lapsus thalassemia

41
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Thalassemia merupakan suatu kelainan genetik yang diturunkan secara autosomal resesif. Pada thalassemia terjadi proses hemolisis, sehingga terjadi anemia kronis. Penyakit thalassemia membawa banyak sekali masalah bagi penderitanya, mulai dari kelainan darah sampai kelainan berbagai organ tubuh akibat proses penyakitnya maupun akibat usaha pengobatannya, karena penderita thalassemia akan sangat memerlukan transfusi darah seumur hidupnya. (1) Secara klinis dibedakan antara thalassemia mayor dan thalassemia minor. Pasien thalassemia mayor umumnya menunjukkan gejala klinis yang berat, berupa anemia, hepatosplenomegali, pertumbuhan yang terhambat dan gizi kurang sampai gizi buruk. Pasien thalassemia mayor memerlukan transfusi darah terus-menerus. Gejala anemia bahkan sudah dapat terlihat pada usia kurang dari satu tahun. Bentuk heterozigot biasanya secara klinis sukar dikenal karena tidak memperlihatkan gejala klinis yang nyata dan umumnya tidak memerlukan pengobatan. (1) Akibat pemberian transfusi darah berulang dan penggunaan deferoksamin untuk kelasi besi, yang tidak teratur akan terjadi penimbunan besi. Kadar besi yang berlebihan dalam tubuh akan diubah menjadi feritin,

Upload: malisa-lukman

Post on 31-Oct-2014

235 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

lapsus IPD

TRANSCRIPT

Page 1: lapsus thalassemia

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Thalassemia merupakan suatu kelainan genetik yang diturunkan secara autosomal

resesif. Pada thalassemia terjadi proses hemolisis, sehingga terjadi anemia kronis. Penyakit

thalassemia membawa banyak sekali masalah bagi penderitanya, mulai dari kelainan darah

sampai kelainan berbagai organ tubuh akibat proses penyakitnya maupun akibat usaha

pengobatannya, karena penderita thalassemia akan sangat memerlukan transfusi darah seumur

hidupnya.(1)

Secara klinis dibedakan antara thalassemia mayor dan thalassemia minor. Pasien

thalassemia mayor umumnya menunjukkan gejala klinis yang berat, berupa anemia,

hepatosplenomegali, pertumbuhan yang terhambat dan gizi kurang sampai gizi buruk.

Pasien thalassemia mayor memerlukan transfusi darah terus-menerus. Gejala anemia

bahkan sudah dapat terlihat pada usia kurang dari satu tahun. Bentuk heterozigot biasanya

secara klinis sukar dikenal karena tidak memperlihatkan gejala klinis yang nyata dan

umumnya tidak memerlukan pengobatan. (1)

Akibat pemberian transfusi darah berulang dan penggunaan deferoksamin

untuk kelasi besi, yang tidak teratur akan terjadi penimbunan besi. Kadar besi

yang berlebihan dalam tubuh akan diubah menjadi feritin, Gangguan berbagai

fungsi organ dapat terjadi bila kadar feritin plasma lebih dari 2000 mg/m1., Kadar

feritin plasma yang bnggi dapat menyebabkan penurunan kadar seng dalam darah,

karena besi dan seng bersaing pada saat akan berikatan dengan transferin (binding

site). Setelah diabsorpsi pada mukosa jejunum dan ileum.(1)

Penderitanya mengalami ketidakseimbangan dalam produksi hemoglobin

(Hb). Hemoglobin adalah komponen sel darah merah yang berfungsi sebagai

pengangkut oksigen. Hemoglobin terdiri dari beberapa jenis protein, diantaranya

protein alpha dan protein beta. Penderita thalassemia tidak mampu memproduksi

salah satu dari protein tersebut dalam jumlah yang cukup. Sehingga sel darah

merahnya tidak terbentuk dengan sempurna. Akibatnya hemoglobin tidak dapat

mengangkut oksigen dalam jumlah yang cukup. Hal ini berujung dengan anemia

Page 2: lapsus thalassemia

2

(‘kekurangan darah’) yang dimulai sejak usia anak-anak hingga sepanjang hidup

penderitanya.(1)

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa definisi thalassemia?

2. Bagaimana epidemiologi thlassemia?

3. Bagaimana klasifikasi thlassemia?

4. Bagaimana patofisiologi thalassemia?

5. Bagaimana manifestasi klinis thalassemia?

6. Apa saja pemeriksaan penunjang pada thalassemia?

7. Apa diagnosis banding thalassemia?

8. Bagaimana penatalaksanaan thalassemia?

9. Bagaimana skrining dan pencegahan pada thalassemia?

10. Bagaimana prognosis thalassemia?

1.3. Tujuan

1. Mengetahui definisi thalassemia.

2. Mengetahui epidemiologi thlassemia.

3. Mengetahui klasifikasi thlassemia.

4. Mengetahui patofisiologi thalassemia.

5. Mengetahui manifestasi klinis thalassemia.

6. Mengetahui pemeriksaan penunjang pada thalassemia.

7. Mengetahui diagnosis banding thalassemia.

8. Mengetahui penatalaksanaan thalassemia.

9. Mengetahui skrining dan pencegahan pada thalassemia.

10. Mengetahui prognosis thalassemia.

1.4. Manfaat

Makalah ini diharapkan mampu memberikan tambahan pengetahuan dan

landasan teori mengenai thalassemia dan prinsip penanganannya.

Page 3: lapsus thalassemia

3

BAB II

LAPORAN KASUS

A. Identitas

Nama : Tn. A

Usia : 45 tahun

Pekerjaan : Guru

Alamat : Kanigoro Blitar

Tanggal MRS : 3 Oktober 2012

B. Anamnesis

1) Keluhan utama

Badan terasa lemas

2) Riwayat Penyakit Sekarang

Badan terasa lemas sejak 3 hari yang lalu. Selain itu pasien juga

mengeluh letih, lesu, dan cepat lelah.

