. Penampilan umum

a. Agitasi pada pasien yang orientasinya baik dapat diharapkan terjadi pada

serangan ringan sampai sedang dan pada fase dini serangan berat sewaktu pasien

masih dapat mengkompensasi.

b. Somnolen atau agitasi dan disorientasi adalah tanda akan segera terjadinya

kegagalan pernafasan. Gas-gas darah arteri harus dicek untuk mencari ada

tidaknya peningkatan paCO2.

2. Tanda-tanda vital

a. Frekuensi pernafasan : takipnea

b. Frekuensi denyut nadi : takikardia

c. Tekanan darah : normal atau sedikit meningkat.

3. Pemeriksaan dada

a. Penggunaan otot pernafasan tambahan (otot leher dan otot interkostal) adalah

tanda obstruktif yang cukup berat.

v

Page 11: lapsusASMA BRONKHIAL

b. Auskultasi biasanya menyatakan bunyi nafas yang berkurang, fase ekspirasi

yang lebih lama dengan rasio inspirasi:ekspirasi lebih besar dari 1:2 dan mengi.

Pemeriksaan penunjang

1. Uji faal paru

Pemeriksaan ini sangat berguna untuk menilai asma meliputi diagnosis dan

pengelolaannya. Uji faal paru dikerjakan untuk menentukan derajat obstruksi, menilai

hasil provokasi bronkus, menilai hasil pengobatan dan mengikuti perjalanan penyakit.

Pemeriksaan faal paru yang penting pada asma ialah PEFR, FEVI, PVC, FEV1/FVC.

Pada serangan asma volume kapasitas paksa (FVC), aliran puncak ekspirasi (PEVR)

dan rasio FEV1/FVC berkurang > 15% dari nilai normalnya. Perpanjangan waktu

ekspirasi paksa biasanya ditemukan, walupun PEVR dan FEV1/FVC hanya berkurang

sedikit. Inflasi berlebihan yang biasanya terlihat secara klinis akan digambarkan

sebagai meningkatnya isi total paru (TLC), isi kapasitas residu fungsional dan isi

residu. Diluar serangan, faal paru tersebut umumnya akan kembali normal.

2. Uji Provokasi Bronkus

Uji ini dilakukan bila diagnosis masih diragukan. Tujuannya untuk menunjukkan

adanya hiperreaktivitas bronkus. Uji provokasi bronkus dilakukan dengan

menggunakan histamin, metakolin atau beban lari. Hiperreaktivitas positif jika PEFR,

FEV1 turun > 15% dari nilai sebelum uji provokasi dan setelah diberi bronkodilator

nilai normal akan tercapai lagi. Bila PEFR dan FEV1 sudah rendah dan setelah diberi

v

Page 12: lapsusASMA BRONKHIAL

bronkodilator naik > 15% ini berarti hiperreaktivitas positif dan uji provokasi tidak

perlu dilakukan.

3. Foto rontgen toraks

Pemeriksaan ini perlu dilakukan dan pada foto akan tampak corakan paru yang

meningkat. Hiperimflasi terdapat pada serangan serangan akut dan pada asma kronik.

Atelektasis juga sering ditemukan.

4. Pemeriksaan darah, eosinofil dan uji tuberkulin

Pemeriksaan eosinofil dalam darah, sekret hidung dan dahak dapat menunjang

diagnosis asma. Eosinofil dapat ditemukan pada darah tepi, sekret hidung dan sputum.

Dalam sputum dapat pula ditemukan kristal Charcot-Leyden dan spiral Curshman.

Bila ada infeksi mungkin akan didapatkan pula leukositosis polimorfonukleus. Uji

tuberkulin penting bukan saja karena di Indonesia masih banyak tuberkulosis, tetapi

juga karena kalau ada tuberkulosis dan tidak diobati, asmanya pun mungkin sukar

terkontrol.

5. Uji kulit alergi

Uji alergi kulit berguna untuk menunjukkan alergi yang potensial sebagai pencetus.

