kelompok 6 (asy'ariya).docx
DESCRIPTION
asy'ariyaTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asy’ariah adalah sebuah pendapat yang sempat mencuat di kalangan kaum muslimin,
khususnya para penuntut ilmu. Ada sebagian orang mengira Asy'ariah termasuk Ahlu Sunnah
Wal Jama'ah.
Seperti yang sudah dimaklumi, sebenarnya madzhab Asy'ariah yang berkembang
sekarang ini, hakikatnya adalah madzhab Al Kullabiyyah. Abul Hasan Al Asy'ari sendiri
telah bertaubat dari pemikiran lamanya, yaitu pemikiran Mu'tazilah. Tujuh sifat yang
ditetapkan dalam madzhab Asy'ariah inipun bukan berdasarkan nash dan dalil syar'i, tetapi
berdasarkan kecocokannya dengan akal dan logika. Jadi, sangat bertentangan dengan prinsip
Ahlu Sunnah Wal Jama'ah.
Sebagai bukti kesungguhan Abul Hasan Al Asy'ari melepaskan diri dari pemikiran
Mu'tazilah, yaitu beliau mulai bangkit membantah pemikiran Mu'tazilah dan mendebat
mereka. Dan beliau menulis sampai tiga ratus buku untuk membantah Mu'tazilah dengan
menggunakan rasio dan prinsip-prinsip logika.
1.2 Rumusan Masalah
1
Adapun perumusan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
1. Jelaskan awal munculnya sekte Asy’ariah?
2. Sebutkan paham – paham dari Asy’ariah?
3. Bagaimana perkembangan ajaran Asy’ariah dalam masyarakat?
4. Sebutkan penyebab Al-Asy’ari keluar dari aliran mu’tazillah?
5. Sebutkan ciri – cirri dari penganut aliran Asy’ariah?
6. Sebutkan tokoh – tokoh dari Asy’ariah?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas aqidah dan juga untuk
menambah pengetahuan para pembaca tentang bagaimana sejarah , paham – paham, ciri – ciri
dari aliran Asy’ariah.
BAB II
PEMBAHASAN
2
2.1 Awal Munculnya Aliran Asy’ariyah
Nama Al-Asy’ariyah diambil dari nama Abu Al-Hasan Ali bin Ismail Al-Asy’ari yang
dilahirkan dikota Bashrah (Irak) pada tahun 206 H/873 M. Pada awalnya Al-Asy’ari ini
berguru kepada tokoh Mu’tazilah waktu itu, yang bernama Abu Ali Al-Jubai. Dalam
beberapa waktu lamanya ia merenungkan dan mempertimbangkan antara ajaran-ajaran
Mu’tazillah dengan paham ahli-ahli fiqih dan hadist.
Ketika berumur 40 tahun, dia bersembunyi dirumahnya selama 15 hari untuk
memikirkan hal tersebut. Pada hari jum’at dia naik mimbar dimasjid Bashrah secara resmi
dan menyatakan pendiriannya keluar dari Mu’tazillah. Pernyataan tersebut adalah: “wahai
masyarakat, barang siapa mengenal aku, sungguh dia telah mengenalku, barang siapa yang
tidak mengenalku, maka aku mengenal diri sendiri. Aku adalah fulan bin fulan, dahulu aku
berpendapat bahwa Al-Qur’an adalah makhluk, bahwa sesungguhnya Allah tidak melihat
dengan mata, maka perbuatan–perbuatan jelek aku sendiri yang yang membuatnya. Aku
bertaubat, bertaubat dan mencabut paham-paham Mu’tazillah dan keluar daripadanya.
Al-Asy’ari menulis tidak kurang dari 90 kitab dalam berbagai lapangan yang bisa
dibaca oleh orang banyak. dia menolak pendapat Aristoteles, golongan jahamiyah dan
golongan murji’ah. Akan tetapi fokus kegiatan Al-Asy’ari adalah ditujukan pada orang-orang
Mu’tazilah seperti Ali Al-Jubai dan Abul Hudzail.
Contoh perdebatan antara Imam Al-asy’ary dengan Abu Ali Al-Jubai:
Abu Hasan Al-Asy’ary bertanya: Bagaimana menurut pendapatmu tentang tiga orang
yang meninggal dalam keadaan berlainan, mukmin, kafir dan anak kecil.
Al-Jubai: Orang Mukmin adalah Ahli Surga, orang kafir masuk neraka dan anak kecil
selamat dari neraka.
