long case meningitis e.c suspek bakteri + gizi baik

41
I. IDENTITAS PASIEN Nama pasien : An. E Umur : 12 Tahun Jenis kelamin : Laki - laki Agama : Islam Suku : Jawa Alamat : Muktiharjo, Genuk. Semarang. Nama ayah : Tn. D Umur : 38 tahun Pekerjaan : Karyawan Swasta Pendidikan : SMA Nama ibu : Ny. K Umur : 30 tahun Pekerjaan : Ibu rumah tangga Pendidikan : SMA Bangsal : Parikesit No. CM : 174861 Masuk RS : 11 Pebruari 2013 II. DATA DASAR 1. Anamnesis Alloanamnesis dengan ibu pasien dilakukan pada tanggal 12 Pebruari 2013 pukul 09.00 WIB di ruang ICU dengan didukung catatan medis. 1

Upload: amelia-puspitasari

Post on 05-Dec-2015

223 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

med

TRANSCRIPT

I. IDENTITAS PASIEN

Nama pasien : An. E

Umur : 12 Tahun

Jenis kelamin : Laki - laki

Agama : Islam

Suku : Jawa

Alamat : Muktiharjo, Genuk. Semarang.

Nama ayah : Tn. D

Umur : 38 tahun

Pekerjaan : Karyawan Swasta

Pendidikan : SMA

Nama ibu : Ny. K

Umur : 30 tahun

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Pendidikan : SMA

Bangsal : Parikesit

No. CM : 174861

Masuk RS : 11 Pebruari 2013

II. DATA DASAR

1. Anamnesis

Alloanamnesis dengan ibu pasien dilakukan pada tanggal 12 Pebruari 2013

pukul 09.00 WIB di ruang ICU dengan didukung catatan medis.

Keluhan utama : Kram pada kedua kaki

Keluhan tambahan : Sakit kepala, pandangan ganda

Riwayat Penyakit Sekarang

Sebelum masuk RS:

1

7 hari SMRS, pasien mengalami demam sepulang sekolah. Demam tinggi naik

turun, lebih tinggi pada malam hari kemudian oleh ibu pasien diberi obat penurun

panas ,panas turun tapi kemudian naik lagi. Selama demam, mengigau saat tidur

disangkal, menggigil disangkal, kejang disangkal. Bintik-bintik merah di badan di

sangkal. Terdapat batuk tidak berdahak, dan pilek, diberi obat flu yang dibeli di

warung. Mencret, sulit BAB dan muntah-muntah disangkal.

4 hari SMRS, demam sudah turun, batuk dan pilek sudah sembuh. Namun pasien

merasakan kedua kakinya kram dan kesemutan. Pasien menjadi sulit berjalan, dan

berjalan harus bersandar pada dinding.

3 hari SMRS, kram dan kesemutan pada kedua kaki dirasakan semakin berat. Pasien

tidak dapat berjalan dan tidak kuat untuk duduk, untuk ke kamar mandi, pasien di

gendong oleh ayahnya.

2 hari SMRS ketika pasien sedang di kamar mandi, pasien jatuh terduduk ketika

berusaha untuk berdiri. Pasien tidak bisa berdiri, duduk dan berjalan.

1 hari SMRS pasien merasa kepalanya sakit dan pandangannya menjadi ganda pada

kedua mata. Kedua tangan pasien mulai terasa kesemutan. Ibu pasien membawa

pasien ke IGD RSUD Kodya Semarang.

Setelah masuk RS:

Hari pertama, perawatan diruang Parikesit, keadaan umum dan tanda vital

CM / TSS, HR : 80 x/menit, RR : 30 x/menit, T: 37,5°C, N : i/ tcukup.

keluhan : kram kedua kaki, sakit kepala,kesemutan pada kedua tangan, lemas,

pandangan ganda pada kedua mata. Pasien dipindahkan ke ICU.

Hari kedua, perawatan diruang ICU, keadaan umum dan tanda vital CM /

TSS, HR : 80 x/menit, RR : 20 x/menit, T: 36,6°C, N : i/ tcukup. keluhan :

Sakit kepala berkurang, kedua kaki masih kram, kedua tangan kesemutan,

pandangan ganda pada kedua mata. Pasien di konsulkan ke bagian syaraf dan

bagian mata.

Hari ketiga, perawatan diruang ICU, keadaan umum dan tanda vital CM /

TSS, HR : 72x x/menit, RR : 24 x/menit, T: 36°C, N : i/ tcukup. keluhan:

sakit kepala (-), kram hanya pada bagian telapak kaki, pandangan ganda pada

kedua mata.

Hari keempat, perawatan diruang ICU, keadaan umum dan tanda vital CM /

TSS, HR : 80 x/menit, RR : 20 x/menit, T: 36°C, N : i/ tcukup. keluhan: sakit

kepala (-), kram kedua telapak kaki, pandangan ganda (-/+), sudah bisa duduk

2

Hari kelima, perawatan diruang ICU keadaan umum dan tanda vital CM /

TSS, HR : 60 x/menit, RR : 24 x/menit, T: 36,5°C, N : i/ tcukup. keluhan :

sakit kepala (-) baal pada kedua jempol kaki, pandangan ganda (-/+), duduk

(+), berdiri (-), pasien dipindahkan ke ruang Parikesit

Hari keenam, perawatan diruang Parikesit, keadaan umum dan tanda vital CM

/ TSS, HR : 100 x/menit, RR : 24 x/menit, T: 36,3°C, N : i/ tcukup. keluhan :

sakit kepala (-), kram pada kedua kaki (-/-), pandangan ganda (-/-), duduk (+),

sudah bisa berdiri dengan bantuan ibu pasien.