Hasil uji alergi kulit harus dihubungkan dengan keadaan klinis, dan bila cocok itulah

allergen pencetus yang sesuai. Untuk menentukan itu, sebenarnya ada pemeriksaan

yang lebih tepat yaitu uji provokasi bronkus dengan allergen yang bersangkutan.

v

Page 13: lapsusASMA BRONKHIAL

Diagnosis

Batuk dan/atau mengi

Riwayat penyakitPemeriksaan fisik

Kemungkinan asma : Gambaran klinis tidak jelas- Episodik asma atau kemungkinan - Nokturnal diagnosa lain :- Musiman - Timbul pada masa neonatus- Setelah beban fisik - Gagal tumbuh- Riwayat asma dan atopi - Infeksi kronis pada anak dan keluarga - Muntah/tersedak

- Kelainan paru setempat/ kelainan kardiovaskular

Bila mungkin periksa dengan menggunakanPeak flow meter sesering mungkin untukMelihat reversibilitas dan variabilitas Pertimbangan untuk

melakukan :- Foto Rontgen

Berhasil terhadap pemberian brokodilator - Uji faal paru- Provokasi bronkus- Uji tuberkulin

Sangat mungkin asma - Uji keringat- Pemeriksaan imunologik

Ditentukan berat dan pencetusnya - Pemeriksaan silia- Pemeriksaan refluks

Foto Rontgen dada bila asma lebih dariEpisode ringan Negatif Positif

Dicoba dengan pemberian obat antiasma

Diagnosa&pengobatan alternatif

Diagnosis dan ketaatan dinilai lagi bila pengobatan tidak berhasil Pertimbangkan asma sebagai

penyakit penyerta

v

Page 14: lapsusASMA BRONKHIAL

DIAGNOSA BANDING

Mengi ekspiratoir dan dispnue dapat terjadi pada bermacam-macam keadaan yang

menyebabkan obstruksi pada saluran nafas seperti :(4)

1. Pada bayi adanya korpus alienum disaluran nafas dan esophagus atau kelenjar timus

yang menekan trakea.

2. Penyakit paru kronik yang berhubungan dengan bronkiektasis atau fibrosis kistik.

3. Bronkiolitis akut, biasanya mengenai anak dibawah umur 2 tahun dan terbanyak

dibawah umur 6 bulan dan jarang berulang.

4. Bronkitis. Tidak ditemukan eosinofilia, suhu biasanya tinggi dan tidak herediter. Bila

sering berulang dan kronik biasanya disebabkan oleh asma.

5. Tuberkulosis kelenjer limfe didaerah trakeobronkial

6. Asma kardial. Sangat jarang pada anak. Dispnu paroksismal terutama malam hari dan

biasanya didapatkan tanda-tanda kelainan jantung.

7. Kelainan trakea dan bronkus, misalnya trakeomalasia dan stenosis bronkus.

KOMPLIKASI

Komplikasi dari asma bronkial yaitu:2

1. Pneumotoraks

2. Pneumomediastinum dan emfisema subkutis

3. Atelektasis

4. Gagal nafas

v

Page 15: lapsusASMA BRONKHIAL

5. Bronkitis

6. Aspergilosis bronkopulmoner alergik

&. Fraktur iga

PENATALAKSANAAN

Tujuan penatalaksanaan asma secara umum adalah untuk menjamin tercapainya

proses tumbuh kembang secara optimal. Penatalaksanaan global yang dianjurkan oleh

WHO, meliputi pencegahan dan kontrol lingkungan hidup, terapi farmakologi, pemakaian

tes objektif faal paru untuk menilai dan memonitor perjalanan asma serta edukasi asma

pada penderita.9

Pengobatan asma didasarkan keadaan penderita asma, artinya saat eksaserbasi atau

saat diluar serangan. Asma dapat digolongkan dalam keadaan asma ringan, asma sedang

dan asma berat. Diluar serangan pembagian asma menjadi 3 yaitu asma episodik jarang,

asma episodik sering dan asma persisten. Pembagian derajat penyakit asma pada anak dapat

dilihat pada tabel berikut ini :9

v

Page 16: lapsusASMA BRONKHIAL

v

Parameter klinis, kebutuhan obat dan

faal paru

Asma episodik jarang (asma ringan)

Asma episodik sering (asma

sedang)

Asma persisten (asma berat)

Frekuensi serangan

Lama serangan

Intensitas serangan

Diantara serangan

Tidur dan aktivitas

Pemeriksaan fisik diluar serangan

Obat pengendali (anti inflamasi)

