lapsus revisi

30
LAPORAN KASUS Pasien Tn.S datang dengan demam ± 2 minggu Untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam di RSU PKU Muhammadiyah Delangu Disusun Oleh : Yunita Elfia H2A009049 Pembimbing : dr. Prawoto, Sp.PD 1

Upload: djarum-mareta-saputri

Post on 15-Jan-2016

217 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Lapsus Revisi

TRANSCRIPT

Page 1: Lapsus Revisi

LAPORAN KASUS

Pasien Tn.S datang dengan demam ± 2 minggu

Untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam

di RSU PKU Muhammadiyah Delangu

Disusun Oleh :

Yunita Elfia

H2A009049

Pembimbing :

dr. Prawoto, Sp.PD

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

MUHAMMADIYAH SEMARANG

2014

1

Page 2: Lapsus Revisi

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Tn. S

Umur : 59 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Gatak, Sukoharjo

Pekerjaan : tidak bekerja

Agama : Islam

Bangsal : AR. Fahrudin

No RM : 14594714

Tanggal Masuk : 3 November 2014

B. ANAMNESA

Anamnesis dilakukan tanggal 3 November 2014 secara autoanamnesis di

Bangsal AR Fahrudin.

1. Keluhan Utama : demam ± 2 minggu

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Sejak 2 minggu yang lalu pasien mengeluh demam (+), naik

turun, sampai menggigil tapi tidak tentu waktunya, tidak bisa berjalan

hanya tiduran dirumah dan badan lemes. Pasien juga mengeluh nyeri

pada persendian dan sendi-sendi pasien bengakak dan sakit bila

dipegang. Pasien sudah memeriksakan diri kedokter dan dirawat inap di

puskemas selama 1 minggu tapi tidak ada perbaikan. Pasien juga

mengeluh nyeri tenggorokan, batuk dan nyeri perut disekitar pusar dan

terasa semengkrang, tapi tidak mual (-), muntah (-), BAB dan BAK

normal.

Pada tahun 1996 pasien mulai mengeluh nyeri pada kedua

pergelangan tangan dan jari-jari tangan. Awalnya tangan pasien

menjadi kaku-kaku dan nyeri. Nyeri lebih sering pada pagi hari

berlangsung selama >1 jam dan nyeri lebih berat saat pasien bergerak.

Lama-lama sendi-sendi pasien membengkak dan terasa sakit. Kemudian

2

Page 3: Lapsus Revisi

pasien memeriksakan diri kedokter setelah gejala berkurang pasien

tidak pernah kontrol ulang sampai sekarang. Pasien belum pernah

menjalani fisioterapi. Sekarang sendi-sendi tangan pasien mengalami

kelainan.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat dengan gejala yang sama sebelumnya : disangkal

- Riwayat Hipertensi : disangkal

- Riwayat Diabetes Mellitus : disangkal

- Riwayat Penyakit jantung : disangkal

- Riwayat stroke : diakui (pada tahun 1996)

- Riwayat Alergi obat : disangkal

- Riwayat operasi : disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga

- Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan seperti ini

- Riwayat Hipertensi : disangkal.

- Riwayat Diabetes Melitus : disangkal

- Riwayat Penyakit jantung : disangkal

5. Riwayat kebiasaan :

- Riwayat merokok : diakui (baru berhenti sekitar 6

bulan yang lalu)

- Riwayat minum alkohol : disangkal

- Riwayat olahraga : disangkal

C. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 24 Juli 2014 :

A. Keadaan Umum : tampak lemas

B. Kesadaran : Compos mentis

C. Vital sign : T : 100/60 mmHg

N : 85 x/menit isi dan tegangan cukup

R : 20 x/menit

t : 39,60C

3

Page 4: Lapsus Revisi

D. Kepala : Mesocephal, distribusi rambut merata, tidak

mudah rontok

E. Mata : Conjunctiva Palpebra Anemis (-/-), Sclera Ikterik (-/-), pupil

isokor diameter 3mm/3mm, reflek cahaya (+/+)

F. Telinga : discharge (-), napas cuping hidung (-)

G. Hidung : secret (-)

H. Mulut : lidah kotor (-), pernapasan mulut (-)

I. Tenggorokan : Faring : hiperemis (+), granulasi (-), lendir (-); Tonsil :

T1-1, hiperemis (-/-), kripte melebar (-/-), detritus (-/-).