Hari ketujuh, perawatan diruang Parikesit, keadaan umum dan tanda vital CM

/ TSS, HR : 60 x/menit, RR : 24 x/menit, T: 36,5°C, N : i/ tcukup. Keluhan:

sakit kepala (-), kram (-/-), pandangan ganda (-/-), duduk (+), berdiri tanpa

bantuan, berjalan (+)

Hari kedelapan, perawatan diruang Parikesit, keadaan umum dan tanda vital

CM / TSS, HR : 72 x/menit, RR : 28 x/menit, T: 36°C, N : i/ tcukup. keluhan

: tidak ada keluhan. Pasien boleh pulang

Riwayat nyeri sendi disangkal

Riwayat nyeri pinggang disangkal

Riwayat kelemahan yang menjalar ke tubuh bagian atas disangkal

Riwayat sesak disangkal

Riwayat jatuh sebelum kram disangkal

Riwayat nyeri dan keluar cairan pada telinga disangkal

Riwayat batuk-batuk lama disangkal

Riwayat Penyakit Dahulu

Penyakit Umur Penyakit Umur

Kejang Disangkal Varicella Disangkal

ISPA Pernah Diare Disangkal

Otitis Disangkal Typhoid Disangkal

TBC Disangkal Cacingan Disangkal

Ginjal Disangkal Alergi 12 tahun, alergi

cefotaksim

Campak Disangkal DBD Disangkal

3

Jantung Disangkal Kecelakaan Disangkal

Darah Disangkal Operasi Disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan sama seperti pasien.

Riwayat Persalinan dan Kehamilan

Anak laki - laki dari ibu G1P1A0, hamil 39 minggu, lahir spontan ditolong oleh

bidan. Bayi langsung menangis saat lahir. Berat badan lahir 3000 gram, panjang

badan lahir 48 cm, lingkar dada dan lingkar kepala ibu lupa.

Kesan: neonatus aterm, sesuai masa kehamilan, vigorous baby.

Riwayat Pemeliharaan Prenatal

Ibu rutin memeriksakan kandungannya secara teratur ke bidan terdekat. Pemeriksaan

dilakukan sejak ibu mengetahui kehamilan hingga usia kehamilan 7 bulan, 1 kali

setiap bulan. Saat memasuki usia kehamilan 8 bulan, pemeriksaan dilakukan 2 kali

setiap bulan hingga lahir. Selama ibu hamil, ibu mendapat suntikan TT 2 kali. Selama

hamil, ibu tidak pernah menderita penyakit. Riwayat perdarahan saat hamil disangkal.

Riwayat trauma disangkal. Obat – obatan yang diminum selama masa kehamilan

adalah vitamin dan obat penambah darah.

Kesan: riwayat pemeliharaan prenatal baik

Riwayat Pemeliharaan Postnatal

Pemeliharaan postnatal dilakukan di Posyandu dan anak dalam keadaan sehat.

Kesan: riwayat pemeliharaan postnatal baik

Riwayat Perkembangan dan Pertumbuhan Anak

Pertumbuhan

4

Berat badan lahir 3000 gram. Panjang badan lahir adalah 48 cm. Berat Badan

sekarang adalah 30 kg. Tinggi badan sekarang adalah 140 cm.

Perkembangan

Senyum : ibu lupa Berdiri : 10 bulan

Miring : 2 bulan Berjalan : 12 bulan

Tengkurap : 4 bulan Berlari : belum bisa

Gigi keluar : 6 bulan Bicara : 7 bulan

Duduk : 6 bulan Melompat : belum bisa

Merangkak : 8 bulan Naik turun tangga : belum bisa

Sekarang pasien duduk di kelas 6 SD, tidak pernah tinggal kelas.

Kesan: pertumbuhan dan perkembangan anak baik, sesuai umur.

Riwayat Makan dan Minum Anak

ASI eksklusif sampai usia 6 bulan.

Mulai usia 6 bulan, anak diberi ASI dan bubur susu

Mulai usia 8 bulan, anak diberi tim saring dan buah (pisang).

Mulai usia 1 tahun, anak diberikan makanan padat seperti anggota keluarga yang lain.

Sekarang anak makan 3x sehari dengan sayur dan lauk, setiap makan 1 piring,

dihabiskan.

Kesan: kualitas dan kuantitas makanan baik

Riwayat Imunisasi

BCG : 1x (usia 1 bulan), scar (+) di lengan kanan atas

Hep B : 4x (diberikan saat pasien usia 0, 2, 4, 6 bulan)

Polio : 4x (diberikan saat pasien usia 0, 2, 4, 6 bulan)

DPT : 3x (diberikan saat pasien usia 2, 4, 6 bulan)

Campak : pernah, 1x, usia 9 bulan

Riwayat imunisasi tambahan: tidak pernah dilakukan

Kesan: anak telah mendapat imunisasi dasar lengkap sesuai dengan usia anak.

Riwayat Keluarga Berencana

5

Ibu tidak mengikuti program KB

Riwayat Sosial Ekonomi

Ayah pasien bekerja sebagai karyawan swasta dengan penghasilan Rp. 800.000,- per

bulan. Ibu pasien adalah seorang buruh pabrik garmen dengan penghasilan Rp.

500.000 ,- per bulan. Menanggung 2 orang anak. Biaya pengobatan ditanggung

Jamkesmas.

Kesan: keadaan sosial ekonomi kurang.

Data Keluarga

Ayah IbuPerkawinan ke 1 1

Umur 25 tahun 17 tahunPendidikan terakhir SMA SMAKeadaan kesehatan Sehat Sehat

Data Perumahan

Kepemilikan rumah : rumah sendiri

Keadaan rumah : dinding rumah tembok, 2 kamar tidur, 1 kamar mandi, 1 ruang

tamu, 1 dapur. Jendela rumah dibuka setiap hari, sinar matahari

cukup. Limbah dibuang ke selokan sekitar. Sumber air di

rumah adalah air sumur.

Keadaan lingkungan : jarak antar rumah berdekatan.

Kesan : Kebersihan lingkungan tempat tinggal cukup dan cukup padat.

2. Pemeriksaan Fisik

Dilakukan pada tanggal 12 Pebruari 2013 pukul 09.30 WIB

Anak laki-laki usia 12 tahun, Berat Badan 30 kg, Tinggi Badan 140 cm.

Keadaan umum : compos mentis, tampak sakit sedang, gizi baik, tampak lemas

Tanda vital : TD: 110/70 mmHg

HR: 80x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup

RR: 30x/menit, reguler

Suhu: 37,5 o C (axilla)

Status Internus

6

- Kepala : mesocephal

- Rambut : hitam, terdistribusi merata, tidak mudah dicabut.

- Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/- , reflek cahaya +/+

(N), reflek kornea +/+ (N), reflek bulu mata +/+ (N), Pupil

isokor +/+, diplopia +/+, strabismus +/- .

