lapsus

66
LAPORAN KASUS Nama : Tn.A Jenis kelamin : laki-laki Umur : 59 tahun Alamat : Gowa Pekerjaan : Petani Status : Menikah Agama : Islam Tanggal MRS : 28- 09 - 2013 I. SUBJEKTIF ANAMNESIS Autoanamnesis KU : Batuk AT : Batuk dialami sejak 2 minggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Batuk disertai dengan lendir warna putih (+), Batuk darah (-). Sesak napas (+) dialami sejak 2 minggu yang lalu saat batuk. Muncul kadang-kadang, tidak dipengaruhi aktivitas dan cuaca. Sesak saat tidur terlentang (-). Nyeri dada kiri (+) dialami setelah batuk, hilang timbul, dan tidak menjalar. 1

Upload: nuriesyadzwinny

Post on 17-Jan-2016

14 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

case

TRANSCRIPT

Page 1: Lapsus

LAPORAN KASUS

Nama : Tn.A

Jenis kelamin : laki-laki

Umur : 59 tahun

Alamat : Gowa

Pekerjaan : Petani

Status : Menikah

Agama : Islam

Tanggal MRS : 28- 09 - 2013

I. SUBJEKTIF

ANAMNESIS

Autoanamnesis

KU : Batuk

AT :

Batuk dialami sejak 2 minggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Batuk

disertai dengan lendir warna putih (+), Batuk darah (-).

Sesak napas (+) dialami sejak 2 minggu yang lalu saat batuk. Muncul kadang-

kadang, tidak dipengaruhi aktivitas dan cuaca. Sesak saat tidur terlentang (-).

Nyeri dada kiri (+) dialami setelah batuk, hilang timbul, dan tidak menjalar.

Demam (+), dialami sejak kurang lebih 2 minggu terakhir, sifatnya hilang timbul,

meninggi pada malam hari. Menggigil (-)

Keringat berlebihan saat malam hari (+). Dialami sejak 2 minggu yang lalu.

Penurunan nafsu makan (+), penurunan berat badan (+) sebanyak 10 kg dalam

dua bulan terakhir (55 kg menjadi 45 kg )

Sakit kepala (-), nyeri saat menelan (-),Nyeri perut (-), mual (-), muntah (-)

Riwayat kontak penderita TB (-)

1

Page 2: Lapsus

Buang air besar kesan normal, frekuensi 2 kali sehari dengan konsistensi biasa.

Buang air kecil lancar, volume kesan normal , warna kuning jernih, frekuensi ± 4

kali sehari.

RPS:

Riwayat penyakit yang sama sebelumnya (-), riwayat batuk lama (+)

Riwayat penyakit terdahulu : DBD (-), tifoid (-), Malaria (-), DM (-), HT (-). Satu

minggu sebelum MRS, pasien memeriksakan gula darahnya dan dinyatakan gula

darah tinggi, namun belum mendapatkan pengobatan.

Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga dan lingkungan: (+)

Riwayat DM dalam keluarga (+)

Riwayat kebiasaan: merokok (+) 1 bungkus per hari selama 7 tahun, minum

alkohol (-)

Riwayat pengobatan : riwayat penggunaan OAT (-)

II. Status Present

• Status Generalisasi : Sakit sedang, Gizi kurang, Compos Mentis

Tinggi badan : 173 cm

Berat Badan : 45 kilogram

IMT =BB/TB2

= 45/1,732

= 15,04 kg/m2 (gizi kurang)

• Status Vitalis :

T : 110/70 mmHg

N : 92 x/menit

P : 26 x/menit

S : 38 C, axilla⁰

III. Pemeriksaan Fisis

• Kepala :

Ekspresi : biasa

Simetris muka : simetris kiri = kanan

Deformitas : (-)

Rambut : Tampak kusam, alopesia (-)

2

Page 3: Lapsus

• Mata :

Eksoptalmus/Enoptalmus : (-)

Gerakan : ke segala arah

Kelopak Mata : edema (-)

Konjungtiva : anemis (-)

Sklera : ikterus (-)

Kornea : jernih

Pupil : bulat isokor

• Telinga

Pendengaran : dalam batas normal

Tophi : (-)

Nyeri tekan di prosesus mastoideus : (-)

• Hidung :

Perdarahan : (-)

Sekret : (-)

• Mulut:

Bibir : pucat (-), kering (-)

Lidah : kotor (-), tremor (-), hiperemis (-)

Tonsil : T1 – T1, hiperemis (-)

Faring : hiperemis (-)

Gigi geligi : dalam batas normal

Gusi : dalam batas normal, Perdarahan (-)

• Leher :

Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran

Kelenjar gondok : tidak ada pembesaran

DVS : R-2 cmH2O

Pembuluh darah : tidak ada kelainan

Kaku kuduk : (-)

Tumor : (-)

• Dada :

Inspeksi :

Bentuk : simetris kiri = kanan

Pembuluh darah: tidak ada kelainan

Sela iga : dalam batas normal

3

Page 4: Lapsus

Paru

Palpasi :

Fremitus raba : kesan normal

Nyeri tekan : (-)

Perkusi :

Paru kiri : sonor

Paru kanan : sonor.

Batas paru-hepar : ICS VI dekstra anterior,

Batas paru belakang kanan : CV Th. IX dekstra

Batas paru belakang kiri : CV Th. X sinistra

Auskultasi :

Bunyi pernapasan : bronkovesikuler

Bunyi tambahan : Rh (+) pada kedua apeks paru, medial

dan basal dextra

Wh +/+

• Jantung :

Inspeksi : ictus cordis tampak pada midclavicula sinistra

Palpasi : ictus cordis teraba pada midclavicula sinistra

Perkusi : pekak relative

Kanan atas : ICS II linea parasternalis dexter

Kiri atas : ICS II linea midclavicula sinistra

Kanan bawah : ICS V linea parasternalis sinistra

Kiri bawah : ICS V linea midclavicula sinistra

Auskultasi : bunyi jantung I/II murni regular, bunyi tambahan (-)

Perut

Inspeksi : datar, ikut gerak napas, massa tumor (-)

Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal

Palpasi : Nyeri tekan (-), Massa tumor (-)

Hepar tidak teraba

Lien tidak teraba.

Perkusi : timpani

Alat Kelamin

Tidak dilakukan pemeriksaan

4

Page 5: Lapsus

Anus dan Rektum

Tidak dilakukan pemeriksaan

Punggung

Palpasi : Nyeri tekan (-), Massa tumor (-)

Nyeri ketok : (-)

Auskultasi : BP: bronkovesikuler, Rh (+) pada kedua apeks paru, medial

dan basal dextra. Wh +/+

Gerakan : dalam batas normal

• Ekstremitas :

Edema : -/-

• Laboratorium:

Jenis Pemerikaan Hasil Nilai Rujukan

DARAH

RUTIN

WBC 4,8 x103/uL 4 - 10 x 103/uL

RBC 4,88x106/uL 4–6 x 106/uL

HGB 13,8 g/dL 12 - 16 g/dL

HCT 44,1 % 37 – 48%

MCV 90,4 pl 76 – 92 pl

MCH 28,3 pg 22 – 31 pg

MCHC 31,3 g/dl 32 – 36 g/dl

PLT 381x 103/uL 150-400x 103/uL

RDW-SD 38,5 PL 37.0-54.0 PL

RDW-CV 12.7% 10.0-15.0 %

PDW 19,1 fl 10.0-18.0 pl

MPV 8,6 fl 6.50-11.0 pl

P-LCR 24,1 % 13.0-43.0 %

PCT 0.33% 0.15-0.50 %

NEUT 6.33x103/uL 52-75 x 103/uL

LYMPH 0,4x103/uL 20-40 x 103/uL

5

Page 6: Lapsus

MONO 0.63x103/uL 2-8 x 103/uL

EO 0.17x103/uL 1-3 x103/uL

BASO 0.01 0-10 x 103/uL

Kimia Darah

Jenis Pemerikaan Hasil Nilai Rujukan

SGOT 28 U/L < 38 U/L

SGPT 31 U/L < 41 U/L

Ureum 38 mg/dL 10 – 50 mg/dL

Kreatinin 0,8 mg/dL < 1,3 mg/dL

GDS (28-9-2013) : 233 mg/dl

GDP (29-9-2013) : 182 mg/dl

GD2PP (29-9-2013) : 213 mg/dl

HbA1c : 14,0%

• Pemeriksaan penunjang lainnya:

