lapsus hipertensi
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Lapsus hipertensiTRANSCRIPT

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hipertensi merupakan salah satu penyakit sistem kardiovaskuler yang
banyak dijumpai di masyarakat. Hipertensi bukanlah penyakit menular,
namun harus senantiasa diwaspadai. Tekanan Darah tinggi atau Hipertesi
dan arteriosclerosis (pengerasan arteri) adalah dua kondisi pokok yang
mendasari banyak bentuk penyakit kardiovaskuler. Lebih jauh, tidak jarang
tekanan darah tinggi juga menyebabkan gangguan ginjal. Sampai saat ini,
usaha-usaha baik mencegah maupun mengobati penyakit hipertensi belum
berhasil sepenuhnya, karena adanya factor-faktor penghambat seperti
kurang pengetahuan tentang hipertensi (pengertian, tanda dan gejala, sebab
akibat, komplikasi) dan juga perawatannya.
Saat ini, angka kematian karena hipertensi di Indonesia sangat tinggi.
Jumlah penderita hipertensi di seluruh dunia diperkirakan 972 juta jiwa atau
setara dengan 26,4 persen populasi orang dewasa. Angka prevalensi
hipertensi di Indonesia berdasarkan riskesdas (riset kesehatan dasar) 2007
mencapai 30 persen dari populasi. Dari jumlah itu, 60 persen penderita
hipertensi berakhir pada stroke. Sedangkan sisanya pada jantung, gagal
ginjal, dan kebutaan. Sementara di dunia Barat, hipertensi justru banyak
menimbulkan gagal ginjal. Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi
2 golongan yaitu hipertensi esensial atau primer (± 90 % dari seluruh penderita
hipertensi) dan hipertensi sekunder atau renal (± 10 %).
1.2 Tujuan
Tujuan penyusunan laporan kasus ini adalah untuk mengetahui lebih
dalam mengenai hipertensi serta untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik
bagian ilmu penyakit dalam Fakultas Kedokteran Universitas Islam Malang
di RSUD Kanjuruhan kepanjen.
1

BAB II
STATUS PENDERITA
2.1 Identitas Penderita
Nama : Ny. A
Umur : 64 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Ngajum, Malang
Pekerjaan : Swasta
Status Perkawinan : Menikah
Suku : Jawa
Agama : Islam
Tanggal MRS : 8 Mei 2012
No register : 320478
2.2 Anamnesis
√ : sendiri √ : orang lain
1. Keluhan Utama : Mimisan
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke RSUD Kepanjen di antar oleh keluarganya dengan
keluhan mimisan sejak satu hari yang lalu. Mimisan terjadi tiba-tiba saat
pasien sedang menjaga toko di depan rumahnya. Mimisan sempat
terhenti, tapi kemudian mimisan lagi. Sekitar dua jam yang lalu pasien
mengatakan mual, muntah sebanyak tiga kali, dan jika makan semua
dimuntahkan. Pasien juga mengeluh nyeri di bagian ulu hati. Selain itu,
pasien mengatakan bakwa akhir-akhir ini sering mengalami kesemutan.
Lima tahun yang lalu pasien pernah di diagnosa hipertensi oleh dokter,
pasien minum obat selama dua minggu kemudian konsumsi obat
dihentikan karena pasien merasa penyakitnya sudah sembuh.
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
- Tidak pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya.
2

- Riwayat hipertensi (+)
- Riwayat asma (-)
- Riwayat alergi makanan (-)
- Penyakit diabetes melitus (-)
4. Riwayat Penyakit Keluarga :
- Hipertensi (+) dari ayah
- Asma (-)
- Penyakit jantung (-)
- Penyakit paru (-)
- DM (-)
- Alergi obat/makanan (-)
- Sakit maag (+) dari ibu
- Tipes (-)
5. Riwayat Kebiasaan
- Riwayat merokok (-)
- Minum kopi (-)
- Minum alkohol (-)
- Olah raga (-)
- Suka makan jeroan (+)
- Suka makan yang asin-asin (+)
2.3 Anamnesis Sistemik
1. Kulit: kulit gatal (-)
2. Mata: pandangan mata berkunang-kunang (-), penglihatan kabur (-),
ketajaman penglihatan berkurang (-)
3. Hidung: tersumbat (-), mimisan (-)
4. Telinga: pendengaran berkurang (-), berdengung (-), cairan (-)
5. Mulut: sariawan (-), lidah terasa pahit (-)
6. Tenggorokan: sakit menelan (-), serak (-)
7. Leher: sakit tengkuk (-), kaku (-), gondok (-)
8. Mammae: nyeri (-), benjolan (-)
9. Pernafasan: sesak nafas (-), batuk (-), mengi (-)
3

