my case asma bronkhial

31
PENDAHULUAN Asma bronkial adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting dan merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia. Meskipun penyakit ini bukan merupakan penyebab kematian yang utama tetapi penyakit ini mempunyai dampak sosial yang cukup besar terhadap produktifitas kerja dan kehilangan angka sekolah yang tinggi serta angka kejadiannya meningkat terus dari waktu ke waktu. Asma bronkial dapat terjadi pada segala usia dengan menifestasi yang sangat bervariasi dan berbeda-beda antara satu individu dengan individu lainnya. 1 Prevalensi asma bronkial pada anak-anak bervariasi antara 0-30%, sedangkan pada dewasa secara umum berdasarkan beberapa survei sekitar 6% pada beberapa negara yang berbeda. Di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1992, asma, bronkhitis kronis dan emfisiema merupakan penyebab kematian ke-4 di Indonesia atau sebesar 5.6%. Pada tahun 1995, prevalensi asma bronkial diseluruh Indonesia sebesar 13 dari 1000 penderita. 1 Asma bronkial adalah satu diantara beberapa penyakit yang tidak bisa disembuhkan secara total. Kesembuhan dari 1

Upload: intan-n-pratiwi

Post on 11-Jul-2016

36 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: My Case Asma Bronkhial

PENDAHULUAN

Asma bronkial adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting dan

merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh

dunia. Meskipun penyakit ini bukan merupakan penyebab kematian yang utama tetapi

penyakit ini mempunyai dampak sosial yang cukup besar terhadap produktifitas kerja

dan kehilangan angka sekolah yang tinggi serta angka kejadiannya meningkat terus

dari waktu ke waktu. Asma bronkial dapat terjadi pada segala usia dengan menifestasi

yang sangat bervariasi dan berbeda-beda antara satu individu dengan individu

lainnya. 1

Prevalensi asma bronkial pada anak-anak bervariasi antara 0-30%, sedangkan

pada dewasa secara umum berdasarkan beberapa survei sekitar 6% pada beberapa

negara yang berbeda. Di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga

(SKRT) tahun 1992, asma, bronkhitis kronis dan emfisiema merupakan penyebab

kematian ke-4 di Indonesia atau sebesar 5.6%. Pada tahun 1995, prevalensi asma

bronkial diseluruh Indonesia sebesar 13 dari 1000 penderita. 1

Asma bronkial adalah satu diantara beberapa penyakit yang tidak bisa

disembuhkan secara total. Kesembuhan dari satu serangan asma tidak menjamin

dalam waktu dekat akan terbebas dari ancaman serangan berikutnya. Apalagi bila

karena pekerjaan dan lingkungannya serta faktor ekonomi, penderita harus selalu

berhadapan dengan faktor alergen yang menjadi penyebab serangan. Biaya

pengobatan simptomatik pada waktu serangan mungkin bisa diatasi oleh penderita

atau keluarganya, tetapi pengobatan profilaksis yang memerlukan waktu lebih lama,

sering menjadi problem tersendiri. 1

1

Page 2: My Case Asma Bronkhial

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. R

Jenis Kelamin : Laki-laki Nama RS : Ibnu Sina

Umur : 42 tahun

Agama : Islam

Pekerjaan : Karyawan Swasta

Alamat : Daya

Tgl. MRS : 30 Januari 2011

Dokter jaga : dr. J

ANAMNESIS (Auto anamnesis)

KU : Sesak

AT : Sesak dialami sejak 20 menit yang lalu sebelum masuk rumah sakit, tidak

terus-menerus, tidak dipengaruhi aktivitas, dipengaruhi oleh cuaca terutama

saat cuaca dingin, dipicu oleh paparan debu dan tepung, dada rasa seperti

tertekan. Sesak terjadi karena pasien tidak menggunakan obat isap pada saat

terjadi serangan. Pasien sering mengalami serangan hampir tiap hari. Batuk

(+) sejak 2 hari yang lalu, lendir (+) warna putih, darah (-)

Demam (+) sejak satu hari yang lalu, riwayat demam (-), menggigil (-),

berkeringat malam (-). Sakit kepala (+) rasa seperti tertekan.

