lp 4 kmb

31
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DENGAN KASUS SPONDILOSIS Disusun oleh MARIA NATALIANI NOVATSIANA LAGUT (13160035) PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN

Upload: fredi-nopriandi

Post on 20-Jan-2016

31 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: LP 4 KMB

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DENGAN KASUS SPONDILOSIS

Disusun oleh

MARIA NATALIANI NOVATSIANA LAGUT (13160035)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA

2013

Page 2: LP 4 KMB

SPONDILOSIS

a. Pengertian

Spondilo berasal dari bahasa Yunani yang berarti tulang belakang. Spondilosis

lumbalis dapat diartikan perubahan pada sendi tulang belakang dengan ciri khas

bertambahnya degenerasi discus intervertebralis yang diikuti perubahan pada tulang dan

jaringan lunak, atau dapat berarti pertumbuhan berlebihan dari tulang (osteofit), yang

terutama terletak di aspek anterior, lateral, dan kadang-kadang posterior dari tepi superior

dan inferior vertebra centralis (corpus). Secara singkat, spondylosis adalah kondisi dimana

telah terjadi degenerasi pada  sendi intervertebral yaitu antara diskus dan corpus vertebra .

b. Etiologi

Spondylosis lumbal muncul karena proses penuaan atau perubahan degeneratif.  Spondylosis

lumbal banyak pada usia 30 – 45 tahun dan paling banyak pada usia 45 tahun. Kondisi ini

lebih banyak menyerang pada wanita daripada laki-laki. Faktor-faktor resiko yang dapat

menyebabkan spondylosis lumbal adalah :

a. Kebiasaan postur yang jelek

b. Stress mekanikal akibat pekerjaan seperti aktivitas pekerjaan yang melibatkan gerakan

mengangkat, twisting dan membawa/memindahkan barang.

c. Tipe tubuh

Page 3: LP 4 KMB

Ada beberapa faktor yang memudahkan terjadinya progresi degenerasi pada vertebra

lumbal yaitu:

1) Faktor usia , beberapa penelitian pada osteoarthritis telah menjelaskan bahwa proses

penuaan merupakan faktor resiko yang sangat kuat untuk degenerasi tulang khususnya

pada tulang vertebra. Suatu penelitian otopsi menunjukkan bahwa spondylitis

deformans atau spondylosis meningkat secara linear sekitar 0% - 72% antara usia 39 –

70 tahun. Begitu pula, degenerasi diskus terjadi sekitar 16% pada usia 20 tahun dan

sekitar 98% pada usia 70 tahun.

2) Stress akibat aktivitas dan pekerjaan, degenerasi diskus juga berkaitan dengan

aktivitas-aktivitas tertentu. Penelitian retrospektif menunjukkan bahwa insiden trauma

pada lumbar, indeks massa tubuh, beban pada lumbal setiap hari (twisting,

mengangkat, membungkuk, postur jelek yang terus menerus), dan vibrasi seluruh

tubuh (seperti berkendaraan), semuanya merupakan faktor yang dapat meningkatkan

kemungkinan spondylosis dan keparahan spondylosis.

3) Peran herediter, Faktor genetik mungkin mempengaruhi formasi osteofit dan

degenerasi diskus. Penelitian Spector and MacGregor menjelaskan bahwa 50%

variabilitas yang ditemukan pada osteoarthritis berkaitan dengan faktor herediter.

Kedua penelitian tersebut telah mengevaluasi progresi dari perubahan degeneratif yang

menunjukkan bahwa sekitar ½ (47 – 66%) spondylosis berkaitan dengan faktor

genetik dan lingkungan, sedangkan hanya 2 – 10% berkaitan dengan beban fisik dan

resistance training.

Page 4: LP 4 KMB

4) Adaptasi fungsional, Penelitian Humzah and Soames menjelaskan bahwa perubahan

degeneratif pada diskus berkaitan dengan beban mekanikal dan kinematik vertebra.

