laporan kasus anak ( asma bronkhial) (1)

59
BAB I LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN Nama : An. NWA Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 7 Tahun Alamat : Susukan Giritirto Purwosari Anak Ke : 1 dari 2 Bersaudara Ruang perawatan : Anggreak ANAMNESIS Anamnesis didapatkan dari auto dan alloanamnesis. Alloanamnesis dilakukan terhadap ibu pasien pada tanggal 2 Maret 2014 pukul 20.00. Keluhan Utama Sesak napas sejak 2 hari sebelum masuk Rumah Sakit (SMRS) Keluhan Tambahan Batuk berdahak Riwayat Penyakit Sekarang : Seorang anak perempuan dibawa orangtuanya ke RS dengan keluhan sesak napas sejak 2hari SMRS. Sesak disertai dengan suara mengi dan diperberat dengan aktifitas fisik seperti habis berlari. Ibu OS mengakui bahwa sesak dialami sering pada malam dan pagi hari. Keluhan sesak ini baru dialami anak dan sesak tidak disertai dengan bibir dan tangan berwarna biru.

Upload: liina-lo-ne-ly-ii

Post on 20-Jan-2016

197 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

asma brochial

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN KASUS Anak ( Asma Bronkhial) (1)

BAB I

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : An. NWA

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 7 Tahun

Alamat : Susukan Giritirto Purwosari

Anak Ke : 1 dari 2 Bersaudara

Ruang perawatan : Anggreak

ANAMNESIS

Anamnesis didapatkan dari auto dan alloanamnesis. Alloanamnesis dilakukan terhadap ibu pasien pada tanggal 2 Maret 2014 pukul 20.00.

Keluhan Utama

Sesak napas sejak 2 hari sebelum masuk Rumah Sakit (SMRS)

Keluhan Tambahan

Batuk berdahak

Riwayat Penyakit Sekarang :

Seorang anak perempuan dibawa orangtuanya ke RS dengan keluhan sesak napas sejak

2hari SMRS. Sesak disertai dengan suara mengi dan diperberat dengan aktifitas fisik seperti

habis berlari. Ibu OS mengakui bahwa sesak dialami sering pada malam dan pagi hari.

Keluhan sesak ini baru dialami anak dan sesak tidak disertai dengan bibir dan tangan

berwarna biru.

Selain itu ibu mengeluhkan anaknya batuk, berdahak berwarna putih kental, tidak

bercampur darah, dan sulit untuk dikeluarkan, sehingga saat tidur anak tidak terlihat nyenyak.

Batuk ini muncul tiba-tiba , setelah aktivitas/berlari, batuk dirasakan lebih sering pada malam

hari, hingga menyebabkan nyeri seperti kram.ibu pasien mengaku setiap udara dingin

terutama pada pagi hari sering bersin dan pilek. Keluhana demam, mual dan muntah

disangkal oleh ibu pasien, BAK dan BAB tidak ada keluhan.

Page 2: LAPORAN KASUS Anak ( Asma Bronkhial) (1)

Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)

TB paru (-)

Asma (-)

Dermatitis atopik (-)

Rhinitis (+-)

Konjungtivitis (-)

Riwayat Pengobatan

Belum pernah dirawat inap di RS sebelumnya

Belum pernah pengobatan jangka panjang

Riwayat Penyakit Keluarga

Ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa pada kakek pasien

Riwayat Kehamilan

Pemeliharaan Prenatal

• Periksa di : Praktek bidan

• Penyakit kehamilan : -

• Obat-obatan yang sering diminum : Vitamin

Riwayat Kelahiran

Lahir di : Rumah sakit bersalin

Di tolong oleh : Bidan

Berapa bulan dalam kandungan : 9 bulan

Jenis partus : Spontan

Pemeliharaan postnatal

• Periksa di : Bidan

• Keluarga berencana : Ya

Riwayat Alergi

2

Page 3: LAPORAN KASUS Anak ( Asma Bronkhial) (1)

Alergi obat (-), alergi cuaca (-), alergi seafood (-), alergi coklat, kacang, susu sapi (-),

alegi debu (+), alergi bulu (-)

Riwayat Psikososial

Ayah perokok (+)

Rumah jendela (-)

Kamar banyak boneka (-)

Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

Berat badan lahir : 2800 gram

Panjang badan lahir : Ibu lupa

Miring : Ibu lupa

Tengkurap : Ibu lupa

Tersenyum : Ibu lupa

Duduk : Ibu lupa

Gigi keluar : Ibu lupa

Merangkak : Ibu lupa

Berdiri : 1 tahun

Berjalan : 1 tahun

Berbicara dua suku kata : 1,5 tahun

Masuk TK : 5,5 tahun

Masuk SD : 6,5 tahun

Riwayat Makan Minum Anak

ASI : 0 hari

Dihentikan ASI : 1,5 tahun

Susu sapi/buatan : Iya

Jenis susu buatan : -

Tim saring : 6 bulan

Makanan padat dan lauknya : Ibu lupa

Riwayat Imunisasi

Imunisasi Usia Saat Imunisasi

3

Page 4: LAPORAN KASUS Anak ( Asma Bronkhial) (1)

I II III IV

BCG 1 bulan //////// /////// ///////

Polio 1 bulan 2 bulan 3 bulan 4 bulan

Campak 9 bulan ///////// //////// ///////

DPT 2 bulan 3 bulan 4 bulan ///////

Hepatitis B 2 bulan 3 bulan 4 bulan ///////

Kesan : Pasien imunisasi lengkap

PEMERIKSAAN FISIK

Dilakukan pada tanggal : 2 maret 2014 (pukul 20.00 wib)

Keadaan Umum

Kesan sakit : Sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Status Gizi : Gizi kurang

Tanda Vital

Nadi : 104 x/menit (reguler, isi cukup, kuat angkat)

Frekuensi Napas : 56 x/menit

Suhu aksiler : 36,4 ⁰C

Antropometri

Berat badan : 16 kg

Panjang Badan : 130 cm

Rumus Behrman

BB ideal : (Umur dalam tahun x 7) - 5 : 2 = 29

Status gizi : BB sekarang/BB ideal x 100% = 14/29 x 100% = 48,2%

Status Generalis

KEPALA

Bentuk : Normocephal

Rambut : Hitam dan tidak rontok

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), skelra ikterik (-/-)

Hidung : Konka hiperemis (-/-), keluar sekret (-/-), nafas cuping hidung (+/+)

Telinga : Keluar sekret (-/-)

Mulut : Pharynk hiperemis (-), bibir anemis (-/-), bibir sianosis (+/+)

Leher

4

Page 5: LAPORAN KASUS Anak ( Asma Bronkhial) (1)

Kelenjar tiroid : Pembesaran (-)

Kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

THORAX

Pulmo

Inspeksi : Dinding dada simetris, retraksi sela iga (+)

Palpasi : Vocal fremitus kiri dan kanan sama

Perkusi : Sonor dikedua lapang paru, batas paru-hepar ICS 5

Auskultasi : Bunyi napas, wheezing (+/+) , ronkhi (-/-)

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba di linea midsternal sinistra intercostal 5

midclavicularis sinistra

Perkusi : Jantung dalam batas normal

Aukultasi : Bunyi jantung 1&2 murni, tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-)

ABDOMEN

Inspeksi : Dinding perut simetris, distensi (-), massa (-), bekas operasi (-),

Auskultasi : Bising usus (+), 8 x/menit

Palpasi :

Epigastrium : Nyeri tekan (-)

Hati : Tidak teraba pembesaran

Limpa : Tidak teraba pembesaran

Ginjal : Balotement (-), nyeri ketok (-)

Perkusi : Timpani pada keempat kuadran abdomen

Extremitas

Superior : Akral hangat, RCT<2 detik, edema (-), sianosis (-), kekuatan motorik : 5 /

5, sensibilitas : normal, refleks fisiologis : normal, refleks patologis : negatif

Inferior : Akral hangat, RCT<2 detik, edema (-), sianosis (-), kekuatan motorik : 5 / 5,

sensibilitas : normal, refleks fisiologis : normal, refleks patologis : negatif

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hasil Laboratorium Darah

5

Page 6: LAPORAN KASUS Anak ( Asma Bronkhial) (1)

Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan

Hemoglobin 12,8 10.0-15.5 g/dl

Leukosit 12.75 4.00-10.00 10^3/uL

Eritrosit 4.71 4.00-5.00 10^6/uL

Trombosit 358 150-46.0 10^3/uL

Hematokrit 37.3 36.0-46.0 Vol%

HITUNG JENIS

Eosinofil 0 2-4 %

Basofil 0 0-1 %

Batang 1 2-5 %

Segmen 90 51-67 %

Limfosit 7 20-35 %

Monosit 2 4-8 %

Hasil Rontgen Toraks:

Kesan : Cor dan pulmo dalam batas normal

DIAGNOSIS KERJA

1. Asma Bronkial

2. Rhinofarimgitis akut

TERAPI

IVFD D5 5 tpm

Nebulizer ventolin1 amp / 8 jam

Drip D 5% + aminophyllin 192 mg/24jam- 8cc

Injeksi Ampicilin 3x500 mg (IV)

Injeksi metilprednisolon 3x16 mg (IV)

PROGNOSIS : Bonam

LEMBAR FOLLOW-UP

Tanggal Perjalanan Penyakit Pengobatan

6

Page 7: LAPORAN KASUS Anak ( Asma Bronkhial) (1)