Mual (-), muntah (-), Nyeri ulu hati (-).

Nyeri menelan (-), nafsu makan baik.

BAB : baik. BAK : lancar.

RPS : Riwayat asma (+) sejak 1999, berobat dengan “Dextamin” dan obat isap.

Riwayat alergi (+) debu dan tepung.

Riwayat asma pada keluarga (+) yaitu nenek.

2

Page 3: My Case Asma Bronkhial

Riwayat merokok (-)

Riwayat DM (-)

Riwayat Hipertensi (-)

PEMERIKSAAN FISIS

Status Generalis : Sakit Sedang/ Gizi Baik/ Compos Mentis

BB = 60 kg

TB = 165 cm

IMT = 22,05

Status Vitalis : T = 130/90 mmHg N = 98x/menit

P = 32 x/menit (abdominal) S = 38oC (axilla)

Kepala : Konjungtiva = Anemis (-/-), Skelera = Ikterus (-/-),

Bibir = Sianosis (-).

Leher : Massa tumor (-), Nyeri tekan (-), Deviasi trakea (-), Pembesaran

kelenjar (-), DVS = R-2 cm H2O.

Thorax : I = Simetris (kiri=kanan),

P= Massa tumor (-), Nyeri tekan (-), Vocal Fremitus (kiri =

kanan).

P = Sonor, batas paru-hepar ICS V dextra anterior

A = Bunyi pernafasan : Bronkial

Bunyi tambahan : Wheezing (+/+), Ronchi (-/-)

Jantung : I = Ictus Cordis tidak tampak

P = Ictus cordis tidak teraba

P = Pekak Relatif,

Batas kanan atas ICS II linea sternalis lateralis dexter,

Batas kanan bawah ICS V linea parastenalis dexter,

Batas kiri atas ICS II linea parasternalis sinister,

Batas kiri bawah ICS V linea mediocalvicularis sinister.

A : BJ I/II murni regular

3

Page 4: My Case Asma Bronkhial

Abdomen : I = Datar, ikut gerak nafas.

A = Peristaltik (+) kesan normal

P = Massa tumor (-), Nyeri tekan (-), Hepar (ttb), Lien (ttb)

P = Tympani

Ekstremitas : Edema -/-, Deformitas -/-, Fraktur -/-

RESUME

Seorang laki-laki berumur 42 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan utama

dispneu sejak 20 menit sebelum masuk rumah sakit, tidak terus-menerus, tidak

dipengaruhi aktifitas, dipengaruhi oleh cuaca, dipicu oleh paparan debu dan tepung,

dada rasa seperti tertekan. Dispneu semakin memberat karena pasien tidak

menggunakan obat isap pada saat terjadi serangan. Pasien sering mengalami serangan

hampir tiap hari. Batuk (+) sejak 2 hari yang lalu, lendir (+) warna putih,. Febris (+)

sejak satu hari yang lalu, Cephalgia (+) rasa seperti tertekan. nafsu makan baik. BAB

baik, BAK lancar.

Pasien didiagnosis oleh dokter menderita asma sejak 1999, berobat dengan

“Dextamin” dan obat isap, riwayat alergi (+) debu dan tepung, riwayat asma pada

keluarga (+) yaitu nenek.

Pada pemeriksaan fisis didapatkan status generalis, sakit sedang, gizi baik,

dan compos mentis. Status vitalis didapatkan TD: 130/90 mmHg, P: 32 x/menit tipe

abdominal, suhu axilla 38 oC. Pada pemeriksaan fisis Kepala : dalam batas normal,

Leher : dalam batas normal, Thorax Bunyi pernafasan bronchial, bunyi tambahan

didapatkan wheezing (+/+) disemua lapangan paru, Jantung dalam batas normal,

Abdomen dalam batas normal, Ekstremitas dalam batas normal.

Dari anamnesa dan pemeriksaan fisis yang dilakukan, maka pasien diatas

dapat disimbulkan menderita Asma bronkial.