Osteofit mungkin terbentuk dalam proses degenerasi dan kerusakan cartilaginous

mungkin terjadi tanpa pertumbuhan osteofit. Osteofit dapat terbentuk akibat adanya

adaptasi fungsional terhadap instabilitas atau perubahan tuntutan pada vertebra

lumbar.

c. Anatomi dan fisiologi organ terkait

Columna vertebralis merupakan poros tulang rangka tubuh yang memungkinkan untuk

bergerak. Terdapat 33 columna vertebralis, meliputi 7 columna vertebra cervical, 12 columna

vertebra thoracal, 5 columna vertebra lumbal, 5 columna vertebra sacral dan 4 columna

vertebra coccygeal. Vertebra sacral dan cocygeal menyatu menjadi sacrum-coccyx pada umur

20 sampai 25 tahun. Columna vertebrales juga membentuk saluran untuk spinal cord. Spinal

cord merupakan struktur yang Sangat sensitif dan penting karena menghubungkan otak dan

sistem saraf perifer.

Canalis spinalis dibentuk di bagian anterior oleh discus intervertebralis atau corpus

vertebra, di lateral oleh pediculus, di posterolateral oleh facet joint dan di posterior oleh

lamina atau ligament kuning. Canalis spinalis mempunyai dua bagian yang terbuka di lateral

di tiap segmen, yaitu foramina intervertebralis.

Recessus lateralis adalah bagian lateral dari canalis spinalis. Dimulai di pinggir processus

articularis superior dari vertebra inferior, yang merupakan bagian dari facet joint. Di bagian

recessus inilah yang merupakan bagian tersempit. Setelah melengkung secara lateral

mengelilingi pediculus, lalu berakhir di caudal di bagian terbuka yang lebih lebar dari canalis

Page 5: LP 4 KMB

spinalis di lateral, yaitu foramen intervertebralis. Dinding anterior dari recessus lateralis

dibatasi oleh discus intervertebralis di bagian superior, dan corpus verterbralis di bagian

inferior.

Dinding lateral dibentuk oleh pediculus vertebralis. Dinding dorsal dibatasi oleh

processus articularis superior dari vertebra bagian bawah, sampai ke bagian kecil dari lamina

dan juga oleh ligamen kuning (lamina). Di bagian sempit recessus lateralis, dinding dorsalnya

hanya dibentuk oleh hanya processus lateralis, dan perubahan degeneratif di daerah inilah

mengakibatkan kebanyakan penekanan akar saraf pada stenosis spinalis lumbalis.

Akar saraf yang berhubungan dengan tiap segmen dipisahkan dari kantong dura setinggi

ruang intervertebra lalu melintasi recessus lateralis dan keluar dari canalis spinalis satu tingkat

dibawahnya melalui foramina intervertebralis. Di tiap-tiap titik ini dapat terjadi penekanan.

d. Consep map

e. Tanda dan gejala

Gambaran klinis yang terjadi tergantung pada lokasi yang terjadi baik itu cervical, lumbal dan

thoracal. Untuk spondylosis daerah lumbal memberikan gambaran klinis sebagai berikut:

1) Onset, biasanya awal nyeri dirasakan tidak ada apa-apa dan tidak menjadi suatu masalah

sampai beberapa bulan. Nyeri akut biasanya ditimbulkan dari aktivitas  tidak sesuai.

2) Nyeri, biasanya nyeri terasa disepanjang sacrum dan sacroiliac joint. Dan mungkin

menjalar ke bawah (gluteus) dan aspek lateral dari satu atau kedua hip. Pusat nyeri berasal

dari tingkat L4, L5, S1.

Page 6: LP 4 KMB

3) Referred pain:

a) Nyeri mungkin saja menjalar ke arah tungkai karena adanya iritasi pada akar persarafan.

Ini cenderung pada area dermatomnya Paha (L1), Sisi anterior tungkai (L2), Sisi

anterior dari tungkai knee (L3), Sisi medial kaki dan big toe (L4), Sisi lateral kaki dan

tiga jari kaki bagian medial (L5), Jari kaki kecil, sisi lateral kaki dan sisi lateral bagian

posterior kaki (S1), Tumit, sisi medial bagian posterior kaki (S2)

b) Parasthesia, biasanya mengikuti daerah dermatom dan terasa terjepit dan tertusuk, suatu

sensasi ”kesemutan” atau rasa kebas (mati rasa).

c) Spasme otot, biasanya ada peningkatan tonus erector spinae dan m. quadratus

lumborum. Seringkali terdapat tonus yang berbeda antara abduktor hip dan juga

adductor hip. Kadang-kadang salah satu otot hamstring lebih ketat dibanding yang

lainnya.

