lapsus kardiomegali

78
RADIOGRAPH BASED DISCUSSION KARDIOMEGALI PADA CHF Untuk memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Radiologi Di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang Oleh : Hana Mitayani 01.211.6403 Naim Ismail Imunu 01.211.6463 Tutut Nila Munana 01.211.6545

Upload: brolie

Post on 10-Apr-2016

112 views

Category:

Documents


21 download

DESCRIPTION

kardiomegali

TRANSCRIPT

Page 1: Lapsus Kardiomegali

RADIOGRAPH BASED DISCUSSION

KARDIOMEGALI PADA CHF

Untuk memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu

Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Radiologi

Di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang

Oleh :

Hana Mitayani 01.211.6403

Naim Ismail Imunu 01.211.6463

Tutut Nila Munana 01.211.6545

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN RADIOLOGI

RS ISLAM SULTAN AGUNG

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG

2015

Page 2: Lapsus Kardiomegali

LEMBAR PENGESAHANRADIOGRAPH BASED DISCUSSION

Diajukan guna melengkapi tugas kepaniteraan klinis bagian ilmu radiologi

Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung

Nama :

Hana Mitayani 01.211.6403

Naim Ismail I. 01.211.6463

Tutut Nila M. 01.211.6545

Judul : Kardiomegali Pada CHF

Bagian : Ilmu Radiologi

Fakultas : Kedokteran UNISSULA

Pembimbing : dr. Bambang Satoto, Sp. Rad

Telah diajukan dan disahkan

Semarang, Juli 2015

Pembimbing,

dr. Bambang Satoto, Sp. Rad

ii

Page 3: Lapsus Kardiomegali

DAFTAR ISI

HalamanHALAMAN JUDUL............................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ ii

DAFTAR ISI......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................4

2.1. Anatomi Jantung..........................................................................................4

2.1.1. Bentuk dan letak jantung.......................................................................4

2.1.2. Lapisan jantung.....................................................................................4

2.1.3. Ruang-Ruang Jantung...........................................................................6

2.1.4. Katup Jantung........................................................................................7

2.1.5. Sirkulasi jantung....................................................................................8

2.2. Radiologi Jantung......................................................................................10

2.2.1. Jantung Normal...................................................................................10

2.2.2. Pembesaran Jantung............................................................................13

2.3. Congestive heart fealure (CHF).................................................................16

2.3.1. Definisi CHF.......................................................................................16

2.3.2. Etiologi CHF.......................................................................................16

2.3.3. Patofisiologi CHF................................................................................17

2.3.4. Klasifikasi CHF...................................................................................18

2.3.5. Manifestasi Klinis CHF.......................................................................19

2.3.6. Gambaran Radiologi CHF.....................................................................19

2.3.7. Diagnosis Banding CHF......................................................................27

iii

Page 4: Lapsus Kardiomegali

2.3.8. Penatalaksanaan CHF..........................................................................38

BAB III LAPORAN KASUS...............................................................................39

3.1. Identitas Penderita......................................................................................39

3.2. Anamnesa (Alloanamnesa)........................................................................39

3.3. Diagnosis...................................................................................................41

3.4. Pemeriksaan Penunjang.............................................................................41

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................43

4.1. Hasil...........................................................................................................43

4.2. Pembahasan...............................................................................................43

BAB V KESIMPULAN.......................................................................................46

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................47

iv

Page 5: Lapsus Kardiomegali

BAB I

PENDAHULUAN

Konsep pelayanan kesehatan primer tidak dapat dilaksanakan dengan

berhasil tanpa dukungan pelayanan-pelayanan diagnostik yang memadai termasuk

fasilitas untuk radiologi diagnostik. Oleh karena itu, salah satu langkah yang

dilakukan oleh WHO adalah membuat “Sistem Radiologi Dasar” untuk

memberikan cakupan radiologi yang lebih memadai bagi penduduk yang sekarang

kurang terlayani (Hartono, 1995).

Pada pembacaan foto rontgen dada, pendekatan secara sistematis adalah

penting, berdasarkan penilaian pertama pada anatomi dan selanjutnya fisiologi.

Jantung mudah dibedakan dari paru-paru karena jantung lebih mengandung darah

dengan densitas air lebih besar dibanding udara. Karena darah melemahkan x-ray

lebih kuat dibanding udara, jantung relatif tampak berwarna putih dan paru-paru

relatif hitam.

Perkembangan terkini memperlihatkan, penyakit kardiovaskular telah

menjadi suatu epidemi global yang tidak membedakan pria maupun wanita, serta

tidak mengenal batas geografis dan sosio-ekonomis. Organisasi Kesehatan Dunia

(WHO) melaporkan satu dari tiga orang di seluruh dunia pada tahun 2001,

meninggal karena penyakit kardiovaskular. Penyakit kardiovaskuler menyebabkan

perubahan-perubahan yang beragam dan kompleks dalam gambaran foto rontgen

dada, salah satunya adalah gagal jantung atau Congestive Heart Failure (CHF).

Selain EKG (Ekokardiografi) yang merupakan pemeriksaan non-invasif yang

1

Page 6: Lapsus Kardiomegali

2

digunakan untuk diagnosis suatu gagal jantung, kita juga perlu mengetahui

bagaimana cara diagnosis melalui gambaran rontgen dada (Sudoro, 2006).

Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai pompa

tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Definisi

gagal yaitu relatif terhadap kebutuhan metabolik tubuh, penekanan arti gagal

ditujukan pada fungsi pompa jantung secara keseluruhan. Istilah gagal

miokardium ditujukan spesifik pada fungsi miokardium, gagal miokardium

umumnya mengakibatkan gagal jantung, tetapi mekanisme kompensatorik

sirkulasi dapat menunda atau bahkan mencegah perkembangan menjadi gagal

jantung dalam fungsi pompanya yang bermanifestasi terhadap pembesaran

jantung atau kardiomegali sebegai respon jantung terhadap mekanisme

kompensatorik. Kardiomegali adalah suatu keadaan dimana terjadi pembesaran

pada jantung. Beberapa penyebab kardiomegali antara lain penyakit miokardia,

penyakit arteri koroner, defek jantung kongenital dengan gagal jantung ataupun

beberapa keadaan lain seperti tumor jantung, anemia berat, kelainan endokrin,

malnutrisi, distrofi muskular dan gagal jantung akibat penyakit paru (Ismail,

2009).

Dari 4,8 juta penduduk Amerika, sekitar 400.000 penduduk yang

terdiagnosa terkena penyakit gagal jantung kongestif per tahunnya. 1,5% - 2%

orang dewasa di Amerika Serikat menderita CHF (Congenital Heart Disesase),

terjadi 700.000 perawatan di rumah sakit per tahun. Di Inggris, sekitar 100.000

pasien dirawat di rumah sakit setiap tahun untuk gagal jantung., merpresentasikan

5% dari semua perawatan medis dan menghabiskan lebih dari 1% dana perawatan

Page 7: Lapsus Kardiomegali

3

kesehatan nasional. Di Indonesia, sekitar 3-20 per 1000 orang pada populasi

mengalami gagal jantung, dan prevalensinya meningkat seiring pertambahan usia

yaitu 100 per 1000 orang pada usia di atas 65 tahun (Gray, 2003; brashers, 2008).

Gagal jantung susah dikenali secara klinis serta tidak spesifik serta hanya sedikit

tanda-tanda klinis pada tahap awal penyakit. Maka dari itu pemeriksaan

penunjang seperti rontgen sangat membantu untuk menegakkan diagnosa.

Gambaran sinar rontgen yang menyokong diagnosa dari gagal jantung ialah

adanya kardiomegali yang paling sering dijumpai, penonjolan vaskular pada lobus

atas, efusi pleura dan adanya kongesti vena paru (garis Kerley B) atau edema

paru. Beberapa gambaran di atas itulah yang menjadi karakteristik dari gambaran

rontgen toraks pasien gagal jantung (Gleadle, 2005).

