cr pjr morbili

49
II. TINJAUAN PUSTAKA DIARE INVASIF A. Definisi Episode diare akut yang pada tinjanya ditemukan darah terlihat secara kasat mata. Diare berdarah sering disebut juga sebagai sindrom disentri. Sindrom disentri terdiri dari kumpulan gejala, diare dengan darah dan lendir dalam feses dan adanya tenesmus. 1 B. Etiologi Sekitar 10% episode diare akut pada anak kurang dari 5 tahun, disertai darah pada tinjanya. Hal ini menyebabkan 15-25% kematian akibat diare pada kelompok ini. Diare akut berdarah biasanya lebih lama sembuh dan berhubungan dengan komplikasi yang lebih banyak antara lain dapat mempengaruhi pertumbuhan anak dan memiliki resiko kematian lebih tinggi. Diare akut berdarah pada anak yang lebih kecil biasanya merupakan pertanda masuknya bakteri invasif yang serius pada usus besar. Di Indonesia penyebab diare akut berdarah adalah Shigella, Salmonella, Campylobacter jejuni, Escherchia coli (E.Coli) dan Entamoeba hystolitica. Disentri berat umumnya

Upload: patricia-reynolds

Post on 18-Feb-2016

238 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

PJR

TRANSCRIPT

Page 1: CR PJR Morbili

II. TINJAUAN PUSTAKA

DIARE INVASIF

A. Definisi

Episode diare akut yang pada tinjanya ditemukan darah terlihat secara kasat mata. Diare berdarah sering disebut juga sebagai sindrom disentri. Sindrom disentri terdiri dari kumpulan gejala, diare dengan darah dan lendir dalam feses dan adanya tenesmus. 1

B. Etiologi

Sekitar 10% episode diare akut pada anak kurang dari 5 tahun, disertai darah pada tinjanya. Hal ini menyebabkan 15-25% kematian akibat diare pada kelompok ini. Diare akut berdarah biasanya lebih lama sembuh dan berhubungan dengan komplikasi yang lebih banyak antara lain dapat mempengaruhi pertumbuhan anak dan memiliki resiko kematian lebih tinggi. Diare akut berdarah pada anak yang lebih kecil biasanya merupakan pertanda masuknya bakteri invasif yang serius pada usus besar.

Di Indonesia penyebab diare akut berdarah adalah Shigella, Salmonella, Campylobacter jejuni, Escherchia coli (E.Coli) dan Entamoeba hystolitica. Disentri berat umumnya disebabkan oleh Shigella dysentri, Shigella flexneri, Salmonella dan Enteroinvasive E. Coli.1

C. Patofisiologi

Bakteri menempel dan berkembang biak di dalam usus halus. Penempelan terjadinya melalui antigen yang menyerupai

Page 2: CR PJR Morbili

rambut getar disebut vili atau fimbria, yang melekat pada reseptor dipermuakan usus halus. Hal ini terjadi seperti E. Coli enterotoksigenik dan V. Cholerae.

Toksin yang dikeluarkan oleh bakter akan menghambat fungsi sel epitel. Toksin ini mengurangi absorbsi natrium melalui vili dan mungkin meningkatkan sekresi klorida dan kripta, yang menyebabkan sekresi air dan elektrolit.

Bakteri invasif dapat menyebabkan diare berdarah melalui invasi dan perusakan sel epitel mukosa. Ini terjadi sebagian besar di kolon dan dibagian distal ileum. Invasi diikuti pembentukan mikroabses dan ulkus superfisial yang menyebabkan adanya sel darah merah dan sel darah putih atau tampak adanya darah dalam tinja. 1

D. Diagnosis

1.AnamnesisPada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut : lama diare, frekuensi, volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak lendir dan darah. Bila disertai muntah volume dan frekuensinya. Kencing: biasa, berkurang, jarang atau tidak kencing dalam 6-8jam terakhir. Makanan dan minuman yang diberikan selama diare. Adakahh panas atau penyakit lain yang menyertai seperti: batuk, pilek, otitis media, campak. Tindakan yang telah dilakukan ibu selama anak diare: member oralit, memabwa berobat ke puskesmas atau ke rumah sakit dan obat-obatan yang diberikan serta riwayat imunisasinya.

2.Pemeriksaan fisik

Page 3: CR PJR Morbili

Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa : berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda tambahan lainya:ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata: cowong atau tidak, ada atau tidak adanya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau basah.Pernpasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asiodosis metabolic.Bising usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemia.Pemeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan derjat dehidrasi yang terjadi. Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara: objektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan sesudah diare. Subjektif dengan menggunakan criteria WHO dan MMWR.

Tabel. Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR 2003 dan Skor Dehidrasi WHOSymptom Minimal

atau tanpa dehidrasi, kehilangan BB<3%

Dehidrasi ringan sedang, kehilangan BB 3%-9%

Dehidrasi berat, kehilangan BB>9%

Kesadaran

Baik Normal, lelah, gelisah, irritable

Apatis, letargi, idak sadar

Denyut jantung

Normal Normal meningkat

Takikardi, bradikardi, (kasus berat)

Kualitas nadi

Normal Normal melemah

Lemah, kecil tidak teraba

Page 4: CR PJR Morbili

Pernapasan

Normal Normal-cepat Dalam

Mata Normal Sedikit cowong

Sangat cowong

Air mata Ada Berkurang Tidak ada

Mulut dan lidah

Basah Kering Sangat kering

Cubitan kulit

Segera kembali

Kembali<2 detik

Kembali>2detik

Cappilary refill

Normal Memanjang Memanjang, minimal

Ekstremitas

Hangat Dingin Dingin,mottled, sianotik

Kencing Normal Berkurang Minimal

1 2 3

Keadaan umum Baik Lesu / hausGelisah, lemas, ngantuk

MataTidak cekung

Agak cekung Sangat cekung

Mulut Biasa Kering Sangat kering

Pernapasan<30x / menit

30-40x / menit

>40x / menit

Turgor Baik Kurang Jelek

Nadi< 120x / menit

120-140x / menit

>140x / menit

Penilaian :<6 : Tidak dehidrasi

Page 5: CR PJR Morbili

7-12 : Dehidrasi ringan sampai sedang>13 : Dehidrasi beratMenurut tonisistas darah, dehidrasi dapat dibagi menjadi: dehidrasu isotonic, bila kadar Na+ dalam plasma antara 131-