J. Kulit : hipopigmentasi (-), hiperpigmentasi (-),

K. Leher : pembesaran kelanjar getah bening (-), deviasi trakea (-),

JVP 2 cm dari angulus sterni.

L. Thorak

Jantung

Inspeksi : ictus codis tampak

Palpasi : kuat angkat, teraba 2 jari, ictus cordis teraba di

ICS 5 linea midclavikula, pulsus parasternal (-), pulsus epigastrium

(-)

Perkusi

Kanan jantung : ICS 4 linea parasternalis dextra

Atas jantung : ICS 2 linea parasternal sinistra

Pinggang jantung : ICS 3 linea parasternalis sinistra

Kiri jantung : ICS 5, 2 cm medial linea

midclavicula sinistra

Auskultasi : BJ I-II regular, bising (-)

Kesan : normal

Paru-paru

Dextra Sinistra

I : Simetris, retraksi dinding dada (-)

Pal : Stem fremitus kanan = kiri

Per : Sonor di kedua lapangan paru

I : Simetris, retraksi dinding dada (-)

Pal : Stem fremitus kanan = kiri

Per : Sonor di kedua lapangan paru

4

Page 5: Lapsus Revisi

Aus : suara dasar vesikuler, suara

tambahan : wheezing (-), ronchi (-)

Suara dasar

Vesikuler

: (-)

Aus : suara dasar vesikuler, suara

tambahan : wheezing (-), ronchi (-)

M.Abdomen

Inspeksi : datar, tumor (-), spider nevi (-).

Auskultasi : BU (+) N, bruit (-), murmur (-).

Palpasi : distended, NT (+) regio epigastrium dan hipokondrium

dextra, Hepar : tidak teraba, Lien : tidak teraba.

Perkusi : Timpani, Pekak alih (-), Pekak sisi (-)

N. Ekstremitas

Superior Inferior

(-/-)

(-/-)

(-/-)

(+/+)

(+/+)

(+/+)

(+/+)

(-/-)

Akral dingin

Edema

Sianosis

Kontaktur

Deviasion ulnar

Swollen thikened

Swan neck deformity

Boutonniere deformity

(-/-)

(-/-)

(-/-)

(-/-)

(-/-)

(-/-)

(-/-)

(-/-)

5

Page 6: Lapsus Revisi

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium darah rutin, 3 November 2014

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

HEMATOLOGI

Hemoglobin

Lekosit

Trombosit

Eritrosit

Hematokrit

LED 1

LED 2

12,9

29,1

362,0

4,27

37,8

46,0

59,0

12,0 – 16,0

4,0 – 12,0

150,0 – 400,0

4,00 – 5,00

37,0 – 43,0

2,0 – 20,0

2,0 – 20,0

HITUNG JENIS

Basofil

Eosinofil

Neutrofil

Limfosit

Monosit

0

1

94

4,2

1

0 – 3

0 – 3

42 – 75

20,5 – 51,1

2 – 9

MCV, MCH, MCHC

6

Page 7: Lapsus Revisi

MCV

MCH

MCHC

88,7

30,1

34,1

78,6 - 102,2

25,2 - 34,7

31,3 – 35,4

KIMIA KLINIK

Fungsi Ginjal

Ureum

Creatinin

31

0,70

10 – 50

0,50 – 1,10

FUNGSI HATI

SGOT

SGPT

36

9

6 – 25

4 – 30

DIABETES

Glukosa Sewaktu 77 < 180

SERO-IMUNOLOGI

Hepatitis

HbsAg Negatif Negatif

RONTGENT

Interpretasi :

Paru : gambaran bronkhitis

Jantung : besar jantung dalam batas normal.