10. Kadiovaskuler : berdebar-debar (-), nyeri dada (-)
11. Gastrointestinal: mual (+), muntah (+), diare (-), nafsu makan
menurun (-), nyeri ulu hati (+)
12. Genitourinaria: BAK spontan (+), BAB spontan (+)
13. Neurologik: kejang (-), lumpuh (-), kesemutan (+), sakit kepala (+),
pusing (-)
14. Psikiatrik: emosi stabil (+), mudah marah (-)
15. Muskuluskeletal: kaku sendi (-), nyeri sendi pinggul (-), nyeri tangan
dan kaki (-), nyeri otot (-), lemah (-)
16. Ekstremitas atas dan bawah: bengkak (-), sakit (-), ujung jari, telapak
tangan dan kaki dingin (-)
17. Endokrin: polidipsi (-), polifagi (-), poliuri (-)
18. Darah: kepucatan (-), mudah kebiruan (-)
19. Penyakit yang pernah diderita: TBC (-), alergi (-), asma (-)
20. Makanan: nasi (+), sayur (+), tahu (+), tempe (+), ikan (+), telur (+),
susu (-), kwantitas: cukup
2.4 Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Tampak lemah, kesadaran compos mentis (GCS 456), status gizi kesan
cukup.
2. Tanda Vital
Tensi : 170/100 mmHg
Nadi : 84 x/menit, reguler, isi cukup
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,3oC
3. Kulit
Turgor baik, ikterik (-), sianosis (-), petechie (-), spider nevi (-).
4. Kepala
Bentuk mesocephal, luka (-), rambut tidak mudah dicabut, keriput (-),
atrofi m. temporalis (-), makula (-), papula (-), nodula (-), kelainan
mimik wajah/bellspalsy (-).
4

5. Mata
Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
6. Hidung
Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-).
7. Mulut
Bibir pucat (-), bibir cianosis (-), gusi berdarah (-), lidah kotor (putih
kecoklatan) (-).
8. Telinga
Nyeri tekan mastoid (-), sekret (-), pendengaran berkurang (-).
9. Tenggorokan
Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-).
10. Leher
JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-),
pembesaran kelenjar limfe (-), lesi pada kulit (-)
11. Thoraks: normochest, simetris, pernapasan abdominothorakal, retraksi
(-), spidernevi (-), sela iga melebar (-)
- Cor : I : ictus cordis tak tampak
P : ictus cordis tak kuat angkat
P : batas kiri atas : SIC II linea para sternalis sinistra
batas kanan atas : SIC II linea para sternalis dekstra
batas kiri bawah : SIC V 1 cm lateral linea medio
clavicularis sinistra
batas kanan bawah : SIC IV linea para sternalis dekstra
pinggang jantung : SIC III linea para sternalis sinistra
(batas jantung kesan tidak melebar)
A :bunyi Jantung I–II intensitas normal, regular, bising (-)
- Pulmo: Statis (depan dan belakang)
I : pengembangan dada kanan sama dengan kiri.
P : fremitus raba kanan sama dengan kiri
P : sonor/sonor
A : suara dasar vesikuler (+/+),suara tambahan (-/-)
Dinamis (depan dan belakang)
5

