lapsus morbili

26
BAB I LAPORAN KASUS I. IDENTITAS Pasien Nama : An. B Umur : 3 tahun 6 bulan Jenis Kelamin : Laki-laki TTL : Jakarta, 7 Juli 2011 Agama : Islam Alamat : Prepedam, RT 08/07 Tanggal Pemeriksaan : 19 Maret 2015 No. CM : 7730/13 Ayah Nama : Anwar Agama : Islam Suku : Betawi Pekerjaan : Buruh Ibu Nama : Nurjanah Agama : Islam Suku : Jawa Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga 1

Upload: anindita-juwita-prastianti

Post on 20-Dec-2015

39 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

morbili

TRANSCRIPT

Page 1: Lapsus Morbili

BAB I

LAPORAN KASUS

I.IDENTITAS

Pasien

Nama : An. B

Umur : 3 tahun 6 bulan

Jenis Kelamin : Laki-laki

TTL : Jakarta, 7 Juli 2011

Agama : Islam

Alamat : Prepedam, RT 08/07

Tanggal Pemeriksaan : 19 Maret 2015

No. CM : 7730/13

Ayah

Nama : Anwar

Agama : Islam

Suku : Betawi

Pekerjaan : Buruh

Ibu

Nama : Nurjanah

Agama : Islam

Suku : Jawa

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

1

Page 2: Lapsus Morbili

II. ANAMNESIS

Anamnesis diperoleh dengan cara alloanamnesis terhadap kedua orang

tua pasien dan dilengkapi dengan data dari rekam medis puskesmas

kecamatan kalidere pada tanggal 19 Maret 2015 pada jam 11.00 WIB.

A. Keluhan Utama

Timbul ruam kemerahan di seluruh badan sejak 3 hari yang lalu.

B. Riwayat Penyakit Sekarang

Seorang anak B usia 3 tahun 6 bulan dibawa oleh ibunya ke Poli

MTBS Puskesmas Kecamatan Kalideres dengan keluhan timbul ruam-

ruam kemerahan di seluruh badan sejak 3 hari yang lalu. Awal timbulnya

ruam diawali pada daerah belakang telinga dan meluas sampai ke daerah

wajah. Ruam kemerahan juga muncul kedua tangan dan kaki lalu pada hari

berikutnya ruam tampak terlihat jelas di daerah badan dan punggung

pasien. Sebelum munculnya ruam kemerahan, pasien mengalami demam

tinggi (naamun menurut ibu OS tidak diukur dengan temperature), demam

berlangsung hampir 4 hari, disaat demam sudah mulai turun baru muncul

bercak kemerahan tersebut.

Menurut ibu pasien, keluhan ini juga disertai dengan batuk dan

pilek, bab cair dan mata merah berair sejak 2 hari yang lalu. Batuk yang

dirasakan dahak susah keluar, namun tidak sesak. Bab Cair sejak 2 hari

yang lalu, dalam satu hari OS 5 kali BAB cair tanpa lendir dan darah,

hanya air dan ampas serta tidak disertai adanya mual, muntah ataupun

nyeri perut. Menurut ibu OS, OS tidak nafsu makan dan lemas. Keluhan

mata merah, berair dan bersekret dirasakan sejak 2 hari, OS sering

mengusap-usap kedua matanya, namun tidak dirasakan nyeri

Akhirya orang tua pasien memutuskan untuk membawa pasien ke

Poli MTBS untuk pemeriksaan dan penanganan lebih lanjut.

C. Riwayat Penyakit Dahulu

Sebelumnya pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama

seperti ini. Orang tua pasien menyangkal bahwa pasien memiliki riwayat

2

Page 3: Lapsus Morbili

alergi terhadap obat, maupun makanan tertentu. Orang tua pasien juga

menyangkal adanya riwayat penyakit lain sebelumnya.

D. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya

E. Riwayat Pengobatan

Ibu pasien mengaku membeli obat penurun demam di apotek namun masih

belum sembuh juga.

