lapsus nune.docx

46
Bagian Ilmu Kesehatan Mata Referat & Laporan Kasus Fakultas Kedokteran September 2015 Universitas Hasanuddin OD SEVERE NON-PROLIFERATIVE DIABETIC RETINOPATHY OS PROLIFERATIVE DIABETIC RETINOPATHY Oleh: Nurul Fadilah Ali Polanunu C 111 10 158 Pembimbing: dr. M. Akbar Priyono Supervisor: Dr. dr. Batari Todja Umar, Sp.M (K) DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA 1

Upload: nurulfadilahalipolanunu

Post on 10-Dec-2015

247 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: lapsus nune.docx

Bagian Ilmu Kesehatan Mata Referat & Laporan KasusFakultas Kedokteran September 2015Universitas Hasanuddin

OD SEVERE NON-PROLIFERATIVE DIABETIC

RETINOPATHY

OS PROLIFERATIVE DIABETIC RETINOPATHY

Oleh:Nurul Fadilah Ali Polanunu

C 111 10 158

Pembimbing:dr. M. Akbar Priyono

Supervisor:Dr. dr. Batari Todja Umar, Sp.M (K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2015

1

Page 2: lapsus nune.docx

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Nurul Fadilah Ali Polanunu

NIM : C 111 10 158

Judul Laporan Kasus : OD Non Proliferative Diabetic Retinopathy

OS Proliferative Diabetic Retinopathy

Telah menyelesaikan tugas laporan kasus dan referatdalam rangka kepaniteraan

klinik pada Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas

Hasanuddin.

Makassar, September 2015

Pembimbing,

dr. M. Akbar Priyono

Supervisor,

Dr. dr. Batari Todja Umar, Sp.M (K)

2

Page 3: lapsus nune.docx

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. S

Jenis kelamin : Laki – laki

Umur : 59 tahun

Agama : Islam

Suku/Bangsa : Bugis/Indonesia

Pekerjaan : Swasta

Alamat : Maros

No. Register : 045955

Tanggal pemeriksaan : 08 September 2015

Rumah sakit : Poli Mata RS. Universitas Hasanuddin

II. ANAMNESIS

KU : Penglihatan kabur pada kedua mata

AT : Dialami sejak ± 3 bulan yang lalu, timbul secara perlahan-lahan dan

memberat dalam 1 minggu terakhir. Lebih berat dirasakan pada mata kiri.

Pengelihatan dirasakan kabur untuk melihat jauh dan dekat. Riwayat mata

merah tidak ada, air mata berlebihan tidak ada, kotoran mata berlebih tidak

ada, gatal tidak ada, nyeri tidak ada, silau tidak ada, rasa mengganjal tidak

ada, rasa berpasir tidak ada, riwayat trauma tidak ada. Riwayat nyeri

kepala, riwayat demam tidak ada. Riwayat melihat kilatan cahaya

sebelumnya tidak ada, riwayat melihat bayangan hitam sebelumnya tidak

ada, riwayat pengelihatan ganda tidak ada.

Riwayat diabetes mellitus ada, diketahui sejak 20 tahun lalu, tidak berobat

teratur, riwayat penyakit tekanan darah tinggi tidak ada, riwayat pemakaian

kacamata tidak ada, riwayat pengobatan sebelumnya tidak ada, riwayat

penyakit sama dalam keluarga tidak ada.

3

Page 4: lapsus nune.docx

III. STATUS GENERALIS

KU : Sakit sedang/ gizi baik/ compos mentis

Tanda Vital :

- Tekanan Darah : 120/70 mmHg

- Nadi : 76 x/menit

- Pernapasan : 16x/menit

- Suhu : 36,6 C

IV. PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI

Inspeksi

4

PEMERIKSAAN OD OS

Palpebra Edema (-) Edema (-)

Apparatus Lakrimalis Lakrimasi (-) Lakrimasi (-)

Silia Normal Normal

Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)

Bola mata Normal Normal

Mekanisme muskular

Normal ke segala arah Normal ke segala arah

Kornea Jernih Jernih

Bilik Mata Depan Normal Normal

Iris Coklat, kripte (+) Coklat, kripte (+)

Pupil Bulat, sentral, RC(+) Bulat, sentral, RC(+)

Lensa Jernih Jernih

Page 5: lapsus nune.docx

Palpasi

Pemeriksaan OD OS

Tensi okuler Tn Tn

Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada

Massa tumor Tidak ada Tidak ada

Glandula preaurikuler Tidak ada pembesaran Tidak ada pembesaran

Tonometri

TOD = 15 mmHg

TOS = 11 mmHg

Visus

VOD : 20/25 F

VOS : 4/60 F

Campus Visual

Tidak dilakukan pemeriksaan.

Color Senses

Tidak dilakukan pemeriksaan.

Light Sense

Tidak dilakukan pemeriksaan.

Penyinaran Oblik

Pemeriksaan OD OS

Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)

Kornea Jernih Jernih

BMD Normal Normal

Iris Coklat, Kripte (+) Coklat, Kripte (+)

5

Page 6: lapsus nune.docx

Pupil Bulat, sentral, RC(+) Bulat, sentral, RC (+),

Lensa Jernih jernih

Diafanoskopi

Tidak dilakukan pemeriksaan.

Slit Lamp

SLOD : konjungtiva hiperemis (-), kornea jernih, BMD normal, iris coklat kripte

(+), pupil bulat, sentral, RC (+), lensa jernih

SLOS : konjungtiva hiperemis (-), kornea jernih, BMD normal, iris coklat kripte

(+), pupil bulat, sentral, RC (+), lensa jernih

Oftalmoskopi

6

Page 7: lapsus nune.docx

FOD : Refleks fundus (+), papil N.II batas tegas, CDR 0,3, A/V 2:3, makula

reflex fovea (+), retina perifer tampak hard exudates (+), blot (+) dan

dot (+) pada 4 quadran.