d) Keterbatasan gerakan, semua gerakan lumbar spine cenderung terbatas. Gerakan hip

biasanya terbatas secara asimetrical. Factor limitasi pada umumnya disebabkan oleh

ketetatan jaringan lunak lebih dari spasm atau nyeri.

e) Kelemahan otot, terjadi biasanya pada otot abdominal dan otot gluteal. Kelemahan

mungkin terjadi karena adanya penekanan pada akar saraf myotomnya. Otot-otot pada

tungkai yang mengalami nyeri menjalar biasanya lebih lemah dibandingkan dengan

tungkai satunya.

f) Gambaran radiografi, terdapat penyempitan pada jarak discus dan beberapa lipping pada

corpus vertebrata.

Page 7: LP 4 KMB

Keluhan meliputi :

1. Nyeri pinggang bawah, akibat beberapa tulang pinggang mengalami gangguan stabilitas,

nyeri saat bangun tidur atau nyeri saat bergerak.

2. Nyeri menjalar sepanjang kaki hingga telapak kaki, rasa tebal dan kesemutan serta

kesulitan menggerakkan kaki.

3. Rasa berat dan lemas pada kaki saat berjalan agak jauh atau posisi duduk lama, merasa

kram yang mencekram, kadang merasa dingin dan tumpul di kaki.

4. gangguan funsi seksual, kelumpuhan kaki dan tidak mampu berjalan bila keadaan

semakin berat, kadang disertai gangguan buang air kecil dan buang air besar.

Spondilosis lumbalis biasanya tidak menimbulkan gejala. Ketika terdapat keluhan nyeri

punggung atau nyeri skiatika, spondilosis lumbalis biasanya merupakan temuan yang tidak

ada hubungannya. Biasanya tidak terdapat temuan apa-apa kecuali munculnya suatu penyulit.

Pasien dengan stenosis spinalis lumbalis sebagian besar mengalami keluhan saat berdiri

atau berjalan. Gejala atau tanda yang mncul saat berjalan berkembang menjadi claudicatio

neurogenik. Dalam beberapa waktu, jarak saat berjalan akan bertambah pendek, kadang-

kadang secara mendadak pasien mengurangi langkahnya. Gejala yang muncul biasanya akan

sedikit sekali bahkan pada pasien yang dengan kasus lanjut.

Gejala dan tanda yang menetap yang tidak berhubungan dengan postur tubuh disebabkan

oleh penekanan permanen pada akar saraf. Nyeri tungkai bawah, defisit sensorik motorik,

disfungsi sistem kemih atau impotensi seringkali dapat ditemukan.

Gejala dan tanda yang intermiten muncul ketika pasien berdiri, termasuk nyeri pinggang

bawah, nyeri alih, atau kelemahan pada punggung. Gejala-gejala ini berhubungan dengan

Page 8: LP 4 KMB

penyempitan recessus lateralis saat punggung meregang. Oleh karena itu, gejala-gejala akan

dipicu atau diperburuk oleh postur tubuh yang diperburuk oleh lordosis lumbal, termasuk

berdiri, berjalan terutama menuruni tangga atau jalan menurun, dan termasuk juga memakai

sepatu hak tinggi.

Nyeri pinggang bawah adalah keluhan yang paling umum muncul dalam waktu yang

lama sebelum munculnya penekanan radikuler. Kelemahan punggung merupakan keluhan

spesifik dari pasien dimana seolah-olah punggung akan copot, kemungkinan akibat sensasi

proprioseptif dari otot dan sendi tulang belakang. Kedua keluhan, termasuk juga nyeri alih

(nyeri pseudoradikuler) disebabkan oleh instabilitas segmental tulang belakang dan akan

berkurang dengan perubahan postur yang mengurangi posisi lordosis lumbalis : condong ke

depan saat berjalan, berdiri, duduk atau dengan berbaring. Saat berjalan, gejala permanen

dapat meluas ke daerah dermatom yang sebelumnya tidak terkena atau ke tungkai yang lain,

menandakan terlibatnya akar saraf yang lain. Nyeri tungkai bawah dapat berkurang, yang

merupakan fenomena yang tidak dapat dibedakan. Karena pelebaran foramina secara postural,

beberapa pasien dapat mengendarai sepeda tanpa keluhan, pada saat yang sama mengalami

gejala intermiten hanya setelah berjalan dengan jarak pendek.