Dengan data perkembangan seperti ini, penyakit gagal jantung atau CHF

yang bernafestasi terhadap pemebesaran jantung akan menyebabkan permasalahan

yang signifikan bagi masyarakat global dan bukan tidak mungkin dalam kurun

beberapa tahun kedepan angka statistik ini akan bergerak naik jika para praktisi

medis khususnya tidak segera memperhatikan faktor risiko utama yang menjadi

awal mula penyakit ini. Dengan demikian perlu adanya penanganan dari segala

aspek baik secara biomedik maupun biopsikososial. Dan untuk itu kasus ini

diangkat sebagai salah satu bentuk tanggung jawab sebagai praktisi medis agar

dapat mengenal penyakit ini lebih rinci sebelum benar-benar mengaplikasikan

teori pengobatan yang rasional.

Page 8: Lapsus Kardiomegali

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Jantung

2.1.1. Bentuk dan letak jantung

Jantung berbentuk seperti buah pir atau kerucut terletak seperti

piramida terbalik dengan apeks (puncak) berada di bawah dan basis (alas)

berada di atas. Jantung yang normal terletak di rongga dada sebelah kiri, di

dalam ruang mediastinum. Apeks jantung menghadap ke kiri depan bawah.

Besar jantung lebih kurang sebesar kepalan tangan pemiliknya. Pada bayi

ukurannya relatif lebih besar daripada dewasa. Pada bayi, perbandingan

jantung terhadap rongga dada (rasio kardiotoraks) mencapai 60%, pada anak

besar sampai dewasa muda mencapai 50% (Guyton, 2008).

Gambar 2.1. Letak Jantung

2.1.2. Lapisan jantungLapisan otot jantung terdiri dari perikardium, epikardium, miokardium

dan endokardium. Lapisan perikardium adalah lapisan paling atas dari

jantung terdiri dari fibrosa dan serosa dan berfungsi sebagai pembungkus

4

Page 9: Lapsus Kardiomegali

5

jantung. Lapisan perikardium terdiri dari perikardium parietal (pembungkus

luar jantung) dan perikardium visceral (lapisan yang langsung menempel

pada jantung). Antara perikardium parietal dan visceral terdapat ruangan

perikardium yang berisi cairan serosa berjumlah 15-50 ml dan berfungsi

sebagai pelumas.

Lapisan epikardium merupakan lapisan paling atas dari dinding

jantung. Selanjutnya adalah lapisan miokardium yang merupakan lapisan

fungsional jantung yang memungkinkan jantung bekerja sebagai pompa.

Miokardium mempunyai sifat istimewa yaitu bekerja secara otonom

(miogenik), durasi kontraksi lebih lama dari otot rangka dan mampu

berkontraksi secara ritmik.

Ketebalan lapisan miokardium pada setiap ruangan jantung berbeda-

beda. Ventrikel kiri mempunyai lapisan miokardium yang paling tebal karena

mempunyai beban lebih berat untuk memompa darah ke sirkulasi sistemik

yang mempunyai tahanan aliran darah lebih besar.

Miokardium terdiri dari dua berkas otot yaitu sinsitium atrium dan

sinsitium ventrikel. Setiap serabut otot dipisahkan diskus interkalaris yang

berfungsi mempercepat hantaran impuls pada setiap sel otot jantung. Antara

sinsitium atrium dan sinsitium ventrikel terdapat lubang yang dinamakan

anoulus fibrosus yang merupakan tempat masuknya serabut internodal dari

atrium ke ventrikel. Lapisan endokardium merupakan lapisan yang

membentuk bagian dalam jantung dan merupakan lapisan endotel yang sangat

licin untuk membantu aliran darah (Guyton, 2008).

Page 10: Lapsus Kardiomegali

6

Gambar 2.2. Lapisan jantung

2.1.3. Ruang-Ruang JantungJantung terdiri dari empat ruang, dua ruang berdinding tipis disebut

atrium dan dua ruang berdinding tebal disebut ventrikel.

1. Atrium

Atrium kanan. Berfungsi menampung darah yang rendah oksigen dari

seluruh tubuh yang mengalir dari vena kava superior dan inferior serta

sinus koronarius yang berasal dari jantung sendiri. Kemudian darah

dipompakan ke ventrikel kanan dan selanjutnya ke paru-paru.

Atrium kiri. Berfungsi menerima darah yang kaya oksigen dari paru-

paru melalui empat buah vena pulmonalis. Kemudian darah mengalir ke

ventrikel kiri dan dipompakan ke seluruh tubuh melalui aorta.

2. Ventrikel

Ventrikel kanan. Berfungsi memompakan darah dari atrium kanan ke

paru-paru melalui vena pulmonalis.

Ventrikel kiri. Berfungsi memompakan darah yang kaya oksigen dari

atrium kiri ke seluruh tubuh melalui  aorta (Guyton, 2008).

Page 11: Lapsus Kardiomegali

7

Gambar 2.3. Ruang-Ruang Jantung

2.1.4. Katup Jantung

Katup jatung terbagi menjadi 2 bagian, yaitu katup yang

menghubungkan antara atrium dengan ventrikel dinamakan katup

atrioventrikuler, sedangkan katup yang menghubungkan sirkulasi sistemik

dan sirkulasi pulmonal dinamakan katup semilunar.

Katup berfungsi mencegah aliran darah balik ke ruang jantung

sebelumnya sesaat setelah kontraksi atau sistolik dan sesaat saat relaksasi atau

diastolik. Tiap bagian daun katup jantung diikat oleh chordae tendinea

sehingga pada saat kontraksi daun katup tidak terdorong masuk keruang

sebelumnya yang bertekanan rendah. Chordae tendinea sendiri berikatan

dengan otot yang disebut muskulus papilaris.

Katup atrioventrikuler terletak antara atrium dan ventrikel. Katup yang

terletak antara atrium kanan dan ventrikel kanan disebut katup

trikuspidalis. Katup yang terletak antara atrium kiri dan ventrikel kiri

disebut katup bikuspidalis atau katup mitral. Katup atrioventrikuler

memungkinkan darah mengalir dari masing-masing atrium ke ventrikel

pada saat diastolik dan mencegah aliran balik pada saat ventrikel

berkontraksi memompa darah keluar jantung yaitu pada saat sistolik.

Katup semilunar terdiri dari katup pulmonal yaitu katup yang

menghubungkan antara ventrikel kanan dengan pulmonal trunk, katup

Page 12: Lapsus Kardiomegali

8

semilunar yang lain adalah katup yang menghubungkan antara ventrikel

kiri dengan asendence aorta yaitu katup aorta (kumar, 2007).

Gambar 2.4. Katup Jantung

2.1.5. Sirkulasi jantung Lingkaran sirkulasi jantung dapat dibagi menjadi dua bagian besar

yaitu sirkulasi sistemik dan sirkulasi pulmonal. Namun demikian terdapat

juga sirkulasi koroner yang juga berperan sangat penting bagi sirkulasi

jantung.

1. Sirkulasi Sistemik

Mengalirkan darah ke berbagai organ tubuh.

Memenuhi kebutuhan organ yang berbeda.

Memerlukan tekanan permulaan yang besar.

Banyak mengalami tahanan.

Kolom hidrostatik panjang.

2. Sirkulasi Pulmonal

Hanya mengalirkan darah ke paru.

Hanya berfungsi untuk paru-paru.

Mempunyai tekanan permulaan yang rendah.

Hanya sedikit mengalami tahanan.

Kolom hidrostatiknya pendek.

Page 13: Lapsus Kardiomegali

9

3. Sirkulasi Koroner

Efisiensi jantung sebagi pompa tergantung dari nutrisi dan

oksigenasi yang cukup pada otot jantung itu sendiri. Sirkulasi koroner

meliputi seluruh permukaan jantung dan membawa oksigen untk

miokardium melalui cabang-cabang intramiokardial yang kecil-kecil

(Guyton, 2008).

