lapsus
DESCRIPTION
caseTRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
Nama : Tn.A
Jenis kelamin : laki-laki
Umur : 59 tahun
Alamat : Gowa
Pekerjaan : Petani
Status : Menikah
Agama : Islam
Tanggal MRS : 28- 09 - 2013
I. SUBJEKTIF
ANAMNESIS
Autoanamnesis
KU : Batuk
AT :
Batuk dialami sejak 2 minggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Batuk
disertai dengan lendir warna putih (+), Batuk darah (-).
Sesak napas (+) dialami sejak 2 minggu yang lalu saat batuk. Muncul kadang-
kadang, tidak dipengaruhi aktivitas dan cuaca. Sesak saat tidur terlentang (-).
Nyeri dada kiri (+) dialami setelah batuk, hilang timbul, dan tidak menjalar.
Demam (+), dialami sejak kurang lebih 2 minggu terakhir, sifatnya hilang timbul,
meninggi pada malam hari. Menggigil (-)
Keringat berlebihan saat malam hari (+). Dialami sejak 2 minggu yang lalu.
Penurunan nafsu makan (+), penurunan berat badan (+) sebanyak 10 kg dalam
dua bulan terakhir (55 kg menjadi 45 kg )
Sakit kepala (-), nyeri saat menelan (-),Nyeri perut (-), mual (-), muntah (-)
Riwayat kontak penderita TB (-)
1
Buang air besar kesan normal, frekuensi 2 kali sehari dengan konsistensi biasa.
Buang air kecil lancar, volume kesan normal , warna kuning jernih, frekuensi ± 4
kali sehari.
RPS:
Riwayat penyakit yang sama sebelumnya (-), riwayat batuk lama (+)
Riwayat penyakit terdahulu : DBD (-), tifoid (-), Malaria (-), DM (-), HT (-). Satu
minggu sebelum MRS, pasien memeriksakan gula darahnya dan dinyatakan gula
darah tinggi, namun belum mendapatkan pengobatan.
Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga dan lingkungan: (+)
Riwayat DM dalam keluarga (+)
Riwayat kebiasaan: merokok (+) 1 bungkus per hari selama 7 tahun, minum
alkohol (-)
Riwayat pengobatan : riwayat penggunaan OAT (-)
II. Status Present
• Status Generalisasi : Sakit sedang, Gizi kurang, Compos Mentis
Tinggi badan : 173 cm
Berat Badan : 45 kilogram
IMT =BB/TB2
= 45/1,732
= 15,04 kg/m2 (gizi kurang)
• Status Vitalis :
T : 110/70 mmHg
N : 92 x/menit
P : 26 x/menit
S : 38 C, axilla⁰
III. Pemeriksaan Fisis
• Kepala :
Ekspresi : biasa
Simetris muka : simetris kiri = kanan
Deformitas : (-)
Rambut : Tampak kusam, alopesia (-)
2
• Mata :
Eksoptalmus/Enoptalmus : (-)
Gerakan : ke segala arah
Kelopak Mata : edema (-)
Konjungtiva : anemis (-)
Sklera : ikterus (-)
Kornea : jernih
Pupil : bulat isokor
• Telinga
Pendengaran : dalam batas normal
Tophi : (-)
Nyeri tekan di prosesus mastoideus : (-)
• Hidung :
Perdarahan : (-)
Sekret : (-)
• Mulut:
Bibir : pucat (-), kering (-)
Lidah : kotor (-), tremor (-), hiperemis (-)
Tonsil : T1 – T1, hiperemis (-)
Faring : hiperemis (-)
Gigi geligi : dalam batas normal
Gusi : dalam batas normal, Perdarahan (-)
• Leher :
Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran
Kelenjar gondok : tidak ada pembesaran
DVS : R-2 cmH2O
Pembuluh darah : tidak ada kelainan
Kaku kuduk : (-)
Tumor : (-)
• Dada :
Inspeksi :
Bentuk : simetris kiri = kanan
Pembuluh darah: tidak ada kelainan
Sela iga : dalam batas normal
3
Paru
Palpasi :
Fremitus raba : kesan normal
Nyeri tekan : (-)
Perkusi :
Paru kiri : sonor
Paru kanan : sonor.
Batas paru-hepar : ICS VI dekstra anterior,
Batas paru belakang kanan : CV Th. IX dekstra
Batas paru belakang kiri : CV Th. X sinistra
Auskultasi :
Bunyi pernapasan : bronkovesikuler
Bunyi tambahan : Rh (+) pada kedua apeks paru, medial
dan basal dextra
Wh +/+
• Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tampak pada midclavicula sinistra
Palpasi : ictus cordis teraba pada midclavicula sinistra
Perkusi : pekak relative
Kanan atas : ICS II linea parasternalis dexter
Kiri atas : ICS II linea midclavicula sinistra
Kanan bawah : ICS V linea parasternalis sinistra
Kiri bawah : ICS V linea midclavicula sinistra
Auskultasi : bunyi jantung I/II murni regular, bunyi tambahan (-)
Perut
Inspeksi : datar, ikut gerak napas, massa tumor (-)
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
Palpasi : Nyeri tekan (-), Massa tumor (-)
Hepar tidak teraba
Lien tidak teraba.
Perkusi : timpani
Alat Kelamin
Tidak dilakukan pemeriksaan
4
Anus dan Rektum
Tidak dilakukan pemeriksaan
Punggung
Palpasi : Nyeri tekan (-), Massa tumor (-)
Nyeri ketok : (-)
Auskultasi : BP: bronkovesikuler, Rh (+) pada kedua apeks paru, medial
dan basal dextra. Wh +/+
Gerakan : dalam batas normal
• Ekstremitas :
Edema : -/-
• Laboratorium:
Jenis Pemerikaan Hasil Nilai Rujukan
DARAH
RUTIN
WBC 4,8 x103/uL 4 - 10 x 103/uL
RBC 4,88x106/uL 4–6 x 106/uL
HGB 13,8 g/dL 12 - 16 g/dL
HCT 44,1 % 37 – 48%
MCV 90,4 pl 76 – 92 pl
MCH 28,3 pg 22 – 31 pg
MCHC 31,3 g/dl 32 – 36 g/dl
PLT 381x 103/uL 150-400x 103/uL
RDW-SD 38,5 PL 37.0-54.0 PL
RDW-CV 12.7% 10.0-15.0 %
PDW 19,1 fl 10.0-18.0 pl
MPV 8,6 fl 6.50-11.0 pl
P-LCR 24,1 % 13.0-43.0 %
PCT 0.33% 0.15-0.50 %
NEUT 6.33x103/uL 52-75 x 103/uL
LYMPH 0,4x103/uL 20-40 x 103/uL
5
MONO 0.63x103/uL 2-8 x 103/uL
EO 0.17x103/uL 1-3 x103/uL