7

Page 8: Lapsus Revisi

8

Page 9: Lapsus Revisi

Interpretasi :

USG Abdomen (8-11-2014) :

9

Page 10: Lapsus Revisi

EKG

10

Page 11: Lapsus Revisi

E. ASSESMENT

Diagnosa Kerja : Reumatoid Artrhitis

Problem :

Febris et causa Septic Artritis

Dissability

Dispepsia

Splenomegali

Terapi :

Diit bubur

Inf. RL 20 tpm

Metotrexat 7,5 mg/mggu

Metil Prednisolon 2x8 mg

PCT 500 mg (K/P)

Fisioterapi

F. PLANNING

Diagnosis :

Pemeriksaan Laboratorium : darah rutin, LED, RF

Rontgen : rontgen thoraks, rontgen Manus dan pedis

Monitoring : monitoring keadaan umum, tanda vital, keluhan dan efek

terapi

Edukasi : menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien tentang

penyakit yang diderita pasien, pemeriksaan lanjutan yang akan

dilakukan, terapi yang diberikan dan kemungkinan komplikasi yang

bisa terjadi.

11

Page 12: Lapsus Revisi

G. FOLLOW UP

Tanggal Perjalanan Penyakit Planning3-11-2014

5-11-201416.15

7-9/11-201406.30

10-11/11-2014

S : Kel : demam (+), menggigil (+), mual (-), muntah (-), BAB/BAK (+) normal, nyeri perut (+), nyeri sendi (+), sendi bengkak (+).

O : KU : sedang, CMTD : 110/90 t : 396

N : 85 x/mnt R : 22 x/mntAbdomen : NT (+) regio epigestrium dan hipokondrium (s).

S : Kel : demam (+), menggigil (+), nyeri perut nyeri perut (+).

O : KU : sedang, CMTD : 90/60 t : 376

N : 85 x/mnt R : 25 x/mntAbdomen : NT (+), defance muscular.Lab : AL : 29,1 ; GDS : 77 ; LED 1 : 46,0 ; LED : 59,0

S : Kel : demam (+), menggigil (+) tidak tentu waktunya, nyeri tenggorokan (+), nyeri perut (+), nyeri sendi (+) <<, sendi bengkak (+) <<

O : KU : Membaik, CMTD : 100/60 t : 381

N : 80 x/mnt R : 20 x/mntMata : dbnTHT : Faring hiperemis (+/+), tonsil T1-1, lendir (-/-)Abdomen : NT (+) regio epigastrium.

S : Kel : nyeri perut (+) <<, batuk (+), nyeri sendi (+) <<, sendi bengkak (+) <<.

O : KU : Membaik, CMTD : 100/60 t : 363

N : 83 x/mnt R : 18 x/mntTHT : Faring hiperemis (+/+), tonsil T1-1, lendir (-/-)

P : - Diit bubur- Infus Rl 20 tpm- Inj. Ceftriaxon 2gr/24j- Inj. Ketorolac 1A/8j- Inj. Pumpitor 1x20mg- Vit B comp 5cc/hariP.O :- Meloxicam 1 x 15 mg- Extra : PCT 500 mg.