F. Riwayat Kehamilan/Kelahiran

KEHAMILAN Morbiditas

Kehamilan

Tidak ada

Perawatan Antenatal Teratur 1 bulan sekali

KELAHIRAN Tempat Kelahiran Rumah Sakit

Penolong Persalinan Dokter

Cara Persalinan - Spontan

- Tidak ada penyulit atau

kelainan

Masa Gestasi Cukup Bulan

Keadaan Bayi - Berat lahir: 2800 gram

- Panjang: 48 cm

- Lingkar kepala: tidak diketahui

- Langsung Menangis

- Kulit warna merah

- Nilai Apgar: tidak diketahui

- Kelainan Bawaan: tidak ada

G. Riwayat Perkembangan

● Psikomotor

- Gerakan Seimbang : 2 bulan - Berjalan : -

- Mengangkat kepala 45⁰ : - - Bicara : -

- Berdiri : - - Membaca/Menulis : -

Kesan : riwayat pertumbuhan dan perkembangan pasien baik

●Gangguan Perkembangan Mental/Emosi : Tidak ada

3

Page 4: Lapsus Morbili

H. Riwayat Makanan

- Usia 0-2hari : Pasien diberikan susu formula kerana pada waktu itu

ASI dari ibu pasien belum keluar dan baru keluar setelah usia pasien 2

hari, frekuensi minum susu formula tiap kali bayi menangis atau minta

minum, sehari biasanya lebih dari 10 kali dan lama menyusui antara

30-45 menit.

- Usia 3 – 40 hari : Sejak usia 3 hari ASI ibu pasien sudah mulai keluar

dan pasien mengkonsumsi ASI sampai usianya 40 hari tanpa adanya

makanan/minuman tambahan lain. Frekuensi minum susu setiap kali

bayi menangis atau minta minum , sehari biasanya lebih dari 10 kali

dan lama menyusui antara 30-45 menit, bergantian kiri dan kanan.

- Usia 41 hari – sekarang : Sejak usia bayi 41 hari, ibu pasien mulai

memberikan lagi ASI yang diselang-selikan dengan susu formula.

Alasan ibu pasien adalah kadang-kadang ASI ibunya tidak keluar sama

sekali atau sedikit sekali jadi diberikan tambahan susu formula sampai

usianya sekarang 2 bulan.

Kesan : Kesulitan makan (-)

I. Riwayat Imunisasi

Kesan : Pasien belum mendapatkan imunisasi Campak

Vaksin Dasar (umur) Ulangan (umur)

BCG 1

DPT/DT X

POLIO 0 1 6

CAMPAK

HEPATITIS B 0 1

J. Riwayat Keluarga (Corak Reproduksi)

No Tgl Lahir Jenis Hidup Lahir Abortus Mati Keterangan

4

Page 5: Lapsus Morbili

(umur) Kelamin Mati (sebab) Kesehatan

1 3 tahun 6

bulan

Laki-laki + Sehat

2

3

K. Riwayat Sosial Ekonomi dan Lingkungan

Pasien adalah anak tunggal di keluarga. Anggota keluarganya

terdiri dari ayah, ibu, dan pasien sendiri. Ayah pasien bekerja sebagai

buruh sedangkan ibu pasien sebagai ibu rumah tangga. Pasien tinggal pada

perumahan padat penduduk bersama 2 anggota keluarga lainnya. Sehari-

hari pasien mendapatkan air bersih melalui PAM, dan menggunakan aqua

sebagai air minum sehari-hari. Rumah memiliki jamban khusus untuk

buang air besar yang belum dilengkapi dengan tempat penampungan

khusus. Terdapat parit atau selokan di depan tempat tinggalnya dengan air

yang tidak mengalir lancar, terdapat banyak sampah dan kayu, walaupun

tidak berbau. Dalam 1 hari, pasien mandi sebanyak 2-3x dengan

menggunakan sabun bayi. Menurut Ibu OS, anak dari tetangga rumah juga

mengalami keluhan yang sama dengan OS yaitu muncul bercak-bercak

kemerahan di seluruh tubuh

Kesan : Keadaan lingkungan pasien kurang baik

L. Riwayat Penyakit Yang Pernah Diderita

Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur

Alergi - Difteria - Jantung -

Cacingan - Diare 1 tahun Ginjal -

Demam

Berdarah

- Kejang - Darah -

Demam

Thypoid

- Kecelakaan - Radang Paru -

Otitis - Morbili - Tuberculosis -

5

Page 6: Lapsus Morbili

Parotitis - Operasi - Lainnya -

6

Page 7: Lapsus Morbili

III. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 19 Maret 2015, pukul 11.00 WIB)

1. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Derajat Kesadaran : Compos mentis

Berat Badan : 12 kg

Tinggi Badan : 90 cm

Status gizi (CDC) :

BB/U : 5,4/4,6 x 100 % = 117,39 %

TB/U : 60/56 x 100 % = 107,14 %

BB/TB: 5,4/5,8 x 100 % = 93,00 %

Kesan : Gizi normal

2. Vital sign

Suhu Tubuh : 39,0oC per aksiler

Frekuensi Nadi : 100/menit, reguler, simetris, isi dan tegangan cukup.

Frekuensi Napas : 44 x/menit, tipe abdominotorakal

Tekanan Darah : -

3. Kulit : Makulopapula rush pada kulit seluruh badan (+),

skuama (-) warna sawo matang, , turgor baik

4. Kepala : bentuk normocephal, UUB sudah menutup, UUB cekung (-),

rambut hitam kecokelatan, distribusi merata, tidak mudah rontok

dan sukar dicabut.

5. Mata : mata cekung (-/-), air mata (+/+), conjunctiva anemis (-/-),

conjunctiva hiperemis (+/+), injeksi siliaris (+/+), sekret

mukopurulent (+/+), sklera ikterik (-/-), RC (+/+), isokor

(2mm/2mm), bulu mata hitam lurus tidak rontok.

6. Hidung :bentuk normal, napas cuping hidung (-), kulit di area cuping hidung

hiperemis (+/+),sekret (+/+), darah (-), deformitas(-).

7. Mulut : mukosa basah (+), sianosis (-), gusi berdarah (-), koplik spot (-)

8. Tenggorokan : uvula di tengah, tonsil T1–T1, faring hiperemis (-),

pseudomembran (-), post nasal drip (-).

7

Page 8: Lapsus Morbili

9. Telinga : bentuk normal, membrana timpani utuh, prosesus mastoideus

tidak nyeri tekan, tragus pain (-), sekret (-), hiperemis (-).

10. Leher : bentuk normal, trachea ditengah, kelenjar thyroid tidak

membesar.

11. Limfonodi :kelenjar limfe auricular, submandibuler, servikalis,

suparaklavikularis, aksilaris, dan inguinalis tidak membesar.

12. Thorax : Bentuk normochest, retraksi (+), gerakan simetris ka=ki

Cor : Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat

Perkusi : Batas jantung kesan tidak membesar

Kiri atas : SIC II Linea Para Sternalis Sinistra

Kiri bawah : SIC IV Linea Medio Clavicularis Sinistra

Kanan atas : SIC II Linea Para Sternalis Dextra

Kanan bawah: SIC IV Linea Para Sternalis Dextra

Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)

Pulmo :Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri

Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri

Perkusi : Sonor / Sonor di semua lapang paru

Batas paru-hepar : SIC V kanan

Batas paru-lambung : SIC VI kiri

Redup relatif di : SIC V kanan

Redup absolut : SIC VI kanan (hepar)

Auskultasi : Suara nafas vesikuler (+/+) memanjang, RBK (-/-), RBH (-/-),

Wheezing (-/-)

13. Abdomen : Inspeksi : dinding dada setinggi dinding perut

Auskultasi : Bising usus (+) meningkat 10x per menit

Perkusi : tympani

Palpasi :nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba,

turgor kembali cepat.