FOS : Refleks fundus (+), papil N.II batas tegas, CDR sulit dievaluasi, A/V

sulit dievaluasi, makula sulit dievaluasi, vitreous kesan keruh, tampak

fibrosis di dekat papil arah temporal.

RESUME

Laki-laki 59 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan penurunan

visus pada kedua mata dialami sejak ± 3 bulan yang lalu, timbul secara perlahan-

lahan dan memberat dalam 1 minggu terakhir. Lebih berat dirasakan pada mata

kiri. Pengelihatan dirasakan kabur untuk melihat jauh dan dekat. Riwayat

diabetes mellitus ada, diketahui sejak 20 tahun lalu, tidak berobat teratur. Dari

pemeriksaan oftalmologi didapatkan VOD: 20/25 F, VOS: 4/60 F. Pada

pemeriksaan tonometri, didapatkan TOD (NCT) = 15 mmHg, TOS (NCT) = 11

mmHg. Dari pemeriksaan funduskopi direk didapatkan FOD : Refleks fundus

(+), papil N.II batas tegas, CDR 0,3, A/V 2:3, makula reflex fovea (+), retina

perifer tampak hard exudates (+), blot (+) dan dot (+) pada 4 quadran. FOS:

Refleks fundus (+), papil N.II batas tegas, CDR sulit dievaluasi, A/V sulit

dievaluasi, makula sulit dievaluasi, vitreous kesan keruh, tampak fibrosis di

dekat papil arah temporal.

VI. DIAGNOSIS

OD Non Proliferative Diabetic Retinophaty

7

Page 8: lapsus nune.docx

OS Proliferative Diabetic Retinophaty

VII. PENATALAKSANAAN

Regulasi ketat gula darah

Diet DM

OS vitrektomi

OD Injeksi anti VEGF

Rencana laser fotokoagulasi OD

VIII. PROGNOSIS

Quo ad Vitam : Bonam

Quo ad Sanationam : Dubia et malam

Quo ad Visam : Dubia et malam

Quo ad Comesticam : Bonam

IX. DISKUSI

Pasien ini didiagnosa sebagai retinopati diabetik karena dari

anamnesis didapatkan bahwa pasien mengalami penglihatan kabur pada kedua

mata sejak sejak ± 3 bulan yang lalu, timbul secara perlahan-lahan, semakin

lama semakin memberat terutama pada mata kiri, pengelihatan dirasakan kabur

untuk melihat jauh dan dekat. Riwayat diabetes mellitus (+) dirasakan sejak 20

tahun lalu tidak berobat teratur. Dari pemeriksaan oftalmologi pemeriksaan

inspeksi ODS dalam batas normal, penyinaran oblik ODS dalam batas normal,

palpasi ODS dalam batas normal. Pada pemeriksaan visus didapatkan penurunan

visus, VOD : 20/25F, VOS: 4/60F. Pada slit lamp ODS dalam batas normal.

Tekanan intraokuler dalam batas normal. Pada pemeriksaan funduskopi

didapatkan, berdasarkan funduskopi okuli dextra FOD: Refleks fundus (+),

papil N.II batas tegas, CDR 0,3, A/V 2:3, makula reflex fovea (+), retina perifer

tampak hard exudates (+), blot (+) dan dot (+) pada 4 quadran. FOS: Refleks

fundus (+), papil N.II batas tegas, CDR sulit dievaluasi, A/V sulit dievaluasi,

makula sulit dievaluasi, vitreous kesan keruh, tampak fibrosis di dekat papil arah

temporal. Untuk diagnosis banding hipertensi diabetik dapat disingkirkan karena

8

Page 9: lapsus nune.docx

pasien tidak mempunyai riwayat hipertensi dan dibuktikan dengan tekanan darah

terakhir 120/70 mmHg. Berdasarkan serangkaian hasil pemeriksaan di atas,

maka dapat disimpulkan pasien tersebut dapat didiagnosa dengan Retinopati

Diabetik Proliferatif untuk mata kiri, dan retinopati diabetic non proliferatif

untuk mata kanan.

RETINOPATI DIABETIK

I. Pendahuluan

Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan paling sering ditemukan

pada usia dewasa, dimana pasien diabetes memiliki risiko 25 kali lebih  mudah

mengalami kebuataan dibanding nondiabetes. Diabetes mellitus (DM) merupakan

suatu kelompok  penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang

terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.

Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka

panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal,

saraf, jantung, dan pembuluh darah. Diabetes mellitus dapat menyebabkan

perubahan pada sebagian besar jaringan okuler. Perubahan ini meliputi kelainan

pada kornea, glaukoma, palsi otot ekstraokuler, neuropati saraf optik dan

retinopati. Diantara perubahan-perubahan yang terjadi pada struktur okuler ini

yang paling sering menyebabkan komplikasi kebutaan yaitu retinopati

diabetik.Hampir 100% pasien diabetes tipe 1 dan lebih dari 60% pasien diabetes

tipe 2 berkembang menjadi retinopati diabetik selama dua decade pertama dari

9

Page 10: lapsus nune.docx

diabetes. Berbagai usaha telah dilakukan untuk mencegah atau menunda onset

terjadinya kompilkasi kehilangan penglihatan pada pasien retinopati diabetik.

Kontrol gula darah dan tekanan darah sebagaimana yang ditetapkan oleh Diabetes

Control and Complications Trial (DCCT) dan Early Treatment Diabetik

Retinopathy Study (ETDRS) dapat mencegah insidens maupun progresifitas dari

retinopati diabetik.(1)

 

II.   Epidemiologi

Diabetes Mellitus merupakan sebuah masalah kesehatan yang serius

di dunia saat ini. Pada tahun 2012, terdapat 371 juta penduduk dunia yang

terjangkit diabetes mellitus dan 4,7 juta diantaranya meninggal akibat diabetes

mellitus itu sendiri dengan komplikasinya. Di Indonesia sendiri, pada tahun 1995

menempati peringkat Negara dengan jumlah penduduk terbanyak ke 7 yang

menderita diabetes mellitus dan diperkirakan pada tahun 2025 akan terdapat

sekitar 12,4 juta penduduk (peringkat 5 terbanyak) yang menderita diabetes

mellitus. Tingginya prevalensi terjadinya diabetes mellitus ini sendiri

meningkatkan pula resiko terjadinya komplikasi-komplikasi yang dapat timbul.