Hasil pemeriksaan sputum 3x:

I. +1

II. +3

III. +2

Hasil pemeriksaan foto thoraks:

TB dupleks aktif

IV. ASSESSMENT

Diagnosa : Tuberkulosis paru aktif bilateral & DM tipe 2 non obese

6

Page 7: Lapsus

V. PLANNING

Pengobatan:

Diet DM 2300 kkal

IVFD NaCL 28 tetes per menit

Ceftazidine 1gr/24j/drips

Amboxol 30mg 3x1

Rimstar 4 FDC 1x3

Novorapid 4-4-4 IU/SC

Levemir 0-0-9 IU/SC

VI. PROGNOSIS

• Quad ad vitam : Dubia, Jika tidak diobati maka akan mengancam jiwa

• Quad ad bonam : Bonam, Jika melakukan pengobatan secara teratur

7

Page 8: Lapsus

FOLLOW UP

TANGGAL PERJALANAN PENYAKIT INSTRUKSI DOKTER

28/09/2013

T : 110/70

N : 92 x/i

P : 26 x/i

S : 38 C ⁰

S :

Batuk (+)

Lendir (+)

Sesak napas (+)

Demam (+)

Nyeri dada (+)

Keringat dingin (+)

Nafsu makan menurun

Mual (-), muntah (-)

BAB : biasa, BAK :

lancar

O :

SS / GK / CM

Anemis -/-, ikterus -/-,

MT (-), NT (-), DVS R-

2cmH2O

BP : vesikuler,

BT : Rh +/+ , Wh +/+

BJ : I/II murni regular

Peristaltik (+)kesan N,

Hepatomegali (-)

Splenomegali (-)

Ext : Edema -/-

A :

Susp. TB paru

DM tipe 2 non obese

P :

- Bedrest

- Diet DM 2300

kkal/hari

- IVFD NaCL 0,9% 28

tetes / menit

- Ambroksol 30 mg

3x1

- Combivent + Nebul

1 amp/8 jam (KP)

- Ceftazidine 1gr/24

jam/ drips

Foto thoraks PA

Lab: GDP, GD2PP,

A1c, ureum,

creatinin,

Sputum BTA 3x,

Gram, jamur

8

Page 9: Lapsus

29/09/2013

07:00

T : 110/80

N : 80 x/i

P : 24 x/i

S : 36,5 C ⁰

GD2PP : 97

HbA1c : >14,0%

Foto thorax : TB

dupleks aktif

S :

Batuk (+)

Lendir (+)

Sesak napas (+)

Demam (-)

Nyeri dada (+),

Nafsu makan menurun

Mual (-), muntah (-)

BAB : biasa, BAK :

lancar

O :

SS / GK / CM

Anemis -/-, ikterus -/-,

MT (-), NT (-), DVS R-

2cmH2O

BP : vesikuler,

BT : Rh +/+ , wh -/-

BJ : I/II murni regular

Peristaltik (+)kesan N,

Hepatomegali (-)

Splenomegali (-)

Ext : Edema -/-

A :

Susp TB Paru

DM tipe 2 non obese

P :

- Diet DM 2300

kkal/hari

- IVFD NaCl 0,9% 28

tetes/menit

- Ambroksol 30 mg

3x1

- Ceftazidine

1gr/24jam/drips

- Levemir 0-0-9 IU/SC

- Novorapid 4-4-4

IU/SC

Periksa GDP dan

GDS premeal

Tunggu hasil sputum

BTA 3x

30/09/2013

T : 100/80

N : 70 x/i

P : 22 x/i

S : 36,5 C ⁰

GDP : 202mg/dl

GDS : 180mg/dl

S :

Batuk (+)

Lendir (+)

Sesak napas (-) mulai

menurun

Demam (-)

Nyeri dada (-),

Mual (-), muntah (-)

P :

- Diet DM 2300

kkal/hari

- IVFD NaCl 0,9% 28

tetes / menit

- Ambroksol 30 mg

3x1

- Ceftazidim 1gr/24

9

Page 10: Lapsus

BAB : biasa, BAK :

lancar

O :

SS / GK / CM

Anemis -/-, ikterus -/-,

MT (-), NT (-), DVS R-

2cmH2O

BP : vesikuler,

BT : Rh +/+ , wh -/-

BJ : I/II murni regular

Peristaltik (+)kesan N,

Hepatomegali (-)

Splenomegali (-)

Ext : Edema -/-

A :

TB paru

DM tipe 2 non obese

jam/drips

- Levemir 0-0-9 IU/SC

- Novorapid 4-4-4

IU/SC

Monitor:

GDP per hari

Tunggu hasil sputum

BTA 3x

01/10/2013

T : 110/80

N : 84 x/i

P : 22 x/i

S : 36,5 C ⁰

GDP : 145 mg/dl

GDS : 158 mg/dl

Hasil sputum BTA:

I. +1

II. +3

III. +2

S :

Batuk (+)

Lendir (+)

Sesak napas (-)

Demam (-)

Nyeri dada (-),

Mual (-), muntah (-)

BAB : biasa, BAK :

lancar

O :

SS / GK / CM

Anemis -/-, ikterus -/-,

MT (-), NT (-), DVS R-

2cmH2O

BP : vesikuler,

BT : Rh +/+ , wh -/-

P :

- Diet DM 2300

kkal/hari

- IVFD NaCL 0,9%

28 tetes / menit

- Ambroksol 30 mg

3x1

- Levemir 0-0-9 IU/SC

- Novorapid 4-4-4

IU/SC

- Rimstar 4 FDC 1x3

tab

10

Page 11: Lapsus

BJ : I/II murni regular

Peristaltik (+)kesan N,

Hepatomegali (-)

Splenomegali (-)

Ext : Edema -/-

A :

TB paru

DM tipe 2 non obese

02/10/13

T : 110/80

N : 80 x/i

P : 22 x/i

S : 36,5 C ⁰

GDP : 152 mg/dl

GDS : 145 mg/dl

S :

Batuk (+)

Lendir (+)

Sesak napas (-)

Demam (-)

Nyeri dada (-),

Mual (-), muntah (-)

BAB : biasa, BAK :

lancar

O :

SS / GK / CM

Anemis -/-, ikterus -/-,

MT (-), NT (-), DVS R-

2cmH2O

BP : vesikuler,

BT : Rh +/+ , wh -/-

BJ : I/II murni regular

Peristaltik (+)kesan N,

Hepatomegali (-)

Splenomegali (-)

Ext : Edema -/-

A :

TB paru

DM tipe 2 non obese

P :

- Diet DM 2300 kkal

- IVFD NaCl 0,9% 28

tetes / menit

- Ambroksol 30 mg

3x1

- Levemir 0-0-9

IU/SC

- Novorapid 4-4-4

IU/SC

- Rimstar 4 FDC 1x3

tab

03/10/2013 S : P :

11

Page 12: Lapsus

T : 110/80

N : 87 x/i

P : 20 x/i

S : 36,7 C ⁰

GDP : 145 mg/dl

GDS : 170mg/dl

Batuk (+)

Sesak napas (-)

Demam (-)

Nyeri dada (-),

Mual (-), muntah (-)

BAB : biasa, BAK :

lancar

O :