- Hidung : bentuk hidung normal, kelainan kongenital (-), sekret -/-,

nafas cuping hidung (-)

- Telinga : bentuk telinga normal, kelainan kongenital (-), discharge -/-,

serumen -/-

- Mulut : bibir kering (-) , bibir sianosis (-) , trismus (-), tonsil T1/T1,

hiperemis (-), caries gigi (-)

- Leher : simetris, tidak ada pembesaran KGB, kaku kuduk (+)

- Thoraks :

Jantung

- Inspeksi : pulsasi ictus cordis terlihat di ICS V garis midclavicula kiri

- Palpasi : ictus cordisteraba di ICS V garis midclavicula kiri

- Perkusi : batas kiri ICS V 2 cm medial midclaviculasinistra

batas kanan ICS v linea parasternal dextra

batas atas ICS II linea parasternal sinistra

- Auskultasi : bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Paru - paru

- Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris saat inspirasi dan

ekspirasi, retraksi (-)

- Palpasi : stem fremitus teraba sama keras pada kedua lapang paru

- Perkusi : sonor di kedua lapang paru

- Auskultasi : suara dasar vesikuler di seluruh lapang paru, rhonki -/-

wheezing -/-

- Abdomen

- Inspeksi : datar

- Auskultasi : bising usus (+) normal

- Perkusi : timpani di seluruh kuadran abdomen

- Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)

7

- Genitalia : laki- laki, fimosis (-), luka (-), edema (-), pus (-), darah

(-), sikatriks (-)

- Anorektal : anus (+), hiperemis (-)

- Ekstremitas :

Superior Inferior

Akral dingin -/- -/-

Akral sianosis -/- -/-

Oedem -/- -/-

CRT <2’’ <2’’

- Pemeriksaan Neurologis

Refleks Fisiologis : (+)

Refleks Patologis : (-)

Rangsang Meningeal

o Kaku kuduk : (+)

o Brudzinsky I : (+)

o Brudzinsky II : (+)

o Kernig : (+)

o Lasegue : (-)

Nervus Cranialis : Paresis n. VI sinistra

Klonus

o Paha : (-)

o Kaki : (-)

Motorik

Motorik Superior D/S Inferior D/S

Gerakan +/+ ↓/↓

Kekuatan 5-/5- 3/3

Tonus normotonus normotonus

Trofi eutrofi eutrofi

Sensibilitas dbn ↓/↓

Vegetatif: BAB dan BAK normal, inkontinensia (-)

8

3. Pemeriksaan Penunjang

Lab Darah Rutin

Tgl Hb Ht % Leukosit Trombosit

12/2 15,1 44,1 6800 486000

13/2 14,3 42,4 6200 628000

16/2 14,4 42,8 11100 690000

18/2 14,2 43,1 9700 679000

Foto Lumbosakral (13/2/13) : Tidak ada kelainan

CT scan kepala kontras (15/2/13) :Gambaran meningitis ringan (perbaikan)

Foto Thoraks AP (16/2/13) : Tidak ada pembesaran hilus ataupun

infiltrat

Skoring TB

Kontak : 1

Tes Tuberculin : 0

Gizi : 1

Demam >2 minggu : 0

Batuk : 0

KGB : 0

Tulang : 0

Foto Thoraks : 0 +

2 bukan TB

4. Pemeriksaan Khusus

- Data antropometri: anak laki-laki berusia 12 tahun, BB = 30 kg, TB = 140 cm.

o WAZ = ( BB – median ) / SD = (30 – 39,8) /6,5

= - 1,5 (normal)

o HAZ = ( TB – median ) / SD = (140 – 149,7) / 7,6

= - 1,2 (normal)

o WHZ = ( BB – median ) / SD = (30 – 33) / 3,2

= - 0,9 (normal)

Kesan: status gizi baik dan perawakan tubuh anak normal

III. RESUME

9

Telah diperiksa seorang anak laki-laki usia 12 tahun dengan berat badan

30 kg dan tinggi badan cm. Keluhan utama kram pada kedua kaki, diserati

keluhan tambahan sakit kepala dan pandangan ganda.

7 hari SMRS, pasien mengalami demam sepulang sekolah. Demam tinggi

naik turun, lebih tinggi pada malam hari kemudian oleh ibu pasien diberi obat

penurun panas ,panas turun tapi kemudian naik lagi. 4 hari SMRS, demam sudah

turun, batuk dan pilek sudah sembuh. Namun pasien merasakan kedua kakinya

kram dan kesemutan. Pasien menjadi sulit berjalan, dan berjalan harus bersandar

pada dinding. 3 hari SMRS, kram dan kesemutan pada kedua kaki dirasakan

semakin berat. Pasien tidak dapat berjalan dan tidak kuat untuk duduk, untuk ke

kamar mandi, pasien di gendong oleh ayahnya. 2 hari SMRS ketika pasien sedang

di kamar mandi, pasien jatuh terduduk ketika berusaha untuk berdiri. Pasien tidak

bisa berdiri, duduk dan berjalan. 1 hari SMRS pasien merasa kepalanya sakit dan

pandangannya menjadi ganda pada kedua mata. Kedua tangan pasien mulai terasa

kesemutan. Ibu pasien membawa pasien ke IGD RSUD Kodya Semarang.

Pasien mempunyai riwayat alergi terhadap cefotaxim.

Pada pemeriksaan fisik didapat:

Keadaan umum : compos mentis, tampak sakit sedang, gizi baik,

tampak lemas

Tanda vital : TD: 110/70 mmHg

HR: 80x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup

RR: 30x/menit, reguler

Suhu: 37,5 o C (axilla)

Status Internus :

pada mata: diplopia +/+, strabismus +/-

pada leher: kaku kuduk (+)

Pemeriksaan Neurologis :

Tanda rangsang meningeal (+) kaku kuduk, brudzinsky I,

brudzinsky II, kernig, lasegue (-)

Refleks patologis (-)

Terdapat parese pada n. VI sinistra

Motorik didapatkan kelemahan pada keempat ekstremitas, sensibilitas

menurun pada ekstremitas bawah

10

Pemeriksaan Penunjang :

Darah Rutin : Leukositosis pada hasil lab ketiga (16/3/13), dan trombositosis

CT scan kepala kontras (15/2/13) :Gambaran meningitis ringan (perbaikan)

Pemeriksaan Khusus didapat :

Status gizi baik dan perawakan tubuh anak normal

IV. DIAGNOSA BANDING

- Observasi Kelemahan Anggota Gerak

LMN :

o SGB

o Poliomyelitis

o HNP

o Trauma Medula Spinalis

UMN :

o Meningitis :