12. Abdomen:
Inspeksi : bekas luka (-) , stria (-), bentuk cembung
Palpasi : nyeri tekan epigastrium (+), tumor (-), hepar: sulit
dievaluasi lien: sulit dievaluasi
Perkusi : meteorismus (-), shifting dullness (-)
Auskultasi : peristaltik usus BU (+) Normal
13. System collumna vertebralis : inspeksi: deformitas (-), skoliosis (-),
kiphosis (-), lordosis (-)
14. Ektremitas
Palmar eritema (-/-)
Akral dingin Oedem
- -
- -
- -
- -
15. Sistem genetalia: dalam batas normal.
2.5 Pemeriksaan Penunjang
Tanggal 9 Mei 2013
Hematologi:
Item periksa Hasil pemeriksaan Nilai normal satuan
Hemoglobin 7,6 12-16 g/dl
Hematokrit 22,9 35-47 %
Eritrosit 2,58 4,0-5,5 juta/mm3
Leukosit 5.360 4-10 ribu/mm3
LED 35 <=20 mm/jam
Trombosit 100.000 150-400 ribu/mm
Hitung jenis eosinofil 7 1-5
Hitung jenis basofil 1 0-1
Hitung jenis neutrofil 62 50-70
Hitung jenis lymphosit 21 20-35
Hitung jenis monosit 9 3-8
Kimia darah :
GDS 102 <140 mg/dl
6

SGOT 12 7-35 U/L
SGPT 10 7-35 U/L
Ureum 34 20 – 40 mg/dl
Kreatinin 0,92 0,5-0,9 mg/dl
Tanggal 10 Mei 2013
Hematologi:
Item periksa Hasil pemeriksaan Nilai normal satuan
Hemoglobin 8,8 12-16 g/dl
Hematokrit 26,2 35-47 %
Eritrosit 3,00 4,0-5,5 juta/mm3
Leukosit 6.160 4-10 ribu/mm3
LED 55 <=20 mm/jam
Trombosit 111.000 150-400 ribu/mm
Hitung jenis eosinofil 7 1-5
Hitung jenis basofil 1 0-1
Hitung jenis neutrofil 62 50-70
Hitung jenis lymphosit 21 20-35
Hitung jenis monosit 9 3-8
2.6 Resume
Pasien datang ke RSUD Kepanjen di antar oleh keluarganya dengan
keluhan mimisan sejak satu hari yang lalu. Mimisan terjadi tiba-tiba saat
pasien sedang menjaga toko di depan rumahnya. Mimisan sempat
terhenti, tapi kemudian mimisan lagi. Sekitar dua jam yang lalu pasien
mengatakan mual, muntah sebanyak tiga kali, dan jika makan semua
dimuntahkan. Pasien juga mengeluh nyeri di bagian ulu hati. Selain itu,
pasien mengatakan bakwa akhir-akhir ini sering mengalami kesemutan.
Lima tahun yang lalu pasien pernah di diagnosa hipertensi oleh dokter,
pasien minum obat selama dua minggu kemudian konsumsi obat
dihentikan karena pasien merasa penyakitnya sudah sembuh.
7

Pada pemeriksaan fisik di dapatkan tensi 170/100 mmHg, nadi
84x/menit, RR: 20 x/mnt. Thorax: dalam batas normal . Abdomen: terdapat
nyeri tekan di epigastrium. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb
7,6 (↓), Hematokrit 22,9 (↓), Hitung eritrosit 2,58 (↓), Trombosit 100.000
(↓), dan Hitung jenis eosinofil 7 (sedikit ↑).
2.7 Diagnosis
Hipertensi Grade II
2.8 Penatalaksanaan
1. Non Medika mentosa
- Edukasi pasien dan keluarga tentang penyakit yang diderita
- Bed rest
- Membatasi cairan
- Makan lunak
- Monitoring tanda vital
2. Medikamentosa
- IVFD RL 20 tpm
- Ranitidin 2 x 1 ampul (iv)
- Ondansetron 3x1 ampul (iv)
- Drip Neurobion
- Captopril 3 x 12,5 (po)
- Sanmag 3 x 1 (po)
2.9 Follow Up
Nama : Ny. A
Diagnosis : Hipertensi Grade II
Tabel 2.1. Flowsheet Penderita
No Tanggal S O A P
1 9/5/2013 Nyeri kepala
(+), mual (+),
KU lemah,
kompos mentis,
Hipertensi
Grade II
- IVFD RL 20 tpm
8