Satu bulan yang lalu, pasien dirawat di RS dengan keluhan kaki

bengkak, sesak nafas, dan badan terasa lemas. Pasien didiagnosis

thalassemia beta intermedia. Saat di RS pasien mendapat transfusi

darah 6 labu. Pasien di jadwalkan kontrol cek lab Hb setiap satu

bulan sekali.

3) Riwayat Penyakit Dahulu

Usia 4 tahun : wajah sering pucat, lemas, dan perut

membesar.

Usia 15 tahun : wajah pucat, lemas, demam, dirawat di RS

dan mendapat transfusi darah 3 labu.

Usia 40 tahun : wajah pucat, lemas, dirawat di RS dan

mendapat transfusi darah 6 labu.

Usia 44 tahun : wajah pucat, lemas, dirawat di RS dan

mendapat transfusi darah 4 labu.

4) Riwayat Penyakit Keluarga

Ayah meninggal pada usia 32 tahun di RS. Keluhan saat itu

BAB berdarah dan badan lemas.

Page 4: lapsus thalassemia

4

Kakak perempuan meninggal pada usia 6 tahun di RS. Keluhan

saat itu pucat, lemas, perut membesar. Sejak kecil badan

lemas, demam, dan sakit-sakitan.

5) Riwayat Pengobatan

Sering mendapat transfusi darah sejak kecil hingga saat ini.

C. Pemeriksaan Fisik

Status Generalis

Keadaan umum : tampak lemah

Kesadaran : composmentis

Vital sign :

TD : 120/70 mmHg

Nadi : 72 x/menit

RR : 20 x/menit

Suhu : 36 ⁰C

Tinggi Badan : 165 cm

Berat Badan : 46 Kg

Review of System

Kepala :

Konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik +/+

Leher

dBN

Thoraks :

Jantung

Batas jantung kesan melebar, murmur (+) sistolik

Paru-paru

dBN

Abdomen :

Hepatomegali, Spleenomegali Schuffner II

Ekstremitas :

dBN

Page 5: lapsus thalassemia

5

D. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Darah rutin

Hemoglobin 7,86 gr/Dl L : 13-17, P : 11,5-16

Hematokrit 26,7 % L : 40-50%, P : 35-47%

Leukosit 4.740/mm3 4.000-11.000

Trombosit 150.000/mm3 150.000-450.000

LED 40-76/jam L : 0-15, P : 0-20

MCV 79,8 fl 80-97

MCH 23,8 pg 27-31

MCHC 29,4 % 32-36

Diff Count 2/1/2/44/43/8 1-2/0-1/3-5/54-62/25-33/3-7

Hb Elektroforesa

Hb F 19,0 0-0,8

Hb A1 5,7 97

Hb A2 18,2 2,2-3,7

Hb H -

Hb Bart -

Hb E -

Hb S -

Hb C -

Fenotip Thalassemia beta

intermedia

Kimia Darah

Albumin 3,9 g/dl 3,8-5,1

SGOT 28 u/L L : 37, P : 31

SGPT 21 u/L L : 40, P : 31

Pemeriksaan Radiologi Thoraks PA :

Severe Cardiac Hypertrophy

Page 6: lapsus thalassemia

6

USG Abdomen :

Hepatomegali Ringan dan Spleenomegali

E. Resume

Pasien datang ke RSMW dengan keluhan badan terasa lemas sejak

3 hari yang lalu. Selain itu pasien juga mengeluh letih, lesu, dan cepat

lelah. Satu bulan yang lalu, pasien dirawat di RS dengan keluhan kedua

kaki bengkak, sesak nafas, dan badan terasa lemas. Pasien didiagnosis

thalassemia beta intermedia. Saat di RS pasien mendapat transfusi darah 6

labu. Sejak kecil pasien sering pucat, lemas, demam, perut membesar, dan

sering mendapat transfusi darah. Ayah dan kakak perempuan pasien

meninggal di usia muda dengan keluhan serupa.

Hasil pemeriksaan fisik didapatkan adanya anemis, ikterik,

cardiomegali, murmur sistolik, hepatomegali, spleenomegali schuffner II.

Dari hasil pemeriksaan penunjang darah lengkap didapatkan penurunan

kadar Hb, MCV, dan MCH (anemia hipokrom mikrositer). Hasil

pemeriksaan Hb elektroforesa didapatkan thalassemia beta intermedia.

Foto toraks PA menunjukkan hipertrofi jantung berat. USG menunjukkan

hepatomegali ringan dan spleenomegali.

F. Diagnosis

Anemia e.c. Thalassemia Beta Intermedia

Anemia Heart Disease

G. Penatalaksanaan

a) Usulan Pemeriksaan

DL post transfusi

Pemeriksaan hapusan darah tepi

Pemeriksaan SI, TIBC, Ferritin

Pemeriksaan Billirubin T/D/I

Pemerksaaan EKG

Pemeriksaan echocardiography

b) Rencana Pengobatan

Diet TKTP

IVFD NS 12 tpm

Page 7: lapsus thalassemia

7

Transfusi darah PRC 2 kolf/hari sampai dengan Hb ≥ 10 gr/dl

Furosemid 40 mg (IV) pre transfusi kolf II

Asam folat 1x 3 tab

B kompleks 1 x 1

Chelating Agent Deferoksamin (DFO) dimulai bila kadar

feritin serum 1000 ng/ml atau bila sudah menerima 3-5

liter darah atau setelah 10-20 kali transfusi. Diberikan

deferoksamin 30-50 mg/kgbb/hari, 5-7 kali seminggu

subkutan selama 8-12 jam dengan syringe pump.

c) Rencana edukasi dan diet

Mengurangi konsumsi bahan makanan yang menjadi sumber

besi seperti hati, daging, kuning telur, polong, biji-bijian

utuh, udang, tiram, dan sayuran berwarna hijau tua.

Mengonsumsi makanan yang dapat menurunkan absorbsi

besi misalnya sereal, teh hitam, kopi, produk susu.

H. Prognosis

Quo ad vitam : dubia ad malam

Quo ad functionam : dubia ad malam

Page 8: lapsus thalassemia

8

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi

Thalassemia adalah kelaianan herediter akibat adanya mutasi gen globin

yang menyebabkan berkurangnya atau tidak adanya sintesis satu atau lebih rantai

globin.(1)

3.2. Epidemiologi

Thalassemia terdiri atas beberapa tipe. Mereka yang tidak mampu

memproduksi protein alpha dalam jumlah yang cukup disebut thalassemia alpha.

