lp apendict ok ii
DESCRIPTION
jhgfdghjklTRANSCRIPT
A. DEFINISI
Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah
kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).
Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat
sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran
umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh
peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur. (Anonim, Apendisitis, 2007).
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing
(apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu
itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari
bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan
terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak
mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir. (Anonim, Apendisitis, 2007)
Apendisitis merupakan peradangan pada usus buntu/apendiks ( Anonim, Apendisitis,
2007)
B. KLASIFIKASI
Klasifikasi apendisitis terbagi atas 2 yakni :
a. Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh
akan timbul striktur lokal. Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.
b. Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan
timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan
pada usia tua.
Anatomi dan Fisiologi Appendiks merupakan organ yang kecil dan vestigial (organ yang
tidak berfungsi) yang melekat sepertiga jari.
Appendiks terletak di ujung sakrum kira-kira 2 cm di bawah anterior ileo saekum,
bermuara di bagian posterior dan medial dari saekum. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu: taenia
anterior, medial dan posterior. Secara klinik appendiks terletak pada daerah Mc. Burney yaitu
daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan sias kanan dengan pusat.
Panjang apendiks rata-rata 6 – 9 cm. Lebar 0,3 – 0,7 cm. Isi 0,1 cc, cairan bersifat basa
mengandung amilase dan musin.
Posisi apendiks Laterosekal: di lateral kolon asendens. Di daerah inguinal: membelok ke
arah di dinding abdomen. Pelvis minor.
C. ETIOLOGI
Appendiksitis disebabkan oleh penyumbatan lumen appendik oleh hyperplasia Folikel
lympoid Fecalit, benda asingstriktur karena Fibrasi karena adanya peradangan sebelumnya atau
neoplasma.Obstruksi tersebut menyebabkan mucus yang memproduksi mukosa mengalami
bendungan.Namun elastisitas dinding appendik mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
tekanan intra lumen.Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang akan
menyebabkan edema dan ulserasi mukosa.Pada saat inilah terjadi Appendiksitis akut local yang
ditandai oleh adanya nyeri epigastrium.
1. Ulserasi pada mukosa.
2. Obstruksi pada kolon oleh Fekalit (feses yang mengeras)
3. Pemberian barium
4. Berbagai macam penyakit cacing.
5. Tumor.
6. Striktur karena Fibrosis pada dinding usus.
D. PATOFISIOLOGI
Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau tersumbat
kemungkinan oleh fekolit (massa keras dari faeces) atau benda asing. Proses inflamasi
meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat
secara progresif, dalam beberapa jam terlokalisasi dalam kuadran kanan bawah dari abdomen.
Akhirnya apendiks yang terinflamasi berisi pus.
Penyebab utama appendiksitis adalah obstuksi penyumbatan yang dapat disebabkan oleh
hiperplasia dari polikel lympoid merupakan penyebab terbanyak adanya fekalit dalam lumen
appendik. Adanya benda asing seperti : cacing,striktur karenan fibrosis akibat adanya
peradangan sebelunnya.Sebab lain misalnya : keganasan ( Karsinoma Karsinoid )
Obsrtuksi apendiks itu menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa terbendung, makin
lama mukus yang terbendung makin banyak dan menekan dinding appendiks oedem serta
merangsang tunika serosa dan peritonium viseral. Oleh karena itu persarafan appendiks sama
dengan usus yaitu torakal X maka rangsangan itu dirasakan sebagai rasa sakit disekitar umblikus.
Mukus yang terkumpul itu lalu terinfeksi oleh bakteri menjadi nanah, kemudian timbul gangguan
aliran vena, sedangkan arteri belum terganggu, peradangan yang timbul meluas dan mengenai
peritomium parietal setempat, sehingga menimbulkan rasa sakit dikanan bawah, keadaan ini
disebut dengan appendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu maka timbul alergen dan ini disebut dengan
appendisitis gangrenosa. Bila dinding apendiks yang telah akut itu pecah, dinamakan
appendisitis perforasi. Bila omentum usus yang berdekatan dapat mengelilingi apendiks yang
meradang atau perforasi akan timbul suatu masa lokal, keadaan ini disebut sebagai appendisitis
abses. Pada anak – anak karena omentum masih pendek dan tipis, apendiks yang relatif lebih
panjang , dinding apendiks yang lebih tipis dan daya tahan tubuh yang masih kurang, demikian
juga pada orang tua karena telah ada gangguan pembuluh darah, maka perforasi terjadi lebih
cepat.Bila appendisitis infiltrat ini menyembuh dan kemudian gejalanya hilang timbul
dikemudian hari maka terjadi appendisitis kronis.
E. MANIFESTASI KLINIS
Sakit, kram di daerah periumbilikus menjalar ke kuadran kanan bawah
Anoreksia
Mual dan Muntah,(tanda awal yang umum, kuramg umum pada anak yang lebih besar).
Demam ringan di awal penyakit dapat naik tajam pada peritonotis.
Nyeri lepas.
Bising usus menurun atau tidak ada sama sekali.
