lapsus sss

55
LAPORAN KASUS I. IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. A T Jenis kelamin : Laki-laki Tanggal lahir : 23 april 1961 Agama : Kristen Alamat : Desa Tangkura II. SUBJEKTIF Anamnesis 1. Keluhan Utama : Luka pada kaki kanan 2. Anamnesa Terpimpin : Dialami sejak ± 1 bulan yang lalu. Awalnya 1 bulan yang lalu kaki pasien hanya lecet di bagian ibu jari kanan lalu meluas ke bagian telapak kaki kanan. awalnya kecil kemudian perlahan-lahan membesar, luka bernanah, berbau dan nyeri. Pasien ada riwayat demam ± 1 bulan terakhir terakhir. Demam bersifat naik turun dan tidak menggigil. Pasien merasa lemas. Tidak ada mual dan muntah, tidak ada batuk, tidak ada sesak, tidak ada nyeri ulu hati, dan tidak ada nyeri perut, BAB lancer seperti biasa berwarna kuning, BAK lancar volume kesan cukup. 3. Riwayat penyakit sebelumnya : 1

Upload: aksa-nur-rachman-mbakeke

Post on 16-Jan-2016

41 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

wuroqtuwygu

TRANSCRIPT

Page 1: Lapsus Sss

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. A T

Jenis kelamin : Laki-laki

Tanggal lahir : 23 april 1961

Agama : Kristen

Alamat : Desa Tangkura

II. SUBJEKTIF

Anamnesis

1. Keluhan Utama : Luka pada kaki kanan

2. Anamnesa Terpimpin :

Dialami sejak ± 1 bulan yang lalu. Awalnya 1 bulan yang lalu kaki

pasien hanya lecet di bagian ibu jari kanan lalu meluas ke bagian telapak

kaki kanan. awalnya kecil kemudian perlahan-lahan membesar, luka

bernanah, berbau dan nyeri.

Pasien ada riwayat demam ± 1 bulan terakhir terakhir. Demam

bersifat naik turun dan tidak menggigil. Pasien merasa lemas. Tidak ada

mual dan muntah, tidak ada batuk, tidak ada sesak, tidak ada nyeri ulu

hati, dan tidak ada nyeri perut, BAB lancer seperti biasa berwarna kuning,

BAK lancar volume kesan cukup.

3. Riwayat penyakit sebelumnya :

Riwayat Diabetes sejak tahun 2004, berobat dengan Glibenklamid

dan Metformin namun tidak teratur. Riwayat DM pada keluarga (+) (ayah

dan saudara kandung).

Riwayat Hipertensi (-)

Riwayat batuk lama (-), Riwayat OAT (-)

Riwayat penyakit maag (-)

Riwayat penyakit jantung (-)

Riwayat merokok (-)

Riwayat minum minuman beralkohol (-).

1

Page 2: Lapsus Sss

Riwayat penyakit rematik dan asam urat (-).

Riwayat penyakit kuning (-).

Riwayat bengkak pada kaki sebelumya (-)

I. Status Present

Sakit sedang / Gizi cukup / Komposmentis

Tanda Vital

Tensi : 130 / 80 mmHg

Nadi : 90 kali / menit, reguler dan kuat angkat

Pernapasan : 22 kali / menit Tipe : Thoracoabdominal

Suhu : 37,9 C

BB : 60 Kg

TB : 165 cm

IMT : 22,038kg/m2 (Normal)

Kepala

Ekspresi : Normal

Simetris muka : Kanan / Kiri

Rambut : Hitam,lurus,sukar dicabut

Deformitas : (-)

Mata

Eksoptalmus / Enoptalmus : -/-

Gerakan : Dalam batas normal

Tekanan bola mata : Tidak di periksa

Kelopak Mata : Dalam batas normal

Konjungtiva : Anemis (-)

Sklera : Ikterus (-)

Kornea : Jernih

Pupil : Bulat, Isokor

Telinga

Tophi : (-)

NT di proc.astoideus : (-)

2

Page 3: Lapsus Sss

Pendengaran : dalam batas normal

Hidung

Perdarahan : (-)

Sekret : (-)

Mulut

Bibir : Pucat (-) Kering (-)

Gigi geligi : Normal,caries (-)

Gusi : Perdarahan (-)

Tonsil : T1 – T2 Hiperemis (-)

Farings : Hiperemis (-)

Lidah : Kotor (-)

Leher

Kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran

Kelenjar gondok : Tidak ada pembesaran

D V S : R-1 cmH20, pada sudut 30o

Pembuluh darah : Tidak ada kelainan

Kaku Kuduk : (-)

Tumor : (-)

Dada

Inspeksi : Simetris kiri / kanan

Bentuk : Normochest, pergerakan napas

Pembuluh darah : Tidak ada kelainan

Buah dada : Tidak ada kelainan

Sela iga : Kiri = Kanan

Lain-lain : (-)

Paru

Palpasi : Fremitus raba : kanan = kiri

Nyeri tekan : (-)

Perkusi :

Paru kiri : Sonor

Paru kanan : Sonor

3

Page 4: Lapsus Sss

Batas paru hepar : ICS VI Anterior Dextra

Auskultasi

Bunyi pernapasan : Vesikuler

Bunyi tambahan : Rh -/- , Wh -/-

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

Perkusi : Pekak, batas jantung kesan normal

Auskultasi : BJ I /II : Murni reguler

Bunyi Tambahan : Bising (-)

Perut

Inspeksi : Datar, ikut gerak nafas

Palpasi : NT (-), MT (-)

Hati : Tidak teraba

Limpa : Tidak teraba

Lain-lain : (-)

Perkusi : Timpani (+)

Auskultasi : Peristaltik (+), Kesan Normal

Alat kelamin : tidak diperiksa

Anus dan rectum : tidak di periksa

Punggung

Lordosis (-), Kiposis (-), Skoliasis (-)

Palpasi : NT (-).MT (-)

Nyeri ketok : (-)

Auskultasi : Vesikuler , Rh -/-, Wh -/-

Gerakan : Dalam batas normal

Lain-lain : (-)

Ekstremitas :

- Tampak luka pada Digiti I pedis dextra dan meluas

ke plantar pedis dextra , darah (+), pus (+), Nyeri

(+), bengkak (+) pada sekitar luka, perabaan hangat

4

Page 5: Lapsus Sss

(+), Kemerahan (+), foeter (-), pulsasi a.poplitea

(+), pulsasi a.dorsalis pedis (+) pulsasi a. tibialis

posterior (+)

- Edema +/-

Laborataorium

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Darah Rutin

(26/10/2014

)

WBC 31.5 x 103/uL 4 - 10 x 103/uL

RBC 3.28 x 106/uL 3.80 - 5.80 x 106/uL

HGB 9.7 g/dL 14 - 18 g/dL

HCT 28% 37 – 47%

MCV 87 pl 80 – 92 pl

MCH 29 pg 27 – 31 pg

MCHC 34 g/dl 32 – 37 g/dl

PLT 553 x 103/uL 150 - 400 x 103/uL

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Glukosa

GDS : 197 mg/dL 140 mg/dL

GDP : 206 mg/dL 110 mg/dL

Ginjal HipertensiUreum : 19 mg/dL 17-43 mg/dL

Kreatinin : 0.90 <1.1

Kimia Hati

SGOT : 19 u/L <38 u/L

SGPT : 26 u/L <41 u/L

Albumin : 2.3 gr/dL 3.5 – 5.0 gr/dL

5

Page 6: Lapsus Sss

Pemeriksaan penunjang lainnya

Foto X-Ray pedis AP +Oblique D/S

Kesan :

- Alignment pedis dextra intak, tidak tampak dislokasi

- Tidak tampak fraktur dan destruksi tulang

- Mineralisasi tulang baik

- Celah sendi yang tervisualisasi baik

- Tampak kalsifikasi pada arteri dorsalis pedis dextra

(atherosclerosis)

- Tampak osteofit pada aspek posterosuperior dan posteroinferior os

calcaneus dextra

- Fasciitis plantaris disertai tendinitis dextra

- Penebalan soft tissue region plantaris dextra

Foto thorax PA/AP

Kesan :

- Cardiomegaly dengan atherosclerosis aortae

6

Page 7: Lapsus Sss

- Elevasi diagfragma kanan (proses intrahepatic ?)