BASO 0.01 0-10 x 103/uL
Kimia Darah
Jenis Pemerikaan Hasil Nilai Rujukan
SGOT 28 U/L < 38 U/L
SGPT 31 U/L < 41 U/L
Ureum 38 mg/dL 10 – 50 mg/dL
Kreatinin 0,8 mg/dL < 1,3 mg/dL
GDS (28-9-2013) : 233 mg/dl
GDP (29-9-2013) : 182 mg/dl
GD2PP (29-9-2013) : 213 mg/dl
HbA1c : 14,0%
• Pemeriksaan penunjang lainnya:
Hasil pemeriksaan sputum 3x:
I. +1
II. +3
III. +2
Hasil pemeriksaan foto thoraks:
TB dupleks aktif
IV. ASSESSMENT
Diagnosa : Tuberkulosis paru aktif bilateral & DM tipe 2 non obese
6
V. PLANNING
Pengobatan:
Diet DM 2300 kkal
IVFD NaCL 28 tetes per menit
Ceftazidine 1gr/24j/drips
Amboxol 30mg 3x1
Rimstar 4 FDC 1x3
Novorapid 4-4-4 IU/SC
Levemir 0-0-9 IU/SC
VI. PROGNOSIS
• Quad ad vitam : Dubia, Jika tidak diobati maka akan mengancam jiwa
• Quad ad bonam : Bonam, Jika melakukan pengobatan secara teratur
7
FOLLOW UP
TANGGAL PERJALANAN PENYAKIT INSTRUKSI DOKTER
28/09/2013
T : 110/70
N : 92 x/i
P : 26 x/i
S : 38 C ⁰
S :
Batuk (+)
Lendir (+)
Sesak napas (+)
Demam (+)
Nyeri dada (+)
Keringat dingin (+)
Nafsu makan menurun
Mual (-), muntah (-)
BAB : biasa, BAK :
lancar
O :
SS / GK / CM
Anemis -/-, ikterus -/-,
MT (-), NT (-), DVS R-
2cmH2O
BP : vesikuler,
BT : Rh +/+ , Wh +/+
BJ : I/II murni regular
Peristaltik (+)kesan N,
Hepatomegali (-)
Splenomegali (-)
Ext : Edema -/-
A :
Susp. TB paru
DM tipe 2 non obese
P :
- Bedrest
- Diet DM 2300
kkal/hari
- IVFD NaCL 0,9% 28
tetes / menit
- Ambroksol 30 mg
3x1
- Combivent + Nebul
1 amp/8 jam (KP)
- Ceftazidine 1gr/24
jam/ drips
Foto thoraks PA
Lab: GDP, GD2PP,
A1c, ureum,
creatinin,
Sputum BTA 3x,
Gram, jamur
8
29/09/2013
07:00
T : 110/80
N : 80 x/i
P : 24 x/i
S : 36,5 C ⁰
GD2PP : 97
HbA1c : >14,0%
Foto thorax : TB
dupleks aktif
S :
Batuk (+)
Lendir (+)
Sesak napas (+)
Demam (-)
Nyeri dada (+),
Nafsu makan menurun
Mual (-), muntah (-)
BAB : biasa, BAK :
lancar
O :
SS / GK / CM
Anemis -/-, ikterus -/-,
MT (-), NT (-), DVS R-
2cmH2O
BP : vesikuler,
BT : Rh +/+ , wh -/-
BJ : I/II murni regular
Peristaltik (+)kesan N,
Hepatomegali (-)
Splenomegali (-)
Ext : Edema -/-
A :
Susp TB Paru
DM tipe 2 non obese
P :
- Diet DM 2300
kkal/hari
- IVFD NaCl 0,9% 28
tetes/menit
- Ambroksol 30 mg
3x1
- Ceftazidine
1gr/24jam/drips
- Levemir 0-0-9 IU/SC
- Novorapid 4-4-4
IU/SC
Periksa GDP dan
GDS premeal
Tunggu hasil sputum
BTA 3x
30/09/2013
T : 100/80
N : 70 x/i
P : 22 x/i
S : 36,5 C ⁰
GDP : 202mg/dl
GDS : 180mg/dl
S :
Batuk (+)
Lendir (+)
Sesak napas (-) mulai
menurun
Demam (-)
Nyeri dada (-),
Mual (-), muntah (-)
P :
- Diet DM 2300
kkal/hari
- IVFD NaCl 0,9% 28
tetes / menit
- Ambroksol 30 mg
3x1
- Ceftazidim 1gr/24
9
BAB : biasa, BAK :
lancar
O :
SS / GK / CM
Anemis -/-, ikterus -/-,
MT (-), NT (-), DVS R-
2cmH2O
BP : vesikuler,
BT : Rh +/+ , wh -/-
BJ : I/II murni regular
Peristaltik (+)kesan N,
Hepatomegali (-)
Splenomegali (-)
Ext : Edema -/-
A :
TB paru
DM tipe 2 non obese
jam/drips
- Levemir 0-0-9 IU/SC
- Novorapid 4-4-4
IU/SC
Monitor:
GDP per hari
Tunggu hasil sputum
BTA 3x
01/10/2013
T : 110/80
N : 84 x/i
P : 22 x/i
S : 36,5 C ⁰
GDP : 145 mg/dl
GDS : 158 mg/dl
Hasil sputum BTA:
I. +1
II. +3
III. +2
S :
Batuk (+)
Lendir (+)
Sesak napas (-)
Demam (-)
Nyeri dada (-),
Mual (-), muntah (-)
BAB : biasa, BAK :
lancar
O :
SS / GK / CM
Anemis -/-, ikterus -/-,
MT (-), NT (-), DVS R-
2cmH2O
BP : vesikuler,
BT : Rh +/+ , wh -/-
P :
- Diet DM 2300
kkal/hari
- IVFD NaCL 0,9%
28 tetes / menit
- Ambroksol 30 mg
3x1
- Levemir 0-0-9 IU/SC
- Novorapid 4-4-4
IU/SC
- Rimstar 4 FDC 1x3
tab
10
BJ : I/II murni regular
Peristaltik (+)kesan N,
Hepatomegali (-)
Splenomegali (-)
Ext : Edema -/-
A :
TB paru
DM tipe 2 non obese
02/10/13
T : 110/80
N : 80 x/i
P : 22 x/i
S : 36,5 C ⁰
GDP : 152 mg/dl
GDS : 145 mg/dl
S :
Batuk (+)
Lendir (+)
Sesak napas (-)
Demam (-)
Nyeri dada (-),
Mual (-), muntah (-)
BAB : biasa, BAK :
lancar
O :
SS / GK / CM
Anemis -/-, ikterus -/-,
MT (-), NT (-), DVS R-
2cmH2O
BP : vesikuler,
BT : Rh +/+ , wh -/-
BJ : I/II murni regular
Peristaltik (+)kesan N,
Hepatomegali (-)
Splenomegali (-)
Ext : Edema -/-
A :
TB paru
DM tipe 2 non obese
P :
- Diet DM 2300 kkal
- IVFD NaCl 0,9% 28
tetes / menit
- Ambroksol 30 mg
3x1
- Levemir 0-0-9
IU/SC
- Novorapid 4-4-4
IU/SC
- Rimstar 4 FDC 1x3
tab
03/10/2013 S : P :
11
T : 110/80
N : 87 x/i
P : 20 x/i
S : 36,7 C ⁰
GDP : 145 mg/dl
GDS : 170mg/dl
Batuk (+)
Sesak napas (-)
Demam (-)
Nyeri dada (-),
Mual (-), muntah (-)
BAB : biasa, BAK :
lancar
O :
SS / GK / CM
Anemis -/-, ikterus -/-,
MT (-), NT (-), DVS R-
2cmH2O
BP : vesikuler,
BT : Rh +/+ , wh -/-
BJ : I/II murni regular
Peristaltik (+) kesan N,
Hepatomegali (-)
Splenomegali (-)
Ext : Edema -/-
A :
TB paru
DM tipe 2 non obese
- Diet DM 2300 kkal
- IVFD NaCL 0,9% 28
tpm
- Rimstar 4 FDC 1x3
tab
- Levemir 0-0-9 IU/SC
- Novorapid 4-4-4
IU/SC
04/10/2013
T : 120/80
N : 88 x/i
P : 20 x/i
S : 36,7 C⁰
GDP :129mg/dl
GDS : 123mg/dl
S :
Batuk (+)
Sesak napas (-)
