lapkas dyspnea e.c sopt

21
BAB I PENDAHULUAN Tuberkulosis (TB) merupakan suatu penyakit infeksi global yang banyak menimbulkan kematian di dunia ini. 1,2 . Laporan World Health Organization (WHO) tahun 2010 menyatakan bahwa terdapat lebih dari 2 miliar penduduk dunia yang terinfeksi Mycobacterium tuberculosis yang nilainya setara dengan sepertiga penduduk dunia. 1,2,3 . Dilaporkan bahwa pada tahun 2009 terdapat sebanyak 14 juta kasus TB di dunia dengan penemuan 9,4 juta kasus baru dan jumlah kematian akibat TB sebanyak 1,7 juta kasus. 3,4,5 Indonesia merupakan negara yang menempati urutan kelima di dunia, yang memiliki jumlah terbesar kasus TB setelah India, China, Nigeria, dan Bangladesh 3,5 . Dilaporkan bahwa pada tahun 2009 terdapat sebanyak 660 ribu kasus TB di Indonesia dengan jumlah kematian akibat TB sebanyak 61 ribu kasus. 5 . TB merupakan pembunuh nomor satu di Indonesia di antara penyakit menular lainnya dan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit kardiovaskular dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan usia .5,6 . Sebagian besar pasien TB adalah penduduk dengan golongan usia produktif. 6,7 Gejala sisa akibat TB masih sering ditemukan pada pasien pasca TB dalam praktik klinik 8,9,10 . Gejala sisa 1

Upload: edi-kurnawan-tjhai

Post on 23-Dec-2015

127 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

Kesehatan

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) merupakan suatu penyakit infeksi global yang banyak

menimbulkan kematian di dunia ini.1,2. Laporan World Health Organization

(WHO) tahun 2010 menyatakan bahwa terdapat lebih dari 2 miliar penduduk

dunia yang terinfeksi Mycobacterium tuberculosis yang nilainya setara dengan

sepertiga penduduk dunia.1,2,3. Dilaporkan bahwa pada tahun 2009 terdapat

sebanyak 14 juta kasus TB di dunia dengan penemuan 9,4 juta kasus baru dan

jumlah kematian akibat TB sebanyak 1,7 juta kasus.3,4,5

Indonesia merupakan negara yang menempati urutan kelima di dunia,

yang memiliki jumlah terbesar kasus TB setelah India, China, Nigeria, dan

Bangladesh3,5. Dilaporkan bahwa pada tahun 2009 terdapat sebanyak 660 ribu

kasus TB di Indonesia dengan jumlah kematian akibat TB sebanyak 61 ribu

kasus.5. TB merupakan pembunuh nomor satu di Indonesia di antara penyakit

menular lainnya dan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit

kardiovaskular dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan usia .5,6.

Sebagian besar pasien TB adalah penduduk dengan golongan usia produktif.6,7

Gejala sisa akibat TB masih sering ditemukan pada pasien pasca TB dalam

praktik klinik8,9,10. Gejala sisa yang paling sering ditemukan yaitu gangguan faal

paru dengan kelainan obstruktif yang memiliki gambaran klinis mirip Penyakit

Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Inilah yang dikenal sebagai Sindrom Obstruksi

Pasca TB (SOPT).11-14

Patogenesis timbulnya SOPT sangat kompleks, dinyatakan pada penelitian

terdahulu bahwa kemungkinan penyebabnya adalah akibat infeksi TB yang

dipengaruhi oleh reaksi imunologis perorangan sehingga terjadi mekanisme

makrofag aktif yang menimbulkan reaksi peradangan nonspesifik yang luas.

Penyebaran dan penyembuhan TB masih belum tertangani secara tuntas

walaupun obat dan cara pengobatannya telah diketahui. SOPT masih sering

ditemukan dan dapat mengganggu kualitas hidup pasien, serta berperan sebagai

penyebab kematian sebesar 15% setelah durasi 10 tahun.8,15,16.