2-3-2014

BB: 16 kg

S

O

Sesak (+), demam (-), batuk ngikil (+). Pilek (-), mual (-), muntah(-), nafsu makan baik, BAK dan BAB tidak ada keluhan

CM, T:36.4°C, Nadi 100x/menit, RR56x/menit.Mata : CA (-/-),SI(-/-),Mulut : Sianosis (-/-), lidah kotor (-/-)Hidung: Nafas cuping hidung (+/+), secret (-/-)Leher: Pembesaran limfonodi (-) Thorak: retraksi dada (+/+), Vesikuler(+), Ronki (-), wheezing (+/+), Abdomen: peristaltic (+), timpani (+) nyeri tekan epigastrik (-)Ekstermitas : akral hangat (+) nadi kuat(+) sianosis (+)

IVFD D5 5 tpm

Nebulizer ventolin1amp/8

jam

Drip aminophyllin 192mg

dalam D5%/24jam - 8cc

Inj. Ampicilin 3x500mg

inj. metilprednisolon 3x16mg

3-4-2014

BB: 16kg

S

O

Sesak (+), demam (-), batuk ngikil (+). Pilek (-), mual (-), muntah(-), nafsu makan baik, BAK dan BAB tidak ada keluhan

CM, T: 36.4°C, Nadi 100x/menit, RR 56x/menit,Mata : CA (-/-),SI(-/-),Mulut : Sianosis (-/-), lidah kotor (-/-)Hidung: Nafas cuping hidung (+/+), secret (-/-)Leher: Pembesaran limfonodi (-) Thorak: retraksi dada (+/+), Vesikuler(+), Ronki (-), wheezing (+/+), Abdomen: peristaltic (+), timpani (+) nyeri tekan epigastrik (-)Ekstermitas : akral hangat (+) nadi kuat(+) sianosis (+)

Terapi lanjut

4-4-2014

BB : 16

kg

S

O

Sesak (-), demam (-), batuk ngikil (+). Pilek (-), mual (-), muntah(-), nafsu makan baik, BAK dan BAB tidak ada keluhan

CM, T: 36.8°C, Nadi 104x/menit, RR 24x/menit,Mata : CA (-/-),SI(-/-),Mulut : Sianosis (-/-), lidah kotor (-/-)Hidung: Nafas cuping hidung (-/-), secret (-/-)Leher: Pembesaran limfonodi (-) Thorak: retraksi dada (-/-), Vesikuler(+), Ronki (-), wheezing (-/-), Abdomen: peristaltic (+), timpani (+) nyeri tekan epigastrik (-)Ekstermitas : akral hangat (+) nadi kuat(+) sianosis (+)

IVFD D5 5 tpm

Nebulizer ventolin1 amp / 8

jam

Drip aminophyllin 96mg

dalam D5% /24jam- 4cc

Inj. Ampicilin 3x500 mg

Inj. metilprednisolon 3x16mg

5-04-2014

BB : 16

S Sesak (-), demam (-), batuk ngikil (+) membaik. Pilek (-), mual (-), muntah(-), nafsu makan baik. Bak dan bab tidak ada keluhan.

Terapi lanjut

7

Page 8: LAPORAN KASUS Anak ( Asma Bronkhial) (1)

kgO CM, T: 36.6°C, Nadi 96x/menit, RR 28x/menit,

Mata : CA (-/-),SI(-/-),Mulut : Sianosis (-/-), lidah kotor (-/-)Hidung: Nafas cuping hidung (+/+), secret (-/-)Leher: Pembesaran limfonodi (-) Thorak: retraksi dada (+/+), Vesikuler(+), Ronki (-), wheezing (+/+), Abdomen: peristaltic (+), timpani (+) nyeri tekan epigastrik (-)Ekstermitas : akral hangat (+) nadi kuat(+) sianosis (+)

6-04-2014 S

O

Sesak (-), demam (-), batuk ngikil (-). Pilek (-), mual (-), muntah(-), nafsu makan baik, BAK dan BAB tidak ada keluhan.

CM, T: 36.7°C, Nadi 88x/menit, RR 24x/menit,Mata : CA (-/-),SI(-/-),Mulut : Sianosis (-/-), lidah kotor (-/-)Hidung: Nafas cuping hidung (+/+), secret (-/-)Leher: Pembesaran limfonodi (-) Thorak: retraksi dada (+/+), Vesikuler(+), Ronki (-), wheezing (+/+), Abdomen: peristaltic (+), timpani (+) nyeri tekan epigastrik (-)Ekstermitas : akral hangat (+) nadi kuat(+) sianosis (+)

Terapi lanjut

8

Page 9: LAPORAN KASUS Anak ( Asma Bronkhial) (1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan

elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperresponsif jalan napas yang

menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan

batuk-batuk terutama pada malam hari atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan

obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau

tanpa pengobatan (Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia, 2004). Asma adalah

suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran napas yang menyebabkan

hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai dengan gejala episodik

berulang berupa mengi, batuk, sesak napas dan rasa berat di dada terutama pada malam dan

atau dini hari yang umumnya bersifat reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan

(Keputusan menteri kesehatan republik indonesia nomor 1023/menkes/sk/xi/2008).

Asma adalah inflamasi kronis saluran nafas yg berhubungan dengan hiperreaktivitas

jalan nafas terhadap berbagai rangsangan menyebabkan episode mengi berulang, sesak nafas,

rasa dada tertekan, dan batuk, khususnya pada malam atau dini hari yg berhubungan dengan

penyempitan jalan napas yang luas yg sebagian bersifat reversible (Global Initiative for

Asthma (GINA), 2005).

Secara khas, sebagian besar serangan berlangsung singkat selama beberapa menit hingga

beberapa jam setelah itu, pasien tampak mengalami kesembuhan klinik yang total. Namun

demikian, ada suatu fase ketika pasien mengalami obstruksi jalan napas dengan derajat

tertentu setiap harinya. Fase ini dapat ringan dengan atau tanpa disertai episode yang berat

atau yang lebih serius lagi, dengan obstruksi hebat yang berlangsung selama berhari-hari atau

berminggu-minggu. Keadaan semacam ini dikenal sebagai status asmatikus. Pada beberapa

keadaan yang jarang ditemui, serangan asma yang akut dapat berakhir dengan kematian.

.

ETIOLOGI

Dari sudut etiologik, asma merupakan penyakit heterogenosa. Klasifikasi asma dibuat

berdasarkan rangsangan utama yang membangkitkan atau rangsangan yang berkaitan dengan

9

Page 10: LAPORAN KASUS Anak ( Asma Bronkhial) (1)

episode akut. Berdasarkan stimuli yang menyebabkan asma, dua kategori timbal balik dapat

dipisahkan :

1. Asma ekstrinsik imunologik

Ditemukan kurang dari 10% dari semua kasus. Biasanya terlihat pada anak-anak,

umumnya tidak berat dan lebih mudah ditangani daripada bentuk intrinsik. Kebanyakan

penderita adalah atopik dan mempunyai riwayat keluarga yang jelas dari semua bentuk

alergi dan mungkin asma bronkial. Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh

faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, dan spora

jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik

terhadap alergi.

2. Asma intrinsik imunologik

Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak

spesifik atau tidak diketahui, seperti aspirin dan obat-obat sejenisnya, latihan jasmani,

emosi, cuaca/ udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran

pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan

berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema.

Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan. Dapat terjadi pada segala usia dan ada

kecenderungan untuk lebih sering kambuh dan berat. Lebih sering berkembang ke status

asmatikus.

Banyak penderita mempunyai kedua bentuk asma diatas. Penting untuk ditekankan

bahwa perbedaan ini sering hanya merupakan perkiraan saja dan jawaban terhadap

subklasifikasi yang diberikan biasanya dapat dibangkitkan oleh lebih dari satu jenis

rangsangan. Dengan mengingat hal ini, dapat diperoleh dua kelompok besar, yaitu alergi dan

idiosinkrasi.

Asma alergik seringkali disertai dengan riwayat pribadi dan atau keluarga mengenai

penyakit alergi, seperti rinitis, urtikaria dan ekzema. Reaksi kulit wheal and flare yang positif

terhadap penyuntikan intradermal ekstrak antigen yang terbawa udara, peningkatan kadar IgE

dalam serum dan respons positif terhadap tes provokasi yang meliputi inhalasi antigen

spesifik

Idiosinkrasi disebut sebagai bagian dari populasi pasien asma yang akan memperlihatkan

riwayat alergi pribadi atau keluarga negative, uji kulit negatif, dan kadar IgE serum normal.

10

Page 11: LAPORAN KASUS Anak ( Asma Bronkhial) (1)

Oleh sebab itu tidak dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme imunologik yang sudah

jelas. Banyak pasien kelompok ini akan menderita kompleks gejala yang khusus berdasarkan

gangguan saluran napas bagian atas. Gejala awal mungkin hanya berupa gejala flu biasa,

tetapi setelah beberapa hari pasien mulai mengalami mengi paroksismal dan dispnea yang

dapat berlangsung selama berhari-hari samapai berbulan-bulan.

FAKTOR RISIKO

Secara umum faktor risiko asma dibedakan menjadi 2 kelompok faktor genetik dan

faktor lingkungan.