Bakteri

Virus

Tuberkulosa

o Encephalitis

o Meningoencephalitis

o Tumor Medula Spinalis

o Abses Otak

- Status gizi baik

V. DIAGNOSA SEMENTARA

1. Meningitis e.c Suspek Bakteri

2. Status gizi

VI. TERAPI

o O2 nasal kanul 2 L/menit

o Infus D5 15 tpm

o Injeksi Ceftriakson 2 x 1,5 g iv

o Injeksi Dexametason 3 x 10 mg

o Injeksi Ranitidin 2 x 15 mg

11

o Injeksi Lapibal 1 x 500 mg

PO/

o Paracetamol syrup 3 x 1 cth (pc)

o Curcuma 2 x 1 tab

o Antasid 3 x III cth

o Diet

o BBI : 39,8 kg

o Kalori : 1539 kkal/hari

o Protein : 79,6 gr/hari

VII. PROGNOSA

o Quo ad vitam : ad bonam

o Quo ad fungtionam : ad bonam

o Quo ad sanationam : dubia ad bonam

o

VIII. USULAN

- Cek darah rutin ulang

- Pemeriksaan lumbal pungsi

- Kultur darah (untuk cek resistensi)

-

IX. NASEHAT

Kontrol ke poliklinik anak 3 hari setelah pulang dari RS

Sedia penurun panas di rumah, bila panas segera minum obat penurun panas

Bila sakit batuk, pilek, atau infeksi telinga segera periksakan ke dokter

Imunisasi untuk meningitis (Hib / PCV ) bila mampu.

ANALISA KASUS

12

Pada pasien ini ditegakkan diagnosis meningitis suspek e.c bakteri berdasarkan:

a. Anamnesis

Pada anamnesis didapatkan keluhan kram pada kedua tungkai. 1 minggu

sebelumnya terdapat riwayat demam, batuk dan pilek. Kram pada kedua

tungkai dirasakan makin lama makin berat, sehingga pasien tidak dapat duduk,

berdiri dan berjalan. Juga terdapat kelemahan pada kedua tangan. Keluhan

disertai dengan nyeri kepala dan pandangan ganda pada kedua mata. Terdapat

manifestasi klinis dari meningitis.

b. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan status generalis dan status

neurologis.

Keadaan umum : compos mentis, tampak sakit sedang, gizi baik,

tampak lemas

Tanda vital : TD: 110/70 mmHg

HR: 80x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup

RR: 30x/menit, reguler

Suhu: 37,5 o C (axilla) subfebris

Pada Status Generalis didapatkan:

pada mata: diplopia +/+, strabismus +/-

pada leher: kaku kuduk (+)

Pada Status Neurologis didapatkan:

Refleks Fisiologis : (+)

Refleks Patologis : (-)

Rangsang Meningeal

o Kaku kuduk : (+)

o Brudzinsky I : (+)

o Brudzinsky II : (+)

o Kernig : (+)

Nervus Cranialis : Paresis n. VI sinistra

Motorik

Motorik Superior D/S Inferior D/S

13

Gerakan +/+ ↓/↓

Kekuatan 5-/5- 3/3

Tonus normotonus normotonus

Trofi eutrofi eutrofi

Sensibilitas dbn ↓/↓

Didapatkan tanda rangsang meningeal dan kelemahan pada kedua ekstremitas,

namun tidak didapatkan adanya refleks patologis. Pada pemeriksaan fisik

mendukung untuk diagnosis meningitis.

c. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium darah rutin menunjukkan adanya

leukositosis, menunjukan adanya infeksi bakteri

Pemeriksaan Pencitraan (CT Scan kontras) didapatkan gambaran

meningitis ringan.

Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang mendukung untuk

penegakan diagnosis Meningitis e.c Suspek Bakteri

14

TINJAUAN PUSTAKA

MENINGITIS

I. DEFINISI

Meningitis atau radang selaput otak adalah infeksi pada cairan serebrospinal

maupun selaput otak yang membungkus jaringan otak dan medula spinalis. Kuman-

kuman masuk ke setiap bagian ruang subarakhnoidal dan dengan cepat menyebar ke

bagian lain sehingga medula spinalis terkena, yang akhirnya menimbulkan eksudasi

berupa pus atau serosa yang disebabkan oleh bakteri maupun virus. 6,12

II. ANATOMI 4

LAPISAN SELAPUT OTAK/ MENINGES

Otak dibungkus oleh selubung mesodermal, meninges. Lapisan luarnya adalah

pachymeninx atau duramater dan lapisan dalamnya, leptomeninx, dibagi menjadi

arachnoidea dan piamater.

1. Duramater

Dura kranialis atau pachymeninx adalah suatu struktur fibrosa yang kuat

dengan suatu lapisan dalam (meningeal) dan lapisan luar (periostal). Kedua

lapisan dural yang melapisi otak umumnya bersatu, kecuali di tempat di

tempat dimana keduanya berpisah untuk menyediakan ruang bagi sinus

venosus (sebagian besar sinus venosus terletak di antara lapisan-lapisan dural),

dan di tempat dimana lapisan dalam membentuk sekat di antara bagian-bagian

otak.

Duramater lapisan luar melekat pada permukaan dalam

cranium dan juga membentuk periosteum, dan mengirimkan perluasan

pembuluh dan fibrosa ke dalam tulang itu sendiri; lapisan dalam berlanjut

menjadi dura spinalis.Septa kuat yang berasal darinya membentang jauh ke

dalam cavum cranii. Di anatara kedua hemispherium terdapat invaginasi yang

disebut falx cerebri. Ia melekat pada crista galli dan meluas ke crista frontalis

ke belakang sampai ke protuberantia occipitalis interna, tempat dimana

duramater bersatu dengan tentorium cerebelli yang meluas ke dua sisi. Falx

cerebri membagi pars superior cavum cranii sedemikian rupa sehingga

masing-masing hemispherium aman pada ruangnya sendiri. Tentorium

cerebelli terbentang seperti tenda yang menutupi cerebellum dan letaknya di

15

fossa craniii posterior. Tentorium melekat di sepanjang sulcus transversus os

occipitalis dan pinggir atas os petrosus dan processus clinoideus. Di sebelah

oral ia meninggalkan lobus besar yaitu incisura tentorii, tempat lewatnya

trunkus cerebri. Saluran-saluran vena besar, sinus dura mater, terbenam dalam

dua lamina dura.