1

BAB II

STATUS PASIEN

I. ANAMNESIS

Identitas

Nama : Tn. B

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 43 tahun

Alamat : Jln. Demang Akub, Semelagi Kecil Singkawang Utara

Pekerjaan : Swasta

Agama : Islam

Status : Menikah

Tanggal Masuk RS : 12 Maret 2015

Anamnesis dilakukan pada tanggal 12 Maret 2015 pukul 11.30 WIB

Keluhan Utama : Sesak napas

Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan keluhan sesak napas

memberat sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak sudah dirasakan

kurang lebih 1 bulan. Sesak tidak dipengaruhi oleh aktivitas ataupun cuaca.

Sesak dirasakan terus-menerus dan memberat jika berbaring, pasien merasa

lebih nyaman jika duduk. Tidur malam dengan satu batal. Malam hari sering

terbangun karena sesak dan batuk. Batuk berdahak berwarna putih hilang

timbul. Tidak ada keluhan nyeri dada, demam, mual dan muntah. Buang air

besar dan buang air kecil dalam batas normal.

Riwayat Penyakit Dahulu: Pasien pernah berobat 6 bulan sekitar 2 tahun yang

lalu dan dinyatakan sembuh. Pasien juga pernah mengeluhkan nyeri dada seperti

tertimpa benda berat, tidak menjalar. Riwayat hipertensi disangkal, kolesterol

disangkal, diabetes disangkal, riwayat alergi dan asma juga disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga :Tidak ada dari pihak keluarga yang mengalami

keluhan yang sama seperti yang dialami oleh pasien.

2

II. PEMERIKSAAN FISIK

Dilakukan pada tanggal 12 Maret 2015 pukul 11.30 WIB

Status Generalis

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis, E4V5M6

Tanda vital

- Nadi : 80 x/menit, isi cukup , irama reguler

- Tekanan darah : 130/90 mmHg

- Napas : 24 x/menit, teratur

- Suhu : 36,8°C

Kulit : warna kulit sawo matang , sianosis (-), turgor kulit normal

Kepala : simetris, nyeri tekan (-), hematom (-), krepitasi (-) luka

terbuka (-)

Mata : Pupil bulat isokor (Ø3mm), Refleks cahaya langsung

(+/+), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Telinga : sekret (-), perdarahan (-)

Hidung : sekret (-), deviasi septum (-), perdarahan (-)

Mulut : bibir sianosis (-), perdarahan (-)

Leher : kaku kuduk (-), deviasi trakea (-), JVP meningkat (-)

Paru

- Inspeksi : statis : simetris

dinamis : simetris saat bernafas (ka=ki), tidak ada yang tertinggal

- Palpasi : nyeri tekan (-)

- Perkusi : sonor dikedua lapang paru

- Auskultasi : suara napas dasar vesikuler , ronki (+/+) pada basal paru,

wheezing (-/-)

Jantung

- Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

- Palpasi : ictus cordis tidak teraba, nyeri tekan (-)

- Perkusi : pembesaran jantung (-)

- Auskultasi : BJ I-II regular tunggal, murmur (-), gallop (-)

3

Abdomen

- Inspeksi : bentuk normal

- Palpasi : supel (+), nyeri tekan (-)

- Perkusi : timpani pada ke empat kuadran, asites (-)

- Auskultasi : bising usus normal

Ekstremitas : akral hangat (+), edema (+/+) minimal pada kedua tungkai

bawah, sianosis (-), Capillary Refill Time < 2 detik.