150 mEq/L dehidrasi hipotonik, bila kadar Na+<131 mEq/L dehidrasi hipertonik, bila kadar Na+>150 mEq/L

Tabel Gejala dehidrasi menurut tonisitasGejala Hipotonik Isotonik Hipertonik

Rasa haus - + +

Berat badan Menurun sekali

Menurun Menurun

Turgor kulit Menurun sekali

Menurun Tidak jelas

Kulit/ selaput lender

Basah Kering Kering sekali

Gejala SSP Apatis Koma Irritable, apatis, hiperfleksi

Sirkulasi Jelek sekali Jelek Relatif masih baik

Nadi Sangat lemah Cepat dan lemah

Cepat, dan keras

Tekanan darah

Sangat rendah Rendah Rendah

Page 6: CR PJR Morbili

Banyaknya kasus

20-30% 70% 10-20%

Menurut Depkes RI derajat dehidrasi dapat di klasifikasikan sesuai dengan tabel dibawah ini

3.Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak diperkukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada penderita dengan dehidrasi berat. Contoh: pemeriksaan darah lengkap, kultur urine dan tinja pada sepsis atau infeksi saluran kemih. Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan pada diare akut: darah : darah lengkap, serum elketrolit, analisa gas darah, glukosa darah, kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika tinja: makroskopis, mikriskopi, kultur tinja

a. Pemeriksaan makroskopik

Page 7: CR PJR Morbili

Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderita dengan diare meskipun pemeriksaan labotarium tidak dilakukan.Tinja yang watery dan tanpa mucus atau darah biasanya disebabkan oleh enteroksin virus, prontozoa, atau disebabkan oleh infeksi diluar saluran gastrointestinal. Tinja yanga mengandung darah atau mucus bias disebabkan infeksi bakteri yang menghasilkan sitotoksin bakteri enteronvasif yang menyebabkan peradangan mukosa atau parasit usus seperti :E. hystolitica, B.coli , T.trichiura. Apabila terdapat darah biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi dengan E.hystolitica darah sering terdapat pada permukaan tinja dan pada infeksi dengan Salmonella, Giardia, Cryptosporidium dan Strongyloides.

Pemeriksaan makroskopik mencakup warna tinja, konsistesi tinja, bau tinja, adanya lendir, adanya darah, adanya busa.Warna tinja tidak terlalu banyak berkolerasi dengan penyebab diare.Warna hijau tua berhubungan dengan adnya warna empedu akibat garam empedu yang dikonjugasi oleh bakteri anaerob pada keadaan bacterial overgrowth. Warna merah akibat adanya darah dalam tinja atau obat yang dapat menyebabkan warna merah dalam tinja seperti rifampisin. Konsistensi tinja dapat cair, lembek, padat. Tinja yag berbusa menunjukan adanya gas dalam tinja kaibat fermentasi bakteri. Tinja yang berminyak, lengket, dan berkilat menunjukan adanya lemak dalam tinja. Lendir dalam tinja menggambarkan kelainan di kolon , khususnya akibat infeksi bakteri. Tinja yang sangatberbau menggambarkan adanya fermentasi oleh bakteri anaerob dikolon.Pemeriksaan pH tinja menggunakan

Page 8: CR PJR Morbili

kertas lakmus dapat dilakukan untuk menentukan adanya asam dalam tinja.Asam dalam tinja tersebut adalah asam lemak rantai pendek yang dihasilkan karena fermentasi laktosa yang tidak diserap di usus halus sehingga masuk ke usus besar yang banyak mengandung bakteri komensial.Bila pH tinja<6 dapat dainggap sebagai malabsorbsi laktosa

D. Penatalaksanaan

Secara umum penatalaksanaan pada diare invasif dikelola sama dengan kasus diare lain sesuai acuan tatalaksana diare akut. Hal khusu mengenai tatalaksana diare invasif adalah pemberian antibiotika. Adapun Lima Lintas Diare sebagai berikut :

-Rehidrasi

-Dukungan Nutrisi

-Suplemen Zinc

-Antibiotik selektif

- Edukasi Orang Tua

1. Diare akut tanpa dehidrasi

Page 9: CR PJR Morbili

2. Diare akut dengan dehidrasi ringan-sedang

Page 10: CR PJR Morbili

3. Diare akut dengan dehidrasi Berat

Page 11: CR PJR Morbili

Saat ini telah banyak strain shigella yang resisten terhadap kotrimoksazol,kloramfenikol, sulfonamid, ampisilin, amoksisilin,

Page 12: CR PJR Morbili

metronidazol, tetrasiklin, sehingga WHO tidak merekomendasikan obat tersebut. Obat pilihan untuk pengobatan diare invasif berdasarkan WHO 2006 adalah diberikan ciprofloksasin 15mg/kgBB 2 x sehari selama 3 hari.2,3

Anak dengan gizi buruk dan disenteri dan bayi muda (umur < 2 bulan. yang menderita disenteri harus dirawat di rumah sakit. Selain itu, anak yang menderita keracunan, letargis, mengalami perut kembung dan nyeri tekan atau kejang, mempunyai risiko tinggi terhadap sepsis dan harus dirawat di rumah sakit. Yang lainnya dapat dirawat di rumah.4

Di tingkat pelayanan primer semua diare berdarah selama ini dianjurkan untuk diobati sebagai shigellosis dan diberi antibiotik kotrimoksazol. Jika dalam 2 hari tidak ada perbaikan, dianjurkan untuk kunjungan ulang untuk kemungkinan mengganti antibiotiknya.4

Penanganan dehidrasi dan pemberian makan sama dengan diare akut. Yang paling baik adalah pengobatan yang didasarkan pada hasil pemeriksaan tinja rutin, apakah terdapat amuba vegetatif. Jika positif maka berikan metronidazol dengan dosis 50 mg/kg/BB dibagi tiga dosis selama 5 hari Jika tidak ada amuba, maka dapat diberikan pengobatan untuk Shigella Beri pengobatan antibiotik oral (selama 5 hari), yang sensitif terhadap sebagian besar strain shigella. Contoh antibiotik yang sensitif terhadap strain shigella di Indonesia adalah siprofloxasin, sefiksim dan asam nalidiksat Beri tablet zinc sebagaimana pada anak dengan diare cair tanpa dehidrasi.