Diabetik retinopati merupakan salah satu komplikasi yang sering muncul dan

menjadi penyebab utama kebutaan pada penduduk usia produktif. Di Amerika

Serikat didapatkan bahwa 40,3% pasien diabetes mellitus telah mengalami

diabetic retinopati.dan 8,2% bahkan mengalami diabetic retinopati disertai edema

macular. (1,2)

Retinopati dieabetik merupakan penyebab kebutaan paling sering ditemukan

pada usia dewasa antara 20-74 tahun. Pasien diabetes memiliki resiko 25 kali

lebih mudah mengalami kebutaan disbanding nondiabetes. Pada diabetes tipe 2

ketika diagnosis ditegakkan sekitar 25% sudah menderita retinopati diabetic.(1)

III. Definisi

Retinopati diabetik adalah kelainan retina (retinopati) yang ditemukan

pada penderita diabetes melitus. Retinopati ini tidak disebabkan oleh proses

radang. Retinopati akibat diabetes melitus lama berupa aneurisma, melebarnya

vena, pedarahan dan eksudat lemak. Kelainan patologik yang paling dini adalah

penebalan membrane basal endotel kapiler dan penurunan jumlah perisit. (3,5)

10

Page 11: lapsus nune.docx

IV.  Anatomi

Bola mata adalah jaringan dengan struktur padat kenyal tekanan tertentu di

dalamnya dalam mempertahankan bentuk bola mata. Bola mata terbagi atas tiga

bagian, yakni lapisan luar (pars fibrosa), lapisan tengah (pars vaskulosa), dan

lapisan dalam (pars nervosa). Retina merupakan pars nervosa dari bola mata

berperan dalam fungsi penglihatan.(6) Volume orbita biasa kira-kira 30 ml dan

bola mata hanya menempati sekitar seperlima bagian rongga. (4)

Gambar 1. Anatomi Mata (2)

Retina

Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan

multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola

mata.2 Jaringan retina meluas dari diskus optik sampai ke ora serrata. Secara

umum, retina dibagi atas dua bagian, polus posterior dan retina perifer yang

dipisahkan oleh retina equator.(6)

a. Anatomi Makroskopik Retina

Polus posterior merupakan area dari posterior retina ke equator

retina. Polus posterior retina terdiri dari dua area, yakni diskus optik dan

makula lutea. Polus posterior dari retina dapat dilihat melalui pemeriksaan

oftalmoskopik. (6)

Diskus Optik (Optic Disc)

11

Page 12: lapsus nune.docx

Warna merah muda, daerah membentuk lingkaran dengan

diameter 1,5 mm. Pada diskus optik, terdapat seluruh lapisan retina

kecuali serabut saraf, yang keluar melalui lamina cribrosa masuk ke

dalam nervus optik. Suatu lekukan terlihat pada diskus yang disebut cup

fisiologis. Arteri sentral retina dan vena tampak melalui pusat dari cup

ini.(6)

Makula Lutea

Disebut juga bintik kuning (yellow spot), warna lebih merah dari

sekeliling fundus dan berada pada polus posterior temporal diskus optik

dengan diameter kira-kira 5,5 mm. Makula lutea secara anatomis

didefinisikan sebagai daerah berdiameter 3 mm yang mengandung

pigmen luteal kuning-xantofil. Fovea sentralis adalah lekukan pada pusat

bagian dari makula dengan diameter kira-kira 1,5 mm dan merupakan

daerah paling sensitif dari retina. Pada pusat fovea, tampak lebih terang

yang disebut foveola (diameter 0,35 mm) yang berada kira-kira 3 mm

dari batas temporal diskus dan kira-kira 1 mm sepanjang meridian

horizontal. Daerah kira-kira 0,8 mm dari diameter foveola tidak

ditemukan kapiler retina dan disebut sebagai zona avaskular foveal.(7)

Kerapatan sel kerucut meningkat di pusat makula (fovea), semakin

berkurang ke perifer, dan kerapatan sel batang lebih tinggi di perifer.

Fovea berperan pada resolusi spasial (ketajaman penglihatan) dan

penglihatan warna yang baik, keduanya memerlukan pencahyaan ruang

yang terang (penglihatan fotopik) dan paling baik di foveola; sementara

retina sisanya terutama digunakan untuk penglihatan gerak, kontras, dan

penglihatan malam (skotopik). Ruang ekstraseluler retina yang

normalnya kosong cenderung paling besar di makula. Penyakit yang

menyebabkan penumpukan bahan ekstrasel secara khusus dapat

mengakibatkan penebalan daerah ini (edema makula).(4,5)

12

Page 13: lapsus nune.docx

Retina perifer merupakan daerah yang mengelilingi secara posterior

dari ekuatur retina dan anterior dari ora serrata. Retina perifer dapat

dilihat dengan jelas mealui indirect opthalmoscopy.(7)

Ora Serrata

Adalah batas perifer ujung dari retina, daerah tersebut melekat pada

vitreus dan koroid.