4

Page 5: My Case Asma Bronkhial

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Spirometri

Pemeriksaan Apusan Darah

Darah Rutin + LED

Uji Kulit

Foto Thoraks

Analisis Gas Darah

DIAGNOSIS

Asma Bronkial

DIAGNOSIS BANDING

Bronkhitis Kronik

Emfisema Paru

PENATALAKSANAAN/TERAPI

Posisi setengah duduk

Oksigen (Kanul) 5 L per Menit

Infus RL 28 tetes/menit

Nebulaizer (Pentolin)/8 jam

Dexamethason inj. 1 amp/8 jam/IV

PROGNOSIS

Bonam

5

Page 6: My Case Asma Bronkhial

DISKUSI

Asma bronkial adalah penyakit inflamasi kronis yang mengenai saluran nafas,

yang menyebabkan hiperresponsitivitas dari saluran nafas. Asma umumnya timbul

akibat pengaruh dari faktor-faktor penyebab terjadinya asma, terutama atopi dan non

atopi selain itu juga di pengaruhi oleh jenis kelamin, umur, faktor lingkungan dan

faktor keturunan dan faktor lingkungan.

Berdasarkan etiologinya asam bronkial di bagi menjadi tiga, yaitu: asma

ekstrinsik, asma intrinsik, asma gabungan.

Asma bronkial secara umum merupakan reaksi hipersensitivitas dari tubuh

yang melibatkan IgE. IgE ini berikatan dengan antigen yang kemudian akan

mengaktifkan sel mast sehingga terjadi pelepasan mediator-mediator seperti histamin,

bradikinin, dan zat-zat lainnya yang menyebabkan kontraksi otot polos, peningkatan

permeabilitas vaskuler dan vasodilatasi, produksi mukus yang berlebihan dan lama

kelamaan akan menyebabkan kerusakan jaringan, yang memberikan gejala klinis

berupa sesak nafas, batuk, rasa berat di dada, dan terlihat penggunaan otot-otot bantu

nafas serta yang paling khas adalah mengi (wheezing) yang ditemukan pada penderita

asma pada saat auskultasi. Wheezing timbul akibat adanya turbulensi udara dalam

bronkus yang berusaha dikeluarkan pada saat ekspirasi sehingga menimbulkan bunyi.

Kemudian pada pemeriksaan penunjang akan didapatkan eosinofil pada

sputum penderita yang juga merupakan ciri khas pada penderita asma bronkial.

Berdasarkan derajat serangan asma dibagi dalam empat derajat: asma

intermitten, asma persisten ringan, asma persisten sedang, asma persisten berat.

Penanganan yang diberikan pada penderita asma bronkial adalah yang

pertama yaitu pemberian oksigen kemudian diikuti dengan bronkodilator untuk

merelaksasi bronkus agar pertukaran udara kembali normal, pemberian obat anti

inflamasi untuk menguraksi reaksi radang yang terjadi.

6

Page 7: My Case Asma Bronkhial

TINJAUAN PUSTAKA

a. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernafasan

Gambar 1 : Anatomi Sistem Pernapasan 2

Anatomi

Organ-organ yang termasuk dalam saluran pernapasan terdiri atas: 2

a. Hidung (Cavitas nasi)

Suatu rongga berbentuk piramid dan terbagi menjadi dua bagian yang

simetris. Pada dinding lateral terdapat tiga pasang tonjolan, yaitu Concha

nasalis superior, Concha nasalis media, dan Concha nasalis inferior yang

berfungsi melembabkan udara yang masuk dan menyesuaikan dengan

suhu tubuh, diantara ketiga Concha nasalis terdapat Meatus nasi superior,

inferior dan media, yang merupakan muara dari Sinus paranasalis dan

Ductus nasolacrimalis. Di dalamnya juga terdapat bulu-bulu hidung yang

berfungsi menyaring udara. 2

7

Page 8: My Case Asma Bronkhial

b. Faring (Pharynx)

Faring terbagi menjadi:

Nasopharynx berhubungan dengan Cavum nasi,

Oropharynx berhubungan dengan Cavum oris,

Laryngopharynx berhubungan dengan Larynx. 2

c. Laring (Larynx)