Gambar 2.5. Sirkulasi Sistemik dan Pulmonal

Page 14: Lapsus Kardiomegali

10

2.2. Radiologi Jantung

Pemerikasaan jantung dan pembuluh darah terdiri dari 2 macam yaitu non

radiologis dan radiologis. Non radiologis bisa menggunakan eletrokardiogram

dan echocardiogram sedangkan secara radiologis bisa menggunakan X foto

toraks tanpa media kontras, namun ada juga pemerikasaan radiologi dengan

enggunakan kontras seperti angiogrrafi dan MSCT jantung. Pemeriksaan X

foto toraks sering menggunakan proyeksi PA dan lateral namun bisa juga di

tabahkan dengan proyeksi kanan-kiri dengan esophagus diisi barium. Hal ini

dilakukan setelah pasien memenuhi persyaratan sebagai berikut

Posisi PA

Simestris

Inspirasi cukup

Bentuk dada Normal

FFD : 1,8 m – 2 m

2.2.1 Jantung Normal

Sebuah pemahaman rinci tentang struktur yang membentuk kontur normal

jantung dan mediastinum (kontur cardiomediastinal) pada radiografi dada

sangat penting untuk menilai kelainan yang terdeteksi pada kelainan jantung.

Berikut ini tampilan gambar jantung yang normal:

a. Tampilan Frontal Tampak PA

Batas kanan jantung dari superior ke inferior

Tonjolan I : (pelebaran sisi mediastinum); vena kava superior

Tonjolan II : garis lurus munju arkus aorta (aorta ascenden, biasanya

tak terlihat

Tonjolan III : terkadang ada (v. Azygos)

Tonjolan IV : atrium kanan.

Batas kiri jantung dari superior ke inferior

Tonjolan I ; arkus aorta

Tonjolan II : arteri pulmonalis (pada anak-anak kadang terasa besar)

Page 15: Lapsus Kardiomegali

11

Tonjolan III : aurikel atriu kiri (biasanya tidak menonjol)

Tonjolan IV : ventrikel kiri

Gambar Cardiomedistinal tampak proyeksi PA

b. Tampak lateral

Batas anterior jantung dari superior ke inferior

Aorta ascending

Ventrikel kanan outflow track

Ventrikel kanan

Page 16: Lapsus Kardiomegali

12

Batas posterior jantung dari superior ke inferior

Atrium kiri dan vena pulmonalis

Atrium kanan

Vena cava inferior (Collins, 2007).

Gambar Cardiomedistinal tampak proyeksi lateral (sinistra et dektra)

Dalam melakukan pembacaan X foto toraks jantung dilakukan

beberapa penilian antara lain yaitu:

a. Konvigurasi

Batas kanan : parasternal

Batas kiri : pertengahan klavikula (mid clavikula)

Batas atas (batas dari arkus aorta): 1-2 c di bawah manubrium sterni

Batas bawah : sukar ditentukan.

b. Letak atau Situs

Kedudukan orga di dada dan dibawah diafragma. Normalnya yaitu

jantung di hemitoraks kiri dan fundus gaster dan apeks jantung di

abdomen sisi kiri (situs solitus)

c. Ukuran

Untuk menentukan ukuran jantung dengan menggunakan CTR

(Cardo Thoracic Ratio yang telah memuni syarat untuk pemeriksaan

jantung

2.2.2. Pembesaran Jantung

Page 17: Lapsus Kardiomegali

13

Dari segi radiologik, cara yang mudah untuk mengukur jantung apakah

membesar atau tidak, adalah dengan membandingkan lebar jantung dan lebar dada

pada foto toraks PA (cardio-thoracis ratio). Pada gambar, diperlihatkan garis-garis

untuk mengukur lebar jantung (a+b) dan lebar dada (c1-c2) (Rasad, 2010)..

(normal : 48-50 %)

Gambar 2.8. Pengukuran CTR

Kardiomegali pada foto thoraks PA dan lateral (Collins, 2007). :

Pembesaran ruang

jantung

X foto Proyeksi PA X foto proyeksi Lateral

Ventrikel Kanan Apeks ke laterokranial,

segmen pulmomnalis

menonjol

Ruang retrosternal sempit

Atrium Kanan Batas jantung kanan,

meleber ke kanan, lebih

dari 1/3 hemithorax kanan

Tak memberikan

gambaran khas

Page 18: Lapsus Kardiomegali

14

Ventrikel Kiri Apeks ke laterokaudal Retrocardial space distal

sempit

Atrium kiri Double contour,

penonjolan aurikel atrium

kiri, brongkus utama kiri

terangkat

Retrocardiac space bagian

atas sempit

Gambar pembesaran atrium kanan

Gambar pembesaran Ventrikel kanan

Page 19: Lapsus Kardiomegali

15

Gambar pembesaran atrium kiri

Gambar pembesaran ventrikel kiri

Page 20: Lapsus Kardiomegali

16

2.3. Congestive heart fealure (CHF)

2.3.1 Definisi CHF

Congestive heart fealure (CHF) atau Gagal jantung adalah suatu

sindroma klinis yang disebabkan oleh gagalnya mekanisme kompensasi otot

miokard dalam mengantisipasi peningkatan beban volume berlebihan ataupun

beban tekanan yang berlebih pada jantung, sehingga tidak mampu

memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan tubuh.

Keadaan ini dapat disebabkan olaeh karena gangguan primer otot

jantung, atau beban jantung yang berlebihan, atau kombinasi keduanya. Beban

jantung yang berlebihan pada preload atau beban volume terjadi pada defek

dengan pirau kiri ke kanan, regurgitasi katup, atau fistula arteriovena.

Sedangkan beban yang berlebihan pada afterload atau beban tekanan terjadi

pada obstruksi jalan keluar jantung, misalnya stenosis aorta, stenosis pulmonal,

atau koarktasio aorta (Wilson, 2006).

2.3.2. Etiologi CHF

Dalam hubungan yang luas ada dua faktor penyebab gagal jantung :

1. Faktor mekanik (kelainan struktur jantung), yaitu :

Kondisi miokardium normal, akan tetapi gangguan dari beban kerja

yang berlebihan, biasanya kelebihan beban volume (preload) atau

tekanan (afterload) akibat penyakit jantung bawaan atau didapat.

2. Faktor miokardium, yaitu :

Kelainan otot jantung sendiri atau insufisiensi miokardium, misalnya:

a. Radang atau intoksikasi otot jantung pada penderita demam

reumatik atau difteri.

b. Otot jantung mengalami defisiensi nutrisi, seperti pada anemia

berat.

c. Perubahan-perubahan patologis dalam struktur jantung, misal

kardiomiopati.

Page 21: Lapsus Kardiomegali

17

2.3.3 Patofisiologi CHF

Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada

gagal jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan

pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun

mengurangi volume sekuncup, dan meningkatkan volume residu ventrikel.

Dengan meningkatnya EDV (volume akhir diastolik) ventrikel, terjadi

peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri (LVEDP). Derajat

peningkatan tekanan bergantung pada kelenturan ventrikel. Dengan

meningkatnya LVDEP, terjadi pula peningkatan tekanan atrium kiri (LAP)

karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung selama diastol. Peningkatan

LAP diteruskan ke belakang ke dalam pembuluh darah paru-paru,

meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru. Apabila tekanan hidrostatik

anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik pembuluh darah, akan

terjadi transudasi cairan ke dalam interstisial. Jika kecepatan transudasi cairan

melebihi kecepatan drainase limfatik, akan terjadi edema interstisial.

Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan merembes ke

dalam alveoli dan terjadilah edema paru. Tekanan arteri paru-paru dapat

meningkat akibat peningkatan kronis tekanan vena paru. Hipertensi pulmonalis

meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Serangkaian kejadian

seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan

yang akhirnya akan menyebabkan edema dan kongesti sistemik.

Perkembangan dari edema dan kongesti sistemik atau paru dapat

diperberat oleh regurgitasi fungsional dan katup-katup trikuspidalis atau

mitralis secara bergantian. Regurgitasi fungsional dapat disebabkan oleh

dilatasi anulus katup atroventrikularis, atau perubahan orientasi otot papilaris

dan korda tendinae akibat dilatasi ruang (Kumar, 2007).