Pemantauan dilakukan setelah 2 hari pengobatan, dilihat apakah ada perbaikan tanda-tanda seperti tidak adanya demam, diare

Page 13: CR PJR Morbili

berkurang, darah dalam feses berkurang dan ;peningkatan nafsu makan.

Jika tidak terjadi perbaikan setelah dua hari :-Ulangi periksa feses untuk melihat apakah ada amuba, giardia atau peningkatan jumlah lekosit lebih dari 10 per lapangan pandang untuk mendukung adanya diare bakteri invasif-Jika memungkinkan, lakukan kultur feses dan tes sensitivitas-Amati adanya penyulit, hentikan pemberian antibiotik sebelumnya dan berikan antibiotik yang sensitif terhadap shigella berdasarkan area.1,3,4

Pada pasien rawat jalan dianjurkan pemberian sefalosporin generasi ketiga seperti sefiksim 5 mg/kgBB/ hari per oral.

A. Pencegahan1. Mencegah penyebaran kuman pathogen penyebab diareKuman-kuman patoggen penyebab diare umumnya disebarkan secara fekal oral. Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu difokuskan pada cara penyebaran ini. Upaya pencegahan diare yang terbukti efektif meliputi:a. Pemberian ASI yang benarb. Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASIc. Menggunakan air bersih yang cukupd. Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan

sabun sehabis buang air besar dan sebelum makane. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota keluargaf. Membuang tinja bayi yang benar

2. Memperbaiki daya tahan tubuh pejamu

Page 14: CR PJR Morbili

Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak dan dapat juga mengurangi resiko diare antara lain:

a. Memberi ASI paling tidak sampai usia 2 tahunb. Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan

member makan dalam jumlah yang cukup untuk memperbaiki status , gizi anak.

c. Imunisasi campak. Pada balita 1-7% kejadian diare behrunbungan dengan campak, dan diare yang etrjadi umunya lebih berat dan lebih lama (susah diobati, cenderung menjadi kronis) karena adanya kelainan pada epitel usus. Diperkirakan imunisasi campak yang mencakup 45-90% bayi berumur 9-11 bulan dapat mencegah 40-60% kasus campak, 0,6-3,8% kejadian diare dan 6-25% kematian karena diare pada balita.1,2,4

A. Definisi Campak

Campak adalah penyakit akut yang sangat menular, disebabkan oleh

infeksi virus yang umumnya menyerang anak.7

Gambar 1. Campak

B. Etiologi Campak

Page 15: CR PJR Morbili

Virus campak berada di sekret nasofaring dan di dalam darah, minimal

selama masa tunas dan dalam waktu yang singat sesudah timbulnya ruam.

Virus tetap aktif dalam minimal dalam 4 minggu disimpan dalam

temperatur 35 derajat celcius dan beberapa hari pada suhu 0 derajat

celcius. Virus tidak aktif pada PH rendah 7,8

1. Bentuk Virus

Virus campak termasuk golongan paramyxovirus berbentuk bulat

dengan tepi yang kasar dan bergaris tengah 140 nm, dibungkus oleh

selubung selubung luar yang terdiri dari lemak dan protein. Di

dalamnya terdapat nukleokapsid yang berbentuk bulat lonjong terdiri

dari bagian protein yang mengelilingi asam nukleat (RNA) yang

merupakan struktur heliks nucleoprotein dari myxovirus. Pada

selubung luar seringkali terdapat tonjolan pendek. Salah satu protein

yang berada di selubung luar berfungsi sebagai hemaglutinin.

2. Ketahanan Virus

Virus campak adalah organisme yang tidak memiliki daya tahan tinggi.

Apabila berada di luar tubuh manusia, keberadaannya tidak kekal.

Pada temperature kamar ia akan kehilangan 60% sifat infektivitasnya

setelah 3-5 hari, pada suhu 37 derajat celcius waktu paruhnya usianya

2 jam, sedangkan pada suhu 56 derajat celcius hanya satu jam.

Sebaliknya virus ini mampu bertahan dalam keadaan dingin. Pada suhu

-70 derajat celcius dengan media protein dapat hidup selama 5,5 tahun,

sedangkan dalam lemari pendingin dengan suhu 4-6 derajat celcius,

dapat hidup selama 5 bulan. Tetapi bila tanpa media protein, virus ini

hanya mampu bertahan selama 2 minggu dan dapat dengan mudah

dihancurkan oleh sinar ultraviolet.

3. Struktur Antigenik

Virus campak menunjukkan antigenitas yang homogen, berdasarkan

penemuan laboratorik dan epidemiologic. Infeksi dengan virus campak

Page 16: CR PJR Morbili

merangsang pembentukan neutralizing antibody, complement fixing

antibody dan hemaglutinine inhibition antibody. Imunoglobin kelas

IgM dan IgG distimulasi oleh infeksi campak, muncul bersama-sama

diperkirakan 12 hari setelah infeksi dan mencapai titer tertinggi setelah

21 hari. Kemudian Ig M menghilang dengan cepat sedangkan IgG

menunjukkan jumlahnya terukur. Keberadaan imunoglobin kelas IgM

menunjukkan pertanda baru terkena infeksi atau baru mendapatkan

vaksinasi, sedangkan IgG menunjukkan bahwa pernah terkena infeksi

walaupun sudah lama. Antibodi IgA sekretori dapat dideteksi dari

secret nasal dan terdapat di seluruh saluran nafas.

C. Epidemiologi

Di Indonesia, menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) campak

menduduki tempat ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit utama pada bayi

(0,7%) dan tempat ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit utama pada anak

usia 1-4 tahun (0,77%).7

Campak merupakan penyakit endemis, terutama di Negara sedang

berkembang. Di Indonesia penyakit campak sudah lama dikenal. Di masa

lampau campak dianggap sebagai suatu hal yang harus dialami setiap

anak, sehingga anak yang terkena campak tidak perlu diobati, mereka

beranggapan bahwa penyakit campak dapat sembuh sendiri bila ruam

sudah keluar. Ada anggapan bahwa semakin banyak ruam yang keluar

semakin baik. Bahkan ada usaha dari masyarakat untuk mempercepat

keluarnya ruam. Ada kepercayaan bahwa penyakit campak akan berbahaya

bila ruam tidak keluar pada kulit sebab ruam akan muncul di dalam rongga

tubuh lain seperti dalam tenggorokan, paru, perut atau usus. Hal ini akan

menyebabkan anak sesak nafas atau diare yang dapat menyebabkan

kematian.