USG Abdomen atas + bawah (Whole abdomen)

Kesan :

- Cystitis

- hepatosplenomegaly

III. ASSESMENT

Kaki Diabetik Dextra Wagner IV

DM tipe 2 Non Obese gula darah tidak terkontrol

Hematuria causa suspek batu saluran kemih

Hipoalbuminemia

IV. PLANNING

Pengobatan

- Diet DM 1700 kkal/hari

- IVFD NaCl 0.9% 28 tpm

- Ceftriaxon 2 gram / 24 jam / intravena drips ( skin test )

- Ciprofloxacin 0.2 gram / 12 jam / intravena ( skin test )

- Metronidazole 0.5 gram / 8 jam / intravena ( skin test )

- Novorapid 12-12-12 IU/SC

- Levemir 0-0-12 IU /SC

- Paracetamol 500 mg 3x1

- Tranfusi albumin 25 % 1 botol / hari

- Vip albumin 2 kapsul / 8 jam / oral

- Rawat luka (debridement )

Rencana Pemeriksaan

- Darah rutin kontrol, ADT, Profil lipid GDP, LED, HbAIC,

Urinalisa

- GDS Premeal (siang dan malam ), GDP/hari

7

Page 8: Lapsus Sss

Follow up

Tanggal Subjective (S), Objective (O),

Assesment (A)

Planning (P)

3/11/2014 S : Luka pada telapak kaki

kanan(+) 1 bulan, demam (+),

bernanah (+) berbau, riwayat DM

(+) ± 10 tahun, tidak terkontrol

dengan obat, Riwayat HT (-)

O : SS/GC/CM

T : 150/80 mmHg P : 24x/menit

N : 84x/menit S : 37ºC

Diet DM 1700

kkal/hari

Injeksi Cefotaxim 1

gram/12j/IV

Injeksi Metronidazole

500 mg / 8 jam / IV

Injeksi Ciprofloxacin

0,2 gram / 12 jam /IV

Novorapid 12-16-16

8

Page 9: Lapsus Sss

GDS : 174 mg/dl

Kep: Anemis (-), ikterus (-),

sianosis (-)

DVS : R -1 cm H2O

Thorax: Rh (-/-), Wh (-/-)

Cor: BJ I/II murni reguler

Abd: H/L TTB, NT (-),

peristaltic (+) N

Ext: - Tampak luka pada Digiti I

pedis dextra dan meluas ke plantar

pedis dextra , darah (+), pus (+),

Nyeri (+), bengkak (+) pada sekitar

luka, perabaan hangat (+),

Kemerahan (+), foeter (-), pulsasi

a.poplitea (+), pulsasi a.dorsalis

pedis (+) pulsasi a. tibialis posterior

(+) Edema +/-

A :

- Kaki Diabetik Dextra

Wagner IV

- DM tipe 2 Non ObeS

- Hipoalbuminemia

- Neuropati diabetic

IU/SC

Levemir 0-0-14 IU /SC

Paracetamol 500 mg

3x1

Transfuse albumin

25% 1 botol/hari

Vip albumin 2

kapsul/8jam/oral

Mecobalamin

500mg/12 jam/oral

P :

Tunggu hasil kultur

9

Page 10: Lapsus Sss

Tanggal Subjective (S), Objective (O),

Assesment (A)

Planning (P)

4/11/2014 S : Luka pada telapak kaki

kanan(+)

O : SS/GC/CM

T : 140/80 mmHg P : 24x/menit

N : 84x/menit S : 36.9ºC

GDS : 151 mg/dl

Kep: Anemis (-), ikterus (-),

sianosis (-)

DVS : R -1 cm H2O

Thorax: Rh (-/-), Wh (-/-)

Cor: BJ I/II murni reguler

Abd: H/L TTB, NT (-),

peristaltic (+) N

Ext: - Tampak luka pada Digiti I

pedis dextra dan meluas ke plantar

Diet DM 1700 kkal/hari

Injeksi Cefotaxim 1

gram/12j/IV

Injeksi Metronidazole

500 mg / 8 jam / IV

Injeksi Ciprofloxacin 0,2

gram / 12 jam /IV

Novorapid 12-16-16

IU/SC

Levemir 0-0-14 IU /SC

Paracetamol 500 mg 3x1

Transfuse albumin 25%

1 botol/hari

Vip albumin 2

kapsul/8jam/oral

10

Page 11: Lapsus Sss

pedis dextra , darah (+), pus (+),

Nyeri (+), bengkak (+) pada

sekitar luka, perabaan hangat (+),

Kemerahan (+), foeter (-), pulsasi

a.poplitea (+), pulsasi a.dorsalis

pedis (+) pulsasi a. tibialis

posterior (+), Edema +/-

A :

- Kaki Diabetik Dextra

Wagner IV

- DM tipe 2 Non ObeS

- Hipoalbuminemia

- Neuropati diabetik

Mecobalamin 500mg/12

jam/oral

P :

Echovaskular

Echocardiography

Lab : D-Dimer,

HBsAg, anti HCV,

Albumin.

Tanggal Subjective (S), Objective (O),

Assesment (A)

Planning (P)

5/11/2014 S : Luka pada telapak kaki

kanan(+)

O : SS/GC/CM

T : 1400/80 mmHg P : 24x/menit

N : 88x/menit S : 37ºC

GDP : 74 mg/dl

Kep: Anemis (-), ikterus (-),

sianosis (-)

DVS : R -1 cm H2O

Thorax: Rh (-/-), Wh (-/-)

Cor: BJ I/II murni reguler

Abd: H/L TTB, NT (-),

peristaltic (+) N

Ext: - Tampak luka pada Digiti I

pedis dextra dan meluas ke plantar

Diet DM 1700 kkal/hari

Meropenem 1

gram/8jam/IV

Novorapid 12-16-16

IU/SC

Levemir 0-0-14 IU /SC

Paracetamol 500 mg 3x1

Transfuse albumin 25%

1 botol/hari (Tunggu

hasil control post

koreksi)

Vip albumin 2

kapsul/8jam/oral

Mecobalamin 500mg/12

jam/oral

11

Page 12: Lapsus Sss

pedis dextra , darah (+), pus (+),

Nyeri (+), bengkak (+) pada

sekitar luka, perabaan hangat (+),

Kemerahan (+), foeter (-), pulsasi

a.poplitea (+), pulsasi a.dorsalis

pedis (+) pulsasi a. tibialis

posterior (+) Edema +/-

A :

- Kaki Diabetik Dextra

Wagner IV

- DM tipe 2 Non ObeS

- Hipoalbuminemia

- Neuropati diabetik

Vit K 1 Amp/24j/IM

P :

Echovaskular

Echocardiography

Lab : D-Dimer, darah

rutin, albumin.