Pemeriksaan lab : darah rutin, LED

P : - Inj Ceftriaxon 2gr/24j Inj. Cefotaxim 2gr/12j

- terapi lain lanjut

P : - Usul ulang DR, USG abdomen

Hasil lab : Hb : 9,3 ; AL : 15,9 ; AT : 477 ; Eritrosit : 3,19 ; Ht : 28,4USG Abd : Splenomegali

Terapi lanjut +PO : Propanolol 2x10 mg

P : - Usul DR, LED, ASTO, Urine rutin

Hasil Lab : Hb : 11,5 ; AL : 38,4 ; AT : 558 ; Eritrosit : 3,63 ; Ht : 32,9 ; Ur : 47 ; Cr :

12

Page 13: Lapsus Revisi

12-11-201406.30

Thoraks : dbnAbdomen : NT (+) regio epigastrium

S : Kel : sakit perut (+) <<, batuk (-),nyeri sendi (+) <<, sendi bengkak (+) <<.

O : KU : Membaik, CMTD : 110/70 t : 363

N : 60 x/mnt R : 20 x/mnt

0,60.ASTO : < 200 IU/ml.

Inj. Cefotaxim 2gr/12j Inf. Lefofloxacin 500mg/24jTerapi lain lanjut

P : BLPL Menunggu hasil Lab Urine rutine

Hasil Lab : Urine rutin : warna : kuning ; kekeruhan : agak keruh ; epitel : 1-2 ; kristal : asam urat +1Terapi :- Meloxicam 1x15 mg- MP 2x8 mg- Ranitidin 2x1 tab- Levofloxacin 1x500 mg- Curcuma 2x1 tab

H. PROGNOSIS

Quo Ad Vitam : dubia ad bonam

Quo Ad Sanam : dubia ad bonam

Quo Ad Fungsionam : dubia ad bonam

13

Page 14: Lapsus Revisi

PEMBAHASAN

Artritis reumatoid merupakan penyakit autoimun dengan karakteristik

adanya inflamasi kronik pada sendi disertai dengan manifestasi sistemik seperti

anemia, fatique, dan osteoporosis. Pasien mengalami nyeri kronis serta

peningkatan disabilitas, yang bila tidak diobati, dapat menurunkan angka

harapan hidup.

Penyebab terjadinya RA hingga saat ini masih belum dapat dipastikan.

Penelitian mencoba menghubungkan dengan faktor endokrin, metabolik, faktor

nutrisi, geografi, pekerjaan, faktor psikososial, infeksi bakteri, spirokaeta, virus

dan imunologik.

Artritis reumatoid ditegakkan berdasarkan adanya sinovitis pada paling

sedikit 1 sendi, tidak adanya diagnosis alternatif lain yang dapat menjelaskan

penyebab sinovitis, serta skor total individu dari 4 kriteria (keterlibatan sendi,

pemeriksaan serologis, peningkatan acute-phase reactant, dan durasi gejala) ≥ 6

minggu.

Kriteria Artritis Reumatoid Berdasarkan American College of Rheumatology (ACR) / European League Against Rheumatism (EULAR)

2010

14

Page 15: Lapsus Revisi

Hasil pemeriksaan penunjang pada RA :

1. Amenia normokrom normisitik

2. Laju endap darah meningkat, sesuai dengan aktifitas penyakit, makin aktif

penyakit makin tinggi LED.

3. Faktor reumatoid (RF) penting (bukan penentu diagnosis). Walaupun RF

negatif, diagnosis RA tetap dapat ditegakkan secara klinik dan radiologik. Bila

titer RF yang tinggi cenderung menunjukkan gejala sistemik, artritis erosif dan

destruktif.

4. Anti Nuclear Antibody (ANA) dan antigen lainnya dapat ditemukan pada

sebagian kecil penderita, umumnya dengan titer yang rendah.

5. HLA-DR4 positif pada sebagian pasien. Pemeriksaan ini tidak dapat digunakan

sebagai penunjang diagnosis.

6. Cairan sinovial : Jumlah sel antara 5.000-20.000 mm3, titer komplemen

rendah, RF positif dan bekuan mucin jelek.