Page 17: CR PJR Morbili

Hampir semua anak Indonesia yang mencapai usia 5 tahun pernah

terserang penyakit campak walaupun yang dilaporkan hanya sekitar

30.000 kasus per tahun. Hasil survey prospektif oleh badan Litbangkes di

Sukabumi tahun 1982 menunjukkan CFR campak pada anak balita sebesar

0,64%.

Kejadian luar biasa campak lebih sering terjadi di daerah pedesaan

terutama daerah yang sulit dijangkau oleh pelayanan kesehatan, khususnya

dalam program imunisasi. Di daerah transmigrasi sering terjadi wabah

dengan angka kematian yang tinggi. Di daerah perkotaan khusus, kasus

campak tidak terlihat kecuali dari laporan rumah sakit. Hal ini tidak berarti

bahwa daerah urban terlepas dari campak. Daerah urban yang padat dan

kumuh merupakan daerah rawan terhadap penyakit yang sangat menular

seperti campak. Daerah seperti ini dapat merupakan sumber kejadian luar

biasa penyakit campak.

D. Stadium Penyakit Campak

Penyakit campak terdiri dari 4 stadium, yaitu:

1. Stadium Masa Tunas

Masa inkubasi campak berlangsung kira-kira 10 hari (8 hingga 12

hari). Walaupun pada masa ini terjadi viremia dan reaksi imunologi

yang ekstensif, penderita tidak menampakkan gejala sakit.

2. Stadium Kataral (Prodormal)

Biasanya stadium ini berlangsung selama 4-5 hari dengan gejala

demam, malaise, batuk, fotofobia, konjungtivitis dan koriza.

Menjelang akhir stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul

eksantema, timbul bercak Koplik. Bercak Koplik berwarna putih

kelabu, sebesar ujung jarum timbul pertama kali pada mukosa bukal

Page 18: CR PJR Morbili

yang menghadap gigi molar dan menjelang kira-kira hari ke 3 atau 4

dari masa prodormal dapat meluas sampai seluruh mukosa mulut.

Secara klinis, gambaran penyakit menyerupai influenza dan sering

didiagnosis sebagai influenza.

3. Stadium Erupsi

Stadium ini berlangsung selama 4-7 hari. Gejala yang biasanya terjadi

adalah koriza dan batuk-batuk bertambah. Timbul eksantema di

palatum durum dan palatum mole. Kadang terlihat pula bercak Koplik.

Terjadinya ruam atau eritema yang berbentuk makula-papula disertai

naiknya suhu badan. Mula-mula eritema timbul di belakang telinga, di

bagian atas tengkuk, sepanjang rambut dan bagian belakang bawah.

Kadang-kadang terdapat perdarahan ringan pada kulit. Rasa gatal,

muka bengkak. Ruam kemudian akan menyebar ke dada dan abdomen

dan akhirnya mencapai anggota bagian bawah pada hari ketiga dan

akan menghilang dengan urutan seperti terjadinya yang berakhir dalam

2-3 hari. 7

E. Patogenesis

Penularan campak terjadi secara droplet memalui udara, sejak 1-2 hari

sebelum timbul gejala klinis sampai 4 hari setelah timbul ruam. Virus

masuk ke dalam limfatik lokal, bebas maupun berhubungan dengan sel

mononuklear, kemudian mencapai kelenjar getah bening regional. Di sini

virus memperbanyak diri dengan sangat perlahan dan dimulailah

penyebaran ke sel jaringan limforetikular seperti limpa. Sel mononuklear

yang terinfeksi menyebabkan terbentuknya sel raksasa berinti banyak (sel

warthin), sedangkan limfosit-T yang rentan terhadap infeksi turut aktif

membelah. 7,8

Gambaran kejadian awal di jaringan limfoid masi belum diketahui secara

lengkap, tetapi 5-6 hari setalah infeksi awal, terbentuklah fokus infeksi

yaitu ketika virus masuk ke dalam pembuluh darah dan menyebar ke

Page 19: CR PJR Morbili

permukaan epitel orofaring, konjungtiva, saluran nafas, kulit, kandung

kemih dan usus.

Pada hari ke-9-10, fokus infeksi yang berada di epitel saluran nafas dan

konjungtiva, akan menybabkan timbulnya nekrosis pada satu sampai 2

lapis sel. Pada saat itu dalam jumlah banyak masuk kembali ke pembuluh

darah dan meimbulkan manifestasi klinis dari sistem saluran nafas diawali

dengan keluhan batuk pilek disertai selaput konjungtiva yang tampak

merah. Respon imun yang terjadi ialah proses peradangan epitel pada

sistem saluran pernafasan diikuti dengan manifestasi klinis berupa demam

tinggi, anak tampak sakit berat dan tampak suatu ulsera kecill pada

mukosa pipi yang disebut bercak koplik, yang dapat tanda pasti untuk

menegakkan diagnosis.

Selanjutnya daya tahan tubuh menurun. Sebagai akibat respons delayed

hypersensitivity terhadap antigen virus, muncul ruam makulopapular pada

hari ke-14 sesudah awal infeksi dan pada saat itu antibodi humoral dapat

dideteksi pada kulit. Kejadian ini tidak tampak pada kasus yang

mengalami defisit sel-T.

Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran pernafasan

memberikan kesempatan infeksi bakteri sekunder berupa

bronkopneuminia, otitis media dan lain-lain.

F. Cara Penularan

Penularan terjadi melalui percikan ludah dari hidung, mulut maupun

tenggorokan penderita campak (air borne disease). Masa inkubasi adalah

10-14 hari sebelum gejala muncul. Cara penularan melalui droplet dan

kontak, yakni karena menghirup percikan ludah (droplet) dari hidung,

mulut maupun tenggorokan penderita morbili/campak. Artinya, seseorang

dapat tertular Campak bila menghirup virus morbili, bisa di tempat umum,

di kendaraan atau di mana saja. Penderita bisa menularkan infeksi ini

Page 20: CR PJR Morbili

dalam waktu 2-4 hari sebelum rimbulnya ruam kulit dan selama ruam kulit

ada. Masa inkubasi adalah 10-14 hari sebelum gejala muncul. Sebelum

vaksinasi campak digunakan secara meluas, wabah campak terjadi setiap

2-3 tahun, terutama pada anak-anak usia pra-sekolah dan anak-anak SD.