Sedangkan mereka yang kekurangan produksi protein beta, menderita thalassemia

beta. Di Indonesia lebih banyak ditemukan kasus thalassemia beta. Insiden

pembawa sifat thalassemia di Indonesia berkisar antara 6-10%, artinya dari setiap

100 orang 6-10 orang adalah pembawa sifat thalassemia.(2)

Gen Thalassemia sangat luas tersebar, dan kelainan ini diyakini

merupakan penyakit genetik manusia yang paling prevalen. Distribusi utama

meliputi daerah-daerah perbatasan Laut mediterania, sebagian besar Afrika, Timur

Tengah, subbenua India, dan Asia Tenggara. Dari 3% sampai 8% orang Amerika

keturunan Itali atau Yunani dan 0,5% dari kulit hitam Amerika membawa gen

untuk thalassemia β. Di beberapa daerah Asia Tenggara sebanyak 40% dari

populasi mempunyai satu atau lebih gen thalassemia. Daerah geografi dimana

thalassemia merupakan prevalen yang sangat paralel dengan daerah dimana

Plasmodium falciparum dulunya merupakan endemik.(3)

Resistensi terhadap infeksi malaria yang mematikan pada pembawa gen

thalassemia agaknya menggambarkan kekuatan selektif yang kuat yang menolong

ketahanan hidupnya pada daerah endemik penyakit ini.(3)

Mortalitas dan Morbiditas

Thalassemia-α mayor adalah penyakit yang mematikan, dan semua janin

yang terkena akan lahir dalam keadaan hydrops fetalis akibat anemia berat.

Page 9: lapsus thalassemia

9

Beberapa laporan pernah mendeskripsikan adanya neonatus dengan thalassemia-α

mayor yang bertahan setelah mendapat transfusi intrauterin. Penderita seperti ini

membutuhkan perawatan medis yang ekstensif setelahnya, termasuk transfusi

darah teratur dan terapi khelasi, sama dengan penderita thalassemia-β mayor.

Terdapat juga laporan kasus yang lebih jarang mengenai neonatus dengan

thalassemia-α mayor yang lahir tanpa hydrops fetalis yang bertahan tanpa

transfusi intrauterin. Pada kasus ini, tingginya level Hb Portland, yang merupakan

Hb fungsional embrionik, diperkirakan sebagai penyebab kondisi klinis yang

jarang tersebut.(3)

Pada pasien dengan berbagai tipe thalassemia-β, mortalitas dan morbiditas

bervariasi sesuai tingkat keparahan dan kualitas perawatan. Thalassemia-β mayor

yang berat akan berakibat fatal bila tidak diterapi. Gagal jantung akibat anemia

berat atau iron overload adalah penyebab tersering kematian pada penderita.

Penyakit hati, infeksi fulminan, atau komplikasi lainnya yang dicetuskan oleh

penyakit ini atau terapinya termasuk merupakan penyebab mortalitas dan

morbiditas pada bentuk talasemia yang berat. Mortalitas dan morbiditas tidak

terbatas hanya pada penderita yang tidak diterapi mereka yang mendapat terapi

yang dirancang dengan baik tetap berisiko mengalami bermacam-macam

komplikasi. Kerusakan organ akibat iron overload, infeksi berat yang kronis yang

dicetuskan transfusi darah, atau komplikasi dari terapi khelasi, seperti katarak,

tuli, atau infeksi, merupakan komplikasi yang potensial.(3)

3.3. Klasifikasi(4)

1. Alpha thalassemia

a. Silent alpha thalassemia

Delesi pada satu gen (-α/αα).

b. Alpha thalassemia trait

Delesi pada dua gen (αα/-- atau –α/-α).

c. Hemoglobin H disease

Delesi pada tiga gen (--/-α).

d. Hemoglobin Bart’s hydrops fetalis

Mengenai seluruh gen (--/--).

2. Beta thalassemia

Page 10: lapsus thalassemia

10

a. Beta thalassemia trait

b. Beta thalassemia intermedia

c. Beta thalassemia mayor (Cooley’s anemia)

2.4. Patofisiologi

Gen yang mengalami defek pada thalassemia berperan dalam mengontrol

produksi protein pada hemoglobin. Hemoglobin mengikat oksigen dan

melepaskannya ketika eritrosit mencapai jaringan perifer, misalnya ke jaringan

hepar. Pengikatan dan pelepasan oksigen oleh hemoglobin adalah proses yang

sangat penting dalam hidup manusia.(5)

Setiap molekul hemoglobin terdiri dari empat sub unit protein. Dua sub

unit protein disebut alpha dan dua lainnya disebut beta. Hemoglobin akan bekerja

mengikat dan melepaskan oksigen dengan optimal apabila dua sub unit alpha

terhubung dengan dua sub unit beta. Sepasang gen pada kromosom 16 berperan

mengontrol produksi sub unit alpha. Sebuah gen (tunggal) pada kromosom 11

berperan mengontrol produksi sub unit beta.(5)

Gambar 1. Molekul Hemoglobin

Semua sel terdiri dari kromosom yang berpasangan, masing-masing

berasal dari ayah dan ibu. Setiap orang memiliki 2 gen beta globin, satu dari ayah

dan satu dari ibu. Karena setiap kromosom 16 memiliki 2 gen alpha globin, maka

setiap orang memiliki 4 gen alpha globin. Satu kromosom 16 dari ayah

Page 11: lapsus thalassemia

11

menyumbangkan 2 gen alpha globin dan dua lainnya disumbangkan oleh

kromosom 16 dari ibu.(5)

Molekul hemoglobin yang lengkap memiliki empat sub unit, dua alpha

dan dua beta. Kedua gen beta globin memiliki kontribusi yang sama dalam

produksi sub unit protein beta. Keempat gen alpha juga memproduksi sejumlah

protein alpha yang sama jumlah dengan protein beta. Karena terdapat empat alpha

globin dan dua beta globin, maka setiap alpha globin menghasilkan setengah dari

jumlah protein yang dihasilkan beta globin. Dengan demikian jumlah protein yang

dihasilkan dari kedua gen pada satu set kromosom adalah sama.(5)

