morbili fix
Embed Size (px)
DESCRIPTION
abaTRANSCRIPT

MORBILI
Disusun Oleh:
Akrim Permitasari G99141173
Diena Hanifa G99141174
Rukmana Wijayanto G99141042
Agil Wahyu W G99141045
Andreas Peter Patar G99141110
Atma Sanggani T G99141111
Pembimbing:
dr. H. Rustam Siregar, Sp. A
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2015

MORBILI
A. PENDAHULUAN
Campak juga dikenal dengan nama morbili atau morbillia (bahasa Latin), yang
kemudian dalam bahasa Jerman disebut dengan nama masern, dalam bahasa Islandia
dikenal dengan nama mislingar dan measles dalam bahasa Inggris. Campak atau
morbili adalah suatu infeksi virus akut yang memiliki 3 stadium yaitu:
1. Stadium inkubasi yang berkisar antara 10 sampai 12 hari setelah pajanan
pertama terhadap virus dan dapat disertai gejala minimal maupun tidak
bergejala,
2. Stadium prodromal yang menunjukkan gejala demam, konjungtivitis,
pilek, dan batuk yang meningkat serta ditemukannya enantem pada
mukosa (bercak Koplik)
3. Stadium erupsi yang ditandai dengan keluarnya ruam makulopapular
yang didahului dengan meningkatnya suhu badan1.
Pada tahun 2008, terdapat 164.000 kematian akibat campak global - hampir
450 kematian setiap hari atau 18 kematian setiap jam. Lebih dari 95% kematian
campak terjadi di negara berpenghasilan rendah dengan infrastruktur kesehatan
yang lemah2,3,4,5.
Morbili merupakan penyakit akut yang mudah sekali menular dan sering
terjadi komplikasi yang serius. Hampir semua anak di bawah 5 tahun di negara
berkembang akan terserang penyakit ini, sedangkan di negara maju biasanya

menyerang anak usia remaja atau dewasa muda yang tidak terlindung oleh
imunisasi4,6,7.
Angka kejadian campak di Indonesia masih tinggi sekitar 3000-4000 per
tahun demikian pula frekuensi terjadinya kejadian luar biasa tampak meningkat
dari 23 kali per tahun menjadi 174. Namun case fatality rate telah dapat
diturunkan dari 5,5% menjadi 1,2%. Umur terbanyak menderita campak adalah
<12 tahun8.
Transmisi campak terjadi melalui udara, kontak langsung maupun melalui
droplet dari penderita saat gejala yang ada minimal bahkan tidak bergejala.
Penderita masih dapat menularkan penyakitnya mulai hari ke-7 setelah terpajan
hingga 5 hari setelah ruam muncul. Biasanya seseorang akan mendapat kekebalan
seumur hidup bila telah sekali terinfeksi oleh campak9,10.
Penyakit morbili sebetulnya tidak berakibat fatal apabila menyerang anak-
anak yang sehat dan bergizi baik. Tetapi apabila di negara di mana anak yang
menderita kurang gizi sangat banyak, morbili merupakan penyakit yang berakibat
fatal dan menyebabkan angka kematian meningkat sampai 51%3,5,6,7.
Anak-anak yang bergizi kurang dan terserang morbili, biasanya akan diikuti
dengan keadaan yang disebut kwashiorkor. Keadaan ini dapat diterangkan oleh
karena meningkatnya kebutuhan kalori dan protein semasa proses infeksi yang
disertai dengan demam, nafsu makan menurun dan gangguan pada mulut anak
yang rnenyebabkan kesulitan menelan. Di samping itu terjadi perubahan pada
mukosa usus yang menyebabkan timbulnya protein losing enteropathy4,7.

B. ETIOLOGI
Virus campak merupakan virus RNA famili paramyxoviridae dengan
genus Morbili virus. Sampai saat ini hanya diketahui 1 tipe antigenik yang mirip
dengan virus Parainfluenza dan Mumps11. Virus bisa ditemukan pada sekret
nasofaring, darah dan urin paling tidak selama masa prodromal hingga beberapa
saat setelah ruam muncul12. Virus campak adalah organisme yang tidak memiliki
daya tahan tinggi apabila berada di luar tubuh manusia. Pada temperatur kamar
selama 3-5 hari virus kehilangan 60% sifat infektifitasnya. Virus tetap aktif
minimal 34 jam pada temperatur kamar, 15 minggu di dalam pengawetan beku,
minimal 4 minggu dalam temperatur 35˚C, beberapa hari pada suhu 0˚C, dan tidak
aktif pada pH rendah11.
Infeksi virus campak terjadi melalui saluran pernapasan. Reseptor untuk
virus campak adalah komplemen manusia kofaktor protein CD46. Virus campak
membunuh sel dengan menggabungkan bersama-sama membran sel sel tetangga.
Virus ini dapat mereplikasi dalam berbagai jaringan, termasuk sistem kekebalan
tubuh dan sistem saraf. Virus memasuki limfatik lokal dan diangkut ke kelenjar
getah bening di mana virus berkembang biak dan menyebar ke kelenjar getah
bening lainnya, limpa, dan kemudian ke seluruh tubuh12,13.

C. EPIDEMIOLOGI
Distribusi dan Frekuensi Penyakit Campak
1. Menurut Orang
Campak adalah penyakit yang sangat menular yang dapat
menginfeksi anak-anak pada usia dibawah 15 bulan, anak usia sekolah
atau remaja dan kadang kala orang dewasa. Campak endemis di
masyarakat metropolitan dan mencapai proporsi untuk menjadi
epidemi setiap 2-4 tahun ketika terdapat 30-40% anak yang rentan atau
belum mendapat vaksinasi. Pada kelompok dan masyarakat yang lebih
kecil, epidemi cenderung terjadi lebih luas dan lebih berat. Setiap
orang yang telah terkena campak akan memiliki imunitas seumur
hidup3,4.
2. Menurut Tempat
Penyakit campak dapat terjadi dimana saja kecuali di daerah
yang sangat terpencil2. Vaksinasi telah menurunkan insiden morbili
tetapi upaya eradikasi belum dapat direalisasikan14.
Di Amerika Serikat pernah ada peningkatan insidensi campak
pada tahun 1989-1991. Kebanyakan kasus terjadi pada anak-anak yang
tidak mendapatkan imunisasi, termasuk anak-anak di bawah umur 15
bulan. Di Afrika dan Asia, campak masih dapat menginfeksi sekitar 30
juta orang setiap tahunnya dengan tingkat kefatalan 900.000 kematian6.