Gambar 1. Lapisan-lapisan selaput otak/meninges 13

2. Arachnoidea

Membrana arachnoidea melekat erat pada permukaan dalam dura dan hanya

terpisah dengannya oleh suatu ruang potensial, yaitu spatium subdural. Ia

menutupi spatium subarachnoideum yang menjadi liquor cerebrospinalis,

cavum subarachnoidalis dan dihubungkan ke piamater oleh trabekulae dan

septa-septa yang membentuk suatu anyaman padat yang menjadi system

rongga-rongga yang saling berhubungan.

Dari arachnoidea menonjol ke luar tonjolan-tonjolan mirip

jamur ke dalam sinus-sinus venosus utama yaitu granulationes pacchioni

(granulationes/villi arachnoidea). Sebagian besar villi arachnoidea terdapat di

sekitar sinus sagitalis superior dalam lacunae lateralis. Diduga bahwa liquor

cerebrospinali memasuki circulus venosus melalui villi. Pada orang lanjut usia

villi tersebut menyusup ke dalam tulang (foveolae granulares) dan

berinvaginasi ke dalam vena diploe.

16

Cavum subaracnoidea adalah rongga di antara arachnoid dan piamater

yang secara relative sempit dan terletak di atas permukaan hemisfer cerebrum,

namun rongga tersebut menjadi jauh bertambah lebar di daerah-daerah pada

dasar otak. Pelebaran rongga ini disebut cisterna arachnoidea, seringkali diberi

nama menurut struktur otak yang berdekatan. Cisterna ini berhubungan secara

bebas dengan cisterna yang berbatasan dengan rongga sub arachnoid umum.

Cisterna magna diakibatkan oleh pelebaran-pelebaran rongga di atas

subarachnoid di antara medulla oblongata dan hemisphere cerebellum; cistena

ini bersinambung dengan rongga subarachnoid spinalis. Cisterna pontin yang

terletak pada aspek ventral dari pons mengandung arteri basilaris dan beberapa

vena. Di bawah cerebrum terdapat rongga yang lebar di antara ke dua lobus

temporalis. Rongga ini dibagi menjadi cisterna chiasmaticus di ats chiasma

opticum, cisterna supraselaris di atas diafragma sellae, dan cisterna

interpeduncularis di antara peduncle cerebrum. Rongga di antara lobus

frontalis, parietalis, dan temporalis dinamakan cisterna fissure lateralis

(cisterna sylvii).

3. Piamater

Piamater merupakan selaput jaringan penyambung yang tipis yang menutupi

permukaan otak dan membentang ke dalam sulcus,fissure dan sekitar

pembuluh darah di seluruh otak. Piamater juga membentang ke dalam fissure

transversalis di abwah corpus callosum. Di tempat ini pia membentuk tela

choroidea dari ventrikel tertius dan lateralis, dan bergabung dengan ependim

dan pembuluh-pembuluh darah choroideus untuk membentuk pleksus

choroideus dari ventrikel-ventrikel ini. Pia dan ependim berjalan di atas atap

dari ventrikel keempat dan membentuk tela choroidea di tempat itu.

2.2.2 LIQUOR CEREBROSPINALIS (LCS)

1. Fungsi

LCS memberikan dukungan mekanik pada otak dan bekerja seperti jaket

pelindung dari air. Cairan ini mengontrol eksitabilitas otak dengan mengatur

komposisi ion, membawa keluar metabolit-metabolit (otak tidak mempunyai

pumbuluh limfe), dan memberikan beberapa perlindungan terhadap

perubahan-perubahan tekanan (volume venosus volume cairan cerebrospinal).

17

2. Komposisi dan Volume

Cairan cerebrospinal jernih, tidak berwarna dan tidak berbau. Nilai normal

rata-ratanya yang lebih penting diperlihatkan pada tabel.

Tabel 1. Nilai Normal Cairan Cerebrospinal 13

LCS terdapat dalam suatu system yang terdiri dari spatium liquor

cerebrospinalis internum dan externum yang saling berhubungan. Hubungan

antara keduanya melalui dua apertura lateral dari ventrikel keempat (foramen

Luscka) dan apetura medial dari ventrikel keempat (foramen Magendie). Pada

orang dewasa, volume cairan cerebrospinal total dalam seluruh rongga secara

normal ± 150 ml; bagian internal (ventricular) dari system menjadi kira-kira

setengah jumlah ini. Antara 400-500 ml cairan cerebrospinal diproduksi dan

direabsorpsi setiap hari.

3. Tekanan

Tekanan rata-rata cairan cerebrospinal yang normal adalah 70-180 mm air;

perubahan yang berkala terjadi menyertai denyutan jantung dan pernapasan.

Takanan meningkat bila terdapat peningkatan pada volume intracranial

(misalnya, pada tumor), volume darah (pada perdarahan), atau volume cairan

cerebrospinal (pada hydrocephalus) karena tengkorak dewasa merupakan

18

suatu kotak yang kaku dari tulang yang tidak dapat menyesuaikan diri

terhadap penambahan volume tanpa kenaikan tekanan.

4. Sirkulasi LCS

LCS dihasilkan oleh pleksus choroideus dan mengalir dari ventriculus lateralis

ke dalam ventriculus tertius, dan dari sini melalui aquaductus sylvii masuk ke

ventriculus quartus. Di sana cairan ini memasuki spatium liquor

cerebrospinalis externum melalui foramen lateralis dan medialis dari

ventriculus quartus. Cairan meninggalkan system ventricular melalui apertura

garis tengah dan lateral dari ventrikel keempat dan memasuki rongga

subarachnoid. Dari sini cairan mungkin mengalir di atas konveksitas otak ke

dalam rongga subarachnoid spinal. Sejumlah kecil direabsorpsi (melalui

difusi) ke dalam pembuluh-pembuluh kecil di piamater atau dinding

ventricular, dan sisanya berjalan melalui jonjot arachnoid ke dalam vena (dari

sinus atau vena-vena) di berbagai daerah – kebanyakan di atas konveksitas

superior. Tekanan cairan cerebrospinal minimum harus ada untuk

mempertahankan reabsorpsi. Karena itu, terdapat suatu sirkulasi cairan

cerebrospinal yang terus menerus di dalam dan sekitar otak dengan produksi

dan reabsorpsi dalam keadaan yang seimbang.