1. Faktor genetik

Hipereaktivitas

Atopi/alergi bronkus

Faktor yang memodifikasi penyakit genetik

Jenis kelamin

Ras/etnik

2. Faktor lingkungan

Alergen di dalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing, alternaria/jamur dll)

Alergen diluar ruangan (alternaria, tepung sari)

Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang, makanan laut,

susu sapi, telur)

Obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID, β bloker dll)

Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray, dan lain-lain)

Ekpresi emosi berlebih

Asap rokok dari perokok aktif dan pasif

Polusi udara di luar dan di dalam ruangan

Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika melakukan

aktifitas tertentu

Perubahan cuaca

Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu dan faktor

lingkungan. Interaksi faktor genetik atau pejamu dengan lingkungan dipikirkan melalui

kemungkinan :

11

Page 12: LAPORAN KASUS Anak ( Asma Bronkhial) (1)

Pajanan lingkungan hanya meningkatkan risiko asma pada individu dengan genetik

asma

Baik faktor lingkungan maupun faktor pejamu atau genetik masing-masing

meningkatkan risiko asma

Disini faktor pejamu termasuk predisposisi yang mempengaruhi untuk berkembangnya

asma, yaitu genetik asma, alergik (atopik), hiperreaktivitas bronkus, jenis kelamin dan ras.

Fenotip yang berkaitan dengan asma dikaitkan dengan ukuran subjektif (gejala) dan objektif

(hiperreaktivitas bronkus, kadar IgE serum) dan atau keduanya.

Faktor lingkungan mempengaruhi individu dengan kecenderungan atau predisposisi

asma untuk berkembang menjadi asma, menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan atau

menyebabkan gejala-gejala asma menetap. Termasuk dalam faktor lingkungan yaitu allergen,

sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi pernapasan (virus), diet, status

ekonomi dan besarnya keluarga. Alergen dan sensitisasi bahan lingkungan kerja

dipertimbangkan sebagai penyebab utama asma dengan pengertian faktor lingkungan tersebut

pada awalnya mensensitisasi jalan napas dan mempertahankan kondisi asma tetap aktif

dengan mencetuskan serangan asma atau menyebabkan menetapnya gejala.

EPIDEMIOLOGI

Penyakit asma merupakan kelainan yang sangat sering ditemukan dan diperkirakan 4–

5% populasi penduduk di Amerika Serikat terjangkit oleh penyakit ini. Asma bronkial terjadi

pada segala usia tetapi terutama dijumpai pada usia dini. Sekitar separuh kasus timbul

sebelum usia 10 tahun dan sepertiga kasus lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun. Pada usia

kanak-kanak terdapat predisposisi laki-laki : perempuan = 2 : 1 yang kemudian menjadi sama

pada usia 30 tahun.

Asma merupakan 10 besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal itu

tergambar dari data studi Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di berbagai propinsi di

Indonesia. SKRT 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke 5 dari 10 penyebab

kesakitan bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma,

bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian ke 4 di Indonesia atau sebesar

5,6%. Tahun 1995, prevalensi asma di Indonesia sekitar 13 per 1.000 penduduk,

12

Page 13: LAPORAN KASUS Anak ( Asma Bronkhial) (1)

dibandingkan bronkitis kronik 11 per 1.000 penduduk dan obstruksi paru 2 per 1.000

penduduk.

Woolcock dan Konthen pada tahun 1990 di Bali mendapatkan prevalensi asma pada anak

dengan hiperreaktivitas bronkus 2,4% dan hiperreaktivitas bronkus serta gangguan faal paru

adalah 0,7%. Studi pada anak usia SLTP di Semarang dengan menggunakan kuisioner

International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC), didapatkan hasil dari

402 kuisioner yang kembali dengan rata-rata umur 13,8 ± 0,8 tahun didapatkan prevalensi

asma (gejala asma 12 bulan terakhir/recent asthma), 6,2% dari 64% diantaranya mempunyai

gejala klasik. Bagian anak FKUI-RSCM melakukan studi prevalensi asma pada anak usia

SLTP di Jakarta pusat pada 1995–1996 dengan mengunakan kuisioner modifikasi dari ATS,

ISAAC dan Robertson, serta melakukan uji provokasi bronkus secara acak. Seluruhnya 1.296

siswa dengan usia 11 tahun 5 bulan – 18 tahun 4 bulan, didapatkan 14,7% dengan riwayat

asma dan 5,8% dengan recent asthma. Tahun 2001, Yunus dkk melakukan studi prevalensi

asma pada siswa SLTP se Jakarta Timur, sebanyak 2.234 anak usia 13–14 tahun melalui

kuisioner ISAAC, pemeriksaan spirometri dan uji provokasi bronkus pada sebagian subjek

yang dipilih secara acak. Dari studi tersebut didapatkan prevalensi asma (recent asthma)

8,9% dan prevalensi kumulatif (riwayat asma) 11,5%.

Tahun 1993 UPF Paru RSUD dr. Sutomo Surabaya melakukan penelitian di lingkungan

37 puskesmas di Jawa Timur dengan menggunakan kuisioner modifikasi ATS, yaitu proyek

pneumobile Indonesia dan Respiratory Sympton questioner of Institute of Respiratory

Medicine, New South Wales dan pemeriksaan arus puncak ekspirasi (APE) menggunakan alat

peak flow meter dan uji bronkodilator. Seluruhnya 6662 responden usia 13 – 70 tahun (rata-

rata 35,6 tahun) mendapatkan prevalensi asma sebesar 7,7 % dengan rincian laki-laki 9,2 %

dan perempuan 6,6 %.

Di Indonesia prevalensi asma pada anak sekitar 10 % pada usia sekolah dasar, dan

sekitar 6,5 % pada usia sekolah menengah pertama.

KLASIFIKASI

Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan pola keterbatasan

aliran udara. Klasifikasi berdasarkan berat penyakit penting bagi pengobatan dan

perencanaan penatalaksanaan jangka panjang, semakin berat asma semakin tinggi tingkat

pengobatan.

13

Page 14: LAPORAN KASUS Anak ( Asma Bronkhial) (1)

Tabel 1. Klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis

Derajat

asma

Gejala Gejala

malam

Faal paru

Intermitten Bulanan

Gejala < 1x/minggu

Tanpa gejala diluar serangan

Serangan singkat

≤ 2x/bulan APE ≥ 80%

VEP1 ≥ 80% nilai

prediksi APE ≥ 80%

nilai terbaik

Variabilitas APE <

20%

Persisten

ringan

Mingguan

Gejala > 1x/minggu tetapi <

1x/hari

Serangan dpt mengganggu

aktivitas dan tidur

> 2x/bulan APE > 80%

VEP1 ≥ 80% nilai

prediksi APE ≥ 80%

nilai terbaik

Variabilitas APE 20-

30%

Persisten

sedang

Harian

Gejala setiap hari

Serangan mengganggu

aktivitas dan tidur

membutuhkan bronkodilator

setiap hari

>

1x/minggu

APE 60-80%

VEP1 60-80% nilai

prediksi APE 60-80%

nilai terbaik

Variabilitas APE >

30%

Persisten

berat

Kontinua

Gejala terus menerus

Sering kambuh

Aktivitas fisik terbatas

Sering APE ≤ 60%

VEp1 ≤ 60% nilai

prediksi ≤ 60% nilai

terbaik

Variabilitas APE >

30%

Pada umumnya penderita sudah dalam pengobatan, dan pengobatan yang telah

berlangsung seringkali tidak adekuat. Pengobatan akan mengubah gambaran klinis bahkan

faal paru, oleh karena itu penilaian berat asma pada penderita dalam pengobatan juga harus

mempertimbangkan pengobatan itu sendiri.

14

Page 15: LAPORAN KASUS Anak ( Asma Bronkhial) (1)

Tabel 2. klasifikasi derajat berat asma pada penderita dalam pengobatan dan Tahapan

pengobatan yang digunakan saat penilaian

Gejala dan faal paru dalam pengobatan Tahap I

intermiten

Tahap 2

persisten

sedang

Tahap 3

persisten

sedang

Tahap I : intermitten

Gejala < 1x/minggu

Serangan singkat

Gejala malam < 2x/bulan

Faal paru normal di luar serangan

Intermiten Persisten

ringan

Persisten

sedang

Tahap II : persisten ringan

Gejala > 1x/minggu, tetapi < 1x/hari,

gejala malam > 2x/bulan, tetapi <

1x/minggu

Faal paru normal diluar serangan

Persisten

ringan

Persisten

sedang

Persisten

berat

Tahap III : persisten sedang

Gejala setiap hari, serangan

mempengaruhi aktivitas dan tidur

Gejala malam > 1x/minggu

60% < VEP1 < 80% nilai prediksi

60% < APE < 80% nilai terbaik

Persisten

sedang

Persisten

berat

Persisten

berat

Tahap IV : persisten berat

Gejala terus menerus, serangan sering,

gejala malam sering

VEP1 ≤ 60% nilai prediksi atau

APE ≤ 60% nilai terbaik

Persisten

berat

Persisten

berat

Persisten

berat

PATOFISIOLOGI

Tanda patofisiologik asma adalah penurunan diameter jalan napas yang disebabkan oleh

kontraksi otot polos, kongesti pembuluh darah, edema dinding bronkus dan sekret kental

yang lengket. Hasil akhir adalah peningkatan resistensi jalan napas, penurunan ekspirasi

paksa (forced expiratory volume) dan kecepatan aliran udara, hiperinflasi paru dan toraks,

15

Page 16: LAPORAN KASUS Anak ( Asma Bronkhial) (1)

peningkatan kerja bernapas, perubahan fungsi otot-otot pernapasan, perubahan rekoil elastik

(elastic recoil), penyebaran abnormal aliran darah ventilasi dan pulmonal dengan rasio yang

tidak sesuai dan perubahan gas darah arteri. Pada dasarnya asma diperkirakan sebagai

penyakit saluran napas, sesungguhnya semua aspek fungsi paru mengalami kerusakan selama

serangan akut. Pada pasien yang sangat simtomatik seringkali ditemukan hipertrofi ventrikel

kanan dan hipertensi paru pada elektrokardiografi. Seorang pasien yang dirawat, kapasitas

vital paksa (forced vital capasity) cenderung kurang dari atau sama dengan 50% dari nilai

normal. Volume ekspirasi 1 detik rata-rata 30% atau kurang dari yang diperkirakan,

sementara rata-rata aliran mid ekspiratori maksimum dan minimum berkurang sampai 20%

atau kurang dari yang diharapkan. Untuk mengimbangi perubahan mekanik, udara yang

terperangkap (air trapping) ditemukan dalam jumlah besar.