muntah (+),
nyeri ulu hati
(+),
Epistaksis -/-
GCS (456)
T : 160/100
N :98 x/mnt
S : 36,5oC
RR : 20 x/mnt
- Ranitidin 2x1amp (iv)
- Ondansetron 3x1
ampul (iv)
- Drip Neurobion
- Captopril 3x12,5 (po)
- Sanmag 3x1 (po)
2 10/5/2013 Nyeri kepala
(+), mual (+),
nyeri ulu hati
(+)
T : 160/90
N : 80 x/mnt
S : 36oC
RR : 20 x/mnt
KU cukup baik,
kompos mentis,
GCS (456)
Hipertensi
Grade II
- IVFD RL 20 tpm
- Ranitidin 2x1amp (iv)
- Ondansetron 3x1
ampul (iv)
- Captopril 3x12,5 (po)
- Sanmag 3x1 (po)
3 11/5/2013 Nyeri kepala
(-), mual (+),
muntah (-)
nyeri ulu hati
(-)
T : 120/80
N : 80 x/mnt
S : 36, 2oC
KU cukup baik
kompos mentis,
GCS (456)
Hipertensi
Grade II
- Captopril 3x12,5 (po)
- Sanmag 3x1 (po)
- Pasien boleh pulang
9

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3. 1 Pengertian dan Klasifikasi Hipertensi
The Joint National Community on Preventation, Detection evaluation
and treatment of High Blood Preassure dari Amerika Serikat dan badan
dunia WHO dengan International Society of Hipertention membuat definisi
hipertensi yaitu apabila tekanan darah seseorang sistoliknya 140 mmHg atau
lebih atau tekanan diastoliknya 90 mmHg atau lebih atau sedang memakai
obat anti hipertensi.
Hipertensi yang tidak diketahui didefinisikan sebagai hipertensi
esensial, atau lebih dikenal sebagai hipertensi primer, untuk
membedakannya dengan hipertensi sekunder bahwa hipertensi sekunder
dengan sebab yang diketahui.
Menurut The Seventh Report Of The Joint Committe on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7)
klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok
Normotensi, Prahipertensi, Hipertensi Derajat I, Hipertensi derajat II.
Tabel 3.1. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC VII
3. 2 Epidemiologi
Data epidemiologi menunjukkan bahwa dengan meningkatnya populasi
lanjut usia, maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan juga besar, 10

dimana hipertensi sistolik maupun hipertensi sistolik diastolik sering timbul
pada usia >60 tahun, seperti tampak pada gambar di bawah ini:
Gambar 3.1. Perubahan Tekanan Darah Berdasarakan Usia (JNC VII)
Data dari The National Health and Nutrition Examination Survey
(NHANES) menunjukkan bahwa dari tahun 1999-2000, insiden hipertensi
pada orang dewasa adalah sekitar 29-31% yang berarti terdapat 58-65 juta
orang hipertensi di Amerika, dan terjadi peningkatan 15 juta dari data
NHANES III tahun 1989-1991. Hipertensi esensial sendiri merupakan 95%
dari seluruh kasus hipertensi.
3.3 Etiologi
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2
golongan besar yaitu (Lany Gunawan, 2001):
1. Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang tidak
diketahui penyebabnya.
2. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit lain.
Hipertensi primer terdapat pada lebih dari 90 % penderita hipertensi,
sedangkan 10 % sisanya disebabkan oleh hipertensi sekunder. Meskipun
hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data
penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan
11

terjadinya hipertensi. Pada umunya hipertensi tidak mempunyai penyebab
yang spesifik. Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output
atau peningkatan tekanan perifer.
Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya,
data-data penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering
menyebabkan terjadinya hipertensi. Faktor tersebut adalah sebagai berikut :
a. Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan
lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah
penderita hipertensi.
b. Ciri perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah:
Umur (jika umur bertambah maka TD meningkat)
Jenis kelamin (laki-laki lebih tinggi dari perempuan)
Ras (ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih)
c. Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah :
Konsumsi garam yang tinggi (melebihi dari 30 gr)
Kegemukan atau makan berlebihan
Stress
Merokok
Minum alkohol
Minum obat-obatan (ephedrine, prednison, epineprin)
Sedangkan penyebab hipertensi sekunder adalah :
a. Ginjal
b. Vascular
c. Kelainan endokrin
d. Saraf
e. Obat-obatan
12