Demam (-)
Nyeri dada (-),
Mual (-), muntah (-)
BAB : biasa, BAK :
lancar
O :
SS / GK / CM
Anemis +/+, ikterus -/-,
P :
- Diet DM 2300 kkal
- IVFD NaCL 0,9% 28
tpm
- Levemir 0-0-9 IU/SC
- Novorapid 4-4-4
IU/SC
- Rimstar 4 FDC 3x1
tab
12
MT (-), NT (-), DVS R-
2cmH2O
BP : vesikuler,
BT : Rh +/+ , wh -/-
BJ : I/II murni regular
Peristaltik (+)kesan N,
Hepatomegali (-)
Splenomegali (-)
Ext : Edema -/-
A :
TB paru
DM tipe 2 non obese
05/10/2013
T : 100/70
N : 64 x/i
P : 20 x/i
S : 36,5 C ⁰
GDP :132mg/dl
GDS : 119mg/dl
S :
Batuk (+) berkurang
Sesak napas (-)
Demam (-)
Nyeri dada (-),
Mual (-), muntah (-)
BAB : biasa, BAK :
lancar
O :
SS / GK / CM
Anemis -/-, ikterus -/-,
MT (-), NT (-), DVS R-
2cmH2O
BP : vesikuler,
BT : Rh +/+ , wh -/-
BJ : I/II murni regular
Peristaltik (+) kesan N,
Hepatomegali (-)
Splenomegali (-)
Ext : Edema -/-
A :
P :
- Diet DM 2300 kkal
- Aff infuse
- Rimstar 4 FDC 1x3
tab
- Levemir 0-0-9 IU/SC
- Novorapid 4-4-4
IU/SC
- Boleh rawat jalan
13
TB paru on treatment
DM tipe 2 non obese
RESUME
Seorang laki-laki 59 tahun masuk RS dengan keluhan batuk dialami sejak 2
minggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit, batuk dengan lendir warna putih (+),
Batuk darah (-). Sesak napas (+) dialami sejak 2 minggu yang lalu saat batuk. Muncul
kadang-kadang, tidak dipengaruhi aktivitas, sesak saat tidur terlentang (-). Sesak napas
karena pengaruh cuaca (-). Nyeri dada kiri (+) dialami setelah batuk dan tidak menjalar.
Demam (+) dialami sejak 2 minggu terakhir, sifatnya hilang timbul, meninggi pada
malam hari. Menggigil (-). Keringat berlebihan saat malam hari (+). Dialami sejak 2
minggu yang lalu. Penurunan nafsu makan (+), penurunan berat badan (+) sebanyak 10
kg dalam dua bulan terakhir (55 kg menjadi 45 kg). Sakit kepala (-), nyeri saat menelan
(-), Nyeri perut (-), mual (-), muntah (-). Buang air besar kesan normal, frekuensi 2 kali
sehari dengan konsistensi biasa. Buang air kecil lancar, volume kesan normal , warna
kuning jernih, frekuensi ± 4 kali sehari. Riwayat penyakit terdahulu : DBD (-), tifoid (-),
Malaria (-), DM (-), HT (-). Satu minggu sebelum MRS, pasien memeriksakan gula
darahnya dan dinyatakan gula darah tinggi, namun belum mendapatkan pengobatan.
Riwayat kebiasaan: merokok (+) 1 bungkus per hari selama 7 tahun, minum alkohol (-).
Riwayat pengobatan : riwayat penggunaan OAT (-), riwayat penyakit yang sama dalam
keluarga (-), riwayat DM dalam keluarga (+)
Tanda vital : Tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 92x per menit, pernapasan
26x per menit, suhu axilla 380C. Pada pemeriksaan auskultasi paru terdengar
bunyi ronkhi pada kedua apeks paru dan ronkhi di medial dan basal pada paru
kanan. Pemeriksaan foto thoraks ditemukan kesan KP dupleks aktif. Pemeriksaan
Sputum BTA 3x positif dan pemeriksaan HbA1c menunjukkan 14,0%.
Berdasarkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang yang
telah dilakukan maka diagnosis pasien ini adalah TB Paru dan DM tipe 2 non
obese.
14
DISKUSI
Dari hasil anamnesis pada pasien yang didapatkan bahwa keluhan utama adalah
batuk, dialami sejak 2 minggu yang lalu. Batuk berlendir warna putih. Pasien mengeluh
sesak napas dialami sejak 2 minggu yang lalu saat batuk. Sesak tidak dipengaruh
perubahan posisi dan cuaca. Pasien merasa nyeri dada kiri dialami dalam 2 minggu
terakhir dan tidak manjalar. Demam dialami sejak 2 minggu yang lalu, sifatnya hilang
timbul, meninggi malam hari disertai keringat berlebihan saat malam hari. Pasien
mengalami penurunan nafsu makan disertai penurunan berat badan sebanyak 10 kg
dalam dua bulan terakhir (55 kg menjadi 45 kg ).
Dari pemeriksaan fisis didapatkan tanda vital : Tekanan darah 110/70 mmHg,
nadi 80x per menit, pernapasan 20x per menit, suhu axilla 36,20C. Pada
pemeriksaan auskultasi paru terdengar bunyi ronkhi pada kedua apeks paru dan
juga bagian medial dan basal dextra. Pemeriksaan laboratorium : Hemoglobin
13,8 g/dl, Trombosit 381x103/ul, WBC 4,8 x 103/ul, Pemeriksaan foto thoraks
ditemukan kesan : TB dupleks aktif. Pemeriksaan Sputum BTA 3x positif.
ANAMNESIS
a. Batuk
Batuk adalah suatu refleks pernapasan yang terjadi karena adanya
rangsangan reseptor iritan yang terdapat diseluruh saluran napas. Batuk berfungsi
untuk mengeluarkan sekret dan partikel-partikel pada faring dan saluran nafas.
Batuk adalah proteksi utama pasien terhadap akumulasi sekresi dalam bronki dan
bronkiolus. Batuk biasanya merupakan suatu reflek sehingga bersifat involunter,
namun juga dapat bersifat volunter. Batuk yang involunter merupakan gerakan
reflek yang dicetuskan karena adanya rangsangan pada reseptor sensorik mulai
dari faring hingga alveoli. Batuk diakibatkan oleh iritasi membran mukosa dimana
saja dalam saluran pernafasan. Stimulus yang menghasilkan batuk dapat timbul
dari suatu proses infeksi atau dari suatu iritan yang dibawa oleh udara seperti
asap, kabut, debu atau gas.