Tanggal Subjective (S), Objective (O),

Assesment (A)

Planning (P)

6/11/2014 S : Luka pada telapak kaki kanan

O : SS/GC/CM

T : 140/80 mmHg P : 24x/menit

N : 72x/menit S : 37,4ºC

GDS : Strip Habis

Kep: Anemis (-), ikterus (-),

sianosis (-)

DVS : R -1 cm H2O

Thorax: Rh (-/-), Wh (-/-)

Cor: BJ I/II murni reguler

Abd: H/L TTB, NT (-),

peristaltic (+) N

Ext: - Tampak luka pada Digiti I

pedis dextra dan meluas ke plantar

pedis dextra , darah (+), pus (+),

Diet DM 1700 kkal/hari

Meropenem 1

gram/8jam/IV

Novorapid 12-16-16

IU/SC

Levemir 0-0-14 IU /SC

Paracetamol 500 mg 3x1

Vip albumin 2

kapsul/8jam/oral

Mecobalamin 500mg/12

jam/oral

Vit K 1 Amp/24j/IM

P :

Tunggu keputusan

12

Page 13: Lapsus Sss

Nyeri (+), bengkak (+) pada

sekitar luka, perabaan hangat (+),

Kemerahan (+), foeter (-), pulsasi

a.poplitea (+), pulsasi a.dorsalis

pedis (+) pulsasi a. tibialis

posterior (+) Edema +/-

A :

- Kaki Diabetik Dextra

Wagner IV

- DM tipe 2 Non ObeS

- Hipoalbuminemia

- Neuropati diabetic

keluarga untuk

debridement

Echovaskular

Echocardiography

EKG

Tanggal Subjective (S), Objective (O),

Assesment (A)

Planning (P)

7/11/2014 S : Luka pada telapak kaki kanan

O : SS/GC/CM

T : 1600/80 mmHg P : 24x/menit

N : 100x/menit S : 38ºC

GDS : 171 mg/dl

Kep: Anemis (-), ikterus (-),

sianosis (-)

DVS : R -1 cm H2O

Thorax: Rh (-/-), Wh (-/-)

Cor: BJ I/II murni reguler

Abd: H/L TTB, NT (-),

peristaltic (+) N

Ext: - Tampak luka pada Digiti I

pedis dextra dan meluas ke plantar

pedis dextra , darah (+), pus (+),

Nyeri (+), bengkak (+) pada sekitar

Diet DM 1700

kkal/hari

Meropenem 1

gram/8jam/IV

Novorapid 12-16-16

IU/SC

Levemir 0-0-14 IU /SC

Paracetamol 500 mg

3x1

Rawat luka

(debridement ) / hari

oleh BTKV

Vip albumin 2

kapsul/8jam/oral

Mecobalamin

500mg/12 jam/oral

13

Page 14: Lapsus Sss

luka, perabaan hangat (+),

Kemerahan (+), foeter (-), pulsasi

a.poplitea (+), pulsasi a.dorsalis

pedis (+) pulsasi a. tibialis posterior

(+) Edema +/-

A :

- Kaki Diabetik Dextra

Wagner IV

- DM tipe 2 Non ObeS

- Hipoalbuminemia

- Neuropati diabetic

Vit K 1 Amp/24j/IM

P :

Echovaskular hari

ini

RESUME

Seorang pasien bernama Tn. A T mengalami luka pada ibu jari kaki kanan.

Dialami sejak ± 1 bulan yang lalu, awalnya kecil kemudian perlahan-lahan

membesar. Pasien ada riwayat demam ± 1 bulan terakhir bersamaan dengan luka

yang semakin meluas. Demam bersifat naik turun dan tidak menggigil. Pasien

merasa lemas karena nafsu makan berkurang. Tidak ada mual dan muntah. BAB

lancar seperti biasa berwarna kuning, BAK lancar volume kesan cukup., tidak ada

kemerahan. Riwayat DM sebelumnya ada, sejak tahun 2004, tidak berobat

teratur.

Pada pemeriksaan fisis didapatkan pasien sakit sedang, Gizi Cukup,

komposmentis. Berat badan 60 kg, tinggi badan : 165 cm. Tekanan darah :

130/80 mmHg, Nadi : 90 kali/menit, Pernapasan : 22 kali/menit, Suhu : 37,9 oC.

Tampak luka pada Digiti I pedis dextra dan meluas ke plantar pedis dextra, Ada

darah, pus, nyeri, bengkak pada sekitar luka, perabaan hangat, Kemerahan, pulsasi

a.poplitea (+), pulsasi a.dorsalis pedis (+), pulsasi a. Tibialis posterior (+)

14

Page 15: Lapsus Sss

Hasil pemeriksaan Laboratarium :

GDS : 197 mg/dl

GDP : 206 mg/dL

Hasil Foto X-Ray Pedis AP + Oblique Dextra :

Kesan

- Alignment pedis dextra intak, tidak tampak dislokasi

- Tidak tampak fraktur dan destruksi tulang

- Mineralisasi tulang baik

- Celah sendi yang tervisualisasi baik

- Tampak kalsifikasi pada arteri dorsalis pedis dextra

(atherosclerosis)

- Tampak osteofit pada aspek posterosuperior dan posteroinferior os

calcaneus dextra

- Fasciitis plantaris disertai tendinitis dextra

- Penebalan soft tissue region plantaris dextra

Hasil Foto thorax PA/AP

Kesan :

- Cardiomegaly dengan atherosclerosis aortae

- Elevasi diagfragma kanan (proses intrahepatic ?)

Hasil USG Abdomen atas + bawah (Whole abdomen)

Kesan :

- Cystitis

- hepatosplenomegaly

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang, maka

pasien ini didiagnosis dengan Kaki diabetik Wegner IV dan DM tipe 2 Non

Obese.

15

Page 16: Lapsus Sss

DISKUSI

Pasien ini masuk rumah sakit dengan keluhan luka pada ibu jari kaki

kanan dan meluas ke telapak kaki kanan. Dialami sejak ± 1 bulan yang lalu,

awalnya kecil kemudian perlahan-lahan membesar, ada bengkak, tidak ada nyeri,

kemerahan, berbau dan pus.

Pada pemeriksaan status gizi IMT pasien tersebut 22.038 kg/m2 yang

digolongkan dalam kategori normal. Dari hasil anamnesis didapatkan bahwa

pasien memiliki riwayat Diabetes Melitus tipe 2. Dari pernyataan tersebut alur

pikir menjadi terarah pada kaki diabetik. Hasil dari anamnesis mendalam lagi

didapatkan bahwa pasien telah mengidap DM sejak tahun 2004 yang lalu. Kaki

diabetik terutama terjadi pada penderita DM yang telah menderita 6 bulan atau

lebih, terutama bila kadar glukosa darah tidak terkendali, Sebab akan

mengakibatkan komplikasi yang berhubungan dengan vaskuler sehingga

mengalami makroangiopati – mikroangiopati yang berkembang menjadi

vaskulopati dan neuropati yang mengakibatkan menurunnya sirkulasi darah dan

adanya robekan / luka pada kaki yang terinfeksi.