Gambar 2. Sirkulasi Liquor Cerebrospinalis 14

III. INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI

19

Data WHO menunjukkan bahwa sekitar 1,8 juta kematian anak balita di seluruh

dunia setiap tahun. Lebih dari 700.000 kematian anak terjadi di negara kawasan Asia

tenggara da Pasifik barat. Pada satu penelitian di Amerika, tercatat 55% dari kasus

meningitis terjadi pada anak laki-laki. Meningococcal meningitis umumnya terjadi

antara umur 3 tahun sampai masa pubertas.3

IV. ETIOLOGI

Kebanyakan kasus meningitis disebabkan oleh mikroorganisme seperti virus,

bakteri, jamur, atau parasit yang menyebar dalam darah ke cairan otak. Meningitis

disebabkan oleh berbagai macam organisme tetapi kebanyakan pasien dengan

meningitis mempunyai faktor predisposisi seperti fraktur tulang tengkorak, infeksi,

operasi otak atau sumsum tulang belakang.5

V. PATOFISIOLOGI

Mekanisme invasi bakteri ke selaput otak dan ruang arakhnoid belum diketahui

secara pasti, namun banyak kasus meningitis diawali oleh infeksi primer seperti

nasofaringitis, otitis media dan miokarditis yang menunjukakn bahwa meningitis

adalah infeksi sekunder yang terjadi secara hematogen ataupun perkontinuitatum.12

Invasi kuman-kuman (meningokokus, pneumokokus, hemofilus influenza,

streptokokus) ke dalam ruang subarakhnoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan

arakhnoid, CSS dan sistem ventrikulus.12

Jika bakteri patogen dapat memasuki ruang subarakhnoid, berarti mekanisme

pertahanan tubuh yang menurun. Pada umumnya didalam cairan serebrospinal yang

normal tidak ditemukan bakteri dan komplemen lainnya. Namun paba meningitis atau

peradangan pada selaput otak ditemukan bakteri dan peningkatan komplemen dalam

cairan serebrospinal. Konsenterasi komplemen ini memegang peranan penting dalam

opsoniasi dari Encapsuled Meningeal Patogen, suatu proses yang penting untuk

terjadinya fagositosis.1

Mula-mula pembulu darah meningeal yang kecil dan seang mengalami hiperemi

akibat inflaasi yang disebabkan oleh bakterimia, dan dalam waktu yang sangat singkat

terjadi penyebaran sel-sel leukosit polimormonuklear ke dalam ruang subarakhnoid,

kemudian terbentuk eksudat. Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan

histiosit dan dalam minggu kedua sel-sel plasma. Eksudat yang terbentuk terdiri dari

dua lapisan, bagian luar mengandung leukosit polimorfonuklear dan fibrin sedangkan

di lapisan dalam terdapat makrofag.12

20

a. MENINGITIS BAKTERI

Meningitis bakteri adalah peradangan pada selaput otak (menings), yang

disebabkan oleh bakteri. Bakteri yang paling sering adalah H influenza, Diplocooccus

pneumoniae, Streptokokus grup A, Sthapilococcus Aureus, E coli, Kliebsella dan

Pseudomonas. Tubuh akan berespon terhadap bakteri sebagai benda asing dengan

terjadinya peradangan yang disebabkan oleh neutrofil, monosit, dan limfosit. Cairan

eksudat yang terdiri dari bakteri, fibrin dan leukosit terbentuk di ruangan

subarakhnoid akan terkumpul di dalam cairan serebrospinal sehingga dapat

menyebabkan peningkatan intracranial. Hal ini akan mengakibatkan jaringan otak

akan menjadi infark. Resiko terjadinya meningitis bakterialis meningkat pada

penderita infeksi primer seperti infeksi telinga, infeksi tenggorokan, miokarditis dan

pasien pasca bedah.7

b. MENINGITIS TUBERKULOSA

Meningitis Tuberkulosa adalah peradangan selaput otak akibat komplikasi dari

infeksi tuberkulosa primer. Terjadinya meningitis bukanlah karna terinfeksinya

selaput otak okle M. Tuberkulosis secara langsung oleh pnyebaran hematogen tetapi

biasanya sekunder melalui pembentukan tuberkel-tuberkel pada permukaan otak,

sum-sum tulang belakang atau vertebra yang kemudian peceh ke dalam rongga

subarakhniod yang akhirnya akan memberikan gejala klinis terhadap penderita. 2

c. MENINGITIS VIRUS

Suatu sindrom infeksi virus SSP yang akut dengan gejala rangsang meningeal,

pleiositosis dalam cairan serebrospinal, perjalanan penyakit tidak lama dan self

limiting disease tanpa didahului dengan demam untuk beberapa hari. Gejala yang

ditemukan pada anak ialah demam dan nyeri kepala yang mendadak, nausea,

vomiting, kesadaran menurun, kaku kuduk, fotoofobia, parastesia serta mialgia.

Gejala pada bayi tidak khas, bayi mudah terangsang dan menjadi gelisah, mual dan

muntah sering terjadi tapi kejang jarang terjadi.2

d. MENINGITIS KRONIK

Meningitis kronik adalah suatu infeksi selaput otak (menings) yang berlangsung

selama satu bulan atau lebih. Beberapa organisme infeksius bisa menyerang otak dan

tumbuh didalam otak, kemudian secara bertahap menyebabkan gejala-gejala klinis

pada pasien. Penyebab yang paling sering adalah jamur crypococcus, cytomegalo

21

virus, dan M. Tuberkulosa. Gejalanya menyerupai meningitis bakterial namun

perkembangan penyakitnya berlangsung lambat, biasanya lebih dari beberapa minggu.

Demam timbul tidak sehebat meningitis bakterial. Sering terjadi nyeri kepala, linglug

dan bahkan sakit punggung.11

e. MENINGITIS NEONATUS

Meningitis pada bayi baru lahir dapat disebabkan oleh bakteri, virus jamur, atau

protozoa. Meningitis dapat dikaitkan dengan sepsis atau muncul sebagai infeksi lokal.

Kebanyakan kasus meningitis akibat dari penyebaran hematogen. Dapat juga melalui

defek neural tube, saluran sinus kongenital atau luka tembus waktu pengambilan

sampel kulit kepala janin. Radang otak dan infark septik sering terjadi pada

meningitis bakteri. Pembentukan abses, ventrikulitis, hydrocephalus.10

VI. GEJALA KLINIS

Pada neonatus gejala klinis berbeda dengan anak yang lebih besar dan dewasa.