SS / GK / CM

Anemis -/-, ikterus -/-,

MT (-), NT (-), DVS R-

2cmH2O

BP : vesikuler,

BT : Rh +/+ , wh -/-

BJ : I/II murni regular

Peristaltik (+) kesan N,

Hepatomegali (-)

Splenomegali (-)

Ext : Edema -/-

A :

TB paru

DM tipe 2 non obese

- Diet DM 2300 kkal

- IVFD NaCL 0,9% 28

tpm

- Rimstar 4 FDC 1x3

tab

- Levemir 0-0-9 IU/SC

- Novorapid 4-4-4

IU/SC

04/10/2013

T : 120/80

N : 88 x/i

P : 20 x/i

S : 36,7 C⁰

GDP :129mg/dl

GDS : 123mg/dl

S :

Batuk (+)

Sesak napas (-)

Demam (-)

Nyeri dada (-),

Mual (-), muntah (-)

BAB : biasa, BAK :

lancar

O :

SS / GK / CM

Anemis +/+, ikterus -/-,

P :

- Diet DM 2300 kkal

- IVFD NaCL 0,9% 28

tpm

- Levemir 0-0-9 IU/SC

- Novorapid 4-4-4

IU/SC

- Rimstar 4 FDC 3x1

tab

12

Page 13: Lapsus

MT (-), NT (-), DVS R-

2cmH2O

BP : vesikuler,

BT : Rh +/+ , wh -/-

BJ : I/II murni regular

Peristaltik (+)kesan N,

Hepatomegali (-)

Splenomegali (-)

Ext : Edema -/-

A :

TB paru

DM tipe 2 non obese

05/10/2013

T : 100/70

N : 64 x/i

P : 20 x/i

S : 36,5 C ⁰

GDP :132mg/dl

GDS : 119mg/dl

S :

Batuk (+) berkurang

Sesak napas (-)

Demam (-)

Nyeri dada (-),

Mual (-), muntah (-)

BAB : biasa, BAK :

lancar

O :

SS / GK / CM

Anemis -/-, ikterus -/-,

MT (-), NT (-), DVS R-

2cmH2O

BP : vesikuler,

BT : Rh +/+ , wh -/-

BJ : I/II murni regular

Peristaltik (+) kesan N,

Hepatomegali (-)

Splenomegali (-)

Ext : Edema -/-

A :

P :

- Diet DM 2300 kkal

- Aff infuse

- Rimstar 4 FDC 1x3

tab

- Levemir 0-0-9 IU/SC

- Novorapid 4-4-4

IU/SC

- Boleh rawat jalan

13

Page 14: Lapsus

TB paru on treatment

DM tipe 2 non obese

RESUME

Seorang laki-laki 59 tahun masuk RS dengan keluhan batuk dialami sejak 2

minggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit, batuk dengan lendir warna putih (+),

Batuk darah (-). Sesak napas (+) dialami sejak 2 minggu yang lalu saat batuk. Muncul

kadang-kadang, tidak dipengaruhi aktivitas, sesak saat tidur terlentang (-). Sesak napas

karena pengaruh cuaca (-). Nyeri dada kiri (+) dialami setelah batuk dan tidak menjalar.

Demam (+) dialami sejak 2 minggu terakhir, sifatnya hilang timbul, meninggi pada

malam hari. Menggigil (-). Keringat berlebihan saat malam hari (+). Dialami sejak 2

minggu yang lalu. Penurunan nafsu makan (+), penurunan berat badan (+) sebanyak 10

kg dalam dua bulan terakhir (55 kg menjadi 45 kg). Sakit kepala (-), nyeri saat menelan

(-), Nyeri perut (-), mual (-), muntah (-). Buang air besar kesan normal, frekuensi 2 kali

sehari dengan konsistensi biasa. Buang air kecil lancar, volume kesan normal , warna

kuning jernih, frekuensi ± 4 kali sehari. Riwayat penyakit terdahulu : DBD (-), tifoid (-),

Malaria (-), DM (-), HT (-). Satu minggu sebelum MRS, pasien memeriksakan gula

darahnya dan dinyatakan gula darah tinggi, namun belum mendapatkan pengobatan.

Riwayat kebiasaan: merokok (+) 1 bungkus per hari selama 7 tahun, minum alkohol (-).

Riwayat pengobatan : riwayat penggunaan OAT (-), riwayat penyakit yang sama dalam

keluarga (-), riwayat DM dalam keluarga (+)

Tanda vital : Tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 92x per menit, pernapasan

26x per menit, suhu axilla 380C. Pada pemeriksaan auskultasi paru terdengar

bunyi ronkhi pada kedua apeks paru dan ronkhi di medial dan basal pada paru

kanan. Pemeriksaan foto thoraks ditemukan kesan KP dupleks aktif. Pemeriksaan

Sputum BTA 3x positif dan pemeriksaan HbA1c menunjukkan 14,0%.

Berdasarkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang yang

telah dilakukan maka diagnosis pasien ini adalah TB Paru dan DM tipe 2 non

obese.

14

Page 15: Lapsus

DISKUSI

Dari hasil anamnesis pada pasien yang didapatkan bahwa keluhan utama adalah

batuk, dialami sejak 2 minggu yang lalu. Batuk berlendir warna putih. Pasien mengeluh

sesak napas dialami sejak 2 minggu yang lalu saat batuk. Sesak tidak dipengaruh

perubahan posisi dan cuaca. Pasien merasa nyeri dada kiri dialami dalam 2 minggu

terakhir dan tidak manjalar. Demam dialami sejak 2 minggu yang lalu, sifatnya hilang

timbul, meninggi malam hari disertai keringat berlebihan saat malam hari. Pasien

mengalami penurunan nafsu makan disertai penurunan berat badan sebanyak 10 kg

dalam dua bulan terakhir (55 kg menjadi 45 kg ).

Dari pemeriksaan fisis didapatkan tanda vital : Tekanan darah 110/70 mmHg,

nadi 80x per menit, pernapasan 20x per menit, suhu axilla 36,20C. Pada

pemeriksaan auskultasi paru terdengar bunyi ronkhi pada kedua apeks paru dan

juga bagian medial dan basal dextra. Pemeriksaan laboratorium : Hemoglobin

13,8 g/dl, Trombosit 381x103/ul, WBC 4,8 x 103/ul, Pemeriksaan foto thoraks

ditemukan kesan : TB dupleks aktif. Pemeriksaan Sputum BTA 3x positif.

ANAMNESIS

a. Batuk

Batuk adalah suatu refleks pernapasan yang terjadi karena adanya

rangsangan reseptor iritan yang terdapat diseluruh saluran napas. Batuk berfungsi

untuk mengeluarkan sekret dan partikel-partikel pada faring dan saluran nafas.

Batuk adalah proteksi utama pasien terhadap akumulasi sekresi dalam bronki dan

bronkiolus. Batuk biasanya merupakan suatu reflek sehingga bersifat involunter,

namun juga dapat bersifat volunter. Batuk yang involunter merupakan gerakan

reflek yang dicetuskan karena adanya rangsangan pada reseptor sensorik mulai

dari faring hingga alveoli. Batuk diakibatkan oleh iritasi membran mukosa dimana

saja dalam saluran pernafasan. Stimulus yang menghasilkan batuk dapat timbul

dari suatu proses infeksi atau dari suatu iritan yang dibawa oleh udara seperti

asap, kabut, debu atau gas.