16

Page 17: Lapsus Sss

Hasil pemeriksan fisik yang bermakna yaitu pada bagian ekstremitas

bawah. Didapati Luka pada Digiti I pedis (D), plantar pedis (D), pus(+), darah (+).

Berbau (+), edema (+), nyeri tekan (+).

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hiperglikemia. Berdasarkan

hasil anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang, dapat kita

simpulkan bahwa Tn.S didiagnosis dengan Kaki Diabetik Wegner IV dan DM

Tipe 2 Non Obese.

Luka yang tak kunjung sembuh pada kaki pasien ini merupakan salah satu

gejala dari komplikasi kronik DM yaitu vaskulopati berupa tidak ratanya

permukaan lapisan dalam arteri sehingga aliran lamellar berubah menjadi turbulen

yang berakibat pada mudahnya terbentuk trombus. Pada stadium lanjut seluruh

lumen arteri akan tersumbat, dan bila aliran kolateral tidak cukup maka akan

terjadi iskemia dan bahkan gangren yang luas. Pada awal muncul luka, pasien

tidak mengetahui penyebab luka dan tidak merasakan ada gangguan hingga pasien

tersebut melihatnya. Hal ini menunjukkan adanya gejala neuropati yang biasanya

terjadi pada penderita DM. Neuropati pada pasien penderita DM diakibatkan oleh

karena adanya gangguan jalur poliol (glukosa >> sorbitol >> fruktosa) yang

selanjutnya akan menimbulkan gangguan pada sel saraf dan menyebabkan

hilangnya akson sehingga kecepatan konduksi motorik akan berkurang.

Prinsip penatalaksanaan yang diberikan utamanya bertujuan untuk

mencegah infeksi lebih lanjut pada kaki, mengontrol kadar gula darah, mengatasi

hipoalbuminemia dan hiponatremia. Untuk kaki diabetiknya diberikan triple

drugs combination yang terdiri atas Ceftriaxone, Ciprofloxacin dan

Metronidazole. Kombinasi ini dimaksudkan sebagai antibiotik spectrum luas yang

dapat mencegah berkembangnya bakteri gram positif, gram negatif maupun

anaerob, pemberian kombinasi antibiotik ini diberikan sebagai pengobatan awal

sementara menunggu hasil kultur dan sensitivitas antibiotik yang dilakukan.

Terapi ini bersifat agresif sebab pada penderita kaki diabetik terdapat vaskulopati

dan hiperglikemi yang merupakan lingkungan kondusif bagi bakteri untuk

berkembang biak dan memperlambat sembuhnya luka. Selain itu juga dilakukan

penanganan debridement dan rawat luka.

17

Page 18: Lapsus Sss

Dari hasil pemeriksaan darah rutin didapatkan GDS 427 mg/dl dan GDP

206 mg/dL sehingga dapat disimpulkan bahwa pengobatan diabetes dengan obat

yang selama ini dikomsumsi tidak berhasil bagi penderita.Selain itu, pasien ini

mengalami infeksi berat, hal ini merupakan indikasi pemberian terapi insulin

untuk mengontrol kadar gula darah pada pasien ini. Saat ini tersedia berbagai jenis

insulin, yaitu berupa human insulin maupun insulin analog. Pemahamaan

terhadap farmakokinetik berbagai jenis insulin menjadi landasan dalam

penggunaan insulin sehingga pemakaiannya dapat disesuaikan dengan kebutuhan.

Untuk memenuhi kebutuhan insulin basal dapat digunakan insulin kerja

menengah (intermediate-acting insulin )atau kerja panjang (long-acting insulin )

sementara untuk memenuhi kebutuhan insulin prandial (setelah makan) digunakan

insulin kerja cepat (short-acting insulin )atau insulin kerja sangat cepat (rapid

atau ultra-rapid acting insulin).

Selain dari pemberian terapi farmakologis diatas,pasien juga memerlukan

terapi non farmakologik berupa edukasi agar komplikasi-komplikasi lain dari DM

dapat dicegah dan agar pasien dapat memahami pentingnya keteraturan

mengonsumsi obat dan pengontrolan gula darah. Hal lain yang perlu diperhatikan

adalah menjaga ketat kadar glukosa darah pasien dengan pemantauan berkala dan

dengan menjaga asupan makan.

Perawatan kaki diabetes yang teratur akan mencegah atau mengurangi

terjadinya komplikasi kronik pada kaki diabetes.Oleh karena itu selain antibiotik

dan insulin, hal penting yang juga harus diperhatikan adalah perawatan luka pada

kaki diabetik. Pasien juga perlu diberitahu untuk menjaga kebersihan kaki,

Memakai pelembab agar kulit tidak kering, memakai alat pelindung kaki saat

berjalan dan memeriksa keadaan kaki setiap hari agar tidak menambah luka baru.

18

Page 19: Lapsus Sss

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENDAHULUAN

Diabetes mellitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik

yang ditandai dengan adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi

insulin, defek kerja insulin, atau keduanya.1

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar ada tidaknya gejala khas DM (poliuria,

polidipsia, polifagia) dan pemeriksaan kadar glukosa darah secara enzimatik

dengan bahan darah plasma vena. Diagnosis DM juga dapat ditegakkan melalui

cara :

1. A1C ≥ 6,5 %

2. Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL (7,0 mmol/L).

Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam.

3. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L).

Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu

hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir.

19

Page 20: Lapsus Sss

4. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L). TTGO

menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa yang

dilarutkan ke dalam air.2

Pada penyandang DM dapat terjadi komplikasi pada semua tingkat sel dan

semua tingkatan anatomik. Manifestasi komplikasi kronik dapat terjadi pada

tingkat mikrovaskular (retinopati diabetik, nefropati diabetik, neuropati diabetik,

dan kardiomiopati) maupun makrovaskular (stroke, penyakit jantung koroner,

peripheral vascular disease). Komplikasi lain dari DM dapat berupa kerentanan

berlebih terhadap infeksi akibat mudahnya terjadi infeksi saluran kemih,

tuberkulosis paru, dan infeksi kaki, yang kemudian dapat berkembang menjadi

ulkus/gangren diabetik.1

Kaki diabetik adalah segala bentuk kelainan yang terjadi pada kaki yang

disebabkan oleh diabetes mellitus. Faktor utama yang mempengaruhi

terbentuknya kaki diabetik merupakan kombinasi neuropati otonom dan neuropati

somatik, insufisiensi vaskuler, serta infeksi. Penderita kaki diabetik yang masuk

rumah sakit umumnya disebabkan oleh trauma kecil yang tidak dirasakan oleh

penderita.3

B. EPIDEMIOLOGI

20

Page 21: Lapsus Sss

Kaki diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik DM yang paling

ditakuti. Hasil pengelolaan kaki diabetik sering mengecewakan, baik bagi dokter

pengelola maupun penyandang DM dan keluarganya. Seringkali kaki diabetik

berakhir dengan kecacatan dan kematian. Sampai saat ini, di Indonesia kaki

diabetik masih merupakan masalah yang rumit dan tidak terkelola dengan

maksimal, karena selain kurangnya minat untuk mendalami masalah kaki diabetik,

ketidaktahuan masyarakat mengenai kaki diabetik juga masih sangat menyolok.