15
Pada penyakit tuberkulosis paru, batuk disebabkan akibat infeksi pada
saluran nafas maupun kerusakan pada parenkim paru. Gejala batuk timbul paling
awal dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Biasanya batuknya
ringan sehingga dianggap batuk biasa atau akibat rokok. batuk dimulai dari betuk
kering/non produktif kemudian setelah timbul peradangan menjadi batuk
produktif. Proses yang paling ringan ini menyebabkan sekret akan terkumpul pada
waktu penderita tidur dan dikeluarkan saat penderita bangun pagi hari. Bila proses
destruksi berlanjut, sekret dikeluarkan terus menerus sehingga batuk menjadi
lebih dalam dan sangat mengganggu penderita pada waktu siang maupun malam
hari. Bila yang terkena trakea dan/atau bronkus, batuk akan terdengar sangat
keras, lebih sering atau terdengar berulang-ulang (paroksismal). Bila laring yang
terserang, batuk terdengar sebagai hollow sounding cough, yaitu batuk tanpa
tenaga dan disertai suara serak.
b. Sesak napas
Sesak nafas adalah salah satu gejala yang paling sering dan paling
mencemaskan penderita sehingga ia terpaksa pergi ke dokter. Berbagai macam
penjelasan atau definisi mengenai dyspnea ini seperti sukar bernafas atau nafas
tidak enak (kurang lega atau kurang puas) yang biasanya dilukiskan oleh pasie
sebagai sesak nafas (shorthness of breath). Sesak nafas mungkin merupakan
gejala berbagai gangguan patofisiologi : obstruksi jalan nafas, berkurangnya
jaringan paru yang berfungsi, berkurangnya elastisitas paru, kenaikan kerja
pernafasan, gangguan transfer oksigen (difusi), ventilasi tak seimbang dalam
kaitannya dengan perfusi, campuran darah vena (venous admixture) atau right to
left shunting, cardiac output yang tidak memadai, anemia dan gangguan kapasitas
angkut oksigen dari hemoglobin.
Sesak napas pada tuberkulosis disebabkan oleh penyakit yang luas pada
paru atau ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltratnya sudah
meliputi setengah bagian paru dan dapat pula disebabkan karena penggumpalan
cairan di rongga pleura sebagai komplikasi TB Paru. Penderita yang sesak napas
sering mengalami demam dan berat badan turun.
16
c. Nyeri Dada.
Nyeri dada merupakan gejala yang penting untuk penyakit thoraks (rongga
dada), tetapi dapat pula berasal dari luar paru. Nyeri dada adalah salah satu gejala
yang paling sukar dinilai dan membutuhkan klasifikasi yang sistematis. Untuk
semua nyeri dada harus ditanyakan dalam anamnesis tentang hebatnya, sifat,
lokalisasi, lamanya, menyebar atau menetap, terus menerus atau intermiten dan
semua faktor yang menyebabkan nyeri bertambah atau berkurang. Nyeri dada
dapat dibagi dalam golongan :
1. pleuropulmonal
2. trakeobronkial
3. kardiovaskuler
4. oesophagial dan mediastinal
Nyeri pleuropulmonal
Nyeri pleuropulmonal biasanya akut, tajam dan lokal (setempat), intermiten dan
diperhebat dengan bernafas serta seringkali juga makin hebat dengan gerakan.
Penyebab paling sering dari nyeri pleuropulmonal adalahpnemonia bakteri
terutama yang disebabkan oleh kokus gram negatif dan Klebsiella. Gejala-gejala
lain seperti batuk, hemoptisis, demam atau malaisedapat menyertai
pleuropulmonal.
Nyeri trakeobronkial
Nyeri trakeobronkial seringkali disebabkan oleh tracheitis akut, tracheobronkitis
akut aspirasi benda asing tajam, inhalasi gas iritan atau karsinoma yang
menyerang trachea atau brokus besar. Nyeri berupa rasa terbakar disubsternal dan
rasa tidak enak yang seringkali bertambah hebat dengan pernafasan dalam, batuk
dan terutama bila bernafas di hawa dingin. Bila keradangan meluas ke bronchus
utama nyeri terasa di parasternal.
Nyeri kardiovaskuler
Nyeri ini biasanya terasa substernal atau pada sisi kiri dan seringkali dirasakan
oleh pasien sebagai menekan, menjepit atau mendesak atau perasaan berat dalam
dada. Kerap kali rasa nyeri menjalar ke bahu kiri dan sepanjang sisi medial lengan
17
kiri terus ke siku. Nyeri dapat menjalar ke leher atau ke rahang atau ke kedua
bahu. Nyeri seperti ini bersifat paroksismal dan bertambah hebat dengan gerakan /
latihan atau emosi dan cepat mereda bila istirahat atau pemberian nitrogliserin, hal
ini khas pada angina pektoris. Jika nyeri demikian berlangsung selama > 20 menit
dan tidak menghilang dengan istirahat atau pemberian nitrogliserin harus diduga
adanya infark miokard akut.
Nyeri esofagus dan mediastinal
Nyeri esofagus adalah rasa nyeri dada yang dalam yang dapat dirasakan pula
(referred) di tempat lain. Biasanya bila disertai gejala seperti kesukaran menelan
(disfagia) yang progresif , regurgitasi makanan padat.
Nyeri dada pada tuberkulosis paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan.
Nyeri dada muncul jika infiltratnya sudah sampai ke pleura sehingga
menimbulkan pleuritis. Hal ini disebabkan karena adanya pergeseran antara kedua
pleura sewaktu menarik napas. Bila nyeri bertambah berat berarti telah terjadi
pleuritis luas (nyeri dikeluhkan di daerah aksila, di ujung skapula atau tempat-
tempat lain).
d. Demam
Merupakan gejala paling sering dijumpai dan paling penting. Sering kali panas
badan sedikit meningkat pada siang maupun sore hari. Biasanya subfebris
menyerupai demam influenza tetapi kadang kadang suhu tubuh dapat mencapai
40-41o C. Panas badan meningkat atau menjadi lebih tinggi bila proses berkembang
menjadi progresif sehingga penderita merasakan badannya hangat atau muka terasa
panas. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, kemudian dapat timbul
kembali. Keadaan demamnya bersifat hilang timbul, sehingga pasien tidak pernah
terlepas dari serangan demam. Hal ini tergantung dari daya tahan tubuh seseorang
dan berat ringannya infeksi tuberkulosis.
e. Keringat malam
Keringat malam bukan gejala yang patognomonis untuk penyakit tuberkulosis
paru. Keringat malam umumnya baru timbul bila proses telah lanjut, kecuali pada
18
orang-orang dengan vasomotor labil, keringat malam dapat timbul lebih dini.
Nausea, takikardi dan sakit kepala timbul bila ada panas.
f. Anoreksia
Anoreksia yaitu tidak selera makan dan penurunan berat badan merupakan
manifestasi toksemia yang timbul belakangan dan lebih sering dikeluhkan bila
proses progresif. Rendahnya asupan makanan yang disebabkan oleh anoreksia,
menyebabkan peningkatan metabolisme energi dan protein dan utilisasi dalam
tubuh. Asupan yang tidak kuat menimbulkan pemakaian cadangan energi tubuh
yang berlebihan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis dan mengakibatkan
terjadinya penurunan berat badan dan kelainan biokimia tubuh.
PEMERIKSAAN FISIS
a). Ronki pada apeks paru
Suara tambahan :
Ronchi kering (bronchitis geruis, sonorous, dry rales). Pada fase inspirasi maupun
ekspirasi dapat nada tinggi (sibilant) dan nada rendah (sonorous) = rhonchi,
rogchos berarti ‘ngorok’. Sebabnya ada getaran lendir oleh aliran udara. Dengan
dibatukkan sering hilang atau berubah sifat. Rhonchi basah (moist rales). Timbul
letupan gelembung dari aliran udara yang lewat cairan. Bunyi di fase inspirasi.
o ronkhi basah halus (suara timbul di bronchioli),
o ronkhi basah sedang (bronchus sedang),
o ronkhi basah kasar (suara berasal dari bronchus besar).
o ronkhi basah meletup. Sifatnya musikal, khas pada infiltrat, pneumonia,
tuberculosis.
o Krepitasi. Suara halus timbul karena terbukanya alveolus secara mendadak,
serentak terdengar di fase inspirasi. (contoh: atelectase tekanan)
o Suara gesekan (wrijfgeruisen, friction-rub). Ada gesekan pleura dan gesek
perikardial sebabnya adalah gesekan dua permukaan yang kasar (mis: berfibrin)
Ronkhi basah sering juga disebut sebagai crackles, rhonchi kering disebut sebagai
19
wheezes dan gesek pleura atau gesek perikard sebagai pleural dan pericardial
rubs.