15

Page 16: Lapsus

Pada penyakit tuberkulosis paru, batuk disebabkan akibat infeksi pada

saluran nafas maupun kerusakan pada parenkim paru. Gejala batuk timbul paling

awal dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Biasanya batuknya

ringan sehingga dianggap batuk biasa atau akibat rokok. batuk dimulai dari betuk

kering/non produktif kemudian setelah timbul peradangan menjadi batuk

produktif. Proses yang paling ringan ini menyebabkan sekret akan terkumpul pada

waktu penderita tidur dan dikeluarkan saat penderita bangun pagi hari. Bila proses

destruksi berlanjut, sekret dikeluarkan terus menerus sehingga batuk menjadi

lebih dalam dan sangat mengganggu penderita pada waktu siang maupun malam

hari. Bila yang terkena trakea dan/atau bronkus, batuk akan terdengar sangat

keras, lebih sering atau terdengar berulang-ulang (paroksismal). Bila laring yang

terserang, batuk terdengar sebagai hollow sounding cough, yaitu batuk tanpa

tenaga dan disertai suara serak.

b. Sesak napas

Sesak nafas adalah salah satu gejala yang paling sering dan paling

mencemaskan penderita sehingga ia terpaksa pergi ke dokter. Berbagai macam

penjelasan atau definisi mengenai dyspnea ini seperti sukar bernafas atau nafas

tidak enak (kurang lega atau kurang puas) yang biasanya dilukiskan oleh pasie

sebagai sesak nafas (shorthness of breath). Sesak nafas mungkin merupakan

gejala berbagai gangguan patofisiologi : obstruksi jalan nafas, berkurangnya

jaringan paru yang berfungsi, berkurangnya elastisitas paru, kenaikan kerja

pernafasan, gangguan transfer oksigen (difusi), ventilasi tak seimbang dalam

kaitannya dengan perfusi, campuran darah vena (venous admixture) atau right to

left shunting, cardiac output yang tidak memadai, anemia dan gangguan kapasitas

angkut oksigen dari hemoglobin.

Sesak napas pada tuberkulosis disebabkan oleh penyakit yang luas pada

paru atau ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltratnya sudah

meliputi setengah bagian paru dan dapat pula disebabkan karena penggumpalan

cairan di rongga pleura sebagai komplikasi TB Paru. Penderita yang sesak napas

sering mengalami demam dan berat badan turun.

16

Page 17: Lapsus

c. Nyeri Dada.

Nyeri dada merupakan gejala yang penting untuk penyakit thoraks (rongga

dada), tetapi dapat pula berasal dari luar paru. Nyeri dada adalah salah satu gejala

yang paling sukar dinilai dan membutuhkan klasifikasi yang sistematis. Untuk

semua nyeri dada harus ditanyakan dalam anamnesis tentang hebatnya, sifat,

lokalisasi, lamanya, menyebar atau menetap, terus menerus atau intermiten dan

semua faktor yang menyebabkan nyeri bertambah atau berkurang. Nyeri dada

dapat dibagi dalam golongan :

1. pleuropulmonal

2. trakeobronkial

3. kardiovaskuler

4. oesophagial dan mediastinal

Nyeri pleuropulmonal

Nyeri pleuropulmonal biasanya akut, tajam dan lokal (setempat), intermiten dan

diperhebat dengan bernafas serta seringkali juga makin hebat dengan gerakan.

Penyebab paling sering dari nyeri pleuropulmonal adalahpnemonia bakteri

terutama yang disebabkan oleh kokus gram negatif dan Klebsiella. Gejala-gejala

lain seperti batuk, hemoptisis, demam atau malaisedapat menyertai

pleuropulmonal.

Nyeri trakeobronkial

Nyeri trakeobronkial seringkali disebabkan oleh tracheitis akut, tracheobronkitis

akut aspirasi benda asing tajam, inhalasi gas iritan atau karsinoma yang

menyerang trachea atau brokus besar. Nyeri berupa rasa terbakar disubsternal dan

rasa tidak enak yang seringkali bertambah hebat dengan pernafasan dalam, batuk

dan terutama bila bernafas di hawa dingin. Bila keradangan meluas ke bronchus

utama nyeri terasa di parasternal.

Nyeri kardiovaskuler

Nyeri ini biasanya terasa substernal atau pada sisi kiri dan seringkali dirasakan

oleh pasien sebagai menekan, menjepit atau mendesak atau perasaan berat dalam

dada. Kerap kali rasa nyeri menjalar ke bahu kiri dan sepanjang sisi medial lengan

17

Page 18: Lapsus

kiri terus ke siku. Nyeri dapat menjalar ke leher atau ke rahang atau ke kedua

bahu. Nyeri seperti ini bersifat paroksismal dan bertambah hebat dengan gerakan /

latihan atau emosi dan cepat mereda bila istirahat atau pemberian nitrogliserin, hal

ini khas pada angina pektoris. Jika nyeri demikian berlangsung selama > 20 menit

dan tidak menghilang dengan istirahat atau pemberian nitrogliserin harus diduga

adanya infark miokard akut.

Nyeri esofagus dan mediastinal

Nyeri esofagus adalah rasa nyeri dada yang dalam yang dapat dirasakan pula

(referred) di tempat lain. Biasanya bila disertai gejala seperti kesukaran menelan

(disfagia) yang progresif , regurgitasi makanan padat.

Nyeri dada pada tuberkulosis paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan.

Nyeri dada muncul jika infiltratnya sudah sampai ke pleura sehingga

menimbulkan pleuritis. Hal ini disebabkan karena adanya pergeseran antara kedua

pleura sewaktu menarik napas. Bila nyeri bertambah berat berarti telah terjadi

pleuritis luas (nyeri dikeluhkan di daerah aksila, di ujung skapula atau tempat-

tempat lain).

d. Demam

Merupakan gejala paling sering dijumpai dan paling penting. Sering kali panas

badan sedikit meningkat pada siang maupun sore hari. Biasanya subfebris

menyerupai demam influenza tetapi kadang kadang suhu tubuh dapat mencapai

40-41o C. Panas badan meningkat atau menjadi lebih tinggi bila proses berkembang

menjadi progresif sehingga penderita merasakan badannya hangat atau muka terasa

panas. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, kemudian dapat timbul

kembali. Keadaan demamnya bersifat hilang timbul, sehingga pasien tidak pernah

terlepas dari serangan demam. Hal ini tergantung dari daya tahan tubuh seseorang

dan berat ringannya infeksi tuberkulosis.

e. Keringat malam

Keringat malam bukan gejala yang patognomonis untuk penyakit tuberkulosis

paru. Keringat malam umumnya baru timbul bila proses telah lanjut, kecuali pada

18

Page 19: Lapsus

orang-orang dengan vasomotor labil, keringat malam dapat timbul lebih dini.

Nausea, takikardi dan sakit kepala timbul bila ada panas.

f. Anoreksia

Anoreksia yaitu tidak selera makan dan penurunan berat badan merupakan

manifestasi toksemia yang timbul belakangan dan lebih sering dikeluhkan bila

proses progresif. Rendahnya asupan makanan yang disebabkan oleh anoreksia,

menyebabkan peningkatan metabolisme energi dan protein dan utilisasi dalam

tubuh. Asupan yang tidak kuat menimbulkan pemakaian cadangan energi tubuh

yang berlebihan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis dan mengakibatkan

terjadinya penurunan berat badan dan kelainan biokimia tubuh.

PEMERIKSAAN FISIS

a). Ronki pada apeks paru

Suara tambahan :

Ronchi kering (bronchitis geruis, sonorous, dry rales). Pada fase inspirasi maupun

ekspirasi dapat nada tinggi (sibilant) dan nada rendah (sonorous) = rhonchi,

rogchos berarti ‘ngorok’. Sebabnya ada getaran lendir oleh aliran udara. Dengan

dibatukkan sering hilang atau berubah sifat. Rhonchi basah (moist rales). Timbul

letupan gelembung dari aliran udara yang lewat cairan. Bunyi di fase inspirasi.

o ronkhi basah halus (suara timbul di bronchioli),

o ronkhi basah sedang (bronchus sedang),

o ronkhi basah kasar (suara berasal dari bronchus besar).

o ronkhi basah meletup. Sifatnya musikal, khas pada infiltrat, pneumonia,

tuberculosis.

o Krepitasi. Suara halus timbul karena terbukanya alveolus secara mendadak,

serentak terdengar di fase inspirasi. (contoh: atelectase tekanan)

o Suara gesekan (wrijfgeruisen, friction-rub). Ada gesekan pleura dan gesek

perikardial sebabnya adalah gesekan dua permukaan yang kasar (mis: berfibrin)

Ronkhi basah sering juga disebut sebagai crackles, rhonchi kering disebut sebagai

19

Page 20: Lapsus

wheezes dan gesek pleura atau gesek perikard sebagai pleural dan pericardial

rubs.