Sebagai tambahan, masalah biaya pengobatan yang besar yang tidak terjangkau

oleh masyarakat pada umumnya juga menambah peliknya masalah kaki diabetik.1

Di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, masalah kaki diabetik masih

merupakan masalah besar. Sebagian besar perawatan penyandang DM selalu

menyangkut kaki diabetik. Angka kematian dan angka amputasi masih sangat

besar, masing-masing 16% dan 25% (data RSUPNCM tahun 2003). Nasib para

penyandang DM pasca amputasi pun masih sangat buruk. Sebanyak 14,3% akan

meninggal dalam setahun pasca amputasi, dan sebanyak 37% akan meninggal 3

tahun pasca amputasi.1

C. ETIOLOGI

Ada banyak faktor yang berpengaruh dalam terjadinya kaki diabetik. Secara

umum faktor-faktor tersebut dapat dibagi menjadi:3

Faktor predisposisi

Faktor yang mempengaruhi daya tahan jaringan terhadap trauma seperti

kelainan makrovaskuler dan mikrovaskuler, jenis kelamin, merokok, dan

neuropati otonom. Faktor yang meningkatkan kemungkinan terkena trauma

seperti neuropati motorik, neuropati sensorik, limited joint mobility, dan

komplikasi DM yang lain (seperti mata kabur).

Faktor presipitasi

Perlukaan di kulit (jamur).

Trauma.

Tekanan berkepanjangan pada tumit saat berbaring lama.

Faktor yang memperlambat penyembuhan luka

Derajat luka.

21

Page 22: Lapsus Sss

Perawatan luka.

Pengendalian kadar gula darah.

D. PATOFISIOLOGI

Terjadinya masalah kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang

DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah.

Neuropati, baik neuropati sensorik maupun motorik dan autonomik akan

mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot, yang kemudian

menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan

selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap

infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak menjadi infeksi yang luas. Faktor

aliran darah yang kurang juga akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan

kaki diabetik.1,4

1. Vaskulopati

Pada pembuluh darah, akibat komplikasi DM terjadi ketidakrataan

permukaan lapisan dalam arteri sehingga aliran lamelar berubah menjadi

turbulen yang berakibat pada mudahnya terbentuk trombus. Pada stadium

lanjut seluruh lumen arteri akan tersumbat dan manakala aliran kolateral tidak

cukup, akan terjadi iskemia dan bahkan gangren yang luas.3

22

Page 23: Lapsus Sss

Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM antara lain

berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer yang terutama

sering terjadi pada tungkai bawah. Pada penderita muda, pembuluh darah yang

paling awal mengalami angiopati adalah arteri tibialis. Kelainan arteri akibat

diabetes juga sering mengenai bagian distal dari arteri femoralis profunda,

arteri poplitea, arteri tibialis dan arteri digitalis pedis. Akibatnya perfusi

jaringan distal dari tungkai menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang

kemudian dapat berkembang menjadi nekrosis/gangren yang sangat sulit

diatasi dan tidak jarang memerlukan amputasi.3

Perubahan viskositas darah dan fungsi trombosit, penebalan membrana

basalis serta penurunan produksi prostasiklin (vasodilator dan anti platelet

aggregating agent) akan memacu terbentuknya mikrotrombus dan

penyumbatan mikrovaskuler. Peristiwa ini mengakibatkan timbulnya iskemia

organ dan/atau jaringan yang bersangkutan, termasuk serabut saraf perifernya.2

Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan vaskulopati berupa disfungsi

endotel melalui berbagai mekanisme antara lain:5

Hiperglikemia kronik menyebabkan glikosilasi non enzimatik dari protein

dan makromolekul seperti DNA, yang akan mengakibatkan perubahan sifat

antigenik dari protein dan DNA. Keadaan ini akan menyebabkan perubahan

tekanan intravaskular akibat gangguan keseimbangan NO dan

prostaglandin.

Hiperglikemia meningkatkan aktivasi PKC intraselular sehingga akan

menyebabkan gangguan NADPH pool yang akan menghambat produksi

NO.

Overekspresi growth factors meningkatkan proliferasi sel endotel dan otot

polos pembuluh darah sehingga akan terjadi neovaskularisasi.

Hiperglikemia akan meningkatkan sintesis diacylglycerol (DAG) melalui

jalur glikolitik. Peningkatan kadar DAG akan meningkatkan aktivitas PKC.

Baik DAG maupun PKC berperan dalam memodulasi terjadinya

vasokonstriksi.

23

Page 24: Lapsus Sss

Sel endotel sangat peka terhadap pengaruh stres oksidatif. Keadaan

hiperglikemia akan meningkatkan tendensi untuk terjadinya stres oksidatif

dan peningkatan oxidized lipoprotein, terutama small dense LDL-cholesterol

(oxidized LDL) yang lebih bersifat aterogenik. Di samping itu peningkatan

kadar asam lemak bebas dan keadaan hiperglikemia dapat meningkatkan

oksidasi fosfolipid dan protein.

Hiperglikemia akan disertai dengan tendensi protrombotik dan agregasi

platelet. Keadaan ini berhubungan dengan beberapa faktor antara lain

penurunan produksi NO dan penurunan aktivitas fibrinolitik akibat

peningkatan kadar PAI-1. Di samping itu, pada DM tipe 2 terjadi

peningkatan aktivitas koagulasi akibat pengaruh berbagai faktor seperti

pembentukan advanced glycosylation end products (AGEs) dan penurunan

sintesis heparin sulfat.

Walaupun tidak ada hubungan langsung antara aktivasi koagulasi dengan

disfungsi endotel, namun aktivasi koagulasi yang berulang dapat

menyebabkan stimulasi yang berlebihan dari sel-sel endotel sehingga akan

terjadi disfungsi endotel.

Proses angiopati menyebabkan sumbatan arteri yang berlangsung secara

kronik hingga menimbulkan gejala klinik yang menurut Fontaine dibagi

menjadi stadium sebagai berikut: I. rasa kram/kebal, II. claudicatio intermitten,

III. resting pain, IV. iskemia/infark dan/atau gangren.3

2. Neuropati

Gangguan mikrosirkulasi dan neuropati punya hubungan yang erat

dengan patogenesis kaki diabetik. Neuropati diabetik pada fase awal

menyerang saraf halus terutama di ujung-ujung kaki. Hal ini disebut sebagai

fenomena dying back, di mana ada teori yang menyatakan bahwa semakin

panjang saraf maka semakin rentan untuk diserang. Jadi dibandingkan dengan

ekstremitas atas, ternyata ekstremitas bawah yang lebih dulu terkena.3

Gangguan mikrosirkulasi selain menurunkan aliran darah dan hantaran

oksigen pada serabut saraf (keadaan ini bersama dengan proses jalur sorbitol

dan mekanisme lain akan mengakibatkan neuropati) juga akan menurunkan

24

Page 25: Lapsus Sss

aliran darah ke perifer sehingga aliran tidak cukup dan menyebabkan iskemia

dan bahkan gangren.3

Neuropati diabetik disebabkan oleh gangguan jalur poliol (glukosa

sorbitol fruktosa) akibat kekurangan insulin. Pada jaringan saraf, terjadi

penimbunan sorbitol dan fruktosa serta penurunan kadar mioinositol yang

menimbulkan neuropati. Perubahan biokimia dalam jaringan saraf akan

mengganggu kegiatan metabolik sel-sel Schwann dan menyebabkan hilangnya

akson. Kecepatan konduksi motorik akan berkurang pada tahap dini perjalanan

neuropati. Selanjutnya timbul nyeri, parestesia, berkurangnya sensasi getar dan

proprioseptik, dan gangguan motorik yang disertai hilangnya refleks-refleks

tendon dalam, kelemahan otot, dan atrofi. Neuropati dapat menyerang saraf-

saraf perifer (mononeuropati dan polineuropati), saraf-saraf kranial, atau sistem