3. Menurut Waktu
Virus penyebab campak mengalami keadaan yang paling stabil
pada kelembaban dibawah 40%. Udara yang kering menimbulkan efek
yang positif pada virus dan meningkatkan penyebaran di rumah yang
memiliki alat penghangat ruangan seperti pada musim dingin di daerah
utara2. Sama halnya dengan udara pada musim kemarau di Persia atau
Afrika yang memiliki insiden kejadian campak yang relatif tinggi pada
musim-musim tersebut. Bagaimanapun, kejadian campak akan
meningkat karena kecenderungan manusia untuk berkumpul pada
musim-musim yang kurang baik tersebut sehingga efek dari iklim
menjadi tidak langsung dikarenakan kebiasaan manusia4.
Kebanyakan kasus campak terjadi pada akhir musim dingin dan
awal musim semi di negara dengan empat musim dengan puncak kasus
terjadi pada bulan Maret dan April. Lain halnya dengan di negara
tropis dimana kebanyakan kasus terjadi pada musim panas. Ketika
virus menginfeksi populasi yang belum mendapatkan kekebalan atau
vaksinasi maka 90-100% akan menjadi sakit dan menunjukkan gejala
klinis15.
D. PENULARAN

Virus campak ditularkan dari orang ke orang, manusia satu-satunya
reservoir penyakit campak. Virus campak berada di sekret nasofaring dan di
dalam darah minimal selama masa tunas dan dalam waktu yang singkat setelah
timbulnya ruam. Campak ditularkan melalui penyebaran droplet, kontak langsung,
melalui sekret hidung atau tenggorokan dari orang yang terinfeksi dan jarang
terjadi oleh kontak dengan benda-benda yang terkontaminasi dengan secret
hidung dan tenggorokan16,17.
Wabah Campak dapat mengakibatkan epidemi yang menyebabkan kematian
banyak, terutama di kalangan muda, anak-anak kurang gizi. Di negara-negara
dimana campak sebagian besar telah dihilangkan, kasus impor dari negara lain
tetap menjadi sumber penting infeksi2.
Anak-anak kecil tidak divaksinasi beresiko tertinggi campak dan
komplikasi, termasuk kematian. Setiap orang non-imun (yang belum divaksinasi
atau sebelumnya pulih dari penyakit) bisa menjadi terinfeksi3,17,18.
Wabah Campak dapat sangat mematikan di negara-negara mengalami atau
pulih dari bencana alam atau konflik. Kerusakan prasarana kesehatan dan layanan
kesehatan imunisasi rutin, dan kepadatan penduduk di perumahan sangat
meningkatkan risiko penularan infeksi17,19.
Masa penularan berlangsung mulai dari hari pertama sebelum munculnya
gejala prodormal biasanya sekitar 4 hari sebelum timbulnya ruam, minimal hari
kedua setelah timbulnya ruam. Penularan virus campak sifatnya sangat efektif

sehingga dengan virus yang sedikit sudah dapat menimbulkan infeksi pada
seseorang16,17.
E. PATOLOGI
Lesi pada campak terutama terdapat pada kulit., membran mukosa
nasofaring, bronkus, saluran pencernaan, dan konjungtiva. Di sekitar kapiler
terdapat eksudat serosa dan proliferasi dari sel mononuklear dan beberapa sel
polimorfonuklear. Karakteristik patologi dari Campak ialah terdapatnya distribusi
yang luas dari sel raksasa berinti banyak yang merupakan hasil dari penggabungan
sel. Dua tipe utama dari sel raksasa yang muncul adalah (1) sel Warthin-Findkeley
yang ditemukan pada sistem retikuloendotel (adenoid, tonsil, appendiks, limpa
dan timus) dan (2) sel epitel raksasa yang muncul terutama pada epitel saluran
nafas. Lesi di daerah kulit terutama terdapat di sekitar kelenjar sebasea dan folikel
rambut. Terdapat reaksi radang umum pada daerah bukal dan mukosa faring yang
meluas hingga ke jaringan limfoid dan membran mukosa trakeibronkial.
Pneumonitis intersisial karena virus campak menyebabkan terbentuknya sel
raksasa dari Hecht. Bronkopneumonia yang terjadi mungkin disebabkan infeksi
sekunder oleh bakteri12.
Pada kasus encefalomyelitis terdapat demyelinisasi vaskuler dari area di
otak dan medula spinalis. Terdapat degenerasi dari korteks dan substansia alba

dengan inclusion body intranuklear dan intrasitoplasmik pada subacute sclerosing
panencephalitis12.
F. PATOGENESIS
Campak merupakan infeksi virus yang sangat menular, dengan sedikit virus
yang infeksius sudah dapat menimbulkan infeksi pada seseorang. Lokasi utama
infeksi virus campak adalah epitel saluran nafas nasofaring. Infeksi virus pertama
pada saluran nafas sangat minimal. Kejadian yang lebih penting adalah
penyebaran pertama virus campak ke jaringan limfatik regional yang
menyebabkan terjadinya viremia primer. Setelah viremia primer, terjadi
multiplikasi ekstensif dari virus campak yang terjadi pada jaringan limfatik
regional maupun jaringan limfatik yang lebih jauh. Multiplikasi virus campak
juga terjadi di lokasi pertama infeksi12.
Selama lima hingga tujuh hari infeksi terjadi viremia sekunder yang
ekstensif dan menyebabkan terjadinya infeksi campak secara umum. Kulit,
konjungtiva, dan saluran nafas adalah tempat yang jelas terkena infeksi, tetapi
organ lainnya dapat terinfeksi pula. Dari hari ke-11 hingga 14 infeksi, kandungan
virus dalam darah, saluran nafas, dan organ lain mencapai puncaknya dan
kemudian jumlahnya menurun secara cepat dalam waktu 2 hingga 3 hari. Selama
infeksi virus campak akan bereplikasi di dalam sel endotel, sel epitel, monosit,
dan makrofag12,20.
Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran pernafasan
memberikan kesempatan serangan infeksi bakteri sekunder berupa

bronkopneumonia, otitis media, dan lainnya. Dalam keadaan tertentu, adenovirus
dan herpes virus pneumonia dapat terjadi pada kasus campak12.
Patogenesis infeksi campak tanpa penyulit
Hari Manifestasi
0 Virus campak dalam droplet kontak dengan permukaan epitel
nasofaring atau kemungkinan konjungtiva
Infeksi pada sel epitel dan multiplikasi virus
1-2 Penyebaran infeksi ke jaringan limfatik regional
2-3 Viremia primer
3-5 Multiplikasi virus campak pada epitel saluran nafas di tempat
infeksi pertama, dan pada RES regional maupun daerah yang jauh
5-7 Viremia sekunder
7-11 Manifestasi pada kulit dan tempat lain yang bervirus, termasuk
saluran nafas
11-14 Virus pada darah, saluran nafas dan organ lain
15-17 Viremia berkurang lalu hilang, virus pada organ menghilang12
G. MANIFESTASI KLINIS
Penyakit campak terdiri dari 3 stadium, yaitu:
1. Stadium inkubasi