14. Urogenital : dalam batas normal

15. Ekstremitas:

8

Page 9: Lapsus Morbili

akral dingin sianosis oedem wasting

CRT <2”

16. Kuku : sianosis (-)

17. Tulang Belakang : scoliosis (-), lordosis (-), kiposis (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Laboratorium Darah

Pemeriksaan Laboratorium darah 19 Maret 2015

Hb : 11,0 g/dl

Ht : 31 %

Eritrosit:4,5

Leukosit : 8.900/uL

Trombosit : 306.000/uL

V. RESUME

Seorang anak B usia 3 tahun 6 bulan dibawa oleh ibunya ke Poli

MTBS Puskesmas Kecamatan Kalideres dengan keluhan timbul ruam-

ruam kemerahan di seluruh badan sejak 3 hari yang lalu. Awal timbulnya

ruam diawali pada daerah belakang telinga dan meluas sampai ke daerah

wajah. Ruam kemerahan juga muncul kedua tangan dan kaki lalu pada hari

berikutnya ruam tampak terlihat jelas di daerah badan dan punggung

pasien. Sebelum munculnya ruam kemerahan, pasien mengalami demam

tinggi (naamun menurut ibu OS tidak diukur dengan temperature), demam

berlangsung hampir 4 hari, disaat demam sudah mulai turun baru muncul

bercak kemerahan tersebut.

Menurut ibu pasien, keluhan ini juga disertai dengan batuk dan

pilek, bab cair dan mata merah berair sejak 2 hari yang lalu. Batuk yang

dirasakan dahak susah keluar, namun tidak sesak. Bab Cair sejak 2 hari

yang lalu, dalam satu hari OS 5 kali BAB cair tanpa lendir dan darah,

hanya air dan ampas serta tidak disertai adanya mual, muntah ataupun

nyeri perut. Menurut ibu OS, OS tidak nafsu makan dan lemas. Keluhan

9

- ---

- ---

- ---

- ---

Page 10: Lapsus Morbili

mata merah, berair dan bersekret dirasakan sejak 2 hari, OS sering

mengusap-usap kedua matanya, namun tidak dirasakan nyeri

Akhirya orang tua pasien memutuskan untuk membawa pasien ke

Poli MTBS untuk pemeriksaan dan penanganan lebih lanjut.

VI. DIAGNOSA KERJA

1. Morbili dengan komplikasi

2. Broncopneumonia

3. Diare AKut Tanpa Dehidrasi

VII. DIAGNOSA BANDING

1. Varisela

2. Alergi/ Erupsi Obat

VIII. PENATALAKSANAAN

Terapi

Paracetamol Syrup 4 dd 1 cth

Cotrimoksazole syrup 2 dd 1 Cth

GG no. III

CTM no.III

B komp no. III

Khloramfenikol tetes mata 3dd 1 gtt ODS

Vitamin A hari ke-1,2 dan 15

Oralit sachet setiap BAB cair

Zink 1x1 selama 10 hari

Salisil Talk u.e

Edukasi

Motivasi keluarga tentang penyakitnya

Menjaga kebersihan makanan yang di konsumsi dan pemilihan susu

formula untuk sang anak

10

Page 11: Lapsus Morbili

IX. PROGNOSIS

Ad vitam : bonam

Ad sanam : bonam

Ad fungsionam : bonam

BAB II

ANALISIS KASUS

Diagnosis bronkiolitis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

fisik, pemeriksaan foto toraks dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pada bayi

dengan bronkiolitis biasanya mempunyai riwayat terpajan pada anak yang lebih

tua atau orang dewasa yang mempunyai penyakit pernafasan ringan pada minggu

sebelum mulainya penyakit. Bayi mula-mula menderita penyakit infeksi ringan

pada saluran pernafasan disertai batuk pilek untuk beberapa hari, biasanya tanpa

kenaikan suhu atau hanya subfebril. Anak mulai mengalami sesak napas, makin

lama makin hebat, pernapasan dangkal dan cepat dan disertai dengan serangan

batuk. Pada kasus ringan gejala menghilang dalam 1 – 3 hari. Pada penyakit yang

lebih berat gejala-gejala dapat berkembang dalam beberapa jam dan perjalanan

penyakit menjadi berlarut-larut.

