bab ii q ok

36
BAB II KAJIAN TEORI A. METODE JIGSAW 1. Pengertian Metode Jigsaw Tehnik mengajar Jigsaw dikembangkan dan diuji oleh Elliot Arronson dkk di Universitas Texas, dan kemudian di adaptasi oleh Salvin dkk di Universitas John Hopkin. 11 Tehnik ini dapat digunakan dalam pembelajaran membaca, menulis, mendengarkan ataupun membaca. Tehnik ini mengabungkan keempatnya. Pembelajaran tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan bagian tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya. Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, “siswa saling tergantung dengan yang lain dan harus bekerjasama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan” . 11 Anita Lie, Cooperative Learning Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang- Ruang Kelas (Jakarta: Grasindo), 2005, hal: 69 7

Upload: hasn-tolky

Post on 19-Jan-2016

21 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Contoh PTK

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II q ok

BAB II

KAJIAN TEORI

A. METODE JIGSAW

1. Pengertian Metode Jigsaw

Tehnik mengajar Jigsaw dikembangkan dan diuji oleh Elliot Arronson

dkk di Universitas Texas, dan kemudian di adaptasi oleh Salvin dkk di

Universitas John Hopkin.11 Tehnik ini dapat digunakan dalam pembelajaran

membaca, menulis, mendengarkan ataupun membaca. Tehnik ini mengabungkan

keempatnya.

Pembelajaran tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang

terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas

penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan bagian tersebut

kepada anggota lain dalam kelompoknya. Jigsaw didesain untuk meningkatkan

rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga

pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan,

tetapi mereka juga harus memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada

anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, “siswa saling tergantung

dengan yang lain dan harus bekerjasama secara kooperatif untuk mempelajari

materi yang ditugaskan” .

Metode Jigsaw merupakan salah satu variasi model Collaborative

Learning yaitu proses belajar kelompok dimana setiap anggota menyumbangkan

informasi, pengalaman, ide, sikap, pendapat, kemampuan dan keterampilan yang

dimilikinya, untuk secara bersama-sama saling meningkatkan pemahaman

seluruh anggota.

Jigsaw merupakan sebuah tehnik yang dipakai secara luas yang memiliki

kesamaan dengan tehnik “pertukaran dari kelompok ke kelompok” (Group-to-

group) dengan suatu perbedaan penting; setiap peserta didik mengajarkan

sesuatu. Setiap peserta didik mempelajari sesuatu yang dikombinasi dengan

materi yang telah dipelajari oleh peserta didik lain, buatlah sebuah kumpulan

pengetahuan yang bertalian. 12

11 Anita Lie, Cooperative Learning Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas (Jakarta: Grasindo), 2005, hal: 6912 Silberman, Op.cit, hal: 160

7

Page 2: BAB II q ok

Strategi ini dapat diterapkan pada pembelajaran untuk mencapai

kompetensi yang sudah ditetapkan dan diketahui siswa dengan membagikan

bahan ajar yang lengkap. 13 Tehnik ini dapat digunakan dalam beberapa mata

pelajaran, seperti ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan social, matematika,

agama, dan bahasa.

Pemikiran dasar dari tehnik ini adalah memberikan kesempatan pada

siswa untuk berbagi dengan yang lain, mengajar serta diajar oleh sesama siswa

merupakan bagian penting dalam proses belajar dan sosialisasi yang

berkesinambungan. Mula-mula siswa dibagi dalam kelompok yang terdiri empat

atau lima orang siswa yang memiliki latar belakang yang heterogen. Masing-

masing anggota membaca atau mengerjakan salah satu bagian yang berbeda

dengan yang dikerjakan oleh anggota lain. Kemudian mereka memencar ke

kelompok-kelompok lain, tiap anggota membentuk kelompok baru yang

mendapat tugas sama dan saling berdiskusi dalam kelompok itu. Cara ini

membuat masing-masing anggota menjadi pemilik unik dan ahli sebelum mereka

kembali kelompok asalnya untuk mengerjakan tugas utama.

Setelah proses ini, guru bisa mengevaluasi pemahaman siswa mengenai

keseluruhan tugas. Jadi jelas siswa akan saling bergantung pada rekan-rekan

mereka.

2. Prosedur Penerapan Metode Jigsaw

1) Pilihlah materi belajar yang dapat dipisah menjadi bagian-bagian. Sebuah

bagian dapat disingkat seperti sebuah kalimat atau beberapa halaman. Contoh

diantaranya:

a. Sebuah berita memiliki banyak maksud.

b. Bagian-bagian ilmu pengetahuan eksperimental.

c. Sebuah teks yang mempunyai bagian berbeda.

d. Daftar definisi.

e. Sekelompok majalah yang memuat artikel panjang atau jenis bacaan

lain yang materinya pendek.

2) Hitung jumlah bagian belajar dan jumlah peserta didik. Dengan satu cara

yang pantas, bagikan tugas yang berbeda kepada kelompok peserta yang

berbeda. Contoh: bayangkan sebuah kelas terdiri dari 12 orang peserta.

13 Kusrini dkk, Op.cit, hal 122

8

Page 3: BAB II q ok

Anggaplah anda dapat membagi materi pelajaran dalam tiga bagian,

kemudian anda dapat membentuk kwartet, berikan tugas setiap kelompok

bagian 1,2,3. Mintalah kwartet atau “kelompok belajar” membaca,

mendiskusikan.

3) Setelah selesai, bentuklah kelompok “Jigsaw”. Setiap kelompok ada seorang

wakil dari masing-masing kelompok dalam kelas. Seperti dalam contoh,

setiap anggota masing-masing kwartet menghitung 1,2,3,4. Kemudian

bentuklah kelompok peserta didik ”Jigsaw” dengan jumlah sama. Hasilnya

akan terdapat 4 kelompok yang terdiri dari 3 orang (trio). Dalam setiap trio

akan ada orang peserta yang mempelajari bagian 1, seorang untuk bagian 2,

dan seorang lagi bagian 3.diagram berikut menunjukkan urutan.

Urutan pertama, penjelasan semua kelompok :

Diagram diatas menggambarkan guru membagi kelompok kedalam

tiga kelompok yang berbeda dan masing-masing kelompok terdiri dari empat

orang siswa (ditandai dengan warna yang berbeda-beda).

Urutan kedua, kelompok belajar:

Untuk diagram kedua menggambar masing-masing kelompok

mendiskusikan materi yang berbeda.