Faal paru diluar serangan

Faal paru pada saat ada gejala/serangan

< 1x/bulan

< 1 minggu

Ringan

Tanpa gejala

Tidak terganggu

Normal

Tidak perlu

PEF/FEV1 >80%

Variabilitas >15%

1x/bulan

> 1 minggu

Sedang

Sering ada gejala

Sering terganggu

Mungkin terganggu

Perlu, non steroid

PEV/FEV1 60-80%

Variabilitas > 30%

Sering

Hampir sepanjang tahun tidak ada remisi

Berat

Gejala siang,malam

Sangat terganggu

Tidak pernah normal

Perlu steroid

PEV/FEV1 < 60%

Variabilitas 20-30%Variabilitas > 50%

Page 17: lapsusASMA BRONKHIAL

Obat asma dapat dibagi dua kelompok besar, yaitu obat pereda (Reliever) dan obat

pengendali (Controller). Obat pereda digunakan pada saat eksaserbasi atau saat gejala asma

sedang timbul dan apabila serangan sudah teratasi maka obat ini dihentikan. Termasuk obat

pereda asma adalah : inhalasi agonis 2 aksi cepat (terbutalin, salbutamol, orsiprenalin,

fenoterol), steroid sistemik (prednison, prednisolon, metil prednisolon), inhalasi anti

kolinergik (ipratropium bromid, oksitropium bromid), xantinergik aksi cepat (tiofilin),

agonis 2 aksi cepat oral (terbutalin, salbutamol, orsiprenalin, heksoprenalin,

trimetokuinol). Obat pengendali asma digunakan untuk pencegahan, mengatasi masalah

inflamasi kronik saluran nafas. Dengan demikian pemakaian obat ini terus menerus dalam

jangka waktu relatif lama tergantung derajat penyakit asma dan respon terhadap

pengobatan. Termasuk obat ini adalah inhalasi anti inflamasi non steroid (kromoglikat,

nedokromil), inhalasi steroid (beklometason, budesonid, triamsionolon), inhalasi atau oral

agonis 2 aksi lambat (Prokaterol, hambuterol, salmeterol). Golongan obat oral lepas

lambat (terbutalin, salbutamol, teofilin), antihistamin (ketotifan), anti leukotrin. Tata

laksana asma anak jangka panjang masih mengikuti hasil konsensus Nasional tahun 2000

yaitu sebagai berikut: 10

Asma episodik jarang Obat pereda beta agonis atau teofilin(asma ringan) (inhalasi atau oral) bila perlu (serangan)

dosis/minggu >3x <3x

Asma episodik sedang Tambahkan obat pengendali :(asma sedang) Kromoglikat/nedokromil hirupan

6-8 minggu (-) (+)

v

Page 18: lapsusASMA BRONKHIAL

respons

Asma persisten Obat pengendali : ganti dengan steroid inhalasi(asma berat) dosis rendah. Obat pereda: beta agonis teruskan

6-8 minggu (-) (+)respons

Asma sangat berat Pertimbangkan penambahan salah satu obat: Beta agonis kerja panjang Beta agonis lepas terkendali Teofilin lepas lambat

6-8 minggu (-) (+)respons

Naikkan dosis steroid inhalasi

6-8 minggu (-) (+)respons

Tambahkan steroid oral

Penatalaksanaan Asma

Klinik UGD

Nilai derajat serangan1

Tatalaksana awal- nebulisasi beta agonis 3x, selang 20 menit2

- nebulisasi ketiga + antikolenergik- jika serangan berat, nebulisasi 1x (+ antikolinergik)

Serangan ringan Serangan sedang Serangan berat(nebulisasi 1x, respons (nebulisasi 2-3x, respons (nebulisasi 1x langsungbaik,gejala hilang) parsial) dgn agonis&antikolenergik)

v

Page 19: lapsusASMA BRONKHIAL

- observasi 1-2 jam - berikan oksigen3 - berikan oksigen- jika efek bertahan, - nilai kembali derajat - nilai kembali derajat boleh pulang serangan, jika sesuai serangan, jika sesuai- jika gejala timbul lagi dengan serangan sedang dengan serangan berat perlakukan sebagai observasi di ruang masukan keruang rawat serangan sedang rawat sehari inap

- pasang jalur parenteral - pasang jalur parenteral

Boleh pulang Ruang rawat sehari Ruang rawat inap- bekali obat beta agonis - oksigen teruskan - oksigen teruskan (inhalasi/oral) - berikan steroid oral - atasi dehidrasi dan asidosis- jika sudah ada obat - nebulisasi tiap 2 jam jika ada pengendali, teruskan - bila dalam 8-12 jam - steroid iv tiap 6-8 jam jika infeksi virus sebagai perbaikan klinis stabil, - nebulisasi tiap 1-2 jam pencetus dapat diberi boleh pulang - aminofilin iv awal lanjutkan steroid oral - jika dalam 12 jam klinis rumatan- dalam 24-48 jam kon- tetap belum membaik, - jika membaik dalam 4-6x troll ke klinik rawat alih rawat ke ruang nebulisasi, interval jadi jalan utk reevaluasi rawat inap 4-6 jam

- jika dalam 24 jam perbaikan klinis stabil, boleh pulang- jika dengan steroid dan aminofilin parenteral tidak membaik, bahkan timbul ancaman henti nafas, alih ke ruang rawat intensif

Catatan1. Jika menurut penilaian serangannya berat, nebulisasi cukup 1 kali langsung

dengan beta agonis + antikolinergik.2. Jika tidak ada nebulizer dapat digunakan adrenalin 1:1000 subkutan 0,01

ml/kgBB/x, maksimal 0,3 ml/x.3. Untuk serangan sedang dan terutama berat, O2 diberikan sejak awal, termasuk

saat nebulisasi.