Karena dua tipe rantai globin (α dan non-α) berpasangan antara satu sama

lain dengan rasio hampir 1:1 untuk membentuk Hb normal, maka akan terjadi

produksi berlebihan dari rantai globin yang normal dan terjadi akumulasi rantai

tersebut di dalam sel menyebabkan sel menjadi tidak stabil dan memudahkan

terjadinya destruksi sel. Ketidakseimbangan ini merupakan suatu tanda khas pada

semua bentuk thalassemia. Karena alasan ini, pada sebagian besar thalassemia

kurang sesuai disebut sebagai hemoglobinopati karena pada tipe-tipe thalassemia

tersebut didapatkan rantai globin normal secara struktural dan juga karena

defeknya terbatas pada menurunnya produksi dari rantai globin tertentu.(5)

Tipe thalassemia biasanya membawa nama dari rantai yang tereduksi.

Reduksi bervariasi dari mulai sedikit penurunan hingga tidak diproduksi sama

sekali (complete absence). Sebagai contoh, apabila rantai β hanya sedikit

diproduksi, tipe thalassemianya dinamakan sebagai thalassemia-β+, sedangkan

tipe thalassemia-β° menandakan bahwa pada tipe tersebut rantai β tidak

diproduksi sama sekali. Konsekuensi dari gangguan produksi rantai globin

mengakibatkan berkurangnya deposisi Hb pada sel darah merah (hipokromatik).

Defisiensi Hb menyebabkan sel darah merah menjadi lebih kecil, yang mengarah

ke gambaran klasik thalassemia yaitu anemia hipokromik mikrositik. Hal ini

berlaku hampir pada semua bentuk anemia yang disebabkan oleh adanya

gangguan produksi dari salah satu atau kedua komponen Hb : heme atau globin.

Namun hal ini tidak terjadi pada silent carrier, karena pada penderita ini jumlah

Hb dan indeks sel darah merah berada dalam batas normal.(5)

Page 12: lapsus thalassemia

12

Alpha Thalassemia

Alpha thalassemia timbul karena adanya satu gen alpha globin atau lebih

gagal memproduksi protein alpha. Defek ini terjadi pada kromosom 16.

Penurunan sifat alpha thalassemia sangat rumit karena tiap orang tua berpotensi

menurunkan dua dari empat alpha globin yang mereka miliki kepada penderita

(resesif). Satu hal yang dapat mempermudah prediksi adalah bahwa gen alpha

berada pada komosom yang sama dan diturunkan berpasangan.(5)

Titik permasalahannya adalah apakah kedua gen alpha pada kromosom

yang sama mengalami delesi (pengrusakan). Jika hal itu terjadi, maka penderita

(resesif) akan memiliki gejala klinis yang sangat berat, dimana dua gen alpha

pada satu kromosom 16 hilang dan satu gen alpha pada komosom lainnya

sehinggga penderita hanya memiliki satu gen alpha yang masih berfungsi normal.

Manifestasi klinis dari keadaan ini adalah penyakit hemoglobin H, yang sangat

bergantung pada transfusi. Jika keempat gen alpha hilang, maka terjadi kematian

in utero (hydrops fetalis). Keadaan ini banyak dijumpai pada orang Asia kuno.(5)

Gambar 2. Probabilitas yang terjadi pada kedua orang tua dengan alpha

thalassemia trait dan silent alpha thalassemia

Page 13: lapsus thalassemia

13

Gambar diatas menujukkan bahwa kedua orang tua yang pada gennya

terdapat masing-masing gen yang sudah termutasi, yakni alpha thalassemia trait

dan silent alpha thalassemia. Maka anaknya : 25% normal, 25% silent alpha

thalassemia, 25% alpha thalassemia trait, 25% hemoglobin H disease.

Beta Thalassemia

Timbulnya gangguan pada proses produksi protein globin adalah penyebab

yang paling sering dari beta thalassemia. Kedua gen beta globin dijumpai pada

sel, namun gagal memproduksi protein dalam jumlah yang cukup (pada alpha

thalassemia, satu atau lebih gen alpha tidak dijumpai). Jika satu gen beta globin

gagal maka jumlah beta globin dalam sel berkurang setengahnya. Kondisi ini

disebut thalassemia trait atau thalassemia minor. Jika kedua gen gagal, maka tidak

ada protein beta globin yang diproduksi. Keadaan ini disebut dengan thalassemia

mayor. (5)

Pada beberapa kasus, kegagalan yang dijumpai tidak bersifat total. Gen

beta globin masih memproduksi sejumlah kecil protein beta yang normal.

Kadangkala seseorang mewarisi dua gen thalassemia, produksi protein dari dua

gen beta berkurang namun tidak mencapai nol. Keadaan klinis yang ditimbulkan

lebih berat dari thalassemia minor, dimana satu gen gagal namun yang lainnya

bekerja normal. Di sisi lain, kondisi klinisnya lebih ringan dari thalassemia mayor,

dimana kedua gen gagal secara total. Keadaan ini disebut dengan thalassemia

intermedia.(5)

Thalassemia intermedia adalah kondisi klinis yang sangat bervariasi dan

harus dievaluasi secara konstan oleh hematologis. Dua orang penderita

thalassemia intermedia dapat sangat berbeda manifestasi klinisnya.(5)

Page 14: lapsus thalassemia

14

Gambar 3. Probabilitas yang muncul pada kedua orang tua dengan

thalasemia minor

Thalassemia minor (trait) biasanya hanya ditandai dengan anemia ringan.