Pada penyakit tuberkulosis, tempat kelainan lesi yang paling dicurigai
adalah bagian apeks paru. Bila dicurigai infiltrat yang agak luas, maka didapatkan
perkusi yang redup dan auskultasi suara napas bronkial. Akan didapatkan juga
suara ronki kasar, basah,dan nyaring.tetapi bila infiltrat ini diliputi oleh penebalan
pleura, suara napas menjadi vesikuler melemah. Bila terdapat cavitas yang cukup
besar, perkusi memberikan suara hipersonor.
I. PENDAHULUAN
20
Tuberkulosis paru adalah suatu infeksi kronis yang sangat lama dikenal
pada manusia, dihubungkan dengan tempat tinggal di daerah urban, lingkungan
yang padat, dibuktikan dengan adanya penemuan kerusakan tulang vertebra toraks
yang khas pada TB dari kerangka yang digali di Heidelberg dari kuburan zaman
neolitikum, begitu juga penemuan dari mumi dan ukiran di dinding piramid di
Mesir kuno pada tahun 2000-4000 SM. Hipokrates telah memperkenalkan
terminologi phthisis yang diangkat dari bahasa yunani yang menggambarkan
tampilan TB paru ini.1
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang
paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya).2 Mycobacterium
Tuberculosis yang menyerang paru disebut juga tuberkulosis paru. Bila
menyerang organ selain paru (kelenjar limfe, kulit, otak, tulang, usus, ginjal)
disebut tuberkulosis ekstra paru.3
II. EPIDEMIOLOGI
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit yang telah lama dikenal
dan sampai saat ini masih menjadi penyebab utama kematian di dunia.4 WHO
menyatakan Tuberkulosis paru menyerang sepertiga dari 1,9 miliar penduduk
dunia dewasa ini.3 Setiap tahun terdapat 8 juta kasus baru penderita tuberkulosis
paru, dan angka kematian tuberkulosis paru 3 juta orang setiap tahunnya.3 1% dari
penduduk dunia akan terinfeksi tuberkulosis paru setiap tahun.3 Satu orang
memiliki potensi menularkan 10 hingga 15 orang dalam 1 tahun.3 Pada tahun
1993 WHO juga menyatakan bahwa TB sebagai Global health emergenncy.1
Prevalensi TB di Indonesia dan negara-negara sedang berkembang
lainnya cukup tinggi.4 Indonesia adalah negeri dengan pevalensi TB ke-3
tertinggidi dunia setelah cina dan india.1 Pada tahun 1998 diperkirakan TB di cina,
india dan indonesia berturut turut 1.828.000, 1.414.000, 591.000 kasus.1 Pada
tahun 2006, kasus baru di Indonesia berjumlah >600.000 dan sebagian besar
diderita oleh masyarakat yang berada dalam usia produktif (15–55 tahun).3 Angka
kematian karena infeksi TB berjumlah sekitar 300 orang per hari dan terjadi
21
>100.000 kematian per tahun. Hal tersebut merupakan tantangan bagi semua
pihak untuk terus berupaya mengendalikan infeksi ini.3 Salah satu upaya penting
untuk menekan penularan TB di masyarakat adalah dengan melakukan diagnosis
dini yang definitif.4
Sekitar 75% penderita tuberkulosis paru adalah kelompok usia produktif
secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang penderita tuberkulosis paru
dewasa akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan, hal tersebut
berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%.
Jika meninggal akibat penyakit tuberkulosis paru, maka akan kehilangan
pendapatannya sekitar 15 tahun, selain merugikan secara ekonomis, tuberkulosis
paru juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial bahkan kadang
dikucilkan oleh masyarakat.3
III. ETIOLOGI
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium
tuberculosis berbentuk batang, berukuran panjang 1-4 mikron dan tebal 0,3-0,6
mikron, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan, oleh
karena itu disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman tuberkulosis cepat
mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di
tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat dormant
atau tertidur lama dalam beberapa tahun.3
Sebagian besar dinding kuman terdiri atas lemak (lipid), kemudian
peptidoglikan, arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan
asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam dan tahan terhadap
gangguan kimia dan fisik. Kuman ini dapat hidup dalam suasana udara kering
maupun dalam keadaan dingin. Hal ini dapat terjadi karena kuman berada dalam
sifat dorman. Dari sifat dorman ini kuman dapat bangkit dan menjadi tuberkulosis
aktif kembali.1
Sifat kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukan bahwa kuman lebih
menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigen. Dalam hal ini tekanan
22
oksigen pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga
bagian apikal ini merupakan predileksi penyakit tuberkulosis.1
IV. PATOGENESIS
Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena
ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang
terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi
oleh mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit
kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB.
Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan
kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam
makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni di
tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus
Primer GOHN.1,5
Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju
kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke
lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran
limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus
primer terletak di lobus paru bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat
adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika fokus primer terletak di apeks
paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan
gabungan antara fokus primer, kelenjar limfe regional yang membesar
(limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis). 1,5
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya
kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini
berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu
yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa
inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang
waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga
23
mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons
imunitas seluler. 1,5
Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan
logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi
terhadap tuberkulin, mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat
terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi.
Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap
tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif terhadap uji tuberkulin. Selama
masa inkubasi, uji tuberkulin masih negatif. Setelah kompleks primer terbentuk,
imunitas seluler tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu
dengan sistem imun yang berfungsi baik, begitu sistem imun seluler berkembang,
proliferasi kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap
hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru
yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan. 1,5
Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya
mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah
mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan
mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak
sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan
menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini. 1,5
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang
terjadi dapat disebabkan oleh fokus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus
primer di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis
fokal. Jika terjadi nekrosis perkejuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair
dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru
(kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakea yang mulanya berukuran normal
saat awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus
dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal dapat
menyebabkan ateletaksis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis
perkejuan dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga
24
menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula. Massa keju dapat
menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan
pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut sebagai lesi segmental kolaps-
konsolidasi. 1,5
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat
terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman
menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan
pada penyebaran hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan
menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang
menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik. 1,5
Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk
penyebaran hematogenik tersamar (occult hamatogenic spread). Melalui cara ini,
kuman TB menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak
menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ
di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai
vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks
paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi
dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan
membatasi pertumbuhannya. 1,5
Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi
pertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dorman.
Fokus ini umumnya tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi
untuk menjadi fokus reaktivasi. Fokus potensial di apkes paru disebut sebagai
Fokus SIMON. Bertahun-tahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu
menurun, fokus TB ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di
organ terkait, misalnya meningitis, TB tulang, dan lain-lain. 1,5
Bentuk penyebaran hamatogen yang lain adalah penyebaran hematogenik
generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini,
sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh
tubuh. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB
25
secara akut, yang disebut TB diseminata. TB diseminata ini timbul dalam waktu
2-6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan
virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran.
Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya sistem imun pejamu
(host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada balita. 1,5
Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic
spread dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui
cara ini akan mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilih milier berasal
dari gambaran lesi diseminata yang menyerupai butir padi-padian/jewawut (millet
seed). Secara patologi anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm,
yang secara histologi merupakan granuloma.1
Bentuk penyebaran hematogen yang jarang terjadi adalah protracted
hematogenic spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu fokus perkejuan
menyebar ke saluran vaskular di dekatnya, sehingga sejumlah kuman TB akan
masuk dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe
ini tidak dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread. Hal ini
dapat terjadi secara berulang.1
Gambar 1. Skema Perkembangan Sarang Tuberkulosis Post Primer dan Perjalanan
Penyembuhannya
V. KLASIFIKASI DAN TIPE PENDERITA TUBERCULOSIS
26
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberculosis memerlukan suatu
“definisi kasus” yang meliputi empat hal , yaitu:2
1. Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru;
2. Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis): BTA positif atau
BTA negatif;
3. Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat.
4. Riwayat pengobatan TB sebelumnya: baru atau sudah pernah diobati
a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:2
Tuberkulosis paru.
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada
hilus.2
Tuberkulosis ekstra paru.
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya
pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang,
persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.2
b. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB
Paru:2
Tuberkulosis paru BTA positif.
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB
positif.
1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak
SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
Tuberkulosis paru BTA negatif
27
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria
diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:2
Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative
Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
c. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit.2
TB paru BTA negatif foto toraks positif
dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan
ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran
kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far advanced”), dan atau
keadaan umum pasien buruk.
TB ekstra-paru
dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:2
TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa
unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis,
pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran
kemih dan alat kelamin.
Catatan:2
• Bila seorang pasien TB paru juga mempunyai TB ekstra paru, maka untuk
kepentingan pencatatan, pasien tersebut harus dicatat sebagai pasien TB paru.
• Bila seorang pasien dengan TB ekstra paru pada beberapa organ, maka dicatat
sebagai TB ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling berat.
d. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa
tipe pasien, yaitu:2
Kasus baru
28
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
Kasus setelah putus berobat (Default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih
dengan BTA positif.
Kasus setelah gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain
untuk melanjutkan pengobatannya.
WHO 1991 berdasarkan terapi membagi TB dalam 4 kategori yakni:1
Kategori I ditujukan terhadap:
Kasus baru dengan sputum positif
Kasus baru dengan bentuk TB berat
Kategori II ditujukan terhadap :
Kasus kambuh
Kasus gagal dengan sputum BTA positif
Kategori III ditujukan terhadap:
Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas
Kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dari kategori I
Kategori IV, ditujukan terhadap TB kronik.
VI. GEJALA KLINIS
29
Adapun keluhan yang sering didapat pada pasien tuberkulosis paru yaitu
batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih. Gejala tambahan
yang mungkin menyertai adalah batuk darah, sesak nafas dan rasa nyeri dada,
badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan
(malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan dan demam/meriang lebih
dari sebulan.1
Demam. Biasanya subfebris menyerupai demam influenza.tetapi kadang
kadang suhu tubuh dapat mencapai 40-41o C. serangan demam pertama
dapat sembuh sebentar, kemudian dapat timbul kembali. Keadaan
demamnya bersifat hilang timbul, sehingga pasien tidak pernah terlepas
dari serangan demam. Hal ini tergantung dari daya tahan tubuh seseorang.
Dan berat ringanya infeki tuberkulosis.1
Batuk/batuk darah. Gejala ini banyak ditemukan. Batuk darah dapat terjadi
karena iritasi bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk
produk radang. Sifat batuk dimulai dari betuk kering/non produktif
kemudian setelah timbul peradangan menjadi batuk produktif. Keadaan
selanjutnya adalah batuk darah oleh karena pecahnya pembuluh darah.1
Sesak napas. Sesak napas ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut,
yang infiltratnya sudah meliputi setenga bagian babkan karena danyparu.1
Nyeri dada. Nyeri dada muncul jika infiltratnya sudah sampai ke pleura
sehingga menimbulkan pleuritis. Hal ini disebabkan karena danya
pergeseran antara kedua pleura sewaktu menarik napas.1
Malaise. Gejala malaise yang sering ditemukan berupa anoreksia. Badan
makin kurus,sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam. Gejala
malaise makin lama makin berat dan hilang timbul secara teratur.1
VII. PEMERIKSAAN FISIS
Pemeriksaan fisis yang pertama kali ditemukan terhadap keadaan umum
pasien yang ditemukan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia,
badan kurus dan berat badan menurun.1
30
Tempat kelainan lesi yang paling dicurigai adalah bagian apeks paru. Bila
dicurigai infiltrat yang agak luas, maka didapatkan perkusi yang redup dan
auskultasi suara napas bronkial. Akan didapatkan juga suara ronki kasar, basah
dan nyaring tetapi bila infiltrat ini diliputi oleh penebalan pleura, suara napas
menjadi vesikuler melemah. Bila terdapat cavitas yang cukup besar, perkusi
memberikan suara hipersonor atau timpani dan auskultasi memberikan suara
amforik.1
Pada tuberkulosis yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan
atrofi dan retraksi otot-otot interkostal. Bagian paru yang sakit menjadi menciut
dan menarik isi mediastenum atau paru yang lainya. Paru yang sehat menjadi
lebih hiperinflasi. Bila jaringan fibrotik amat luas yakni lebih setengah dari
jaringan paru-paru akan terjadi pengecilan daerah aliran darah dan selanjutnya
meningkatkan tekanan arteri pulmonal (hipertensi pulmonal), diikuti terjadinya
kor pulmonal dan gagal jantung kanan.1
Bila tuberkulosis mengenai pleura, sering terbentuk efusi pleura. Paru
yang sakit terlihat agak tertinggal dalam pernapasan. Perkusi memberikan suara
pekak. Auskultasi memberikan suara napas yang lemah sampai tidak terdengar
sama sekali.1
Pemeriksaan Radiologi
Radiografi merupakan alat yang penting untuk diagnosa dan evaluasi
tuberkulosis. Pada saat ini pemeriksaan radiologi dada merupakan cara yang
praktis untuk menemukan lesi tuberkulosis.1,10
Lokasi lesi tuberkulosis umumnya diapeks paru (segment apikal lobus atas
atau segment apikal lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah
(bagian inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru (misalnya tumor
paru pada endobronkial).1
Lesi primer yang telah menyembuh dapat meninggalkan nodul perifer
kecil yang dapat mengalami kalsifikasi bertahun-tahun. Kompleks ghon
membentuk nodul perifer yang berkalsifikasi bersama dengan kelenjar limfe yang
mengalami kalsifikasi.5
31
Pada awalnya penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang
pneumonia, gambaran radiologi berupa bercak bercak seperti berawan dengan
batas batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan
terlihat seperti bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal sebagai
tuberkuloma.1
Pada cavitas bayanganya berupa cincin yang berdinding tipis. Bila terjadi
fibrosis maka bayanganya bergaris garis. Pada calsivikasi bayanganya tampak
sebagai bercak bercak padat dengan densitas tinggi. Pada atelektasis terlihat
sebagai fibrosis yang luas disertai penciutan yang dapat terjadi pada sebagian atau
satu lobus atau satu bagian paru. Gambaran tuberkulosis milier terlihat berupa
bercak-bercak halus yang umumnya terebar merata pada seluruh lapangan paru.1
Pada satu foto dada sering ditemukan bermacam macam bayangan
sekaligus (pada tuberkulois yang sudah lanjut) sperti infiltrat, garis garis fibrotik,
kalsifikasi, kavitas maupun atelektasis dan emfisema.1
Gambar 2. Tuberkulosis Yang Sudah Lanjut Pada Foto Rontgen Dada
VIII. DIAGNOSTIK TUBERKULOSIS
Diagnosis TB paru ditegakkan berdasarkan diagnosis klinis, dilanjutkan
dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologis.