Pada sistem pernapasan laring berfungsi untuk mencegah benda asing baik

padat maupun cair masuk ke dalam trakhea dan menghasilkan suara oleh

Plica vocalis. Laring dibentuk oleh enam kartilago, tiga yang berpasangan

dan tiga yang tidak berpasangan. 2

d. Trakhea

Trakhea adalah suatu pipa yang dibentuk oleh kartilago yang berbentuk

huruf U membuka ke dorsal dan ditutupi oleh jaringan ikat. Panjangnya

kira-kira 11 cm dan diameternya ± 2,5 cm. 2

e. Bronkus (Bronchus)

Terbagi atas dua, yaitu bronkus kiri dan kanan. Masing-masing memiliki

bronkus primer yang bercabang menjadi bronkus sekunder, yang

kemudian bercabang lagi menjadi bronkus tersier. 2

f. Paru-paru (Pulmo)

Paru-paru adalah organ yang elastis berbentuk seperti kerucut dan berisi

udara, terletak dalam rongga toraks. Paru kanan memiliki tiga lobus dan

paru kiri memiliki dua lobus. Setiap paru memiliki sebuah apeks yang

mencapai bagian atas iga pertama dan berbatasan dengan Arteri subclavia,

basis pulmo terletak di atas diafragma, sebuah permukaan (facies)

mediastinalis (medial) yang terpisah dari paru lain oleh mediastinum, dan

permukaan kostal berbatasan dengan kosta. 2

Permukaan mediastinal memiliki hilus (akar), tempat masuk dan

keluarnya pembuluh darah Bronkus pulmonalis, dan bronkhiolus dari

paru. Paru-paru memiliki pembungkus yang disebut pleura. Pleura terbagi

8

Page 9: My Case Asma Bronkhial

dua, yaitu Pleura parietalis yang melekat pada dinding thoraks dan Pleura

visceralis yang melekat di paru-paru. 2

Fisiologi

Proses fisiologi pernafasan yaitu proses masuknya O2 dari udara ke dalam

jaringan-jaringan dan CO2 yang di keluarkan melalui udara ekspirasi, proses

tersebut terbagi dalam 3 stadium: 3

a. Ventilasi

Ventilasi adalah proses pergerakan udara masuk-keluar paru secara

berkala kedalam alveolus. Ventilasi secara mekanis dilakukan dengan

mengubah secara berselang-seling arah gradien tekanan untuk aliran udara

antara atmosfer dan alveolus melalui ekspansi dan penciutan berkala paru.

Kontraksi dan relaksasi otot-otot inspirasi (terutama diafragma) yang

berganti-ganti, secara tidak langsung menimbulkan inflasi dan deflasi

periodik paru dengan secara berkala mengembang-ngempiskan rongga

thoraks, dengan paru secara resesif mengikuti gerakannya. Karena

kontraksi otot inspirasi memerlukan energi, maka inspirasi merupakan

proses aktif dan ekspirasi merupakan proses pasif. 3

b. Difusi

Difusi merupakan tahap pertukaran O2 di alveolus dan CO2 di kapiler

paru. Gas O2 yang berasal dari udara yang kita hirup dari atmosfer yang

masuk ke saluran napas karena adanya perbedaan tekanan dan CO2 yang

berasal dari kapiler paru yang dibawa oleh darah. Gas CO2 ini diperoleh

dari sisa-sisa metabolisme dari sel-sel yang ada ditubuh kita. Jadi, gas O2

dari paru-paru (alveolus) akan bertukar dengan gas CO2 dari jaringan

dimana O2 akan dibawa ke jantung kembali untuk diedarkan ke seluruh

tubuh dan CO2 akan dibawa keluar tubuh melalui paru-paru. 3

c. Transportasi

Proses ini adalah proses penyebaran O2 dari paru yang dibawa oleh darah

(eritrosit/Hb) ke jantung. Transportasi dilakukan dengan mengikuti proses

9

Page 10: My Case Asma Bronkhial

sirkulasi sistemik/besar. O2 ini akan diberikan ke sel-sel yang memerlukan

untuk menghasilkan ATP (energi) dalam melanjutkan kehidupannya

dalam tubuh. 3

b. Defenisi Asma Bronkial

Asma bronkial adalah penyakit inflamasi kronik pada saluran nafas. Inflamasi

kronik ini menyebabkan hiperresponsivitas saluran nafas yang ditandai oleh episode