Keadaan yang lebih berat dijumpai pada orang yang mewarisi dua gen

thalassemia. Gambar diatas menunjukkan bahwa kedua orangtua merupakan

carier/trait. Maka anaknya 25% normal, 50% carier/trait, 25% mewarisi 2 gen

yang termutasi (thalasemia mayor).(5)

Tingkat keparahan secara klinis pada penderita thalassemia yang mewarisi

dua gen thalassemia sangat dipengaruhi oleh jumlah protein beta globin yang

diproduksi oleh gen yang mengalami defek. Gen thalassemia yang sama sekali

tidak memproduksi protein beta globin disebut gen beta-0 thalassemia. Seseorang

yang memiliki dua gen ini akan sangat bergantung pada transfusi darah dan

disebut thalassemia mayor.(5)

Sering kali gen thalassemia memproduksi sejumlah protein beta globin,

namun dalam jumlah yang sangat sedikit (kurang). Gen thalassemia ini disebut

Page 15: lapsus thalassemia

15

beta+. Seseorang dengan satu gen beta+ dan gen beta0 thalassemia akan mengidap

thalassemia mayor. Biasanya seseorang dengan dua gen beta+ akan membutuhkan

terapi transfusi kronik dan juga disebut thalassemia mayor.(5)

Terkadang kedua gen beta+ thalassemia dapat memproduksi protein beta

globin dalam jumlah yang cukup sehingga pasien tidak memerlukan transfusi.

Keadaan ini disebut thalassemia intermedia. Seseorang secara klinis dapat

berubah dari thalassemia intermedia menjadi thalassemia mayor, meskipun secara

genetika kemungkinan itu tidak terlihat.(5)

Pada tipe trait thalassemia-β yang paling umum, level Hb A2 (δ2/α2)

biasanya meningkat. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya penggunaan rantai δ

oleh rantai α bebas yang eksesif, yang mengakibatkan terjadinya kekurangan

rantai β adekuat untuk dijadikan pasangan. Gen δ, tidak seperti gen β dan α,

diketahui memiliki keterbatasan fisiologis dalam kemampuannya untuk

memproduksi rantai δ yang stabil; dengan berpasangan dengan rantai α, rantai δ

memproduksi Hb A2 (kira-kira 2,5-3% dari total Hb). Sebagian dari rantai α yang

berlebihan digunakan untuk membentuk Hb A2, dimana sisanya (rantai α) akan

terpresipitasi di dalam sel, bereaksi dengan membran sel, mengintervensi divisi

sel normal, dan bertindak sebagai benda asing sehingga terjadinya destruksi dari

sel darah merah. Tingkat toksisitas yang disebabkan oleh rantai yang berlebihan

bervariasi berdasarkan tipe dari rantai itu sendiri (misalnya toksisitas dari rantai α

pada thalassemia-β lebih nyata dibandingkan toksisitas rantai β pada thalassemia-

α). (5)

2.5. Manifestasi Klinis(5)

1. Thalasemia α

a) Silent alpha thalassemia

Bentuk heterozigot silent thalassemia α+ (–α/αα). Memiliki gambaran

darah yang abnormal (penurunan MCV dan MCHC) tetapi dengan

elektroforesis normal. Saat lahir 50% kasus memiliki Hb Bart’s 1-3%

tapi tidak adanya Hb Bart’s tidak menyingkirkan diagnosa kasus ini.

Biasanya asimtomatik.

Page 16: lapsus thalassemia

16

b) Alpha thalassemia trait

Bisa berasal dari thalasemia α0 (-/αα) atau thalasemia (-α/-α).

Biasanya asimptomatis, didapatkan anemia mikrositik hipokrom

ringan dengan penurunan MCH dan MCV yang bermakna. Hb

elektroforesis normal dan pasien hanya bisa didiagnosis dengan

analisa DNA. Pada masa neonatus, Hb Bart’s 5-10 % tapi tidak

didapatkan HbH pada masa dewasa dan kadang bisa didapatkan

inklusi pada eritrosit karier thalasemia α.

c) Hemoglobin H disease

Ditandai anemia mikrositik hipokrom yang cukup berat (7-11 g/dL)

dan splenomegali sedang dimana Hb H (β4) dapat dideteksi dalam sel

darah merah dengan elektroforesis atau pada sediaan retikulosit. Pada

kehidupan janin ditemukan Hb Bart (γ4). HbH bisa diketahui dengan

bantuan brilian cresil blue yang akan menyebabkan pengendapan dan

pembentukkan badan inklusi. Setelah splenektomi, umumnya

bentukkan ini makin banyak di eritrosit. Pada beberapa kasus,

penderita bisa tergantung transfusi sedangkan sebagian besar kasus

umumnya penderita bisa tumbuh normal tanpa transfusi.

d) Hemoglobin Bart’s hydrops fetalis (α0)

Sindrom hidrops Hb Bart’s biasanya terjadi dalam rahim. Bila hidup

hanya dalam waktu pendek. Gambaran klinisnya adalah hidrops fetalis

dengan edema permagna dan hepatosplenomegali. Kadar Hb 6-8 g/dl

dengan eritrosit hipokromik dan beberapa berinti. Kadar Hb Bart’s

80% dan sisanya Hb portland. Biasanya keadaan ini disertai toksemia

gravidarum, perdarahan post partum dan masalah karena hipertrofi

plasenta. Pada pemeriksaan otopsi memperlihatkan adanya

peningkatan kelainan bawaan. Beberapa bayi berhasil diselamatkan

dengan transfusi tukar dan berulang serta pertumbuhannya bisa

mencapai normal.

Page 17: lapsus thalassemia

17

Gambar 4. Ilustrasi hydrops fetalis

2. Thalasemia β

a) Beta thalassemia trait

Hampir tanpa gejala, umumnya dengan anemia ringan (< 10 g/dl) dan

jarang didapatkan splenomegali. Adanya penurunan ringan kadar Hb

dengan penurunan MCV dan MCH yang bermakna. Terjadi

peningkatan retikulosit dan HbA2. Pada pemeriksaan darah tepi

didapatkan hipokrom, mikrositer, dan kadang tampak sel target.

Sering dianggap anemia defisiensi besi, namun bedanya kadar besi

serum dan ferritin biasanya normal atau meningkat.

b) Beta thalassemia intermedia

Sindroma klinik yang disebabkan oleh sejenis lesi genetik. Gejalanya

mirip dengan talasemia mayor, namun dengan anemia tingkat sedang.