Page 22: Lapsus Kardiomegali

18

Gambar 2.6. Mekanisme Edema Paru pada CHF

2.3.4. Klasifikasi CHFGagal jantung dapat diklasifikasikan menurut beberapa faktor. The

New York Heart Association (NYHA) classification for heart failure

membaginya menjadi 4 kelas, berdasarkan hubungannya dengan gejala dan

jumlah atau usaha yang dibutuhkan untuk menimbulkan gejala, sebagai

berikut :

1. Kelas I : Penderita dengan gagal jantung tanpa adanya pembatasan

aktivitas fisik, dimana aktivitas biasa tidak menimbulkan rasa lelah dan

sesak napas.

2. Kelas II: Penderita dengan gagal jantung yang memperlihatkan adanya

pembatasan aktivitas fisik yang ringan, merasa lega jika beristirahat.

3. Kelas III: Penderita dengan gagal jantung yang memperlihatkan adanya

pembatasan aktivitas fisik yang ringan, kegiatan fisik yang lebih ringan

dari kegiatan biasa sudah memberi gejala lelah, sesak napas.

4. Kelas IV: Penderita dengan gagal jantung yang tidak sanggup

melakukan kegiatan apapun tanpa keluhan, gejala sesak napas tetap ada

walaupun saat beristirahat (Wilson, 2006).

Page 23: Lapsus Kardiomegali

19

2.3.5. Manifestasi Klinis CHFDiagnosa gagal jantung kongestif menurut Framingham dibagi

menjadi 2 yaitu kriteria mayor dan kriteria minor. Diagnosis ditegakkan

dari dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor dan dua kriteria minor

harus ada di saat bersamaan.

Kriteria mayor :

1. Dispnea nocturnal paroksismal atau ortopnea.

2. Peningkatan tekanan vena jugularis

3. Ronkhi basah tidak nyaring

4. Kardiomegali

5. Edema paru akut

6. Irama derap S3

7. Peningkatan tekanan vena >16 cm H20

8. Refluks hepatojugular.

Kriteria minor :

1. Edema pergelangan kaki

2. Batuk malam hari

3. Dispneu d’effort

4. Hepatomegali

5. Efusi pleura

6. Kapasitas vital berkurang menjadi 1/3 maksimum

7. Takikardi (120x/menit) (Wilson, 2006).

2.3.6. Gambaran Radiologi CHF

Dua fitur utama dari radiografi dada berguna dalam evaluasi pasien

dengan gagal jantung kongestif: (1) ukuran dan bentuk siluet jantung, dan

(2) edema di dasar paru-paru.

Page 24: Lapsus Kardiomegali

20

Gambar 2.7. Anatomi Radiografi Jantung

Pada gagal jantung hampir selalu ada dilatasi dari satu atau lebih

pada ruang-ruang di jantung, menghasilkan pembesaran pada jantung.

Dengan perkembangan dari gagal jantung kongestif, atrium kiri

mengalami peningkatan tekanan yang paling pertama. Hal ini menyebabkan

peningkatan tekanan hidrostatik, tekanan kapiler paru serta pembentukan

edema interstitial terutama pada daerah basal paru. Hal ini menyebabkan

peningkatan resistensi vaskuler yang mengalir ke basal paru, menyebabkan

pirau aliran darah ke pembuluh-pembuluh darah pada lobus atas paru-

sehingga menyebabkan adanya peralihan pada vena-vena pada lobus atas.

Pengalihan pada lobus atas dapat didiagnosis dengan radiografi posisi erect

(tegak), pembesaran pembuluh-pembuluh darah pada lobus atas sama

dengan atau melebihi pembuluh-pembuluh darah pada lobus bawah yang

berjarak sama dari hilum (Rasad, 2010).

Peningkatan tekanan vena pulmonalis atau hipertensi pulmonal

berhubungan dengan pulmonary capillary wedge pressure (PCWP) dan

dapat di klasifikasikan menjadi beberapa derajat yang sesuai dengan

gambaran radiologisnya pada foto toraks. Pengklasifikasian ini merupakan

urut-urutan yang terjadi pada CHF. Menurut Elliots, klasifikasi hipertensi

vena pulmonalis dibagi menjadi :

1. Stage 1 :

Page 25: Lapsus Kardiomegali

21

Pada stage 1 PCWP [13-18 mm]. Terjadi redistribusi dari pembuluh

darah paru. Pada foto toraks PA normal, pembuluh darah pada lobus

atas lebih kecil dan sedikit dibanding pembuluh darah pada lobus

bawah paru. Pembuluh darah paru yang beranastomosis memiliki

kapasitas reservoir dan akan mengalir pada vaskular yang tidak

menerima perfusi darah, sehingga menyebabkan terjadinya ditensi pada

vaskular yang telah mendapat perfusi darah. Hal ini mengakibatkan

terjadinya redistribusi pada aliran darah pulmonal. Awalnya terjadi

aliran darah yang sama, kemudian terjadi redistribusi aliran darah dari

lobus bawah menuju lobus atas.

Pada gambaran radiologis tampak redistribusi dari pembuluh darah

paru, kardiomegali, dan broad vascular pedicle.

2. Stage 2 :

Pada stage 2, PCWP [18-25 mm]. Tahap ini ditandai oleh kebocoran

cairan kedalam interlobular dan interstitial peribronkial sebagai akibat

dari meningkatnya tekanan di dalam kapiler paru. Saat kebocoran cairan

masuk ke dalam septum interlobular perifer, akan tampak gambaran

garis Kerley B pada foto toraks. Saat kebocoran cairan masuk ke dalam

interstitial peribronkovaskular, pada foto toraks akan tampak gambaran

penebalan pada dinding bronkus yang disebut peribronchial cuffing dan

pengaburan pembuluh darah paru (perihilar haze). Selain itu, fisura

interlobaris juga akan terlihat menebal pada foto toraks.

3. Stage 3 :

Pada stage ini, PCWP [> 25 mm]. Tahap ini ditandai dengan

berlanjutnya kebocoran cairan menuju interstitial, yang tidak dapat

dikompensasi oleh drainase limfatik. Hal ini akan mengakibatkan

kebocoran cairan menuju alveoli (edema alveolar) dan kebocoran cairan

menuju cavum pleura (efusi pleura). Pada foto toraks akan tampak

gambaran konsolidasi, air bronchogram, cotton woll appearance, dan

efusi pleura.

4. Stage 4 :

Page 26: Lapsus Kardiomegali

22

Pada tahap ini terjadi proses hemosiderosis, osifikasi (tampak pada

hipertensi pulmonum yang lama) (Lorraine, 2011).

Gambar 2.9. Klasifikasi CHF pada Gambaran Radiologi

Page 27: Lapsus Kardiomegali

23

Seiring dengan meningkatnya tekanan hidrostatik, terjadilah tanda-

tanda edema interstitial yang diikuti tanda-tanda edema alveolar:

a) Pengaburan dari tepi pembuluh darah

b) Perihilar kabur

Gambar 2.10. Cardiomegali dengan perihilar yang terlihat kabur

c) Peribronchial cuffing :

Gambaran seperti donat kecil. Terjadi akibat akumulasi cairan

interstitial di sekeliling bronkus yang menyebabkan menebalnya

dinding bronkus.

Page 28: Lapsus Kardiomegali

24

Gambar 2.11. Peribronchial cuffing tampak seperti gambaran donat

kecil pada bronkus.

d) Garis Kerley A :

Berupa gambaran garis yang agak panjang (2-6 cm) yang tampak

seperti garis bercabang dengan arah diagonal dari hilus menuju ke arah

perifer. Munculnya garis ini disebabkan oleh distensi saluran yang

beranastomosis antara pembuluh limfe paru perifer dan sentral. Garis

ini jarang ditemui dibanding garis Kerley B, dan tidak akan tampak

tanpa disertai adanya garis Kerley B atau garis Kerley C.

Gambar 2.12. Garis kerley A, Garis Kerley B, dan Kerley C

e) Garis Kerley B :

Berupa gambaran garis pendek yang berparalel pada daerah paru

perifer. Garis ini dapat terlihat ketika cairan mengisi dan mendistensi

septum interlobular. Panjangnya kurang dari 1 cm dan paralel antara

satu dengan lainnya pada sudut kanan bawah dari pleura. Garis ini bisa

tampak pada semua daerah paru, tapi lebih sering pada paru bagian

basal di sudut costofrenicus pada foto toraks PA.