Al-Asy’ari: Apabila anak kecil itu ingin meningkat masuk surga, artinya sesudah
meninggalnya dalam keadaan masih kecil, apakah itu mungkin?
Al-Jubai: Tidak mungkin bahkan dikatakan kepadanya bahwa surga itu dapat dicapai
dengan taat kepada Allah, sedangkan Engkau (anak kecil) belum beramal seperti itu.
Al-Asy’ari: Seandainya anak itu menjawab memang aku tidak taat. seandainya aku
dihidupkan sampai dewasa, tentu aku beramal taat seperti amalnya orang mukmin.
Allah menjawab: Aku mengetahui bahwa seandainya engkau sampai umur dewasa,
niscaya engkau bermaksiat dan engkau disiksa. Karena itu Aku menjaga kebaikanmu.
Aku mematikan mu sebelum engkau mencapai umur dewasa.
3
Al-Asy’ari: seandainya si kafir itu bertanya: Engkau telah mengetahui keadaanku
sebagaimana juga mengetahui keadaannya, mengapa engkau tidak menjaga
kemashlahatanku, sepertinya? Maka Al-Jubai diam saja, tidak meneruskan
jawabannya .
Pada dasarnya kaum Al-Asy’ariah adalah aliran sinkretis, yang berusaha mengambil
sikap tengah antara dua kutub, akal dan naql, antara kaum Salaf dengan al-Muktazilah. Atau
Al-Asy’ariah bercorak perpaduan antara pendekatan tekstual dan kontekstual, sehingga al-
Ghazali menyebutnya sebagai aliranal-mutawassith (pertengahan).
2.2 Paham Asy’ariyah
Paham kaum Asy’ariyah berlawanan dengan paham Mu’tazilah. golongan Asy’ariyah
berpendapat bahwa Allah itu mempunyai sifat diantaranya, mata, wajah, tangan serta
bersemayam di singgasana. Namun semua ini dikatakan la yukayyaf wa la yuhadd (tanpa
diketahui bagaimana cara dan batasnya)
Aliran Asy’ari mengatakan juga bahwa Allah dapat dilihat di akhirat kelak dengan
mata kepala. Asy’ari menjelaskan bahwa sesuatu yang dapat dilihat adalah sesuatu yang
mempunyai wujud. karena Allah mempunyai wujud ia dapat dilihat .
Ayat-ayat Al-Qur’an yang dapat dijadikan dalil Asy’ariyah untuk menyakinkan pendapatnya
adalah:
1. QS. Ar-Rum ayat 25
Artinya : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah berdirinya langit dan bumi dengan
iradat-Nya. kemudian apabila Dia memanggil kamu sekali panggil dari bumi, seketika itu
(juga) kamu keluar (dari kubur). (QS. Ar-Rum ayat 25)
2.QS Yasiin ayat 82
4
Artinya : Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata
kepadanya: "Jadilah!" Maka terjadilah ia. (QS Yasiin ayat 82).
3. QS Al-A’raaf ayat 54
Artinya : Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi
dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy[548]. Dia menutupkan malam kepada
siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan
bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan
memerintah hanyalah hak Allah. Maha suci Allah, Tuhan semesta alam. (QS Al-A’raaf ayat
54).
4. QS Al-Kahfi ayat 109
Artinya : Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat
Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku,
meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)". (QS Al-Kahfi ayat 109).
5. QS Al-Mukmin ayat 16
Artinya :(yaitu) hari (ketika) mereka keluar (dari kubur); tiada suatupun dari Keadaan mereka
yang tersembunyi bagi Allah. (lalu Allah berfirman): "Kepunyaan siapakah kerajaan pada
hari ini?" kepunyaan Allah yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan. (QS Al-Mukmin ayat
16).
2.3 Perkembangan Aliran Asy’ariyah
Akidah ini menyebar luas pada zaman wazir Nizhamul Muluk pada dinasti bani
Saljuq dan seolah menjadi akidah resmi negara. Paham Asy’ariyah semakin berkembang lagi
pada masa keemasan madrasah An-Nidzamiyah, baik yang ada di Baghdad maupun
dikota Naisabur. Madrasah Nizhamiyah yang di Baghdad adalah universitas terbesar di dunia.
Didukung oleh para petinggi negeri itu seperti Al-Mahdi bin Tumirat dan Nuruddin Mahmud
Zanki serta sultan Shalahuddin Al-Ayyubi.