berulang berbagai gejala dan tanda seperti bising mengi, batuk, sesak nafas dan dada

terasa penuh, terutama pada malam atau dini hari. Episode serangan asma biasanya

berhubungan dengan obstruksi aliran udara pernafasan yang bervariasi derajatnya dan

umumnya reversibel, baik secara spontan maupun dengan pengobatan. 4

Obstruksi saluran nafas ini dapat terjadi secara bertahap, perlahan-lahan dan

bahkan menetap tetapi dapat pula terjadi mendadak, sehingga menimbulkan kesulitan

bernafas yang akut. Derajat obstruksi ditentukan oleh diameter lubang saluran nafas,

dipengaruhi oleh edema dinding bronkus, produksi mukus, kontraksi dan hipertropi

otot polos bronkus. 5

c. Prevalensi

Prevalensi asma bronkial dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain jenis

kelamin, umur pasien, status atopi, faktor keturunan serta faktor lingkungan. Pada

masa kanak-kanak ditemukan prevalensi anak laki-laki berbanding anak perempuan

1,5:1, tetapi menjelang dewasa perbandingan tersebut lebih kurang sama dan pada

masa menopause perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Umumnya prevalensi

anak lebih tinggi dari dewasa, tetapi ada pula yang melaporkan prevalensi dewasa

lebih tinggi dari anak. Angka ini juga berbeda-beda antara satu kota dengan kota yang

lain di negara yang sama, di Indonesia prevalensi asma berkisar antara 5-7 %. 5

Asma bronkial merupakan penyakit yang sangat dikenal di masyarakat.

Prevalensi asma dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain jenis kelamin, umur

pasien, status atopi, faktor keturunan. 4 – 5% populasi di AS ditemukan menderita

10

Page 11: My Case Asma Bronkhial

asma. Lebih dari 10 % anak – anak ditemukan asma. Data dari Centers for Disease

Control and Prevention menunjukkan 10 – 11 juta orang mendapat serangan akut

pada tahun 1998, 13,9 juta patient rawat jalan, 2 juta pasien dengan kondisi gawat,

dan 423 ribu pasien rawat inap, dengan total biaya $ 6 milyar. 6

d. Etiologi

Sampai saat ini etiologi dari asma bronkial belum diketahui. Berbagai teori

sudah diajukan, akan tetapi yang paling disepakati adalah adanya gangguan

parasimpatis (hiperaktivitas saraf kolinergik), gangguan simpatis (blok pada reseptor

beta adrenergik dan hiperaktifitas reseptor alfa adrenergik). 7

Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3

tipe, yaitu : 7

1. Ekstrinsik (alergik)

Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan sifat imunologik peka

terhadap alergen keadaan ini disebut atopi. Alergen yang telah lama kita kenal

antara lain debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotik dan

aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya

suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-

faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi

serangan asma ekstrinsik. 7

2. Intrinsik (non alergik)

Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap

pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau

bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi dan

kegiatan jasmani. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan

dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik

dan emfisema. 7

3. Asma gabungan

11

Page 12: My Case Asma Bronkhial

Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik

dari bentuk alergik dan non-alergik. 7

e. Patogenesis

Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkus yang

menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas

bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma,

adalah reaksi hipersensitivitas tipe 1 yaitu : seorang yang alergi terhadap zat alergen

tertentu akan mengaktifkan sel Th2 yang merangsang sel B berkembang menjadi sel

plasma yang memproduksi IgE. Molekul IgE yang dilepas diikat oleh FceR1 pada sel

mast dan basofil. Pajanan kedua dengan alergen menimbulkan ikatan silang antara

antigen dan IgE yang diikat sel mast, yang memacu pengelepasan mediator

farmakologis aktif amin vasoaktif dari sel mast dan basofil. Mediator-mediator

tersebut menimbulkan kontraksi otot polos, meningkatkan permeabilitas vaskular dan

vasodilatasi, kerusakan jaringan dan anafilaksis. Sejumlah antibodi IgE abnormal

dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan

antigen spesifikasinya. Pada asma, antibodi ini terutama melekat pada sel mast yang

terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan

bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibodi IgE orang tersebut

meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan

menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin,

zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik

eosinofilik dan bradikinin. 7,8

Pencetus serangan

(Allergen, emosi/stress, obat-obatan, infeksi)