Menurut American Thoracic Society dan WHO 1964 diagnosa pasti tuberkulosis
paru adalah dengan menemukan kuman mikobakterium tuberkulosis dalam
sputum atau jaringan paru secara biakan.1
32
Diagnosis tuberkulosis paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan
ditemukannya BTA Positif pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil
pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga spesimen hasilnya
positif. Bila hanya satu spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih
lanjut yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan dahak sewaktu, pagi, sewaktu
(SPS) diulang :3
a. Kalau hasil rontgen mendukung tuberkulosis paru, maka penderita didiagnosis
sebagai penderita tuberkulosis paru BTA Positif.
b. Kalau hasil rontgen tidak mendukung tuberkulosis paru, maka pemeriksaan
dahak ulangi dengan SPS lagi. Apabila fasilitas memungkinkan maka dapat
dilakukan pemeriksaan biakan. Bila tiga spesimen dahak hasilnya negatif,
diberikan antibiotik spektrum luas (misal : kotrimoksasol atau amoksisillin)
selama 1 – 2 minggu, bila tidak ada perubahan, namun gejala klinis tetap
mencurigakan tuberkulosis paru, ulangi pemeriksaan dahak SPS.
a. Kalau hasil SPS positif, maka didiagnosis sebagai penderita tuberkulosis paru
BTA positif.
b. Kalau hasil SPS tetap negatif, dilakukan pemeriksaan foto rontgen dada, untuk
mendukung diagnosis tuberkulosis paru.
1) Bila hasil rontgen mendukung tuberkulosis paru, di diagnosis sebagai penderita
tuberkulosis paru BTA negatif rontgen positif
2) Bila hasil rontgen tidak mendukung tuberkulosis paru, penderita tersebut bukan
tuberkulosis paru.
IX. PENGOBATAN
Obat yang digunakan untuk tuberkulosis digolongkan atas 2 kelompok
yaitu kelompok obat lini pertama dan obat lini kedua. Kelompok obat lini pertama
yaitu isoniazid, rimfapisin, etambutol, pirazinamid dan streptomisin,
memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitasi yang dapat diterima.
Sedangkan antibiotik lini kedua yang digunakan yaitu antibiotik dengan golongan
florokuinolon (siprofloksasin, ofloksasin, levoofloksasin), sikloerin, etionamid,
amikasin, kanamisin, kapreomisin, dan paraamino salisilat.7
33
Tujuan pengobatan tuberkulosis adalah memusnahkan basil tuberkulosis
dengan cepat dan mencegah kekambuhan. Selain itu, bertujuan untuk mengurangi
transmisi TB kepada orang lain dan mencegah/menghambat resistensi TB
terhadap pengobatan.7
Adapun OAT lini pertama yang digunakan yaitu:6
a) Isoniasid ( H )
Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90 % populasi
kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Obat ini sanat efektif terhadap
kuman dalam keadaan metabolik aktif yaitu kuman yang sedang
berkembang,Dosis harian yang dianjurkan 5 mg/kk BB,sedangkan untuk
pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 10 mg/kg BB.
b) Rifampisin ( R )
Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman semi –dormant ( persister )
yang tidak dapat dibunuh oleh isoniasid dosis 10 mg/kg BB diberikan sama untuk
mengobatan harian maupun intermiten 3 kal seminggu.
c) Pirasinamid ( Z )
Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan
suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kg BB ,sedangkan untuk
pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kg BB.
d) Streptomisin ( S )
Bersifat bakterisid . Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB sedangkan
untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggudigunakan dosis yang sama
penderita berumur sampai 60 tahun dasisnya 0,75 gr/hari sedangkan unuk
berumur 60 tahun atau lebih diberikan 0,50 gr/hari.
e) Etambutol ( E)
Bersifat sebagai bakteriostatik . Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg
BB sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis 30
mg/kg/BB.
34
Tabel 1. Jenis, sifat dan dosis OAT 2
Pemilihan Obat TB
Ada dua prinsip pengobaatn tuberkulosis yaitu paling sedikit
menggunakan 2 obat dan pengobatan harus berlangsung setidaknya 3-6 bulan
setelah sputum negatif untuk tujuan sterilisasi dan mencegah kekambuhan.
Pengobatan tuberkulosis paru-paru hampir selalu menggunakan tiga obat INH,
Rifampisin, dan Pirazinamid pada dua bulan pertama selama tidak ada resistensi
terhadap satu atau lebih anti tuberkulosis ini.7
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan:2
Tahap awal (intensif)
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya
pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)
dalam 2 bulan.
Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama
35
Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan
Paduan OAT Di Indonesia
WHO merekomendasikan paduan OAT Standar Yaitu :6
Kategori 1 :
2HRZE / 4 H3R3
2HRZE / 4 HR
2HRZE / 6 HE
Kategori 2:
2HRZES / HRZE /5H3R3E3
2HRZES / HRZE / 5HRE
Kategori 3:
2HRZ / 4H3R3
2 HRZ / 4 HR
2HRZ / 6 HE
Program Nasional Penanggulangan TBC di Indonesia menggunakan paduan
OAT
Kategori 1 : 2 HRZE / 4H3R3
Kategori 2 : 2HRZES / HRZE / 5H3R3E3
Kategori 3 : 2 HRZ / 4H3R3
Disamping ketiga kategori ini disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket kombipak dengan tujuan
untuk memudahkam pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas)
pengobatan sampai selesai satu paket untuk satu penderita dalam satu masa
pengobatan.
a) Kategori-1 (2HRZE / 4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z)
dan Etambutol (E) Obat-obat tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan
(2HRZE). Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari isoniasid
(H) dan Rifampisin (R) diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan
(4H3R3 ).
36
Obat ini diberikan untuk :
Penderita baru TBC Paru BTA Positif
Penderita TBC Paru BTA negatif Rontgen positif yang “ sakit berat “ dan
Penderita TBC Ekstra Paru berat.
b) Kategori-2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)
Tahap intensif diberikan selama 3 bulan yang terdiri dari 2 bulan dengan
Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z),dan Etambutol (E) setiap hari.
Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang
diberikan tiga kali dalam seminggu. Perlu diperhatikan bahwa suntikan
streptomisin diberikan setelah penderita selesai menelan obat.
Obat ini diberikan untuk :
Penderita kambuh ( relaps )
Penderita Gagal ( failure )
Penderita dengan Pengobatan setelah lalai ( after default )
37
Satu paket kombipak kategori 2 berisi 156 blister harian yang terdiri dari
90 blister HRZE untuk tahap intensif dan 66 blister HRE untuk tahap lanjutan
masing-masing dikemas dalam dos kecil dan disatukan dalam 1 dos besar
disamping itu disediakan 30 vial streptomicin @ 1,5 gr dan pelengkap pengobatan
(60 spoit dan aquadest) untuk tahap intensif.
c) Kategori-3 (2HRZ/4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan
(2HRZ) diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan
3 kali seminggu (4H3R3).
Obat ini diberikan untuk :
Penderita baru BTA negatif dan rontgen positif sakit ringan
Penderita ekstra paru ringan yaitu TBC kelenjar limfe (limfadenitis)
pleuritis eksudativa unilateral TBC kulit, tbc tulang (kecuali tulang
belakang) sendi dan kelenjar adrenal.