Masa inkubasi campak berlangsung kira-kira 10 hari (8 hingga 12
hari). Walaupun pada masa ini terjadi viremia dan reaksi imunologi yang
ekstensif, penderita tidak menampakkan gejala sakit.
2. Stadium prodromal
Manifestasi klinis campak biasanya baru mulai tampak pada stadium
prodromal yang berlangsung selama 2 hingga 4 hari. Biasanya terdiri dari
gejala klinik khas berupa batuk, pilek dan konjungtivitis, juga demam.
Inflamasi konjungtiva dan fotofobia dapat menjadi petunjuk sebelum
munculnya bercak Koplik. Garis melintang kemerahan yang terdapat pada
konjungtuva dapat menjadi penunjang diagnosis pada stadium prodromal.
Garis tersebut akan menghilang bila seluruh bagian konjungtiva telah
terkena radang12.
Koplik spot yang merupakan tanda patognomonik untuk campak
muncul pada hari ke-10±1 infeksi. Koplik spot adalah suatu bintik putih
keabuan sebesar butiran pasir dengan areola tipis berwarna kemerahan dan
biasanya bersifat hemoragik. Tersering ditemukan pada mukosa bukal di
depan gigi geraham bawah tetapi dapat juga ditemukan pada bagian lain dari
rongga mulut seperti palatum, juga di bagian tengah bibir bawah dan
karunkula lakrimalis. Muncul 1 – 2 hari sebelum timbulnya ruam dan
menghilang dengan cepat yaitu sekitar 12-18 jam kemudian. Pada akhir
masa prodromal, dinding posterior faring biasanya menjadi hiperemis dan

penderita akan mengeluhkan nyeri tenggorokkan. Secara klinis, gambaran
penyakit menyerupai influenza dan sering didiagnosis sebagai influenza12.
3. Stadium erupsi
Pada campak yang tipikal, ruam akan muncul sekitar hari ke-14 infeksi
yaitu pada saat stadium erupsi. Stadium ini berlangsung selama 4-7 hari.
Gejala yang biasanya terjadi adalah koriza dan batuk-batuk bertambah.
Timbul eksantema di palatum durum dan palatum mole. Kadang terlihat
pula bercak Koplik. Ruam muncul pada saat puncak gejala gangguan
pernafasan dan saat suhu berkisar 39,5˚C. Ruam pertama kali muncul
sebagai makula yang tidak terlalu tampak jelas di lateral atas leher, belakang
telinga, dan garis batas rambut. Kemudian ruam menjadi makulopapular dan
menyebar ke seluruh wajah, leher, lengan atas dan dada bagian atas pada 24
jam pertama. Kemudian ruam akan menjalar ke punggung, abdomen,
seluruh tangan, paha dan terakhir kaki, yaitu sekitar hari ke-2 atau 3
munculnya ruam. Saat ruam muncul di kaki, ruam pada wajah akan
menghilang diikuti oleh bagian tubuh lainnya sesuai dengan urutan
munculnya12.
Saat awal ruam muncul akan tampak berwarna kemerahan yang akan
tampak memutih dengan penekanan. Saat ruam mulai menghilang akan
tampak berwarna kecokelatan yang tidak memudar bila ditekan. Seiring
dengan masa penyembuhan maka muncullah deskuamasi kecokelatan pada
area konfluensi. Beratnya penyakit berbanding lurus dengan gambaran ruam

yang muncul. Pada infeksi campak yang berat, ruam dapat muncul hingga
menutupi seluruh bagian kulit, termasuk telapak tangan dan kaki. Wajah
penderita juga menjadi bengkak sehingga sulit dikenali12.
Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua
(hiperpigmentasi) yang lama-kelamaan akan menghilang sendiri. Selain
hiperpigmentasi pada anak Indonesia sering ditemukan pula kulit yang
bersisik. Selanjutnya suhu menurun sampai menjadi normal kecuali bila ada
komplikasi12.
H. DIAGNOSIS
Diagnosis campak biasanya cukup ditegakkan berdasarkan gejala klinis.
Pemeriksaan laboratorium jarang dilakukan. Pada stadium prodromal dapat
ditemukan sel raksasa berinti banyak dari apusan mukosa hidung. Serum antibodi
dari virus campak dapat dilihat dengan pemeriksaanHemagglutination-inhibition
(HI), complement fixation (CF), neutralization, immune precipitation, hemolysin
inhibition, ELISA, serologi IgM-IgG, dan fluorescent antibody (FA). Pemeriksaan
HI dilakukan dengan menggunakan dua sampel yaitu serum akut pada masa
prodromal dan serum sekunder pada 7 – 10 hari setelah pengambilan sampel
serum akut. Hasil dikatakan positif bila terdapat peningkatan titer sebanyak 4x
atau lebih. Serum IgM merupakan tes yang berguna pada saat munculnya ruam.
Serum IgM akan menurun dalam waktu sekitar 9 minggu, sedangkan serum IgG

akan menetap kadarnya seumur hidup. Pada pemeriksaan darah tepi, jumlah sel
darah putih cenderung menurun. Pungsi lumbal dilakukan bila terdapat penyulit
encephalitis dan didapatkan peningkatan protein, peningkatan ringan jumlah
limfosit sedangkan kadar glukosa normal12.
I. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding morbili diantaranya :
1. Roseola infantum
Pada Roseola infantum, ruam muncul saat demam telah menghilang.
2. Rubella
Ruam berwarna merah muda dan timbul lebih cepat dari campak.
Gejala yang timbul tidak seberat campak.
3. Alergi obat
Didapatkan riwayat penggunaan obat tidak lama sebelum ruam muncul
dan biasanya tidak disertai gejala prodromal.
4. Demam skarlatina
Ruam bersifat papular, difus terutama di abdomen. Tanda
patognomonik berupa lidah berwarna merah stroberi serta tonsilitis
eksudativa atau membranosa.
Campak yang termodifikasi