PATOLOGI ANATOMI

Gambaran makroskopik yang penting dari asma yang lanjut adalah : (1) Mukus

penyumbat dalam bronki, (2) Inflamasi paru yang berlebihan, tetapi bukan emfisema yang

nyata, dan (3) Kadang-kadang terdapat daerah bronkiektasis terutama dalam kasus yang

berhubungan dengan aspergilosis. Jalan udara seringkali tersumbat oleh mukus, yang terdiri

dari sel yang mengalami deskuamasi. Musin sering mengandung komponen seroprotein yang

timbul dari reaksi peradangan hebat dalam submukosa. Dinding bronki tampak lebih tebal

dari biasa. Apabila eksudat supuratif terdapat dalam lumen, maka superinfeksi dan bronkitis

harus diwaspadai.

Secara mikroskopik terdapat hiperplasia dari kelenjar mucus, bertambah tebalnya otot

polos bronkus dan hipertofi serta hiperplasia dari sel goblet mukosa. Daerah-daerah yang

tidak mengandung epitel respirasi sering ditemukan, ditambah dengan edema subepitel.

Pertambahan jumlah limfosit peradangan yang agak banyak, terutama eosinofil terdapat pada

mukosa yang edema. Sumbatan di dalam jalan napas mengandung : (1) Gulungan sel epitel

yang lepas dan sekret protein yang membentuk spiral Curschmann, (2) Eosinofil yang padat

dengan kristal Charcot-Leyden, (3) kristal Charcot-Leyden bebas yang dilepaskan oleh

eosinofil, dan (4) Debris seluler. Superinfeksi bakteri dapat membentuk perubahan anatomi

kearah bronkitis.

PATOGENESIS

16

Page 17: LAPORAN KASUS Anak ( Asma Bronkhial) (1)

Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Berbagai sel inflamasi berperan,

terutama sel mast, eosinofil, limfosit T, makrofag, neutrofil, sel epitel.

1. Inflamasi akut

Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain virus,

iritan, alergen yang dapat menginduksi respons inflamasi akut.

Reaksi asma tipe cepat dan spasmogenik

Jika ada pencetus terjadi peningkatan tahanan saluran napas yang cepat dalam 10–

15 menit. Alergen akan terikat pada IgE yang menempel pada sel mast dan terjadi

degranulasi sel mast tersebut. Degranulasi tersebut mengeluarkan performed mediator

seperti histamin protease dan newly generated mediator seperti leukotrien,

prostaglandin dan platelet activating factor yang menyebabkan kontraksi otot polos,

sekresi mukus dan vasodilatasi. Reaksi tersebut dapat hilang segera, baik secara

spontan maupun dengan bronkodilator seperti simpatomimetik. Perubahan ini dapat

dicegah dengan pemberian kromoglikat atau antagonis H1 dan H2 sebelumnya.

Keadaan ini tidak dipengaruhi oleh pemberian kortikosteroid beberapa saat

sebelumnya. Tetapi pemberian kortikosteroid untuk beberapa hari sebelumnya dapat

mencegah reaksi ini.

Reaksi fase lambat dan lama

Reaksi ini timbul antara 6–9 jam setelah provokasi alergen dan melibatkan

pengerahan serta aktivasi eosinofil, sel CD4+, netrofil dan makrofag. Patogenesis

reaksi yang tergantung pada IgE, biasanya berhubungan dengan pengumpulan netrofil

4–8 jam setelah rangsangan. Reaksi lamabat ini mungkin juga berhubungan dengan

reaktivasi sel mast. Leukotrien, prostaglandin dan tromboksan mungkin juga

mempunyai peranan pada reaksi lambat karena mediator ini menyebabkan kontraksi

otot polos bronkus yang lama dan edema submukosa. Reaksi lambat dapat dihambat

oleh pemberian kromiglikat, kortikosteroid, dan ketotifen sebelumnya.

2. Inflamasi kronik

Asma yang berlanjut yang tidak dobati atau kurang terkontrol berhubungan dengan

inflamasi di dalam dan disekitar bronkus. Berbagai sel terlibat dan teraktivasi, seperti

limfosit T, eosinofil, makrofag, sel mast, sel epitel, fibroblas dan otot polos bronkus. Pada

otopsi ditemukan infiltrasi bronkus oleh eosinofil dan sel mononuklear. Sering ditemukan

sumbatan bronkus oleh mukus yang lengket dan kental. Sumbatan bronkus oleh mukus

17

Page 18: LAPORAN KASUS Anak ( Asma Bronkhial) (1)

ini bahkan dapat terlihat sampai alveoli. Infiltrasi eosinofil dan sel-sel mononuklear

terjadi akibat factor kemotaktik dari sel mast seperti ECF-A dan LTB4. Mediator PAF

yang dihasilkan oleh sel mast, basofil dan makrofag yang dapat menyebabkan hipertrofi

otot polos dan kerusakan mukosa bronkus serta menyebabkan bronkokonstriksi yang

lebih kuat. Kortikosteroid biasanya memberikan hasil yang baik. Diduga, ketotifen dapat

juga mencegah fase ketiga ini.

Airway remodeling

Pada asma terdapat saling ketergantungan antara proses inflamasi dan remodeling.

Infiltrasi sel-sel inflamasi terlibat dalam proses remodeling, juga komponen lainnya

seperti matriks ekstraselular, membran retikular basal, matriks interstitial, fibrogenic

growth factor, protease dan inhibitornya, pembuluh darah, otot polos, kelenjar mukus.

Perubahan struktur yang terjadi :

1. Hipertrofi dan hiperplasia otot polos jalan napas.

2. Hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus

3. Penebalan membran retikular basal

4. Pembuluh darah meningkat

5. Matriks ekstraselular fungsinya meningkat

6. Perubahan struktur parenkim

7. Peningkatan fibrogenic growth factor menjadikan fibrosis

Airway remodeling merupakan fenomena sekunder dari inflamasi atau merupakan

akibat inflamasi yang terus menerus. Konsekuensi klinis airway remodeling adalah

peningkatan gejala dan tanda asma seperti hiperreaktivitas jalan napas, masalah

distenbilitas/regangan jalan napas dan obstruksi jalan napas. Sehingga pemahaman

airway remodeling bermanfaat dalam manajemen asma terutama pencegahan dan

pengobatan dari proses tersebut.

GAMBARAN KLINIK

18

Page 19: LAPORAN KASUS Anak ( Asma Bronkhial) (1)

Gambaran klinis asma klasik adalah serangan episodik batuk, mengi, dan sesak napas.

Pada awal serangan sering gejala tidak jelas seperti rasa berat di dada, dan pada asma alergik

mungkin disertai pilek atau bersin. Meskipun pada mulanya batuk tanpa disertai sekret, tetapi

pada perkembangan selanjutnya pasien akan mengeluarkan sekret baik yang mukoid, putih

kadang-kadang purulen. Ada sebagian kecil pasien asma yang gejalanya hanya batuk tanpa

disertai mengi, dikenal dengan istilah cough variant ashtma. Bila hal yang terkahir ini

dicurigai, perlu dilakukan pemeriksaan spirometri sebelum dan sesudah bronkodilator atau uji

provokasi bronkus dengan metakolin.

Pada asma alergik, sering hubungan antara pemajanan alergen dengan gejala asma tidak

jelas. Terlebih lagi pasien asma alergik juga memberikan gejala terhadap faktor pencetus

non-alergik seperti asap rokok, asap yang merangsang, infeksi saluran napas ataupun

perubahan cuaca.

Lain halnya dengan asma akibat pekerjaan. Gejala biasanya memburuk pada awal

minggu dan membaik menjelang akhir minggu. Pada pasien yang gejalanya tetap memburuk

sepanjang minggu, gejalanya mungkin akan membaik bila pasien dijauhkan dari lingkungan

kerjanya, seperti sewaktu cuti misalnya. Pemantauan dengan alat peak flow meter atau uji

provokasi dengan bahan tersangka yang ada di lingkungan kerja mungkin diperlukan untuk

menegakkan diagnosis.

DIAGNOSIS

Studi epidemiologi menunjukkan bahwa asma tidak terdiagnosis di seluruh dunia,

disebabkan berbagai hal antara lain gambaran klinis yang tidak khas dan beratnya penyakit

yang sangat bervariasi, serta gejala yang bersifat episodik sehingga penderita tidak merasa

perlu berobat ke dokter. Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala

berupa batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabilitas yang berkaitan dengan

cuaca. Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah dengan

pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru terutama reversibiltas kelainan faal paru akan

lebih meningkatkan nilai diagnostik.