38
Satu paket kombipak kategori 3 berisi 114 blister harian yang terdiri dari
60 blister HRZ untuk tahap intensif dan 54 bliter HR untuk tahap lanjutan masing
masing di kemas dalam dos kecil dan disatukan dalam 1 dos besar
d) OAT Sisipan ( HRZE )
Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif
dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2
hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif diberikan obat sisipan (HRZE) setiap
hari selama 1 bulan.
Obat Anti Tuberkulosis “Fixed-Dose Combination” (OAT FDC).
Obat anti tuberkulosis “fixed-dose combination” atau disingkat dengan
OAT – FDC (sering disebut FDC saja) adalah tablet yang berisi kombinasi
beberapa jenis obat anti TBC dengan dosis tetap.8
JENIS TABLET FDC
Jenis-jenis tablet FDC untuk dewasa :8
Tablet yang mengandung 4 macam obat dikenal sebagai tablet 4FDC.
Setiap tablet mengandung:
75 mg Isoniasid (INH)
150 mg Rifampisin.
400 mg Pirazinamid
275 mg Etambutol.
Tablet ini digunakan untuk pengobatan setiap hari dalam tahap intensif dan
untuk sisipan.
Jumlah tablet yang digunakan disesuaikan dengan berat badan penderita.
Tablet yang mengandung 2 macam obat dikenal sebagai tablet 2FDC.
39
Setiap tablet mengandung:8
150 mg Isoniasid (INH).
150 mg Rifampisin
Tablet ini digunakan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu dalam
tahap lanjutan. Jumlah tablet yang digunakan disesuaikan dengan berat badan
penderita.
Disamping itu, tersedia obat lain untuk melengkapi paduan obat kategori 2, yaitu:8
Tablet Etambutol @ 400 mg,
Streptomisin injeksi, vial @ 750 mg atau vial @ 1 gr
Aquadest.
PADUAN OAT FDC
Paduan pengobatan OAT-FDC terdiri dari :8
1. Kategori 1 : 2 (HRZE) / 4 (HR)3
1.1. Kategori 1 diberikan kepada:
Penderita baru TBC Paru BTA positif
Penderita baru TBC Paru BTA negatif/Rontgen positif (ringan atau berat)
Penderita TBC Ekstra Paru (ringan atau berat).
Pemeriksaan dahak harus tetap dilakukan karena penting untuk evaluasi
pelaksanaan program penanggulangan tuberkulosis.
Dosis Untuk Kategori 1 : 2(HRZE) / 4(HR)3
2. Kategori 2 : 2(HRZE)S /1(HRZE) / 5(HR)3E3
2.1. Kategori 2 diberikan kepada:8
penderita TBC BTA positif Kambuh
40
penderita TBC BTA positif Gagal
penderita TBC berobat setelah lalai (treatment after default) yang kembali
dengan BTA positif.
2.2. Dosis Kategori 2.
Dosis disesuaikan Berat Badan.
Dosis Untuk Kategori 2 : 2(HRZE)S / 1(HRZE) / 5(HR)3E3
3. OAT sisipan : 1(HRZE)
OAT sisipan diberikan :8
Bila pada akhir tahap intensif pengobatan pada penderita BTA positif tidak
terjadi konversi, maka diberikan obat sisipan 4 FDC (HRZE) setiap hari selama
28 hari dengan jumlah tablet setiap kali minum sama dengan sebelumnya.
PEDOMAN PEMBUATAN PAKET INDIVIDU PENGOBATAN
PENDERITA TBC DENGAN OAT-FDC
41
Kat.1 : 2HRZE / 4(HR)3
- Penderita Baru TBC Paru BTA Positif
- Penderita Baru TBC Paru BTA Negatif, Ro positif
- Penderita Ekstra Paru
Kat.2 : 2HRZES / 1HRZE / 5 (HR)3E3
- Penderita TBC Paru BTA Positif Kambuh
- Penderita TBC Paru BTA Positif Gagal
- Penderita TBC defaulter yg kembali dengan BTA positif
Sisipan : 1HRZE
- Penderita TBC Paru BTA pos yg tidak mengalami
konversi pada akhir tahap intensif
Note :
- Dosis Streptomisin untuk penderita usia > 60 th : 500 mg
Efek samping pengobatan
42
Dalam pemakaian OAT sering ditemukan efek samping yang mempersulit
sasaran pengobatan. Bila efek samping ini ditemukan, mungkin OAT masih dapat
diberikan dalam dosis terapeutik yang kecil, tapi bila efek samping ini sangat
mengganggu OAT yang bersangkutan harus dihentikan dan pengobatan dapat
diteruskan dengan OAT yang lain.1
Tabel 4 Efek Samping Pengobatan dengan OAT
Jenis Obat Ringan Berat
Isoniazid (H) tanda-tanda keracunan
pada syaraf tepi,
kesemutan, nyeri otot dan
gangguan kesadaran.
Kelainan yang lain
menyerupai defisiensi
piridoksin (pellagra) dan
kelainan kulit yang
bervariasi antara lain
gatal-gatal.
Hepatitis, ikterus
Rifampisin (R) gatal-gatal kemerahan
kulit, sindrom flu, sindrom
perut.
Hepatitis, sindrom
respirasi yang ditandai
dengan sesak nafas,
kadang disertai dengan
kolaps atau renjatan
(syok), purpura, anemia
hemolitik yang akut, gagal
ginjal
Pirazinamid (Z) Reaksi hipersensitifitas :
demam, mual dan
kemerahan
Hepatitis, nyeri sendi,
serangan arthritis gout
43
Streptomisin (S) Reaksi hipersensitifitas :
demam, sakit kepala,
muntah dan eritema pada
kulit
Kerusakan saraf VIII
yang berkaitan dengan
keseimbangan dan
pendengaran
Etambutol (E) Gangguan penglihatan
berupa berkurangnya
ketajaman penglihatan
Buta warna untuk warna
merah dan hijau
X. Komplikasi
Komplikasi berikut sering terjadi pada penderita stadium lanjut :3
a. Hemoptisis berat (Perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
b. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial
c. Bronkiektasis (Pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan
ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
d. Pneumothoraks (Adanya udara di dalam rongga pleura) spontan, kolap spontan
karena kerusakan jaringan.
e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal, dan
sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Bahar A, Amin Z. Tuberkulosis Paru. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V.
Jakarta: Balai penerbit FKUI. 2009; p. 2230- 39.
44
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2 Cetakan pertama. Jakarta
3. Ruswanto B. Analisis spasial sebaran kasus Tuberkulosis paru ditinjau dari
faktor Lingkungan dalam dan luar rumahDi kabupaten pekalongan.2010.
Available for
http://eprints.undip.ac.id/23875/1/BAMBANG_RUSWANTO.pdf. (Cited
26/05/2013).
4. Hudoyo A. Jurnal Tuberkulosis Indonesia. 2012. Available for
http://ppti.info/ArsipPPTI/PPTI-Jurnal-Maret-2012.pdf 7. Cited
26/05/2013.
5. Daniel, M. Thomas. 1999. Harrison : Prinsip-Prinsip Ilmu penyakit dalam
Edisi 13 Volume 2. Jakarta : EGC : 799-808
6. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2002. Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis. Cetakan ke 8. Jakarta.
7. Istiantoro YH, Setiabudy R.T uberkulostatik dan Leprostatik. Farmakologi
dan Terapi. Edisi V. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2011; p. 613- 32
8. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2004. Petunjuk Penggunaan
Obat Anti Tuberkulosis Fixed Dose Combination(OAT-FDC). Edisi 1.
Jakarta.
45