PROGNOSIS

Prognosis jangka panjang asma anak pada umumnya baik. Sebagian besar asma

anak hilang atau berkurang dengan bertambahnya umur. Sekitar 50% asma episodik jarang

v

Page 20: lapsusASMA BRONKHIAL

sudah menghilang pada umur 10 - 14 tahun dan hanya 15% yang menjadi asma kronik pada

umur 21 tahun. 20% asma episodik sering sudah tidak timbul pada masa akil-baliq, 60%

tetap sebagai asma episodik sering dan sisanya sebagai asma episodik jarang. Hanya 5%

dari asma kronik/persisten yang dapat menghilang pada umur 21 tahun, 20% menjadi asma

episodik sering, hampir 60% tetap sebagai asma kronik/persisten dan sisanya menjadi asma

episodik jarang.8

PENCEGAHAN

Penanggulangan asma pada anak sekarang yang lebih penting bukan mengatasi

serangan, tetapi terutama ditujukan untuk mencegah serangan asma. Pencegahan serangan

asma terdiri dari: 8

2. Penghindaran faktor-faktor pencetus

3. Obat-obat dan terapi imunologik

Penggunaan obat-obatan atau tindakan untuk mencegah dan meredakan atau

mengurangi reaksi-reaksi yang akan atau sudah timbul oleh pencetus tadi.

v

Page 21: lapsusASMA BRONKHIAL

DAFTAR PUSTAKA

1. Dahlan Zul. Penegakan Diagnosis dan Terapi Asma dengan Metode Obyektif. Dalam : Cermin Dunia kedokteran No. 128. Bag/SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Rumah Sakit Hasan Sadikin. Bandung : 2000;13-17

2. Sundaru Heru. Asma Bronkial. Dalam : Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit

FKUI. Jakarta : 1998; 21-32

3. Robert M. Kliegman, Ann M. Arvin. Asma. Dalam : Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol. 1 Ed. 15. EGC. Jakarta : 1999; 775-790

v

Page 22: lapsusASMA BRONKHIAL

4. Yunus Faisal. Manfaat Kortikosteroid pada Asma Bronkial. Dalam : Cermin Dunia Kedokteran No. 121. Bagian Pulmonologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia SMF Paru RSUP Persahabatan. Jakarta : 1998;10-15

5. Rahajoe Noenoeng, dkk. Pedoman Nasional Asma Anak. UKK Pulmonologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta : 2004;1-51

6. Morris Michael J. Asthma. (on line) (http:///www.eMedicine.com/med/topic177.htm diakses 09 Juni 2005)

7. Anonimous. Asthma. (on line) (http://www.fbhc.org/patients/modules/asthma.com )

8. Abdoerarachman, M.H dkk. Pulmonologi. Dalam : Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid 3. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1997; 1203-1228

9. Mansjoer, A dkk. Ilmu Kesehatan Anak. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Edisi III. Media Aesculapius FKUI. Jakarta:2000; 461-464

10. Setiawati Landia dkk. Inhalasi Steroid pada Penatalaksanaan Asma Anak 2005. (online) (http://www.pediatrics.com diakses 22 Juni 2005)

11. Anonimous. Childhood Asthma Overview. (on line) (http://www/.lungusa.org/ diakses 22 Juni 2005)

12. Harris Gary.Penyakit Paru-paru. Dalam: Paduan Klinik Ilmu Penyakit Dalam. EGC, Jakarta: 1998; 126-131

13. Alsagaff Hood. Alergi/Imonulogi. Dalam : Ilmu Penyakit Paru. Balai Pustaka FKUNAIR. Surabaya: 1989;1-11

14. Tim Penyusun IONI. Informatorium Obat Nasional Indonesia. Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta: 2000

15. Hardjasaputra Purwanto dkk. DOI Data Obat di Indonesia Edisi 10. Grafidian Medipress. Jakarta:2002

v

Page 23: lapsusASMA BRONKHIAL

v