Tabel 3.2. Penyebab Hipertensi yang Dapat di Identifikasi (JNC VII)
3.4 Manifestasi Klinis
Peninggian tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya
gejala. Bila demikian gejala baru muncul setelah terjadi komplikasi pada
ginjal, mata, otak, atau jantung. Gejala lain yang lebih sering ditemukan
adalah sakit kepala, epistaksis, marah, telinga berdengung, rasa berat di
tengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang dan pusing
3.5 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi
bertujuan untuk menentukkan adanya kerusakan organ dan faktor lain atau
mencari penyebab hipertensi. Biasanya diperiksa urin analisa, darah perifer
lengkap, kimia darah (kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa,
kolesterol total, kolesterol HDL, kolesterol LDL) dan EKG. Sebagai
tambahan dapat dilakukan pemeriksaan yang lain seperti klirens kreatinin,
protein urin 24 jam, asam urat, kolesterol HDL,dan EKG.
3.6 Diagnosis
Diagnosis hipertensi tidak dapat ditegakkan dalam satu kali
pengukuran, hanya dapat ditetapkan setelah dua kali atau lebih pengukuran
pada kunjungan yang berbeda, kecuali terdapat kenaikan yang tinggi atau
gejala-gejala klinis. Pengukuran pertama harus dikonfirmasikan pada
sedikitnya 2 kunjungan lagi dalam waktu satu sampai beberapa minggu. 13

Pengukuran tekanan darah dilakukan dalam keadaan pasien duduk
bersandar, setelah pasien beristirahat selama 5 menit, dengan ukuran
pembungkus lengan yang sesuai.
Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lamanya
menderita, riwayat dan gejala-gejala penyakit yang berkaitan dengan
penyakit jantung koroner, gagal jantung, penyakit serebrovaskuler dll.
Apakah terdapat riwayat penyakit dalam keluarga dan gejala-gejala yang
berkaitan dengan penyebab hipertensi, perubahan aktivitas/ kebiasaan
merokok, konsumsi makanan, riwayat obat-obatan bebas, faktor lingkungan,
pekerjaan, psikososial dsb.
Penegakan diagnos hipertensi menurut JNC VII seperti pada tabel di
bawah ini:
Gambar 3.2. Penegakan Diagnosa Hipertensi (JNC VII)
3.7 Patogenesis
Beberapa faktor yang berperan dalam pengendalian tekanan darah yang
mempengaruhi Tekanan Darah = Curah Jantung x Tahanan Perifer.
Curah jantung dan tahanan perifer total menentukan tekanan darah,
sesuai dengan hukum Ohm. Hipertensi terjadi akibat peningkatan curah
jantung, atau tahanan perifer total, atau keduanya. Peningkatan curah
jantung dapat disebabkan oleh peningkatan denyut jantung atau tekanan
ekstraseluler, yang kemudian menyebabkan peningkatan aliran balik vena
dan isi sekuncup (mekanisme Frank-Starling). Peningkatan aktivitas
simpatis sistem saraf pusat dan peningkatan respons terhadap katekolamin
dapat menyebabkan peningkatan curah jantung.
14