Urutan ketiga, kelompok belajar kolaboratif:

1 1 1 1

2 2 2

3 3 3 3

Diagram diatas adalah pembentukan kelompok baru yang anggota

kelompoknya terdiri dari anggota utusan dari masing-masing kelompok

sebelumnya (diagram kedua).

9

Page 4: BAB II q ok

4) Mintalah anggota kelompok “Jigsaw” untuk mengajarkan materi yang telah

dipelajari kepada yang lain.

5) Kumpulkan kembali peserta didik ke kelas besar untuk memberi ulasan dan

sisakan pertanyaan guna memastikan pemahaman yang tepat.

VARIASI

1) Berikan tugas baru, seperti menjawab pertanyaan kelompok tergantung

akumulasi pengetahuan anggota kelompok Jigsaw.

2) Berikan tanggung jawab kepada peserta didik yang lain guna mempelajari

kecakapan dari pada informasi kognitif. Mintalah peserta didik mengajari

peserta lain kecakapan yang telah mereka pelajari. 14

Adapun faktor-faktor kunci keberhasilan yang harus diperhatikan dalam penerapan

metode ini adalah,:

1) Positive interdependence

Setiap anggota kelompok harus memiliki ketergantungan satu sama lain yang

dapat menguntungkan dan merugikan anggota kelompok lainnya.

2) Individual accountability

Setiap anggota kelompok harus memiliki rasa tanggung jawab atas kemajuan

proses belajar seluruh anggota termasuk dirinya sendiri.

3) Face-to-face promotive interaction

Anggota kelompok melakukan interaksi tatap muka yang mencakup diskusi

dan elaborasi dari materi pembahasan.

4) Social skills

Setiap anggota kelompok harus memiliki kemampuan bersosialisasi dengan

anggota lainnya sehingga pemahaman materi dapat diperoleh secara kolektif.

5) Groups processing and Reflection

Kelompok harus melakukan evaluasi terhadap proses belajar untuk

meningkatkan kinerja kelompok. 15

3. Faktor Pendukung dan Penghambat Penggunaan Metode Jigsaw

A. Faktor pendukung metode Jigsaw

14 Silberman, Op.cit, hal: 160-16215 (http://telaga.cs.ui.ac.id/WebKuliah/MetodologiPenelitian/laporan4/kelompok5/10Maret.doc)

10

Page 5: BAB II q ok

Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran tipe

Jigsaw memiliki dampak yang positif terhadap kegiatan belajar mengajar,

yaitu dapat meningkatkan aktivitas guru dan siswa selama pembelajaran,

meningkatkan ketercapaian TPK dan dapat meningkatkan minat siswa dalam

mengikuti pembelajaran berikutnya. Selain itu, pembelajaran kooperatif tipe

Jigsaw merupakan lingkungan belajar di mana siswa belajar bersama dalam

kelompok kecil yang heterogen, untuk menyelesaikan tugas-tugas pembelaran.

Siswa melakukan interaksi sosial untuk mempelajari materi yang diberikan

kepadanya, dan bertanggung jawab untuk menjelaskan kepada anggota

kelompoknya. Jadi, siswa dilatih untuk berani berinteraksi dengan teman-

temannya.

Di bawah ini disajikan beberapa hasil penelitian yang relevan:

a. Hasil penelitian yang dilakukan Budiningarti, H. (1998) yang

mengembangkan perangkat pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada

pengajaran fisika di SMU menunjukkan, bahwa hasil belajar siswa

menunjukkan peningkatan pengetahuan untuk tes hasil belajar produk

dan tes hasil belajar psikomotorik. Hasil penelitian ini juga

menunjukkan bahwa guru dapat menerapkan model pembelajaran

kooperatif tipe Jigsaw dengan baik dan meningkatkan keterampilan

kooperatif siswa selama PBM berlangsung.

b. Hasil penelitian yang dilakukan Setyaningsih, S. (1999), bahwa

pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, dapat meningkatkan keterampilan

guru mengelola KBM, meningkatkan kualitas pengelolaan proses

belajar mengajar oleh guru, meningkatkan kualitas interaksi siswa

dengan lingkungan belajar, dan meningkatkan prestasi belajar siswa

yang meliputi peningkatan nilai rata-rata dan peningkatan jumlah siswa

yang mencapai ketuntasan belajar.

c. Hasil penelitian yang dilakukan Pendi (2002) mengemukakan bahwa

secara umum kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran

kooperatif tipe Jigsaw dengan baik. Guru mampu melatihkan

keterampilan kooperatif dan membuat peserta didik antusias dalam

mengikuti pembelajaran.

Berdasarkan kerangka berfikir secara teoritis yang dikutip dari

pendapat para ahli, dan secara empiris dari hasil penelitian terdahulu,

11

Page 6: BAB II q ok

dapat dikatakan bahwa pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat

meningkatkan kualitas pembelajaran. Dengan demikian, diharapkan

penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat

meningkatkan kualitas proses dan kualitas hasil belajar.

B. Faktor penghambat metode Jigsaw

Tidak selamanya proses belajar dengan metode Jigsaw berjalan dengan

lancar. Ada beberapa hanbatan yang dapat muncul. Yang paling sering terjadi

adalah kurang terbiasanya peserta didik dan pengajar dengan metode ini.

Peserta didik dan pengajar masih terbawa kebiasaan metode konvensional,

dimana pemberian materi terjadi secara satu arah. Faktor penghambat lain

adalah kurangnya waktu. Proses metode ini membutuhkan waktu yang lebih

banyak, sementara waktu pelaksanaan metode ini harus disesuaikan dengan

beban kurikulum .16

B. Motivasi Belajar Fiqih

1. Pengertian Motivasi

Istilah motivasi berasal dari kata latin "movere" yang artinya bergerak.

Adapun pengertian mengenai motivasi menurut para ahli, antara lain : menurut

Teaven dan Smith konstruksi yang mengaktifkcan dan mengarahkan prilaku dengan

memberi dorongan atau daya pada organisme untuk melakukan suatu aktivitas.

Menurut Chauhan motivasi adalah suatu proses yang menimbulkan aktivitas pada

organisme sehingga terjadi suatu prilaku. Wordworth r-nengggunakan istiiah Drive

rtau mativasi adalah suatu kanstruksi dengan tiga karakteristik yaitu intensitas, arah

dan persisten. Artinya motfvasi dengan intensitas yang e,ukup akan memberikan arah

kepada individu untuk melakukan sesuatu secara tekun dan secara terus menerus .