A B

Gambar 2. A. Gambaran Fundukopi. B. Fotografi funduskopi(3)

Anatomi Mikroskopik Retina

Retina terdiri dari 3 jenis sel dan bersinap dalam sepuluh lapisan retina (dari

sisi luarnya): (3)

13

Page 14: lapsus nune.docx

Gambar 3. Lapisan Retina (3)

Lapisan retina mulai dari sisi dalamnya adalah (1) membran limitan

interna, (2) lapisan serat saraf, yang mengandung akson-akson sel ganglion

yang berjalan menuju nervus optikus (3) lapisan sel ganglion (4) lapisan

pleksiform dalam, yang mengandung sambungan sel ganglion dengan sel

amakrin dan sel bipolar (5) lapisan inti dalam badan-badan sel bipolar (6)

lapisan pleksiform luar, (7) lapisan inti luar sel fotoreseptor, (8) membrane

limitan eksterna, (9) lapisan fotoreseptor batang dan kerucut (10) epitel pigmen

retina.(2)

Vaskularisasi Retina

Retina menerima darah dari dua sumber: koriokapilaris yang berada

tepat di luar membran Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk

lapisan pleksiform luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel

pigmen retina; serta cabang-cabang dari arteria centralis retinae, yang

mendarahi dua pertiga dalam retina. Fovea seluruhnya diperdarahi oleh

koriokapilaris dan rentan terhadap kerusakan yang tak dapat diperbaiki bila

retina mengalami ablasi. Pembuluh darah retina mempunyai lapisan endotel

yang tidak berlubang, yang membentuk sawar darah-retina. Lapisan endotel

14

Page 15: lapsus nune.docx

pembuluh darah koroid berlubang-lubang. Sawar darah-retina sebelah luar

terletak setinggi lapisan epitel pigmen retina.(5)

Innervasi retina

Neurosensoris pada retina tidak memberikan suplai sensibel.

Kelainan-kelainan yang terjadi pada retina tidak menimbulkan nyeri akibat

tidak adanya saraf sensoris pada retina. Untuk melihat fungsi retina maka

dilakukan pemeriksaan subjektif, seperti tajam penglihatan, penglihatan warna,

dan lapangan pandang.(3)

V. FAKTOR RISIKO

Adapun faktor risiko terjadinya retinopati diabetik, yakni: (3.4,5)

1. Riwayat diabetes yang lama adalah faktor yang paling penting. Sekitar

50% pasien menderita retinopati diabetik memiliki penyakit DM lebih dari

10 tahun, risiko menjadi 70% setelah 20 tahun, dan risiko 90 % setelah 30

tahun dari onset penyakit diabetes mellitus. Pada penelitian lain dari

Wisconsin Epidemiology Study of Diabetic Retinopathy bahkan

menunjukkan bahwa pada pasien di Amerika usia lebih dari 40 tahun yang

telah menderita diabetes mellitus selama 20 tahun, 99% persennya

mengalami retinopatid diabetic untuk DM tipe 1 dan 60 % pada DM tipe 2.

2. Jenis Kelamin, insiden lebih sering pada wanita daripada laki-laki (4:3).

3. Kontrol glukosa darah yang buruk, berhubungan dengan perkembangan

dan perburukan retinopati diabetik.

4. Hipertensi yang tidak terkontrol, biasanya dikaitkan dengan bertambah

beratnya retinopati diabetik dan perkembangan PDR pada DM tipe I dan

II. Studi juga menunjukkan bahwa tekanan darah diastolik yang tinggi

pada usia muda dapat memperburuk retinopati diabetik.

5. Kehamilan, biasanya dihubungkan dengan bertambah progresifnya

retinopati diabetik, meliputi kontrol diabetes prakehamilan yang buruk,

kontrol ketat yang terlalu cepat pada masa awal kehamilan, dan

perkembangan dari preeklamsia serta ketidakseimbangan cairan. Sehinnga,

15

Page 16: lapsus nune.docx

pemeriksaan funduskopi bersifat esensial selama kehamilan. Perubahan

hormonal pada kehamilan dan kebutuhan pengontrolan glukosa yang

ketat juga memiliki asosiasi yang kuat dengan perburukan derajat

retinopati.

6. Nefropati, pada gangguan ginjal yang berat disertai penanganan seperti

transplantasi ginjal dapat berhubungan dengan memberatnya gejala

retinopati.

7. Faktor risiko yang lain meliputi merokok, obesitas, anemia dan

hiperlipidemia.

VI. ETIOPATOGENESIS

Retinopati diabetik merupakan mikroangiopati okuler akibat

gangguan metabolik yang mempengaruhi tiga proses biokimiawi yang

berkaitan dengan hiperglikemia yaitu jalur poliol, glikasi non-enzimatik dan

protein kinase C.(1,2)

Jalur Poliol

Hiperglikemik yang berlangsung lama akan menyebabkan produksi

berlebihan serta akumulasi dari poliol, yaitu suatu senyawa gula dan

alkohol, dalam jaringan termasuk di lensa dan saraf optik. Salah satu sifat

dari senyawa poliol adalah tidak dapat melewati membrane basalis

sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang banyak dalam sel. Senyawa

poliol menyebabkan peningkatan tekanan osmotik sel dan menimbulkan

gangguan morfologi maupun fungsional sel.(1,2)

Glikasi Nonenzimatik

Glikasi non enzimatik terhadap protein dan asam deoksiribonukleat

(DNA) yang terjadi selama hiperglikemia dapat menghambat aktivitas

enzim dan keutuhan DNA. Protein yang terglikosilasi membentuk radikal

bebas dan akan menyebabkan perubahan fungsi sel. (1,2)

Protein Kinase C

Protein Kinase C diketahui memiliki pengaruh terhadap permeabilitas

vaskular, kontraktilitas, sintesis membrane basalis dan proliferasi sel

16

Page 17: lapsus nune.docx

vaskular. Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel

endotel meningkat akibat peningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol,

yaitu suatu regulator PKC, dari glukosa.(1,2)