Reaksi antigen-antibodi

12

Page 13: My Case Asma Bronkhial

Pelepasan mediator

(histamin, bradikinin, anafilaktoxin)

Kontraksi otot polos Permeabilitas kapiler Sekresi Mukus

Bronkospasme Kontraksi otot polos Produksi mukus

Edema mukosa

Hipersekresi

Obstruksi saluran nafas

Hipoventilasi

Distribusi ventilasi tak merata dengan sirkulasi paru

Gangguan difusi di alveoli

Hipoxemia

Hiperkapnia

Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan edema lokal

pada dinding bronkhioulus kecil maupun merangsang sekresi mukus yang kental

dalam lumen bronkhioulus juga disertai spasme otot polos bronkhiolus sehingga

menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat. 7

Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada

selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama ekspirasi paksa

menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka

sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan

obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat

melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi.

Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru

13

Page 14: My Case Asma Bronkhial

menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan

udara ekspirasi dari paru. 5,7

14

Page 15: My Case Asma Bronkhial

Gambar 2 : Patogenesis Asma 7

f. Gambaran Klinis

Gambaran klinis asma bronkial adalah sesak nafas, serangan episodik batuk,

dan mengi, disertai rasa gelisah. Pada awal serangan sering gejala tidak jelas seperti

rasa berat di dada, dan pada asma alergik kadang disertai pilek atau bersin. Meskipun

pada mulanya batuk tanpa disertai sekret, tetapi pada perkembangan selanjutnya

pasien akan mengeluarkan sekret baik yang mukoid, putih kadang-kadang purulen. 5

Pada serangan asma yang lebih berat, gejala-gejala yang timbul makin

banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hiperinflasi dada,

takikardi dan pernafasan cepat dangkal. 5

Klasifikasi Derajat Beratnya Serangan Asma : 5

Ringan Sedang Berat

Aktivitas Dapat berjalanDapat Berbaring

Jalan terbatasLebih suka duduk

Sukar berjalanDuduk membungkuk ke depan

Bicara Beberapa kalimat Kalimat terbatas Kata demi kataKesadaran Mungkin

tergangguBiasanya terganggu

Biasanya terganggu

Frekuensi napas Meningkat Meningkat Sering >30 x/menitRelaksasi otot – otot bantu napas

Umumnya tidak ada

Kadang kala ada Ada

Mengi Lemah sampai sedang

Keras Keras

Frekuensi nadi <100 100 – 120 >120Pulsus paradoksus Tidak ada (< 10

mmHg)Mungkin ada (10 – 25 mmHg)

Sering ada (> 25 mmHg)

15

Page 16: My Case Asma Bronkhial

APE sesudah bronkodilator (% prediksi)

>80 % 60 – 80% <60%

Pa CO2 < 45 mmHg < 45 mmHg < 45 mmHgSaO2 >95% 91 – 95% <90%

g. Diagnosis

Diagnosis asma bronkial didasarkan pada riwayat penyakit, pemeriksaan fisis,

dan pemeriksaan penunjang. Pada riwayat penyakit akan dijumpai keluhan batuk,

sesak, mengi, atau rasa berat di dada. Tetapi kadang-kadang pasien hanya mengeluh

batuk-batuk saja yang umumnya timbul pada malam hari atau sewaktu kegiatan

jasmani. 5,6,7

Yang perlu diketahui adalah faktor-faktor pencetus serangan. Dengan

mengetahui faktor pencetus, kemudian menghindarinya maka diharapkan gejala asma

dapat dicegah. 5,7

Gejala asma sangat bervariasi dari suatu individu ke individu lain, dan bahkan

bervariasi pada individu sendiri misalnya gejala pada malam hari lebih sering muncul

dibandingkan siang hari. 5,7

h. Pemeriksaan Fisis

Pemeriksaan fisis pada penderita asma, keadaan umum penderita tampak

sesak nafas dan gelisah dimana penderita lebih nyaman dalam posisi duduk,

pernafasan cepat dengan ekspirasi memanjang sampai sianosis. 5

Pada dinding toraks akan terlihat lebih mengembang dengan diafragma

terdorong kebawah, dan pada auskultasi akan terdengar bunyi wheezing (mengi).