saraf otonom. Terserangnya sistem saraf otonom dapat disertai diare nokturnal,

keterlambatan pengosongan lambung dengan gastroparesis, hipotensi postural,

dan impotensi. Pasien dengan neuropati otonom diabetik dapat menderita

infark miokardial akut tanpa nyeri. Pasien ini juga dapat kehilangan respons

katekolamin terhadap hipoglikemia dan tidak menyadari reaksi-reaksi

hipoglikemia.6

a) Neuropati motorik

Kerusakan saraf motorik akan menyebabkan atrofi otot-otot intrinsik

yang menimbulkan kelemahan pada kaki dan keterbatasan gerak sendi

akibat akumulasi kolagen di bawah dermis hingga terjadi kekakuan

periartikuler. Deformitas akibat atrofi otot dan keterbatasan gerak sendi

menyebabkan perubahan keseimbangan pada sendi kaki, perubahan cara

berjalan, dan menimbulkan titik tumpu baru pada telapak kaki serta

berakibat pada mudahnya terbentuk kalus yang tebal (claw foot). Seiring

dengan berlanjutnya trauma, di bagian dalam kalus tersebut mudah terjadi

infeksi yang kemudian berubah jadi ulkus dan akhirnya gangren.3

Charcot foot merupakan deformitas kaki diabetik akibat neuropati

yang klasik dengan 4 tahap perkembangan:3

25

Page 26: Lapsus Sss

(1) Adanya riwayat trauma ringan disertai kaki panas, merah dan

bengkak.

(2) Terjadi disolusi, fragmentasi, dan fraktur pada persendian

tarsometatarsal.

(3) Terjadi fraktur dan kolaps persendian.

(4) Timbul ulserasi plantaris pedis.

b) Neuropati sensorik

Kehilangan fungsi sensorik menyebabkan penderita kehilangan daya

kewaspadaan proteksi kaki terhadap rangsangan dari luar. Nilai ambang

proteksi dari kaki ditentukan oleh normal tidaknya fungsi saraf sensoris

kaki. Pada keadaan normal sensasi yang diterima menimbulkan refleks

untuk meningkatkan reaksi pertahanan dan menghindarkan diri dari

rangsangan yang menyakitkan dengan cara mengubah posisi kaki untuk

mencegah terjadinya kerusakan yang lebih besar. Sebagian impuls akan

diteruskan ke otak dan di sini sinyal diolah kemudian respon dikirim melalui

saraf motorik.3

Pada penderita DM yang telah mengalami neuropati perifer saraf

sensorik (karena gangguan pengantaran impuls), pasien tidak merasakan dan

tidak menyadari adanya trauma kecil namun sering. Pasien tidak merasakan

adanya tekanan yang besar pada telapak kaki. Semuanya baru diketahui

setelah timbul infeksi, nekrosis, atau ulkus yang sudah tahap lanjut dan

dapat membahayakan keselamatan pasien.3

Berbagai macam mekanisme terjadinya luka dapat terjadi pada pasien

DM, seperti:3

(1) Tekanan rendah tetapi terus menerus dan berkelanjutan (luka pada

tumit karena lama berbaring, dekubitus).

(2) Tekanan tinggi dalam waktu pendek (luka, tertusuk jarum/paku).

(3) Tekanan sedang berulang kali (pada tempat deformitas pada kaki).

c) Neuropati otonom

Pada kaki diabetik gangguan saraf otonom yang berperan terutama

adalah akibat kerusakan saraf simpatik. Gangguan saraf otonom ini

26

Page 27: Lapsus Sss

mengakibatkan perubahan aliran darah, produksi keringat berkurang atau

tidak ada, hilangnya tonus vasomotor, dan lain-lain.3

Neuropati otonom mengakibatkan produksi keringat berkurang

terutama pada tungkai yang menyebabkan kulit penderita mengalami

dehidrasi, kering, dan pecah-pecah sehingga memudahkan infeksi lalu

selanjutnya timbul selulitis, ulkus, maupun gangren. Selain itu neuropati

otonom juga menyebabkan terjadinya pintas arteriovenosa sehingga terjadi

penurunan nutrisi jaringan yang berakibat pada perubahan komposisi,

fungsi, dan sifat viskoelastisitas sehingga daya tahan jaringan lunak dari

kaki akan menurun dengan akibat mudah terjadi ulkus.3

3. Fokus infeksi

Infeksi dimulai dari kulit kaki dan dengan cepat menyebar melalui jalur

muskulofasial. Selanjutnya infeksi menyerang kapsul/sarung tendon dan otot,

baik pada kaki maupun pada tungkai hingga terjadi selulitis. Kaki diabetik

klasik biasanya timbul di atas kaput metatarsal pada sisi plantar pedis.

Sebelumnya, di atas lokasi tersebut terdapat kalus yang tebal dan kemudian

menyebar lebih dalam dan dapat mengenai tulang. Akibatnya terjadi

osteomielitis sekunder. Sedangkan kuman penyebab infeksi pada penderita

diabetes biasanya multibakterial yaitu gram negatif, gram positif, dan anaerob

yang bekerja secara sinergi.3

Infeksi sering berlangsung agresif dan cepat meluas serta mudah

terbentuk gangren yang selanjutnya merupakan ancaman hilangnya kaki. Di

samping itu, 50% dari kasus ulkus/gangren diabetes akan mengalami infeksi

akibat munculnya lingkungan gula darah yang subur untuk berkembangnya

bakteri patogen.3

Jika kadar gula darah tidak terkontrol maka infeksi akan jadi lebih serius.

Hal ini disebabkan karena pada infeksi akan disekresi hormon kontra insulin

(seperti katekolamin, kortisol, homon pertumbuhan, dan glukagon) yang

menyebabkan meningkatnya kadar gula darah. Peningkatan kadar gula darah

juga menyebabkan gagalnya fungsi neutrofil dan gangguan sistem imunologi.

Sebagaimana diketahui, dalam melaksanakan fagositosis sel PMN

27

Page 28: Lapsus Sss

membutuhkan energi dari glukosa eksogen untuk mempertahankan

aktivitasnya. Dengan bantuan insulin yang melekat erat pada sel PMN, glukosa

ekstrasel dapat dipakai sebagai sumber energi. Sumber energi ini akan

berkurang pada pasien diabetes yang mengalami kekurangan insulin.3

E. KLASIFIKASI

1. Klasifikasi Edmonds (King’s College Hospital, London, 2004-2005)1

Stage 1: Normal Foot

Stage 2: High Risk Foot

Stage 3: Ulcerated Foot

Stage 4: Infected Foot

Stage 5: Necrotic Foot

Stage 6: Unsalvable Foot.