Manifestasinya anemia hipokrom mikrositik (Hb 7-10 gr/dl),

hepatomegali dan splenomegali, deformitas menurun, kelebihan beban

besi (iron over load).

c) Beta thalassemia major (Cooley’s anemia)

Hampir semua anak dengan thalasemia β homozigot dan heterozigot

memperlihatkan gejala klinis sejal lahir yaitu gagal tumbuh, infeksi

berulang, kesulitan makan, kelemahan umum. Bayi tampak pucat dan

terdapat splenomegali. Bila menerima transfusi berulang,

pertumbuhannya bisa normal hingga pubertas. Pada anak yang

Page 18: lapsus thalassemia

18

mendapat transfusi dan terapi chelasi (pengikat besi), anak bisa

mencapai pubertas dan terus mencapai usia dewasa dengan normal.

Bila terapi chelasi tidak adekuat, secara bertahap akan terjadi

penumpukkan besi yang efeknya mulai nampak pada dekade pertama.

Adolscent growth spurt tidak akan tercapai, komplikasi ke hati,

endokrin, dan jantung.

Gambaran klinis pasien yang tidak mendapat terapi adekuat yaitu :

Facies cooley

Terjadi keaktifan sumsum tulang yang luar biasa pada tulang

muka dan tulang tengkorak hingga nengakibatkan perubahan

perkembangan tulang tersebut dan umumnya terjadi pada anak

usia lebih dari 2 tahun.

Gambar 5. Gambaran Facies Cooley

Pucat yang berlangsung lama

Merupakan gejala umum pada penderita thalassemia, yang

berkaitan dengan anemia berat. Penyebab anemia pada

thalassemia bersifat primer dan sekunder. Primer adalah

berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang tidak efektif

disertai penghancuran sel-sel eritrosit intramedular. Sedangkan

yang sekunder mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi eritrosit

oleh sistem retikuloendotelial dalam limpa dan hati.

Perut membuncit

Pada anak yang besar tampak perut yang membuncit akibat

pembesaran hati dan limpa. Hati dan limpa membesar akibat dari

Page 19: lapsus thalassemia

19

hemopoisis ekstrameduler dan hemosiderosis. Dan akibat dari

penghancuran eritrosit yang berlebihan itu dapat menyebabkan

terjadinya peningkatan biliribin indirek, sehingga menimbulkan

kuning pada penderita thalassemia dan kadang ditemui

trombositopenia.

Gambar 6. Hepatospleenomegali

Gagal tumbuh dan mudah terkena infeksi.

Karena pendeknya umur eritrosit menyebabkan hiperurikemi dan

gout sekunder sering timbul.

Sering terjadi gangguan perdarahan akibat rombositopenia

maupun kegagalan hati akibat penimbunan besi, infeksi dan

hemapoiesis ekstramedular.

Bila pasien ini mencapai pubertas, akan timbul komplikasi akibat

penimbunan besi yaitu Keterlambatan menarke (pada anak

perempuan) dan gangguan perkembangan sifat seks sekunder

akibat dari hemosiderosis yang terjadi pada kelenjar endokrin.

Selain pada kelenjar endokrin, hemosiderosis pada pankreas dapat

menyebabkan diabetes mellitus. Siderosis miokardium

menyebabkan komplikasi ke jantung.

Temuan Laboratorium

Kelainan morfologi eritrosit pada penderita thalassemia-β° yang

tidak ditransfusi adalah ekstrem. Disamping hipokromia dan

mikrositosis berat, banyak ditemukan poikilositosit yang

terfragmentasi, aneh (bizarre), nucleated RBC, dan sel target.

Page 20: lapsus thalassemia

20

Sejumlah besar eritrosit yang berinti ada di darah tepi, terutama

setelah splenektomi. Inklusi intraeritrosit, yang merupakan

presipitasi dari kelebihan rantai α, juga terlihat pasca splenectomi.

Kadar Hb turun secara cepat menjadi kurang dari 5 g/dL kecuali

jika transfusi diberikan. Kadar retikulosit meningkat. Penurunan

kadar MCV dan MCHC. Kadar bilirubin serum tidak terkonjugasi

meningkat. Kadar serum besi tinggi, dengan saturasi kapasitas

pengikat besi. Gambaran biokimiawi yang nyata adalah adanya

kadar Hb F yang sangat tinggi dalam eritrosit. Senyawa dipiridol

menyebabkan urin berwarna coklat gelap, terutama pasca

splenektomi.

2.6. Pemeriksaan Penunjang(1)

Pemeriksaan laboratorium yang perlu untuk menegakkan diagnosis

thalasemia ialah:

1. Darah

Pemeriksaan darah yang dilakukan pada pasien yang dicurigai menderita

thalasemia adalah

Darah rutin

Kadar hemoglobin ,MCV ,MCH, dan MCHC menurun. Dapat ditemukan

peningkatan jumlah lekosit, ditemukan pula peningkatan dari sel PMN.

Bila terjadi hipersplenisme akan terjadi penurunan dari jumlah trombosit.

Hitung retikulosit

Hitung retikulosit meningkat antara 2-8 %.

Gambaran darah tepi

Anemia pada thalassemia mayor mempunyai sifat mikrositik hipokrom.

Pada gambaran sediaan darah tepi akan ditemukan retikulosit,

poikilositosis, tear drops sel dan target sel.

Page 21: lapsus thalassemia

21

Gambar 7. Hapusan darah tepi pada thalassemia

Serum Iron & Total Iron Binding Capacity

Kedua pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan

anemia terjadi karena defisiensi besi. Pada anemia defisiensi besi SI akan

menurun, sedangkan TIBC akan meningkat.

LFT

Kadar unconjugated bilirubin akan meningkat sampai 2-4 mg%. bila

angka tersebut sudah terlampaui maka harus dipikir adanya kemungkinan

hepatitis, obstruksi batu empedu dan cholangitis. Serum SGOT dan

SGPT akan meningkat dan menandakan adanya kerusakan hepar. Akibat

dari kerusakan ini akan berakibat juga terjadi kelainan dalam faktor

pembekuan darah.