VII. PATOFISIOLOGI

Retina merupakan suatu struktur berlapis ganda dari fotoreseptor dan

sel saraf. Kesehatan dan aktivitas metabolisme retina sangat tergantung pada

jaringan kapiler retina. Kapiler retina membentuk jaringan yang menyebar ke

seluruh permukaan retina kecuali suatu daerah yang disebut fovea. Kelainan

dasar dari berbagai bentuk retinopati diabetik terletak pada kapiler retina

tersebut. Dinding kapiler retina terdiri dari tiga lapisan dari luar ke dalam yaitu

sel perisit, membrana basalis dan sel endotel. Sel perisit dan sel endotel

dihubungkan oleh pori yang terdapat pada membrana sel yang terletak diantara

keduanya. Dalam keadaan normal, perbandingan jumlah sel perisit dan sel

endotel kapiler retina adalah 1:1 sedangkan pada kapiler perifer yang lain

perbandingan tersebut mencapai 20:1. Sel perisit berfungsi mempertahankan

struktur kapiler, mengatur kontraktilitas, membantu mempertahankan fungsi

barrier dan transportasi kapiler serta mengendalikan proliferasi endotel.

Membran basalis berfungsi sebagai barrier dengan mempertahankan

permeabilitas kapiler agar tidak terjadi kebocoran. Sel endotel saling berikatan

erat satu sama lain dan bersama-sama dengan matriks ekstrasel dari membran

basalis membentuk barrier yang bersifat selektif terhadap beberapa jenis

protein dan molekul kecil termasuk bahan kontras flouresensi yang digunakan

untuk diagnosis penyakit kapiler retina.(1)

Perubahan histopatologis kapiler retina pada retinopati diabetik dimulai

dari penebalan membrane basalis, hilangnya perisit dan proliferasi endotel,

dimana pada keadaan lanjut, perbandingan antara sel endotel dan sel perisit

mencapai 10:1. Patofisiologi retinopati diabetik melibatkan lima proses dasar

yang terjadi di tingkat kapiler yaitu (1) pembentukan mikroaneurisma, (2)

peningkatan permeabilitas pembuluh darah, (3) penyumbatan pembuluh darah,

(4) proliferasi pembuluh darah baru (neovascular) dan jaringan fibrosa di

retina, (5) kontraksi dari jaringan fibrous kapiler dan jaringan vitreus.

17

Page 18: lapsus nune.docx

Penyumbatan dan hilangnya perfusi menyebabkan iskemia retina sedangkan

kebocoran dapat terjadi pada semua komponen darah.(1)

Gambar 5. Gambaran skematis patofisiologi terjadinya retinopati diabetic(3)

Tabel 1. Hipotesis Mengenai Mekanisme Retinopati Diabetik(1)

Mekanisme Cara Kerja Terapi

Aldose reduktase Meningkatkan produksi sorbitol,

menyebabkan kerusakan sel.

Aldose

reduktase

inhibitor

Inflamasi Meningkatkan perlekatan leukosit pada

endotel kapiler, hipoksia, kebocoran,

edema makula.

Aspirin

Protein Kinase C Mengaktifkan VEGF, diaktifkan oleh

DAG pada hiperglikemia.

Inhibitor

terhadap PKC

-Isoform

18

Page 19: lapsus nune.docx

Nitrit Oxide

Synthase

Meningkatkan produksi radikal bebas,

meningkatkan VEGF.

Amioguanidin

Menghambat

ekspresi gen

Menyebabkan hambatan terhadap jalur

metabolisme sel.

Belum ada

Mekanisme Cara Kerja Belum ada

Aldose reduktase Meningkatkan produksi sorbitol,

menyebabkan kerusakan sel.

Fotokoagulasi

panretinal

Inflamasi Meningkatkan perlekatan leukosit pada

endotel kapiler, hipoksia, kebocoran,

edema makula.

Induksi

produksi

PEDF oleh gen

PEDF

Protein Kinase C Mengaktifkan VEGF, diaktifkan oleh

DAG pada hiperglikemia.

Hipofisektomi,

GH-receptor

blocker,

ocreotide

PKC= protein kinase C; VEGF= vascular endothel growth factor; DAG= diacylglycerol;

ROS= reactive oxygen species; AGE= advanced glycation end-product; PEDF= pigment-

epithelium-derived factor; GF= growth factor; IGF-I= insulin-like growth factor I.(1)

VIII. GEJALA KLINIK

Retinopati diabetik biasanya asimtomatis untuk jangka waktu yang

lama. Hanya ada stadium terakhir dengan adanya keterlibatan macular atau

hemorrhages vitreus maka pasien akan menderita penurunan visus bahkan

kebutaan mendadak. Gejala klinik retinopati diabetik, yaitu(1)

- Kesulitan membaca

- Penglihatan kabur disebabkan edema makula

- Penglihatan ganda

- Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata

- Melihat lingkaran-ligkaran cahaya jika telah terjadi perdarahan vitreus

- Melihat bintik gelap dan cahaya kelap-kelip

19

Page 20: lapsus nune.docx

IX. DIAGNOSIS

Diagnosis retinopati diabetik didasarkan atas hasil pemeriksaan

funduskopi. Pemeriksaan dengan fundal fluorescein angiography (FFA)

merupakan metode diagnosis yang paling dipercaya. Namun dalam klinik,

pemeriksaan dengan oftalmoskopi masih dapat digunakan untuk skrining.(1)

Diabetik retinopati memiliki banyak klasifikasi. Adapun salah satu

klasifikasi tersebut : 3

a. Non-proliferatif diabetic retinopathy (NPDR)

b. Proliferatif diabetic retinopathy (PDR)

c. Diabetic maculopathy

d. Advanced diabetic eye disease (ADED)

Nonproliferative Diabetic Retinopathy (NPDR)

Retinopati diabetik pada tahap dini disebut NPDR dan ditandai dengan

abnormalitas dari pembuluh darah berupa mikroaneurisma, perdarahan intraretinal,

dan cotton wool spots. Peningkatan permeabilitas vaskular retina yang terjadi pada

tahap ini atau selanjutnya pada retinopati akan mengakibatkan penipisan retina

(edema) dan penimbunan lemak (hard exudate).