Penyakit campak yang termodifikasi muncul pada orang yang hanya
memiliki setengah daya tahan terhadap campak. Hal tersebut dapat
diakibatkan riwayat penggunaan serum globulin maupun pada anak usia
kurang dari 9 bulan karena masih terdapatnya antibodi campak
transplasental dari ibu. Ditandai dengan gejala penyakit yang lebih ringan.
Stadium prodromal akan menjadi lebih pendek. Batuk, pilek dan demam
lebih ringan. Bercak Koplik lebih sedikit dan kurang jelas, namun dapat juga
tidak muncul sama sekali. Ruam yang muncul sama dengan infeksi campak
klasik, tetapi tidak bersifat konfluens. Pada beberapa orang, infeksi campak
yang termodifikasi ini dapat tidak memberikan gejala apapun12.
Campak atipikal
Didefinisikan sebagai sindroma klinik yang muncul pada orang yang
sebelumnya telah kebal akibat terpajan pada infeksi campak alamiah.
Biasanya muncul pada orang yang telah mendapat vaksin dari virus campak
yang dimatikan16.
Masa inkubasi dari campak atipikal sama seperti pada campak yang
tipikal yaitu sekitar 7 hingga 14 hari. Stadium prodromal ditandai dengan
demam tinggi yang mendadak (39,5˚C sampai 40,6˚C) dan biasanya sakit
kepala. Bisa juga didapatkan gejala nyeri perut, mialgia, batuk non-
produktif, muntah, nyeri dada dan rasa lemah. Bercak Koplik jarang
ditemui. Dua atau tiga hari setelah onset penyakit muncullah ruam yang

dimulai dari distal ekstremitas dan menyebar ke arah kepala. Ruam sedikit
berwarna kekuningan, terlihat jelas pada pergelangan tangan dan kaki serta
terdapat juga pada telapak tangan dan kaki. Ruam dapat berbentuk vesikel
dan terasa gatal. Pada campak atipikal dapat muncul efusi pleura, sesak
nafas, hepatosplenomegali, hiperestesia, rasa lemah maupun paresthesia.
Diagnosis dari campak atipikal dapat ditegakkan melalui tes serologis. Bila
sampel serum awal diambil sebelum atau pada saat onset ruam, CF dan titer
HI biasanya kurang dari 1:5. Pada hari ke-10 infeksi kedua titer akan
meningkat mencapai 1:1280 atau lebih. Pada campak yang tipikal, di hari
ke-10 infeksi titer jarang melebihi 1:16012,16.
J. FAKTOR RESIKO PENYAKIT CAMPAK
1. Host (Penjamu)
Beberapa faktor Host yang meningkatkan risiko terjadinya campak antara
lain:
a. Umur
Pada sebagian besar masyarakat, maternal antibodi akan
melindungi bayi terhadap campak selama 6 bulan dan penyakit
tersebut akan dimodifikasi oleh tingkat maternal antibodi yang tersisa
sampai bagian pertama dari tahun kedua kehidupan. Tetapi, di
beberapa populasi, khususnya Afrika, jumlah kasus terjadi secara
signifikan pada usia dibawah 1 tahun, dan angka kematian mencapai

42% pada kelompok usia kurang dari 4 tahun. Di luar periode ini,
semua umur sepertinya memiliki kerentanan yang sama terhadap
infeksi. Umur terkena campak lebih tergantung oleh kebiasaan
individu daripada sifat alamiah virus12,19.
Di Amerika Utara, Eropa Barat, dan Australia, anak-anak
menghabiskan lebih banyak waktu di rumah, tetapi ketika memasuki
sekolah jumlah anak yang menderita menjadi meningkat. Sebelum
imunisasi disosialisasiksan secara luas, kebanyakan kasus campak di
negara industri terjadi pada anak usia 4-6 tahun ataupun usia sekolah
dasar dan pada anak dengan usia yang lebih muda di negara
berkembang. Cakupan imunisasi yang intensif menghasilkan
perubahan dalam distribusi umur dimana kasus lebih banyak pada anak
dengan usia yang lebih tua, remaja, dan dewasa muda. Penelitian
Casaeri dengan desain kasus kontrol di Kabupaten Kendal
menyebutkan bahwa anak dengan usia rentan yakni kurang dari 15
tahun memiliki kemungkinan risiko 4,9 kali lebih besar untuk
terinfeksi campak dibanding pada anak umur kurang rentan19,21,22.
b. Jenis Kelamin
Tidak ada perbedaan insiden dan tingkat kefatalan penyakit
campak pada wanita ataupun pria3.
c. Umur Pemberian Imunisasi
Sisa antibodi yang diterima dari ibu melalui plasenta merupakan
faktor yang penting untuk menentukan umur imunisasi campak dapat

diberikan pada balita. Maternal antibodi tersebut dapat mempengaruhi
respon imun terhadap vaksin campak hidup dan pemberian imunisasi
yang terlalu awal tidak selalu menghasilkan imunitas atau kekebalan
yang adekuat21.
Pada umur 9 bulan, sekitar 10% bayi di beberapa negara masih
mempunyai antibodi dari ibu yang dapat mengganggu respons
terhadap imunisasi. Menunda imunisasi dapat meningkatkan angka
serokonversi. Secara umum di negara berkembang akan didapatkan
angka serokenversi lebih dari 85% bila vaksin diberikan pada umur 9
bulan. Sedangkan di negara maju, anak akan kehilangan antibodi
maternal saat berumur 12-15 bulan sehingga pada umur tersebut
direkomendasikan pemberian vaksin campak. Namun, penundaan
imunisasi dapat mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas
akibat campak yang cukup tinggi di kebanyakan negara
berkembang1,7,23.
d. Pekerjaan
Dalam lingkungan sosioekonomis yang buruk, anak-anak lebih
mudah mengalami infeksi silang. Kemiskinan bertanggungjawab
terhadap penyakit yang ditemukan pada anak. Hal ini karena
kemiskinan mengurangi kapasitas orang tua untuk mendukung
perawatan kesehatan yang memadai pada anak, cenderung memiliki
higiene yang kurang, miskin diet, miskin pendidikan. Frekuensi relatif
anak dari orang tua yang berpenghasilan rendah 3 kali lebih besar

memiliki risiko imunisasi terlambat dan 4 kali lebih tinggi
menyebabkan kematian anak dibanding anak yang orang tuanya
berpenghasilan cukup23,24.
e. Pendidikan
Tingkat pendidikan sangat mempengaruhi bagaimana seseorang
untuk bertindak dan mencari penyebab serta solusi dalam hidupnya.
Orang yang berpendidikan lebih tinggi biasanya akan bertindak lebih
rasional. Oleh karena itu orang yang berpendidikan akan lebih mudah
menerima gagasan baru. Pendidikan juga mempengaruhi pola berpikir
pragmatis dan rasional terhadap adat kebiasaan, dengan pendidikan
lebih tinggi orang dapat lebih mudah untuk menerima ide atau masalah
baru23,24.
f. Imunisasi
Vaksin campak adalah preparat virus yang dilemahkan dan
berasal dari berbagai strain campak yang diisolasi. Vaksin dapat
melindungi tubuh dari infeksi dan memiliki efek penting dalam
epidemiologis penyakit yaitu mengubah distribusi relatif umur kasus
dan terjadi pergeseran ke umur yang lebih tua17. Pemberian imunisasi
pada masa bayi akan menurunkan penularan agen infeksi dan
mengurangi peluang seseorang yang rentan untuk terpajan pada agen
tersebut. Anak yang belum diimunisasi akan tumbuh menjadi besar
atau dewasa tanpa pernah terpajan dengan agen infeksi tersebut. Pada