7. Pemeriksaan radiologik yang terbaik melihat sendi pengelangan dan jari-jari

tangan. Pada awal penyakit gambaran pembengkakan jaringan lunak dan

osteoporosis juxta artikuler. Pada stadium lanjut gambaran permukaan sendi

yang tidak rata akibat erosi sendi, penyempitan celah sendi, subluksasi dan

akhirnya ankilosis sendi.

“ Pada pasien ini saat anamnesis ditemukan gejala nyeri pada kedua pergelangan

tangan dan jari-jari tangan. Nyeri lebih sering pada pagi hari berlangsung selama

>1 jam dan nyeri lebih berat saat pasien bergerak, sendi-sendi bengkak dan terasa

sakit bila dipegang. Gejala tersebut dirasakan sejak tahun1996. Pada pemeriksaan

fisik ditemukan : Ekstremitas superior kontraktur manus dx et sin, Deviasion ulnar

(+/+), Swollen thikened (+/+), Swan neck deformity (+/+), Boutonniere deformity

(+/+). Dari hasil pemeriksaan radiologi Ro Manus : RA bilateral. Dari hasil

pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan LED yaitu LED 1 46,0; LED 2

59,0. Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang hasil

tersebut memenuhi kriteria diagnosis dari Artritis Reumatoid menurut

ACR/EULAR 2010. Pada pasien tidak dilakukan pemeriksaan Reumatoid Faktor,

15

Page 16: Lapsus Revisi

karena pasien menggunakan BPJS dan plavonnya tidak cukup membiayai

pemeriksaann tersebut“

Penatalaksanaan Reumatoid Arthritis :

1. Terapi Obat

a. Obat antinflamasi non steroid (OAINS)

OAINS ini merupakan obat tahap pertama (first line) dan

dikenal berbagai jenis yang mempunyai efek analgesik dan antiflamasi

yang baik. Obat ini tidak dapat menghentikan/mempengaruhi perjalanan

penyakit artritis reumatoid.

Dikenal 6 golongan OAINS, yaitu :

1) Golongan salisilat.

Sailsilat merupakan obat pilihan pertama karena cukup efektif dan

harganya cukup murah. Efek samping pada gasrointestinal yang cukup

besar, gangguan pendengaran, gangguan susunan syaraf pusat, inhibisi

agregrasi trombosit dan gangguan test faal hati.

2) Golongan indol : a.l indometasin (beredar di Indonesia), sulindak dan

tolmetin (tidak beredar di Indonesia)

3) Golongan turunan asam propionat : a.l. ibuprofen, naproksen,

ketoprofen, diklofenak (beredar di Indonesia), suprofen dan fenoprofen

(tidak beredar di Indonesia)

4) Golongan asam antranilik : a.l. natrium meklofenamat (beredar di

Indonesia).

5) Golongan oksikam : piroksikam, tenoksikam, meloxicam (beredar di

Indonesia)

6) Golongan pirazole : fenil dan oksifenbutazon (beredar di Indonesia).

NB : Hanya dapat digunakan untuk jangka pendek, tidak boleh lebih dari 2

minggu, karena mempunyai efek penekanan pada sumsum tulang.

16

Page 17: Lapsus Revisi

b. Slow-acting/disease-modifying antirheumatic drugs (SAARD/DMARD)

Obat golongan ini dapat menekan perjalanan penyakit artritis

reumatoid, karena itu disebut sebagai obat remitif atau disease-modifying

antirheumatic drugs/DMARD. Karena efek kerjanya lambat maka disebut

sebagai slowacting-antirheumatic drugs/SAARD. Obat golongan ini baru

memberikan efek setelah pemakaian selama minimal 6 bulan dan tidak

mempunyai efek langsung menekan rasa nyeri dan inflamasi. Indikasi

pemberian SAARD terutama ditujukan pada penderita RA yang progresif,

yang ditandai dengan bukti radiologik adanya erosi sendi dan destruksi

sendi.