Tabel 3. Klasifikasi NPDR(3)

Retinopati Diabetik Non-Proliferatif

1

.

Mild NPDR : terdapat 1  tanda berupa mikroaneurisma, perdarahan

intraretina. Bisa terdapat hard exudate atau soft exudate.

2

.

Moderate NPDR : Moderat mikroaneurisma, perdarahan intraretina.

IRMA ringan. Hard exudate, soft exudate mungkin ada.

3

.

Severe NPDR (4-2-1): terdapat 1 salah satu tanda diantaranya:

perdarahan dan mikroaneurisma pada 4 kuadran retina, dilatasi vena

pada 2 kuadran, atau IRMA pada 1 kuadran.

20

Page 21: lapsus nune.docx

4

.

Very severe NPDR : ditemukan ≥ 2 tanda pada retinopati non

proliferatif berat.

Pada pemeriksaan funduskopi dapat ditemukan :(3)

Mikroaneurisma pada daerah makula (lesi yang dapat ditemukan pada

pemeriksaan dini) merupakan sisa/bekas dari kapiler retina yang telah rusak (3,6)

Perdarahan retina (dot dan blot haemorrhages) dan perdarahan superfisial

(flame-shaped)

Hard exudates, berwarna kuning keputihan & mengkilat seperti gambaran

menggumpal atau sirsinar. Umumnya terlihat pada daerah makula.

Edema retina, ditandai dengan retina yang tipis disebabkan adanya

pengeluaran darah dikarenakan rusaknya dinding pembuluh darah (3,6)

Cotton-wool spots (jika >8, risiko tinggi menjadi PDR) disebabkan adanya

infark mikro retinal nerve fibre layer (NFL) yang disebabkan adanya

pembengkakan dari axon NFL (3,6)

Abnormalitas vena, seperti gambaran manik-manik, menyimpul, dan

dilatasi merupakan tanda dari iskemik pada retina dan merupakan tanda

akan terjadinya PDR(3,6)

Intraretinal microvascular abnormalities (IRMA)

Dark-blot haemorrhages, menandakan perdarahan akibat infark retina.

Tabel 4. Gambaran pemeriksaan funduskopi pada non proliferatif retinopati3

Diabetik retinopati non proliferative

21

Page 22: lapsus nune.docx

Retinopati proliferatif

Komplikasi mata yang paling parah pada diabetes mellitus adalah

retinopati diabetik proliferatif. Iskemia retina yang progresif akhirnya

merangsang pembentukan pembuluh-pembuluh halus baru yang menyebaban

kebocoran protein-protein serum dalam jumlah besar. Retinopati diabetik

proliferatif awal ditandai dengan kehadiran pembuluh-pembuluh darah baru

pada diskus optikus (NVD) atau di bagian retina manapun (NVE) (4)

Menurut retinopati diabetik proliferatif dapat ditegakkan bila : (3,6)

1. PDR tanpa resiko tinggi (Early PDR)

2. PDR dengan resiko tinggi (Advanced PDR) yang disertai dengan

gejala-gejala sebagai berikut:

- Neovaskularisasi (NVD) pada optic disk seluas ¼ atau 1/3 dengan

atau tanpa disertai perdarahan vitreous atau perdarahan pre retinal

- Neovaskularisasi (NVD) pada optic disk seluas <¼ dengan

disertai perdarahan vitreous atau perdarahan pre retinal

- Neovaskularisasi (NVD) pada fundus dimana saja dengan ukuran

>1/2 dengan disertai perdarahan vitreous atau perdarahan pre

retinal

Tabel 5. Gambaran pemeriksaan funduskopi pada proliferatif retinopati (6)

Diabetik retinopati proliferative

22

Page 23: lapsus nune.docx

Clinically significant macular edema (CSME)

CSME terjadi akibat perubahan mikrovaskular akibat diabetes mellitus.

Penebalan pada basement membrane dan penurunan jumlah perisit sehingga

meningkatkan permeabilitas vascular yang menyebabkan plasma leakage yang

selanjutnya menyebabkan edema retina. (3)

Clinically significant macular edema (CSME) berdasarkan memiliki

gambaran sebagai berikut: (3)

Tipisnya retina atau tidak lebih dari 500 μm dari sentral makula kira-kira

½ diameter diskus optik

Terdapat hard exudate atau tidak lebih dari 500 μm dari sentral makula,

jika berhubungan dengan tipisnya retina yang berdekatan (bukan

merupakan sisa hard exudate setelah hilangnya retina yang menipis)

Suatu daerah atau daerah penipisan retina pada satu daerah diskus atau

lebih besar, bagian lain dimana tidak lebih dari satu diameter diskus.

23

Page 24: lapsus nune.docx

Gambar 6. Clinical Significant Macular Edema (CSME)

X. TERAPI 4,7,

Prinsip utama  penatalaksanaan dari retinopati diabetik adalah pencegahan.

Hal ini dapat dicapai dengan memperhatikan hal-hal yang dapat mempengaruhi

perkembangan retinopati diabetik nonproliferatif menjadi proliferatif.

Skr i ning Retinopati Diabetik

Untuk mencegah gangguan penglihatan akibat retinopati diabetik, skrining

dan follow up merupakan langkah intervensi yang penting. Rekomendasi untuk

dilakukannya pemeriksaan funduskopi yang periodik adalah : (5)

Jenis Diabetik

RetinopatiDisertai CSME

Interval

Pemeriksaan yang

disarankan (Bulan)

Normal/ Minimal NPDR Tidak ada 12

Mild to Moderate NPDRTidak ada

Ada

6-12

2-4

Severe NPDRTidak ada

Ada

2-4

2-4

Early PDRTidak ada

Ada

2-4

2-4

High Risk PDRTidak ada

Ada

2-4

2-4

24

Page 25: lapsus nune.docx

Kontrol Faktor Risiko Sistemik(3)

Hal ini akan mempengaruh prognosis dan efek dari terapi laser.