Pada pemeriksaan fisik , anak nampak gelisah, sesak napas, napas cepat

dan dalam (60-80x/menit), napas cuping hidung, sianosis sekitar hidung dan

mulut, retraksi otot pernapasan akibat penggunaan otot-otot asesoris pernafasan

karena paru terus-menerus terdistensi oleh udara yang terperangkap. Overinflasi

paru dapat mengakibatkan hati dan limpa teraba di bawah tepi kosta. Pada

perkusi terdengar suara hipersonor. Ronki basah halus dapat terdengar pada akhir

inspirasi dan awal ekspirasi. Fase ekspirasi pernafasan diperpanjang dan

mengi/wheezing dapat terdengar. Pada sebagian besar kasus berat, suara

pernafasan hampir tidak dapat didengar bila obstruksi bronkiolus hampir total.

Pemeriksaan X-foto thorax mungkin masih normal atau menunjukkan

adanya hiperinflasi paru (hiperaerasi) dengan diafragma datar dan kenaikan

diameter anteroposterior pada foto lateral. Nampak penebalan peribronkial pada

50 % kasus, area konsolidasi pada 25 % kasus, dan area kolaps segmen atau

11

Page 12: Lapsus Morbili

lobar pada 10 %, atau ditemukan bercak-bercak pemadatan akibat atelektasis

sekunder tehadap obstruksi atau inflamasi alveolus. Pneumonia bakteri secara

dini tidak dapat disingkirkan dengan hanya pemeriksaan radiologik saja.

Pada penderita ini data-data yang mendukung diagnosis bronkiolitis adalah

riwayat batuk yang makin lama makin berat, ada panas subfibril, sesak, tetapi

tidak tampak sianosis dan ada riwayat mengi. Pada pasien ini juga didapatkan

bahawa terdapat kontak erat atara pasien dengan anak tetangga teman

sepermainan pasien yang mengalami infeksi saluran pernafasan atas dengan

gejala batuk dan pilek sebelum pasien dirawat.

Pemeriksaan fisik didapatkan dispenu dengan frekuensi pernafasan 60x

/menit, suhu 36,5 oC, terdapat retraksi epigastrial. Pada auskultasi paru terdapat

wheezing, hantaran, eksperium memanjang. Pada pemeriksaan laboratorium

terdapat lekositosis yang bisa disebabkan karena adanya infeksi bakteri yng

menyertai.

Adapun hasil pemeriksaan X-foto thorax memberikan gambaran corakan

bronkovaskuler yang meningkat, dan tampak bercak perihiller dan parakordial

kanan. Hal ini kurang sesuai untuk bronkiolitis yang ditandai dengan hiperaerasi

paru dan peningkatan diameter anteroposterior pada foto lateral serta diafragma

lebih rendah.

Diagnosis banding yang paling lazim dari bronkiolitis adalah asma

bronkiale dan bronkopneumoni yang disertai dengan overinflasi paru. Wujud lain

yang dapat dirancukan dengan bronkiolitis adalah gagal jantung kongestif,

pertusis, kistik fibrosis, benda asing di trakea dan keracunan organofosfat.3

Diagnosis banding asma bronkiale dapat disingkirkan atas dasar bahwa

pada penderita ini tidak dijumpai keadaan yang mendukung asma berupa :

riwayat atopy pada keluarga , serangan/episode sesak yang berulang-ulang,

mulainya mendadak tanpa infeksi yang mendahului, ekspirasi yang sangat

memanjang. Asma juga jarang terjadi pada umur kurang dari satu tahun dan

memberikan respon yang baik terhadap suntikan adrenalin atau albuterol aerosol.

Sedangkan diagnosis banding bronkopneumoni memang cukup sulit,

apalagi didukung dengan gambaran X-foto thorax, namun keadaan klinis dan

laboratoris tidak mendukung ke arah bronkopneumoni, yaitu pada

12

Page 13: Lapsus Morbili

bonkopneumoni panasnya tinggi, dari auskultasi paru didapatkan ronki basah

halus nyaring, jarang atau tidak dijumpai wheezing maupun eksperium

memanjang. Derajat sesaknya juga sesuai dengan temuan klinis (banyaknya

infiltrat paru), sedangkan penderita ini terjadi sesak tanpa sianosis.