Menurutnya motivasi digelongkan menjadi tiga hagian, pertama, Orgcrraik needs

(kebutuhan vital, seperti : makan, minum, dan lainlain). Kedua, Emergency motives,

ditirnbulkan karena suatu kebutuhan yang harus terpenuhi dan tergantung pula pada

keadaan lingkungan. Ketiga, Objectives motives dan interest. Menurut Eysenk dan

kazvankatuan motivasi dirumuskan sebagai suatu proses yang menentukan suatu

tingkatan kegiatan, intensitas, konsistensi, serta arah umum dari tingkah laku manusia,

merupakan konsep yang rumit dan berkaitan dengan konsep-konsep seperti minat,

bakat, konsep diri, sikap dan sebagainya. Menurut Maslow (1943, 1970) motivasi

16 (http://telaga.cs.ui.ac.id/WebKuliah/MetodologiPenelitian/laporan4/kelompok5/10Maret.doc.)

12

Page 7: BAB II q ok

suatu proses tingkah laku manusia yang dibangkitkan dan diarahkan oleh kebutuhan

tertentu seperti harga diri diantaranya David McClelland, Abraham Maslow, Wan dan

Brown seperti dikutip oleh Wahjosumidjo (1983), bahwa motivasi adalah suatu proses

psikologis yang mencerminkan interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi dan

kepuasan yang terjadi pada diri seseorang. Sedangkan menurut McDonald motivasi

ialah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan

timbulnya afek-tif dan reaksi untuk mencapai tujuan. Dilihat dari komponennya

motivasi memiliki dua komponen, yaitu : komponen dalam (Inner Component) dan

komponen luar (Outer Component). Komponen dalam ialah perubahan di dalam diri

seseorang, keadaan tidak puas, ketegangan atau kecemasan psikologis (Anxiety Of

Psychology). Komponen luar adalah apa yag di inginkan seseorang, tujuan yang

menjadi arah perbuatannya.

Serdasarkan beberapa pendapat dari para ahli diatas penulis menyimpulkan

bahwa motivasi belajar aqidah akhlak adalah suatu kekuatan (Power), tenaga

(Forces), serta daya (Energy), atau suatu keadaan yang sangat kompleks (A Complex

State) dan kesiapsedian (Preparatory Set), dalam diri ir.dividu untuk bergerak (To A-

love, Alotion, Motive) kearah tujuan tertentu, baik disadari atau tidak disadari dan

dalam hal ini mengenai semua aspek dalam bidang aqidah akhlak. Motivasi tersebut

timbul dan tumbuh dari dalam diri individu (Instrinsik) dan dari luar diri individu

(Ekstrin,sik)

2. Jenis - Jenis Motivasi

Salah satu fungsi pengajaran adalah memberikan motivasi kepada siswa agar

mereka bisa melaksanakan tugas - tugasnya dengan sebaik mungkin secara efektif dan

produktif. Adapun mengenai motivasi terbagai menjadi dua macam, yaitu : motivasi

instrinsik dan motivasi ekstrinsik.

a. Motivasi Instrinsik (Instrinsic Motivation)

Motivasi Instrinsik adalah motif - motif yang menjadi aktif atau berfungsinya

tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri individu sudah ada

dorongan untuk melakukan sesuatu. Dengan kata lain motivasi intrinsik adalah

motivasi atau dorongan yang timbul dari dalam diri siswa sendiri, misalnya

keinginan untuk mendapatkan keterampilan tertentu, keinginan untuk beramal,

keinginan untuk menguasai nilai - nilai yang terkandung dalam pelajaran yang

13

Page 8: BAB II q ok

diajarkan, bukan karena keinginan lain seperti mendapat pujian, hadiah, nilai

yang tinggi, dan lain sebagainya.

b. Motivasi Ekstrinsik (Ekstrinsic Motivation)

Motivasi ekstrinsik merupakan kebalikan dari motivsi instrinsik. Motivsi

ekstrinsik adalah dorongan yang aktif yang muncul karena adanya faktor

perangsang dari luar, misalnya diakui, dipuji, diberi hadiah, dicela, dan

sebagainya semuanya berpengaruh terhadap sikap dan prilaku siswa dalam

proses belajar mengajar.

Bila seseorang telah memiliki motivasi instrinsik dalam dirinya, maka ia

secara sadar akan melakukan suatu kegiatan yang tidak memerlukan motivsi

dari luar dirinya. Dalam ak-tivitas belajar, motivasi instrinsik sangat

dibutuhkan. Seseorang yang tidak memiliki motivasi instrinsik sulit sekali

melakukan ak-tivits belajar secara terus menerus. Perlu ditegaskan, bahwa

anak didik yang memiliki motivasi instrinsik cenderung akan menjadi orang

yang terdidik, berpengetahuan, memiliki keahlian tertentu dan gemar belajar.

b. Motivasi Ekstrinsik (Ekstrinsic Motivation)

Motivasi ekstrinsik meraapakan kebalikan dari motivasi instrinsik. Motivsi

ekstrinsik adalah dorongan yang aktif yang muncul karena adanya faktor

perangsang dari luar, misalnya diakui, dipuji, diberi hadiah, dicela, dan

sebagainya semuanya berpengaruh terhadap sikap dan prilaku siswa dalam

proses belajar mengajar. Motivasi ekstrinsik bukan berarti motivsi yang tidak

diperlukan dan tidak baik dalam pendidikan. Motivsi ekstrinsik diperlukan

agar anak didik mau belajar. Berbagai macam cara bisa dilakukan agar anak

didik termotivasi untuk belajar. Guru yang berhasil adalah guru yang bisa

membangkitkan minat siswa. Karena itu, guru harus bisa dan pandai

menggunakan motivasi ekstrinsik ini dengan akurat dan benar dalam

menunjang proses interaksi edukatif di kelas.