campak, manifestasi penyakit yang paling berat biasanya terjadi pada
anak berumur kurang dari 3 tahun21,24.
Pemberian imunisasi pada umur 8-9 bulan diprediksi dapat
menimbulkan serokonversi pada sekurang-kurangnya 85% bayi dan
dapat mencegah sebagian besar kasus dan kematian21.
Dengan pemberian satu dosis vaksin campak, insidens campak
dapat diturunkan lebih dari 90%. Namun karena campak merupakan
penyakit yang sangat menular, masih dapat terjadi wabah pada anak
usia sekolah meskipun 85-90% anak sudah mempunyai imunitas21.
Sebuah penelitian kohort yang dilakukan terhadap 627 siswa di
Arkansas mendapatkan bahwa anak yang tidak mendapatkan vaksinasi
berisiko 20 kali untuk terkena campak daripada anak yang memiliki
riwayat vaksinasi pada usia 15 bulan atau lebih21.
g. Status Gizi
Kejadian kematian karena campak lebih tinggi pada kondisi
malnutrisi, tetapi belum dapat dibedakan antara efek malnutrisi
terhadap kegawatan penyakit campak dan efek yang ditimbulkan
penyakit campak terhadap nutrisi yang dikarenakan penurunan selera
makan dan kemampuan untuk mencerna makanan. Kematian karena
campak pada anak-anak menurun dari 1% menjadi 0,3% tiap tahunnya
ketika anak-anak tersebut diberikan suplemen makanan dengan
kandungan protein tinggi. Sedangkan pada desa yang menjadi kontrol
dimana anak-anak tersebut tidak diberikan suplemen protein, angka

kematian mencapai 0,7 %6. Dari sebuah studi dinyatakan bahwa
elemen nutrisi utama yang menyebabkan kegawatan campak bukanlah
protein dan kalori tetapi vitamin A. Ketika terjadi defisiensi vitamin A,
kematian atau kebutaan menyertai penyakit campak. Apapun urutan
kejadiannya, kematian yang berhubungan dengan penyakit campak
mencapai tingkat yang tinggi, biasanya lebih dari 10% terjadi pada
keadaan malnutrisi25.
h. ASI Eksklusif
Sebanyak lebih dari tiga puluh jenis imunoglobulin terdapat di
dalam ASI yang dapat diidentifikasi dengan teknik-teknik terbaru.
Delapan belas diantaranya berasal dari serum si ibu dan sisanya hanya
ditemukan di dalam ASI/kolostrum. Imunoglobulin yang terpenting
yang dapat ditemukan pada kolostrum adalah IgA, tidak saja karena
konsentrasinya yang tinggi tetapi juga karena aktivitas biologiknya.
IgA dalam kolostrum dan ASI sangat berkhasiat melindungi tubuh
bayi terhadap penyakit infeksi29. Selain daripada itu imunoglobulin G
dapat menembus plasenta dan berada dalam konsentrasi yang cukup
tinggi di dalam darah janin/bayi sampai umur beberapa bulan,
sehingga dapat memberikan perlindungan terhadap beberapa jenis
penyakit. Adapun jenis antibodi yang dapat ditransfer dengan baik
melalui plasenta adalah difteri, tetanus, campak, rubela, parotitis,
polio, dan stafilokokus. Suatu penelitian dengan desain kohort yang
dilakukan di Swedia mendapatkan hasil bahwa pemberian ASI selama

>3 bulan dapat memberi perlindungan terhadap infeksi penyakit
campak dengan kata lain pemberian ASI merupakan faktor protektif
terhadap kejadian campak (OR = 0,69)27,28.
2. Lingkungan
Epidemi campak dapat terjadi setiap 2 tahun di negara berkembang
dengan cakupan vaksinasi yang rendah. Kecenderungan waktu tersebut akan
hilang pada populasi yang terisolasi dan dengan jumlah penduduk yang
sangat kecil yakni < 400.000 orang3.
Status imunitas populasi merupakan faktor penentu. Penyakit akan
meledak jika terdapat akumulasi anak-anak yang suseptibel. Ketika penyakit
ini masuk ke dalam komunitas tertutup yang belum pernah mengalami
endemi, suatu epidemi akan terjadi dengan cepat dan angka serangan
mendekati 100%. Pada tempat dimana jarang terjangkit penyakit, angka
kematian bisa setinggi 25%3.
K. KOMPLIKASI
Campak menjadi berat pada pasien dengan gizi buruk dan anak berumur
lebih kecil. Kebanyakan penyulit campak terjadi bila ada infeksi sekunder oleh
bakteri. Beberapa penyulit campak adalah :
1. Bronkopneumonia
Merupakan salah satu penyulit tersering pada infeksi campak. Dapat
disebabkan oleh invasi langsung virus campak maupun infeksi sekunder
oleh bakteri (Pneumococcus, Streptococcus, Staphylococcus, dan

Haemophyllus influenza). Ditandai dengan adanya ronki basah halus, batuk,
dan meningkatnya frekuensi nafas. Pada saat suhu menurun, gejala
pneumonia karena virus campak akan menghilang kecuali batuk yang masih
akan bertahan selama beberapa lama. Bila gejala tidak berkurang, perlu
dicurigai adanya infeksi sekunder oleh bakteri yang menginvasi mukosa
saluran nafas yang telah dirusak oleh virus campak. Penanganan dengan
antibiotik diperlukan agar tidak muncul akibat yang fatal30.
2. Encephalitis
Komplikasi neurologis tidak jarang terjadi pada infeksi campak. Gejala
encephalitis biasanya timbul pada stadium erupsi dan dalam 8 hari setelah
onset penyakit. Biasanya gejala komplikasi neurologis dari infeksi campak
akan timbul pada stadium prodromal. Tanda dari encephalitis yang dapat
muncul adalah : kejang, letargi, koma, nyeri kepala, kelainan frekuensi
nafas, twitching dan disorientasi. Dugaan penyebab timbulnya komplikasi
ini antara lain adalah adanya proses autoimun maupun akibat virus campak
tersebut30.
3. Subacute Slcerosing Panencephalitis (SSPE)
Merupakan suatu proses degenerasi susunan syaraf pusat dengan
karakteristik gejala terjadinya deteriorisasi tingkah laku dan intelektual yang
diikuti kejang. Merupakan penyulit campak onset lambat yang rata-rata baru
muncul 7 tahun setelah infeksi campak pertama kali. Insidensi pada anak
laki-laki 3x lebih sering dibandingkan dengan anak perempuan. Terjadi pada