5
Juga didukung oleh sejumlah besar ulama, terutama para fuqaha mazhab Asy-Syafi'i
dan mazhab Al-Malikiyah periode akhir-akhir. Sehingga wajar sekali bila dikatakan bahwa
akidah Asy-'ariyah ini adalah akidah yang paling populer dan tersebar di seluruh dunia.
Aliran ini termasuk cepat berkembang dan mendapat dukungan luas dikalangan
sebelum meninggalnya pendiri Aliran Asy’aiyah itu sendiri yaitu Imam Abu Hasan Ali bin
Ismail Al-Asy’ari, yang wafat pada tahun 324 H/934 M.
Sepeninggalnya Al-Asy’ari sendiri mengalami perkembangan dan perubahan yang
cepat karena pada akhirnya Asy’ariyah lebih condong kepada segi akal pikiran murni dari
pada dalil nash.
2.4 Penyebab keluarnya Al-Asy’ari dari aliran Mu’tazillah
Penyebab keluarnya Al-Asy’ari dari aliran mu’tazillah antara lain:
1. Pengakuan Al-Asy’ari telah bertemu Rasulullah SAW sebanyak 3 kali. yakni pada
malam ke-10, ke-20 dan ke-30 bulan Ramadhan. dalam mimpinya itu Rasulullah
memperingatkannya agar meninggalkan paham Mu’tazillah .
2. Al-Asy’ari merasa tidak puas terhadap konsepsi aliran Mu’tazilahdalam soal – soal
perdebatan yang telah ditulis diatas.
3. Karena kalau seandainya Al-Asy’ari tidak meninggalkan aliran Mu’tazillah maka
akan terjadi perpecahan dikalangan kaum muslimin yang bisa melemahkan mereka
Al-Asy’ari sebagai orang yang pernah menganut paham Mu’tazillah, tidak dapat
menjauhkan diri dari pemakaian akal dan argumentasi pikiran. ia menentang dengan kerasnya
mereka yang mengatakan bahwa akal pikiran dalam agama atau membahas soal-soal yang
tidak pernah disinggung oleh Rasulullah merupakan suatu kesalahan.
Dalam hal ini ia juga mengingkari orang yang berlebihan menghargai akal pikiran, karena
tidak mengakui sifat-sifat Tuhan.
Beberapa pendapat Al-Asy’ari adalah tentang :
1. Sifat.
6
Al-Asy’ari mengakui sifat-sifat Tuhan (Wujud, qidam, baqa, wahdania, sama’,
basyar, dll), sesuai dengan zat Tuhan itu sendiri dan sama sekali tidak menyerupai sufat –
sifat makhluk. Tuhan dapat mendengar tetapi tidak seperti kita, mendengar dan seterusnya.
2. Kekuasaan Tuhan dan Perbuatan manusia.
Al-Asy’ari mengatakan bahwa manusia tidak berkuasa menciptakan sesuatu, tetapi
berkuasa untuk memperoleh sesuatu perbuatan.
3. Melihat Tuhan pada hari kiamat.
Al-Asy’ari mengatakan bahwa Tuhan dapat dilihat, tetapi tidak menuntut cara tertentu
dan tidak pula arah tertentu. Al-Maturidi mengatakan juga bahwa manusia dapat melihat
Tuhan . Firman Allah dalam QS Al-Qiyamah ayat 22 dan 23:
Artinya :
22. Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri.
23. Kepada Tuhannyalah mereka melihat. (QS Al-Qiyamah ayat 22 dan 23)
4. Dosa besar
Al-Asy’ari mengatakan bahwa orang mukmin yang mengesakan Tuhan tetapi fasik,
terserah kepada Tuhan, apakah akan diampuni-Nya dan langsung masuk syurga atau akan
dijatuhi siksa karena kefasikannya, tetapi dimasukkan-Nya kedalam surga .
2.5 Ciri-ciri Penganut Aliran Asy’ariyah
Ciri-ciri orang yang menganut aliran Asy’ariyah adalah sebagai berikut:
1. Mereka berpikir sesuai dengan Undang-Undang alam dan mereka juga mempelajari
ajaran itu.
2. Iman adalah membenarkan dengan hati, amal perbuatan adalah kewajiban untuk
berbaut baik dan terbaik bagi manusia. dan mereka tidak mengkafirkan orang yang
berdosa besar.