3. Prinsip- Prinsip Motivasi

Beberapa prinsip motivasi yang dapat dijadikan pedoman dalam proses belajar

mengajar, antara lain :

a. Prinsip Kompetisi

14

Page 9: BAB II q ok

prinsip kompetisi adalah persaingan secara sehat, baik inter maupun antar

pribadi. Kompetisi inter pribadi (Self Competition) adalah kompetisi dalam

diri pribadi masing-masing dari tindakan atau unjuk kerja dalam dimensi

tempat dan waktu. Sedangkan kompetisi antar pribadi adalah persaingan antara

individu yang satu dengan yang lain. Dengan adanya persaingan yang sehat,

dapat ditimbulkan motivasi untuk bertindak secara lebih baik. Salah satu

bentuk misainya perlombaan karya tulis, lomba menjadi sisura teladan, lomba

keterampilan dan lain sebagainya. Kompetisi juga dapat dilakukan antar

sekolah untuk mendorong siswa melakukan berbagai upaya unjuk kerja belajar

yang baik.

b. Prinsip Pemacu

Dorongan untuk melakukan berbagai tindakan akan terjadi apabila ada pemacu

tertentu. Pemacu ini dapat berupa informasi, nasehat, amanat, percontohan,

dan lain-lain. Dalam hal ini motif teratur untuk mendorong agar selalu

melakukan berbagai tindakan dan unjuk kerja melalui konsultasi pribadi,

nasehat atau amanat dalam upacara, ceramah keagamaan, bimbingan,

pembinaan, dan lain sebagainya.

c. Prinsip ganjaran dan hukuman

Ganjaran yang diterima seseorang dapat meningkatkan motivasi untuk

melakukan sesuatu yang menimbulkan ganjaran itu. Setiap unjuk kerja yang

baik apabila diherikan sebuah reward yang memadai cenderung akan

menimbulkan motivasi. Misalnya pemberian hadiah kepada siswa yang

berprestasi. Selain prinsip ganjaran, prinsip hukuman juga dapat menimbulkan

motivasi siswa untuk tidak lagi melakukan tindakan yang menyebabkan

hukuman itu. Hal yang harus diterapkan secara proporsional dan benar-benar

dapat memberikan motivasi.

d. Prinsip Kejelasan Dan Kedekatan Tujuan

Makin jelas dan makin dekat suatu tujuan, maka makin mendorong seseorang

untuk melakukan tindakan. Sehubungan dengan prinsip ini, maka seyogyanya

setiap siswa memahami tujuan belajarnya secara jelas.

Hal itu dapat dilakukan dengan memberikan penjelasan suatu tujuan dari

tindakan yang diharapkan. Cara lain adalah dengan membuat tujuan-tujuan

yang masih umum dan jauh menjadi tujuan yang khusus dan lebih dekat.

e. Pemahaman Hasil

15

Page 10: BAB II q ok

Dalam uraian diatas, teiah dikemukakan bahwa hasil yang dicapai seseorang

merupakan balikan dari apa yang telah dilakukannya, dan itu semua dapat

memberikan motivasi untuk melakukan tindakan selanjutnya. Perasaan sukses

yang ada pada diri seseorang akan mendorongnya untuk selalu memelihara

dan meningkatkan kerja agar terus menjadi lebih baik lagi. Pengetahuan

tentang balikan, memiliki kaitan erat dengan kepuasan yang dicapai.

Sehubungan dengan hal tersebut, para pengajar seyogyanya selalu

memberikan balikan kepada setiap unjuk kerja yang telah dihasilkan oleh

setiap siswa. Misalnya mengembalikan tugas-tugas yang telah dibuat siswa

dengan nilai dan komentarnya. Umpan balik (Feedback) seperti ini akan

sangat bermanfaat untuk mengukur derajat hasil belajar yang telah dihasilkan

untuk keperluan perbaikan dan peningkatan selanjutnya. Para siswa hendaknya

selalu dipupuk untuk memiliki rasa sukses dan terhindar dari berkembangnya

rasa gagal.

f. Pengernbangan Minat

Minat dapat diartikan sebagai rasa senang atau tidak senang dalam

menghadapi suatu objek. Prinsip dasarnya adalah motivasi seseorang

cenderung akan meningkat apabila yang bersangkutan memiliki minat yang

besar dalam melakukan tindakannya. Dalam hubungan ini motivasi dapat

dilakukan dengan jalan menimbulkan atau mengemhangkan minat siswa

dalam melakukan kegiatan belajar. Dengan demikian siswa akan memperoleh

kepuasan dan unjuk kerja yang baik. Pada akhimya dapat menumbuhkan

motivasi belajar secara efektif dan produktif.

g. Lingkungan Yang Kondusif

Lingkungan kerja yang kondusif, baik lingkungan fisik, sosial, maupun

psikologis, dapat menumbuhkan dan mengembangkan motif untuk bekerja

dengan baik dan produktif. Untuk itu dapat diciptakan lingkungan fisik yang

sebaik mungkin, misalnya kebersihan ruangan, tata letak, fasilitas, dan

sebagainya. Demikian pula lingkungan sosialpsikalagis seperti hubugan antar

pribadi, kehidupan kelompok, kepimimpinan, promosi, bimbingan,

kesempatan untuk maju, kekeluargaan dan sebagainya.

h. Keteladanan

16

Page 11: BAB II q ok

Prilaku guru secara langsung atau tidak langsung mempunyai pengaruh

terhadap prilaku murid yang sifatnya positif maupun negatif. Prilaku guru

dapat meningkatkan motivasi belajar. Sehubungan dengan itu, maka sangat

diharapkan agar prilaku guru dapat menjadi sumber keteladanan bagi para

siswanya. Dengan contoh-contoh yang dapat diteladani, para siswa dapat lebih

meningkatkan produktivitas belajar mereka.

Sehubungan dengan hal diatas, ada beberapa prinsip belajar dan motivasi yang

disampaikan oleh Hamalik (2002), agar mendapatkan perhatian dari pihak perencana

pengajaran khususnya dalam merencanakan kegiatan belajar mengajar.

Prinsip tersebut dapat digunakan oleh pendidik dalam peningkatan motivasi

peserta didik dalam mengikuti belajar mengajar, sehingga didapatkan prestasi belajar

yang optimal, diantaranya: 1) Kebermaknaan. Suatu bidang studi akan lebih

bermakna bagi siswa apabila guru herusaha menghubungkannya dengan pengalaman

yang mereka miliki sebelumnya (masa lampau). Sesuatu yang menarik minat dan

bernilai tinggi bagi siswa berarti bermakna baginya. Oleh sebab itu guru hendaknya

berusaha menyesuaikan pelajaran dengan minat para siswanya, dengan cara

memberikan kesempatan kepada siswa berperan serta memilih. 2) Modelling. Siswa

akan suka memperoleh tingkah laku baru bila disaksikan dan ditirunya. Pelajaran akan

lebih mudah dihayati dan diterapkan oleh siswa jika guru mengupayakan mengajarkan

dalam bentuk tingkah laku model, bukan hanya dengan mencerahkan atau

menceritakan secara lisan. Dengan model tingkah laku itu, siswa dapat mengamati

dan menirukan apa yang diinginkan oleh guru. 3) Komunikasi Terbuka. Siswa lebih

suka belajar apabila penyajian terstruktur supaya pesan-pesan guru terbuka terhadap

pengawasan siswa. 4) Prasyarat. Apa yang telah dipelajari oleh siswa sebelumnya

mungkin merupakan faktor penting yang dapat menentukan keberhasilan siswa dalam

belajar. Karena itu hendaknya guru berusaha mengetahui atau mengenali prasyarat-

prasyarat yang telah mereka miliki. Siswa yang berada dalam kelompok yang

bersyarat akan mudah mengamati hubungan antara pengetahuan yang sederhana yang

telah mereka miliki dengan pengetahuan yang kompleks yang akan dipelajari. 5)