Bronkopneumoni tidak berespon terhadap pemberian kortikosteroid.

Pemeriksaan penunjang lain pada penderita ini belum diperlukan. Analisa

gas darah (BGA) tidak dilakukan dengan alasan sudah terjadi perbaikan klinis

setelah pemberian nebulizer . Deteksi agen penyebab dengan serologi masih

jarang dilakukan. Demikian pula screening tuberkulosis dengan PPD 5 TU atau

BCG tes tidak dilakukan karena anamnesis maupun pemeriksaan fisik tidak

mendukung.

Bronkiolitis merupakan infeksi saluran respiratory tersering pada bayi.

Paling sering terjadi pada usia 2 – 24 bulan, puncaknya pada usia 2 – 8 bulan.

Sembilan puluh lima persen kasus terjadi pada anak berusia dibawah 2 tahun dan

75 % diantaranya terjadi pada anak dibawah usia 1 tahun. Orenstein menyatakan

bahwa bronkiolitis paling sering terjadi pada bayi laki-laki berusia 3 – 6 bulan

yang tidak mendapatkan ASI, dan hidup dilingkungan padat penduduk. Selain

Orenstein, Louden menyatakan bahwa bronkiolitis terjadi 1,25 kali lebih banyak

pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Ternyata, bronkiolitis juga bisa

diderita oleh anak yang agak besar atau bahkan dewasa. Hanya saja, bronkiolitis

pada mereka biasanya tak memberikan keluhan. Pun pada orang dewasa yang

mengalami radang paru hampir pasti mengalami bronkiolitis, tapi tak tampak

gejalanya secara khusus. "Ini terjadi karena saluran napas mereka relatif besar,

hingga saat meradang pun masih bisa dilalui udara pernapasan,"

Tertahannya udara pada saat ekspirasi mengakibatkan overinflasi

(terperangkapnya udara dalam paru) berakibat tambah ruang udara yang

menyebabkan perkusi paru hipersonor. Retraksi interkostal (otot di sela iga

tertarik ke dalam karena bayi berusaha keras untuk bernafas).Insiden terbanyak

terjadi pada musim dingin atau pada musim hujan di negara-negara tropis.

Di RSU Dr. Soetomo penderita laki-Iaki lebih banyak. Faktor resiko

terjadinya bronkiolitis adalah jenis kelamin laki-laki, status sosial ekonomi

rendah, jumlah anggota keluarga yang besar, perokok pasif, berada pada tempat

13

Page 14: Lapsus Morbili

penitipan anak atau ke tempat-tempat umum yang ramai, rendahnya antibodi

maternal terhadap RSV, dan bayi yang tidak mendapatkan air susu ibu. RSV

menyebar melalui droplet dan inokulasi/kontak langsung, seseorang biasanya

aman apabila berjarak lebih 6 feet dari seseorang yang menderita infeksi RSV.

Droplet yang besar dapat bertahan di udara bebas selama 6 jam, dan seorang

penderita dapat menularkan virus tersebut selama 10 hari. Di negara dengan 4

musim, bronkiolitis banyak terdapat pada musim dingin sampai awal musim semi,

di negara tropis pada musim hujan.

Proses patologis ini akan mengganggu pertukaran gas normal di paru.

Penurunan kerja ventilasi paru akan menyebaban ketidakseimbangan ventilasi –

perfusi, yang berikutnya akan menyebabkan hipoksemia dan kemudian terjadi

hipoksia jaringan. Resistensi karbondioksida (hiperkapnea) tidak selalu terjadi,

kecuali pada beberapa pasien. Semakin tinggi laju pernafasan, maka semakin

rendah tekanan oksigen arteri. Kerja pernafasan akan meningkat selama end –

expiratory lung volume meningkat dan compliance paru menurun. Hiperkapnea

biasanya baru terjadi bila respirasi mencapai 60x/menit.