Umumnya meningitis terjadi secara akut dengan panas tinggi, mual, muntah,

gangguan pernapasan, kejang, nafsu makan berkurang, minum sangat berkurang,

konstipasi, diare, biiasanya disertai dengan septikemia dan pneumonitis. Kejang

terjadi lebih kurang 44% anak dengan penyebab H. Influenza, 25% oleh streptokokus

pneumoniae, 78% sterptokokus, dan 10% oleh meningokokus.

Tanda-tanda iritasi meningeal seperti kaku kuduk, tanda kernig, brudzinki dan

fontanela menonjol untuk waktu awal belum muncul. Pada anak yang lebih besar,

permulaan penyakit juga terjadi akut dengan panas, nyeri kepala yang bisa hebat

sekali, malaise umum, kelemahan, nyeri otot, nyeri punggung. Biasanya dimulai

dengan gangguan pernafasan bagian atas. 10

Gejala klinis jika dibagi menurut mur tercantum seperti dibawah ini.

Pada neonatus :

Gejala tidak khas

Demam kadang-kadang, tampak malas, lemah, tidak mau minum, muntah dan

kesadaran menurun

Ubun-ubun besar kadang cembung

Pernapasan tidak teratur

Pada anak umur 2 bulan – 2 tahun

Gambaran klasik tidak tampak

22

Demam, muntah, gelisah dan kejang berulang

Kadang “high pitched cry”

Pada anak > 2 tahun

Demam, menggigil, muntah dan nyeri kepala

Kejang

Gangguan kesadaran

Tanda-tanda rangsang meningeal ada

VII. DIAGNOSIS

Adanya gejala-gejala seperti panas yang mendadak yang tidak diketahui

etiologinya , letargi, muntah, kejang dan gejala lainnya harus dipikirkan kemungkinan

meningitis. Diagnosis pasti untuk meningitis mutlak harus dengan pemeriksaan cairan

serebrospinal dengan pungsi lumbal. Namun jika terdapat tanda peningkatan intra

kranial berupa kesadaran menurun, sakit kepala, papil edem dan muntah maka harus

penggunaan pungsi lumbal harus dengan hati-hati atau tidak sama sekali, karena akan

menyebabkan herniasi serebelum dan batang otak akibat dekompresi dibawa foramen

magnum.11

Pada meningitis bakterial stadium akut terdapat leukosit polimorfonuklear.

Jumlah sel berkisar antara 1.000-10.000 dan pada kasus tertentu bisa mencapai

100.000/mm3, dapat disertai sedikit eritrosit. Bila jumlah sel di atas 50.000 mm3 maka

kemungkinan abses otak yang pecah dan masuk ke dalam sistem ventrikulus. Pada

meningitis tuberkulosa didapatkan CSF yang jernih kadang-kadang sedikit keruh. Bila

CSF didiamkan maka akan terjadi pengendapan fibrin yang halus seperti sarang laba-

laba. Jumlah sel antara 10-500/ml. Tes tuberkulin dilakukan pada bayi dan anak untuk

memastikan meningitis tuberkulosa.11

VIII. BANDING

Meningitis meningokokus harus dibedakan dengan penyebab utama lainya pada

anak, yaitu haemophilus influenza dan streptokokus dapat ditegakkan. Bila rash pada

anak tidak didapatkan, diagnosis harus didasarkan pada pewarnaan gram dari CSF dan

pemeriksaan laboratorium lainnya. Pada keaadaan non epidemic, beberapa infeksi

viral dan rickketsia harus dipertimbangkan dalam defferensial diagnosis. Rash dan

arthralgia didapatkan pada infeksi rubella, pada infeksi picona virus (terutama

coxsackie dan echo virus) dapat timbul rash dan sering menyebabkan meningitis

23

aseptik. Leptospirosis mempunyai kemiripin dengan gambaran klinis dari infeksi

meningokokus.5

Terdapat infeksi bakteri yang menyerupai infeksi meningokokus. Infeksi

genokokus bakterimia pada umumnya lebih ringan dibandingkan dengan

meningokokus. Karakteristik dari infeksi genokokus barupa erupsi makulopapular dan

demam, namun gambaran purpura dan kolaps tidak ditemukan. Infeksi moraella

urethralis dapat menyebabkan febris, erupsi kulit dan meningitis.5

IX. PENATALAKSANAAN

Meningitis termasuk penyakit gawat darurat, karena itu penderita harus

menginap di rumah sakit untuk perawatan dan pengobatan intensif.

Penderita perlu istirahat mutlak dan apabila infeksi cukup berat maka penderita perlu

dirawat diruang isolasi. Penderita dengan demam dan renjatan atau koma harus

dirawat intensif. Fungsi respirasi dan kebutuhan gizi dan cairan harus dipantau dengan

ketat.

Apabila telah ditegakkan diagnosis melalui biakan atau kultur CSF yang telah

diambil, maka terapi dengan antibiotik harus segera diberikan. Tetapi untuk terapi

permulaan diberikan ampicilin dengan gentamicin atau aminoglikosida lainnya

melalui inra vena atau intra muscular. Pemilihan terhadap aminoglikosida dipengaruhi

oleh tempat infeksi didapat dan tempat asal kuman enterik gram negatif ditemukan,

yaitu apakah di ruang rawat neonatus atau di ruang rawat neonatus intensif.infeksi

gram negatif yang didapat dari ibu atau masyarakat sekitarnya sensitif terhadap

kinamicin, sedangkan infeksi yang didapat di ruang rawat intensif lebih sensitif

terhadap gentamicin. Pengobatan lesi kulit yang nekrotik dan diduga disebabkan oleh

pseudomonas adalah dengan tikarsilin dan gentamicin.10

Sesudah diketahui bakteri penyebab dari meningitis dengan uji sensitifitas maka

pengobatan harus segera diberikan. Sebagan besar kuman gram negatif dan

enterokokus harus diberikan terapi kombinasi penisilin dengan aminoglikosida,

karena kedua obat ini bekerja secara sinergis.10

Terapi sepsis harus diberikan selama 10-14 hari atau 5-7 hari sesudah tampak

tanda perbaikan kelinik dan tidak disertai oleh adanya abses atau kerusakan jaringan

yang luas. Biakan darah yang dilakukan 24-48 jam sesudah pengobatan harus negatif.

Apabila biakan positif atau ada abses yang tersembunyi, maka terapi harus diganti.