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

- Pemeriksaan laboratorium

- Foto toraks PA

- Pemeriksaan Elektrokardiogram

Hasil pemeriksaan laboratorium (12 Maret 2015):

Eritrosit : 5,26 (N: 3,50 – 5,50)

Hematokrit : 40,2% (N: 35,0-55,0%)

Trombosit : 243.000 (N:100.000 - 400.000)

Hb : 14,4 g/dL (N: 11,5 – 16,5 g/dL)

Leukosit : 12,4 (N: 3,5 – 10)

Hasil Foto Thoraks PA (13 Maret 2015):

Trachea : tak tampak deviasi

Aorta : tak tampak elongasi

Cor : CTR > 50%, apex melebar ke laterocaudal

Pulmo : corakan vaskular meningkat

tampak opasitas inhomogen pada apex kanan

Diafragma dan sudut kostofrenikus kiri baik

Kesan : Kardiomegali (LV), TB Paru dengan tanda-tanda atelektasis

Hasil interpretasi pembacaan elekrokardiogram (12 Maret 2015):

Irama : sinus

Ritme : reguler

4

Frekuensi : 75x/menit

Aksis : normal

Zona transisi : V3-V4

Morfologi gelombang:

- Terdapat P Pulmonale pada lead II, III, aVF

- Terdapat ST depresi pada lead V1, V2, V3, V4

- Gelombang positif pada V1, dan gelombang S pada lead V6

Kesan: Rigt Atrium Hipertrofi (RAH) dan Right Ventrikel Hipertrophy (RVH)

dengan Infark Miokard Akut Antero-septal

IV. RESUME

Pasien laki-laki 43 tahun, datang dengan keluhan sesak napas memberat sejak 2

hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Sesak dirasakan kurang lebih 1

bulan. Sesak tidak dipengaruhi oleh aktivitas ataupun cuaca. Batuk berdahak

warna putih. Malam hari sering terbangun karena sesak dan batuk, tidur dengan

satu bantal. Pasien mengaku pernah berobat 6 bulan sekitar 2 tahun yang lalu,

dan dinayatakan sembuh. Pasien juga mengaku pernah menderita nyeri dada

seperti tertimpa benda berat. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan kondisi pasien

tampak sakit sedang, tidak ada sianosis, auskultasi paru terdapat bunyi ronki

pada basal paru. Pemeriksaan fisik lainnya dalam batas normal. Hasil

pemeriksaan laboratorium leukosit meningkat, eritrosit, trombosit, hematokrit,

dan hemoglobin dalam rentang normal. Pemeriksaan foto thoraks tampak

kardiomegali (LV) dan TB paru dengan tanda-tanda atelektasis. Hasil EKG

menunjukkan terdapat pembesaran ruang jantung atrium dan ventrikel kanan,

disertai dengan kerusakan dinding otot jantung bagian antero-septal.

V. DIAGNOSIS

Diagnosis kerja:

Dyspneu e.c Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkulosis (SOPT) + NSTEMI

Diagnosis banding: Congestive heart failure (CHF)

5

VI. TATALAKSANA

Nonmedikamentosa

- O2 4 lpm via kanul nasal

- IVFD NaCl 0,9% 8 tpm

- Tirah baring

- Dukungan dan edukasi pasien

- Diet rendah garam, kolesterol dan gula.

Medikamentosa

- Inj. Dexametason 1 amp / 8 jam

- Inj. Ranitidine 50 mg / 12 jam

- Inj. Ceftriaxone 1 gram / 12 jam

- ISDN 5 mg / 8 jam

- Aspilet 100 mg / 24 jam

- Clopidogrel 75 mg / 24 jam

- Glyceryl Guaiacolate 1 tab / 8 jam

Usulan pemeriksaan lanjutan:

- Pemeriksaan sputum ulang S-P-S

- Pemerikaan faal paru (spirometri)

- EKG Ulang

- Pemeriksaan profil lipid, fungsi hati, ginjal dan gula darah

VII. PROGNOSIS

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad functionam : dubia ad bonam

Ad sanactionam : dubia ad bonam

6

BAB III

PEMBAHASAN

Pasien Tn. B datang ke Unit Gawat Darurat dengan keluhan sesak napas

yang dirasakan memberat 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak sudah

dirasakan sejak 1 bulan terakhir tidak dipengaruhi oleh aktivitas maupun cuaca.

Pasien menyatakan pernah berobat paru selama 6 bulan sekitar 2 tahun yang lalu.