Novelty. Siswa akan lebih senang belajar bila perhatiannya ditarik oleh penyajian-

penyajian yang baru (Novelty) atau masih asing. 6) Latihan atau Praktik yang Aktif

dan Bermanfaat. Praktik secara aktif berarti siswa mengerjakan sendiri, bukan

mendengarkan ceramah dan mencatat pada buku tulis. 7) Latihan Terbagi. Siswa

lebih senang belajar, jika latihan di bagi menjadi sejumlah kurun waktu yang pendek.

17

Page 12: BAB II q ok

Latihan yang demikian akan meningkatkan motivasi siswa dalam belajar

dibandingkan dengan latihan yang dilakukan sekaligus dalam jangka waktu yang

panjang. 8) Kurangi secara sistematis Paksaan belajar. Akan tetapi bagi siswa yang

sudah mulai menguasai pelajaran, maka secara sistematis pemompaan itu dikurangi

dan akhirnya siswa dapat belajar sendiri. 9) Kondisi yang menyenangkan. Siswa akan

lebih senang melanjutkan belajarnya jika kondisi pengajarannya menyenangkan.

C. Kepribadian Siswa

1. Pengertian Kepribadian Siswa.

Kepribadian berasal dari kata pribadi yang berarti keadaan manusia orang

perorang atau keseluruhan sifat-sifat yang merupakan watak perorangan. Anton M.

Meovono mengatakan kepribadian adalah:

Sifat hakiki yang tercermin pada sikap seseorang atau suatu bangsa yang

membedakan dirinya dari orang atau bangsa lainnya.17

Menurut Hortmann kepribadian adalah:

Susunan yang teriutegrasikan dari ciri-ciri umum seseorang individu

sebaigaimana yang dinyatakan dalam corak khas yang tegas yang diperlihatkannya

kepada orang lain.18

Dari kedua defenisi diatas, Witherington menyimpulkan bahawa kepribadian

mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. Manusia karena keturunannya mula-mula hanya merupakan individu dan

berubah menjadi suatu pribadi setelah mendapat pengaruh lingkungan

sosial hanya dengan cara belajar.

2. Kepribadian adalah istilah untuk menyebutkan tingkah laku seseorang

secara terintegrasikan dan bukan hanya beberapa aspek saja.

3. Kepribadian untuk menyatakan pengertian tertentu saja yang ada pada

pikiran orang lain dan pikiran tersebut ditentukan oleh nilai perangsang

sosial seseorang.

4. Kepribadian tidak menytakan sesuatu yang bersifat statis seperti bentuk

atau ras tetapi menyertakan keseluruhan dan kesatuan dari tingkah laku

seseorang.

17 Jamaluddin, Teologi Pendidikan, (Cet. I; Jakarta: PT. Radjagrafindo Persada, 2001), h. 17118 Ramayulis, Psikologi Agama, Cet. I; Jakarta: Kalam Mulia, 2002), h. 105

18

Page 13: BAB II q ok

5. Kepribadian tidak berkembang secara fasif saja, tetapi setiap orang

mempergunakan kapasitasnya secara aktif untuk menyesuaikan diri

kepada lngkungan sosial.

Cermin dari ciri-ciri kepribadian tersebut,  pada dasarnya merupakan unsur

yang terkandung dalam diri anak, yang akan dikembangkan melalui pendidikan,

sehingga kepribadian anak menampilkan ciri-ciri khas seorang muslim. Adapun

istilah digunkan untuk menggambarkan tentang kepribadian anak menurut Jalaluddin

adalah sebagai berikut:

1. Mentality, yaitu situasi mental yang berhubungan dengan kegiatan mental atau

intelektual.

2. Personality, yaitu ciri seorang yang dengan adanya ciri tersebut menyebabkan

ia dapat dibedakan dari orang lain, berdasarkan seluruh sikap yang

ditampilkan.

3. Individuality, yaitu sikap khas seseorang yang menyebabkan seseorang

mempunyai sikap yang berbeda dari orang lain.

4. Identity, yaitu sikap kedirian sebagai suatu kesatuan dari sifat-sifat

mempertahankan dirinya terhada sesuatu dari luar.19

Dari penjelasan istilah diatas, nampaknya bahwa kepribadian itu adalah hasil

dari suatu proses kehidupan yang dijalani seseorang. Oleh karena itu, proses yang

dialami tiap orang itu berbeda beda, maka kepribadian tiap-tiap individu pun berbeda.

Namun demikian, karena hidup ini mempunyai tujuan tertentu dan kepribadian

sendiri-sendiri ternyata dapat dibentuk dalam hidup. Usaha yang sistematis dan

berencana, manusia dapat mengupayakan terbentuknya kepribadian yang diharapkan

sebagaimana dalam tap MPR No. II tahun 1983, mengatakan bahwa:

Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembagunan manusia

seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia.20

Analisis secara filosifis mengatakan bahwa hakekat kodrat martabat manusia

memiliki potensi esensial sebagai berikut:

1. Manusia sebagai mahluk pribadi (Individual being)

2. Manusia sebagai mahluk sosial (Sosial being)

3. Manusia sebagai mahluk susila (Moral being)

4. Manusia sebagai mahluk bertuhan.21 19 Jamaluddin, op.cit., h. 16120 Jalaluddin, Teologi Pendidikan, (Cet. I; Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2001), h. 2821 Zuhairih, dkk., Filsafat Pendidikan Islam, (Cet. II; Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 187

19

Page 14: BAB II q ok

Perkembangan atau aktualisasi dari potensi esensial manusia secara kesatuan

integral akan menentukan kualitas kepribadian seseorang.

Berdasarkan pemahaman tersebut, maka kepribadian dapat dirumuskan sebagai

penampilan ciri khas manusia didalam sikap lahiriah dan sikap mental yang dimiliki.