1/25.000 kasus dan menyebabkan kerusakan otak progresif dan fatal. Anak
yang belum mendapat vaksinansi memiliki risiko 10x lebih tinggi untuk
terkena SSPE dibandingkan dengan anak yang telah mendapat vaksinasi30.
4. Konjungtivitis
Konjungtivitis terjadi pada hampir semua kasus campak. Dapat terjadi
infeksi sekunder oleh bakteri yang dapat menimbulkan hipopion, pan
oftalmitis dan pada akhirnya dapat menyebabkan kebutaan30.
5. Otitis Media
Gendang telinga biasanya hiperemi pada fase prodromal dan stadium
erupsi30.
6. Diare
Diare dapat terjadi akibat invasi virus campak ke mukosa saluran cerna
sehingga mengganggu fungsi normalnya maupun sebagai akibat
menurunnya daya tahan penderita campak30.
7. Laringotrakheitis
Penyulit ini sering muncul dan kadang dapat sangat berat sehingga
dibutuhkan tindakan trakeotomi30.

8. Jantung
Miokarditis dan perikarditis dapat menjadi penyulit campak. Walaupun
jantung seringkali terpengaruh efek dari infeksi campak, jarang terlihat
gejala kliniknya30.
9. Black measles
Merupakan bentuk berat dan sering berakibat fatal dari infeksi campak
yang ditandai dengan ruam kulit konfluen yang bersifat hemoragik.
Penderita menunjukkan gejala encephalitis atau encephalopati dan
pneumonia. Terjadi perdarahan ekstensif dari mulut, hidung dan usus. Dapat
pula terjadi koagulasi intravaskuler diseminata30.
L. IMUNITAS
Struktur antigenik
Imunoglobulin kelas IgM dan IgG distimulasi oleh infeksi campak.
Kemudian IgM menghilang dengan cepat (kurang dari 9 minggu setelah infeksi)
sedangkan IgG tinggal tak terbatas dan jumlahnya dapat diukur. IgM
menunjukkan baru terkena infeksi atau baru mendapat vaksinasi. IgG menandakan
pernah terkena infeksi. IgA sekretori dapat dideteksi dari sekret nasal dan hanya
dapat dihasilkan oleh vaksinasi campak hidup yang dilemahkan, sedangkan
vaksinasi campak dari virus yang dimatikan tidak akan menghasilkan IgA
sekretori31.
Imunitas transplasental

Bayi menerima kekebalan transplasental dari ibu yang pernah terkena
campak. Antibodi akan terbentuk lengkap saat bayi berusia 4 – 6 bulan dan
kadarnya akan menurun dalam jangka waktu yang bervariasi. Level antibodi
maternal tidak dapat terdeteksi pada bayi usia 9 bulan, namun antibodi tersebut
masih tetap ada. Janin dalam kandungan ibu yang sedang menderita campak tidak
akan mendapat kekebalan maternal dan justru akan tertular baik selama kehamilan
maupun sesudah kelahiran17,25.
M. IMUNISASI
Imunisasi campak terdiri dari Imunisasi aktif dan pasif. Imunisasi aktif dapat
berasal dari virus hidup yang dilemahkan maupun virus yang dimatikan. Vaksin
dari virus yang dilemahkan akan memberi proteksi dalam jangka waktu yang lama
dan protektif meskipun antibodi yang terbentuk hanya 20% dari antibodi yang
terbentuk karena infeksi alamiah. Pemberian secara sub kutan dengan dosis 0,5ml.
Vaksin tersebut sensitif terhadap cahaya dan panas, juga harus disimpan pada
suhu 4˚C, sehingga harus digunakan secepatnya bila telah dikeluarkan dari lemari
pendingin14,32.
Vaksin campak adalah preparat virus yang dilemahkan dan berasal dari
berbagai strain campak yang diisolasi. Vaksin dapat melindungi tubuh dari infeksi
dan memiliki efek penting dalam epidemiologis penyakit yaitu mengubah
distribusi relatif umur kasus dan terjadi pergeseran ke umur yang lebih tua.
Pemberian imunisasi pada masa bayi akan menurunkan penularan agen infeksi
dan mengurangi peluang seseorang yang rentan untuk terpajan pada agen tersebut.

Anak yang belum diimunisasi akan tumbuh menjadi besar atau dewasa tanpa
pernah terpajan dengan agen infeksi tersebut. Pada campak, manifestasi penyakit
yang paling berat biasanya terjadi pada anak berumur kurang dari 3 tahun14.
Vaksin dari virus yang dimatikan tidak dianjurkan dan saat ini tidak
digunakan lagi. Respon antibodi yang terbentuk buruk, tidak tahan lama dan tidak
dapat merangsang pengeluaran IgA sekretori17.
Kontraindikasi pemberian imunisasi campak berlaku bagi mereka yang
sedang menderita demam tinggi, sedang mendapat terapi imunosupresi, hamil,
memiliki riwayat alergi, sedang memperoleh pengobatan imunoglobulin atau
bahan-bahan berasal dari darah14,17.
Pemberian imunisasi pada umur 8-9 bulan diprediksi dapat menimbulkan
serokonversi pada sekurang-kurangnya 85% bayi dan dapat mencegah sebagian
besar kasus dan kematian18.
Dengan pemberian satu dosis vaksin campak, insidens campak dapat
diturunkan lebih dari 90%. Namun karena campak merupakan penyakit yang
sangat menular, masih dapat terjadi wabah pada anak usia sekolah meskipun 85-
90% anak sudah mempunyai imunitas14,24.
Sebuah penelitian kohort yang dilakukan terhadap 627 siswa di Arkansas
mendapatkan bahwa anak yang tidak mendapatkan vaksinasi berisiko 20 kali
untuk terkena campak daripada anak yang memiliki riwayat vaksinasi pada usia
15 bulan atau lebih14.