Pasien juga pernah mengeluhkan nyeri dada seperti tertimpa benda berat. Dari

hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien di diagnosa sementara sebagai

dyspneu e.c sindrom obsruksi pasca tuberkulosis dan infark miokard akut non ST

evelasi (NSTEMI).

Dispnea secara definisi merupakan suatu istilah yang menggambarkan

suatu persepsi mengenai ketidaknyaman bernapas yang terdiri dari berbagai

sensasi yang berbeda intensitasnya. Dispnea merupakan hasil interaksi berbagai

faktor fisiologi, psikologi, sosial dan lingkungan dan dapat menginduksi respons

fisiologis dan perilaku sekunder.17 Istilah dispnea atau sesak napas sering

didefinisikan secara awam oleh pasien sebagai suatu kondisi tidak bisa menghirup

cukup udara, udara tidak masuk sempurna, rasa penuh di dada, dada terasa berat

atau sempit, rasa tercekik, napas pendek dan napas berat17.

Dispnea merupakan manifestasi penting pada penyakit kardiopulmoner,

meskipun dapat ditemukan pada keadaan-keadaan lain seperti penyakit

neurologik, metabolik, dan psikologik18. Dispnea dapat dibedakan menjadi

dispnea akut dan kronik berdasarkan perjalanan waktu. Dispnea akut didefinisikan

sebagai sesak nafas yang berlangsung kurang dari 1 bulan, sedangkan dispnea

kronik jika berlangsung lebih dari 1 bulan. Terjadinya sesak napas dapat

dicetuskan oleh beberapa kondisi seperti berikut:17

1. Oksigenasi jaringan berkurang. Penyakit yang menyebabkan kecepatan 

pengiriman oksigen  ke jaringan berkurang seperti perdarahan.

2. Kebutuhan oksigen meningkat . Peningkatan kebutuhan oksigen secara

tiba –  tiba akan  memerlukan oksigen yang lebih banyak untuk proses

metabolisme

7

3. Kerja pernafasan meningkat. Otot pernafasan dipaksa bekerja  lebih kuat

karena adanya penyempitan saluran pernafasan

4. Rangsangan pada sistem syaraf pusat Penyakit – penyakit yang

menyerang  sistem syaraf  pusat.

5. Penyakit neuromuskuler. Penyakit yang menyerang diafragma

Sensasi dispnea berawal dari aktivasi sistem sensorik yang terlibat dalam

sistem respirasi.  Informasi sensorik sampai pada pusat  pernapasan di otak dan

memproses respiratory - related signals dan menghasilkan pengaruh kognitif,

kontekstual dan perilaku sehingga terjadi sensasi dispnea.17

Adapun diagnosis banding dispnea akut dan kronik dapa dilihat pada tabel berikut:16

Dispnea akut

Cardiac Congestive heart failure, coronary artery disease,

arrhytmia, percarditis, acute myocardial infarction,

anemia

Pulmonary Chronic onstructive pulmonary disease, asthma,

pneumonia, pneumothorax, pulmaonary embolism,

pleural effusion, metastatic disease, pulmonary edema,

gastroesophageal reflux disease with aspiration,

restrictive lung disease

Psychogenic Panic attacks, hypervenilation, pain,anxiety

8

Upper airway

obstruction

Epiglottitis, foreign body, cropu, Epstain-barr virus

endocrine Metabolis acidosis, medications

Central Neuromuscular disorders, pain, aspirin overdose

Pediatric Bronchiolitis, croup, epiglottitis, foreign body

aspiration, myocarditis.

Dispnea kronik

Cardiac Congestive heart failure, coronary artery disease,

cardica arrhytmias, percardial disease, valvular heart

disease

Pulmonary COPD, asthma, interstitial lung disease, pleural

effusion, malignancy, bronchiectasis

Non-cardiac pulmonary Thromboembolic disease, psychogenic causese,

deconditioning, pulmonary hyperension, obesity,

severe anemia, GERD, metabolic condition, liver

cirrhosis, thyroid disease, neuromuscular disorder,

amyotrophic lateral, chest wall deformities, upper

airway obstruction.