Manusia berupaya untuk mempertahankan keberadaan pribadinya masing- masing

sebagai jati diri setiap individu. Upaya tersebut akan lebih efektif apabila dilakukan

melalui bimbingan dan pengarahan. Pembentukan kepribadian melalui proses yang

cukup panjang, yaitu sepanjang kehidupan manusia itu sendiri.

Dari beberapa defenisi atau penjelasan diatas, penulis menyimpulkan bahwa

kepribadian adalah unsur kejiwaan atau psikis serta moral yang tampil dalam bentuk

tingkah laku yang dapat diamati secara lahiriah dalam pergaulan bersama. Pribadi

bersifat unik ; artinya kepribadian seseorang sifatnya khas dan mempunyai ciri-ciri

yang membedakannya dengan individu yang satu dengan yang lainnya.

2. Aspek- aspek kepribadian siswa.

Pembentukan kepribadian itu bukan suatu hal yang sekali jadi, melainkan

berlangsung secara berangsur-angsur dan mangalami proses perkembangan secara

sistematis. Oleh karena itu, pembentukan kepribadian merupakan suatu proses, dan

akhir dari perkembangan itu berlangsung secara baik pula atau dengan kata lain

kepribadian yang harmonis.

Kepribadian itu disebut harmonis kalau segala aspek-aspek kejiwaan seimbang

dengan tenaga yang bekerja seimbang pula sesuai dengan kebutuhan. Sebagaimana

firman Allah swt, QS. Al-Baqarah (2):143.

Dan demikian (pula) kami telah menjadikan kamu (ummat Islam), ummat

yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar

rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.

Adapun aspek-aspek kepribadian yang di maksud oleh Ahmad D. Marimba adalah:

1. Aspek-aspek kejasmanian, meliputi tingkah laku luar yang mudah nampak dan

ketahuan dari luar, misalnya cara berbuat dan berbicara.

2. Begitu pula aspek kejiwaan yang meliputi aspek-aspek yang tidak mudah

nampak dan ketahuan dari luar, misalanya caa-acara berpikir, sikap dan minat.

3. Disisi lain aspek kerohanian yang luhur, meliputi aspek kejiwaan yang lebih

abstrak, seperti filsafat hidup dan kepercayaan. Ini meliputi sistem  nilai yang

telah meresap di dalam kepribadian itu, yang menjadikan bagian pribadi yang

20

Page 15: BAB II q ok

mendarah daging dalam kepribadian itu yang mengarahkan dan memberi

corak seluruh kehidupan individu seseorang. Bagi orang-orang yang

beragama, aspek tersebut yang menuntutnya  kearah kebahagian, bukan saja

didunia tetapi juga di akhirat. Dan aspek-aspek inilah yang memberi kualitas

kepribadian manusia secara keseluruhannya.

Ketiga aspek kepribadian tersebut yang akan dibentuk melalui pendidikan.

Sasaran yang dituju dalam pembentukan kepribadian adalah keutuhan jiwa dan mental

yang memili akhlak mulia.

Menurut Abdullah al-Darraz, yang di kutip oleh Jalaluddin, mengemukakan bahwa:

Pendidikan akhlak dalam pembentukan kepribadian muslim berfungsi sebagai

pengisi nilai-nilai keIslaman. Dengan adanya cerminan nilai-nilai yang dimaksud

dalam sikap dan perilaku seseorang maka tampillah kepribadian sebagai muslim.22

Dalam ajaran Islam tentang wujud pribadi muslim, serta aspek-aspek yang

harus dikembangkan adalah identik dengan aspek pribadi manusia seutuhnya, seperti

cermin dalam rumusan tujuan pendidikan nasional. Oleh karena itu, usaha untuk

membentuk kepribadian muslim searah dengan usaha-usaha pembentukan pribadi

manusia Indonesia seutuhnya melalui jalur pendidikan yang diproses secara Formal

lewat pendidikan maupun non Formal. Adapun aspek-aspek pokok yang memberi

corak khusus bagi seorang muslim menurut ajaran Islam yaitu:

1. Adanya wahyu Tuhan yang membebani kewajiban pokok setiap individu yang

harus dilakukan seorang muslim. Kewajiban tersebut mencakup seluruh aspek

hidupnya, baik yang menyangkut kewajiban terhadap Tuhan maupun terhadap

manusia lain terlebih pada masyarakat.

2. Praktek ibadah yang harus dilakukan dengan aturan-aturan yang pasti dan

teliti.

3. Konsepsi Al-Qur’an tentang alam yang menggambarkan penciptaan manusia

secara harmonis dan seimbang dibawah perlindungan Tuhan.23

Dalam psikologi pendidikan di jelaskan bahawa aspek-aspek kepribadian adalah

sebagai berikut:

1. Intelegensi, yaitu termasuk didalamnya kewaspadaan, kemampuan belajar,

kecakapan berpikir dan kemampuan mengambil kesimpulan.

2. Kesehatan, yaitu kesehatan jasmani dan rohani.

22 Jalaluddin, op.cit., h. 17923 Zuhairih, dkk., Filsafat Pendidikan, (Cet. V; Jakarta: Remaja Rosda Karya, 1990), h. 157

21

Page 16: BAB II q ok

3. Keterampilan, yaitu merupakan cara orang bereaksi terhadap situasi tertentu.

4. Nilai-nilai, yaitu pandangan dan keyakinan kita terhadap adat istiadat, etika,

kepercayaan.

5. Peranan, yaitu kedudukan atau posisi seseorang didalam masyarakat di mana

ia hidup termasuk tempat dan jabatan.24

Dari aspek-aspek di atas yang akan dibentuk melalui jalur pendidikan baik secara

formal maupun non formal. Semua aspek-aspek tersebut turut menentukan

kepribadian seseorang.

3.Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Kepribadian Siswa.

Untuk mengembangkan tugasnya sebagai khalifah Allah, manusia dilengkapi

potensi yang perlu dikembangkan. Potensi tersebut berfungsi secara maksimal bila

dikembangkan melalui intuisi, sosial, sosial yang ada. Usaha untuk mengembangkan

potensi fitriyah tersebut dapat dilakukan melalui dua jalur, jalur pendidikan formal

dan jalur nonformal, semuanya dapat berperan dalam proses pembentukan

selanjutnya.