2. Hb Elektroforesis

Diagnosis definitif ditegakkan dengan pemeriksaan eleltroforesis

hemoglobin. Pemeriksaan ini tidak hanya ditujukan pada penderita thalassemia

saja, namun juga pada orang tua, dan saudara sekandung jika ada. Pemeriksaan ini

untuk melihat jenis hemoglobin dan kadar Hb A2. petunjuk adanya thalassemia α

adalah ditemukannya Hb Barts dan Hb H. Pada thalassemia β kadar Hb F

bervariasi antara 10-90%, sedangkan dalam keadaan normal kadarnya tidak

melebihi 1%.

Page 22: lapsus thalassemia

22

3. Pemeriksaan sumsum tulang

Pada sumsum tulang akan tampak suatu proses eritropoesis yang sangat aktif

sekali. Ratio rata-rata antara myeloid dan eritroid adalah 0,8. pada keadaan normal

biasanya nilai perbandingannya 10 : 3.

4. Pemeriksaan roentgen

Ada hubungan erat antara metabolisme tulang dan eritropoesis. Bila tidak

mendapat tranfusi dijumpai osteopeni, resorbsi tulang meningkat, mineralisasi

berkurang, dan dapat diperbaiki dengan pemberian tranfusi darah secara berkala.

Apabila tranfusi tidak optimal terjadi ekspansi rongga sumsum dan penipisan dari

korteknya. Pada tulang-tulang pendek tangan dan kaki terbentuk trabekulasi kasar,

tulang menjadi berbetuk pipa serta tampak adanya abnormalitas kistik. Pelebaran

kavitas medulla pada metacarpal, metatarsal dan phalanges memberi gambaran

bentuk rectangular dengan konkavitas normal menghilang. Pada tulang panjang

dan ekstremitas memperlihatkan korteks yang menipis dan dilatasi kavitas

medulla sehingga mengakibatkan tulang-tulang tersebut sangat rapuh dan mudah

mengalami fraktur patologik. Pada kranium ditandai dengan pelebaran ruang

diploe dan garis-garis vertikal trabekula akan memberi gambaran “hair on end”

yaitu menyerupai rambut berdiri potongan pendek pada anak besar.

Gambar 8. Foto roentgen pada thalassemia

Abnormalitas gambaran radiologik lainnya pada kranium yaitu sinus

paranasalis tampak tidak berekmbang sempurna, terutama sinus maksilaris. Hal

ini disebabkan karena penebalan dari tulang sinus akibat hyperplasia yang akan

memberi gambaran “thalassemia facies” dengan maloklusi. Korpus vertebra

mengalami deminerlisasi yang ditandai dengan trabekulasi yang kasar

Trabekula tulang jelas

Hair on end

Page 23: lapsus thalassemia

23

disekelilingnya. Pada stadium lanjut, tepi superior dan inferior corpus vertebra

berbentuk bikonkaf atau dapat terjadi fraktur kompresi. Kadang pula massa

hemopoesis ekstramedulla tampak pada mediastinum memberi gambaran

bayangan jaringan lunak di antara kosta depan dan belakang pada posisi

posteroanterior. Jantung tampak pula mengalami pembesaran. Pada kosta tampak

bayangan densitas radiopak didalam kosta (a rib within a rib appearance).

2.7. Diagnosis Banding

Thalassemia sering kali didiagnosis salah sebagai anemia defisiensi Fe.

Hal ini disebabkan oleh karena kemiripan gejala yang ditimbulkan, dan gambaran

eritrosit mikrositik hipokrom. Namun kedua penyakit ini dapat dibedakan, karena

pada anemia defisiensi Fe didapatkan :

Pucat tanpa organomegali

Terdapat penurunan Hb disertai penurunan besi serum dan ferritin serta

peningkatan TIBC.

Tidak tedapat besi dalam sumsum tulang

Bereaksi baik dengan pengobatan dengan preparat besi

2.8. Penatalaksanaan(6)

Prinsip pengobatan pada pasien talasemia adalah :

Terapi tranfusi darah untuk mencegah komplikasi dari anemia kronis

Pencegahan dari resiko kelebihan besi akibat terapi transfusi

Penatalaksanaan splenomegali

Pada anak dengan thalassemia mayor beta membutuhkan pelayanan

kesehatan yang terus menerus seumur hidupnya.

A. Tranfusi darah

Pemberian tranfusi darah ditujukan untuk mempertahankan dan

memperpanjang umur atau masa hidup pasien dengan cara mengatasi komplikasi

anemia, memberi kesempatan pada anak untuk proses tumbuh kembang,

memperpanjang umur pasien. Terapi tranfusi darah dimulai pada usia dini ketika

ia mulai menunjukkan gejala simtomatik. Transfusi darah dilakukan melalui

pembuluh vena dan memberikan sel darah merah dengan hemoglobin normal.

Untuk mempertahankan keadaan tersebut, transfusi darah harus dilakukan secara

Page 24: lapsus thalassemia

24

rutin karena dalam waktu 120 hari sel darah merah akan mati. Khusus untuk

penderita beta thalassemia intermedia, transfuse darah hanya dilakukan sesekali

saja, tidak secara rutin. Sedangkan untuk beta thalssemia mayor (Cooley’s

Anemia) harus dilakukan secara teratur

Tranfusi darah diberikan bila Hb anak < 7 gr/dl dyang diperiksa 2x berturut

dengan jarak 2 mingg dan bila kadar Hb > 7 gr/dl tetapi disertai gejala klinis

seperti Facies Cooley, gangguan tumbuh kembang, fraktur tulang curiga adanya

hemopoisis ekstrameduler. Pada penanganan selanjutnya, transfusi darah

diberikan Hb ≤8 gr/dl sampai kadar Hb 11-12 gr/dl. Darah diberikan dalam

bentuk PRC, 3 ml/kgBB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dL.

B. Kelasi Besi

Pasien thalasemia dengan terapi tranfusi biasanya meninggal bukan karena

penyakitnya tapi karena komplikasi dari tranfusi darah tersebut. Komplikasi

tersebut adalah penumpukan besi diberbagai organ.