Pada penyakit tuberkulosis, tempat kelainan lesi yang paling dicurigai

adalah bagian apeks paru. Bila dicurigai infiltrat yang agak luas, maka didapatkan

perkusi yang redup dan auskultasi suara napas bronkial. Akan didapatkan juga

suara ronki kasar, basah,dan nyaring.tetapi bila infiltrat ini diliputi oleh penebalan

pleura, suara napas menjadi vesikuler melemah. Bila terdapat cavitas yang cukup

besar, perkusi memberikan suara hipersonor.

I. PENDAHULUAN

20

Page 21: Lapsus

Tuberkulosis paru adalah suatu infeksi kronis yang sangat lama dikenal

pada manusia, dihubungkan dengan tempat tinggal di daerah urban, lingkungan

yang padat, dibuktikan dengan adanya penemuan kerusakan tulang vertebra toraks

yang khas pada TB dari kerangka yang digali di Heidelberg dari kuburan zaman

neolitikum, begitu juga penemuan dari mumi dan ukiran di dinding piramid di

Mesir kuno pada tahun 2000-4000 SM. Hipokrates telah memperkenalkan

terminologi phthisis yang diangkat dari bahasa yunani yang menggambarkan

tampilan TB paru ini.1

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh

kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang

paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya).2 Mycobacterium

Tuberculosis yang menyerang paru disebut juga tuberkulosis paru. Bila

menyerang organ selain paru (kelenjar limfe, kulit, otak, tulang, usus, ginjal)

disebut tuberkulosis ekstra paru.3

II. EPIDEMIOLOGI

Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit yang telah lama dikenal

dan sampai saat ini masih menjadi penyebab utama kematian di dunia.4 WHO

menyatakan Tuberkulosis paru menyerang sepertiga dari 1,9 miliar penduduk

dunia dewasa ini.3 Setiap tahun terdapat 8 juta kasus baru penderita tuberkulosis

paru, dan angka kematian tuberkulosis paru 3 juta orang setiap tahunnya.3 1% dari

penduduk dunia akan terinfeksi tuberkulosis paru setiap tahun.3 Satu orang

memiliki potensi menularkan 10 hingga 15 orang dalam 1 tahun.3 Pada tahun

1993 WHO juga menyatakan bahwa TB sebagai Global health emergenncy.1

Prevalensi TB di Indonesia dan negara-negara sedang berkembang

lainnya cukup tinggi.4 Indonesia adalah negeri dengan pevalensi TB ke-3

tertinggidi dunia setelah cina dan india.1 Pada tahun 1998 diperkirakan TB di cina,

india dan indonesia berturut turut 1.828.000, 1.414.000, 591.000 kasus.1 Pada

tahun 2006, kasus baru di Indonesia berjumlah >600.000 dan sebagian besar

diderita oleh masyarakat yang berada dalam usia produktif (15–55 tahun).3 Angka

kematian karena infeksi TB berjumlah sekitar 300 orang per hari dan terjadi

21

Page 22: Lapsus

>100.000 kematian per tahun. Hal tersebut merupakan tantangan bagi semua

pihak untuk terus berupaya mengendalikan infeksi ini.3 Salah satu upaya penting

untuk menekan penularan TB di masyarakat adalah dengan melakukan diagnosis

dini yang definitif.4

Sekitar 75% penderita tuberkulosis paru adalah kelompok usia produktif

secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang penderita tuberkulosis paru

dewasa akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan, hal tersebut

berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%.

Jika meninggal akibat penyakit tuberkulosis paru, maka akan kehilangan

pendapatannya sekitar 15 tahun, selain merugikan secara ekonomis, tuberkulosis

paru juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial bahkan kadang

dikucilkan oleh masyarakat.3

III. ETIOLOGI

Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium

tuberculosis berbentuk batang, berukuran panjang 1-4 mikron dan tebal 0,3-0,6

mikron, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan, oleh

karena itu disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman tuberkulosis cepat

mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di

tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat dormant

atau tertidur lama dalam beberapa tahun.3

Sebagian besar dinding kuman terdiri atas lemak (lipid), kemudian

peptidoglikan, arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan

asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam dan tahan terhadap

gangguan kimia dan fisik. Kuman ini dapat hidup dalam suasana udara kering

maupun dalam keadaan dingin. Hal ini dapat terjadi karena kuman berada dalam

sifat dorman. Dari sifat dorman ini kuman dapat bangkit dan menjadi tuberkulosis

aktif kembali.1

Sifat kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukan bahwa kuman lebih

menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigen. Dalam hal ini tekanan

22

Page 23: Lapsus

oksigen pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga

bagian apikal ini merupakan predileksi penyakit tuberkulosis.1

IV. PATOGENESIS

Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena

ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang

terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi

oleh mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit

kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB.

Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan

kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam

makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni di

tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus

Primer GOHN.1,5

Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju

kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke

lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran

limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus

primer terletak di lobus paru bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat

adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika fokus primer terletak di apeks

paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan

gabungan antara fokus primer, kelenjar limfe regional yang membesar

(limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis). 1,5

Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya

kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini

berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu

yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa

inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang

waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga

23

Page 24: Lapsus

mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons

imunitas seluler. 1,5

Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan

logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi

terhadap tuberkulin, mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat

terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi.

Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap

tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif terhadap uji tuberkulin. Selama

masa inkubasi, uji tuberkulin masih negatif. Setelah kompleks primer terbentuk,

imunitas seluler tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu

dengan sistem imun yang berfungsi baik, begitu sistem imun seluler berkembang,

proliferasi kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap

hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru

yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan. 1,5

Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya

mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah

mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan

mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak

sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan

menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini. 1,5

Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang

terjadi dapat disebabkan oleh fokus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus

primer di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis

fokal. Jika terjadi nekrosis perkejuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair

dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru

(kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakea yang mulanya berukuran normal

saat awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus

dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal dapat

menyebabkan ateletaksis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis

perkejuan dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga

24

Page 25: Lapsus

menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula. Massa keju dapat

menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan

pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut sebagai lesi segmental kolaps-

konsolidasi. 1,5

Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat

terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman

menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan

pada penyebaran hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan

menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang

menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik. 1,5

Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk

penyebaran hematogenik tersamar (occult hamatogenic spread). Melalui cara ini,

kuman TB menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak

menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ

di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai

vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks

paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi

dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan

membatasi pertumbuhannya. 1,5

Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi

pertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dorman.

Fokus ini umumnya tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi

untuk menjadi fokus reaktivasi. Fokus potensial di apkes paru disebut sebagai

Fokus SIMON. Bertahun-tahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu

menurun, fokus TB ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di

organ terkait, misalnya meningitis, TB tulang, dan lain-lain. 1,5

Bentuk penyebaran hamatogen yang lain adalah penyebaran hematogenik

generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini,

sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh

tubuh. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB

25

Page 26: Lapsus

secara akut, yang disebut TB diseminata. TB diseminata ini timbul dalam waktu

2-6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan

virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran.

Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya sistem imun pejamu

(host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada balita. 1,5

Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic

spread dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui

cara ini akan mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilih milier berasal

dari gambaran lesi diseminata yang menyerupai butir padi-padian/jewawut (millet

seed). Secara patologi anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm,

yang secara histologi merupakan granuloma.1

Bentuk penyebaran hematogen yang jarang terjadi adalah protracted

hematogenic spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu fokus perkejuan

menyebar ke saluran vaskular di dekatnya, sehingga sejumlah kuman TB akan

masuk dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe

ini tidak dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread. Hal ini

dapat terjadi secara berulang.1

Gambar 1. Skema Perkembangan Sarang Tuberkulosis Post Primer dan Perjalanan

Penyembuhannya

V. KLASIFIKASI DAN TIPE PENDERITA TUBERCULOSIS

26

Page 27: Lapsus

Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberculosis memerlukan suatu

“definisi kasus” yang meliputi empat hal , yaitu:2

1. Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru;

2. Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis): BTA positif atau

BTA negatif;

3. Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat.

4. Riwayat pengobatan TB sebelumnya: baru atau sudah pernah diobati

a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:2

Tuberkulosis paru.

Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan

(parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada

hilus.2

Tuberkulosis ekstra paru.

Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya

pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang,

persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.2

b. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB

Paru:2

Tuberkulosis paru BTA positif.

Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.

1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada

menunjukkan gambaran tuberkulosis.

1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB

positif.

1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak

SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada

perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

Tuberkulosis paru BTA negatif

27

Page 28: Lapsus

Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria

diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:2

Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative

Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.

Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.

c. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit.2

TB paru BTA negatif foto toraks positif

dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan

ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran

kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far advanced”), dan atau

keadaan umum pasien buruk.

TB ekstra-paru

dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:2

TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa

unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.

TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis,

pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran

kemih dan alat kelamin.

Catatan:2

• Bila seorang pasien TB paru juga mempunyai TB ekstra paru, maka untuk

kepentingan pencatatan, pasien tersebut harus dicatat sebagai pasien TB paru.

• Bila seorang pasien dengan TB ekstra paru pada beberapa organ, maka dicatat

sebagai TB ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling berat.

d. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya

Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa

tipe pasien, yaitu:2

Kasus baru

28

Page 29: Lapsus

Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah

menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

Kasus kambuh (Relaps)

Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan

tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,

didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).

Kasus setelah putus berobat (Default )

Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih

dengan BTA positif.

Kasus setelah gagal (Failure)

Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali

pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

Kasus Pindahan (Transfer In)

Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain

untuk melanjutkan pengobatannya.

WHO 1991 berdasarkan terapi membagi TB dalam 4 kategori yakni:1

Kategori I ditujukan terhadap:

Kasus baru dengan sputum positif

Kasus baru dengan bentuk TB berat

Kategori II ditujukan terhadap :

Kasus kambuh

Kasus gagal dengan sputum BTA positif

Kategori III ditujukan terhadap:

Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas

Kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dari kategori I

Kategori IV, ditujukan terhadap TB kronik.

VI. GEJALA KLINIS

29

Page 30: Lapsus

Adapun keluhan yang sering didapat pada pasien tuberkulosis paru yaitu

batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih. Gejala tambahan

yang mungkin menyertai adalah batuk darah, sesak nafas dan rasa nyeri dada,

badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan

(malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan dan demam/meriang lebih

dari sebulan.1

Demam. Biasanya subfebris menyerupai demam influenza.tetapi kadang

kadang suhu tubuh dapat mencapai 40-41o C. serangan demam pertama

dapat sembuh sebentar, kemudian dapat timbul kembali. Keadaan

demamnya bersifat hilang timbul, sehingga pasien tidak pernah terlepas

dari serangan demam. Hal ini tergantung dari daya tahan tubuh seseorang.

Dan berat ringanya infeki tuberkulosis.1

Batuk/batuk darah. Gejala ini banyak ditemukan. Batuk darah dapat terjadi

karena iritasi bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk

produk radang. Sifat batuk dimulai dari betuk kering/non produktif

kemudian setelah timbul peradangan menjadi batuk produktif. Keadaan

selanjutnya adalah batuk darah oleh karena pecahnya pembuluh darah.1

Sesak napas. Sesak napas ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut,

yang infiltratnya sudah meliputi setenga bagian babkan karena danyparu.1

Nyeri dada. Nyeri dada muncul jika infiltratnya sudah sampai ke pleura

sehingga menimbulkan pleuritis. Hal ini disebabkan karena danya

pergeseran antara kedua pleura sewaktu menarik napas.1

Malaise. Gejala malaise yang sering ditemukan berupa anoreksia. Badan

makin kurus,sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam. Gejala

malaise makin lama makin berat dan hilang timbul secara teratur.1

VII. PEMERIKSAAN FISIS

Pemeriksaan fisis yang pertama kali ditemukan terhadap keadaan umum

pasien yang ditemukan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia,

badan kurus dan berat badan menurun.1

30

Page 31: Lapsus

Tempat kelainan lesi yang paling dicurigai adalah bagian apeks paru. Bila

dicurigai infiltrat yang agak luas, maka didapatkan perkusi yang redup dan

auskultasi suara napas bronkial. Akan didapatkan juga suara ronki kasar, basah

dan nyaring tetapi bila infiltrat ini diliputi oleh penebalan pleura, suara napas

menjadi vesikuler melemah. Bila terdapat cavitas yang cukup besar, perkusi

memberikan suara hipersonor atau timpani dan auskultasi memberikan suara

amforik.1

Pada tuberkulosis yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan

atrofi dan retraksi otot-otot interkostal. Bagian paru yang sakit menjadi menciut

dan menarik isi mediastenum atau paru yang lainya. Paru yang sehat menjadi

lebih hiperinflasi. Bila jaringan fibrotik amat luas yakni lebih setengah dari

jaringan paru-paru akan terjadi pengecilan daerah aliran darah dan selanjutnya

meningkatkan tekanan arteri pulmonal (hipertensi pulmonal), diikuti terjadinya

kor pulmonal dan gagal jantung kanan.1

Bila tuberkulosis mengenai pleura, sering terbentuk efusi pleura. Paru

yang sakit terlihat agak tertinggal dalam pernapasan. Perkusi memberikan suara

pekak. Auskultasi memberikan suara napas yang lemah sampai tidak terdengar

sama sekali.1

Pemeriksaan Radiologi

Radiografi merupakan alat yang penting untuk diagnosa dan evaluasi

tuberkulosis. Pada saat ini pemeriksaan radiologi dada merupakan cara yang

praktis untuk menemukan lesi tuberkulosis.1,10

Lokasi lesi tuberkulosis umumnya diapeks paru (segment apikal lobus atas

atau segment apikal lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah

(bagian inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru (misalnya tumor

paru pada endobronkial).1

Lesi primer yang telah menyembuh dapat meninggalkan nodul perifer

kecil yang dapat mengalami kalsifikasi bertahun-tahun. Kompleks ghon

membentuk nodul perifer yang berkalsifikasi bersama dengan kelenjar limfe yang

mengalami kalsifikasi.5

31

Page 32: Lapsus

Pada awalnya penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang

pneumonia, gambaran radiologi berupa bercak bercak seperti berawan dengan

batas batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan

terlihat seperti bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal sebagai

tuberkuloma.1

Pada cavitas bayanganya berupa cincin yang berdinding tipis. Bila terjadi

fibrosis maka bayanganya bergaris garis. Pada calsivikasi bayanganya tampak

sebagai bercak bercak padat dengan densitas tinggi. Pada atelektasis terlihat

sebagai fibrosis yang luas disertai penciutan yang dapat terjadi pada sebagian atau

satu lobus atau satu bagian paru. Gambaran tuberkulosis milier terlihat berupa

bercak-bercak halus yang umumnya terebar merata pada seluruh lapangan paru.1

Pada satu foto dada sering ditemukan bermacam macam bayangan

sekaligus (pada tuberkulois yang sudah lanjut) sperti infiltrat, garis garis fibrotik,

kalsifikasi, kavitas maupun atelektasis dan emfisema.1

Gambar 2. Tuberkulosis Yang Sudah Lanjut Pada Foto Rontgen Dada

VIII. DIAGNOSTIK TUBERKULOSIS

Diagnosis TB paru ditegakkan berdasarkan diagnosis klinis, dilanjutkan

dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologis.