Kontrol Gula Darah

Kontrol Tekanan Darah

Kontrol Hiperlipidemia

Medikamentosa(3)

Protein kinase C inhibitor

Inhibitor/anti VEGF

Aldose reductase dan ACE inhibitor

Antioksidan

Fotokoagulasi(3)

Pembedahan fotokoagulasi laser merupakan teknik standar pada

penatalaksanaan retinopati diabetik. Umumnya, hal ini dianjurkan pada pasien

dengan diabetik retinopati high-risk, CSME, atau neovaskularisasi pada sudut

ruang anterior. Pasien dengan CSME seharusnya dilakukan fotokoagulasi laser

fokal, khususnya jika pusat dari makula terpengaruh atau jika retina menipis /

hard exudate yang sangat berdekatan dengan makula.7

Teknik fotokoagulasi laser dapat diklasifikasikan, yakni panretinal, fokal,

atau grid. Fotokoagulasi panretina, disebut juga fotokoagulasi scatter,

digunakan pada penanganan RPD dan secara tidak langsung pada penanganan

neovaskularisasi pada nervus optik, permukaan retina, atau sudut ruang

anterior dengan cara laser untuk menghanguskan daerah perifer fundus. Hal

tersebut dapat dilakukan lebih dari satu kali. Fotokoagulasi fokal dan grid

digunakan pada penatalaksanaan diabetic macular edema. Fotokoagulasi fokal

menggunakan cahaya, membakar ukuran kecil pada kebocoran mikroaneurisma

di makula (menyerupai fotokoagulasi panretina tapi efek terbakar yang lebih

25

Page 26: lapsus nune.docx

kecil) ke daerah timbulnya edema makula dari kebocoran kapiler difusi atau

tampak nonperfusi pada angiografi fluoresensi.

26

Page 27: lapsus nune.docx

Tabel 6. Jenis-jenis Fotokoagulasi 3

Teknik Fotokoagulasi

Gambar 7. Teknik Scatter

Indikasi : Retinopati diabetik proliferatif

dengan high risk Neovaskularisasi pada iris Pasien yang jarang mengontrol

retinopatinya Sebelum operasi katarak/

capsulotomi Gangguan ginjal Ibu hamil

Gambar 8. Teknik fokal fotokoagulasi

Indikasi : Edema makula

Ditujukan pada mikroaneurisma atau lesi mikrovaskular di tengah cincin hard exudates yang terletak 500-3000 µm dari tengah fovea.

Gambar 9. Grid Fotokoagulasi

Indikasi : Edema makula

Penggunaan sinar laser dimana pembakaran dengan bentuk kisi-kisi diarahkan pada daerah edema yang difus.

27

Page 28: lapsus nune.docx

Dengan merangsang regresi pembuluh-pembuluh baru, fotokoagulasi

laser pan-retina (PRP) menurunkan insidens gangguan penglihatan berat akibat

retinopati diabetik proliferatif hingga 50 %. Obat-obatan anti VEGF tampak

menjanjikan sebagai terapi tambahan untuk mengurangi insidens perdarahan

retina kambuhan pasca operasi.2

Anti VEGF

Bevacizumab (Avastin) adalah recombinan anti-VEGF manusia.

Sebuah studi baru-baru ini diusulkan menggunakan bevacizum intravitreus

untuk degenerasi macula terkait usia. Pengobatan dengan bevacizumab

memiliki pengaruh pada neovaskularisasi yang bersifat patologis. Avastin

merupakan anti angiogenik yang tidak hanya menahan dan mencegah

pertumbuhan proliferasi sel endotel vascular tapi juga menyebabkan regresi

vascular oleh karena peningkatan kematian sel endotel. Untuk penggunaan

okuler, avastin diberikan via itra vireal injeksi kedalam viterus melewati pars

plana dengan dosis 0,1 ml. lucentis merupakan versi modifikasi dari avastin

yang khusus dimodifikasi untuk penggunaan di okuler via intra vitreal dengan

dosis 0,05 ml.(1,8)

Vitrektomi

Vitrektomi dilakukan pada pasien yang mengalami kekeruhan

(opacity) vitreus dan yang mengalami neovaskularisasi aktif. Vitrektomi dapat

juga membanu bagi pasien dengan neovaskularisasi yang ekstensif atau yang

mengalami proliferasi fibrovaskuler. Selain itu vitrektomi juga diindikasikan

bagi pasien yang mengalami ablasio retina, perdarahan vitreus setelah

fotokoagulasi, RDP berat, dan perdarahan vutreus yang tidak mengalami

perbaikan.(1,8)

Diabetic Retinopathy Vitrectomy Study (DVRS) melakukan klinikal

trial pada pasien dengan diabetic retinopati proliferative berat. DVRS

mengevaluasi keuntungan pada vitrektomi yang cepat (1-6 bulan setelah

pendarahan vitreus) dengan yang terlambat (setelah 1 tahun) pada pasien

dengan perdarahan vitreus berat dan visus (<5/200). Pasien dengan diabetes

28

Page 29: lapsus nune.docx

tipe 1 secara jelas menunjukkan keuntungan tetapi tidak pada diabetes tipe 2.

DVRS juga menunjukkan keuntungan keuntungan vitrektomi awal

dibandingkan dengan manajemen konvensional pada mata dengan retinopati

diabetic proliferative yang sangat berat.(9)

XI. DIAGNOSIS BANDING

Ocular ischemic syndrome : dapat terjadi unilaeral. Arteri retina mengecil,

perdarahan retina iskemik khas pada pertengahan retina perifer (mid-

peripheral).