Jika seseorang pernah menderita campak, maka seumur hidupnya dia akan

kebal terhadap penyakit ini. Kekebalan terhadap campak diperoleh setelah

vaksinasi, infeksi aktif dan kekebalan pasif pada seorang bayi yang lahir

ibu yang telah kebal (berlangsung selama 1 tahun). 7,8

Orang-orang yang rentan terhadap campak adalah:

1. bayi berumur lebih dari 1 tahun

2. bayi yang tidak mendapatkan imunisasi

3. remaja dan dewasa muda yang belum mendapatkan imunisasi kedua

G. Penyulit

a. Laringitis akut

Laringitis timbul karena adanya edema hebat pada mukosa saluran

nafas, yang bertambah berat pada saat demam mencapai puncaknya.

Ditandai dengan distress pernafasan, sesak, sianosis dan stridor. Ketika

demam turun keadaan akan membaik dan gejala akan menghilang.

b. Bronkopneumonia

Dapat disebabkan oleh virus campak maupun akibat invasi bakteri.

Ditandai dengan batuk, menigkatnya frekuensi nafas, dan adanya ronki

basah halus. Pada saat suhu turun, apabila disebabkan oleh virus,

gejala pneumonia akan menghilang, kecuali batuk yang masih dapat

berlanjut sampai beberapa hari lagi. Apabila suhu tidak juga turun pda

saat yang diharapkan dan gejala saluran nafas masih terus berlangsung,

dapat diduga adanya pneumonia karena bakteri yang telah mengadakan

invasi pada sel epitel yang telah dirusak oleh virus . gambaran infiltrat

pada foto toraks dan adanya leukositosis dapat mempertegas diagnosis.

Page 21: CR PJR Morbili

c. Kejang demam

Kejang dapat timbul pada periode demam, umumnya pada puncak

demam saat ruam keluar. Kejang dalam hal ini diklasifikasikan sebagai

kejang demam

d. Ensefalitis

Merupakan penyulit neurologic yang paling sering terjadi, biasanya

terjadi pada hari ke 4-7 setelah timbulnya ruam. Kejadian ensefalitis

sekitar 1 dalam 1.000 kasus campak dengan mortalitas antara 30-40%.

Gejala ensefalitis dapat berupa kejang, letargi, koma dan iritabel.

Keluhan nyeri kepala, frekuensi nafas meningkat, disorientasi juga

dapat ditemukan.

e. SSPE (Subacute Sclerosing Panencephalitis)

Subacute Sclerosing Panencephalitis merupakan kelainan degenerative

susunan saraf pusat yang jarang disebabkan oleh infeksi virus campak

yang persisten. Kemungkinan untuk menderita SSPE pada anak yang

sebelumnya pernah menderita campak adalah 0,6-2,2 per 100.000

infeksi campak.

f. Otitis media

Invasi virus ke dalam telinga tengah umumnya terjadi pada campak.

Gendang telinga biasanya hiperemis pada fase prodromal dan stadium

erupsi. Jika terjadi invasi bakteri pada lapisan sel mukosa yang rusak

karena invasi virus akan terjadi otitis media purulenta.

g. Enteritis

h. Konjungtivitis

Pada hampir semua kasus campak terjadi konjuntivitis yang ditandai

dengan adanya mata merah, pembengkakan kelopak mata, lakrimasi

dan fotofobia.

Page 22: CR PJR Morbili

i. Adenitis servikal

j. Purpura trombositopenik dan non-trombositopenik

k. pada ibu hamil dapat terjadi abortus, partus prematurus dan kelainan

kongenital pada bayi

l. Aktivasi tuberkulosis

m. Pneumomediastinal

n. Emfisema subkutan

o. Apendisitis

p. gangguan gizi sampai kwasiorkor

q. Infeksi piogenik pada kulit

r. Kankrum oris (noma)7,8

H. Pengobatan

Pasien campak tanpa penyulit dapat berobat jalan. Anak harus diberikan

cukup cairan dan kalori, sedangkan pengobatan bersifat asimtomatik,

dengan pemberian antipiretik, antitusif, ekspektoran, dan antikonvulsan

bila diperlukan. Sedangkan campak denang penyulit perlu dirawat inap. Di

rumah sakit pasien campak dirawat diperlukan vitamin A 100.000 IU per

oral diberikan satu kali, apabila terdapat mal nutrisi dilanjutkan 1500 IU

per oral tiap hari.6,7

Apabila terdapat penyulit, maka dilakukan pengobatan untuk mengatasi

penyulit yang timbul, yaitu :

Bronkopenumonia

Diberikan antibiotik ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis intravena

dikombinasikan dengan kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari intravena dalam

4 dosis, sampai gejala sesak berkurang dan pasien dapat minum obat per

oral. Antibiotik diberikan sampai 3 hari demam reda. Apabila diccurigai

infeksi spesifik maka uji tuberkulin dilakukan setelah anak sehat kembali

(3-4 minggu kemudian) oleh karena uji tuberkulin biasanya negatif

Page 23: CR PJR Morbili

(anergi) pada saat anak menderita campak. Gangguan reaksi delayed

hypersensitivity disebabkan oleh sel limfosit-T yang terganggu fungsinya.

Enteritis

Pada keadaan berat anak mudah jatuh dalam dehidrasi. Pemberian cairan

intravena dapat dipertimbangkan apabila terdapat enteritis + dehidrasi.

Otitis Media

Seringkali disebabkan oleh karena infeksi sekunder, sehingga perlu

diberikan antibiotic kotrimoksazol-sulfametoksazol (TMP 4 mg/kgBB/hari

dibagi dalam dua dosis)

Ensefalopati

Perlu reduksi jumlah pemberian cairan hingga ¾ kebutuhan untuk

mengurangi edema di otak, di samping pemberian kortikosteroid. Perlu

dilakukan koreksi elektrolit dan gangguan gas darah.