Konstipasi.
Diare.
Disuria.
Iritabilitas.
Gejala berkembang cepat, kondisi dapat didiagnosis dalam 4 sampai 6 jam setelah munculnya
gejala pertama.
F. PENATALAKSANAAN APPENDICITIS
Penatalaksanaan apendiksitis menurur Mansjoer, 2000 :
Sebelum operasi
Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi
Pemasangan kateter untuk control produksi urin.
Rehidrasi
Antibiotic dengan spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena.
Obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti menggigil, largaktil untuk membuka
pembuluh – pembuluh darah perifer diberikan setelah rehidrasi tercapai.
Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi.
Operasi
Apendiktomi.
Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas,maka abdomen dicuci dengan
garam fisiologis dan antibiotika.
Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV,massanya mungkin mengecil,atau abses
mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa hari. Apendiktomi dilakukan
bila abses dilakukan operasi elektif sesudah 6 minggu sampai 3 bulan.
Pasca operasi
Observasi TTV.
Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan lambung dapat
dicegah.
Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.
Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama pasien dipuasakan.
Bila tindakan operasilebih besar, misalnya pada perforasi, puasa dilanjutkan sampai fungsi
usus kembali normal.
Berikan minum mulai15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikan menjadi 30 ml/jam. Keesokan
harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya diberikan makanan lunak.
Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2×30
menit.
Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar.
Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.
Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif yang ditandai dengan :
Keadaan umum klien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi
Pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas terdapat tanda-tanda
peritonitis
Laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat pergeseran ke kiri.
Sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan segera setelah klien dipersiapkan, karena
dikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan pembedahan
harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka lebih tiggi daripada
pembedahan pada apendisitis sederhana tanpa perforasi .
Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda ditandai dengan :
Keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak tinggi lagi.
Pemeriksaan lokal abdomen tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan hanya teraba massa
dengan jelas dan nyeri tekan ringan.
Laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.
Tindakan yang dilakukan sebaiknya konservatif dengan pemberian antibiotik dan istirahat di
tempat tidur. Tindakan bedah apabila dilakukan lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, lebih-
lebih bila massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu minggu sejak serangan sakit
perut.Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi abses dengan atau tanpa
peritonitis umum.
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1) Untuk menegakkan diagnosa pada apendisitis didasarkan atas anamnese ditambah dengan
pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya. Gejala apendisitis ditegakkan
dengan anamnese, ada 4 hal yang penting adalah:
a. Nyeri mula-mula di epigastrium (nyeri viseral) yang beberapa waktu kemudian menjalar ke
perut kanan bawah.
b. Muntah oleh karena nyeri viseral.
c. Panas (karena kuman yang menetap di dinding usus).
d. Badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak sakit, menghindarkan pergerakan,
di perut terasa nyeri.
2) Pemeriksaan yang lain Lokalisasi.
Jika sudah terjadi perforasi, nyeri akan terjadi pada seluruh perut, tetapi paling terasa
nyeri pada daerah titik Mc. Burney. Jika sudah infiltrat, lokal infeksi juga terjadi jika orang
dapat menahan sakit, dan kita akan merasakan seperti ada tumor di titik Mc. Burney.
3) Test rektal.
Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri pada
daerah prolitotomi. Pemeriksaan laboratorium Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis
untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerang.
Pada apendisitis akut dan perforasi akan terjadi lekositosis yang lebih tinggi lagi. Hb
(hemoglobin) nampak normal. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis
infiltrat. Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal. Pemeriksaan radiologi
Pada foto tidak dapat menolong untuk menegakkan diagnosa apendisitis akut, kecuali bila terjadi
peritonitis, tapi kadang kala dapat ditemukan gambaran sebagai berikut: Adanya sedikit fluid
level disebabkan karena adanya udara dan cairan. Kadang ada fecolit (sumbatan). Pada keadaan
perforasi ditemukan adanya udara bebas dalam diafragma.
H. PENGKAJIAN
WawancaraDapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya mengenai :
Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut
kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian
setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu.Sifat
keluhan nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang
lama. Keluhan yang menyertai biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas.
Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah. kesehatan klien
sekarang.
Diet,kebiasaan makan makanan rendah serat.
Kebiasaan eliminasi.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit ringan/sedang/berat.
Sirkulasi : Takikardia.
Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
Aktivitas/istirahat : Malaise.
Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising
usus.
Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat
berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena berjalan, bersin, batuk,
atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki
kanan/posisi duduk tegak.
Demam lebih dari 38oC.
Data psikologis klien nampak gelisah.
Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.
Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri pada
daerah prolitotomi.
Berat badan sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.
Pemeriksaan Penunjang
Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran perselubungan mungkin terlihat
“ileal atau caecal ileus” (gambaran garis permukaan cairan udara di sekum atau ileum).
Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat.
Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal.
Peningkatan leukosit, neutrofilia, tanpa eosinofil.
Pada enema barium apendiks tidak terisi.
Ultrasound: fekalit nonkalsifikasi, apendiks nonperforasi, abses apendiks.