2. Klasifikasi Liverpool1

Klasifikasi primer:

Vaskular

Neuropati

Neuroiskemik

Klasifikasi sekunder:

Tukak sederhana, tanpa komplikasi

Tukak dengan komplikasi

3. Klasifikasi Wagner1

Wagner 0: Kulit intak/utuh

Wagner 1: Tukak superfisial

Wagner 2: Tukak dalam (sampai tendo, tulang)

Wagner 3: Tukak dalam dengan infeksi

Wagner 4: Tukak dengan gangren terlokalisasi

Wagner 5: Tukak dengan gangren luas seluruh kaki.

4. Klasifikasi Texas1

Stadiu

m

Tingkat

0 1 2 3

A Tanpa tukak Luka Luka sampai Luka sampai

28

Page 29: Lapsus Sss

atau pasca

tukak, kulit

intak/utuh

superfisial,

tidak sampai

tendon atau

kapsul sendi

tendon atau

kapsul senditulang/sendi

B ----------------------------Dengan Infeksi----------------------------

C ---------------------------Dengan Iskemia---------------------------

D --------------------Dengan Infeksi dan Iskemia--------------------

5. Klasifikasi PEDIS (International Working Group of Diabetic Foot,

2003)1

Impaired Perfusion 1

2

3

None

PAD + but not critical

Critical limb ischemia

Size/Extent in mm2

Tissue Loss/Depth 1

2

3

Superficial full thickness, not deeper than dermis

Deep ulcer, below dermis, involving

subcutaneous structures, fascia, muscle, or

tendon

All subsequent layers of the foot involved

including bone and or joint

Infection 1

2

3

No symptoms or signs of infection

Infection of skin and subcutaneous tissue only

Erythema > 2 cm or infection involving

29

Page 30: Lapsus Sss

4

subcutaneous structure(s).

No systemic sign(s) of inflammatory response

Infection with systemic manifestation:

Fever, leucocytosis, shift to the left

Metabolic instability

Hypotension, azotemia

Impaired Sensation 1

2

Absent

Present

F. PENATALAKSANAAN

1. Pencegahan Primer

Pencegahan primer meliputi pencegahan terjadinya kaki diabetik dan

terjadinya ulkus, bertujuan untuk mencegah timbulnya perlukaan pada kulit.

Pencegahan primer ini juga merupakan suatu upaya edukasi kepada para

penyandang DM baik yang belum terkena kaki diabetik, maupun penderita

kaki diabetik untuk mencegah timbulnya luka lain pada kulit.1

Keadaan kaki penyandang DM digolongkan berdasarkna risiko terjadinya

dan risiko besarnya masalah yang mungkin timbul. Penggolongan kaki diabetik

berdasarkan risiko terjadinya masalah (Frykberg) yaitu:1

1) Sensasi normal tanpa deformitas

2) Sensasi normal dengan deformitas atau tekanan plantar tinggi

3) Insensitivitas tanpa deformitas

4) Iskemia tanpa deformitas

5) Kombinasi/complicated

a) Kombinasi insensitivitas, iskemia, dan/atau deformitas

b) Riwayat adanya tukak, deformitas Charcot.

Pengelolaan kaki diabetik terutama ditujukan untuk pencegahan

terjadinya tukak, disesuaikan dengan keadaan risiko kaki. Berbagai usaha

pencegahan dilakukan sesuai dengan tingkat besarnya risiko tersebut. Dengan

memberikan alas kaki yang baik, berbagai hal terkait terjadinya ulkus karena

faktor mekanik akan dapat dicegah.1

30

Page 31: Lapsus Sss

Penyuluhan diperlukan untuk semua kategori risiko tersebut. Untuk kaki

yang insensitif, alas kaki perlu diperhatikan benar, untuk melindungi kaki yang

insensitif tersebut. Jika sudah ada deformitas, perlu perhatian khusus mengenai

alas kaki yang dipakai, untuk meratakan penyebaran tekanan pada kaki. Untuk

kasus dengan permasalahan vaskular, latihan kaki perlu diperhatikan benar

untuk memperbaiki vaskularisasi kaki. Untuk ulkus yang complicated, akan

dibahas lebih lanjut pada upaya pencegahan sekunder.1

2. Pencegahan Sekunder

Dalam pengelolaan kaki diabetik, kerja sama multi-disipliner sangat

diperlukan. Berbagai hal yang harus ditangani dengan baik agar diperoleh hasil

pengelolaan yang maksimal dapat digolongkan sebagai berikut, dan semuanya

harus dikelola bersama.

a. Mechanical control (pressure control)

Kaki diabetik terjadi oleh karena adanya perubahan weight-bearing

area pada plantar pedis. Daerah-daerah yang mendapat tekanan lebih besar

tersebut akan rentan terhadap timbulnya luka. Berbagai cara untuk mencapai

keadaan weight-bearing dapat dilakukan antara lain dengan removable cast

walker, total contant casting, temporary shoes, felt padding, crutches,

wheelchair, electric carts, maupun cradled insoles.1

Berbagai cara surgikal juga dapat dipakai untuk mengurangi tekanan

pada luka, seperti dekompresi ulkus/abses dengan insisi abses dan prosedur

koreksi bedah (misalnya operasi untuk hammer toe, metatarsal head

resection, Achilles tendon lengthening, dan partial calcanectomy).1

b. Wound control

Perawatan luka sejak pertama kali pasien datang merupakan hal yang

harus dikerjakan dengan baik dan teliti. Evaluasi luka harus dikerjakan

secermat mungkin. Klasifikasi ulkus PEDIS dilakukan setelah debridement

yang adekuat. Debridement yang baik dan adekuat akan sangat membantu

mengurangi jaringan nekrotik yang harus dikeluarkan tubuh, dengan

demikian akan sangat mengurangi produksi cairan/pus dari ulkus/gangren.1

31

Page 32: Lapsus Sss

Berbagai terapi topical dapat dimanfaatkan untuk mengurangi mikroba

pada luka, seperti cairan salin sebagai pembersih luka, atau iodine encer,

senyawa perak sebagai bagian dari dressing, dll. Demikian pula berbagai cara

debridement non surgikal dapat dimanfaatkan untuk mempercepat

pembersihan jaringan nekrotik luka, seperti preparat enzim.1

Selama proses inflamasi masih ada, proses penyembuhan luka tidak

akan beranjak pada proses selanjutnya, yaitu proses granulasi dan epitelisasi.