Imunisasi pasif digunakan untuk pencegahan dan meringankan morbili.
Dosis serum dewasa 0,25 ml/kgBB yang diberikan maksimal 5 hari setelah
terinfeksi, tetapi semakin cepat semakin baik. Bila diberikan pada hari ke 9 atau
10 hanya akan sedikit mengurangi gejala dan demam dapat muncul meskipun
tidak terlalu berat14.
Efek samping pemberian imunisasi campak:
Efek samping imunisasi campak diantaranya adalah demam tinggi (suhu
lebih dari 39,4° C) yang terjadi 8-10 hari setelah vaksinasi dan berlangsung
selama sekitar 24-48 jam (insiden sekitar 2%), dan ruam selama sekitar 1-2 hari
(insiden sekitar 2%). Efek samping yang lebih berat seperti ensefalitis sangat
jarang terjadi, kurang dari 1 setiap 1-3 juta dosis yang diberikan. SSPE (subakut
scleosing panenchepalitis) tidak pernah ditemukan lagi di negara-negara yang
telah melaksanakan program imunisasi campak dengan efektif sangat kecil sekali
kemungkinan vaksin mengakibatkan SSPE32.
N. PENATALAKSANAAN
Pengobatan bersifat suportif dan simptomatis, terdiri dari istirahat,
pemberian cairan yang cukup, suplemen nutrisi, antibiotik diberikan bila terjadi
infeksi sekunder, anti konvulsi apabila terjadi kejang, antipiretik bila demam, dan
vitamin A. Vitamin A diberikan untuk membantu pertumbuhan epitel saluran
nafas yang rusak, menurunkan morbiditas campak juga berguna untuk
meningkatkan titer IgG dan jumlah limfosit total. Berikut adalah dosis vitamin A:
Anak usia < 6 bulan = 50.000 IU

Anak usia 6-11 bulan = 100.000 IU
Anak usia 12 bln-5 thn = 200.000 IU
Indikasi rawat inap bila hiperpireksia (suhu >39,5˚C), dehidrasi, kejang,
asupan oral sulit atau adanya penyulit. Pengobatan dengan penyulit disesuaikan
dengan penyulit yang timbul23.
O. PENCEGAHAN
1. Pencegahan Tingkat Awal (Priemordial Prevention)
Pencegahan tingkat awal berhubungan dengan keadaan penyakit yang
masih dalam tahap prepatogenesis atau penyakit belum tampak yang dapat
dilakukan dengan memantapkan status kesehatan balita dengan memberikan
makanan bergizi sehingga dapat meningkatkan daya tahan tubuh12.
2. Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention)
Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mencegah
seseorang terkena penyakit campak, yaitu :
a. Memberi penyuluhan kepada masyarakat mengenai pentingnya
pelaksanaan imunisasi campak untuk semua bayi.
b. Imunisasi dengan virus campak hidup yang dilemahkan, yang diberikan
pada semua anak berumur 9 bulan sangat dianjurkan karena dapat
melindungi sampai jangka waktu 4-5 tahun. Imunisasi campak dengan
ulangan saat anak berusia 6 tahun dan termasuk ke dalam program

pengembangan imunisasi (PPI). Imunisasi campak dapat pula diberikan
bersama Mumps dan Rubela (MMR) pada usia 12-15 bulan. Anak yang
telah mendapat MMR tidak perlu mendapat imunisasi campak ulangan
pada usia 6 tahun12.
3. Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention)
Pencegahan tingkat kedua ditujukan untuk mendeteksi penyakit sedini
mungkin untuk mendapatkan pengobatan yang tepat. Dengan demikian
pencegahan ini sekurang-kurangnya dapat menghambat atau memperlambat
progrefisitas penyakit, mencegah komplikasi, dan membatasi kemungkinan
kecatatan, yaitu :
a. Menentukan diagnosis campak dengan benar baik melalui pemeriksaan
fisik atau darah.
b. Mencegah perluasan infeksi. Anak yang menderita campak jangan
masuk sekolah selama empat hari setelah timbulnya rash. Menempatkan
anak pada ruang khusus atau mempertahankan isolasi di rumah sakit
dengan melakukan pemisahan penderita pada stadium kataral yakni dari
hari pertama hingga hari keempat setelah timbulnya rash yang dapat
mengurangi keterpajanan pasien-pasien dengan risiko tinggi lainnya.
c. Pengobatan simtomatik diberikan untuk mengurangi keluhan penderita
yakni antipiretik untuk menurunkan panas dan juga obat batuk.
Antibiotika hanya diberikan bila terjadi infeksi sekunder untuk
mencegah komplikasi.

d. Diet dengan gizi tinggi kalori dan tinggi protein bertujuan untuk
meningkatkan daya tahan tubuh penderita sehingga dapat mengurangi
terjadinya komplikasi campak yakni bronkhitis, otitis media, pneumonia,
ensefalomielitis, abortus, dan miokarditis yang reversibel12.
4. Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)
Pencegahan tingkat ketiga bertujuan untuk mencegah terjadinya
komplikasi dan kematian. Adapun tindakan-tindakan yang dilakukan pada
pencegahan tertier yaitu :
a. Penanganan akibat lanjutan dari komplikasi campak.
b. Pemberian vitamin A dosis tinggi karena cadangan vitamin A akan
turun secara cepat terutama pada anak kurang gizi yang akan
menurunkan imunitas mereka12.
P. PROGNOSIS
Campak merupakan penyakit self limiting sehingga bila tanpa disertai
dengan penyulit maka prognosisnya baik14.
Q. KESIMPULAN
Morbili atau campak adalah penyakit yang disebabkan virus yang
dimanifestasikan dengan demam, konjungtivitis, dan bercak koplik. Virus
disebarkan melalui kontak langsung, batuk atau bersin pengidap campak pada saat
4 hari sebelum dan sesudah ruam muncul. Penyakit campak diobati secara

simptomatis dan sangat dihindarkan terjadi komplikasi. Dengan terlaksananya
imunisasi campak, tingkat kesakitan penyakit campak di beberapa negara dapat
dikurangi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Thorrington, D., Ramsay, M., Jan, A., Edmunds, W. J., Vivancos, R., Bukasa,
A., & Eames, K. (2014). The Effect of Measles on Health-Related Quality of
Life: A Patient-Based Survey. PloS ONE, 9(9): e105153. doi:10.1371
2. Durrheim, D. N., Crowcroft, N. S., & Strebel, P. M. (2014). Measles–The
epidemiology of elimination. Vaccine, 32(10), 6880-6883. doi:10.1016
3. Gahr et al. (2014). An Outbreak of Measles in an Undervaccinated
Community. Journal of American Academy Of Pediatrics. July; 134: 1
4. Le Roux D, Le Roux S, Nuttall J, Eley B. South African measles outbreak
2009 –2010 as experienced by a paediatric hospital. S Afr Med J
2012;102(9):760-764
5. Ryu J, Kim E, Youn Y, Rhim J, Lee K (2014) Outbreaks of mumps: an
observational study over two decades in a single hospital in Korea. Korean J
Pediatr 2014;57(9):396-402
6. Parker et al. Implications of a 2005 Measles Outbreak in Indiana for
Sustained Elimination of Measles in the United States. N Engl J Med
2006;355:447-55.