Page 29: Lapsus Kardiomegali

25

Gambar 2.13. Garis kerley B tampak berupa garis putih horizontal yang

pendek-pendek pada bagian basal paru

f) Garis Kerley C

Garis ini jarang terlihat dibanding garis yang lain. Bentuk garis ini

pendek dan tipis dengan gambaran reticular yang merepresentasikan

garis Kerley B en face. Munculnya garis ini disebabkan oleh

menebalnya anastomosis pembuluh limfe atau superimpose dari

beberapa garis Kerley B.

g) Efusi pleura

Efusi laminar yang berkumpul di bawah pleura viseral, yakni pada

jaringan ikat longgar antara paru dan pleura.

Gambar 2.14. Efusi pleura tampak pada foto torak PA dan lateral

h) Bat’s Wings

Saat tekanan hidrostatik mencapai 25 mmHg, cairan melewati alveoli

dan menyebabkan edema paru. Hal ini dapat terlihat sebagai densitas

Page 30: Lapsus Kardiomegali

26

alveolar multiple dari setengah bagianbawah paru. Kemungkinan lain,

dapat juga terlihat densitas ruang udara bilateral yang difus dan kurang

tegas/jelas atau densitas perihilar.

Gambar 2.15. Congestive Heart Failure dengan densitas ruang udara

perihilar di dalam distribusi “bat wings” yang mewakili edema paru.

Gambar 2.16. Ilustrasi Gambaran Foto Toraks Pasien CHF

Page 31: Lapsus Kardiomegali

27

Gambar 2.17. Congestive Heart Failure

Radiografi dada memperlihatkan kardiomegali, pengalihan vena-

vena lobus atas (tanda panah), garis septum (garis Kerley B) terlihat baik di

zona bawah kanan (tanda panah terbuka), dan penebalan/cairan di fisura

horizontal (mata panah). Cairan di fisura horizontal kanan kadang-kadang

disebut “Phantom tumour”, itu bisa menghilang pada pemeriksaan radiologi

berikutnya, bila keadaan pasien membaik.

Penyebab lain yang menyebabkan terjadinya gagal jantung juga memiliki

gambaran radiologis yang berbeda antara satu dengan lainnya, seperti pada

kelainan jantung didapat dan pada kelainan jantung bawaan (Cremers, 2010;

Rasad, 2010).

2.3.7. Diagnosis Banding CHF2.3.7.1 Kelainan Jantung Didapat

1. Stenosis mitral

Penyakit reuma atau infeksi oleh coccus, menimbulkan parut yang

dapat menyempitkan katup mitral. Penyempitan yang berat dengan

diameter 1 cm atau kurang, menyebabkan hambatan bagi darah yang

mengalir dari paru melalui vena-vena pulmonalis. Vena-vena ini

melebar karena bertambah isinya dan tampak pada foto sebagai

pembuluh darah lebar dan pendek diatas hilus dengan arah ke atas.

Page 32: Lapsus Kardiomegali

28

Selain bertambahnya vena-vena ini, tekanan atrium kiri dan vena

pulmonalis juga bertambah tinggi sehingga menyebabkan tekanan di

dalam sirkulasi paru juga bertambah tinggi. Kedaan ini disebut

hipertensi pulmonal karena bendungan pada vena.

Pekerjaan ventrikel kanan menjadi bertambah. Otot ventrikel kanan

mengalami hipertrofi. Lama kelamaan hiupertrofi ini akan diikuti oleh

dilatasi venrikel kanan. Dilatasi ventrikel kanan ini akan nampak pada

foto jantung pada posisi lateral dan pada posisi PA. Vaskular paru,

baik yang arterial maupun yan venosus tampak bertambah melebar.

Pembesaran ventrikel kanan ini lama kelamaan dapat mempengaruhi

fungsi katup tricuspid. Katup ini akan mengalami insufisiensi. Kalau

ventrikel kanan mengalami kegagalan, maka darah yang mengalir ke

paru berkurang. Dilatasi ventrikel kanan akan bertambah, sehingga

kemungkinan terjadinya insufisiensi katup tricuspid semakin besar

pula.

Ventrikel kiri biasanya tidak mengalami banyak perubahan. Pada

keadaan stenosis mitral yang berat, ventrikel kiri dapat menjadi kecil,

begitu juga aorta, karena kekurangan volume darah.

Pembuluh darah paru bertambah terutama di daerah suprahilar kanan.

Vena-vena tampak sebagai pembuluh darah yang pendek dan lebar di

hilus kana-kiri bagian atas.

Page 33: Lapsus Kardiomegali

29

Gambar 2.18. Kardiomegali sedang dengan atrium kiri yang

mengalami dilatasi berat. Tampak perubahan pada kedua lobus bawah

paru akibat kongesti vena yang berkepanjangan. Serta tampak garis

Kerley B pada kedua paru.

2. Insufisiensi mitral (Regurgitasi mitral)

Bila pada stenosis mitral katup menyempit, tetapi masih dapat

menutup dengan baik, maka pada insufisiensi mitral (regurgitsi mitral)

katup mitral tidak dapat menutup dengan sempurna. Hal ini

disebabkan oleh :

Otot papilaris lemah karena meradang

Otot papilaris putus karena trauma

Prolaps katup

Cincin katup melebar mengikuti dilatasi atrium kiri atau ventrikel

kiri

Pada waktu sistolik sebagian darah dari ventrikel kiri masuk lagi ke

dalam atrium kiri. Darah balik ini jumlahnya dapat besar, bergantung

pada parahnya kerusakan katup mitral. Pada diastolic darah dari

atrium yang jumlahnya menjadi besar ini mengalir ke dalam ventrikel

kiri.

Akibat regurgitasi darah pada insufisiensi mitral ini terjadilah

pembesaran ventrikel kiri dan atrium kiri. Darah yang mengalir

Page 34: Lapsus Kardiomegali

30

melalui aorta menjadi kurang jumlahnya. Hal ini dapat berakibat

mengecilnya caliber aorta. Pembesaran atrium kiri ini akan

menghambat masuknya darah dari paru melalui vena-vena pulmonalis.

Vena-vena pulmonalis terbendung, melebar, dan ini menyebabkan

tekanan di dalam vena meninggi. Maka terjadilah hipertensi pulmonal.

Ventrikel kanan membesar karena hipertrofi dan dilatasi, sebagaimana

terlihat pada stenosis mitral.

Bentuk jantung pada insufisiensi mitral ini hampir sama dengan

stenosis mitral dan masih memiliki bentuk konfigurasi mitral. Pada

insufisiensi mitral, ventrikel kiri nampak besar, sedang pada stenosis

mitral ventrikel ini normal atau kecil. Aorta pada insufisiensi mitral

besarnya bergantung pada darah yang mengalir melalui aorta. Bila

regurgitasi itu besar, maka jumlah darah yang mengalir melalui aorta

menjadi kecil. Pada foto arkus aorta akan tampak kecil. Pada kelainan

mitral, baik yang bersifat stenosis atau insufisiensi sering terjadi

kelainan-kelainan pada paru. Perubahan ini akan nampak jelas bila

penderita menunjukkan tanda-tanda dekompensasi.

Perubahan-perubahan yang terjadi pada paru adalah :

a) Pelebaran pembuluh paru yaitu pembuluh vena dan

kemudian juga akan terjadi pelebaran arteri. Pelebaran ini

disebabkan karena bendungan pada vena pulmonalis. Selama

arteri pulmonalis masih nampak, biasanya ventrikel kanan masih

bekerja baik. Bila arteri ini mulai kecil dan sukar dilihat, maka

kemungkinan ventrikel kanan sudah menunjukka gejala

kegagalan.

b) Terjadi bintik opak di parenkim paru. Biasanya dimulai

sekitar hilus kanan dan kiri. Bintik ini menunjukkan adanya

edema di jaringan interstitial. Gambaran paru menjadi lebih suram

dari normal. Makin banyak edema, bercak-bercak ini makin

Page 35: Lapsus Kardiomegali

31

bertmabah besar lebar dan mengakibatkan perselubungan di

sekitar hilus kanan dan kiri. Ini adalah edema alveolar.

c) Efusi pleura

Biasanya penimbunan cairan di kavum pleura ini agak jarang.