Claudicatio intermiten neurogenik dialami oleh 80% pasien, tergantung kepada beratnya

penyempitan canalis spinalis. Tanda dan gejala yang mengarahkan kepada hal tersebut adalah

defisit motorik, defisit sensorik, nyeri tungkai bawah, dan kadang-kadang terdapat

inkontinensia urin. Beristirahat dengan posisi vertebra lumbalis yang terfleksikan dapat

mengurangi gejala, tapi tidak dalam posisi berdiri, berlawanan dengan claudicatio intermiten

vaskuler. Claudicatio intermiten neurogenik disebabkan oleh insufisiensi suplai vaskuler pada

satu atau lebih akar saraf dari cauda equina yang terjadi selama aktivitas motorik dan

Page 9: LP 4 KMB

peningkatan kebutuhan oksigen yang berhubungan dengan hal tersebut. Daerah fokal yang

mengalami gangguan sirkulasi tersebt muncul pada titik tempat terjadinya penekanan

mekanik, dengan hipereksitabilitas neuronal yang berkembang menjadi nyeri atau paresthesia

Demielinasi atau hilangnya serat saraf dalam jumlah besar akan berkembang menjadi

kelemahan atau rasa kebal. Efek lain dari penekanan mekanik adalah perlekatan arachnoid

yang akan memfiksasi akar saraf dan menganggu sirkulasi CSF di sekitarnya dengan akibat

negatif pada metabolismenya.

f. Pemeriksaan penunjang

X-ray, CT scan, dan MRI digunakan hanya pada keadaan dengan komplikasi.

Pemeriksaan densitas tulang (misalnya dual-energy absorptiometry scan [DEXA])

memastikan tidak ada osteofit yang terdapat di daerah yang digunakan untuk pengukuran

densitas untuk pemeriksaan tulang belakang. Osteofit menghasilkan gambaran massa tulang

yang bertambah, sehingga membuat hasil uji densitas tulang tidak valid dan menutupi adanya

osteoporosis.

Foto X-ray polos dengan arah anteroposterior, lateral dan oblique berguna untuk

menunjukkan lumbalisasi atau sakralisasi, menentukan bentuk foramina intervertebralis dan

facet joint, menunjukkan spondilosis, spondiloarthrosis, retrolistesis, spondilolisis, dan

spondilolistesis. Stenosis spinalis centralis atau stenosis recessus lateralis tidak dapat

ditentukan dengan metode ini.

CT adalah metode terbaik untuk mengevaluasi penekanan osseus dan pada saat yang

sama juga nampak struktur yang lainnya. Dengan potongan setebal 3 mm, ukuran dan bentuk

Page 10: LP 4 KMB

canalis spinalis, recessus lateralis, facet joint, lamina, dan juga morfologi discuss

intervertebralis, lemak epidural dan ligamentum clavum juga terlihat.

MRI dengan jelas lebih canggih daripada CT dalam visualisasi struktur non osseus dan

saat ini merupakan metode terbaik untuk mengevaluasi isi canalis spinalis. Disamping itu, di

luar dari penampakan degradasi diskus pada T2 weighted image, biasanya tidak dilengkapi

informasi penting untuk diagnosis stenosis spinalis lumbalis. Bagaimanapun juga, dengan

adanya perkembangan pemakaian MRI yang cepat yang merupakan metode non invasif,

peranan MRI dalam diagnosis penyakit ini akan bertambah. Khususnya kemungkinan untuk

melakukan rangkaian fungsional spinal lumbalis akan sangat bermanfaat. 

Sangat penting bahwa semua gambaran radiologis berhubungan dengan gejala-gejala,

karena penyempitan asimptomatik yang terlihat pada MRI atau CT sering ditemukan baik

stenosis dari segmen yang asimptomatik atau pasien yang sama sekali asimptomatik dan

seharusnya tidak diperhitungkan.

Mielografi (tidak dilakukan lagi) bermanfaat dalam menentukan derajat dan kemiringan

besarnya stenosis karena lebih dari sati titik penekanan tidak cukup.

g. Komplikasi

Skoliosis merupakan komplikasi yang paling sering ditemukan pada penderita nyeri

punggung bawah karena Spondilosis. Hal ini terjadi karena pasien selalu memposisikan

tubuhnya kearah yang lebih nyaman tanpa mempedulikan sikap tubuh normal. Hal ini

didukung oleh ketegangan otot pada sisi vertebra yang sakit.