Dalam psikologi dinyakatan bahwa pada faktor yang mempunyai terjadinya

pertumbuhan dan perkembangan pada seorang anak yaitu:

1. Faktor internal, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri anak yakni; keturunan

dan pembawaan.

2. Faktor eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar diri anak yakni;

pengalaman dan lingkungannya.25

Hal tersebut dikemukakan oleh aliran konvergensi bahwa: dalam perkembangan anak

menjadi manusia menjadi dewasa sama sekali ditentukan oleh faktor bawaan dan

faktor lingkungan kedua fakror inilah yang membentuk kepribadian anak.26

Senada dengan di atas F.G. Robbius mengemukakan bahwa kepribadian itu banyak

dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:

1. Faktor dasar

2. Faktor lingkungan

3. Perbedaan individual

4. Lingkungan dan

24 M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Cet. V; Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1990), h. 15725 Tadjab, M.A, Ilmu Jiwa Pendidikan (Cet. I; Surabaya: Karya Abditama, 1994), h. 2026 Mustaqim, Psikologi Pendidikan, (Cet. I; Jakarta: Rineka Cipta, 1991), h. 36

22

Page 17: BAB II q ok

5. Motivasi27

Menurut Sertain Lingkungan itu dibagi menjadi tiga bagian yaitu sebagai berikut:

1. Lingkungan alam, yaitu segala sesuatu yang ada di alam dunia ini yang bukan

manusia, seperti rumah, air, iklan, hewan dan tumbuh-tumbuhan/

2. Lingkungan dalam, yaitu segala sesuatu yang termasuk lingkungan luar. Akan

tetapi makanan yang sudah didalam perut itu sudah (sedang) dalam

percernaan.

3. Lingkungan sosial, yaitu semua orang yang mempengaruhi kita.28

Pengaruh lingkungan sosial yang ada kita terima secara langsung dan ada yang

tidak secara langsung, pengaruh secara langsung seperti dalam pergaulan sehari-hari

dengan orang lain, dengan keluarga dan tekanan. Yang tidak langsung seperti melaui

surat radio, televisi, buku majalah dan surat kabar.

Ki Hajar Dewantara pengemukakan bahwa lingkungan sosial meliputi tiga bagian

yaitu:

1. Lingkungan kelurga

2. Lingkungan sekolah

3. Lingkungan masyarakat29

Dengan demikian, ketiga unsur tersebut bertanggung jawab dalam

pembentukan kepribadian anak dalam upaya pengembangannya. Pada kematangan

kemampuan intelektualnya, sikap mental, keterampilan, dn pertumbuhan jasmani dan

rohaninya. Untuk mendapatkan suatu bentuk yang ideal dalam pelaksanaan masing-

masing tanggung jawabnya, ketiga unsur ini harus terjalin kerja sama yang baik

intergralistik sehingga dapat membawa dan menjadikan anak didik sebagai seorang

yang dapat diharapkan di tengah-tengah kelurga, sekolah dan masyarakat.

Berdasarkan pernyataan di atas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa

dalam pembentukan kepribadian anak, sehingga dapat dinyakan bahwa sikap dan sifat

serta watak anak yang beriteraksi antara pembawaan dan lingkungan.

D. Penggunaan Metode Jigsaw dalam Pembelajaran Fiqih

Metode Jigsaw merupakan suatu metode yang dilakukan melalui kerja

kelompok. Pengelompokan biasanya didasarkan atas prinsip untuk mencapai tujuan

bersama.27 Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, (Cet. I; Jakarta: Rineka Cipta, 1991), h. 15828 M. Ngalim Purwanto, op. cit., h. 2829 Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar (Cet. I; Jakarta: Rineka Cipta, 1991), h. 47

23

Page 18: BAB II q ok

Mengutip pendapat Johnson menyatakan bahwa tehnik Jigsaw adalah suatu

tehnik kerja kelompok yang digambarkan sebagai berikut:

1. Setiap anggota kelompok mempelajari atau mengerjakan salah satu bagian

informasi yang berbeda dari bagian anggota yang lainnya.

2. Setiap anggota kelompok bergantung pada anggota kelompok lain untuk

mempelajari dan memahami informasi secara utuh.

3. Setiap anggota kelompok berbagi informasi dengan anggota kelompok lain

dalam rangka menangkap keutuhan informasi.

4. Setiap anggota kelompok menjadi pemilik ahli informasi, sehingga kelompok

akan bertanggung jawab dan menghargai masing-masing anggotanya.

Metode Jigsaw merupakan salah satu metode pembelajaran yang melibatkan

siswa secara aktif. Di dalam metode ini, siswa belajar dan bekerjasama untuk sampai

pada pengalaman belajar yang optimal baik pengalaman individu maupun kelompok.

Berbagai hasil penelitian menyimpulkan manfaat metode Jigsaw dapat meningkatkan

rasa percaya diri, kemampuan untuk melakukan hubungan sosial serta mampu

mengembangkan saling percaya sesamanya baik secara individu maupun kelompok.30

Sebagaimana firman Allah SWT yang berbunyi:

ا على وال وتعاونوا اإلثم لبروالتقوى على تعاونوا

والعدوان

(۲المائده: )

“Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa,

dan jangan tolong menolong kamu dalam berbuat dosa dan pelanggaran. (Q.S. Al-

Maidah, ayat :2).31

E. Aplikasi Metode Jigsaw Guna Meningkatkan Motivasi Pembelajaran Fiqih

Seperti halnya yang kita ketahui bahwa kegiatan belajar mengajari harus

senantiasa ditingkatkan efektifitas dan efisiennya, demi meningkatkan mutu dari pada

pendidikan itu sendiri. Oleh karena itu, untuk meningkatkan efektifitas belajar tanpa

harus menyita banyak waktu, maka seorang guru harus pandai dalam memilih metode

apa yang harus digunakan agar dapat cepat ditangkap siswa apa yang

disampaikannya.

30 Zamrani A, Paradigma Pendidikan Masa Depan (Yogyakarta: Bigraf Publising), hal: 14231 Al-Qur’an dan Terjemah (Surabaya: Mahkota), hal: 142

24

Page 19: BAB II q ok

Sebagaimana pendapat para ahli pendidikan yang menyatakan pendapatnya

tentang efektifitas, diantaranya adalah:

1. Departemen pendidikan dan kebudayaan ‘efektifitas adalah keadaan

berpengaruh, dapat membawa; berhasil guna (usaha, tindakan).32

2. Drs. Saliman dan Drs. Sudarsono SH dalam kamus pendidikan

mengungkapkan bahwa “efektifitas adalah suatu tahapan untuk Fiqih tujuan

sebagaimana yang diharapkan.33

Sebagimana yang telah dijelaskan diatas bahwa kata efektifitas merupakan

sesuatu yang berpengaruh dan mendapat hasil. Jadi dengan diterapkannya metode

Jigsaw learning diharapkan pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah dapat

membantu pendidik dan peserta didik dalam Fiqih tujuan pendidikan.