Efusi pleura dapat terjadi terutama pada dekompensasi yang

sudah lanjut.

d) Bintik perkapuran di paru hemosiderosis.

3. Insufisiensi aorta (Regurgitasi aorta)

Pada insufisiensi aorta, katup aorta tidak dapat menutup sempurna.

Penyebabnya banyak sekali, atara lain radang reuma, radang sifilis,

dan cincin katup melebar karena dilatasi ventrikel kiri.

Pada sistolik, darah dari ventrikel kiri masuk ke dalam aorta secara

normal. Pada diastolic, darah dari aorta sebagian masuk ke dalam

ventrikel. Jumlahnya bergantung pada parahnya katup aorta. Dalam

keadaan parah yang lanjut, jumlah darah yang kembali itu besar.

Darah yang bolak balik ini disebut regurgitasi. Dengan demikian

penyakit katup ini disebut regurgitasi aorta atau insufisiensi aorta.

Aorta pada sistolik melebar, sedangkan pada diastolic mengecil, lebih

kecil daripada aorta yang normal sebagai akibat regurgitasi. Ventrikel

kiri mengalami hipertrofi dan juga dilatasi. Pada foto tampak

pembesaran aorta dan ventrikel kiri, sedang pinggang jantung

bertambah mendalam. Bentuk jantung semacam ini disebut

konfigurasi aorta atau bentuk sepatu.

Bila ventrikel kiri mengalami kegagalan, maka atrium kiri dan

pembuluh darah paru melebar, terutama vena pulmonalis.

4. Stenosis aorta

Page 36: Lapsus Kardiomegali

32

Stenosis katup aorta menyebabkan terjadinya dilatsi pasca stenotik

pada aorta asendens. Aorta desenden tidak berubah, tetapi kadang-

kadang menjadi lebih kecil dari normal. Ventrikel kiri mengalami

hipertrofi dan kemidian disertai dilatasi.

Selama ventrikel kiri cukup kompeten, keadaan vascular paru tidak

berubah. Bila ventrikel kiri mengalami kegagalan, maka darah tidak

dapat dipompa ke aorta secara biasa, dan akibat timbunan darah di

ventrikel kiri ini terjadilah pembesaran atrium kiri dan bendungan

vena pulmonalis (Rasad, 2010).

Gambar 2.19. Kardiomegali sedang dengan batas jantung kiri yang

mendatar.

2.3.7.2. Kelainan Jantung Bawaan

1. Stenosis Pulmonal

Stenosis pulmonal untuk sebagian besar merupakan kelainan congenital.

Sebagian lainnya disebabkan oleh pengisutan katup akibat reuma.

Penyempitan pada arteri pulmonalis dapat terjadi di berbagai tempat,

yang penting adalah :

Page 37: Lapsus Kardiomegali

33

a) Penyempitan pada infundibular, mengakibatkan stenosis

infundibular.

b) Penyempitan di katup pulmonal sendiri, stenosis valvular.

c) Penyempitan di cabang-cabang arteri pulmonalis, stenosis

supravalvular.

Stenosis dapat terjadi di dua tempat, misalnya stenosis infundibular dan

stenosis valvular atau stenosis supravalvular.

2. Atrial Septal Defect (ASD)

Defek pada sekat atrium dapat terjadi pada septum primum yang tidak

menutup. Atau terjadi pada septum sekundum (foramen ovale), karena

foramen ini terlalu lebar atau penutupnya kurang sempurna (Kumar,

2007).

Pada kebocoran jantung dengan arah arus dari kiri ke kanan ini (L-R

shunt) hilus melebar, tebal, dan tampak pulsasi hilus. Pulsasi ini disebut

hilar dance. Hilar dance ini terjadi karena arteri pulmonalis penuh

darah dan melebar, sehingga pulsasi ventrikel kanan merambat sampai

ke hilus. Hilar dance ini dapat dilihat pada kedua hilus dengan

fluoroskopi.

Darah dari atrium kiri mengalir ke dalam atrium kanan (L-R shunt).

Bersama dengan darah dari atrium kanan, darah tersebut masuk ke

dalam ventrikel kanan lalu ke arteri pulmonalis. Jumlah darah dalam

ventrikel kanan dan arteri pulmonalis menjadi besar dan terjadi dilatasi

ventrikel kanan dan arteri pulmonalis. Darah yang masuk ke ventrikel

kiri berkurang.

Makin besar defeknya, makin kecil jumlah darah yang mengalir ke

ventrikel kiri, karena sebagian besar darah dari atrium kiri mengalir ke

atrium kanan melalui defek. Aorta menjadi kecil, hampir sukar dilihat,

sedangkan arteri pulmonalis menjadi 3-5 kali lebih besar. Pembuluh

darah hilus melebar demikian juga cabang-cabangnya. Lambat laun

Page 38: Lapsus Kardiomegali

34

pembuluh darah bagian tepi menyempit dan tinggal pembuluh darah

dari sentral (hilus) saja yang melebar. Bentuk hilus yang melebar,

meruncing ke bawah berbentuk seperti tanda koma terbalik (inverted

coma).

Gambaran ini menunjukkan adanya tekanan yang meninggi dari

pembuluh darah paru : hipertensi pulmonal (arterial). Tingginya

hipertensi pulmonal ini akan membawa perubahan pada arah

kebocoran. Tekanan di ventrikel kana dan di atrium kanan berangsur

menjadi tinggi. Bila tekanan atrium kanan lebih tinggi daripada atrium

kiri, kebocoran menjadi terbalik arahnya yaitu kebocoran dari kanan ke

kiri (R-L shubt). Pada awalnya penderita tidak sianotik, sekarang

dengan pembalikan arah arus darah penderita menjadi sianotik.

Keadaan ini disebut sindrom Eisenmenger (Rasad, 2010) .

Gambar 2.20. Gambaran arteri pulmonalis yang sedikit meningkat dan

arteri pulmonalis utama tampak konveks dengan ukuran jantung yang

normal

3. Ventricular Septal Defect (VSD)

Kelainan congenital ini paling sering dijumpai pada anak-anak.

Kebocoran ini terjadi di septum intraventrikular. Kebocoran ini terjadi

karena kelambatan dalam pertumbuhannya. Biasanya terjadi di pars

muskularis atau di pars membranasea dari septum. Besarnya kebocoran

Page 39: Lapsus Kardiomegali

35

bervariasi, mulai dari ukuran kecil sampai besar. Darah dari ventrikel

kiri mengalir melalui defek ke dalam ventrikel kanan (L-R shunt).

Bersama-sama darah yang datng dari atrium kanan, darah di ventrikel

kanan jumlahnya bertambah besar. Seluruh pembuluh darah arteri

pulmonalis beserta pembuluh darah di paru melebar. Hilus melebar.

Arteri pulmonalis menonjol. Aorta menjadi kecil, karena darah yang

seharusnya mengalir ke aorta, sebagian mengalir kembali ke ventrikel

kanan. Atrium kiri yang menampung darah dari vena pulmonalis yang

julahnya banyak, akan melebar dari biasa dan dapat mengalai dilatasi.

Ventrikel kiri otot-ototnya mengalami hipertrofi. Hipertrofi ini agak

sukar dilihat pada foto polos. Arah arus dari kiri ke kanan dapat

berbalik menjadi dari kanan ke kiri bila terjadi kelainan pada pembuluh

darah paru, yaitu pembuluh darah paru lumennya menjadi sempit

terutama di bagian perifer. Hal ini berakibat tekanan di arteri

pulmonalis menjadi tinggi. Tekanan di ventrikel kanan juga meninggi.

Bila tekanan di ventrikel kanan menjadi lebih tinggi dari pada tekanan

di ventrikel kiri, maka terjadilah pembalikan arah kebocoran menjadi R-

L shunt. Perubahan arah kebocoran ini menyebabkan penderita menjadi

sianosis, sesuai dengan gejala Eisenmenger.