Hipertensi yang resisten disebabkan terutama karena vasokonstriksi
perifer, namun dapat juga terjadi akibat peningkatan viskositas darah
(hematokrit meningkat). Vasokonstriksi disebabkan oleh peningkatan
aktivitas simpatis sistem saraf pusat, peningkatan sensitivitas terhadap
katekolamin, atau peningkatan konsentrasi angiotensin II.
Beberapa penyebab hipertensi dapat diketahui, misalnya abnormalitas
hormon atau fungsi ginjal), namun hal ini hanya terjadi pada 5-10% kasus.
Pada sisa kasus lainnya, penyebab hipertensi tidak diketahui dan disebut
hipertensi primer atau esensial. Selain komponen genetik, stres psikologis
kronik juga dapat menginduksi hipertensi.
Walaupun konsentrasi renin tidak meningkat pada hipertensi primer,
tekanan darah dapat berkurang dengan menginhibisi angiotensin-coverting
enzyme atau antagonis reseptor angiotensin.
Skema patogenesis dan patofisologi hipertensi adalah sebagai berikut:
15

Gambar 3.2. Skema Patogenesis dan Patofisiologi Hipertensi
3.8 Kerusakan Organ Target
Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Kerusakan organ-organ target yang umum
ditemui pada pasien hipertensi adalah :
1. Jantung
a. Hipertrofi ventrikel kiri
b. Angina atau infark miokardium
c. Gagal jantung
2. Otak
Stroke atau Transient Ischemic Attack
3. Penyakit ginjal kronis
4. Penyakit arteri perifer
5. Retinopati
Gambar 3.3. Faktor Resiko Kardivaskular dan Kerusakan Organ Target
16

Beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab kerusakan organ-
organ tersebut dapat melalui akibat langsung dari tekanan darah pada
organ, atau karena efek tidak langsung, antara lain adanya autoantibodi
terhadap reseptor AT1 angiotensin II, stres oksidatif, down regulation dari
ekspresi nitric oxide synthase, dan lain-lain. Penelitian lain juga
membuktikan bahwa diet tinggi garam dan sensitivitas terhadap garam
berperan besar dalam timbulnya kerusakan organ target, misalnya kerusakan
pembuluh darah akibat meningkatnya ekspresi transforming growth factor-β
(TGF-β).
Pemeriksaan untuk mengevaluasi adanya kerusakan organ target
meliputi:
1. Jantung
a. Pemeriksaan fisik
b. Foto polos dada (untuk melihat pembesaran jantung, kondisi arteri
intratoraks dan sirkulasi pulmoner)
2. Pembuluh darah
a. Pemeriksaan fisik termasuk perhitungan pulse pressure
b. USG karotis
c. Fungsi endotel (masih dalam penelitian)
3. Otak
a. Pemeriksaan neurologis
b. Diagnosis stroke ditegakkan dengan menggunakan cranial
computed tomography (CT) scan atau magnetic resonance imaging
(MRI) (untuk pasien dengan keluhan gangguan neural, kehilangan
memori atau gangguan kognitif)
4. Mata
Funduskopi
5. Fungsi ginjal
a. Pemeriksaan fungsi ginjal dan penentuan adanya
proteinuria/mikro-makroalbuminuria serta rasio albumin kreatinin
urin
17

b. Perkiraan laju filtrasi glomerolus, yang untuk pasien dalam kondisi
stabil dapat diperkirakan dengan menggunakan modifikasi rumus
dari Cockroft-Gault sesuai dengan anjuran National Kidney
Foundation (NKF).
3.9 Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan pada pasien hipertensi adalah :
a. Menurunkan tekanan darah <140/90 mmHg, untuk individu
beresiko tinggi (diabetes, CKD) <130/80 mmHg
b. Menghilangkan rasa sakit yang timbul akibat peningkatan tekanan
darah
c. Modifikasi life style
Gambar 3.4. Prinsip Terapi Hipertensi JNC VII
18

Gambar 3.5. Algoritma Terapi Hipertensi JNC VII
Gambar 3.6. Obat-obat Hipertensi dengan Indikasi Mendesak (JNC VII)
Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi nonfarmakologis dan terapi
farmakologis. Terapi nonfarmakologis harus dilaksanakan oleh semua
pasien hipertensi dengan tujuan untuk menurunkan tekanan darah dan
mengendalikan faktor-faktor resiko, serta penyakit penyerta lainnya.
a. Nonfarmakologis :
19