Riwayat penyakit atau gejala :

19

Page 20: LAPORAN KASUS Anak ( Asma Bronkhial) (1)

1. Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan.

2. Gejala berupa batuk berdahak, sesak napas, rasa berat di dada.

3. Gejala timbul/memburuk terutama malam/dini hari.

4. Diawali oleh factor pencetus yang bersifat individu.

5. Responsif terhadap pemberian bronkodilator.

Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit

1. Riwayat keluarga (atopi).

2. Riwayat alergi/atopi.

3. Penyakit lain yang memberatkan.

4. Perkembangan penyakit dan pengobatan.

Serangan batuk dan mengi yang berulang lebih nyata pada malam hari atau bila ada

beban fisik sangat karakteristik untuk asma. Walaupun demikian cukup banyak asma anak

dengan batuk kronik berulang, terutama terjadi pada malam hari ketika hendak tidur, disertai

sesak, tetapi tidak jelas mengi dan sering didiagnosis bronkitis kronik. Pada anak yang

demikian, yang sudah dapat dilakukan uji faal paru (provokasi bronkus) sebagian besar akan

terbukti adanya sifat-sifat asma.

Batuk malam yang menetap dan yang tidak tidak berhasil diobati dengan obat batuk

biasa dan kemudian cepat menghilang setelah mendapat bronkodilator, sangat mungkin

merupakan bentuk asma.

Pemeriksaan fisik

o Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pada asma ringan dan sedang tidak

ditemukan kelainan fisik di luar serangan.

o Pada inspeksi terlihat pernapasan cepat dan sukar, disertai batuk-batuk paroksismal,

kadang-kadang terdengar suara mengi, ekspirasi memanjang, terlihat retraksi daerah

supraklavikular, suprasternal, epigastrium dan sela iga. Pada asma kronik bentuk

toraks emfisematous, bongkok ke depan, sela iga melebar, diameter anteroposterior

toraks bertambah.

o Pada perkusi terdengar hipersonor seluruh toraks, terutama bagian bawah posterior.

Daerah pekak jantung dan hati mengecil.

o Pada auskultasi bunyi napas kasar/mengeras, pada stadium lanjut suara napas

melemah atau hampir tidak terdengar karena aliran udara sangat lemah. Terdengar

juga ronkhi kering dan ronkhi basah serta suara lender bila sekresi bronkus banyak.

20

Page 21: LAPORAN KASUS Anak ( Asma Bronkhial) (1)

o Pada serangan ringan, mengi hanya terdengar pada waktu ekspirasi paksa. Mengi

dapat tidak terdengar (silent chest) pada serangan yang sangat berat disertai gejala

sianosis, gelisah, sukar bicara, takikardi, hiperinflasi dan penggunaan obat bantu

napas.

o Tinggi dan berat badan perlu diperhatikan dan bila mungkin bila hubungannya dengan

tinggi badan kedua orang tua. Asma sendiri merupakan penyakit yang dapat

menghambat perkembangan anak. Gangguan pertumbuhan biasanya terdapat pada

asma yang sangat berat. Anak perlu diukur tinggi dan berat badannya pada tiap kali

kunjungan, karena akibat pengobatan sering dapat dinilai dari perbaikan

pertumbuhannya.

Uji faal paru

Berguna untuk menilai asma meliputi diagnosis dan penatalaksanaannya. Pengukuran

faal paru digunakan untuk menilai :

1. Derajat obstruksi bronkus

2. Menilai hasil provokasi bronkus

3. Menilai hasil pengobatan dan mengikuti perjalanan penyakit.

Pemeriksaan faal paru yang penting pada asma adalah PEFR, FEV1, PVC,

FEV1/FVC. Sebaiknya tiap anak dengan asma di uji faal parunya pada tiap kunjungan.

“peak flow meter” adalah yang paling sederhana, sedangkan dengan spirometer

memberikan data yang lebih lengkap. Volume kapasitas paksa (FVC), aliran puncak

ekspirasi (PEFR) dan rasio FEV1/FVC berkurang > 15% dari nilai normalnya.

Perpanjangan waktu ekspirasi paksa biasanya ditemukan, walaupun PEFR dan

FEV1/FVC hanya berkurang sedikit. Inflasi yang berlebihan biasanya terlihat secara

klinis, akan digambarkan dengan meningginya isi total paru (TLC), isi kapasitas residu

fungsional dan isi residu. Di luar serangan faal paru tersebut umumnya akan normal

kecuali pada asma yang berat. Uji provokasi bronkus dilakukan bila diagnosis masih

diragukan. Tujuannya untuk menunjukkan adanya hiperreaktivitas bronkus. Uji Provokasi

bronkus dapat dilakukan dengan :

1. Histamin

2. Metakolin

3. Beban lari

4. Udara dingin

21

Page 22: LAPORAN KASUS Anak ( Asma Bronkhial) (1)

5. Uap air

6. Alergen

Yang sering dilakukan adalah cara nomor 1, 2 dan 3. Hiperreaktivitas positif bila

PEFR, FEV1 turun > 15% dari nilai sebelum uji provokasi dan setelah diberi

bronkodilator nilai normal akan tercapai lagi. Bila PEFR dan FEV1 sudah rendah dan

setelah diberi bronkodilator naik > 15% yang berarti hiperreaktivitas bronkus positif dan

uji provokasi tidak perlu dilakukan.

Foto rontgen toraks

Tampak corakan paru yang meningkat. Atelektasis juga sering ditemukan.

Hiperinflasi terdapat pada serangan akut dan pada asma kronik. Rontgen foto sinus

paranasalis perlu juga bila asmanya sulit dikontrol.

Pemeriksaan darah eosinofil dan uji tuberkulin

Pemeriksaan eosinofil dalam darah, sekret hidung dan dahak dapat menunjang

diagnosis asma. Dalam sputum dapat ditemukan kristal Charcot-Leyden dan spiral

Curshman. Bila ada infeksi mungkin akan didapatkan leukositosis polimormonuklear.

Uji kulit alergi dan imunologi

1. Komponen alergi pada asma dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan uji kulit atau

pengukuran IgE spesifik serum.

2. Uji kulit adalah cara utama untuk mendignosis status alergi/atopi, umumnya

dilakukan dengan prick test. Alergen yang digunakan adalah alergen yang banyak

didapat di daerahnya. Walaupun uji kulit merupakan cara yang tepat untuk diagnosis

atopi, dapat juga mendapatkan hasil positif palsu maupun negative palsu. Sehingga

konfirmasi terhadap pajanan alergen yang relevan dan hubungannya dengan gejala

klinik harus selalu dilakukan. Untuk menentukan hal itu, sebenarnya ada pemeriksaan

yang lebih tepat, yaitu uji provokasi bronkus dengan alergen yang bersangkutan.

Reaksi uji kulit alergi dapat ditekan dengan pemberian antihistamin

3. Pemeriksaan IgE spesifik dapat memperkuat diagnosis dan menentukan

penatalaksaannya. Pengukuran IgE spesifik dilakukan pada keadaan uji kulit tidak

dapat dilakukan (antara lain dermatophagoism, dermatitis/kelainan kulit pada lengan

tempat uji kulit dan lain-lain). Pemeriksaan kadar IgE total tidak mempunyai nilai

dalam diagnosis alergi/atopi.

22

Page 23: LAPORAN KASUS Anak ( Asma Bronkhial) (1)

DIAGNOSIS BANDING

Penyakit paru kronik yang berhubungan dengan bronkiektasis dan fibrosis kistik.

Kelainan trakea dan bronkus misalnya laringotrakeomalasia dan stenosis bronkus.

Tuberkulosis paru ditandai dengan batuk berdahak selama kurang lebih 2 minggu disertai

dengan keringat malam, demam dan penurunan BB.

Bronkitis kronik. Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan

sputum 3 bulan dalam setahun untuk sedikitnya 2 tahun. Penyebab batuk kronik seperti

tuberkulosis, bronkitis atau keganasan harus disingkarkan dahulu. Gejala utama batuk

disertai sputum biasanya didapatkan pada pasien berumur > 35 tahun dan perokok berat.

Gejalanya dimulai dengan batuk pagi hari, lama-kelamaan disertai mengi dan

menurunnya kemampuan kegiatan jasmani.pada stadium lanjut dapat ditemukan sianosis

dan tanda-tanda kor pulmonal. Tidak ditemukan eosinofilia, suhu biasanya tinggi dan

tidak herediter.

Asma kardial. Dispnea paroksismal terutama malam hari dan biasanya didapatkan tanda-

tanda kelainan jantung.

PENATALAKSANAAN

Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempetahankan kualitas

hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas

sehari-hari. Tujuan penatalaksanaan tersebut merefleksikan pemahaman bahwa asma adalah

gangguan kronik progresif dalam hal inflamasi kronik jalan napas yang menimbulkan

hiperresponsif dan obstruksi jalan napas yang bersifat episodik. Sehingga penatalaksanaan

asma dilakukan melalui berbagai pendekatan yang dapat dilaksanakan, mempunyai manfaat,

aman dan terjangkau.

Tatalaksana pasien asma adalah manajemen kasus untuk meningkatkan dan

mempertahankan kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam

melakukan aktivitas sehari-hari (asma terkontrol).