Menurut American Thoracic Society dan WHO 1964 diagnosa pasti tuberkulosis

paru adalah dengan menemukan kuman mikobakterium tuberkulosis dalam

sputum atau jaringan paru secara biakan.1

32

Page 33: Lapsus

Diagnosis tuberkulosis paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan

ditemukannya BTA Positif pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil

pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga spesimen hasilnya

positif. Bila hanya satu spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih

lanjut yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan dahak sewaktu, pagi, sewaktu

(SPS) diulang :3

a. Kalau hasil rontgen mendukung tuberkulosis paru, maka penderita didiagnosis

sebagai penderita tuberkulosis paru BTA Positif.

b. Kalau hasil rontgen tidak mendukung tuberkulosis paru, maka pemeriksaan

dahak ulangi dengan SPS lagi. Apabila fasilitas memungkinkan maka dapat

dilakukan pemeriksaan biakan. Bila tiga spesimen dahak hasilnya negatif,

diberikan antibiotik spektrum luas (misal : kotrimoksasol atau amoksisillin)

selama 1 – 2 minggu, bila tidak ada perubahan, namun gejala klinis tetap

mencurigakan tuberkulosis paru, ulangi pemeriksaan dahak SPS.

a. Kalau hasil SPS positif, maka didiagnosis sebagai penderita tuberkulosis paru

BTA positif.

b. Kalau hasil SPS tetap negatif, dilakukan pemeriksaan foto rontgen dada, untuk

mendukung diagnosis tuberkulosis paru.

1) Bila hasil rontgen mendukung tuberkulosis paru, di diagnosis sebagai penderita

tuberkulosis paru BTA negatif rontgen positif

2) Bila hasil rontgen tidak mendukung tuberkulosis paru, penderita tersebut bukan

tuberkulosis paru.

IX. PENGOBATAN

Obat yang digunakan untuk tuberkulosis digolongkan atas 2 kelompok

yaitu kelompok obat lini pertama dan obat lini kedua. Kelompok obat lini pertama

yaitu isoniazid, rimfapisin, etambutol, pirazinamid dan streptomisin,

memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitasi yang dapat diterima.

Sedangkan antibiotik lini kedua yang digunakan yaitu antibiotik dengan golongan

florokuinolon (siprofloksasin, ofloksasin, levoofloksasin), sikloerin, etionamid,

amikasin, kanamisin, kapreomisin, dan paraamino salisilat.7

33

Page 34: Lapsus

Tujuan pengobatan tuberkulosis adalah memusnahkan basil tuberkulosis

dengan cepat dan mencegah kekambuhan. Selain itu, bertujuan untuk mengurangi

transmisi TB kepada orang lain dan mencegah/menghambat resistensi TB

terhadap pengobatan.7

Adapun OAT lini pertama yang digunakan yaitu:6

a) Isoniasid ( H )

Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90 % populasi

kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Obat ini sanat efektif terhadap

kuman dalam keadaan metabolik aktif yaitu kuman yang sedang

berkembang,Dosis harian yang dianjurkan 5 mg/kk BB,sedangkan untuk

pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 10 mg/kg BB.

b) Rifampisin ( R )

Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman semi –dormant ( persister )

yang tidak dapat dibunuh oleh isoniasid dosis 10 mg/kg BB diberikan sama untuk

mengobatan harian maupun intermiten 3 kal seminggu.

c) Pirasinamid ( Z )

Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan

suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kg BB ,sedangkan untuk

pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kg BB.

d) Streptomisin ( S )

Bersifat bakterisid . Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB sedangkan

untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggudigunakan dosis yang sama

penderita berumur sampai 60 tahun dasisnya 0,75 gr/hari sedangkan unuk

berumur 60 tahun atau lebih diberikan 0,50 gr/hari.

e) Etambutol ( E)

Bersifat sebagai bakteriostatik . Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg

BB sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis 30

mg/kg/BB.

34

Page 35: Lapsus

Tabel 1. Jenis, sifat dan dosis OAT 2

Pemilihan Obat TB

Ada dua prinsip pengobaatn tuberkulosis yaitu paling sedikit

menggunakan 2 obat dan pengobatan harus berlangsung setidaknya 3-6 bulan

setelah sputum negatif untuk tujuan sterilisasi dan mencegah kekambuhan.

Pengobatan tuberkulosis paru-paru hampir selalu menggunakan tiga obat INH,

Rifampisin, dan Pirazinamid pada dua bulan pertama selama tidak ada resistensi

terhadap satu atau lebih anti tuberkulosis ini.7

Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan:2

Tahap awal (intensif)

Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu

diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.

Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya

pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.

Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)

dalam 2 bulan.

Tahap Lanjutan

Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam

jangka waktu yang lebih lama

35

Page 36: Lapsus

Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga

mencegah terjadinya kekambuhan

Paduan OAT Di Indonesia

WHO merekomendasikan paduan OAT Standar Yaitu :6

Kategori 1 :

2HRZE / 4 H3R3

2HRZE / 4 HR

2HRZE / 6 HE

Kategori 2:

2HRZES / HRZE /5H3R3E3

2HRZES / HRZE / 5HRE

Kategori 3:

2HRZ / 4H3R3

2 HRZ / 4 HR

2HRZ / 6 HE

Program Nasional Penanggulangan TBC di Indonesia menggunakan paduan

OAT

Kategori 1 : 2 HRZE / 4H3R3

Kategori 2 : 2HRZES / HRZE / 5H3R3E3

Kategori 3 : 2 HRZ / 4H3R3

Disamping ketiga kategori ini disediakan paduan obat sisipan (HRZE)

Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket kombipak dengan tujuan

untuk memudahkam pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas)

pengobatan sampai selesai satu paket untuk satu penderita dalam satu masa

pengobatan.

a) Kategori-1 (2HRZE / 4H3R3)

Tahap intensif terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z)

dan Etambutol (E) Obat-obat tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan

(2HRZE). Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari isoniasid

(H) dan Rifampisin (R) diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan

(4H3R3 ).

36

Page 37: Lapsus

Obat ini diberikan untuk :

Penderita baru TBC Paru BTA Positif

Penderita TBC Paru BTA negatif Rontgen positif yang “ sakit berat “ dan

Penderita TBC Ekstra Paru berat.

b) Kategori-2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)

Tahap intensif diberikan selama 3 bulan yang terdiri dari 2 bulan dengan

Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z),dan Etambutol (E) setiap hari.

Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang

diberikan tiga kali dalam seminggu. Perlu diperhatikan bahwa suntikan

streptomisin diberikan setelah penderita selesai menelan obat.

Obat ini diberikan untuk :

Penderita kambuh ( relaps )

Penderita Gagal ( failure )

Penderita dengan Pengobatan setelah lalai ( after default )

37

Page 38: Lapsus

Satu paket kombipak kategori 2 berisi 156 blister harian yang terdiri dari

90 blister HRZE untuk tahap intensif dan 66 blister HRE untuk tahap lanjutan

masing-masing dikemas dalam dos kecil dan disatukan dalam 1 dos besar

disamping itu disediakan 30 vial streptomicin @ 1,5 gr dan pelengkap pengobatan

(60 spoit dan aquadest) untuk tahap intensif.

c) Kategori-3 (2HRZ/4H3R3)

Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan

(2HRZ) diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan

3 kali seminggu (4H3R3).

Obat ini diberikan untuk :

Penderita baru BTA negatif dan rontgen positif sakit ringan

Penderita ekstra paru ringan yaitu TBC kelenjar limfe (limfadenitis)

pleuritis eksudativa unilateral TBC kulit, tbc tulang (kecuali tulang

belakang) sendi dan kelenjar adrenal.