A B

Gambar 10. A. Central Retinal Artry Oclusion (CRAO) dengan edema retina akibat iskemia. B. CRAO dengan cherry-red spot di fovea

Hypertensive retinopathy : perdarahan retina superfisial dan flame-shaped,

khususnya pada polus posterior. Hal ini tergantung pada beratnya hipertensi,

soft exudate dan papil edema dapat terlihat.

A B

Gambar 11. A. Retinopati Hipertensi Derajat II. B. Retinopati Hipertensi derajat 4 dengan edema papil dan makula berbentuk bintang

XII. KOMPLIKASI 1,3,4,10

29

Page 30: lapsus nune.docx

Rubeosis Iridis

Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon

terhadap adanya hipoksia dan iskemia retina akibat berbagai penyakit, baik

pada mata maupun di luar mata yang paling sering adalah retinopati diabetik.

Komplikasi ini sering terjadi pada pasien PDR, dan jika memberat dapat

menyebabkan glaukoma neovaskular. Rubeosis iridis umumnya terjadi apabila

terdapat iskemi retina yang berat atau ablasio retina setelah vitrektomi pars

plana yang tidak berhasil.

Glaukoma neovaskular

Glaukoma neovaskuler adalah glaukoma sudut tertutup sekunder yang

terjadi akibat pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada permukaan iris dan

jaringan anyaman trabekula yang menimbulkan gangguan aliran aquous dan

dapat meningkatkan tekanan intra okuler. Nama lain dari glaukoma

neovaskular ini adalah glaukoma hemoragik, glaukoma kongestif, glaukoma

trombotik dan glaukoma rubeotik. Etiologi biasanya berhubugan dengan

neovaskular pada iris (rubeosis iridis). Neovaskularisasi iris pada awalnya

terjadi pada tepi pupil sebagai percabangan kecil, selanjutnya tumbuh dan

membentuk membrane fibrovaskuler pada permukaan iris secara radial sampai

ke sudut, meluas dari akar iris melewati ciliary body dan sclera spur mencapai

jaring trabekula sehingga menghambat pembuangan akuos dengan akibat

tekanan intra okular meningkat dan keadaan sudut masih terbuka.

Perdarahan vutreus rekuren

Perdarahan vitreus sering terjadi pada retinopati diabetic proliferative.

Perdarahn vitreus terjadi Karena terbentuknya neovaskularisasi pada retina

hingga ke rongga vitreus. Pembuluh darah baru yang tidak mempunyi struktur

yang kuat dan rapuh sehingga mudah perdarahan. Perdarahan vitreus memberi

gambaran per-retina (sub-hyaloid) atau intragel. Perdarahan intragel termasuk

didalamnyanya adalah anterior, middle, posterior, atau keseluruhan badan

vitreus.

30

Page 31: lapsus nune.docx

Gejalanya adalah perkebangan secara tiba-tiba dari floaters yang terjadi saat

perdarahan vitreus masih sedikit. Pada perdarahan badan kaca yang massif,

pasien biasanya mengeluh kehilangan penglihatan secara tiba-tiba.

Oftalmoskopi direk secara jauh akan menampakkan bayangan hitam yang

berlawanan dengan sinar merah pada perdarahan vitreus yang masih sedikit dan

tidak ada sinar merah jika perdrahan vitreus sudah banyak. Oftalmoskop direk

dan indirek menunjukkan adanya darah pada ruang vitreus

Ablasio retina

Merupakan keadaan dimana terlepasnya lapisan neurosensory retina dari

bagian pigmen epitelium. Ablasio retina tidak menimblkan nyeri, tetapi bias

menyebabkan gambaran bentuk-bentuk irregular yang melayang-layang atau

kilatan cahaya serta menyebabkan penglihatan kabur.

XIII. PROGNOSIS

Kontrol optimum glukosa darah (HbA1c <7%) dapat

mempertahankan atau menunda retinopati. Hipertensi arterial juga harus

diobati. (<140/85 mmHg). Tanpa pengobatan, detachment retinal tractional

dan edema macula dapat menyebabkan kegagalan visual yang berat atau

kebutaan. Bagaimanapun juga, retinopati diabetic dapat terjadi walaupun

diberi terapi optimum.(9)

31

Page 32: lapsus nune.docx

DAFTAR PUSTAKA

1. Pandelaki K. Retinopati Diabetik. In: Sudoyo A, Setyiohadi B, Alwi I,

Simadibrata K, Setiati S, editors. Ilmu Penyakit Dalam. IV ed. Jakarta:

Penerbit Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia; 2009. p. 1911-5

2. Shin E S, Sorenson Christine, Sheibani Nader. Diabetes and Retinal Vascular

Dysfunction. Journal of Ophtalmic and Vision Research 2014; Vol. 9, No.3

3. Khurana A. Disease of Retina. Comprehensive Opthalmology. 4 ed. New

Delhi: New Age International (P) Limited; 2007. p. 249-51, 59-63.

4. Kanski J, Bowling Brad. Diabeti Retinopathy In: Clinical Ophtalmology A

Systemic Approach. 7th edition. 2011.

5. American Academy of Ophtalmology. Screening For Diabetic Retinopaty.

United States: New Basic and Clinical Science Course; 2014.

6. Olver D, Cassijy L. Ophtalomology at a Glance. Blackwell Science. 2005. P

86-94

7. Riordan-Eva P. Anatomi & Embriologi Mata. In: Susanto D, editor. Vaughan

& Asbury: Oftalmologi Umum. 17 ed. Jakarta: EGC; 2009. p. 12-4.

8. McCarry,Cathy. Management of diabetic retinopathy by Australian

Optometrics; Australia: National Health and Medical Research Council;

2008. P 26-31

9. Weiss J. Retina and Vitreous : Retinal Vascular Disease. Section 12 Chapter

5. American Academy of Ophtalmology. Singapore. 2008. P 107-128

10. American Academy of Ophtalmology. Diabetic Retinopaty. United States:

New Basic and Clinical Science Course; 2014.

32