Terapi meningitis diberikan selama tiga minggu. Pengobatan yang lebih lama

24

mungkin diperlukan apabila perbaikan klinis lambat atau hasil lab yang tidak

membaik.10

Disamping pengobatan dengan antibiotik, diperlukan juga terapi penunjang

seperti pemberian cairan dan elektrolit, dan bantuan ventilasi.10

X. KOMPLIKASI

Komplikasi yang biasanya timbul berhubungan dengan proses inflamasi pada

menings dan pembulu dara serebral berupa kejang, parese nervus kranialis, lesi

serebri fokal, dan hidrosefalus. Dan komplikasi yang disebabkan oleh bakteri

meningokokus pada organ tubuh lainnya seperti infeksi okular, arthritis, purpura,

pericarditis, endicarditis, myocarditis, orchitis, eepydidimiti, albuminuria atau

hematuria dan perdarahan adrenal. DIC dapat terjadi sebagai komplikasi dari

meningitis. Komplikasi dapat pula terjadi karena infeksi pada saluran napas bagian

atas, telinga tengah dan paru-paru.5

XI. PROGNOSIS

Angka mortalitas pada kasus yang tidak diobati sangat bervariasi tergantung

daerah endemik, biasanya berkisar antara 50-90%. Dengan terapai saat ini, angka

mortalitas sekitar 10% dan insiden dari kompikasi dan sequelle rendah. Faktor yang

mempengaruhi prognosis adalah usia pasien, bakterimia, kecepatanterapi, komplikasi

dan keadaan umum dari pasien sendiri. Kejjadian fatal rendah terjadi pada kelompok

usia antara 3-10 tahun. Angka mortalitas tiggi didapatkan pada infant, pasien dewasa

dengan keadaan umum yang buruk dan pasien dengan perdarahan adrenal yang

ekstensif.5

XII. PENCEGAHAN

1. Imunisasi

Vaksin meningokokus sangat penting untuk epidemis controling di negara yang

selalu terdapat infeksi meningokokus grup A, dengan epidemic setiap beberapa tahun.

Imunitas yang didapat tidak bertahan selamanya dan akan berkurang dalam 3-5 tahun

setelah vaksinasi. Polisakarida grup C menghasilkan respon imun yang lebih rendah

pada anak dibawah usia 2 tahun. Imunoprofilaksis terhadap infeksi meningokokus

menggunakan vaksin polisakarida kuadrivalent (serogrup A, C, Y dan W 135). Pada

bayi, hanya komponen vaksin meningokokus grup A yang menghasilkan pritektif

antibodi. Vaksinasi hanya direkomendasikan untuk individu dengan resiko tinggi,

termasuk pengunjung negara dengan penyakit endemik atau epidemik.5

25

Pada negara berkembang, penyebab infeksi meningokokus adalah grup B.

Kapsul polisakarida dari organisme ini mempunyai imunogenisitas yang sangat

rendah, sebab antibodi anti-B polisakarida tidak bersifat bakterisidal didalam

komplemen manusia. Untuk meningkatkan imunogenisitas dari polisakarida serogrup

B, telah dikembangkan suatu polisakarida protein konyugat vaksin yang serupa

dengan protein konyugat vaksin H. Influenza tipe B.5

2. Kemoprofilaksis

Resiko dari meningitis pada kontak keluarga sekitar 4 : 100, kurang lebih 500-

1000 kali lipat dibandingkan dengan populasi secara umum dan resiko akan

meningkat pada anak-anak. Resiko untuk terkena meningitis menjadi tinggi segera

setelah kontak dengan penderita, diman kebanyakan kasus timbul pada minggu

pertama setelah kontak, paling lambat dua bulan. Pada kasus degan penderita,

secepatnya harus diberikan kemoprofilaksis. Kontak didefinisikan sebagai keluarga,

perawat yang kontak dengan sekret oral dari pasien dan petugas kesehatan yang

melakukan tindakan resusitasi mouth to mouth secara langsung.5

Kemoprofilaksis meningitis meningokokus

ANTIBIOTIK DOSIS

Rifampin (oral) Dewasa: 600 mg setiap 12 jam selama 2 hari

Anak > 1 tahun : 10 mg/kgBB setiap 12 jam selama 2

hari

Anak < 1 tahun : 5 mg/kgBB setiap 12 jam selama 2

hari

Ceftriaxone (IM) Dewasa : 250 mg

Anak : 125 mg

Ciprofloxasin (oral) 750 mg

Sulfisoxazole (oral) Dewasa : 1 g setiap 12 jam selama 2 hari

Anak 1-12 tahun : 500 mg setiap 12 jam selama 2 hari

Anak < 1 tahun : 500 mg selama 2 hari

DAFTAR PUSTAKA

26

1. Anonim, meningitis bakterialis (online) 2010. Available from URL http://www.medicastore.com diakses tanggal 27 januari 2012.

2. Anonim, meningitis kronis (online) 2010. Available from URL http//www.medicastore.com diakses tanggal 27 januari 2012.

3. Assis Aquino Gondim de F, Meningoccocal Meningitis (agustus 2009). Available from URL http//www.madscape.com diakses tanggal 29 januari 2012.

4. Horn J, Pediatrics, Meningitis and Encephalitis (mei 2010). Available from URL http//www.medscape.com diakses tanggal 29 januari 2012.

5. Japardi j, Meningitis Meningoccocal. Medan : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara : 2002. Available from URL http//ww w. Bedahiskandarjapari23.com diakses tanggal 27 januari 2012.

6. Saharso Darto, Diktat Kuliah Neurologi Anak, Makassar. Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin : 2003. Hal. 134-136.

7. Staf pengajat Ilmu Kesahatan Anak FK-UI, Meningitis Purulenta. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Vol. 2 editor : Rusepno Hasan, et al. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta. Hal 558-9.

8. Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK-UH, Meningitis Purulenta. Diktat Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Universitas Hasanuddin. Makassar. 2004. Hal. 78.

9. Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK-UI, Meningitis Purulenta. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Vol. 2. Editor : Rusepno Hasan, et al. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta. Hal 562, 628-9

10. Markum A. H, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid 1. Jakarta : Balai penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2002. Hal 327-3

11. Nelson W. Ilmu Kesehatan Anak Vol. 2 Jakarta : ECG. 2009. Hal 65512. Harsono. Buku Ajae Neurologi Klinis cetakan ke-4. Yogyakarta: Gajah Mada

University Press. 2008. Hal 161-168, 181-187

27