I. Pencegahan

Imunisasi adalah pemberian vaksin untuk mencegah terjadinya penyakit

tertentu. Vaksin adalah suatu obat yang diberikan untuk membantu

mencegah suatu penyakit. Vaksin membantu tubuh untuk menghasilkan

antibodi. Antibodi ini berfungsi melindungi terhadap penyakit. Vaksin

tidak hanya menjaga agar anak tetap sehat, tetapi juga membantu

membasmi penyakit yang serius yang timbul pada masa kanak-kanak.

Vaksin secara umum cukup aman. Keuntungan perlindungan yang

diberikan vaksin jauh lebih besar daripada efek samping yang mungkin

timbul. Dengan adanya vaksin maka banyak penyakit masa kanak-kanak

yang serius, yang sekarang ini sudah jarang ditemukan.6, 10

Page 24: CR PJR Morbili

Gambar 2. Jadwal Imunisasi IDAI 20149

Imunisasi campak efektif untuk memberi kekebalan terhadap penyakit

campak sampai seumur hidup. Penyakit campak yang disebabkan oleh

virus yang ganas ini dapat dicegah jika seseorang mendapatkan imunisasi

campak sebanyak 1 kali pada usia 9 bulan.

Upaya imunisasi campak tambahan yang dilakukan bersama dengan

imunisasi rutin terbukti dapat menurunkan kematian karena penyakit

campak sampai 48%. Tanpa imunisasi, penyakit ini dapat menyerang

setiap anak, dan mampu menyebabkan cacat dan kematian karena

komplikasinya seperti radang paru (pneumonia); diare, radang telinga

(otitis media) dan radang otak (ensefalitis) terutama pada anak dengan gizi

buruk. Hingga kini penyakit campak masih menjadi penyebab utama

kematian anak di bawah umur 1 tahun dan Balita umur 1 - 4 tahun di

Indonesia. Diperkirakan lebih dari 30.000 anak/tahun meninggal karena

komplikasi campak. Selain itu, campak berpotensi menimbulkan kejadian

luar biasa (KLB) atau wabah. Imunisasi adalah jalan utama untuk

mencegah dan menurunkan angka kematian anak-anak akibat campak.

Imunisasi ada dua macam, yaitu imunisasi aktif dan pasif. Imunisasi aktif

adalah pemberian kuman atau racun kuman yang sudah dilemahkan atau

Page 25: CR PJR Morbili

dimatikan dengan tujuan untuk merangsang tubuh memproduksi antibodi

sendiri. Contohnya adalah imunisasi polio atau campak. Sedangkan

imunisasi pasif adalah penyuntikan sejumlah antibodi, sehingga kadar

antibodi dalam tubuh meningkat. Contohnya adalah penyuntikan ATS

(Anti Tetanus Serum) pada orang yang mengalami luka kecelakaan.

Contoh lain adalah yang terdapat pada bayi yang baru lahir dimana bayi

tersebut menerima berbagai jenis antibodi dari ibunya melalui darah

placenta selama masa kandungan, misalnya antibodi terhadap campak.

Vaksin dari virus yang dilemahkan akan memberi proteksi dalam

jangka waktu yang lama dan protektif meskipun antibodi yang

terbentuk hanya 20% dari antibodi yang terbentuk karena infeksi

alamiah. Pemberian secara sub kutan dengan dosis 0,5ml. Vaksin

tersebut sensitif terhadap cahaya dan panas, juga harus disimpan pada

suhu 4˚C, sehingga harus digunakan secepatnya bila telah dikeluarkan

dari lemari pendingin.

Indikasi kontra pemberian imunisasi campak berlaku bagi mereka yang

sedang menderita demam tinggi, sedang mendapat terapi imunosupresi,

hamil, memiliki riwayat alergi, sedang memperoleh pengobatan

imunoglobulin atau bahan-bahan berasal dari darah.

1. Jenis Imunisasi Campak

Vaksin Campak Kering

a. Deskripsi

Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan.

Setiap dosis (0,5 ml) mengandung tidak kurang dari 1000 infective

unit virus strain CAM 70, dan tidak lebih dari 100 mcg residu

kanamycin dan 30 mcg residu erythromycin. Vaksin ini berbentuk

vaksin beku kering yang harus dilarutkan hanya dengan pelarut steril

yang tersedia secara terpisah untuk tujuan tersebut. Vaksin ini telah

memenuhi persyaratan WHO untuk vaksin campak. 10

Page 26: CR PJR Morbili

Jumlah pemberian imunisasi campak diberikan sebanyak 1 kali di

usia 9 bulan. Dianjurkan, pemberian campak ke-1 sesuai jadwal.

Selain karena antibodi dari ibu sudah menurun di usia 9 bulan,

penyakit campak umumnya menyerang anak usia balita. Jika sampai

12 bulan belum mendapatkan imunisasi campak, maka pada usia 12

bulan harus diimunisasi MMR (Measles Mump Rubella).

b. Indikasi

Untuk Imunisasi aktif terhadap penyakit campak.

c. Komposisi

Tiap dosis vaksin yang sudah dilarutkan mengandung :

1. Virus Campak >= 1.000 CCID50

2. Kanamycin sulfat <= 100 mcg

3. Erithromycin <= 30 mcg

d. Dosis dan Cara Pemberian

Page 27: CR PJR Morbili

Imunisasi campak terdiri dari dosis 0,5 ml yang disuntikkan secara

Subkutan, lebih baik pada lengan atas. Pada setiap penyuntikan

harus menggunakan jarum dan syringe yang steril. Vaksin yang

telah dilarutkan hanya dapat digunakan pada hari itu juga

(maksimum untuk 8 jam) dan itupun berlaku hanya jika vaksin

selama waktu tersebut disimpan pada suhu 2°-8°C serta terlindung

dari sinar matahari. Pelarut harus disimpan pada suhu sejuk sebelum

digunakan. Satu dosis vaksin campak cukup untuk membentuk

kekebalan terhadap infeksi.Di negara-negara dengan angka kejadian

dan kematian karena penyakit campak tinggi pada tahun pertama

setelah kelahiran, maka dianjurkan imunisasi terhadap campak

dilakukan sedini mungkin setelah usia 9 bulan (270 hari). Di negara-

negara yang kasus campaknya sedikit, maka imunisasi boleh

dilakukan lebih dari usia tersebut. Vaksin campak tetap aman dan

efektif jika diberikan bersamaan dengan vaksin-vaksin DT, TT,

BCG, Polio, (OPV dan IPV), Hepatitis B, dan Yellow Fever.

H. KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi)

a. Definisi KIPI

Menurut Komite Nasional Pengkajian dan Penaggulangan KIPI

(KN PP KIPI), KIPI adalah semua kejadian sakit dan kematian

yang terjadi dalam masa 1 bulan setelah imunisasi. Pada keadaan

tertentu lama pengamatan KIPI dapat mencapai masa 42 hari

(arthritis kronik pasca vaksinasi rubella), atau bahkan 42 hari

(infeksi virus campak vaccine-strain pada pasien imunodefisiensi

pasca vaksinasi campak, dan polio paralitik serta infeksi virus

polio vaccine-strain pada resipien non imunodefisiensi atau

resipien imunodefisiensi pasca vaksinasi polio). 10

Pada umumnya reaksi terhadap obat dan vaksin dapat merupakan

reaksi simpang (adverse events), atau kejadian lain yang bukan

Page 28: CR PJR Morbili

terjadi akibat efek langsung vaksin. Reaksi simpang vaksin antara

lain dapat berupa efek farmakologi, efek samping (side-effects),

interaksi obat, intoleransi, reaksi idoisinkrasi, dan reaksi alergi

yang umumnya secara klinis sulit dibedakan.efek farmakologi,

efek samping, serta reaksi idiosinkrasi umumnya terjadi karena

potensi vaksin sendiri, sedangkan reaksi alergi merupakan

kepekaan seseorang terhadap unsure vaksin dengan latar belakang

genetic. Reaksi alergi dapat terjadi terhadap protein telur (vaksin

campak, gondong, influenza, dan demam kuning), antibiotik,

bahan preservatif (neomisin, merkuri), atau unsure lain yang

terkandung dalam vaksin.10

Kejadian yang bukan disebabkan efek langsung vaksin dapat

terjadi karena kesalahan teknik pembuatan, pengadaan dan

distribusi serta penyimpanan vaksin, kesalahan prosedur dan

teknik pelaksanaan imunisasi, atau semata-mata kejadian yang

timbul secara kebetulan. Sesuai telaah laporan KIPI oleh Vaccine

Safety Committee, Institute of Medicine (IOM) USA menyatakan

bahwa sebagian besar KIPI terjadi karena kebetulan saja. Kejadian

yang memang akibat imunisasi tersering adalah akibat kesalahan

prosedur dan teknik pelaksanaan (pragmatic errors).

b. Etiologi

Tidak semua kejadian KIPI disebabkan oleh imunisasi karena sebagian

besar ternyata tidak ada hubungannya dengan imunisasi. Oleh karena

itu unutk menentukan KIPI diperlukan keterangan mengenai:

1. Besar frekuensi kejadian KIPI pada pemberian vaksin tertentu

2. Sifat kelainan tersebut lokal atau sistemik

3. Derajat sakit resipien

4. Apakah penyebab dapat dipastikan, diduga, atau tidak terbukti

5. Apakah dapat disimpulkan bahwa KIPI berhubungan dengan vaksin,

kesalahan produksi, atau kesalahan prosedur

Page 29: CR PJR Morbili

KN PP KIPI membagi penyebab KIPI menjadi 5 kelompok faktor

etiologi menurut klasifikasi lapangan WHO Western Pacific (1999),

yaitu:

1. Kesalahan program/teknik pelaksanaan (programmic errors)

Sebagian kasus KIPI berhubungan dengan masalah program dan

teknik pelaksanaan imunisasi yang meliputi kesalahan program

penyimpanan, pengelolaan, dan tata laksana pemberian vaksin.

Kesalahan tersebut dapat terjadi pada berbagai tingkatan prosedur

imunisasi, misalnya:

a. Dosis antigen (terlalu banyak)

b. Lokasi dan cara menyuntik

c. Sterilisasi semprit dan jarum suntik

d. Jarum bekas pakai

e. Tindakan aseptik dan antiseptik

f. Kontaminasi vaksin dan perlatan suntik

g. Penyimpanan vaksin

h. Pemakaian sisa vaksin

i. Jenis dan jumlah pelarut vaksin

j. Tidak memperhatikan petunjuk produsen

Kecurigaan terhadap kesalahan tata laksana perlu diperhatikan apabila

terdapat kecenderungan kasus KIPI berulang pada petugas yang sama.

2. Reaksi suntikan

Semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusuk jarum suntik baik

langsung maupun tidak langsung harus dicatat sebagai reaksi KIPI.

Reaksi suntikan langsung misalnya rasa sakit, bengkak dan kemerahan

pada tempat suntikan, sedangkan reaksi suntikan tidak langsung

misalnya rasa takut, pusing, mual, sampai sinkope.

Page 30: CR PJR Morbili

3. Induksi vaksin (reaksi vaksin)

Gejala KIPI yang disebabkan induksi vaksin umumnya sudah dapat

diprediksi terlebih dahulu karena merupakan reaksi simpang vaksin

dan secara klinis biasanya ringan. Walaupun demikian dapat saja

terjadi gejala klinis hebat seperti reaksi anafilaksis sistemik dengan

resiko kematian. Reaksi simpang ini sudah teridentifikasi dengan baik

dan tercantum dalam petunjuk pemakaian tertulis oleh produsen

sebagai indikasi kontra, indikasi khusus, perhatian khusus,

atauberbagai tindakan dan perhatian spesifik lainnya termasuk

kemungkinan interaksi obat atau vaksin lain. Petunjuk ini harus

diperhatikan dan ditanggapi dengan baik oleh pelaksana imunisasi.

4. Faktor kebetulan (koinsiden)

Seperti telah disebutkan di atas maka kejadian yang timbul ini terjadi

secara kebetulan saja setelah diimunisasi. Indicator faktor kebetulan

ini ditandai dengan ditemukannya kejadian yang sama disaat

bersamaan pada kelompok populasi setempat dengan karakterisitik

serupa tetapi tidak mendapatkan imunisasi.

5. Penyebab tidak diketahui

Bila kejadian atau masalah yang dilaporkan belum dapat

dikelompokkan kedalam salah satu penyebab maka untuk sementara

dimasukkan kedalam kelompok ini sambil menunggu informasi lebih

lanjut. Biasanya denagn kelengkapan informasi tersebut akan dapat

ditentukan kelompok penyebab KIPI.