Dispnea yang dikeluhkan pada pasien ini diduga berasal dari sistem

pulmonary, yaitu berupa gejala obstruksi pernapasan. Dugaan kuat karena pasien

memiliki riwayat pengobatan paru 6 bulan sekitar 2 tahun yang lalu. Dugaan ini

diperkuat dengan hasil pemeriksaan foto rontgen thoraks dan didapatkan tanda-

tanda bekas TB paru dan atelektasis. TB paru sering kali memberikan gejala sisa

berupa gangguan faal paru dengan kelainan obstruktif yang memiliki gambaran

klinis mirip Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Kondisi ini dikenal sebagai

sindroma obstruksi pasca tuberkulosis.

Patogenesis timbulnya SOPT sangat kompleks, dinyatakan pada penelitian

terdahulu bahwa kemungkinan penyebabnya adalah akibat infeksi TB yang

dipengaruhi oleh reaksi imunologis perorangan sehingga terjadi mekanisme

makrofag aktif yang menimbulkan reaksi peradangan nonspesifik yang luas.

9

Peradangan yang berlangsung lama ini menyebabkan proses proteolisis dan beban

oksidasi sangat meningkat untuk jangka lama sehingga destruksi matriks alveoli

terjadi cukup luas dan akhirnya mengakibatkan gangguan faal paru yang dapat

dideteksi dengan uji faal paru.. Penelitian lainnya menunjukkan bahwa puncak

terjadinya gangguan faal paru pada pasien pasca TB terjadi dalam waktu 6 bulan

setelah diagnosis.

SOPT masih sering ditemukan dan dapat mengganggu kualitas hidup

pasien, serta berperan sebagai penyebab kematian sebesar 15% setelah durasi 10

tahun. Terkait dengan patogenesis terjadinya SOPT maka deteksi dini dan

pengobatan dini TB paru memegang peranan penting dalam proses kesembuhan

pada pasien termasuk komplikasi pasca penyembuhan TB paru. Semakin cepat

pengobatan yang diberikan maka kerusakan yang ditimbulkan oleh kuman TB

diharapkan semakin minimal.

Dari hasil pemeriksaan EKG, pada pasien ini juga ditemukan adanya

tanda-tanda kelainan pada jantung berupa iskemia miokard akut. Namun pasien

tidak mengeluhkan adanya nyeri dada pada saat datang ke UGD. Keluhan nyeri

dada pernah dikeluhkan sebelumnya dan tidak pernah menimbulkan sesak seperti

saat ini. Dari hasil EKG, didapatkan kesan pembesaran ruang jantung kanan

(RAH, RVH). Pada pemeriksaan fisik juga didapatkan edema minimal pada kedua

tungkai bawah. Sehingga pada keluhan sesak napas pasien ini didiagnosis banding

dengan gagal jantung kongestif.

Penatalaksanaan awal pada pasien dengan keluhan sesak adalah dengan

pemberian oksigenasi 4 liter per menit via kanul nasal. Pemberian oksigen harus

dilakukan secepatnya karena oksigen dibutuhkan dalam metabolisme aerob untuk

menghasilkan energi. Oksigen yang terdapat dalam udara bebas sebesar 20% saja,

sehingga pada keadan kegawatan kardiopulmonal yang mengakibakan hipoksemia

dan hipoksia jaringan peru diperbaiki dengan peningkatan fraksi oksigen dalam

udara inspirasi (FiO2) dan peningkatan tekanan oksigen dalam udara inspirasi

(PO2).19

Terapi nonmedikamentosa pada pasien yang terpenting adalah dukungan

dan edukasi pasien mengenai kondisi penyakit yang diderita. Selain itu karena ada

10

dugaan kelainan jantung berupa infark miokard akut, maka pasien disarankan

untuk tirah baring hingga kondisinya stabil dengan pemeriksaan ulang EKG.