38

Page 39: Lapsus

Satu paket kombipak kategori 3 berisi 114 blister harian yang terdiri dari

60 blister HRZ untuk tahap intensif dan 54 bliter HR untuk tahap lanjutan masing

masing di kemas dalam dos kecil dan disatukan dalam 1 dos besar

d) OAT Sisipan ( HRZE )

Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif

dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2

hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif diberikan obat sisipan (HRZE) setiap

hari selama 1 bulan.

Obat Anti Tuberkulosis “Fixed-Dose Combination” (OAT FDC).

Obat anti tuberkulosis “fixed-dose combination” atau disingkat dengan

OAT – FDC (sering disebut FDC saja) adalah tablet yang berisi kombinasi

beberapa jenis obat anti TBC dengan dosis tetap.8

JENIS TABLET FDC

Jenis-jenis tablet FDC untuk dewasa :8

Tablet yang mengandung 4 macam obat dikenal sebagai tablet 4FDC.

Setiap tablet mengandung:

75 mg Isoniasid (INH)

150 mg Rifampisin.

400 mg Pirazinamid

275 mg Etambutol.

Tablet ini digunakan untuk pengobatan setiap hari dalam tahap intensif dan

untuk sisipan.

Jumlah tablet yang digunakan disesuaikan dengan berat badan penderita.

Tablet yang mengandung 2 macam obat dikenal sebagai tablet 2FDC.

39

Page 40: Lapsus

Setiap tablet mengandung:8

150 mg Isoniasid (INH).

150 mg Rifampisin

Tablet ini digunakan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu dalam

tahap lanjutan. Jumlah tablet yang digunakan disesuaikan dengan berat badan

penderita.

Disamping itu, tersedia obat lain untuk melengkapi paduan obat kategori 2, yaitu:8

Tablet Etambutol @ 400 mg,

Streptomisin injeksi, vial @ 750 mg atau vial @ 1 gr

Aquadest.

PADUAN OAT FDC

Paduan pengobatan OAT-FDC terdiri dari :8

1. Kategori 1 : 2 (HRZE) / 4 (HR)3

1.1. Kategori 1 diberikan kepada:

Penderita baru TBC Paru BTA positif

Penderita baru TBC Paru BTA negatif/Rontgen positif (ringan atau berat)

Penderita TBC Ekstra Paru (ringan atau berat).

Pemeriksaan dahak harus tetap dilakukan karena penting untuk evaluasi

pelaksanaan program penanggulangan tuberkulosis.

Dosis Untuk Kategori 1 : 2(HRZE) / 4(HR)3

2. Kategori 2 : 2(HRZE)S /1(HRZE) / 5(HR)3E3

2.1. Kategori 2 diberikan kepada:8

penderita TBC BTA positif Kambuh

40

Page 41: Lapsus

penderita TBC BTA positif Gagal

penderita TBC berobat setelah lalai (treatment after default) yang kembali

dengan BTA positif.

2.2. Dosis Kategori 2.

Dosis disesuaikan Berat Badan.

Dosis Untuk Kategori 2 : 2(HRZE)S / 1(HRZE) / 5(HR)3E3

3. OAT sisipan : 1(HRZE)

OAT sisipan diberikan :8

Bila pada akhir tahap intensif pengobatan pada penderita BTA positif tidak

terjadi konversi, maka diberikan obat sisipan 4 FDC (HRZE) setiap hari selama

28 hari dengan jumlah tablet setiap kali minum sama dengan sebelumnya.

PEDOMAN PEMBUATAN PAKET INDIVIDU PENGOBATAN

PENDERITA TBC DENGAN OAT-FDC

41

Page 42: Lapsus

Kat.1 : 2HRZE / 4(HR)3

- Penderita Baru TBC Paru BTA Positif

- Penderita Baru TBC Paru BTA Negatif, Ro positif

- Penderita Ekstra Paru

Kat.2 : 2HRZES / 1HRZE / 5 (HR)3E3

- Penderita TBC Paru BTA Positif Kambuh

- Penderita TBC Paru BTA Positif Gagal

- Penderita TBC defaulter yg kembali dengan BTA positif

Sisipan : 1HRZE

- Penderita TBC Paru BTA pos yg tidak mengalami

konversi pada akhir tahap intensif

Note :

- Dosis Streptomisin untuk penderita usia > 60 th : 500 mg

Efek samping pengobatan

42

Page 43: Lapsus

Dalam pemakaian OAT sering ditemukan efek samping yang mempersulit

sasaran pengobatan. Bila efek samping ini ditemukan, mungkin OAT masih dapat

diberikan dalam dosis terapeutik yang kecil, tapi bila efek samping ini sangat

mengganggu OAT yang bersangkutan harus dihentikan dan pengobatan dapat

diteruskan dengan OAT yang lain.1

Tabel 4 Efek Samping Pengobatan dengan OAT

Jenis Obat Ringan Berat

Isoniazid (H) tanda-tanda keracunan

pada syaraf tepi,

kesemutan, nyeri otot dan

gangguan kesadaran.

Kelainan yang lain

menyerupai defisiensi

piridoksin (pellagra) dan

kelainan kulit yang

bervariasi antara lain

gatal-gatal.

Hepatitis, ikterus

Rifampisin (R) gatal-gatal kemerahan

kulit, sindrom flu, sindrom

perut.

Hepatitis, sindrom

respirasi yang ditandai

dengan sesak nafas,

kadang disertai dengan

kolaps atau renjatan

(syok), purpura, anemia

hemolitik yang akut, gagal

ginjal

Pirazinamid (Z) Reaksi hipersensitifitas :

demam, mual dan

kemerahan

Hepatitis, nyeri sendi,

serangan arthritis gout

43

Page 44: Lapsus

Streptomisin (S) Reaksi hipersensitifitas :

demam, sakit kepala,

muntah dan eritema pada

kulit

Kerusakan saraf VIII

yang berkaitan dengan

keseimbangan dan

pendengaran

Etambutol (E) Gangguan penglihatan

berupa berkurangnya

ketajaman penglihatan

Buta warna untuk warna

merah dan hijau

X. Komplikasi

Komplikasi berikut sering terjadi pada penderita stadium lanjut :3

a. Hemoptisis berat (Perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat

mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.

b. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial

c. Bronkiektasis (Pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan

ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.

d. Pneumothoraks (Adanya udara di dalam rongga pleura) spontan, kolap spontan

karena kerusakan jaringan.

e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal, dan

sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Bahar A, Amin Z. Tuberkulosis Paru. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V.

Jakarta: Balai penerbit FKUI. 2009; p. 2230- 39.

44

Page 45: Lapsus

2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Pedoman Nasional

Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2 Cetakan pertama. Jakarta

3. Ruswanto B. Analisis spasial sebaran kasus Tuberkulosis paru ditinjau dari

faktor Lingkungan dalam dan luar rumahDi kabupaten pekalongan.2010.

Available for

http://eprints.undip.ac.id/23875/1/BAMBANG_RUSWANTO.pdf. (Cited

26/05/2013).

4. Hudoyo A. Jurnal Tuberkulosis Indonesia. 2012. Available for

http://ppti.info/ArsipPPTI/PPTI-Jurnal-Maret-2012.pdf 7. Cited

26/05/2013.

5. Daniel, M. Thomas. 1999. Harrison : Prinsip-Prinsip Ilmu penyakit dalam

Edisi 13 Volume 2. Jakarta : EGC : 799-808

6. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2002. Pedoman Nasional

Penanggulangan Tuberkulosis. Cetakan ke 8. Jakarta.

7. Istiantoro YH, Setiabudy R.T uberkulostatik dan Leprostatik. Farmakologi

dan Terapi. Edisi V. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2011; p. 613- 32

8. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2004. Petunjuk Penggunaan

Obat Anti Tuberkulosis Fixed Dose Combination(OAT-FDC). Edisi 1.

Jakarta.

45