Tujuan :

Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma;

Mencegah eksaserbasi akut;

23

Page 24: LAPORAN KASUS Anak ( Asma Bronkhial) (1)

Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin;

Mengupayakan aktivitas normal termasuk exercise;

Menghindari efek samping obat;

Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel;

Mencegah kematian karena asma.

Khusus anak, untuk mempertahankan tumbuh kembang anak sesuai potensi

genetiknya.

Dalam penatalaksanaan asma perlu adanya hubungan yang baik antara dokter dan pasien

sebagai dasar yang kuat dan efektif, hal ini dapat tercipta apabila adanya komunikasi yang

terbuka dan selalu bersedia mendengarkan keluhan atau pernyataan pasien, ini merupakan

kunci keberhasilan pengobatan.

Ada 5 (lima) komponen yang dapat diterapkan dalam penatalaksanaan asma, yaitu:

KIE dan hubungan dokter-pasien

Identifikasi dan menurunkan pajanan terhadap faktor risiko;

Penilaian, pengobatan dan monitor asma;

Penatalaksanaan asma eksaserbasi akut, dan

Keadaan khusus seperti ibu hamil, hipertensi, diabetes melitus, dll

Pada prinsipnya penatalaksanaan asma klasifikasikan menjadi: 1) Penatalaksanaan asma

akut/saat serangan, dan 2) Penatalaksanaan asma jangka panjang.

1. Penatalaksanaan asma akut (saat serangan)

Serangan akut adalah episodik perburukan pada asma yang harus diketahui oleh pasien.

Penatalaksanaan asma sebaiknya dilakukan oleh pasien di rumah dan apabila tidak ada

perbaikan segera ke fasilitas pelayanan kesehatan. Penanganan harus cepat dan disesuaikan

dengan derajat serangan. Penilaian beratnya serangan berdasarkan riwayat serangan

termasuk gejala, pemeriksaan fisik dan sebaiknya pemeriksaan faal paru, untuk selanjutnya

diberikan pengobatan yang tepat dan cepat.

Pada serangan asma obat-obat yang digunakan adalah :

Bronkodilator (β2 agonis kerja cepat dan ipratropium bromida)

24

Page 25: LAPORAN KASUS Anak ( Asma Bronkhial) (1)

Kortikosteroid sistemik

Pada serangan ringan obat yang digunakan hanya β2 agonis kerja cepat yang sebaiknya

diberikan dalam bentuk inhalasi. Bila tidak memungkinkan dapat diberikan secara sistemik.

Pada dewasa dapat diberikan kombinasi dengan teofilin/aminofilin oral. Pada keadaan

tertentu (seperti ada riwayat serangan berat sebelumnya) kortikosteroid oral

(metilprednisolon) dapat diberikan dalam waktu singkat 3- 5 hari. Pada serangan sedang

diberikan β2 agonis kerja cepat dan kortikosteroid oral. Pada dewasa dapat ditambahkan

ipratropium bromida inhalasi, aminofilin IV (bolus atau 14 drip). Pada anak belum diberikan

ipratropium bromida inhalasi maupun aminofilin IV. Bila diperlukan dapat diberikan oksigen

dan pemberian cairan IV Pada serangan berat pasien dirawat dan diberikan oksigen, cairan

IV, β2 agonis kerja cepat ipratropium bromida inhalasi, kortikosteroid IV, dan aminofilin IV

(bolus atau drip). Apabila β2 agonis kerja cepat tidak tersedia dapat digantikan dengan

adrenalin subkutan. Pada serangan asma yang mengancam jiwa langsung dirujuk ke ICU.

Pemberian obat-obat bronkodilator diutamakan dalam bentuk inhalasi menggunakan

nebuliser. Bila tidak ada dapat menggunakan IDT (MDI) dengan alat bantu (spacer).

25

Page 26: LAPORAN KASUS Anak ( Asma Bronkhial) (1)

26

Page 27: LAPORAN KASUS Anak ( Asma Bronkhial) (1)

Serangan asma dan penanggulangannya

o Serangan asma yang ringan biasanya cukup diobati dengan obat bronkodilator oral

atau aerosol, bahkan ada yang demikian ringannya hingga tidak memerlukan

pengobatan.

o Serangan asma yang sedang dan akut perlu pengobatan dengan obat yang kerjanya

cepat, misalnya bronkodilator aerosol atau bronkodilator subkutan seperti adrenalin.

o Pada serangan ringan akut tidak diperlukan kortikosteroid tetapi pada serangan ringan

kronik atau serangan sedang mungkin diperlukan tambahan kortikosteroid dan

bronkodilator. Pada serangan sedang oksigen sudah perlu diberikan 1–2 liter/menit.

27

Page 28: LAPORAN KASUS Anak ( Asma Bronkhial) (1)

o Pada serangan asma yang berat bila gagal dengan bronkdilator aerosol atau subkutan

dan kortikosteroid perlu teofilin intravena, oksigen dan koreksi keseimbangan cairan,

asam-basa dan elektrolit. Bila upaya-upaya tersebut gagal atau diduga akan gagal,

keadaan jiwa anak mungkin terancam, berarti anak tersebut sudah masuk dalam

keadaan status asmatikus.

2. Penatalaksanaan asma jangka panjang

Penatalaksanaan asma jangka panjang bertujuan untuk mengontrol asma dan mencegah

serangan. Pengobatan asma jangka panjang disesuaikan dengan klasifikasi beratnya asma.

Prinsip pengobatan jangka panjang meliputi: 1) Edukasi; 2) Obat asma (pengontrol dan

pelega); dan Menjaga kebugaran.

1. Edukasi

Edukasi yang diberikan mencakup :

Kapan pasien berobat/ mencari pertolongan

− Mengenali gejala serangan asma secara dini

− Mengetahui obat-obat pelega dan pengontrol serta cara dan waktu penggunaannya

− Mengenali dan menghindari faktor pencetus

− Kontrol teratur

Alat edukasi untuk dewasa yang dapat digunakan oleh dokter dan pasien adalah pelangi

asma, sedangkan pada anak digunakan lembaran harian.

28

Page 29: LAPORAN KASUS Anak ( Asma Bronkhial) (1)

2. Obat asma

Obat asma terdiri dari obat pelega dan pengontrol. Obat pelega diberikan pada saat

serangan asma, sedangkan obat pengontrol ditujukan untuk pencegahan serangan asma dan

diberikan dalam jangka panjang dan terus menerus. Untuk mengontrol asma digunakan anti

inflamasi (kortikosteroid inhalasi). Pada anak, kontrol lingkungan mutlak dilakukan sebelum

diberikan kortikosteroid dan dosis diturunkan apabila dua sampai tiga bulan kondisi telah

terkontrol.

Obat asma yang digunakan sebagai pengontrol antara lain :

o Inhalasi kortikosteroid

o β2 agonis kerja panjang

o antileukotrien

o teofilin lepas lambat

Medikasi asma ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan napas,

terdiri dari pengontrol dan pelega.

29

Page 30: LAPORAN KASUS Anak ( Asma Bronkhial) (1)

a. Pengontrol (controller)

Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma, diberikas

setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma

persisten. Pengontrol sering disebut pencegah. Yang termasuk obat pengotrol :

Kortikosteroid inhalasi

Kortikosteroid sistemik

Sodium kromoglikat

Nedokromil sodium

Metilsantin

Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi

Agonis beta-2 kerja lama, oral

Leukotrien modifier

Antihistamin generasi ke dua (antagonis-H1)

b. Pelega (reliever)

Prinsipnya adalah untuk mendilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos,

memperbaiki dan atau menghambat bronkokonstriksi yang berkaitan dengan gejala akut,

seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalan napas.

Termasuk pelega adalah :

Agonis beta-2 kerja singkat

Kortikosteroid sistemik (steroid sistemik digunakan sebagai obat pelega bila

penggunaan bronkodilator yang lain sudah optimal tetapi hasil belum tercapai,

penggunaannya dikombinasikan dengan bronkodilator lain).

Antikolinergik

Aminofilin

Adrenalin

Medikasi asma dapat diberikan melalui berbagai cara, yaitu inhalasi, oral dan parenteral

(subkutan, intramuskular dan intravena). Kelebihan pemberian medikasi langsung ke jalan

napas adalah :

1. Lebih efektif untuk dapat mencapai konsentrasi tinggi di jalan napas

2. Efek sistemik minimal atau dihindarkan

30

Page 31: LAPORAN KASUS Anak ( Asma Bronkhial) (1)

3. Beberapa obat hanya dapat diberikan melalui inhalasi, karena tidak terabsorbsi pada

pemberian oral (antikolinergik dan kromolin). Waktu kerja bronkodilator adalah cepat

bila diberikan secara inhalasi daripada oral.

Pengobatan Sesuai Berat Asma

Berat asma Medikasi pengontrol harian Alternatif / pilihan lain Alternatif lain

Asma intermiten Tidak perlu

Asma persisten ringan

Steroid inhalasi

(200-400_g BD/hari atau ekivalennya)

Teofilin lepas lambat kromolin

Leukotriene modifiers

Asma persisten sedang

Kombinasi inhalasi steroid (400-800_g BD/hari atau ekivalennya & LABA

Steroid inhalasi

(400-800_g BD/hari atau ekivalennya) ditambah teofilin lepas lambat atau steroid inhalasi (400-800_g BD/hari atau ekivalennya) ditambah LABA oral atau steroid inhalasi (400-800_g BD/hari atau ekivalennya) ditambah leukotriene modifiers

Ditambah LABA oral atau ditambah teofilin lepas lambat

Asma persisten berat Kombinasi Inhalasi steroid (>800_g BD atau ekivalennya) dan LABA ditambah ≥ ditambah dibawah ini :

Teofilin lepas lambat

Leukotriene modifiers

Steroid oral

Prednisolon / metil prednisolon selang sehari 10 mg ditambah LABA oral, ditambah teofilin lepas lambat

Bronkodilator simpatomimetik seperti juga bronkodilator lainnya, disamping dipakai

untuk mengobati serangan asma juga dipakai sebagai obat untuk mengatasi serangan asma.