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasarkan data-data hasil pengkajian, diagnose keperawatan yang biasanya muncul pada klien
dengan appendicitis adalah :
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya continuitas jaringan/insisi bedah ; Trauma jaringan ;
Dstensi jaringan usus oleh inflamasi
2. Aktual / Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah ; Kehilangan volume
cairan secara aktif ; Kegagalan mekanisme pengaturan ; Pembatasan pasca operasi (puasa)
3. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan
Ingesti ; Digesti ; Absorbsi
4. Cemas berhubungan dengan Perubahan status kesehatan ; Kemungkinan dilakukannya operasi
5. Resiko infeksi berhubungan dengan Tidak adekuatnya pertahanan tubuh ; Prosedur invasive
(insisi bedah)
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan Kurang terpaparnya informasi ; Keterbatasan
kognitif
J. INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
1. Mengurangi nyeri
Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi lokasi, keparahan.
Observasi ketidaknyamanan non verbal
Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat pasien untuk memenuhi
kebutuhan rasa nyamannya dengan cara: masase, perubahan posisi, berikan perawatan
yang tidak terburu-buru.
Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap
ketidaknyamanan.
Anjurkan pasien untuk istirahat dan menggunakan tenkik relaksai saat nyeri.
Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic.
2. Mempertahankan keseimbangan cairan
Pertahankan catatan intake dan output yang akurat.
Monitor vital sign dan status hidrasi.
Monitor status nutrisi
Awasi nilai laboratorium, seperti Hb/Ht, Na+ albumin dan waktu pembekuan.
Kolaborasikan pemberian cairan intravena sesuai terapi.
Atur kemungkinan transfusi darah.
3. Memenuhi kebutuhan nutrisi
Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan.
Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya.
Minimalkan faktor yang dapat menimbulkan mual dan muntah.
pertahankan higiene mulut sebelum dan sesudah makan.
4. Mengurangi kecemasan
Memberikan informasi kepada klien mengenai prosedur dan tujuan dilakukan tindakan
pembedahan
Brbincang dengan klien mengenai apa yang akan dikerjakan
Menggunakan pendekatan yang tenang untuk meyakinkan klien
Memotivasi keluarga untuk selalu menemani klien
5. Menghindari infeksi
Melakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka aseptic
Mengobservasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda infeksi
Memberikan antibiotic sesuai indikasi
6. Memberikan pendidikan kesehatan
Memberikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya
Memberikan informasi kepada klien dan keluarga tentang tindakan dan perkembangan
kondisi klien
K. EVALUASI
1. Melaporkan berkurangnya nyeri
Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol
Klien tampak rileks, mampu tidur/istirahat
2. Cairan tubuh seimbang
Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT normal.
Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal.
Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas, turgor kulit, membran mukosa lembab.
Tidak ada rasa haus yang berlebihan
3. Nutrisi terpenuhi
Mempertahankan berat badan.
Toleransi terhadap diet yang dianjurkan.
Menunjukan tingkat keadekuatan tingkat energi.
Turgor kulit baik.
4. Kecemasan berkurang
Klien tampak tenang
Klien mengatakan mengerti tentang penyakitnya dan prosedur tindakan yang akan
dilakukan
5. Menunjukan tidak ada tanda infeksi
Luka sembuh tanpa tanda infeksi
Cairan yang keluar dari luka tidak purulen
6. Menyatakan pemahaman tentang penyakit dan prosedur tindakan yang akan dilakukan
DAFTAR PUSTAKA
Marylin E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.Edisi 3. Penerbit Buku Kedoketran
EGC.Jakarta.
Mansjoer. A. Dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3. Jakarta : Media
Aesculapius
Johnson, Marion,dkk. Nursing Outcome Classification (NOC). St. Louis, Missouri: Mosby
Yearbook,Inc.
Mc. Closkey, Joanne. 1996. Nursing Intervention Classsification (NIC). St. Louis, Missouri:
Mosby Yearbook,Inc.
Doenges, Marylinn E. (2000), Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Penerbit
Buku Kedokteran, EGC. Jakarta.
Henderson, M.A. (1992), Ilmu Bedah Perawat, Yayasan Mesentha Medica, Jakarta.
Schwartz, Seymour, (2000), Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Penerbit Buku Kedokteran,
EGC. Jakarta. 4.Smeltzer, Suzanne C, (2001), Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah,
Volume 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
LAPORAN PENDAHULUAN
TENTANG APENDIKSITIS DI RUANG KAMAR OPERASI
RUMAH SAKIT Dr. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN
DISUSUN OLEH :
ANDRIANTO, S.Kep
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
STIKES CAHAYA BANGSA
PROGRAM PROFESI NERS 2015
BANJARMASIN
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TENTANG APENDIKSITIS DI RUANG KAMAR OPERASI
RUMAH SAKIT Dr. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN
DISUSUN OLEH :
ANDRIANTO, S.Kep
BANJARMASIN,
MENGETAHUI,
PEMBIMBING AKADEMIK PEMBIMBING LAHAN