Desferoxamine diberikan setelah kadar feritin serum sudah mencapai 1000

mg/L atau saturasi transferin sudah mencapai 50 %, atau sekitar setelah 10 -20

kali transfusi. Pemberian dilakukan secara subkutan melalui pompa infus dalam

waktu 8-12 jam dengan dosis 25-35 mg/kg BB/hari, minimal selama 5 hari

berturut-turut setiap selesai transfusi darah. Dosis desferoxamine tidak boleh

melebihi 50 mg/kg/hari. Evaluasi teratur terhadap toksisitas desferoxamin

direkomendasikan pada semua pasien yang mendapat terapi ini.

Saat ini sudah tersedia kelasi besi oral, namun penggunaannya di Indonesia

belum dilakukan.

C. Suplemen Asam Folat

Asam folat adalah vitamin B yang dapat membantu pembangunan sel-sel

darah merah yang sehat. Suplemen ini harus tetap diminum di samping melakukan

transfusi darah ataupun terapi khelasi besi.. Asam Folat 2x1 mg/hari untuk

memenuhi kebutuhan yang meningkat.

D. Splenektomi

Indikasi :

Page 25: lapsus thalassemia

25

Limpa yang terlalu besar sehingga membatasi gerak pasien,

menimbulkan peningkatan tekanan intra-abdominal dan bahaya

terjadinya ruptur

Meningkatnya kebutuhan tranfusi yang melebihi 250ml/kgBB dalam 1

tahun terakhir

D. Transplantasi sumsum tulang

Transplantasi sumsum tulang untuk talasemia pertama kali dilakukan

tahun 1982. Transplantasi sumsum tulang merupakan satu-satunya terapi

definitive untuk talasemia. Jarang dilakukan karena mahal dan sulit.

2.9. Skrining dan Pencegahan(2)

Skrining

Bila populasi tersebut hendak memiliki pasangan, dilakukan skrining

premarital. Penting sekali menyediakan program konselin verbal dan tertulis

mengenai hasil skring.

Alternatif lain, memeriksakan setiap wanita hamil muda berdasarkan ras.

Skrining yang efektif adalah melalui eritrosit. Bila MCV dan MCH sesuai

gambaran thalasemia, perkiraan kadar HbA harus diukur. Bila kadarnya normal,

pasien dikirim ke pusat yang menganalisis gen. Penting untuk memeriksa Hb

elektroforesa pada kasus-kasus ini untuk mencari kemungkinan variasi struktural

Hb.

Pencegahan

Ada 2 pendekatan untuk menghindari thalasemia, yaitu :

Karena karier thalasemia β bisa diketahui dengan mudah, skrining

populasi dan konseling tentang pasangan bisa dilakukan. Bila heterozigot

menikah, 1 dari 4 anak mereka bisa menjadi homozigot atau gabungan

heterozigot.

Bila ibu heterozigot sudah diketahui sebelum lahir, pasangan bisa

diperiksa dan bila termasuk karier, pasangan tersebut ditawari diagnosis

prenatal dan terminasi kehamilan pada fetus dengan thalasemia β berat.

Page 26: lapsus thalassemia

26

2.10. Prognosis(1)

Thalassemia beta homozigot umumnya meninggal pada usia muda dan

jarang mencapai usia dekade ke 3, walaupun digunakan antibiotik untuk

mencegah infeksi dan pemberian chelating agent untuk mengurangi

hemosiderosis. Apabila di kemudian ahri transplantasi sumsum tulang diterapkan

maka prognosis akan menjadi baik, karena diperoleh penyembuhan.

Page 27: lapsus thalassemia

27

BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Thalassemia merupakan penyakit genetik yang disebabkan oleh

ketidaknormalan pada protein globin yang terdapat di gen. Dapat menyerang siapa

aja dengan berbagai etnik ras di seluruh dunia dan termasuk salah satu penyakit

genetik kelainan darah yang terbanyak di Indonesia. Jika globin alfa yang rusak

maka penyakit itu dinamakan alfa-thalassemia dan jika globin beta yang rusak

maka penyakit itu dinamakan alfa thalassemia. Gejala yang terjadi dimulai dari

anemia hingga gangguan tumbuh kembang. Pemeriksaan thalasemia bisa

dilakukan melalui pemeriksaan darah, Hb elektroforesa, pemeriksaan sumsum

tulang dan roentgen. Thalassemia harus sudah diobati sejak dini agar tidak

berdampak fatal. Pengobatan yang dilakukan adalah dengan melakukan transfusi

darah, meminum beberapa suplemen asam folat, terapi kelasi besi, splenektomi,

hingga transplantasi sumsum tulang. Thalasemia bisa diketahui sedini mungkin

dengan proses skrining.

4.2. Saran

1. Sebaiknya dilakukan pemantauan fungsi organ secara berkala agar

berbagai dampak transfusi dapat dideteksi secara dini.

2. Perlu adanya kerjasama dan komunikasi yang baik dari dokter dan pasien

agar tujuan terapi dapat tercapai dengan maksimal.

Page 28: lapsus thalassemia

28

DAFTAR PUSTAKA

1. Supandiman, Iman. 2003. Pedoman Diagnosis dan Terapi Hematologi

Onkologi Medik. Bandung : Q-Communication, h. 195-201

2. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2004. Standard Pelayanan Medis Kesehatan

Anak Edisi I. Jakarta : IDAI, h. 82-4

3. Hoffbrand, Pettit JE, Moss PAH. 2002. Kapita Selekta Hematologi( Essential

Haematology) Edisi 4. Jakarta : EGC, h.66-75

4. Provan, Drew. 2004. Oxford Handbook of Clinical Haematology Second

edition. United States : Oxford University Press

5. Ilyas, Muhammad, Winansih Gubali. 2012. Thalassemia : Cooley Anemia.

http://med.unhas.ac.id/datajurnal/thn06no3/LK-3-Ilyas%20(thalassemia).pdf

6. Oliveri, Nancy. 1999. The Beta Thalassemia. The New England Journal of

Medicine. 342 (2) : 99-107