Dianjurkan memakai beta-2 selektif. Bentuk aerosol (inhalasi) merupakan cara pencegah dan

penggagal serangan asma yang baik dan cepat kerjanya. Simpatomimetik sering

dikombinasikan dengan dengan teofilin peroral. Dengan dosis tengah, efek bronkodilatasinya

bersifat aditif sedangkan efek sampingnya lebih sedikit. Pada penggunaan jangka panjang,

misalnya asma kronik atau persisten, teofilin obat tunggal atau kombinasi dengan

31

Page 32: LAPORAN KASUS Anak ( Asma Bronkhial) (1)

simpatomimetik merupakan obat yang harus dipakai lebih dahulu sebelum ditambah dengan

obat lain dalam rangka mencegah kambuhnya serangan asma.

Kortikosteroid merupakan obat penting dalam pencegahan asma dan hendaknya

dipertimbangkan bila hasil pengobatan dengan bronkodilator tidak memadai. Dosis prednison

1–2 mg/kgBB/hari, biasanya tidaj memberikan efek samping. Pemberian kortikosteroid

jangka pendek pada waktu serangan asma dapat mencegah keadaan yang lebih gawat dan

perawatan di rumah sakit tidak diperlukan. Anak yang telah mendapat terapi kortikosteroid

lama dengan dosis rumatan, bila mendapat serangan asma akut dosis kortikosteroid perlu

ditinggikan. Pada asma yang persisten atau kronik, pemberian kortikosteroid mungkin

diperlukan.. Jika terpaksa menggunakan kortikostreroid jangka panjang harus diberikan

secara inhalasi. Pada bayi dan anak kecil serangan asma mungkin lebih banyak disebabkan

oleh udem mukosa dan sekresi bronkus daripada bronkospasme. Pemberian kortikosteroid

mungkin sangat berguna.

Disodium kromogikat (DSCG) inhalasi, salah satu kerjanya adalah mencegah

degranulasi sel mast merupakan onat untuk mencegah serangan asma, terutama bila diberikan

secara teratur (Bernstein, 1981). Bila diberikan sebelum kegiatan jasmani dapat mencegah

asma yang diinduksi aktivitas fisik Pada asma ringan dan sedang efektifitas pencegahannya

sama dengan teofilin, efek samping lebih sedikit (Hambleton dkk 1977, Furukawa dkk 1984).

Obat pencegahan yang ideal untuk anak adalah obat yang diberikan secara oral 1–2

kali/hari. Ketotifen yang salah satu kerjanya memperkuat dinding sel mast sehingga

mencegah keluarnya mediator dilaporkan dapat merupakan obat pencegahan peroral yang

dapat diberikan 2 kali/hari.

Terapi imnulogik tidak dianjurkan sebagai tindakan rutin (Lichtenstein 1978). Tetapi

tindakan ini yang salah satu tugasnya membentuk antibodi penghalang perlu dipertimbangkan

bila tindakan-tindakan lainnya telah dusahakan semaksimal mungkin dan tidak memberikan

hasil.

Penatalaksanaan asma berguna untuk mengontrol penyakit. Asma dikatakan terkontrol

bila :

1. Gejala minimal (sebaiknya ridak ada), termasuk gejala malam.

2. Tidak ada keterbatasan aktivitas termasuk latihan fisik

32

Page 33: LAPORAN KASUS Anak ( Asma Bronkhial) (1)

3. Kebutuhan bronkodilator (agonis beta2 kerja singkat) minimal (idealnya tidak

diperlukan).

4. Variasi harian APE < 20%

5. Nilai APE normal atau mendekati normal

6. Efek samping obat minimal (tidak ada)

7. Tidak ada kunjungan ke unit gawat darurat

Integrasi dari pendekatan-pendekatan tersebut dikenal dengan program penatalaksanaan

asma, yang meliputi 7 komponen, yaitu :

1. Edukasi

2. Menilai dan memonitor berat asma secara berkala

3. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus

4. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang

5. Menetapkan pengobatan pada serangan akut

6. Kontrol secara teratur

7. Pola hidup sehat

Ke 7 hal tersebut di atas, juga disampaikan kepada penderita dengan bahasa yang mudah

dan dikenal (dalam istilah) dengan “7 langkah mengatasi asma”, yaitu :

1. Mengenal seluk beluk asma

2. Menentukan klasifikasi

3. Mengenali dan meghindari pencetus

4. Merencanakan pengobatan jangka panjang

5. Mengatasi serangan asma dengan tepat

6. Memeriksakan diri secara teratur

7. Menjaga kebugaran dan berolahraga

Aktivitas fisik tidak dilarang bahkan dianjurkan tetapi diatur. Jalan yang dapat ditempuh

supaya dapat tetap beraktivitas adalah :

1. Menambah toleransi secara bertahap, menghindari percepatan gerak yang mendadak,

Mengalihkan macam kegiatan, misalnya lari, naik ke sepeda, berenang.

2. Bila mulai batuk-batuk istirahat dahulu sebentar, minum air dan kemudian bila batuk-

batuk sudah mereda kegiatan dapat dimulai kembali.

3. Ada beberapa orang yang memerlukan makan obat atau menghirup obat aerosol

dahulu beberapa waktu sebelum kegiatan olahraga.

33

Page 34: LAPORAN KASUS Anak ( Asma Bronkhial) (1)

Untuk menjadi pasien asma, ada 2 faktor yang berperan yaitu faktor genetik dan faktor

lingkungan. Ada beberapa proses yang terjadi sebelum pasien menjadi asma:

1. Sensitisasi, yaitu seseorang dengan risiko genetik dan lingkungan apabila terpajan

dengan pemicu (inducer/sensitisizer) maka akan timbul sensitisasi pada dirinya.

2. Seseorang yang telah mengalami sensitisasi maka belum tentu menjadi asma. Apabila

seseorang yang telah mengalami sensitisasi terpajan dengan pemacu (enhancer) maka

terjadi proses inflamasi pada saluran napasnya. Proses inflamasi yang berlangsung

lama atau proses inflamasinya berat secara klinis berhubungan dengan

hiperreaktivitas bronkus.

3. Setelah mengalami inflamasi maka bila seseorang terpajan oleh pencetus (trigger)

maka akan terjadi serangan asma (mengi).

Faktor-faktor pemicu antara lain: Alergen dalam ruangan: tungau debu rumah, binatang

berbulu (anjing, kucing, tikus), alergen kecoak, jamur, kapang, ragi serta pajanan asap rokok;

pemacu: Rinovirus, ozon, pemakaian b2 agonis; sedangkan pencetus: Semua faktor pemicu

dan pemacu ditambah dengan aktivitas fisik, udara dingin, histamin dan metakolin

PENCEGAHAN

Secara skematis mekanisme terjadinya asma digambarkan sebagai berikut:

Sehubungan dengan asal-usul tersebut, upaya pencegahan asma dapat dibedakan

menjadi 3 yaitu:

1. Pencegahan primer

2. Pencegahan sekunder

3. Pencegahan tersier

Pencegahan primer ditujukan untuk mencegah sensitisasi pada bayi dengan risiko

asma (orangtua asma), dengan cara :

Penghindaran asap rokok dan polutan lain selama kehamilan dan masa

perkembangan bayi/anak

34

Page 35: LAPORAN KASUS Anak ( Asma Bronkhial) (1)

Diet hipoalergenik ibu hamil, asalkan / dengan syarat diet tersebut tidak

mengganggu asupan janin

Pemberian ASI eksklusif sampai usia 6 bulan

Diet hipoalergenik ibu menyusui

Pencegahan sekunder ditujukan untuk mencegah inflamasi pada anak yang telah

tersentisisasi dengan cara menghindari pajanan asap rokok, serta allergen dalam ruangan

terutama tungau debu rumah.

Pencegahan tersier ditujukan untuk mencegah manifestasi asma pada anak yang telah

menunjukkan manifestasi penyakit alergi. Sebuah penelitian multi senter yang dikenal

dengan nama ETAC Study (early treatment of atopic children) mendapatkan bahwa

pemberian Setirizin selama 18 bulan pada anak atopi dengan dermatitis atopi dan IgE

spesifik terhadap serbuk rumput (Pollen) dan tungau debu rumah menurunkan kejadian

asma sebanyak 50%. Perlu ditekankan bahwa pemberian setirizin pada penelitian ini

bukan sebagai pengendali asma (controller).

Penanggulangan serangan asma lebih penting ditujukan untuk mencegah serangan

asma bukan untuk mengatasi serangan asma. Pencegahan serangan asma terdiri atas :

Menghindari faktor-faktor pencetus

Obat-obatan dan terapi imunologi

Penggunaan obat-obatan atau tindakan untuk mencegah dan meredakan atau reaksi-

reaksi yang akan atau sudah timbul oleh pencetus tadi.