Page 11: LP 4 KMB

h. Penatalaksanaan medis dan keperawatan

Penatalaksanaan Medis

Terdiri dari pengobatan konservatif dan pembedahan. Pada pengobatan konservatif,

terdiri dari analgesik dan memakai korset lumbal yang mana dengan mengurangi lordosis

lumbalis dapat memperbaiki gejala dan meningkatkan jarak saat berjalan. Percobaan dalam

3 bulan direkomendasikan sebagai bentuk pengobatan awal kecuali terdapat defisit motorik

atau defisit neurologis yang progresif.

Terapi pembedahan diindikasikan jika terapi konservatif gagal dan adanya gejala-

gejala permanen khususnya defisit motorik.  Pembedahan tidak dianjurkan pada keadaan

tanpa komplikasi. Terapi pembedahan tergantung pada tanda dan gejala klinis, dan

sebagian karena pendekatan yang berbeda terhadap stenosis spinalis lumbalis, tiga

kelompok prosedur operasi yang dapat dilakukan anatara lain: Operasi dekompresi,

Kombinasi dekompresi dan stabilisasi dari segmen gerak yang tidak stabil, dan Operasi

stabilisasi segmen gerak yang tidak stabil

Penatalaksanaan Fisioterapi

Tujuan tindakan fisioterapi pada kondisi ini yaitu untuk meredakan nyeri,

mengembalikan gerakan, penguatan otot, dan edukasi postur. Pada pemeriksaan

(assessment) yang perlu diidentifikasi adalah:

a) gambaran nyeri

b) factor pemicu pada saat bekerja dan saat luang

c) ketidaknormalan postur

Page 12: LP 4 KMB

d) keterbatasan gerak dan faktor pembatasannya.

e) Hilangnya gerakan accessories dan mobilitas jaringan lunak dengan palpasi.

Program intervensi fisioterapi hanya dapat direncanakan setelah melakukan assessment

tersebut. Adapun treatment yang bias digunakan dalam kondisi ini, adalah sebagai berikut:

a) Heat , heat pad dapat menolong untuk meredakan nyeri yang terjadi pada saat penguluran

otot yang spasme.

b) Ultrasound, sangat berguna untuk mengobati thickening yang terjadi pada otot erector

spinae dan quadratus lumborum dan pada ligamen (sacrotuberus dan saroiliac)

c) Corsets, bisa digunakan pada nyeri akut

d) Relaxation, dalam bermacam-macam posisi dan juga pada saat istirahat, maupun bekerja.

Dengan memperhatikan posisi yang nyaman dan support.

e) Posture education, deformitas pada postur membutuhkan latihan pada keseluruhan

alignment tubuh.

f) Mobilizations, digunakan untuk stiffness pada segment lumbar spine, sacroiliac joint dan

hip joint.

g) Soft tissue technique, pasif stretching pada struktur yang ketat sangat diperlukan, friction

dan kneading penting untuk mengembalikan mobilitas supraspinous ligament, quadratus

lumborum, erector spinae dan glutei.

h) Traction, traksi osilasi untuk mengurangi tekanan pada akar saraf tetapi harus dipastikan

bahwa otot paravertebral telah rileks dan telah terulur.

i) Hydrotherapy, untuk relaksasi total dan mengurangi spasme otot. Biasanya berguna bagi

pasien yang takut untuk menggerakkan spine setelah nyeri yang hebat.

Page 13: LP 4 KMB

j) Movement, hold relax bisa diterapkan untuk memperoleh gerakan fleksi. Bersamaan

dengan mobilitas, pasien melakukan latihan penguatan untuk otot lumbar dan otot hip. 

k) Advice , Tidur diatas kasur yang keras dapat menolong pasien yang memiliki masalah

sakit punggung dan saat bangun, kecuali pada pasien yang nyeri nya bertambah parah

pada gerakan ekstensi. Jika pasien biasanya tidur dalam keadaan miring, sebaiknya

menggunakan kasur yang lembut.

i. Pengkajian keperawatan

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu

diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat

memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat

bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:

a) Pengumpulan Data

Identitas Klien

Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status

perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal

MRS, diagnosa medis.

Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus ini adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa

akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian

yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:

Page 14: LP 4 KMB

Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor

presipitasi nyeri.

Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah

seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.

Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau

menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.

Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa

berdasarkan  skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit

mempengaruhi kemampuan fungsinya.

Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam

hari atau siang hari.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari spondilosis, yang

nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa

kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan

yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui

mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain

(Ignatavicius, Donna D, 1995).

Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu

faktor predisposisi terjadinya spondilosis, seperti diabetes, osteoporosis yang sering

Page 15: LP 4 KMB

terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara

genetik (Ignatavicius, Donna D, 1995).

Keadaan Lokal

Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai status

neurovaskuler (untuk status neurovaskuler à 5 P yaitu Pain, Palor, Parestesia,

Pulse, Pergerakan). Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah:

Look (inspeksi)

Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:

a. Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas operasi).

b. Capeau lait spot (birth mark).

c. Fistulae.

d. Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.

e. Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa

(abnormal).

f. Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)

g. Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)

Feel (palpasi)

Page 16: LP 4 KMB

Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi

netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan

informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien.

Yang perlu dicatat adalah:

a. Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit. Capillary refill

time à Normal 3 – 5 “

b. Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama

disekitar persendian.

c. Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal, tengah, atau

distal).

Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang terdapat di permukaan

atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada

benjolan, maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya,

pergerakan terhadap dasar atau  permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya.

Move (pergerakan terutama lingkup gerak)

Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan menggerakan

ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan

lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya.

Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik

0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada

Page 17: LP 4 KMB

gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif

dan pasif.

j. Diagnosa keperawatan

1. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak,

pemasangan traksi, stress/ansietas.

2. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif

(imobilisasi)

3. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang

terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang

akurat/lengkapnya informasi yang ada

k. Intervensi keperawatan

Diagnosa Intervensi Rasional

Nyeri Akut 1. Pertahankan imobilasasi bagian yang

2. Lakukan dan awasi latihan gerak pasif/aktif.

3. Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase, perubahan posisi)

4. Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam, imajinasi visual, aktivitas dipersional)

1. Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi.

2. Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler

3. Meningkatkan sirkulasi umum, menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot.

4. Mengalihkan

Page 18: LP 4 KMB

5. Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai keperluan.

6. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.

7. Evaluasi keluhan nyeri (skala, petunjuk verbal dan non verval, perubahan tanda-tanda vital)

perhatian terhadap nyeri, meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang mungkin berlangsung lama.

5. Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri.

6. Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara sentral maupun perifer.

7. Menilai perkembangan masalah klien.

Hambatan Mobilitas Fisik

1. Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio, koran, kunjungan teman/keluarga) sesuai keadaan klien.

2. Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihan/eliminasi) sesuai keadaan klien.

3. Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien.

4. Dorong/pertahankan asupan cairan 2000-3000 ml/hari.

5. Berikan diet TKTP.

6. Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi.

7. Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi.

1.Memfokuskan perhatian, meningkatakan rasa kontrol diri/harga diri, membantu menurunkan isolasi sosial.

2.Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan klien.

3.Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus, atelektasis, penumonia)

4.Mempertahankan hidrasi adekuat, men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi.

5.Kalori dan protein

Page 19: LP 4 KMB

yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-pertahankan fungsi fisiologis tubuh.

6.Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara individual

7.Menilai perkembangan masalah klien.

Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada

1. Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran.

2. Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik.

3. Ajarkan tanda/gejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat, demam, perubahan sensasi kulit distal cedera)

4. Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan.

1. Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien untuk mengikuti program pembelajaran.

2. Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan program terapi fisik.

3. Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tanda/gejala dini yang memerulukan intervensi lebih lanjut.

4. Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi klien.

Page 20: LP 4 KMB

DAFTAR PUSTAKA

Aplikasi Askep Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC. 2013. Mediaction

Publishing

Price & Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Ed. 6 vol.2. Jakarta :

EGC

Smletzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol. 3. Jakarta : EGC

Page 21: LP 4 KMB

Klaten,....................................................

Mengetahui,

Pembimbing klinik, Mahasiswa,

(........................................................) (........................................................)

Pembimbing akademik

Page 22: LP 4 KMB

(........................................................)