3. Kehadiran Tuhan dalam konsep Asy’ariyah terletak pada kehendak mutlak-Nya.
2.6 Tokoh-tokoh Aliran Asy’ariyah
7
1. Al-Baqillani
Namanya Abu Bakar Muhammad bin Tayib, diduga kelahiran kota Basrah, tempat
kelahiran gurunya, yaitu Al-Asy’ari. ia terkenal cerdas otaknya, simpatik dan banyak jasanya
dalam pembelaan agama.
Al-Baqillani mengambil teori atom yang telah dibicarakan oleh aliran mu’tazillah
sebagai dasar penetapan kekuasaan Tuhan yang tak terbatas. Jauhar adalah suatu hal yang
mungkin, artinya bisa wujud dan bisa tidak, seperti halnya aradh. dan menurutnya tiap-tiap
aradh mempunyai lawan aradh pula. Disinilah terjadi mukjizat itu karena mukjizat tidak lain
hanyalah penyimpangan dari kebiasaan.
2. Al-Juwaini
Namanya Abdul Ma’ali bin Abdillah, dilahirkan di Naisabur (Iran), kemudian setelah
besar pergi kekota Mu’askar dan akhirnya tinggal di kota Bagdad. kegiatan ilmiahnya
meliputi ushul fiqh dan teologi islam.
Empat hal yang berlaku pada kedua alam tersebut, alam yang tidak dapat disaksikan dengan
alam yang dapat disaksikan, yaitu:
Illat : Seperti ada sifat “ilmu” (tahu) menjadi illat (sebab) seseorang dikatakan
“mengetahui” (alim).
Syarat : Sifat “hidup” menjadi syarat seseorang dikatakan mengetahui
Hakikat : Hakikat orang yang mengetahui ialah orang yang mempunyai sifat “ilmu”
Akal pikiran : Seperti penciptaan menunjukkan adanya zat yang menciptakan.
3. Al-Ghazaly
Namanya Abu Hamid Muhammad bin Ahmad Al-Ghazali, gelar Hujjatul Islam, lahir
tahun 450 H, di Tus kota kecil di Churassan (Iran). Al-Ghazali adalah ahli pikir islam yang
memiliki puluhan karya seperti Teologi islam dan Hukum islam.
Sikap Al-Ghazali yang dikemukakan dalam bukunya yang berjudul Faishalut Tafriqah
bainal islam waz zandaqah dan Al-Iqtishad. menurut Al-Ghazali perbedaan dalam soal – soal
kecil baik yang bertalian dengan soal – soal aqidah atau amalan, bahkan pengingkaran
8
terhadap soal khilaffat yang sudah disepakati oleh kaum muslimin tidak boleh dijadikan
alasan untuk mengkafirkan orang.
9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam perjalanan keyakinannya, Abu Hasan al-Asy’ary mengalami tiga periode
keyakinan. Periode pertama, ia terpengaruh dengan pemikiran ayah tirinya, yaitu al-Juba’iy,
seorang pembesar mu’tazilah. Peridoe kedua, ia mulai menetapkan dasar-dasar pemikirannya
sendiri yang berbeda dengan mu’tazilah, pada fase ini, ia menetapkan dasar-dasar pemikiran
madzhab Asy’ariyah.
Namun di penghujung hayatnya, beliau kembali ke ahlu sunnah waljama’ah. Salah
satu bukti pertaubatannya adalah buku yang diberi judul, ‘al-Ibanah ‘an Ushul Ad-Diyanah,’.
Buku yang tidak diakui oleh kalangan Asy’ari ini, meluruskan beberapa penyimpangan
akidah Asy’ariyah. Terutama terkait dengan takwil asma dan shifat Allah swt.
Para ulama memasukkan Asy’ariyah sebagai ahlu kalam/mutakallim. Yaitu,
kelompok yang menetapkan perkara-perkara agama -terutama perkara akidah- dengan dalil
akal, mengabaikan al-Qur’an, As-Sunnah maupun atsar salaf, (Mauqiful mutakallimin minal
istidlal, 1/24 & 31).
3.2 Saran
Kami mengetahui bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Maka dari itu
kami selaku penulis menginginkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca –
pembaca sekalian.
Dan juga penulis menghimbau kepada para pembaca yang budiman untuk selalu
mendekatkan diri kepada Allah Swt, agar segala sesuatu hal yang tidak diinginkan dalam hal
pengaruh keagaamaan tidak datang kepada kita yang membawa kita semua kearah kesesatan
dan kemusyrikan.
10