Terapi medikamentosa pada pasien berupa injeksi dexametason yang

diberikan dengan alasan terjadi proses inflamasi atau reaksi imunologis pada pada

tubuh, terutama pada jaringan paru sebagai akibat dari sindroma obstruksi pasca

TB. Pemberian ranitidine dengan alasan terjadi stress fisiologis pada tubuh

sehingga dapat memicu sekresi asam lambung yang berlebihan sehingga ranitidine

diberikan sebagai gastroprotektor. Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium

didapatkan leukosit meningkat dan terdapat rhonki pada kedua basal paru,

sehingga diduga adanya proses infeksi yang terjadi, sehingga diberikan injeksi

ceftriaxone. Pemberian isosorbide dinitrat (ISDN) diberikan atas indikasi adanya

iskemia pada otot jantung, ISDN berfungsi sebagai vasodilator arteri koroner

sehingga memperbaiki perfusi jaringan otot jantung. Aspilet dan clopiodogrel

sebagai antiagregasi trombosit diberikan dengan tujuan mencegah penyumbatan

lebih lanjut pada arteri koroner jantung. Glyceryl Guaiacolate diberikan untuk

mengencerkan dahak pada saluran nafas sehingga mempermudah pengeluaran

dahak.

11

BAB IV

KESIMPULAN

Pasien Tn.B, 43 tahun datang ke UGD dengan keluhan sesak napas

memberat sejak 2 hari SMRS. Pasien memiliki riwayat pengobatan paru selama 6

bulan sekitar 2 tahun yang lalu dan dinyatakan sembuh. Pasien juga memiliki

riwayat nyeri dada seperti tertimpa benda berat. Berdasarkan anamesis dan

pemeriksaan fisik yang dilakukan pasien didiagnosa sementara sebagai dyspneu

e.c sindrom obstruksi pasca tuberkulosis dengan non-ST elevasi miokard

infarction. Penatalaksaan awal di UGD berupa pemberian oksigenasi 4 liter per

menit via kanul nasal untuk memperbaiki kebutuhan oksigen tubuh, dan terapi

medikamentosa lainya.

12

DAFTAR PUSTAKA

1. Dye, C. Global epidemiology of tuberculosis. Lancet. 2006; 367: 938- 940. Diakses tanggal 16 Maret 2015 dari http://www.plosone.org/ article/findArticle.action?author=Dye&title=Global%20epidemiology%20of%20tubercul sis

2. Inghammar, M., Ekbom, A., Engstrom, G., Ljungberg, B., Romanus, V., et al. COPD and the Risk of Tuberculosis - A Population-based Cohort Study. PLoS ONE e10138. 2010; 5(4): 1 - 7. Diakses tanggal 16 Maret 2015 dari http://www.plosone.org/article/info%3Adoi%2F10.1371%2Fjournal.pone.0010138

3. World Health Organization. Global Tuberculosis Control : WHO Report 2010. Geneva : WHO. 2010; 1 - 218. Diakses tanggal 15 Maret 2015 dari http://whqlibdoc.who.int/publications/2010/ 9789241564069_eng.pdf.

4. Stop TB Partnership. Tuberculosis Global Fact. Geneva : WHO. 2010; 1 - 2. Diakses tanggal 15 Maret 2015 dari http://www.who.int/entity/tb/ publications/ 2010/factsheet_tb_2010.pdf

5. World Health Organization. Indonesia Tuberculosis Profile. Geneva : WHO. 2010; 1. Diakses tanggal 16 Maret 2015 dari http://www.who.int/ tb/country/data/ profiles/en/index.html

6. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis : Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta : PDPI. 2002; 1- 29

7. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta : DepKes RI. 2007; 1 - 127

8. Ramos, L.M.M., Sulmonett, N., Ferreira, C.S., Henriques, J.F., Spindola de Miranda, S. Functional Profile of Patients with Tuberculosis Sequelae in a University Hospital. J. bras. pneumol. 2006; 32(1): 43-47. Diakses tanggal 16 Maret 2015 dari http://www.scielo.br/scielo.php?pid=S1806-37132006000100010& script=sci_abstract