Macam-macam pencetus asma :

1. Alergen

Faktor alergi dianggap mempunyai peranan penting pada sebagian besar anak dengan

asma (William dkk 1958, Ford 1969). Disamping itu hiperreaktivitas saluran napas juga

merupakan factor yang penting. Sensitisasi tergantung pada lama dan intensitas hubungan

dengan bahan alergenik sehingga dengan berhubungan dengan umur. Pada bayi dan anak

kecil sering berhubungan dengan isi dari debu rumah. Dengan bertambahnya umur makin

banyak jenis alergen pencetusnya. Asma karena makanan biasanya terjadi pada bayi dan

anak kecil.

2. Infeksi

35

Page 36: LAPORAN KASUS Anak ( Asma Bronkhial) (1)

Biasanya infeksi virus, terutama pada bayi dan anak kecil. Virus penyebab biasanya

respiratory syncytial virus (RSV) dan virus parainfluenza. Kadang-kadang juga dapat

disebabkan oleh bakteri, jamur dan parasit.

3. Cuaca

Perubahan tekanan udara (Sultz dkk 1972), suhu udara, angin dan kelembaban (Lopez

dan Salvagio 1980) dihubungkan dengan percepatan dan terjadinya serangan asma.

4. Iritan

Hairspray, minyak wangi, asap rokok, cerutu dan pipa, bau tajam dari cat, SO2, dan

polutan udara yang berbahaya lainnya, juga udara dingin dan air dingin.Iritasi hidung dan

batuk dapat menimbulkan refleks bronkokonstriksi (Mc. Fadden 1980). Udara kering

mungkin juga merupakan pencetus hiperventilasi dan kegiatan jasmani (strauss dkk 1978,

Zebailos dkk 1978).

5. Kegiatan jasmani

Kegiatan jasmani yang berat dapat menimbulkan serangan pada anak dengan asma

(Goldfrey 1978, Eggleston 1980). Tertawa dan menangis dapat merupakan pencetus.

Pada anak dengan faal paru di bawah normal sangat rentan terhadap kegiatan jasmani.

6. Infeksi saluran napas bagian atas

Disamping infeksi virus saluran napas bagian atas, sinusitis akut dan kronik dapat

mempermudah terjadinya asma pada anak (Rachelesfsky dkk 1978). Rinitis alergi dapat

memperberat asma melalui mekanisme iritasi atau refleks.

7. Refluks gastroesofagitis

Iritasi trakeobronkial karena isi lambung dapat memberatkan asma pada anak dan orang

dewasa (Dess 1974).

8. Psikis

Tidak adanya perhatian dan tidak mau mengakui persoalan yang berhubungan dengan

asma oleh anak sendiri atau keluarganya akan memperlambat atau menggagalkan usaha-

usaha pencegahan. Dan sebaliknya jika terlalu takut terhadap serangan asma atau hari

depan anak juga tidak baik, karena dapat memperberat serangan asma. Membatasi

aktivitas anak, anak sering tidak masuk sekolah, sering bangun malam, terganggunya

irama kehidupan keluarga karena anak sering mendapat serangan asma, pengeluaran uang

36

Page 37: LAPORAN KASUS Anak ( Asma Bronkhial) (1)

untuk biaya pengobatan dan rasa khawatir, dapat mempengaruhi anak asma dan

keluarganya.

Berbagai pencetus serangan asma dan cara menghindarinya perlu diketahui dan

diajarkan pada si anak dan keluarganya, debu rumah dan unsur di dalamnya merupakan

pencetus yang sering dijumpai pada anak. Pada 76,5% anak dengan asma yang berobat di

poliklinik Subbagian Pulmonologi Anak Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI RSCM Jakarta,

debu rumah diduga sebagai pencetusnya.

Serangan asma setelah makan atau minum zat yang tidak tahan, dapat terjadi tidak

lama setelah makan, tetapi dapat juga terjadi beberapa waktu setelahnya.

Komplikasi

Bila serangan asma sering terjadi dan telah berlangsung lama, maka akan terjadi

emfisema dan mengakibatkan perubahan bentuk toraks yaitu toraks membungkuk ke depan

dan memanjang. Pada foto rontgen toraks terlihat diafragma letak rendah, gambaran jantung

menyempit, corakan hilus kiri dan kanan bertambah. Pada asma kronik dan berat dapat terjadi

bentuk dada burung dara dan tampak sulkus Harrison.

Bila sekret banyak dan kental, salah satu bronkus dapat tersumbat sehingga dapat

terjadi atelektasis pada lobus segmen yang sesuai. Bila atelektasis berlangsung lama dapat

berubah menjadi bronkiektasis dan bila ada infeksi terjadi bronkopneumonia. Serangan asma

yang terus menerus dan beberapa hari serta berat dan tidak dapat diatasi dengan obat-obatan

disebut status asmatikus. Bila tidak dtolong dengan semestinya dapat menyebabkan gagal

pernapasan, gagak jantung, bahkan kematian.

Prognosis dan perjalanan klinis

Mortalitas akibat asma jumlahnya kecil. Gambaran yang paling akhir menunjukkan

kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi berisiko yang jumlahnya kira-kira 10

juta penduduk. Angka kematian cenderung meningkat di pinggiran kota dengan fasilitas

kesehatan terbatas.

Informasi mengenai perjalanan klinis asma menyatakan bahwa prognosis baik

ditemukan pada 50–80% pasien, khususnya pasien yang penyakitnya ringan dan timbul pada

masa kanak-kanak. Jumlah anak yang masih menderita asma 7–10 tahun setelah diagnosis

37

Page 38: LAPORAN KASUS Anak ( Asma Bronkhial) (1)

pertama bervariasi dari 26–78% dengan nilai rata-rata 46%, akan tetapi persentase anak yang

menderitaahun asmanya sudah menghilang

BAB III

38

Page 39: LAPORAN KASUS Anak ( Asma Bronkhial) (1)

PEMBAHASAN

Teori Fakta

Anamnesis dan pemeriksaan fisik :

asma merupakan kumpulan

tanda dan gejala wheezing

(mengi) dan atau batuk dengan

karakteristik yang timbul

secara episodik dan atau

kronik, cenderung pada malam

hari/dini hari (nocturnal),

musiman, adanya faktor

pencetus di antaranya aktivitas

fisik dan bersifat reversibel baik

secara spontan maupun

dengan pengobatan.

Pasien anak permpuan mengeluh batuk

berdahak berwarna putih kental, tidak

bercampur darah, dan sulit untuk

dikeluarkan, sehingga saat tidur

berbunyi banyak lendir. Batuk ini

muncul tiba-tiba , setelah

aktivitas/berlari, batuk dirasakan lebih

sering pada malam hari, hingga

menyebabkan nyeri seperti kram,sesak

disertai dengan bunyi mengi , sesak

baru pertama kali muncu

Riwayat asma (+)

Riwayat demam (-)

Wheezing (+/+)

Riwayat keluarga (+)

Pemeriksaan penunjang :

Pada Infeksi biasanya terdapat

leukositosis

Faal Paru

Spirometri

Pemeriksaan Hasil

Hemoglobin 12,8

Leukosit 12.75

Eritrosit 4.71

Trombosit 358

Hematokrit 37.3

HITUNG JENIS

Eosinofil 0

Basofil 0

Batang 1

Segmen 90

Limposit 7

Monosit 2

Penatalaksanaan : : IVFD D5 5 tpmm

39

Page 40: LAPORAN KASUS Anak ( Asma Bronkhial) (1)

Injeksi Ampicilin 3x500 mg

Injeksi metilprednisolon 3x16 mg

Nebulizer ventolin1 amp / 8 jam

Drip D 5% + aminophyllin 192 mg/24jam- 8cc

Prognosis :

Informasi mengenai perjalanan klinis

asma menyatakan bahwa prognosis

baik ditemukan pada 50 – 80% pasien,

khususnya pasien yang penyakitnya ringan

dan timbul pada masa kanak-kanak.

Bonam

40

Page 41: LAPORAN KASUS Anak ( Asma Bronkhial) (1)

BAB IV

KESIMPULAN

1. Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya.

2. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperresponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat danbatuk-batuk terutama pada malam hari atau dini hari.

3. Obat asma digunakan untuk menghilangkan dan mencegah timbulnya gejala dan obstruksi saluran pernafasan.

4. Prognosis baik ditemukan pada 50 – 80% pasien, khususnya pasien yang penyakitnya ringan dan timbul padamasa kanak-kanak.

41

Page 42: LAPORAN KASUS Anak ( Asma Bronkhial) (1)

Daftar pustaka

1. Danusaputro H. Ilmu Penyakit Paru, 2000 ; 197 – 209.

2. Sundaru H, Sukamto, Asma Bronkial, Departemen Ilmu Penyakit

Dalam Fakulas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, juni

2006 ; 247.

3. Nelson WE. Ilmu Kesehatan Anak.Terjemahan Wahab S. Vol I:

Jakarta. Penerbit EGC. 1996:775.

4. Ramailah S. Asma Mengetahui Penyebab, Gejala dan Cara

Penanggulangannya, Bhuana Ilmu Populer, Gramedia. Jakarta. 2006.

5. PDPI. ASMA pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. PDPI. 2003.

6. Rahajoe N, Supriyanto B, Setyanto DB,. Buku Ajar Respirologi Anak. IDAI: Jakarta.

2012

42