Page 40: Lapsus Kardiomegali

36

Gambar 2.21. Kardiomegali sedang dengan apeks ventrikel kiri yang

membesar hingga dinding toraks kiri. Pembuluh darah paru meningkat

simetris dengan arah aliran yang berbentuk konveks

4. Patent Ductus Arteriosus (PDA)

Pada kelainan congenital ini terdapat hubungan antara aorta dengan

arteri pulmonalis. Penghubungnya adalah duktus arteriosus Botali. Pada

kehidupan intrauterine, duktus itu berfungsi untuk sirkulasi darah dari

arteri pulmonalis ke aorta. Pada waktu lahir, duktus ini menutup. Bila

duktus ini besar, maka ia akan tetap merupakan hubungan antara aorta

dan arteri pulmonalis. Darah dari aorta akan mengalir arteri pulmonalis

(L-R shunt). Kelainan ini disebut PDA. Aorta asenden terisi normal

dengan darah dari ventrikel kiri. Caliber arkus tampak normal. Setelah

sampai duktus, sebagian darah mengalir ke arteri pulmonalis. Arteri

pulonalis dan cabang-cabangnya menjadi lebar, sedangkan aorta

desenden mengecil. Pembuluh darah paru melebar, hilus melebar, dan

pada fluoroskopi tamapak hilar dance.

Bila kemudian tetjadi penyempitan pembuluh darah paru bagian tepi,

maka tekanan di arteri pulmonalis akan meninggi. Keadaan ini akan

memungkinkan arah arus kebocoran berbalik menjadi R-L shunt, dari

Page 41: Lapsus Kardiomegali

37

arteri pulmonalis ke aorta. Pada saat itu pasien akan mengalami sianosis

atau mengalami sindrom Eissenmenger.

Gambar 2.22. Kardiomegali ringan dengan arteri pulmonalis utama

yang berbentuk konveks dan arkus aorta yang prominen diatas MPA.

5. Tetralogi Fallot

Pada tetralogi fallot terdapat 4 kelainan pokok, yaitu :

a) Hipertrofi ventrikel kanan

Ventrikel kanan mengalami dilatasi dan penebalan otot

(hipertrofi) yang dapat dilihat jelas pada foto lateral.

b) Semitransposisi letak aorta

Posisi aorta dapat dilihat dari posisi septum. Septum tampak

sebagai bayangan hitam antara ventrikel kanan-kiri.

Semitransposisi aorta (overriding aorta) akan tampak dari posisi

aorta yang pangkalnya sebagian berada di ventrikel kiri dan

sebagian berada di ventrikel kanan.

c) VSD dengan kebocoran kanan ke kiri

d) Stenosis pulmonal

Pada foto polos tampak paru yang radioluse dari biasanya. Pembuluh

darah paru berkurang dan pembuluh yang Nampak mempunyai caliber

kecil. Jantung membesar ke kiri dengan pinggang jantung yang

Page 42: Lapsus Kardiomegali

38

mendalam atau konkaf. Arkus aorta sering Nampak di sebelah kanan

kolumna vertebra. Akibat kelaianan ini, sejak lahir bayi menjadi

sianosis.

Gambar 2.23. Bentuk jantung seperti sepatu (boot shaped) dengan

ukuran yang normal. Pembuluh darah paru tampak berkurang dan arkus

aorta tampak prominen di sebelah kiri.

2.3.8. Penatalaksanaan CHF

Gagal jantung ditangani dengan tindakan umum untuk mengurangi

beban kerja jantung dan manipulasi selektif terhadap ketiga penentu utama

fungsi miokardium, baik secara sendiri-sendiri ataupun gabungan dan: (1)

beban awal, (2) kontraktilitas, dan (3) beban akhir. Penanganan biasanya

dimulai bila timbul gejala saat beraktivitas biasa (NYHA kelas fungsional II).

Regimen penangangan secara progresif ditingkatkan sampai mencapai respons

klinis yang diinginkan. Eksaserbasi akut dan gagal jantung atau perkembangan

menuju gagal jantung berat dapat menjadi alasan untuk perawatan di rumah

sakit dan penanganan yang lebih agresif (Rasad, 2010).

Page 43: Lapsus Kardiomegali

39

BAB III

LAPORAN KASUS3.1. Identitas Penderita

Nama : Tn. S

Usia : 72 th 6 bln 7hr

Jenis kelamin : Laki Laki

Alamat : Sedang guo RT 03/09 G. Tembalan Semarang

Agama : Islam

Pekerjaan : Tidak bekerja

Pendidikan : SD

Status : Menikah

Suku Bangsa : Jawa (WNI)

Ruangan : Baitus Salam 1/Rawat INAP

Masuk RSISA : Selasa, 7 Juli 2015

3.2. Anamnesa (Alloanamnesa)

Anamnesis

Keluhan Utama : Nyeri dada

Riwayat Penyakit Sekarang :

Onset : 1 bulan sebelum masuk Rumah Sakit

Lokasi : dada sebelah kiri

Kualitas : nyeri terus menerus dirasakan menjalar sebelah

kiri.

Page 44: Lapsus Kardiomegali

40

Kuantitas : Keluhan tersebut membuat penderita tidak

nyaman saat aktivitas

Faktor yang memperberat : bertambah nyeri jika aktivitas, mengangkat

benda berat

Faktor yang memperingan : berbaring

Gejala Penyerta : mual(-),muntah(-),demam (-), pusing (+)

Kronologi : 1 tahun yang lalu pernah merasakan nyeri dada

namun masih bisa melakukan aktifitas berat,

namun membaik setelah mendapat obat dari

puskesmas. 1 bulan ini sebelum masuk rumah

sakit, penderita mengeluh nyeri dada kembali.

Nyeri timbul semakin lama semakin berat.

Keluhan tersebut membuat penderita tidak

nyaman saat istirahat dan aktivitas. Nyeri

semakin sakit jika penderita mengangkat benda

berat. Nyeri berkurang jika penderita berbaring.

3 hari ini keluhan semakin berat, pasien

memeriksakan diri ke IGD RSISA dan rawat

inap.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat sakit dengan keluhan serupa

Riwayat operasi sebelumnya disangkal

Riwayat penyakit gula diakui

Page 45: Lapsus Kardiomegali

41

Riwayat hipertensi ada

Riwayat alergi obat disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga : Riwayat anggota keluarga pernah atau sedang

menderita keluhan serupa disangkal

Riwayat Psikososial : Penderita tidak bekerja, social ekonomi kurang,

olaraga jarang dan perokok.

3.3. Diagnosis

Suspek CHF

3.4. Pemeriksaan Penunjang

3.4.1 Pemeriksaan Laboratorium

HEMATOLOGI

3.4.1.1 Darah Rutin

3.4.1.1.1 Hb 12.5

3.4.1.1.2 Ht 37.0

3.4.1.1.3 Leukosit 3.8

3.4.1.1.4 Trombosit 107

3.4.1.2 Golongan Darah/Rh B/Positif

3.4.1.3 APTT 24.3

3.4.1.4 Waktu Protombin 10.4

KIMIA

3.4.1.5 Gula Darah Sewaktu 59

3.4.1.6 Ureum 48

Page 46: Lapsus Kardiomegali

42

3.4.1.7 Creatinin Darah 1.41

3.4.1.7.1 Natrium 1.41

3.4.1.7.2 Kalium 4.17

3.4.1.7.3 Chloride 102.3

3.4.2 Pemeriksaan Radiologi

3.4.1.1. Gambaran Radiologi Thorax

3.4.1.2. Pembacaan Hasil Foto Thorax

Cor : Apeks ke laterokaudal, elongasi arcus aorta

Pulmo : Corakan vaskuler tak meningkat, tak tampak

gambaran infiltrate, diaphragm dan sinus costo frenikus tak

tampak kelainan

K E S A N

Kardiomegali suspek LVH

Page 47: Lapsus Kardiomegali

43

Elongasi Arcus Aorta

Pulmo Tenang

Page 48: Lapsus Kardiomegali

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Seorang pasien laki-laki dengan usia 72 tahun tahun datang ke UGD pada

selasa tangal 7 Juli 2014. 1 bulan yang lalu sebelum masuk rumah sakit, penderita

mengeluh nyeri dada kiri. Nyeri dirasakan semakin lama semakin berat. Keluhan

tersebut membuat penderita tidak nyaman saat aktivitas ringan. Nyeri semakin

sakit jika penderita mengangkat benda berat. Nyeri berkurang jika penderita

berbaring. 3 hari ini keluhan semakin berat, pasien memeriksakan diri langsung ke

IGD RISA dan langsung menjalani rawat inap. Penderita memiliki riwayat

hipertensi, jarang olaraga, dan merokok.