9. Shetty, A.J., Tyagi, A. Development of Post Tubercular, Bronchial Asthma - A Pilot Study. Journal of Clinical and Diagnostic Research. 2010; 4: 2360 -2362. Diakses tanggal 16 Maret 2015 dari http://www.jcdr.net/back_issues.asp?issn=0973709x&year=2010&month =April&volume=4&Issue=2&page=2360-2362&id=589

10. Van Zyl Smit, R.N., Pai, M., Yew, W.W., Leung, C.C., Zumla, A., Bateman, E.D., Dheda, K. Global Lung Health: the colliding epidemics of tuberculosis, tobacco smoking, HIV and COPD. Eur Respir J. 2010; 35: 27 -33. Diakses 16 Maret 2015 dari http://www.medicine.Mcgill.ca/epidemiology/pai/documents/publications/peerpub/vanZyl%20Smit%20et%20al.ERJ%202010.pdf

13

11. Patricio, J.P., et al. Chronic Airways Obstruction in Patients with Tuberculosis Sequelae: a comparison with EPOC. Rev. chil. enferm. respir. 2006; 22(2): 98 - 104. Diakses tanggal 16 Maret 2015 dari http://www.scielo.cl/scielo.php?pid=S0717-73482006000200004& script=sci_abstract& tlng=en

12. Jordan, T.S., Spencer, E.M., Davies, P. Tuberculosis, Bronchiectasis, and Chronic Airflow Obstruction. Respirology. 2010; 15: 623 - 628. Diakses tanggal 16 Maret 2015 dari http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.14401843.2010.01749.x/ pdf

13. Chakrabarti, B., Calverley, P.M.A., Davies, P.D.O. Tuberculosis and Its Incidence, Special Nature, and Relationship with Chronic Obstructive Pulmonary Disease. 2007; 2(3): 263 - 272. Diakses tanggal 16 Maret 2015 dari http://www.dovepress.com/tuberculosis -and-its-incidence-special-nature-and-relationship-with-ch-peer-reviewed -article-COPD-recommend ation1

14. Kawashiro, T. Evaluation of Respiratory Failure Due to Sequelae of Tuberculosis. PubMed, Kekkaku. 2005; 80(6): 491 - 7. Diakses tanggal 16 Maret 2015 dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/ 16130907?Dopt= Abstract Plus

15. Menezes, A.M.B, Hallal, P.C., Padilla, R.P., Jardim, J.R.B., Muino, A., Lopez, M.V., Valdivia, G., Montes de Oca, M., Talamo, C., Pertuze, J., Victoria, C.G. Tuberculosis and Airflow Obstruction: Evidence from the PLATINO Study in Latin America. ERJ. 2007; 30 (6) : 1180 - 1185. Diakses tanggal 16 Maret 2015 dari http://erj.ersjournals.com/content/30/6/ 1180.full

16. Rekha, V.V.B., Ramachandran, R., Rao, K.V.K., Rahman, F., Adhilakshmi, A.R., Kaliselvi, D., Murugesan, P., Sundaram, V., Narayanan, P.R. Assessment of Long Term Status of Sputum Positive Pulmonary TB Patients Successfully Treated with Short Course Chemotherapy. Indian J. Tuberc. 2009; 56: 132 - 140. Diakses tanggal 16 Maret 2015 dari http://medind. nic.in/ibr/t09/i3/ibrt09i3p132.pdf

17. Rasmin, Menaldi dan Wahju A, Pendekatan Khusus Sesak Napas, Departemen Pulmologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, FKUI-RS Persahabatan Jakarta, diakses tanggal 17 Maret 2015 dari http://staff.ui.ac.id/system/files/users/menaldi.rasmin/material/pendekatankhusussesaknapas05.pdf

18. Swartz, Mark H., Buku Ajar Diagnostik Fisik, Jakarta: EGC, 2012, p.16119. Buku Panduan Kursus Bantuan Hidup Jantung Lanjut, ACLS Indonesia, Edisi

2012

14