Penderita juga menggunakan otot-otot bantu pernafasan untuk memaksimalkan

proses ekspirasi akibat tidak terjadinya pertukaran gas secara normal. 5,7

i. Pemeriksaan Penunjang

a. Spirometri

16

Page 17: My Case Asma Bronkhial

Pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum dan sesudah pemberian

bronkodilator hirup (inhaler atau nebulizer) golongan beta adrenergik.

Peningkatan VEP1 sebanyak ≥ 12% atau (≥ 200mL) menunjukkan diagnosis

asma bronkial. Pemeriksaan spirometri selain untuk menegakkan diagnosis,

juga penting untuk menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan.5

b. Uji provokasi bronkus

Hal ini bertujuan untuk membuktikan adanya hiperaktivitas dari bronkus,

antara lain dengan histamin, metakolin, kegiatan jasmani dan udara dingin.5

c. Pemeriksaan sputum dan eosinofil total.

Pemeriksaan sputum pada penderita yang dicurigai menderita asma sangat

karakteristik dengan ditemukannya banyak eosinofil.5

d. Uji kulit

Tujuan uji kulit adalah untuk menunjukkan adanya antibodi IgE spesifik

dalam tubuh.5

e. Pemeriksaan kadar IgE total dan IgE spesifik dalam sputum.

Kegunaan pemeriksaan IgE total hanya untuk menyokong adanya atopi.

Pemeriksaan IgE spesifik lebih bermakna dilakukan bila uji kulit tidak dapat

dilakukan atau hasilnya kurang dapat dipercaya.5

f. Foto dada

Foto dada dilakukan untuk menyingkirkan penyebab lain obstruksi saluran

nafas dan adanya kecurigaan proses patologis di paru atau komplikasi asma

seperti bronkhitis dan atelektasis.5

g. Analisis gas darah

Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada asma berat. 5

j. Diagnosis Banding 5,7,8

a. Bronkhitis Kronik

b. Emfisema Paru

17

Page 18: My Case Asma Bronkhial

k. Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan asma bronkial adalah agar penderita dapat hidup normal,

bebas dari serangan asma serta memiliki faal paru senormal mungkin, mengurangi

reaktifasi saluran napas, sehingga menurunkan angka perawatan dan angka kematian

akibat asma. 5

Berdasarkan pathogenesis terjadinya asma, pengobatan asma dapat ditinjau

dari berbagai pendekatan, antara lain: 5,9

1. Mencegah ikatan allergen-IgE

a. Menghindari allergen

b. Hiposensitisasi, dengan menyuntikkan dosis kecil allergen yang

dosisnya makin ditingkatkan.

2. Mencegah pelepasan mediator

Dengan menggunakan natrium kromolin dapat mencegah spasme bronkus

yang dicetuskan allergen, yang mekanisme kerjanya mencegah pelepasan

mediator dari mastosit, selain itu dapat juga digunakan obat golongan beta

2 maupun teofilin.

3. Melebarkan saluran nafas dengan bronkodilator

a. Simpatomimetik;

1. Agonis beta 2 (salbutamol, terbutalin, fenoterol, prokaterol)

pemberian inhaler atau nebulizer.

2. Epinerfrin diberikan subkutan

b. Aminofilin dipakai waktu serangan asma akut.

c. Kortikosteroid sistemik.

d. Antikolinergik (ipatropium bromida) dipakai sebagai suplemen

bronkodilator agonis beta 2 pada serangan asma.

4. Mengurangi respons dengan jalan merendam inflamasi pada saluran nafas.

Meredam inflamasi dengan menggunakan natrium kromolin atau secara

lebih paten dengan kortikosteroid baik secara oral, parenteral, atau inhalasi

seperti pada asma bronkial akut atau kronik.