Penyembuhan bronkiolitis akut diawali dengan regenerasi epitel bronkus

dalam 3-4 hari, sedangkan regenerasi dari silia berlangsung lebih lama dapat

sampai 15 hari . Jaringan mati akan dibersihkan oleh makrofag. Ada 2 macam

fenomena yang mendasari hubungan antara infeksi virus saluran napas dan asma:

(1) Infeksi akut virus saluran napas pada bayi atau anak keci seringkali disertai

wheezing. (2) Penderita wheezing berulang yang disertai dengan penurunan tes

faal paru, ternyata seringkali mengalami infeksi virus saluran napas pada saat

bayi/usia muda. Infeksi RSV dapat menstimulasi respon imun humoral dan

selular. Respon antibodi sistemik terjadi bersamaan dengan respon imun lokal.

Bayi usia muda mempunyai respon imun yang lebih buruk.

14

Page 15: Lapsus Morbili

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Penyakit Campak dikenal juga dengan istilah morbili. Penyakit Campak

disebabkan oleh virus Campak yang termasuk golongan paramyxovirus. Virus ini

berbentuk bulat dengan tepi yang kasar dan begaris tengah 140 mm, dibungkus

oleh selubung luar yang terdiri dari lemak dan protein, didalamnya terdapat

nukleokapsid yang bulat lonjong terdiri dari bagian protein yang mengelilingi

asam nukleat (RNA), merupakan sruktur heliks nukleoprotein yang berada dari

myxovirus. Selubung luar sering menunjukkan tonjolan pendek, sa tu protein yang

berada di selubung luar muncul sebagai hemaglutinin. (13)

B. Cara Penularan

Virus Campak ditularkan dari orang ke orang, manusia merupakan satu-

satunya reservoir penyakit Campak . Virus Campak berada disekret nasoparing

dan di dalam darah minimal selama masa tunas dan dalam waktu yang singkat

setelah timbulnya ruam. Penularan terjadi melalui udara, kontak langsung dengan

sekresi hidung atau tenggorokan dan jarang terjadi oleh kontak dengan benda-

benda yang terkontaminasi dengan sekresi hidung dan tenggorokan.16 Penularan

dapat terjadi antara 1 – 2 hari sebelumnya timbulnya gejala klinis sampai 4 hari

setelah timbul ruam. Penularan virus Campak sangat efektif sehingga dengan

virus yang sedikit sudah dapat menimbulkan infeksi pada seseorang

C. Gejala

Gejala Klinis Penyakit Campak Penyakit campak dibagi dalam tiga stadium

20 2.6.1. Stadium Kataral atau Prodromal Biasanya berlangsung 4-5 hari, ditandai

dengan panas, lesu, batuk-batuk dan mata merah. Pada akhir stadium, kadang-

kadang timbul bercak Koplik`s (Koplik spot) pada mukosa pipi/daerah mulut,

tetapi gejala khas ini tidak selalu dijumpai. Bercak Koplik ini berupa bercak putih

kelabu, besarnya seujung jarum pentul yang dikelilingi daerah kemerahan. Koplik

spot ini menentukan suatu diagnose pasti terhadap penyakit campak. 2.6.2.

Stadium Erupsi Batuk pilek bertambah, suhu badan meningkat oleh karena panas

tinggi, kadan-kadang anak kejang-kejang, disusul timbulnya rash (bercak merah

yang spesifik), timbul setelah 3 – 7 hari demam. Rash timbul secara khusus yaitu

15

Page 16: Lapsus Morbili

mulai timbul di daerah belakang telinga, tengkuk, kemudian pipi, menjalar

keseluruh muka, dan akhirnya ke badan. Timbul rasa gatal dan muka bengkak.

2.6.3. Stadium Konvalensi atau penyembuhan Erupsi (bercak-bercak) berkurang,

meninggalkan bekas kecoklatan yang disebut hiperpigmentation, tetapi lama-lama

akan hilang sendiri. panas badan menurun sampai normal bila tidak terjadi

komplikasi.