Obat yang termasuk golongan ini ialah :

1) Metotrexat : 7,5-25 mg/minggu

2) Obat antimalaria : Klorokuin : 6,5 mg/kgBB/hari (150 mg)

3) Garam emas : 3-9 mg/hari PO atau injeksi sub kutan dosis awal 10mg,

dilanjutkan seminggu, kemudian dengan dosis 25 mg/minggu dinaikkan

menjadi 50 mg/minggu selama 20 minggu, kemudian diturunkan tiap 4

minggu sampai dosis kumulatif 2000mg.

4) Salazopirin : 3-4x500 mg

5) Sulfasalasin : 2x500 mg/hari ditingkatkan sampai 3x1000 mg

c. Kortikosterioid

Penelitian membuktikan bahwa kortikosteroid tidak dapat

menghambat progresifitas penyakit artritis reumatoid. Kortikosteroid

hanya bersifat simptomatik dan tidak menyembuhkan (not curative).

Kortikosteroid perlu segera diberikan pada keadaan penyakit yang berat

yang ditandai dengan panas, anemia, berat badan menurun, neuropati,

vaskulitis, perikarditis, pleuritis, skleritis dan sindroma Felty

(splenomegali, limfadenopati, anemia, trombositopenia, dan neutropenia).

Pemberian hanya boleh beberapa kali dalam 1 tahun (kira-kira 4x/tahun),

2. Terapi Fisik

Pada fase akut terapi fisik bertujuan mengurangi rasa nyeri dan

inflamasi, memelihara fungsi otot dan luas gerak sendi. Bila masa akut sudah

17

Page 18: Lapsus Revisi

terlewati, maka perlu evaluasi terhadap keadaan otot, membentuk kembali

kekuatan otot, dan tindakan proteksi sendi mulai diprogramkan, dalam hal ini

diperlukan kerjasama dengan fisioterapist.

3. Aspek Psikososial

Oleh karena RA merupakan penyakit kronik, sering menyebabkan

gangguan psikis dan keputusasaan penderita. Aspek sosial perlu pula

diperhatikan, karena penderita harus menyesuaikan pekerjaan dan kehidupan

sehari-harinya dengan penyakit yang dideritanya, mungkin sekali penderita

perlu mengganti jenis pekerjaannya atau merubah kebiasaan hidupnya.

4. Pembedahan

Pembedahan dapat bersifat preventif atau reparatif. Pembedahan

preventif antara lain dengan melakukan sinovektomi untuk mencegah

bertambah rusaknya sendi yang terserang. Pembedahan reparatif terutama

untuk mengoreksi deformitas yang terjadi antara lain dengan melakukan

artroplasti.

“ Pada pasien ini diberikan terapi :

1. Antibiotik Ceftriaxon Cefotaxime Levofloxacin, karena pada pasien

ini ditemukan demam (+) sampai menggigil, dan ditemukan adanya

peningkatan leukosit yang terus meningkat, dan kemungkinan terjadi sepctic

artritis. Seharusnya pemberian antibiotik dilakukan kultur terlebih dahulu,

tetapi pada kasus ini tidak dilakukan kultur sehingga pemberian

antibiotiknya diganti-ganti.

2. Ketorolak : pada pasien ini ditemukan adanya nyeri abdomen oleh karena

itu diberikan obat anti-inflamasi nonsteroid yang menunjukkan aktivitas

antipiretik yang lemah dan anti-inflamasi, obat ini diindikasikan untuk nyeri

akut sedang-berat.

3. Pumpitor : pada pasien ini diberikan untuk nyeri akut abdomennya yang

belum tau penyebabnya, bisa saja terjadi akibat ulkus gaster, ulkus

duodenum dsn refluk esofagitis erosif.

18

Page 19: Lapsus Revisi

4. Dexamethason : pada pasien ini terjadi reaksi inflamasi sehingga diberi obat

ini sebagai anti-inflamasi untuk mengurangi reaksi peradangan sendi pasien

akan tetapi tidak memberikan efek analgetik.