18

Page 19: My Case Asma Bronkhial

Obat Anti Asma.

Pada dasarnya obat anti asma dipakai untuk mencegah dan mengendalikan

gejala asma, fungsi pengobatan anti-asma antara lain: 5,9

a. Pencegah (Controller), yaitu obat-obat yang dipakai setiap hari, dengan tujuan

agar gejala asma persisten tetap terkendali. Termasuk golongan ini yaitu obat-

obat anti inflamasi dan bronkodilator kerja panjang. Golongan obat pencegah

(controller) antara lain: 5,9

1. Kortikosteroid hirup, kortikosteroid sistemik, natrium kromolin, natrium

nedokromil, teofilin.

2. Agonis beta 2 kerja panjang hirup dan oral (salmaterol dan formoterol),

obat-obat anti alergi, anti leukotrin dan anti IgE.

b. Penghilang gejala (reliever), yaitu obat-obat yang dapat merelaksasi

bronkokonstriksi dan gejala-gejala akut yang menyertainya dengan segera.

Termasuk dalam golongan ini yaitu agonis beta 2 hirup kerja pendek

(fenoterol, salbutamol, terbutalin, prokaterol), kortikosteroid sistemik,

antikolinergik hirup, teofilin kerja pendek, agonis beta 2 oral kerja pendek. 5,9

Pengobatan asma berdasarkan berat ringannya gejala, dibagi dalam empat

derajat:

Derajat asma Gambaran Klinis Fungsi Paru Pengobatan

Intermitten Gejala intermitten < 1x

perminggu,

Serangan singkat,

Gejala asma malam < 2

x sebulan,

Diantara serangan bebas

gejala dan fungsi paru

normal.

Nilai APE dan

VEP1 >80%

Variabilitas

<20%.

Inhalasi agonis beta 2,

Kortikosteroid oral

(eksaserbasi).

19

Page 20: My Case Asma Bronkhial

Persisten

ringan

Gejala > 1x seminggu,

tetapi < 1x perhari,

Serangan menggangu

aktivitas dan tidur.

Serangan asma malam >

1x seminggu.

Nilai APE dan

VEP1 >80 %,

Variabilitas 20-

30%.

Bronkodilator jangka pendek

+ obat anti inflamasi.

Persisten

sedang

Gejala setiap hari

Serangan mengganggu

aktivitas dan tidur.

Serangan asma malam >

1x seminggu.

Nilai APE dan

VEP1 antara 60-

80%

Variabilitas 20-

30%

Setiap hari memakai agonis

beta 2 jangka pendek,

Bronkodilator jangka pendek

+ kortikosteroid inhalasi.

Persisten berat Gejala terus-menerus,

Sering mendapat

serangan,

Serangan asma malam

sering,

Aktivitas fisik terbatas.

Nilai APE dan

VEP1 <60%.

Variabilitas

>30%

Setiap hari memakai agonis

beta 2,

Bronkodilator jangka pendek

+ kortikosteroid inhalasi

dosis tinggi,

Bronkodilator jangka

panjang + kortikosterois oral

jangka panjang.

Pengobatan asma akut

Prinsip pengobatan asma akut adalah memelihara saturasi oksigen yang cukup

(Sa O2 ≥ 92%) dengan memberikan oksigen melebarkan saluran nafas dengan

pemberian bronkodilator aerosol (agonis beta 2 dan Ipratropium bromida) dan

mengurangi inflamasi serta mencegah kekambuhan dengan memberikan

kortikosteroid sistemik. 5

a. Pemberian oksigen 1-3 liter/ menit, diusahakan sampai Sa O2 ≥ 92%, sehingga

bila penderita telah mencapai Sa O2 ≥ 92% sebenarnya tidak lagi membutuhkan

inhalasi oksigen.

20

Page 21: My Case Asma Bronkhial

b. Bronkodilator khususnya agonis beta 2 (kerja pendek) secara inhaler atau

nebulizer 2-4 kali setiap 20 menit.

c. Kortikosteroid sistemik (prednisolon) diberikan bila respons terhadap agonis beta

2 hirup tidak memuaskan dosis antara 0,5-1 mg/KgBB secara IM.

21