Untuk menjaga suasana kondusif bagi kesembuhan luka, dapat pula dipakai

kasa yang dibasahi dengan salin. Cara tersebut saat ini umum dipakai di

berbagai tempat perawatan kaki diabetik.1

c. Microbiological control (infection control)

Data mengenai pola kuman perlu diperbaiki secara berkala untuk setiap

daerah yang berbeda. Antibiotik yang dianjurkan harus selalu disesuaikan

dengan hasil biakan kuman dan resistensinya. Sebagai acuan, dari penelitian

tahun 2004 di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, umumnya didapatkan pola

kuman yang polimikrobial, campuran Gram positif dan Gram negatif serta

kuman anaerob untuk luka yang dalam dan berbau. Karena itu untuk lini

pertama pemberian antibiotik harus diberikan antibiotik spektrum luas,

mencakup kuman Gram positif dan negatif (misalnya golongan sefalosporin),

dikombinasikan dengan obat yang bermanfaat terhadap kuman anaerob

(misalnya metronidazol).1

d. Vascular control

Keadaan vaskular yang buruk tentu akan menghambat kesembuhan

luka. Berbagai langkah diagnostik dan terapi dapat dikerjakan sesuai keadaan

dan kondisi pasien. Umumnya kelainan pembuluh darah perifer dapat

dikenali melalui berbagai cara sederhana seperti warna dan suhu kulit,

perabaan arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior, arteri poplitea, dan

arteri femoralis, serta pengukuran tekanan darah. Di samping itu, saat ini juga

tersedia berbagai fasilitas mutakhir untuk mengevaluasi keadaan pembuluh

darah dengan cara noninvasif maupun invasif dan semiinvasif, seperti

32

Page 33: Lapsus Sss

pemeriksaan ankle brachial index, ankle pressure, toe pressure, TcPO2, dan

pemeriksaan echo Doppler serta arteriografi.1

Setelah dilakukan diagnosis keadaan vaskularnya, dapat dilakukan

pengelolaan untuk kelainan pembuluh darah perifer dari sudut vaskular, yaitu

berupa:

Modifikasi Faktor Risiko1

Stop merokok

Memperbaiki faktor risiko terkait aterosklerosis (hiperglikemia,

hipertensi, dislipidemia)

Terapi Farmakologis

Jika mengacu pada berbagai penelitian yang sudah dikerjakan pada

kelainan akibat aterosklerosis di tempat lain (jantung, otak), mungkin obat

seperti aspirin dan lain sebagainya yang jelas dikatakan bermanfaat, akan

bermanfaat pula untuk pembuluh darah kaki penyandang DM; tetapi sampai

saat ini belum ada bukti yang cukup kuat untuk menganjurkan pemakaian

obat secara rutin guna memperbaiki patensi pada penyakit pembuluh darah

kaki penyandang DM.1

Revaskularisasi

Jika kemungkinan kesembuhan luka rendah atau jika ada klaudikasio

intermiten yang hebat, tindakan revaskularisasi dapat dianjurkan. Sebelum

tindakan revaskularisasi, diperlukan pemeriksaan angiografi untuk

mendapatkan gambaran pembuluh darah yang lebih jelas.1

Untuk oklusi yang panjang dianjurkan operasi bedah pintas terbuka.

Untuk oklusi yang pendek dapat dipikirkan untuk prosedur endovaskular

(PTCA). Pada keadaan sumbatan akut dapat pula dilakukan

tromboarterektomi.1

Dengan berbagai teknik bedah tersebut, vaskularisasi daerah distal

dapat diperbaiki, sehingga hasil pengelolaan ulkus diharapkan lebih baik,

sehingga kesembuhan luka tinggal bergantung pada berbagai faktor lain yang

turut berperan.1

33

Page 34: Lapsus Sss

Selain itu, terapi hiperbarik dilaporkan juga bermanfaat untuk

memperbaiki vaskularisasi dan oksigenasi jaringan luka pada kaki diabetik

sebagai terapi adjuvant. Walaupun demikian, masih banyak kendala untuk

menerapkan terapi hiperbarik secara rutin pada pengelolaan umum kaki

diabetik.1

e. Metabolic control

Pengolahan DM dimulai dengan pengaturan makanan dan latihan

jasmani selama beebrapa waktu (2-4 minggu). Bila kadar glukosa darah

belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat

hipoglikemik oral (OHO) dan atau injeksi insulin. Pada keadaan tertentu,

OHO dapat diindikasikan secara tunggal atau kombinasi, sesuai indikasi.

Dalam keadaan dekompensasi metabolic berat, misalnya ketoasidosis, stress

berat, berat badan yang menurun dengan cepat, dan adanya ketonuria, insulin

dapat diberikan secara segera.1

Seperti halnya penatalaksanaan DM, kontrol glukosa harian (GDS

premeal dan GDP) sangat penting untuk mengamati efektifitas terapi yang

diberikan. American diabetes association membuat guideline tentang

algoritma terapi pasien DM sebagai berikut :1,2

34

Page 35: Lapsus Sss

Pada pasien kaki diabetik umumnya diperlukan insulin untuk

menormalisasi kadar glukosa darah, dimulai dari dosis kecil dan perlahan-

lahan dinaikkan hingga mencapai kadar glukosa darah yang disarankan.

Status nutrisi harus diperhatikan dan diperbaiki, oleh karena asupan nutrisi

yang adekuat dapat mempercepat proses penyembuhan luka1.

Secara umum, kebutuhan insulin dapat diperkirakan sebagai berikut:8

35

Page 36: Lapsus Sss

f. Educational control

Edukasi sangat penting untuk semua tahap pengelolaan kaki diabetik.

Dengan penyuluhan yang baik, penyandang DM dan ulkus/gangren diabetik

maupun keluarganya diharapkan akan dapat membantu dan mendukung

berbagai tindakan yang diperlukan untuk kesembuhan luka yang optimal.1

G. PROGNOSIS

Ada tiga faktor yang berperan pada penyembuhan luka dan infeksi pada

kaki diabetik. Faktor pertama adalah angiopati arteriol yang menyebabkan perfusi

jaringan kaki kurang baik hingga mekanisme radang menjadi tidak efektif.

Faktor kedua adalah lingkungan gula darah yang subur untuk perkembangan

bakteri patogen; dan faktor ketiga ialah karena adanya pintas arteriovenosa di

subkutis yang terbuka hingga aliran nutrien tidak sampai ke tempat infeksi.3

Selain ketiga faktor di atas, masih banyak faktor lain yang ikut berpengaruh

dalam terbentuknya kaki diabetik. Waspadji menyatakan bahwa faktor

pendidikan, sosioekonomi, dan gizi juga punya andil cukup besar. Pendidikan dan

sosioekonomi yang rendah terkait dengan pengetahuan yang kurang mengenai

diabetes mellitus dan pencegahan komplikasinya serta kemampuan finansial akan

mempengaruhi pengelolaan diabetes mellitus yang dideritanya. Status gizi yang

rendah memiliki keterkaitan dengan rendahnya respon imun sehingga

mempermudah terjadinya infeksi.3

36

Page 37: Lapsus Sss

37

Page 38: Lapsus Sss

DAFTAR PUSTAKA

1. Waspadji S. Kaki Diabetes. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al

(eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta: FKUI, 2010:

h. 1961-6.

2. American Diabetes Association. Standards of Medical Care in Diabetes.

Diabetes Care, Volume 34, Supplement 1.2011.

3. Soetjahjo A. Peranan Neuropati Diabetik. Dalam: Majalah Kedokteran

Andalas Vol. 22 No. 1. Juni 1998, h. 2-10.

4. Katsilambros,. Atlas of the diabetic foot. John Wiley & Sons Ltd. 2003

5. Shahab A. Komplikasi Kronik DM Penyakit Jantung Koroner. Dalam: Sudoyo

AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid

III Edisi V. Jakarta: FKUI, 2010: h. 1937-9.

6. Schteingart DE. Pankreas: Metabolisme Glukosa dan Diabetes Mellitus.

Dalam: Price SA & Wilson LM (eds). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-

Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC, 2006: h. 1259-74.

7. Cheng dan Zinman. Tim Konsensus Insulin: Petunjuk Praktis Terapi Insulin

pada Pasien Diabetes Melitus. 2005: h.12

38