D. Komplikasi

Komplikasi Penyakit Campak 20, 21 Adapun komplikasi yang terjadi

disebabkan oleh adanya penurunan daya tahan tubuh secara umum sehingga

mudah terjadi infeksi tumpangan. Hal yang tidak diinginkan Universitas Sumatera

Utara adalah terjadinya komplikasi karena dapat mengakibatkan kematian pada

balita, keadaan inilah yang menyebabkan mudahnya terjadi komplikasi sekunder

seperti : Otitis media akut, Ensefalitis, Bronchopneumonia, dan Enteritis.

2.7.1. Bronchopneumonia Bronchopneumonia dapat terjadi apabila virus

Campak menyerang epitel saluran pernafasan sehingga terjadi peradangan disebut

radang paru-paru atau Pneumonia. Bronchopneumonia dapat disebabkan virus

Campak sendiri atau oleh Pneumococcus, Streptococcus, dan Staphylococcus

yang menyerang epitel pada saluran pernafasan maka Bronchopneumonia ini

dapat menyebabkan kematian bayi yang masih muda, anak dengan kurang kalori

protein. 2.7.2. Otitis Media Akut Otitis media akut dapat disebabkan invasi virus

Campak ke dalam telinga tengah. Gendang telinga biasanya hyperemia pada fase

prodormal dan stadium erupsi. Jika terjadi invasi bakteri pada lapisan sel mukosa

yang rusak karena invasi virus terjadi otitis media purulenta. 2.7.3. Ensefalitis

Ensefalitis adalah komplikasi neurologic yang paling jarang terjadi, biasanya

terjadi pada hari ke 4 – 7 setelah terjadinya ruam. Kejadian ensefalitis sekitar 1

dalam 1.000 kasus Campak, dengan CFR berkisar antara 30 – 40%. Terjadinya

Ensefalitis dapat melalui mekanisme imunologik maupun melalui invasi langsung

virus Campak ke dalam otak. Universitas Sumatera Utara 2.7.4. Enteritis Enteritis

terdapat pada beberapa anak yang menderita Campak, penderita mengalami

muntah mencret pada fase prodormal. Keadaan ini akibat invasi virus ke dalam sel

mukosa usus

16

Page 17: Lapsus Morbili

DAFTAR PUSTAKA

1. Orenstein DM, Bronchiolitic. Dalam Nelson WE, Editor Nelson, Textbook

of Pediatric, 15th edition, Philadelphia, 1996, hal : 1484-85.

2. A. P. Uyan, H. Ozyurek, M. Keskin, Y. Afsar & E. Yilmaz : Comparison

Of Two Different Bronchodilators In The Treatment Of Acute

Bronchiolitis . The Internet Journal of Pediatrics and Neonatology. 2003

Volume 3 Number 1

3. Setiawati Landia, MS Makmuri. Tatalaksana Bronkiolitis (Treatment

Bronchiolitis). Dalam Continuing Education, Ilmu Kesehatan Anak

XXXV, Kapita Selekta Ilmu Kesehatan Anak IV, Hot Topics in Pediatrics;

FK UNAIR, Surabaya : 2005. Diunduh dari www.pediatrik.com

4. Zorc JJ, Hall CB, Bronchiolitis: recent evidence on diagnosis and

management. Paediatrics 2010; 125; 342-49.

5. Carroll KN, et.all. increasing burden and risk factor for bronchiolitis.

Related medical visits in infants enrolled in a state health care insurance

plan. Pediatrics 2008; 122; 58-64.

6. Louden Mark. Pediatrik, bronchiolitis. Diunduh dari

www.emedicine.medscape.com

7. Zain, Magdalena sidhartani.Bronkiolitis. Buku Ajar Respirologi Anak.

Edisi pertama. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010. Hal. 334-343

8. DeNicola CL. Bronchiolitis. 2010 (cited 13 September 2013). Diunduh

dari http://emedicine.medscape.com/article/961963-overview

17