C. Gejala Klinis KIPI

Gejala klinis KIPI dapat timbul secara cepat maupun lambat dan dapat dibagi

menjadi gejala lokal, sistemik, reaksi susunan saraf pusat, serta reaksi

lainnya. Pada umumnya makin cepat KIPI terjadi makin cepat gejalanya.

Reaksi KIPI Gejala KIPI

Page 31: CR PJR Morbili

Lokal Abses pada tempat suntikan

Limfadenitis

Reaksi lokal lain yang berat, misalnya

selulitis, BCG-it is

SSP Kelumpuhan akut

Ensefalopati

Ensefalitis

Meningitis

Kejang

Lain-lain Reaksi alergi: urtikaria, dermatitis,

edema

Reaksi anafilaksis

Syok anafilaksis

Artralgia

Demam tinggi >38,5°C

Episode hipotensif-hiporesponsif

Osteomielitis

Menangis menjerit yang terus menerus

(3jam)

Sindrom syok septik

Page 32: CR PJR Morbili

Mengingat tidak ada satupun jenis vaksin yang aman tanpa efek samping,

maka apabila seorang anak telah mendapatkan imunisasi perlu diobsevasi

beberapa saat, sehingga dipastikan tidak terjadi KIPI (reaksi cepat). Berapa

lama observasi sebenarnya sulit ditentukan, tetapi pada umumnya setelah

pemberian setiap jenis imunisasi harus dilakukan observasi selama 15

menit.untuk menghindarkan kerancuan maka gejala klinis yang dianggap

sebagai KIPI dibatasi dalam jangka waktu tertentu timbulnya gejala klinis.

Jenis Vaksin Gejala Klinis KIPI Saat timbul KIPI

Toksoid Tetanus (DPT,

DT, TT)

Syok anafilaksis

Neuritis brakhial

Komplikasi akut termasuk kecacatan

dan kematian

4 jam

2-18 hari

tidak tercatat

Pertusis whole cell

(DPwT)

Syok anafilaksis

Ensefalopati

Komplikasi akut termasuk kecacatan

dan kematian

4 jam

72 jam

tidak tercatat

Campak Syok anafilaksis

Ensefalopati

Komplikasi akut termasuk kecacatan

dan kematian

4 jam

5-15 hari

tidak tercatat

Trombositopenia

Klinis campak pada resipien

imunokompromais

Komplikasi akut termasuk kecacatan

dan kematian

7-30 hari

6 bulan

tidak tercatat

Page 33: CR PJR Morbili

Polio hidup (OPV) Polio paralisis

Polio paralisis pada resipien

imunokompromais

Komplikasi akut termasuk kecacatan

dan kematian

30 hari

6 bulan

Hepatitis B Syok anafilaksis

Komplikasi akut termasuk kecacatan

dan kematian

4 jam

tidak tercatat

BCG BCG-it is 4-6 minggu

a. Angka Kejadian KIPI

KIPI yang paling serius terjadi pada anak adalah reaksi anafilaksis. Angka

kejadian reaksi anafilaktoid diperkirakan 2 dalam 100.000 dosis DPT, tetapi

yang benar-benar reaksi anafilaksis hanya 1-3 kasus diantara 1 juta dosis.

Anak yang lebih besar dan orang dewasa lebih banyak mengalami sinkope,

segera atau lambat. Episode hipotonik/hiporesponsif juga tidak jarang terjadi,

secara umum dapat terjadi 4-24 jam setelah imunisasi.

b. Imunisasi Pada Kelompok Resiko

Untuk mengurangi resiko timbulnya KIPI maka harus diperhatikan apakah

resipien termasuk dalam kelompok resiko. Yang dimaksud dengan kelompok

resiko adalah:

1. Anak yang mendapat reaksi simpang pada imunisasi terdahulu

Hal ini harus segera dilaporkan kepada Pokja KIPI setempat dan KN PP

KIPI dengan mempergunakan formulir pelaporan yang telah tersedia untuk

penanganan segera

Page 34: CR PJR Morbili

2. Bayi berat lahir rendah

Pada dasarnya jadwal imunisasi bayi kurang bulan sama dengan bayi

cukup bulan. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada bayi kurang bulan

adalah:

a) Titer imunitas pasif melalui transmisi maternal lebih rendah dar

pada bayi cukup bulab

b) Apabila berat badan bayi sangat kecil (<1000 gram) imunisasi

ditunda dan diberikan setelah bayi mencapai berat 2000 gram atau

berumur 2 bulan; imunisasi hepatitis B diberikan pada umur 2

bulan atau lebih kecuali bila ibu mengandung HbsAg

c) Apabila bayi masih dirawat setelah umur 2 bulan, maka vaksin polio

yang diberikan adalah suntikan IPV bila vaksin tersedia, sehingga

tidak menyebabkan penyebaaran virus polio melaui tinja

3. Pasien imunokompromais

Keadaan imunokompromais dapat terjadi sebagai akibat penyakit dasar

atau sebagai akibat pengobatan imunosupresan (kemoterapi, kortikosteroid

jangka panjang). Jenis vaksin hidup merupakan indikasi kontra untuk

pasien imunokompromais dapat diberikan IVP bila vaksin tersedia.

Imunisasi tetap diberikan pada pengobatan kortikosteroid dosis kecil dan

pemberian dalam waktu pendek. Tetapi imunisasi harus ditunda pada anak

dengan pengobatan kortikosteroid sistemik dosis 2 mg/kg berat badan/hari

atau prednison 20 mg/ kg berat badan/hari selama 14 hari. Imunisasi dapat

diberikan setelah 1 bulan pengobatan kortikosteroid dihentikan atau 3

bulan setelah pemberian kemoterapi selesai.

4. Pada resipien yang mendapatkan human immunoglobulin

Imunisasi virus hidup diberikan setelah 3 bulan pengobatan utnuk

menghindarkan hambatan pembentukan respons imun.

Page 35: CR PJR Morbili

c. Indikasi Kontra dan Perhatian Khusus Untuk Imunisasi

Pada umumnya tidak terdapat indikasi kontra imunisasi untuk individu sehat

kecuali untuk kelompok resiko. Pada setiap sediaan vaksin selalu terdapat

petunjuk dari produsen yang mencantumkan indikasi kontra serta perhatian

khusus terhadap vaksin. Petunjuk ini harus dibaca oleh setiap pelaksana

vaksinasi. 10