5. Meloxicam : pada pasien ini diberi OAINS untuk mengurangi rasa nyeri dan

reaksi inflamasi yang terjadi akibat RA. Pamberian tidak boleh lebih dari 2

minggu, karena mempunyai efek penekanan pada sumsum tulang.

6. Vitamin B-comp : salah satu tujuan pemberian vitamin B-comp pada pasien

ini adalah meningkatkan energi pasien, agar tidak lemah dan lesu.

7. Propanolol : pada pasien ini didapatkan splenomegaly bisa saja terjadi

sebagai akibat perubahan hemodinamik yang disebabkan oleh hipertensi

portal. Propranolol menyebabkan vasokonstriksi arterial splanknik dan

arterial mesenterika superior dengan cara memblok a-2 adrenoceptor,

sehingga terjadi rangsangan pada a-adrenoceptor yang menyebabkan

vasokonstriksi.

Pada pasien ini seharusnya diberikan :

Metotrexat 7,5 mg/mggu pada hasil pemeriksaan radiologik didapatkan

erosi sendi dan destruksi sendi hal tersebut menunjukkan adanya progresifitas

penyakit RA, diharapkan dengan pemberian DMARD dapat mengurangi

progresifitass penyakit RA. Akan tetapi obat ini tidak memiliki efek langsung

menekan rasa nyeri dan anti-inflamasi, oleh karena itu juga diberi

kortikosteroid. Metil Prednisolon 2x8 mg Kortikosteroid ini diberikan

sebagai anti-inflamasi, akan tetapi kortikosteroid ini tidak dapat mencegah

progresifitas penyakit, PCT 500 mg (K/P) obat ini diberikan untuk

membantu menurunkan demam pasien, Fisioterapi pada pasien ini ditujukan

untuk membentuk kembali kekuatan otot, dan memulai memrogramkan

tindakan proteksi sendi. “

19

Page 20: Lapsus Revisi

Faktor prognosis buruk pada reumatoid artritis yaitu :

1. Disabilitas fungsional

2. Adanya erosi sendi pada pemeriksaan radiologis

3. Malibatkan banyak sendi (misalnya >20 sendi)

4. Terdapat nodul reumatoid dan manifestasi ekstraartikuler lainnya

5. Petanda inflamasi (CRP dan LED) yang tinggi saat permulaan penyakit atau

terus menerus tinggi setelah pengobatan DMARD dengan dosis dan waktu

yang optimal.

6. Faktor Reumatoid + dengan titer tinggi atau ACPA +

7. HLA DR 4 + dan shared epitope +

8. Tingkat pendidikan dan sosial rendah.

“ Prognosis pada pasien ini yaitu :

Quo Ad Vitam : dubia ad bonam

Quo Ad Sanam : dubia ad bonam

Quo Ad Fungsionam : dubia ad bonam

Karena telah ditemukan beberapa faktor yang mempengaruhi prognosis buruk

pada RA diantaranya : disabilitas fungsi, adanya erosi sendi pada pemeriksaan

radiologis, dan tingkat pendidikan dan sosial yang rendah. “

20

Page 21: Lapsus Revisi

DAFTAR PUSTAKA

1. Rizazyah Daud, Adnan HM. Artritis Reumatoid. Dalam Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Jilid I Edisi Ketiga. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. Jakarta. 2003: 62 – 70.

2. Michael AC. Artritis Reumatoid. Dalam: Price SA, Wilson LM. Patofisiologi

(Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit). Edisi Bahasa Indonesia : Alih

Bahasa: Anugerah P. Edisi IV. Buku 2. EGC. Jakarta. 1995; 1223 – 31.

3. Anonim. Diagnosis dan Pengelolaan Artritis Reumatoid. Perhimpunan

Reumatologi Indonesia. 2014.

4. Sudoyo, Aru W, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Departemen

Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007.

21