7. Navarro-Colorado C, Mahamud A, Burton A, Haskew C, Maina G, Wagacha
J, Ahmed J, et al. (2014). Measles outbreak response among adolescent and
adult Somalia refugees displaced by famine in Kenya and Ethiopia, 2011. JID
210:1863-1871
8. Caudron Q, Mahmud A, Metcalf C, Gottfreosson M, Viboud C, Cliff A,
Grenfell B. (2014). Predictablility in a highly stochastic system: final size of
measles epidemics in small population. Royal Society 12: 20141125
9. Sørup, S., Benn, C. S., Stensballe, L. G., Aaby, P., & Ravn, H. (2015).
Measles–mumps–rubella vaccination and respiratory syncytial virus-
associated hospital contact. Vaccine, 33(1), 237–245.
10. Pinchoff J, Chipeta J, Banda GC, Miti S, Shields T, Curriero F, Moss WJ
(2015) Spatial clustering of measles cases during endemic (1998-2002) and
epidemic (2010) periods in Lusaka, Zambia. BMC Infectious Diseases
2015;15:121-128
11. Xu S, Zhang Y, Rivailler P, Wang H, Ji Y, Zhen Z, Mao N, et al. (2014).
Evoluntary genetics of genotype H1 measles viruses in Cina from 1993 to
2012. Journal of General Virology, 95, 1892-1899
12. Yermalovich, M. A., Semeiko, G. V., Samoilovich, E. O., Svirchevskaya, E.
Y., Muller, C. P., & Hübschen, J. M. (2014). Etiology of Maculopapular Rash
in Measles and Rubella Suspected Patients from Belarus. Plos One, 9(10),
e111541

13. Mueller, N., Avota, E., Collenburg, L., Grassmé, H., & Schneider-Schaulies,
S. (2014). Neutral Sphingomyelinase in Physiological and Measles Virus
Induced T Cell Suppression. PLoS Pathogens, 10(12), e1004574.
14. Katz S. The Golden Anniversary Of The Measles Vaccine. Hamdan Medical
Journal 2014; 7:421–424
15. Brunel J, Chopy D, Marion D, Bloyet L, Devaux P, Urzua E, Cattaneo R, et
al. (2014) Sequence of events in measles virus replication: Role of
phosphoprotein-nucleocapsid interactions. Journal of Virology 88:10851-
10863
16. Lebo E, Kruszon-Moran D, Marin M, Belleni W, Schmid S, Bialek S,
Wallace G, et at (2015) Seroprevalence of measles, mumps, rubella and
varicella antibodies in the united ststes population, 2009-2010. OFID: 1-5
17. Choudury S, Matin F. (2014). Seroprevalence of Antibodies to Measles,
Mumps and Rubella (MMR) Vaccinesin Previously Vaccinated Human
Immunodeficiency Virus-Infected Children and their Control Counterparts. J
Vaccines Vaccin, 5:6
18. Fiebelkom A, Coleman L, Belongia E, Freeman S, York D, Bi D, Zhang C, et
al (2014) Mumos antibody response in young adult after a third dose of
measles-mumps-rubella vaccine. OFID 1-9
19. De Vries, R. D., & de Swart, R. L. (2014). Measles Immune Suppression:
Functional Impairment or Numbers Game. PLoS Pathogens, 10(12),
e1004482

20. Cha S, Shin S, Lee T, Kim CH, Povey M, Kim HM, Nicholson O (2014)
Immunogenicity and safety of a tetravalent measles-mumps-rubella-varicella
vaccine: an open-labeled, randomized trial in healthy Korean children. Clin
Exp Vaccine Res 2014;3:91-99
21. Martins et al. (2014). A Randomized Trial of a Standard Dose of Edmonston-
Zagreb Measles Vaccine Given at 4.5 Months of Age: Effect on Total
HospitalAdmissions. The Journal of Infectious Diseases 2014;209:1731–8
22. Umeh C, Ahaneku H. The impact of declining vaccination coverage on
measles control: a case study of Abia state Nigeria. Pan African Medical
Journal 2013; 15:105
23. Verguet, S., Johri, M., Morris, S. K., Gauvreau, C. L., Jha, P., & Jit, M.
(2015). Controlling measles using supplemental immunization activities: A
mathematical model to inform optimal policy. Vaccine, 33(10), 1291–1296
24. Mufson M, Diaz C, Leonardi M, Harrison C, Groqq S, Carbayo A, Carlos-
Torres S, et al (2014) Safety and immunogenicity of human serum albumin-
free MMR vaccine in US children aged 12-15 months. Journal of the
Pediatric Infectious Disease Society 10:1-10
25. Ozsurekci, Y., Kara, A., Bayhan, C., Oncel, E. K., Takci, S., Yolbakan, S.,
Korkmaz, A., & Korukluoglu G. (2014). Cotreatment of Congenital Measles
with Vitamin A and Intravenous Immunoglobulin. Hindawi Publishing
Corporation, 2014: 10.1155

26. Vashishtha VM, Yewale VN, Bansal CP, Mehta PJ (2014) IAP Perspectives
on Measles an Rubella Elimination Strategies. Indian Pediatrics 2014;51:719-
722
27. Bavdekar et al. A Randomized, Controlled Trialof an Aerosolized Vaccine
against Measles. N Engl J Med 2015;372:1519-29.
28. Aaby P, Martin C, Garley M, Andersen A, Fisker A, Claesson M, Ravn H et
al (2014) Measles vaccination in the presence or absence of maternal measles
antibody: Impact on child survival. CID 59:484-455
29. Baba UA, Ashir GM, Mava Y, Gimba MS, Abubakar R, Ambe JP (2013) The
effects of maternal haemoglobin as an indicator of maternal nutritional status
on, maternal measles antibodies of mother-infant pairs at birth. African
Health Sciences 2013;13(4):940-946
30. MacDonald SE, Dover DC, Simmonds KA (2014) Risk of febrille seizures
after first dose of measles-mumps-rubella vaccine: a population-based cohort
study. CMAJ 2014;186(11):824-829
31. van den Berg JP, Westerbeek EAM, Smits GP, van der Klis FRM, Berbers
GAM, et al. (2014) Lower Transplacental Antibody Transport for Measles,
Mumps, Rubella and Varicella Zoster in Very Preterm Infants. PloS ONE
9(4):e94714. doi:10.1371/journal.pone.0094714
32. Opel DJ, Omer SB (2015) Measles, Mandates, and Making Vaccination the
Default Option. JAMA Pediatr 2015;169(4):303-304