1) Mengontrol berat badan
Menyarankan pasien untuk mencapai dan mempertahankan target
berat badan yang sehat : lingkar pinggang kurang dari 80 cm dan
indeks massa tubuh (BMI) kurang dari 25 kg / m2
2) Membatasi alkohol
Anjurkan pasien ini untuk membatasi asupan alkohol untuk
maksimum satu minuman standar per hari dan memiliki setidaknya
dua hari bebas alkohol per minggu
3) Meningkatkan aktivtas fisik aerobik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan
untuk penderita hipertensi adalah olah raga yang mempunyai empat
prinsip yaitu :
- Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging,
bersepeda, berenang dan lain-lain
- Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas
aerobik atau 72-87 % dari denyut nadi maksimal yang disebut zona
latihan.
- Lama latihan berkisar antara 20 – 25 menit berada dalam zona
latihan, frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik
5 x perminggu
4) Mengurangi asupan natrium (100 mmol Na/6 gr Nacl/hari)
Anjurkan pasien untuk membatasi asupan garam sampai 4 g / hari
(65 mmol / hari natrium) dengan memilih makanan yang diproses
tanpa garam, makanan yang berlabel 'tidak ditambahkan garam' atau
'rendah garam'. Hindari makanan olahan yang tinggi garam seperti
sosis, sup kalengan, snack asin.
5) Mempertahankan asupan kalium yang adekuat (90mmol/hari)
Pasien dengan hipertensi yang tidak memakai diuretik hemat kalium
dan memiliki fungsi ginjal normal dapat disarankan untuk
meningkatkan asupan kalium dengan mengonsumsi berbagai macam
buah-buahan dan sayuran, kacang-kacangan.
20

6) Mempertahankan asupan kalsium dan magnesium yang adekuat serta
mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol dalam makanan.
Anjurkan pasien untuk diet yang mencakup nabati (misalnya buah,
sayuran, kacang-kacangan dan berbagai pilihan makanan gandum,
produk susu rendah lemak), daging tanpa lemak, unggas dan ikan,
lemak tak jenuh ganda dan tak jenuh tunggal (misalnya minyak
zaitun, minyak canola, mengurangi garam margarin).
7) Berhenti merokok
Gambar 3.7. Prinsip-prinsip Modifikasi Gaya Hidup (JNC VII)
21

Gambar 3.8. Rekomendasi Modifikasi Gaya Hidup (JNC VII)
b. Farmakologi
Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi
yang dianjurkan oelh JNC 7 adalah :
1. Diuretika, terutaman jenis Thiazid atau Aldosterone antagonist
Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan
cairan tubuh (lewat kencing) sehingga volume cairan ditubuh
berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih
ringan. Contoh obatnya adalah Hidroklorotiazid dan Furosemid.
2. Beta bloker (BB)
Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui
penurunan daya pompa jantung. Jenis betabloker tidak dianjurkan
22

pada penderita yang telah diketahui mengidap gangguan pernapasan
seperti asma bronkial. Contoh obatnya adalah : Metoprolol,
Propranolol dan Atenolol. Pada penderita diabetes melitus harus
hati-hati, karena dapat menutupi gejala hipoglikemia (kondisi
dimana kadar gula dalam darah turun menjadi sangat rendah yang
bisa berakibat bahaya bagi penderitanya). Pada orang tua terdapat
gejala bronkospasme (penyempitan saluran pernapasan) sehingga
pemberian obat harus hati-hati.
3. Calcium Channel Blocker atau Calcium Antagonist
Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara
menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas). Yang termasuk
golongan obat ini adalah : Nifedipin, Diltiasem dan Verapamil. Efek
samping yang mungkin timbul adalah : sembelit, pusing, sakit kepala
dan muntah.
4. Angiotensin Converting Enzym Inhibitor (ACE Inhibitor)
Cara kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan
zat Angiotensin II (zat yang dapat menyebabkan peningkatan
tekanan darah). Contoh obat yang termasuk golongan ini adalah
Kaptopril. Efek samping yang mungkin timbul adalah : batuk kering,
pusing, sakit kepala dan lemas.
5. Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 receptor
antagonist/blocker (ARB)
Cara kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat
Angiotensin II pada reseptornya yang mengakibatkan ringannya
daya pompa jantung. Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini
adalah Valsartan (Diovan). Efek samping yang mungkin timbul
adalah : sakit kepala, pusing, lemas dan mual.
23

Gambar 3.9. Jenis-jenis Obat Anti Hipertensi(At A Glance Farmakologi)
Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap
dan target tekanan darah dicapai secara progresif dalam beberapa minggu.
Dianjurkan untuk menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja
panjang dan yang memberikan efikasi 24 jam dengan pemberian sekali
sehari. Jika terapi dimulai dengan satu jenis obat dan dalam dosis rendah,
dan kemudian tekanan darah belum mancapai target, maka langkah
selanjutnya adalah meningkatakan dosis obat tersebut atau berpindah ke
antihipertensi yang lain dengan dosis rendah baik tunggal maupun
kombinasi. Kombinasi yang terbukti dapat ditolerir pasien adalah : diuretika
dan ACEI atau ARB, CCB dan BB, CCB dan atau ARB, CCB dan diuretika,
ARB dan BB,kadang diperlukan tiga atau empat kombinasi obat.
24

Tabel 3.3. Obat-obat Anti Hipertensi Oral (JNC VII)
25

3.10 Follow Up
26

BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hipertensi merupakan faktor resiko penting penyakit jantung koroner di
Indonesia. Hipertensi adalah keadaan tubuh kehilangan atau kurang mampu
mengendalikan tekanan darah sehingga mengalami tekanan berlebih atau
biasa dikenal sebagai tekanan darah tinggi.
Jika tidak terkendali, hipertensi dapat menimbulkan komplikasi ke otak
sehingga terjadi stroke, mempengaruhi ginjal dan jantung. Resiko pada
jantung dapat mencapai angka 75% berupa pembengkakan jantung (left
ventricel hyperthophy), penyempitan pembuluh darah koroner (coronary
artery disease), atau kombinasi keduanya. Ketiga komplikasi tersebut akan
meningkatkan angka kematian kardiovaskuler atau gagal jantung
Hipertensi dapat ditangani dengan baik, bila diketahui penyebabnya.
Bila penyebabnya dikendalikan dengan baik, maka tekanan darah akan turun
dengan sendirinya. Sayangnya, sekitar 90% kejadian hipertensi tidak
diketahui penyebabnya (kemungkian perubahan pada jantung dan pembuluh
darah) dan hanya 10% saja yang diketahui penyebabnya, yang umumnya
diakibatkan oleh penyakit ginjal (5-10%), kelainan hormonal atau
pemakaian obat tertentu seperti pil KB (1-2%).
Untuk menangani hipertensi adalah dengan memperbaiki peredaran
darah, membersihkan sumbatan-sumbatan dan meningkatkan ketersediaan
oksigen serta mengobati penyakit penyerta.
3.2 Saran
Kami menyadari bahwa laporan kasus ini belum sepenuhnya sempurna,
maka dari itu kami memerlukan kritik dan kontruksif guna tercapainya
kesempurnaan dalam penyusunan laporan kasus selanjutnya.
27

DAFTAR PUSTAKA
Fauci, S Anthony, et al. 2008. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17th
ed. United states of America: McGraw-Hill.
Ganiswara, G. Sulistia. 1995. Farmakologi dan Terapi, edisi 4. Jakarta : Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
George L, et al. 2004. The Seventh Report of the Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood
Pressure. Departement of Healt and Human Services. US
Katzung BG , Benowitz NL et al. 2007. Antihypertensive agents. Basic and
Clinical Pharmacology. 10th ed. New York:McGraw Hill. h.141-58.
Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP. 2007. Diagnosis and Initial
Evaluation of Hypertension in Braunwald’s Heart Disease, A Textbook
of Cardiovascular Medicine. Edisi 8. USA: Saunders.
Silbernagl S, Lang F. Color Atlas of Pathophysiology. 2000. New York:
Thieme. h.208-12.
Yogiantoro, M. Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simardibrata K. M.,
Setiati, S. 2006. Hipertensi Esensial. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi IV. Jilid I. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. Pp: 610-614
28