Pembelajaran dengan model Jigsaw ini menekankan pada rasa tanggung jawab

setiap siswa terhadap proses belajarnya, dan siswa yakin bahwa mereka berhasil jika

siswa lain yang terlibat dalam kelompok juga berhasil. Setiap anggota kelompok

bertanggug jawab terhadap penguasaan setiap komponen atau subtopik yang

ditugaskan guru dengan sebaik-baiknya. Siswa dari masing-masing kelompok yang

bertanggung jawab terhadap subtopik yang sama membentuk kelompok lagi. Dalam

hal ini siswa bekerjasama untuk menyelesaikan tugas dan menjadi ahli dalam

subtopik bagiannya. Setelah itu siswa tersebut kembeli lagi ke kelompok masing-

masing sehingga ahli dalam subtopiknya dan mengajarkan informasi penting dalam

subtopik tersebut kepada temannya.

Adapun langkah-langkah dalam pembelajaran model Jigsaw adalah sebagai

berikut:

Langkah 1 :

guru membagikan kelompok bahan pelajaran yang akan

diberikan menjadi beberapa bagian.

Langkah 2 :

guru membagi siswa dalam kelompok belajar kooperatif yang

terdiri 7 atau 8 siswa sehingga setiap anggota bertanggung

32 Depdikbud, Op.cit, hal: 21933 Saliman dan Sudarsono, Kamus Pendidikan Pendidikan, Pengajaran dan Umum (Bandung: Angkasa), 1994, hal: 61

25

Page 20: BAB II q ok

jawab terhadap penguasaan setiap komponen subtopik yang

ditugaskan guru dengan sebaik-baiknya.

Langkah 3 :

siswa dari masing-masing kelompok bertanggung jawab

terhadap subtopik yang sama membentuk kelompok lagi yang

terdiri dari 4 atau 5 siswa. Siswa-siswa ini bekerja untuk

menyelesaikan tugas kooperatifnya dalam:

belajar menjadi ahli dalam subtopik bagian

merencanakan bagaimana mengajarkan subtopik bagiannya

kepada kelompok semula.

Langkah 4 :

siswa tersebut kembali lagi ke kelompok masing-masing

sehingga ahli dalam subtopiknya dan mengajarkan informasi

penting dalam subtopik tersebut kepada temannya. Ahli dalam

subtopik lainnya juga bertindak serupa, sehingga seluruh

siswa bertanggung jawab untuk menunjukkan penguasaannya

terhadap seluruh materi yang ditugaskan oleh guru. Dengan

demikian, setiap siswa dalam kelompok harus menguasai

topik pelajaran secara keseluruhan.

Langkah 5 :

evaluasi terhadap materi yang diperolehnya secara individu

(kuis)

Langkah 6 :

penghargaan

Tahapan-tahapan penerapan model Jigsaw

1. Persiapan

a. Materi

Materi pembelajaran model Jigsaw di bagi beberapa bagian pembelajaran

tergantung pada jumlah anggota dalam setiap kelompok serta banyaknya konsep

materi pembelajaran yang ingin dicaAqidah Akhlak, dan yang akan dipelajari oleh

siswa dalam kelompok. Sebelum pelajaran diberikan , guru memberikan

pengenalan mengenai topik yang akan dibahas dalam pelajaran untuk hari ini.

b. Tahap kooperatif

26

Page 21: BAB II q ok

Dalam tahap ini guru membagi siswa dalam kelompok kecil yang disebut

kelompok kooperatif. Dalam pengelompokan ini, guru juga mempertimbangkan

kriteria heterogenitas lainnya, misalnya: jenis kelamin, latar belakang sosial dan

kesenangan.

c. Menentukan skor awal

Skor awal merupakan skor rata-rata siswa secara individu pada kuis sebelumnya.

d. Menyiapkan siswa untuk belajar kooperatif

Sebelum kegiatan pembelajaran dimulain, siswa diberi kesempatan untuk lebih

saling mengenal masing-masing anggota kelompok, menyiapkan soal kurs dan tes

individual.

e. Menemukan alokasi dan pembagian waktu yang disesuaikan dengan tahap

pembelajaran.

2. Presentasi kelas

TABEL I

Gambaran Kegiatan Selama Presentasi Kelas

Tahapan

Mengajar

Tujuan Kegiatan guru Kegiatan siswa

A.Pra

Instruksional

-mem

bangkitkan

motivasi

-menuliskan tujuan yang

ingin dicapai

-memberikan reward

untuk kelompok unggul

-menjelaskan meteri

yang akan dipelajari

dalam kelompok secara

garis besarnya saja

dengan memakai

struktur makro

-diharapkan

merespon

penjelasan guru

-memberikan

jawaban

-memahami makna

arah penjelasan

guru

B. Instruksional -mengaktifkan

kerja

kelompok

-membagikan bagian

materi pembelajaran

anggota kelompok

-mengontrol pemahaman

siswa dengan

-berdiskusi untk

mmahami materi

dalam kel ahli

-masing-masing

anggota kelompok

27

Page 22: BAB II q ok

-mengukur

penguasaan

materi

terhadap

tanggung

jawab yang

dibebankan

memberikan

pertanyaan

-memerintahkan

terhadap sesama

anggota dalam

kelompoknya untuk

saling mmberikan

pertanyaan

ahli kembali ke

kelompok semula

untuk menjelaskan

secara bergiliran

materi pembelajarn

yang tlah dketahui.

-tanya jawab anggota

antar kelompok

tentang materi yang

dipelajari

-sesama anggota

kelompok

menjelaskan kepada

temannya yang

belum paham

C. Evaluasi -mengetahui

penguasaan

materi selama

kerja

kelompok

-memberikan soal kuis

-memberikan soal tes

-menjawab

-menjawab

3. Penghargaan kelompok

Penghargaan kelompok dilakukan dengan memberi hadiah atau pujian dengan

menggunakan kata-kata khusus seperti Mumtaz, Jayyid dan lain-lain. Penghargaan

diberikan kepada kelompok yang dapat mencapai kriteria yang telah ditetapkan

bersama.

28