Dari hasil pemeriksaan radiologi foto thoraks, didapatkan gambaran pada

foto thoraks : Cor : CTR > 50%, mengalami pembesaran (suspek LVH) .Pulmo :

Tak tampak Kelainan., dan di dapatkan elongasi aorta.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Hubungan antara usia dengan kardiomegali (LVH)

Pasien Tn. S memiliki usia kategori usia lanjut yang sangat berisiko

terjadinya pembesaran jantung. Hal ini sejalan dengan penelitian

sebelumnya yang pernah dilakukan dilakukan di Poliklinik Penyakit

Dalam RSU Kota Tasikmalaya oleh Gyse’le S. Bleumink dkk, dimana

insiden kejadian gagal jantung banyak dijumpai pada usia lebih dari 65

tahun.

44

Page 49: Lapsus Kardiomegali

45

4.2.2 Hubungan antara hipertensi dengan kardiomegali (LVH)

Dari hasil pemeriksaan di dapatkan pasien Tn. S memiliki riwayat

hipertensi dan berdasarkan hasil pemeriksaan radiologi mengalami

pembesaran jantung kiri atau LVH. Hal ini sesuai dengan penelitian

sebelumnya bahwa hipertensi merupakan faktor resiko terhadap kejadian

hipertrofi ventrikel kiri dimana pria dengan hipertensi beresiko sebesar 7,737

kali mendapatkan LVH dibandingkan dengan mahasiswa pria yang

normotensi (Ribka dkk, 2015). Pada pemeriksaan ekokardiografi menujukan

bahwa LVH terjadi pada lebih dari 50% penderita hipertensi sedang dan

hamper pada semua penderita yang di rawat karena hipertensi berat

(Horrower, 1998).

Jantung mengalami hipertrofi dalam usaha akibat beban tekan

(Pressure over load) atau beban volume (Voleme overload yang

mengakibatkan peningkatan tegangan dinding otot jantung. Hipertrofi

ventrikel kiri dimulai dengan peningkatan kontraktilitas miokard yang

dipengaruhi oleh sistem saraf adrenergik sebagai respon neurohumoral,

kemudian diikuti dengan peningkatan aliran darah balik vena karena

vasokontriksi dipembuluh darah perifer dan retensi cairan oleh ginjal.

Bertambahnya volume darah dalam vaskuler akan meningkatkan beban kerja

jantung, kontraksi otot jantung akan menurun karena suplai aliran darah yang

menurun dari aliran koroner akibat arteriosclerosis dan berkurangnya

cadangan aliran pembuluh darah koroner. Dengan peningkatan tahanan

Page 50: Lapsus Kardiomegali

46

perifer dan beban sistolik ventrikel kiri, jantung mengalami hipertrofi karena

aktifasi simpatis untuk meningkatkan kontraksi miokard. Akibat dari

pembesaran jantung kiri menyebabakan perubahan posisi anatomi, dimana

apeks cordis akan bergeser kearah laterokaudal dan menempati ruang

retrocardiac space (Statters, 2000)

4.2.2 Hubungan antara aktivitas fisik dengan kardiomegali (LVH)

Berdasarkan riwayat pasien menunjukan adanya aktivitas yang buruk

yaitu di tunjukan dengan jarangnya olaraga dan merokok. Pada penelitian

hubungan aktivitas Fisik dengan LVH sebelumnya menujukan bahwa pria

dengan aktivitas fisik yang kurang berisiko sebesar 6,333 kali mendapatkan

LVH di bandingkan dengan pri yang beraktivitas fisik sedang. Merokok

merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan hipertensi, sebab

rokok mengandung nikotin. Menghisap rokok menyebabkan nikotin terserap

oleh pembuluh darah kecil dalam paru-paru dan kemudian akan diedarkan

hingga ke otak. Di otak, nikotin akan memberikan sinyal pada kelenjar

adrenal untuk melepas epinefrin atau adrenalin yang akan menyempitkan

pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena

tekanan darah yang lebih tinggi (Ribka dkk, 2015).

Page 51: Lapsus Kardiomegali

BAB V

KESIMPULANCongestive heart fealure (CHF) atau Gagal jantung adalah suatu sindroma

klinis yang disebabkan oleh gagalnya mekanisme kompensasi otot miokard dalam

mengantisipasi peningkatan beban volume berlebihan ataupun beban tekanan

yang berlebih pada jantung, sehingga tidak mampu memompakan darah untuk

memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan tubuh.

Pada pasien dalam kasus diatas didapkan diagnosis Congestive heart fealure

(CHF) atau Gagal jantung kiri di dasarkan pada pemeriksaan rasiologi X foto

thorak posisi PA di dapatkan apeks kelaterokaudal dan adanya elongasi aorta.

Pada mekanisme kompensasi otot miokard ventrikel kiri pada pasien ini

akibat peningkatan tahanan perifer dan beban sistolik ventrikel kiri, jantung

mengalami hipertrofi karena aktifasi simpatis untuk meningkatkan kontraksi

miokard. Akibat dari pembesaran jantung kiri menyebabakan perubahan posisi

anatomi, dimana apeks cordis akan bergeser kearah laterokaudal dan menempati

ruang retrocardiac space.

47

Page 52: Lapsus Kardiomegali

DAFTAR PUSTAKABrashaers, Valentina L. Gagal jantung kongestif. Dalam: Aplikasi klinis

patofisiologi, pemeriksaan dan manajemen. 2nd ed. Jakarta: EGC.2007. p53-5.

Collins J, Stern EJ. 2007. Chest radiology, the essentials. Lippincott Williams & Wilkins. ISBN:0781763142.

Cremers, Simon., Bradshaw, Jennifer., Herfkens, Freek. 2010. Chest X Ray-Heart Failure. The Radiology Assistant. Publication date : 1-9-2010

Gleadle, Jonathan. 2005. At a Glance : Anamnesis & Pemeriksaan Fisik. Jakarta : Erlangga.

Guyton, A.C; Hall, J.E; 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC. 107-128.

H. Gray, Huon, D. Dawkins, Keith, dkk. 2003. Lecture Notes : Kardiologi. Edisi 4. Jakarta : Erlangga Medical Series.

Hartono L. 1995.Petunjuk Membaca Foto Untuk Dokter Umum. Cetakan IV. Jakarta: EGC.

Horrower, A. and Mc Farlane, G., 1998. Left ventricular hypertrophy in hyper tension. Am J Med;(S)1B:89-91.

Ismail. Gagal jantung kongestif. [Online] 1 Mei 2009 [akses 18 Juli 2015]. Available from: URL: http://www.gagal-jantung-kongestif.co.id.html.

Kumar, Cotran, Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi. Edisi 7 Volume 2.Jakarta : EGC.

L. brashers, Valentina. 2008. Aplikasi Klinis Patofisiologi pemeriksaan dan Manajemen. Edisi 2. Jakarta : EGC.

Lorraine B. Ware, M.D., and Michael A. Matthay, M.D. 2011. Acute Pulmonary Edema. (Akses 17 Juli 2015) Available from: URL http://www.nejm.org.

Rasad, Sjahriar. 2010. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Ribka L, Wowor., Kandou, G.D., Umboh, J.M.L., 2015. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembesaran Jantung Kiri (LVH) pada Mahasiswa Pria Peserta Kepanitraan Klinik Madya Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi. FK Universitas Sam Ratulangi Manado.

48

Page 53: Lapsus Kardiomegali

49

Statters DJ. Malik M. Ward DE. Camm AJ. QT dispersion, problem of methodology and clinical significance. J. cardiovascular electrophysiology 1994 Aug. 672-85.

Sudoro, Aru . 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi V. Jakarta : FKUI.

Wilson, Sylvia A. Price dan Lorraine M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC