repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/993/1/bab i_v.docx · web viewbab i. pendahuluan. latar...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kesehatan Ibu dan anak perlu mendapatkan perhatian karena ibu
mengalami kehamilan dan persalinan yang mempunyai risiko terjadinya kematian.
Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin merupakan masalah
besar Negara miskin dan berkembang, seperti Indonesia. Komplikasi kehamilan,
persalinan dan nifas merupakan penyebab terbesar kematian ibu di Indonesia
(Misar, 2012).
Beberapa hal yang menyebabkan tingginya angka kematian ibu
berpangkal pada kompleksnya permasalahan yang melatar belakangi yaitu, terlalu
muda atau terlalu tua untuk melahirkan, tidak melakukan pemeriksaan kehamilan
dengan teratur, banyaknya persalinan yang di tolong oleh tenaga non professional,
masih terdapat persalinan yang di lakukan di rumah dan paritas yang tinggi. Ada
tiga hal yang berpengaruh terhadap proses terjadinya kematian ibu yang biasanya
di awali dari komplikasi persalinan dan nifas yang tidak di tangani atau di ketahui
secara dini. Proses yang paling dekat terhadap kejadian kematian ibu, disebut
sebagai determinan dekat yaitu kehamilan itu sendiri dan komplikasi yang terjadi
dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas. Wanita yang hamil memiliki risiko
untuk mengalami komplikasi, baik komplikasi kehamilan maupun komplikasi
persalinan, sedangkan wanita yang tidak hamil tidak memiliki risiko tersebut
(Misar, 2012).
1
2
Faktor terdekat secara langsung dipengaruhi oleh fakor status kesehatan
ibu, status reproduksi, akses ke pelayanan kesehatan, perilaku perawatan
kesehatan / penggunaan pelayanan kesehatan dan yang tidak diketahui atau tidak
terduga, Di lain pihak, terdapat juga determinan jauh yang akan mempengaruhi
kejadian kematian ibu melalui pengaruhnya terhadap determinan antara, yang
meliputi besar sosiokultural dan ekonomi, seperti status wanita dalam keluarga
dan masyarakat, status keluarga dalam masyarakat dan status masyarakat
(Arulita,2007).
Berdasarkan penelitian Yenita, S. (2011), didapatkan nilai OR:3,143
terhadap pemilihan tenaga penolong persalinan, yang berarti pemilihan tenaga
penolong persalinan memiliki risiko sebesar 3,143 kali terhadap kejadian
komplikasi persalinan. Sama seperti hasil penelitian Ronsmans C (2010) yang
mengatakan ada hubungan yang relatif erat antara tingkat kematian ibu karena
komplikasi persalinan dan persentase kelahiran dengan petugas trampil.
Berdasarkan data Kementerian kesehatan Republik Indonesia pada tahun
2012 jumlah ibu yang mengalami komplikasi persalinan adalah sebanyak 717.475
orang. Sedangkan pada tahun 2013 jumlah ibu yang mengalami komplikasi
persalinan adalah sebanyak 714.686 orang, dengan jumlah komplikasi persalinan
yang dapat ditangani sebanyak 367.864 orang (51,5%). Selanjutnya pada tahun
2014 jumlah ibu yang mengalami komplikasi persalinan adalah sebanyak 699.754
orang, dengan jumlah komplikasi persalinan yang dapat ditangani sebanyak
417.629 orang (59,7%)(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014).
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Aceh pada tahun 2012 jumlah ibu
yang mengalami komplikasi persalinan adalah sebanyak 20.536 orang, dengan
3
jumlah komplikasi persalinan yang dapat ditangani sebanyak 4.089 orang
(19,9%), dengan Kabupaten tertinggi yang mengalami komplikasi persalinan
adalah Kabupaten Aceh Utara sebanyak 2.419 orang. Sedangkan pada tahun 2013
jumlah ibu yang mengalami komplikasi persalinan adalah sebanyak 14.371 orang,
dengan jumlah komplikasi persalinan yang dapat ditangani sebanyak 6.405 orang
(44,6%), dengan Kabupaten tertinggi yang mengalami komplikasi persalinan
adalah Kabupaten Aceh Utara sebanyak 1.643 orang. Selanjutnya pada tahun
2014 jumlah ibu yang mengalami komplikasi persalinan adalah sebanyak 16.174
orang, dengan jumlah komplikasi persalinan yang dapat ditangani sebanyak 7.865
orang (48,65) (Dinas Kesehatan Aceh, 2014).
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Aceh Barat pada tahun 2012 jumlah
ibu yang mengalami komplikasi persalinan di Kabupaten Aceh Barat adalah
sebanyak 637 orang, dengan jumlah komplikasi persalinan yang dapat ditangani
sebanyak 46 orang (7,2%), Sedangkan pada tahun 2013 jumlah ibu yang
mengalami komplikasi persalinan di Kabupaten Aceh Barat adalah sebanyak 503
orang, dengan jumlah komplikasi persalinan yang dapat ditangani sebanyak 214
orang (42,5%). Selanjutnya pada tahun 2014 jumlah ibu yang mengalami
komplikasi persalinan di Kabupaten Aceh Barat adalah sebanyak 620 orang,
dengan jumlah komplikasi persalinan yang dapat ditangani sebanyak 134 orang
(21,6%). Pada tahun 2015 jumlah komplikasi persalinan sebanyak 421 orang.
Jumlah komplikasi persalinan terendah berada di Puskesmas Layung Kecamatan
Bubon yaitu sebanyak 1kasus (Dinas Kesehatan Aceh Barat, 2015).
Wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat terdapat 13
puskesmas. Dari hasil data diketahui bahwa Puskesmas Peureumeu pada tahun
4
2013 terdapat jumlah ibu yang mengalami komplikasi persalinan adalah sebanyak
68 orang, pada tahun 2014 terdapat 11 orang ibu mengalami komplikasi
persalinan. Pada tahun 2015 jumlah komplikasi persalinan di Puskesmas
Peureumeu adalah sebanyak 52 orang ibu (10,3%). Jumlah ibu hamil pada tahun
2015 adalah sebanyak 505 ibu, dengan jumlah ibu yang melakukan kunjungan
K1-K4 adalah sebanyak 440 ibu (Puskesmas Peureumeu, 2015).
Berdasarkan data awal dilapangan penelitikejadian komplikasi persalinan
sangat berbahaya bagi keselamatan ibu dan anak. Berdasarkan hasil wawancara
dengan 8 orang ibu nifas peneliti mengidentifikasi 5 orang ibu tidak mengetahui
penyebab dari komplikasi persalinan maupun kehamilan, sehingga mereka tidak
dapat mencegah komplikasi tersebut untuk terjadi. Ibu hanyamengetahui bahwa
semasa hamil keadaan ibu harus selalu tenang dan tidak stres sehingga anak
merasa nyaman dan ibu harus mengkonsumsi makanan bergizi. Sedangkan 3
orang ibu nifas lainnya mengetahui bahwa komplikasi persalinan tersebut sangat
berbahaya bagi keselamatan ibu dan anak, mereka mengetahui hal tersebut dari
bidan selama konsultasi kehamilan dilakukan secara rutin. Selanjutnya
berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan 2 orang bidan di Puskesmas
Peureumeupeneliti mengidentifikasi bahwa masalah mendasar dari komplikasi
persalinan adalah masih banyak ibu-ibu hamil yang tidak memeriksakan
kehamilannya secara rutin ke puskesmas sehingga pihak puskesmas tidak
mengetahui secara rinci tentang kesehatan ibu dan anak selama hamil dan pada
saat persalinan berlangsung akan terjadi komplikasi persalinan.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis melakukan suatu penelitian yang
diberi judul: “Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Komplikasi Persalinan
5
pada Ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway
XVI Kabupaten Aceh Barat.”Alasan peneliti melakukan penelitian ini karena
peneliti ingin mengetahui faktor yang berhubungan dengan komplikasi persalinan,
disebabkan setiap wanita pasti akan menjadi seorang ibu. Sehingga komplikasi
persalinan peneliti anggap penting untuk di ketahui baik untuk peneliti mapun
masyarakat luas. Jika faktor yang berhubungan dengan komplikasi di ketahui
dengan baik maka komplikasi persalinan dapat dengan cepat di atasi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan Faktor-faktor
apa saja yang Berhubungan dengan Komplikasi Persalinan pada Ibu Nifas di
Wilayah Kerja Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh
Barat
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui Faktor-faktor apa saja yang Berhubungan dengan
Komplikasi Persalinan pada Ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Peureumeu
Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui distribusi frekuensi antenatal care, status paritas, jarak
kehamilan, penolong persalinan, dukungan keluarga dan Komplikasi
Persalinan pada Ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Peureumeu Kecamatan
Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat
6
2. Untuk mengetahui hubunganantenatal caredengan Komplikasi Persalinan pada
Ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI
Kabupaten Aceh Barat
3. Untuk mengetahui hubunganstatus paritas dengan Komplikasi Persalinan pada
Ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI
Kabupaten Aceh Barat
4. Untuk mengetahui hubungan jarak kehamilan dengan Komplikasi Persalinan
pada Ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway
XVI Kabupaten Aceh Barat
5. Untuk mengetahui hubungan penolong persalinan dengan Komplikasi
Persalinan pada Ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Peureumeu Kecamatan
Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat
6. Untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan Komplikasi
Persalinan pada Ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Peureumeu Kecamatan
Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat
1.4 Hipotesis
Ha : Adanya hubungan antara atenatal care, status paritas, jarak kehamilan,
penolong persalinan dan dukungan keluarga dengan pelayanan kesehatan
dengan Komplikasi Persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas Peureumeu
Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat
Ho : Tidak adanya hubungan antara atenatal care, status paritas, jarak
kehamilan, penolong persalinan dan dukungan keluarga dengan pelayanan
kesehatan dengan Komplikasi Persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas
Peureumeu Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat.
7
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Praktis
1. Bagi masyarakat sebagai bahan informasi mengenai ilmu kesehatan
khususnya pada Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Komplikasi
Persalinan pada Ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Peureumeu
Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat
2. Bagi pihak Puskesmas Peureumeusebagai informasi dalam meningkatkan
pelayanan khususnya tentang Faktor-faktor yang Berhubungan dengan
Komplikasi Persalinan pada Ibu Nifas
1.5.2 Manfaat Teoritis
a. Bagi peneliti dapat menambah wawasan dalam melakukan penelitian
khususnya Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Komplikasi
Persalinan pada Ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Peureumeu
Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat
b. Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar sebagai
salah satu bahan masukan atau informasi guna menambah bahan
perpustakaan yang dapat digunakan bagi pihak-pihak yang
berkepentingan.
c. Bagi pihak lain diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai
referensi untuk dipelajari dibangku perkuliahan, dan dapat
membandingkan antara teori dengan praktek yang sesungguhnya.
8
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Persalinan
2.1.1 Pengertian Persalinan
Menurut Lestari (2009), persalinan adalah suatu proses dimana fetus dan
plasenta keluar dari uterus, ditandai dengan peningkatan aktifitas myometrium
(frekuensi dan intensitas kontraksi) yang menyebabkan penipissan dan
pembukaan serviks serta keluarnya lendir darah (show) dari vagina, lebih dari 80
% proses persalinan berjalan normal, 15-20% terjadi komplikasi persalinan.
faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan antara lain: power, passage,
passanger, psikis ibu dan penolong, namun dalam proses persalinan mungkin
akan menemukan berbagai hambatan seperti letak janin, ukuran janin, ketuban
pecah dini.
Persalinan adalah serangkaian kejadian yang berakhir dengan
pengeluaran bayi cukup bulan atau hampir cukup bulan, disusul dengan
pengeluaran plasenta dan selaput janin dari tubuh ibu. (Yanti, 2010)
Persalinan merupakan fungsi organ wanita dengan hasil konsepsi
dikeluarkan dari uterus melalui vagina ke dunia luar (Dorland, 2010). Persalinan
juga dapat diartikan sebagai periode terjadinya kontraksi uterus secara reguler
sampai terjadinya pengeluaran dari plasenta (Cunningham et al, 2010).
Pada beberapa jam terakhir kehamilan ditandai dengan adanya kontraksi
uterus yang menyebabkan penipisan, dilatasi serviks, dan mendorong janin keluar
melalui jalan lahir. Banyak energi yang dkeluarkan pada waktu ini. Oleh karena
8
9
itu, penggunaan istilah in labour (kerja keras) dimaksudkan untuk
menggambarkan proses ini. Kontraksi miometrium pada persalinan terasa nyeri
sehingga istilah nyeri persalinan digunakan untuk mendeskripsikan proses ini
(Prawirohardjo, 2008).
2.1.1 Fase Persalinan
Persalinan aktif dibagi menjadi tiga kala yang berbeda, yaitu (Yanti,
2010):
1. Kala satu persalinan mulai ketika telah tercapai kontraksi uterus dengan
frekuensi, intensitas, dan durasi yang cukup untuk menghasilkan pendataran
dan dilatasi serviks yang progresif. Kala satu persalinan selesai ketika serviks
sudah membuka lengkap ( sekitar 10 cm ) sehingga memungkinkan kepala
janin lewat. Oleh karena itu, kala satu persalinan disebut stadium pendataran
dan dilatasi serviks.
2. Kala dua persalinan dimulai ketika dilatasi serviks sudah lengkap, dan berakhir
ketika janin sudah lahir. Kala dua persalinan disebut juga sebagai stadium
ekspulsi janin.
3. Kala tiga persalinan dimulai segera setelah janin lahir, dan berakhir dengan
lahirnya plasenta dan selaput ketuban janin. Kala tiga persalinan disebut juga
sebagai stadium pemisahan dan ekspulsi plasenta.
Asuhan persalinan normal yang berdasar pada asuhan yang bersih dan aman
selama persalinan dan setelah bayi lahir memiliki fokus utama untuk mencegah
terjadinya komplikasi. Pencegahan komplikasi selama persalinan dan setelah bayi
lahir akan mengurangi kesakitan dan kematian ibu serta bayi baru lahir
(Prawirohardjo, 2008).
10
2.1.2 Persalinan Normal
Pengertian Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang
terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan
presentasi belakang kepala yang berlangsung tidak lebih dari 18 jam tanpa
komplikasi baik bagi ibu maupun janin (sarwono, 2012).
Persalinan normal adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat
hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar dengan presentasi belakang
kepala tanpa memakai alat-alat atau pertolongan istimewa serta tidak melukai ibu
dan bayi, dan pada umumnya berlangsung dalam waktu kurang dari 24 jam
(Prawirohardjo, 2011).
Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang
terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan
presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam tanpa komplikasi baik
pada ibu maupun pada janin (Saifuddin, 2010).Persalinan adalah suatu proses
yang dimulai dengan adanya kontraksi uterus yang menyebabkan terjadinya
dilatasi progresif dari serviks, kelahiran bayi, dan kelahiran plasenta, dan proses
tersebut merupakan proses alamiah. (Rohani, 2011).
Bentuk persalinan berdasarkan teknik :
1. Persalinan spontan, yaitu persalinan berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri
dan melalui jalan lahir.
2. Persalinan buatan, yaitu persalinan dengan tenaga dari luar dengan ekstraksi
forceps, ekstraksi vakum dan sectio sesaria
11
3. Persalinan anjuran yaitu bila kekuatan yang diperlukan untuk persalinan
ditimbulkan dari luar dengan jalan pemberian rangsang. (Rukiyah; Ai yeyeh;
dkk, 2011)
2.1.3 Persalinan Caesar
Seksio sesarea adalah melahirkan janin yang sudah mampu hidup (beserta
plasenta dan selaput ketuban) secara transabdominal melalui insisi uterus (Benson
dan pernoll, Rukiyah, 2010).
Operasi caesar lebih aman dipilih dalam menjalani proses persalinan karena
telah banyak menyelamatkan jiwa ibu yang mengalami kesulitan melahirkan.
Jalan lahir tidak teruji dengan dilakukannya seksio sesarea, yaitu bilamana di
diagnosa panggul sempit atau fetal distress didukung data pelvimetri. Bagi ibu
yang paranoid terhadap rasa sakit, maka seksio sesarea adalah pilihan yang tepat
dalam menjalani proses persalinan, karena diberi anastesi atau penghilang rasa
sakit (Rukiyah, 2011).
Operasi seksio caesar merupakan prosedur medis yang mahal. Prosedur
anastesi pada operasi bias membuat anak ikut terbius, sehingga anak tidak spontan
menangis, keterlambatan menangis ini mengakibatkan kelainan hemodinamika
dan mengurangi apgar score. Ibu akan mendapat luka baru di perut dan
kemungkinan timbulnya infeksi bila luka operasi tidak dirawat dengan baik.
Gerak tubuh ibu menjadi sangat terbatas sehingga proses penyembuhan luka akan
semakin lama. Tindakan Seksio Caesar biasanya dianggap sebagai suatu
penyiksaan bagi yang tidak memiliki kebiasaan beristirahat lama di rumah sakit
setelah melahirkan (Manuaba, 2010).
12
2.2 Ibu Nifas
Masa nifas adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi, plasenta,
serta selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ kandungan seperti
sebelum hamil dengan waktu kurang lebih 6 minggu. Masa nifas (puerperium),
berasal dari bahasa latin, yaitu puer yang artinya bayi dan partus yang artinya
melahirkan atau berarti masa sesudah melahirkan. Asuhan kebidanan masa nifas
adalah penatalaksanaan asuhan yang diberikan pada pasien mulai dari saat setelah
lahirnya bayi sampai dengan kembalinya tubuh dalam keadaaan seperti sebelum
hamil atau mendekati keadaan sebelum hamil. Periode masa nifas (puerperium)
adalah periode waktu selama 6-8 minggu setelah persalinan. Proses ini dimulai
setelah selesainya persalinan dan berakhir setelah alat-alat reproduksi kembali
seperti keadaan sebelum hamil/tidak hamil sebagai akibat dari adanya perubahan
fisiologi dan psikologi karena proses persalinan (Saleha, 2009).
Masa ini merupakan masa yang cukup penting bagi tenaga kesehatan
untuk selalu melakukan pemantauan karena pelaksanaan yang kurang maksimal
dapat menyebabkan ibu mengalami berbagai masalah, bahkan dapat berlanjut
pada komplikasi persalinan, seperti sepsis puerperalis. Jika ditinjau dari penyabab
kematian para ibu, infeksi merupakan penyebab kematian terbanyak nomor dua
setelah perdarahan sehingga sangat tepat jika para tenaga kesehatan memberikan
perhatian yang tinggi pada masa ini. Adanya permasalahan pada ibu akan
berimbas juga kepada kesejahtaraan bayi yang dilahirkan karena bayi tersebut
tidak akan mendapatkan perawatan maksimal dari ibunya. Dengan demikian,
angka morbiditas dan mortalitas bayi pun akan semakin meningkat (Sulistyawati,
2009).
13
Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode ini karena merupakan masa
kritis baik ibu maupun bayinya. Diperkirakan bahwa 69% kematian ibu akibat
kehamilan terjadi setelah persalinan, dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam
24 jam pertama (Prawihardjo A, 2002).
Secara tradisional, bagian pertama dari periode ini adalah masa istirahat.
Yaitu ketika ibu dipisahkan oleh orang lain (khususnya pria) karena kehilangan
zat darahnya dari vagina sehingga tidak bersih. Pada saat itu, tanpa disadari zat
darah tersebut, lochea, yang merupakan campuran dari darah dan produk jaringan
dari dinding rahim secara perlahan-lahan luruh, ketika rahim mengalami
pengecilan kembali atau pengerutan, kembali ke ukuran rahim semula. Tradisi
pemisahan selama periode istirahat sudah lama ditinggalkan, tetapi banyak
pengaruh terhadap sekelilingnya, seperti keyakinan bahwa wanita tersebut tidak
bersih, sampai kini (Jones, 2005).
Tahap Masa Nifas Tahapan yang terjadi pada masa nifas adalah sebagai
berikut :
a. Periode immediate postpartum, Masa segera setelah plasenta lahir sampai
dengan 24 jam. Pada masa ini sering terdapat banyak masalah, misalnya
pendarahan karena atonia uteri. Oleh karena itu, bidan dengan teratur harus
melakukan pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran lokia, tekanan darah,
dan suhu.
b. Periode early postpartum (24 jam-1 minggu) Pada fase ini bidan memastikan
involusi uteri dalam keadaan normal, tidak ada perdarahan, lokia tidak berbau
busuk, tidak demam, ibu cukup mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu
dapat menyusui dengan baik.
14
c. Periode late postpartum (1 minggu- 5 minggu) Pada periode ini bidan tetap
melakukan perawatan dan pemeriksaan seharihari serta konseling KB (Saleha,
2009).
Selama ibu berada pada masa nifas, paling sedikit 4 kali bidan harus
melakukan kunjungan, dilakukan untuk menilai keadaan ibu dan bayi baru lahir,
dan untuk mencegah, mendeteksi dan menangani masalah-masalah yang terjadi.
Seorang bidan pada saat memberikan asuhan kepada ibu dalam masa nifas, ada
beberapa hal yang harus dilakukan, akan tetapi pemberian asuhan kebidanan pada
ibu masa nifas tergantung dari kondisi ibu sesuai dengan tahapan
perkembangannya yaitu:
1. Kunjungan ke-1 (6-8 jam setelah persalinan): Mencegah perdarahan masa
nifas karena atonia uteri; Mendeteksi dan merawat penyebab lain
perdarahan; rujuk bila perdarahan berlanjut; Memberikan konseling pada
ibu atau salah satu anggota keluarga bagaimana cara mencegah perdarahan
masa nifas karena atonia uteri; Pemberian ASI awal; Melakukan hubungan
antara ibu dan bayi baru lahir; Menjaga bayi tetap sehat dengan cara
mencegah hipotermi; Jika petugas kesehatan menolong persalinan, ia harus
tinggal dengan ibu dan bayi baru lahir 2 jam pertama setelah kelahiran,
atau sampai ibu dan bayi dalam keadaan sehat.
2. Kunjungan ke-2 (6 hari setelah persalinan): Memastikan involusi uterus
berjalan normal; uterus berkontraksi, fundus di bawah umbilikus, tidak ada
perdarahan abnormal, tidak ada bau; Menilai adanya tanda-tanda demam,
infeksi atau perdarahan abnormal; Memastikan ibu mendapat cukup
makanan, cairan, dan istirahat; Memastikan ibu menyusui dengan baik dan
15
tak memperlihatkan tanda-tanda penyulit; Memberikan konseling pada ibu
mengenai asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan
merawat bayi sehari-hari.
3. Kunjunan ke-3 (2 minggu setelah persalinan), sama seperti kunjungan hari
keenam. dan Kunjungan ke-4 (6 minggu setelah persalinan): Menanyakan
pada ibu tentang penyulit-penyulit yang ia atau bayi alami; Memberikan
konseling untuk KB secara dini
(Suherni, 2011).
2.3 Komplikasi Persalinan
Komplikasi persalinan merupakan keadaan penyimpangan dari normal,
yang secara langsung menyebabkan kesakitan dan kematian ibu maupun bayi
karena gangguan akibat (langsung) dari persalinan (Dinkes Sumut, 2008 dalam
Irmayanti, 2011).
2.3.1 Preeklampsia Pada Kehamilan
Preeklampsia adalah penyakit yang ditandai dengan adanya hipertensi,
proteinuria dan edema yang timbul selama kehamilan atau sampai 48 jam
postpartum. Umumnya terjadi pada trimester III kehamilan. Preeklampsia dikenal
juga dengan sebutan Pregnancy Incduced Hipertension (PIH) gestosis atau
toksemia kehamilan (Maryunani, dkk, 2012).
Sedangkan menurut Chapman (2006) preeklampsia adalah merupakan
kondisi khusus dalam kehamilan ditandai dengan peningkatan tekanan darah (TD)
dan proteinuria. Bisa berhubungan dengan kejang (eklampsia) dan gagal organ
ganda pada ibu, sementara komplikasi pada janin meliputi restriksi pertumbuhan
dan abrapsio plasenta.
16
Preeklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan
proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi pada
triwulan Ke-3 kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya, misalnya pada mola
hidatidosa. Preeklampsia dibagi dalam golongan ringan dan berat (Abdul, dkk,
2006).
Menurut Mansjoer, dkk (2007) preeklampsia adalah timbulnya hipertensi
disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20
minggu atau segera setelah persalinan. Kemudian Preeklampsia menurut Achdiat
(2004) adalah suatu sindroma klinis dalam kehamilan (usia kehamilan > 20
minggu atau berat janin 500 gram) yang ditandai dengan hipertensi, proteinuria
dan edema. Gejala ini dapat timbul sebelum usia kehamilan 20 minggu bila terjadi
penyakit trofoblastik.
Menurut asuhan kebidanan persalinan dan kelahiran preeklampsia adalah
kondisi khusus dalam kehamilan, ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan
proteinuria. Bisa berhubung atau berlanjut menjadi kejang (eklampsia), sementara
komplikasi pada janin meliputi restriksi pertumbuhan dan abrapsio plasenta /
solusio plasenta (Maryunani, dkk, 2012).
Preeklampsia didefenisikan sebagai gangguan yang terjadi pada trimester
kedua kehamilan dan mengalami regresi setelah kelahiran, ditandai dengan
kemunculan sedikitnya dua dari tiga tanda utama, yaitu hipertensi, edema, dan
proteinuria (Mary dan Mandy, 2010).
2.3.2 Persalinan Pretern (Prematur)
Salah satu yang paling ditakuti selama kehamilan adalah persalinan yang
terjadi sebelum waktunya, disebut juga persalinan prematur. Berat ringannya
17
Prematur) persalinan prematur tergantung dari usia kehamilannya. Persalinan
prematur yang terjadi 2 minggu lebih awal dari waktu perkiraan, biasanya jarang
menimbulkan masalah. Sampai sekarang belum ada persesuaian pendapat diantara
para ahli mengenai definisi prematuritas. Menurut Holmer dan De Snoo, bayi
prematur adalah bayi yang lahir dengan kehamilan antara 28-38 minggu. Menurut
Greenhill, bayi prematur ialah bayi yang lahir dengan berat badan (BB) kurang
dari 2500 gram. Menurut Eastman, bayi prematur adalah bayi yang lahir dengan
berat badan (BB) 1000-2499 gram (Rustam Mochtar, 2012).
Prematuritas adalah penyebab utama dari kematian perinatal di negara
berkembang pada masa sekarang. Angka prematuritas berkisar 4- 12,9%.
Frekuensi berbeda menurut suku bangsa, keadaan ekonomi, kekurangan makanan,
serta keadaan waktu hamil. Greenhill mencatat insidens 5-10% (Rustam Mochtar,
2012). Walaupun upaya yang keras telah dilakukan untuk menyusun suat terapi
yang efektif terhadap persalinan prematur, hanya sedikit kemajuan yang diperoleh
dalam mempertahankan kehamilan begitu persalinan sudah dimulai. Kemajuan
besar didalam mempertahankan kehidupan perinatal pada kehamilan seperti ini
adalah hasil dari perbaikan perawatan pada saat neonatal (Morton A., dalam
Fajrin, 2009).
Faktor yang mempengaruhi prematuritas yaitu (Rustam Mochtar, 2012):
1. Umur ibu, suku bangsa, sosial ekonomi
2. Bakteriuria (infeksi saluran kencing)
3. BB ibu sebelum hamil, dan sewaktu hamil
4. Prenatal (antenatalcare)
5. Anemia, penyakit jantung
18
6. Jarak antara persalinan yang terlalu rapat
7. Pekerjaan yang terlalu berat pada waktu hamil berat
8. Keadaan dimana bayi terpaksa dilahirkan prematur, misalnya pada
kehamilan ganda
Usia kandungan secara umum adalah 37 – 42 minggu. Jika kehamilan
sebelum 37 minggu, kelahiran itu dianggap premature atau tidak cukup bulan.
Kelahiran cukup bulan adalah sembilan bulan tujuh hari. Kehamilan yang kurang
dari 8 bulan dianggap tidak cukup bulan. Banyak ibu hamil yang mengalami
kelahiran tidak cukup bulan. Ada yang mengalaminya berulang- ulang kali. Jika
ini terjadi, sudah tentu akan menimbulkan kecemasan dan gangguan pikiran
(Saifuddin A, 2010).
Untuk mencegah terjadinya komplikasi persalinan berupa prematuritas
maka dilakukan deteksi dini tanda-tanda dan gejala-gejala persalinan prematur.
Sehingga banyak pasien bisa menjadi calon untuk terapi tokolitik dan potensi
kemanjuran tokolitik bisa ditingkatkan. Untuk pasien yang berisiko sangat tinggi
terhadap ancaman premature, sebagian dokter menganjurkan istirahat baring, atau
sekurangnya memperbanyak istirahat (William dalam Fajrin, 2009).
Jika proses bersalin sudah tidak dapat diatasi lagi, pengawasan khusus
diperlukan untuk menjaga agar sang bayi tidak terluka. Penggunaan obat-obatan
dan penghirupan bius dihindarkan untuk melindungi bayi dari pengaruh narkotik
(Robert dalam Fajrin, 2009)
2.3.3 Ketuban Pecah Sebelum Waktunya
Yang dimaksudkan ketuban pecah dini (KPD) adalah ketuban yang pecah
spontan yang terjadi pada semua usia kehamilan sebelum persalinan dimulai.
19
Masa laten biasanya berlangsung sekurangnya satu jam. Insidensi KPD berkisar
dari 4,5% sampai 7,6% dari seluruh kehamilan. KPD preterm terjadi kira-kira 1%
kehamilan dan jelas merupakan problema yang lebih menantang untuk para dokter
spesialis obstetri. Pada kehamilan tahap lanjut,komplikasi dapat terjadi apabila
kantong ketuban pecah sebelum waktunya, yang ditandai dengan pengeluaran
cairan dalam jumlah banyak dari vagina (Fajrin, 2009).
Ketuban pebah dini juga dapat diartikan, bocornya cairan amnion sebelum
mulainya persalinan, terjadi kira- kira 7 sampai 12% kehamilan. Paling sering
ketuban pecah pada atau mendekati saat persalinan; persalinan terjadi secara
spontan dalam beberapa jam. Bila ketuban pecah dini dihubungkan dengan
preterm, ada risiko peningkatan morbiditas dan mortalitas perinatal akibat
imaturitas janin. Bila kelahiran tidak terjadi dalam 24 jam, juga terjadi risiko
peningkatan infeksi intrauterine. Ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW)
adalah pecahnya selaput yang berisi cairan ketuban yang terjadi 1 jam atau lebih
sebelum terjadinya kontraksi. Jika terjadi KPSW selalu dilakukan tindakan untuk
segera melahirkan bayi guna mencegah infeksi yang bisa terjadi pada bayi
maupun ibunya. Tetapi pendekatan ini sudah tidak perlu dilakukan lagi karena
risiko terjadinya infeksi bisa dikurangi dengan mengurangi frekuensi pemeriksaan
dalam. 1 kali pemeriksaan dengan bantuan spekulum bisa membantu dokter dalam
memastikan pecahnya selaput ketuban, memperkirakan pembukaan serviks (leher
rahim) dan mengambil contoh cairan ketuban dari vagina. Jika hasil analisa cairan
ketuban menunjukkan bahwa paru- paru bayi sudah cukup matang, maka
dilakukan induksi persalinan (tindakan untuk memulai proses persalinan) dan bayi
20
dilahirkan. Jika paru-paru bayi belum matang, persalinan ditunda sampai paru-
paru bayi matang (Saifuddin A, 2008).
Beberapa ibu mengalami pecah ketuban sebelum persalinan (lebih sering
disebut sebagai ketuban pecah dini/ KPD). Saat aterm dan ada banyak faktor
yangdapat digunakan untuk menentukan kondisi ini. Kebanyakan ibu dengan
KPDakan mengalami persalinan spontan dan hasilnya baik. Namun ada bahaya
yangberhubungan dengan ketuban pecah, meliputi infeksi, infeksi latrogenik,
asenden dari pemeriksaan vagina dan perlunya induksipersalinan dengan
intervensi yang sesuai (Vicky, 2006).
2.3.3 Perdarahan Post-partum
Perdarahan Post-partum adalah perdarahan dalam kala IV yang lebih dari
500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir. Menurut waktu
terjadinya dibagi atas dua bagian :
1. Perdarahan postpartum primer (early postpartum hemorrhage) yang terjadi
dalam 24 jam setelah anak lahir.
2. Perdarahan postpartum sekunder (late postpartum hemorrhage) yang terjadi
setelah 24 jam, biasanya antara hari ke 5 sampai 15 postpartum.
Perdarahan, terutama perdarahan pospartum, masih merupakan salah satu
dari sebab utama kematian ibu dalam persalinan. Karena itu ada tiga hal yang
harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi perdarahan
postpartum, yaitu (Rustam Mochtar, 2012):
1. Penghentian perdarahan
2. Menjaga jangan sampai timbul syok
3. Penggantian darah yang hilang
21
Perdarahan post-partum adakalanya merupakan perdarahan yang hebat dan
menakutkan sehingga dalam waktu singkat ibu dapat jatuh dalam keadaan syok.
Atau dapat berupa perdarahan yang menetes perlahan-lahan tetapi terusmenerus
yang juga berbahaya karena kita tidak menyangka akhirnya perdarahan berjumlah
banyak, ibu menjadi lemas dan juga jatuh dalam syok. Karena itu sangat penting
sekali pada setiap ibu yang bersalin dilakukan pengukuran darah secara rutin;
serta pengawasan tekanan darah, nadi, pernafasan ibu, dan periksa juga kontraksi
uterus dan perdarahan selama 1 jam (Rustam Mochtar, 2012).
2.3.4 Malpresentasi/ Malposisi Dalam Persalinan
Dengan makin berkurangnya kesehatan ibu serta makin
melemahnyakekuatan his, maka kehamilan ini sangat tinggi risikonya, sehingga
selamakehamilan pun sering disertai dengan kelainan-kelainan. Yang paling
seringantara lain kelainan posisi bayi (malpresentasi) bayi letak lintang ataupun
bahkanletak sungsang (Tara, 2005).
Semakin tuanya kehamilan, baik hamil pertama lebih-lebih kehamilanyang
berulang yang lebih dari lima kali, segala risiko segera menunggu dengansegala
aspeknya. Adanya gangguan posisi dan letak janin dalam jalan lahir inidisebabkan
otot-otot perut yang menggantung (pendulans) sehingga dayacengkeramnya
terhadap janin kurang kuat sehingga posisi janin mudah berubah ubah. Goyahnya
posisi janin ini sebagai akibat lemahnya otot-otot perut sertauterus. Dengan rahim
juga terganggu. Kehamilan pada multi gravida (wanita yangmelahirkan lebih dari
lima kali) dengan umur yang relatif tua cenderung mengalami gangguan
vaskularisasi pada uterusnya sehingga mengganggu pertumbuhan janin. Sebagai
22
akibatnya sering bayi dilahirkan dalam keadaan immature (berat bayi <1000 g/dl
di bawah 28 minggu) (Tara, 2005).
Malpresentasi diklasifikasikan sebagai setiap presentasi bayi
sepertipresentasi bokong, presentasi wajah atau dahi, letak lintang atau presentasi
bahu. Malposisi adalah istilah yang digunakan untuk menerangkan presentasi
ketikaverteks berada dalam posisi abnormal. Diameter tengkorak dalam
hubungannyadengan pintu masuk pelvis lebih besar dari normal, misalnya posisi
olksipito posterior COP, atau asinklitisme, ketika kepala bayi condong ke lateral
sehinggatulang parietal yang tampak pertama (Vicky, 2006).
Ibu yang presentasi bayinya dalam malposisi kemungkinan besar
akanmengalami persalinan yang lebih lama dan meningkatkan morbiditas
maternal danneonatal. Ibu dengan malpresentasi atau malposisi, perlumendapat
dorongan atau dukungan yang lebih besar untuk membantunya melalui persalinan
yang potensial lama dan sulit. Bidan yang memberi asuhan ibu dirumah, atau di
pusat kelahiran, harus waspada, bahwa bila oksiput bukanmerupakan
denominator, perjalanan bisa menjadi sulit, hasil kelahirannya bisabervariasi,
beberapa diantaranya perlu mentransfer segera ke unit konsulen (Vicky, 2006).
2.3.5 Partus Macet
Partus macet istilah kedokterannya, distosia. Penyebabnya ialah pada 3P,
yakni power, passage, passenger, kemacetan pada bagian bahu. Juga karena
posisi hamil yang tidak normal, misalnya karena ada lilitan tali pusat. Bila
kemacetan terjadi saat janin sudah terlanjur keluar sebagian badannya, posisinya
diubah dari luar dengan bantuan tangan. Pertolongan ini perlu segera dilakukan
(Saifuddin A, 2008).
23
Apabila tidak, akan mengakibatkan gawat janin. Apabila ketuban sudah
berwarna hijau, akibatnya jalan lahir bisa mengalami kerusakan dan saluran
kencing yang terdapat di atas jalan lahir bisa terganggu, hal ini bisa membuat ibu
tidak bisa kencing sampai beberapa hari. Bila kemacetan terjadi saat persalinan
kala 2, misalnya sudah pembukaan lengkap dan kepalapun sudah turun tetapi
tidak kunjung lahir, maka dokter akan segera memberi tindakan dengan
menggunakan ekstraksi vakum atau forcep. Akan tetapi apabila kepalanya tidak
turun juga, langsung operasi caesar (Saifuddin A, 2008).
Pada sebagian besar kasus persalinan macet adalah karena tulang panggul
ibu terlalu sempit, atau gangguan penyakit sehingga tidak mudah dilintasi kepala
bayi pada waktu bersalin. Setiap pembahasan tentang persalinan macet tidak boleh
terlepas dari adanya perawakan dan ukuran rongga panggul ibu. Proporsi wanita
dengan rongga panggul yang sempit menurun secara meyakinkan dengan
meningkatnya tinggi badan. Persalinan macet yang disebabkan panggul sempit
jarang terjadi pada wanita yang tinggi (Erica, dalam Fajrin, 2009).
2.3.6 Partus Lama
Lama partus normal bervariasi. Juga tidak tepat karena waktu permulaan
persalinan seringkali sukar untuk ditentukan secara tepat. Walaupun demikian,
dengan mempertimbangkan masalah ini kita dapat mengatakan bahwa sekitar 60%
dari pasien primigravida dapat diharapkan melahirkan dalam 12 jam, dan lebih
dari 85% pada pasien multipara. Gambaran ini memberi pedoman mengenai
perpanjangan persalinan. Jika pada pasien normal persalinan tidak terjadi dalam
waktu ini, maka pengiriman ke perawatan konsulen harus dipertimbangkan
dengan serius. Penyebab terjadinya partus lama, tunggal atau banyak. Sejauh ini
24
penyebab yang paling sering adalah aksi uterus yang tidak efektif; hal ini dapat
merupakan satu-satunya kelainan atau dapat dikaitkan dengan yang lain seperti
disproporsi atau presentasi abnormal (Chamberlain, dalam Fajrin, 2009).
2.3.7 Ruptura Uteri
Ruptura uteri adalah robekan dinding rahim akibat dilampauinya daya
regang (Abdul Bari S., dkk, 2002). Pecahnya uterus merupakan komplikasi utama
persalinan macet yang lain. Jika uterus pecah, akan terjadi nyeri yang hebat dan
nyeri tekan di atasnya, diikuti perdarahan berat dari pembuluh darah yang robek
dan kematian timbul dalam 24 jam sebagai akibat perdarahan dan syok, atau
akibat infeksi yang timbul kemudian. Agar ibu dapat diselamatkan, diperlukan
pembedahan yang bertujuan untuk menghentikan perdarahan. Hal ini dicapai
dengan memperbaiki robekan pada uterus atau mengangkat uterus (Erica, dalam
Fajrin, 2009).
Terjadinya ruptura uteri pada seorang ibu hamil atau sedang bersalin masih
merupakan suatu bahaya besar yang mengancam jiwanya dan janinnya. Ruptura
uteri terutama disebabkan oleh peregangan yang luar biasa dari uterus. Sedangkan
kalau uterus telah cacat, mudah dimengerti karena adanya lokus minoris resistens
(Rustam Mochtar, 2012).
Menurut Seto M. Dan M. Nadir A., frekuensi ruptura uteri di rumah sakit–
rumah sakit besar di Indonesia berkisar antara 1:92 sampai 1:294 persalinan.
Angka ini sangat tinggi jika dibandingkan dengan negara maju (antara 1: 1250
dan 1: 2000 persalinan) (Hanifa W., dkk., 2005).
Kematian ibu dan anak karena ruptura uteri masih tinggi. Insidens dan
angka kematian yang tinggi kita jumpai di negara-negara yang sedang
25
berkembang, seperti Afrika dan Asia. Angka ini sebenarnya dapat diperkecil bila
ada pengertian dari para ibu dan masyarakat. Prenatal care, pimpinan partus yang
baik, disamping fasilitas pengangkutan dari daerah-daerah perifer dan penyediaan
darah yang cukup juga merupakan faktor yang penting (Rustam Mochtar, 2012).
2.4 Faktor yang Berhubungan dengan Komplikasi Persalinan
2.4.1. Antenatal Care
Antenatal care merupakan intervensi-intervensi komplek yang diberikan
oleh penyedia layanan kesehatan terpadu kepada ibu hamil. Tujuan dilakukannya
antenatal care ialah untuk mencegah atau mengidentifikasi dan mengobati
kondisi-kondisi yang dapat mengancam kesehatan dari fetus/bayi baru lahir
dan/atau ibu dari bayi tersebut, dan membantu seorang wanita untuk mencapai
kehamilan dan kelahiran sebagai pengalaman positif. Antenatal care mencakup
pemeriksaan riwayat medis, penilaian kebutuhan individu, nasihat danpetunjuk
pada saat hamil dan melahirkan, screening tests, edukasi perawatan diri selama
kehamilan, penatalaksanaan awal dan rujukan jika diperlukan (WHO, 2013).
Tujuan umum dilakukannya antenatal care adalah menyiapkan seoptimal
mungkin fisik dan mental ibu dan anak selama dalam kehamilan, persalinan dan
nifas, sehingga didapatkan ibu dan anak yang sehat. Sedangkan tujuan khususnya
adalah sebagai berikut ( Mochtar, 2012).:
1. Mengenali dan menangani penyulit - penyulit yang mungkin dijumpai
dalam kehamilan, persalinan dan nifas
2. Mengenali dan mengobati penyakit – penyakit yang mungkin diderita
sedini mungkin
3. Menurunkan angka morbiditas dan mortalitas pada ibu dan anak
26
4. Memberikan nasihat –nasihat tentang cara hidup sehari – hari dan keluarga
berencana, kehamilan, persalinan, nifas, dan laktasi.
Menurut Direktorat Bina Kesehatan Ibu Kemenkes RI (2010), antenatal
care yang efektif dilakukan selama minimal 4 kali selama kehamilan dengan
ketentuan sebagai berikut : -minimal satu kali pada trimester 1 (kehamilan hingga
12 minggu) -minimal satu kali pada trimester ke-2 (12 – 24 minggu) -minimal dua
kali pada trimester ke-3 (> 24 minggu sampai dengan kelahiran) Dalam
melakukan antenatal care, tenaga kesehatan harus memberikan pelayanan yang
berkualitas sesuai standar terdiri dari :
1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan
2. Ukur tekanan darah 3.
3. Nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas/LiLA)
4. Ukur tinggi fundus uteri
5. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)
6. Skrining status imunisasi tetanus dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid
(TT) bila diperlukan
7. Beri tablet tambah darah (tablet besi)
8. Periksa laboratorium (rutin dan khusus)
9. Tatalaksana / penanganan kasus
10. Temu wicara / konseling (Direktorat Bina Kesehatan Ibu, 2010)
2.4.2. Status Paritas
Kata paritas berasal dari bahasa latin, pario, yang berarti menghasilkan.
Secara umum, paritas didefinisikan sebagai keadaan melahirkan anak baik hidup
ataupun mati, tetapi bukan aborsi, tanpa melihat jumlah anaknya. Dengan
27
demikian, kelahiran kembar hanya dihitung sebagai satu kali paritas
(Pradana,2010)
Jumlah paritas merupakan salah satu komponen dari status paritas yang
sering dituliskan dengan notasi G-P-Ab, dimana G menyatakan jumlah kehamilan
(gestasi), P menyatakan jumlah paritas, dan Ab menyatakan jumlah abortus.
Sebagai contoh, seorang wanita dengan status paritas G3P1Ab1, berarti wanita
tersebut telah pernah mengandung sebanyak dua kali, dengan satu kali paritas dan
satu kali abortus, dan saat ini tengah mengandung untuk yang ketiga kalinya
(Pradana, 2010).
Klasifikasi paritas dapat dibagi menjadi tiga yaitu :
1. Nullipara, yaitu wanita yang tidak pernah hamil diluar usia kehamila 20
minggu. Wanita tersebut dapat pernah atau tidak pernah hamil atau pernah
mendapat aborsi spontan atau elektif atau kehamilan ektopik
2. Primipara, yaitu wanita yang pernah melahirkan hanya satu kali dengan
fetus yang lahir hidup atau mati dengan estimasi waktu kehamilan lebih
dari 20 minggu.
3. Multipara, yaitu wanita yang telah hamil lebih dari 2 kali dengan waktu
kehamilan lebih dari 20 minggu. Paritas ditentukan oleh jumlah kehamilan
yang mencapai usia 20 minggu dan bukan oleh jumlah fetus yang
dilahirkan (Cunningham et al,2010).
2.4.3. Usia
Menurut Irmayanti (2011), usia mempunyai pengaruh terhadap kehamilan
dan persalinan. Usia ibu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun memiliki
risiko tinggi yang kemungkinan akan memberikan ancaman kesehatan dan jiwa
28
ibu maupun janin yang dikandungnya selama kehamilan, persalinan, dan nifas.
Ibu dengan usia dibawah 20 tahun organ reproduksinya yang belum sempurna
secara keseluruhan dan kejiwaan yang belum bersedia menjadi ibu yang dapat
mengakibatkan peningkatan risiko mengalami persalinan komplikasi atau
komplikasi obstetrik seperti : toxemia, eklampsia, solutio plasenta, inertia uteri,
perdarahan postpartum, persalinan macet, BBLR, kematian neonatus dan perinatal
Ibu hamil pada usia lebih dari 35 tahun lebih berisiko tinggi untuk hamil
dibandingkan bila hamil pada usia normal, yang biasanya terjadi sekitar 21-30
tahun. Faktor usia tua menyebabkan risiko timbulnya penyakit – penyakit yang
menyertai umur juga semakin meningkat. Akibatnya timbul kombinasi antara
penyakit usia tua dan kehamilan yang menyebabkan risiko meninggal atau cacat
pada bayi atau ibu hamil menjadi bertambah tinggi. Selain itu usia tua juga dapat
menyebabkan kemampuan untuk melahirkan (fertilitas) menurun. Hal tersebut
ditunjukkan dengan berkurangnya frekuensi ovulasi yang berpengaruh pada
menurunnya frekuensi haid (Sinsin,2008).
2.4.4. Penyakit Penyerta Ibu
Penyakit penyerta ibu ialah semua penyakit yang telah diderita oleh ibu
sebelum masa kehamilan dan memiliki dampak terhadap kehamilan. Penyakit
tersebut dapat berupa:
1. Penyakit metabolik; seperti diabetes mellitus, hipertiroid, dan hipotiroid
2. Penyakit kardiovaskular; seperti hipertensi dan kelainan katup
3. Penyakit hematoogik; seperti anemia, hemofilia, trombositopenia, dan
trombofilia
29
4. Penyakit saluran napas; seperti asma, pneumonia, bronkitis akut, dan
tuberkulosis
5. Penyakit gastrointestinal; seperti ulkus peptikum, apendisitis akut,
inflammatory bowel disease, acute fatty liver, dan hemoroid
6. Penyakit ginjal dan saluran kemih; seperti infeksi saluran kemih, sistitis,
uretritis, pielonefritis, gagal ginjal, nefrolitiasis, sindroma nefrotik, dan
glomerulonfritis (Prawirohardjo,2008)
Selain itu menurut Diana (2013) faktor penyebab komplikasi persalinan
adalah:
a. Usia Ibu Saat Hamil
usia diartikan dengan lamanya keberadaan seseorang diukur dalam satuan
waktu di pandang dari segi kronologik, individu normal yang memperlihatkan
derajat perkembangan anatomis dan fisiologik samaparitas (jumlah anak).
Penyebab kematian maternal dari faktor reproduksi diantaranya adalah
maternal age/usia ibu. Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman
untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun. Kematian maternal pada
wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20 tahun ternyata 2 sampai 5 kali
lebih tinggi dari pada kematian maternal yang terjadi pada usia 20 sampai 29
tahun. Kematian maternal meningkat kembali sesudah usia 30 sampai 35 tahun
(Sarwono, 2008).
Usia seorang wanita pada saat hamil sebaiknya tidak terlalu muda dan tidak
terlalu tua. Umur yang kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, berisiko
tinggi untuk melahirkan. Kesiapan seorang perempuan untuk hamil harus siap
fisik, emosi, psikologi, sosial dan ekonomi (Ruswana, 2006).
30
Manuaba (2007), menambahkan bahwa kehamilan remaja dengan usia di
bawah 20 tahun mempunyai risiko:
1) Sering mengalami anemia.
2) Gangguan tumbuh kembang janin.
3) Keguguran, prematuritas, atau BBLR.
4) Gangguan persalinan.
5) Preeklampsi.
6) Perdarahan antepartum.
Risiko keguguran spontan tampak meningkat dengan bertambahnya usia
terutama setelah usia 30 tahun, baik kromosom janin itu normal atau tidak, wanita
dengan usia lebih tua, lebih besar kemungkinan keguguran baik janinnya normal
atau abnormal (Murphy, 2000). Semakin lanjut usia wanita, semakin tipis
cadangan telur yang ada, indung telur juga semakin kurang peka terhadap
rangsangan gonadotropin. Makin lanjut usia wanita, maka risiko terjadi abortus,
makin meningkat karena menurunnya kualitas sel telur atau ovum dan
meningkatnya risiko kejadian kelainan kromosom (Samsulhadi, 2003).
b. jarak kehamilan
Jarak antar kehamilan yang kurang dari 2 tahun dapat meningkatkan risiko
terjadinya kematian maternal. Persalinan dengan interval kurang dari 24 bulan
merupakan kelompok resiko tinggi untuk perdarahan postpartum, kesakitan dan
kematian ibu (Kemenkes RI, 2004).
Kehamilan merupakan saat yang paling tepat untuk saling berbagi dan
merencanakan apa yang akan dilakukan sebagai calon orang tua. Di masyarakat
masih berlaku kebiasaan dimana sebagian besar suami istri berbincang tentang
31
ukuran keluarga ketika ingin menambah jumlah anak, tetapi tidak detail hingga
menyentuh masalah kesiapan istri untuk menerima kehamilan baru (Rahim dalam
Siregar, 2011).
Jarak adalah ruang sela (panjang atau jauh) antara dua benda atau tempat
(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2000). Penentuan jarak memiliki anak sama
halnya dengan penentuan jarak kehamilan yang didefinisikan sebagai upaya untuk
menetapkan atau memberi batasan sela antara kehamilan yang lalu dengan
kehamilan yang akan datang (Siregar, 2011).
Penentuan jarak kehamilan merupakan salah satu cara untuk menentukan
berapa jarak yang akan direncanakan diantara kehamilan satu dengan yang lain
(Dwijayanti, 2005). Pengaturan jarak kehamilan merupakan salah satu usaha agar
pasangan dapat lebih menerima dan siap untuk memiliki anak. Perencanaan
pasangan kapan untuk memiliki anak kembali, menjadi hal penting untuk
dikomunikasikan (Masyhuri, 2007).
Keinginan keluarga untuk memiliki anak sangat erat kaitannya dengan
pandangan masing-masing keluarga tentang nilai anak (value of children).
Semakin tinggi tanggung jawab keluarga terhadap nilai anak maka semakin tinggi
pula dorongan keluarga untuk merencanakan jumlah anak ideal (BKKBN, 2007)
Menentukan jarak kehamilan tidak semua pasangan usia subur mengetahui
secara jelas manfaatnya buat kehidupan jangka panjang yang lebih baik. Maka
yang 25 paling penting dalam hal ini adalah meningkatkan peran suami istri dalam
memahami betul manfaat menentukan jarak kehamilan. Dimana, terdapat keadaan
bahwa jarak kehamilan yang diinginkan sebagian besar wanita di Negara
berkembang tersebut tidak selalu terpenuhi. Hal itu diakibatkan beberapa faktor
32
yang mungkin sangat kompleks sifatnya seperti faktor sosial budaya serta
pengambilan keputusan yang dilakukan tidak oleh istri, akan tetapi oleh anggota
keluarga lainnya seperti suami atau ibu mertua. Kejadian ini masih terjadi di
Indonesia, terutama di beberapa daerah pedalaman yang masih kuat nilai-nilai
tradisionalnya. Padahal tertulis dalam hak-hak reproduksi yang mengatakan
bahwa setiap orang berhak untuk menentukan jumlah anak yang dimiliki serta
jarak kehamilan yang diinginkan (Siregar, 2011).
c. status gizi
Status gizi merupakan gambaran keseimbangan antara kebutuhan akan zat-
zat gizi dan penggunaannya dalam tubuh. Zat gizi mikro yang juga berperan
dalam kehamilan adalah folat. Folat digunakan untuk pertumbuhan sel dan
replikasi pada janin atau plasenta. Kekurangan folat terjadi karena konsumsi
kurang atau kebutuhan metabolik yang meningkat. Kekurangan folat dalam waktu
yang lama dapat memicu terjadinya anemia defisiensi folat, belum matangnya sel
darah merah. Kekurangan folat selama kehamilan berhubungan dengan
peningkatan risiko kelahiran prematur, berat lahir rendah dan terganggunya
pertumbuhan janin (Charles, 2005).
Kejadian BBLR erat kaitannya dengan status gizi. Status gizi ibu hamil baik
sebelum maupun selama hamil, dapat menggambarkan ketersediaan zat gizi dalam
tubuh ibu untuk mendukung pertumbuhan janin. Prediktor status gizi ibu selama
hamil dapat dilakukan dengan pengukuran lingkar lengan atas (LLA) dan
pemeriksaan hemoglobin (Arisman, 2009).
Pengukuran LLA pada ibu hamil berkaitan dengan kekurangan energi
kronik (KEK). KEK merupakan masalah yang sering terjadi pada ibu hamil. LLA
33
< 23,5 cm harus mendapatkan penanganan agar tidak terjadi komplikasi pada
janin. Gizi kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan risiko dan komplikasi pada
ibu, seperti anemia, perdarahan dan berat badan ibu tidak bertambah secara
normal serta terkena penyakit infeksi. Ibu yang mengalami KEK akan lebih
berisiko melahirkan BBLR (Suhardjo, 2003).
d. Penyakit Ibu
Penyakit yang dialami ibu sebelum kehamilan atau sebelum
menikah.Penyakit penyerta ibu ialah semua penyakit yang telah diderita oleh ibu
sebelum masa kehamilan dan memiliki dampak terhadap kehamilan (Vicky,
2006).
e. Riwayat komplikasi persalinan sebelumnya
Risiko kehamilan adalah suatu kondisi pada ibu hamil yang terdapat
gangguan pada kehamilan yang berakibat pada ibu maupun janin yang
dikandungnya. Komplikasi persalinan merupakan keadaan penyimpangan dari
normal, yang secara langsung menyebabkan kesakitan dan kematian ibu maupun
bayi karena gangguan akibat (langsung) dari persalinan (Dinkes Sumut, 2008
dalam Irmayanti, 2011).
f. penggunaan KB
Penggunaan alat kontrasepsi sebelum ibu hamil. Tujuan dari program
keluarga berencana adalah untuk membangun manusia Indonesia sebagai obyek
dan subyek pembangunan melalui peningkatan kesejahteraan ibu, anak, dan
keluarga.Selain itu program KB juga ditujukan untuk menurunkan angka
kelahiran dengan menggunakan salah satu jenis kontrasepsi secara sukarela yang
didasari keinginan dan tanggung jawab seluruh masyarakat (BKKBN, 2014).
34
g. penolong persalinan
Menurut Syafrudin (2009) dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak, dikenal
beberapa jenis tenaga yang memberi pertolongan kepada masyarakat. Jenis
tenaga tersebut adalah sebagai berikut : 1) Tenaga kesehatan, meliputi : dokter
spesialis dan bidan. 2) Tenaga non kesehatan : a. Dukun terlatih : Dukun yang
telah mendapatkan pelatihan oleh tenaga kesehatan dan telah dinyatakan lulus.
b. Dukun tidak terlatih : Dukun yang belum pernah dilatih oleh tenaga
kesehatan atau dukun yang sedang dilatih dan belum dinyatakan lulus.
Komplikasi persalinan juga dapat disebabkan oleh perilaku menurut teori
L. Green dalam Notoadmodjo (2007) yaitu:
a. Faktor penguat (Predisposising)yang mencakup:
1. Pengetahuan
Secara garis besar menurut (Notoatmodjo,2005) domain tingkat
pengetahuan (kognitif) mempunyai enam tingkatan, meliputi: mengetahui,
memahami, menggunakan, menguraikan, menyimpulkan dan
mengevaluasi. Ciri pokok dalam taraf pengetahuan adalah ingatan tentang
sesuatu yang diketahuinya baik melalui pengalaman, belajar, ataupun
informasi yang diterima dari orang lain. Pengetahuan merupakan hasil dan
ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek
tertentu.
2. Sikap
Menurut Santrock dalam Azwar (2007) mengemukakanbahwa sikap
merupakan kepercayaan atauopini terhadap orang-orang, obyek atausuatu
35
ide. Setiap orang memiliki opini ataukepercayaan yang berbeda terhadap
suatuobyek atau ide. Sikap adalah reaksi atas penilaiansuka atau tidak suka
terhadap sesuatu atauseseorang yang ditunjukkan melaluikepercayaan,
perasaan atau kecenderunganbertingkah laku.
3. Tindakan
Menurut Notoatmodjo (2012) Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam
suatu tindakan (over behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu
perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang
memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Disamping faktor fasilitas,
juga diperlukaan faktor dukungan (support) dari pihak lain.
4. Jenis kelamin
Jenis Kelamin adalah perbedaan bentuk, sifat, dan fungsi biologi laki-laki
dan perempuan yang menentukan perbedaan peran mereka dalam
menyelenggarakan upaya meneruskan garis keturunan (Notoatmodjo,
2012).
5. Pekerjaan
Pekerjaan yaitu sebuah aktifitas antar manusia untuk saling memenuhi
kebutuhan dengan tujuan tertentu, dalam hal ini pendapatan atau
penghasilan.
b. Faktor pendukung (Enabling) yang mencakup:
1. Tingkat Pendapatan
Tingkat sosial ekonomi yang rendah menyebabkan keterbatasan biaya
untuk menempuh pendidikan, sehingga pengetahuannya pun rendah
(Notoatmodjo, 2012).
36
2. Ketercapaian pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa
pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasaan rata-rata serta
penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi
(Notoatmodjo, 2012)
3. Ketersediaan sarana dan prasarana
Tersedianya semua fasilitas kesehatan yang dibutuhkan untuk melakukan
suatu pemeriksaan kesehatan bagi masyarakat (Notoatmodjo, 2012).
c. Faktor pendorong(Reinforncing)pula mencakup:
1. Keluarga
Keluarga adalah salah satu kelompok atau kumpulan manusia yang hidup
bersama sebagai satu kesatuan atau unit masyarakat terkecil dan biasanya selalu
ada hubungan darah, ikatan perkawinan atau ikatan lainnya, tinggal bersama
dalam satu rumah yang dipimpin oleh seorang kepala keluarga (Lestari, 2012).
Keluarga adalah dua atau lebih individu yang bergabung karena hubungan
darah, perkawinan atau adopsi yang hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi
satu sama lain dalam perannya untuk menciptakan dan mempertahankan
kebudayaannya (Effendy, 2007). Keluarga juga diartikan sebagai suatu ikatan atau
persekutuan hidup atas dasar perkawinan antara orang dewasa yang berlainan
jenis yang hidup bersama atau seorang laki-laki atau seorang perempuan yang
sudah sendirian dengan atau tanpa anak, baik anaknya sendiri atau adopsi dan
tinggal dalam sebuah rumah tangga (Suprajitno, 2004). Menurut Depkes RI tahun
1988 yang dikutip oleh Effendy (2007), keluarga adalah unit terkecil dari
37
masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul
dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling tergantung.
Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan diseminator (penyebar)
informasi tentang dunia. Menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti, informasi
yang dapat digunakan mengungkapkan suatu masalah. Manfaat dari dukungan ini
adalah dapat menekan munculnya suatu stressor karena informasi yang diberikan
dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu. Aspek-aspek
dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian
informasi.
2. Lingkungan
Sesuatu yang berada di luar atau disekitar makhluk hidup. Lingkungan
adalah suatu sistem yang kompleks dimana berbagai faktor berpengaruh timbal
balik satu sama lain dan dengan masyarakat (Notoadmodjo, 2003)
Lingkungan rumah adalah segala sesuatu yang berada di dalam rumah.
Lingkungan rumah terdiri dari lingkungan fisik serta lingkungan sosial.
Lingkungan rumah menurut WHO adalah suatu struktur fisik dimana orang
menggunakannya untuk tempat berlindung. Lingkungan dari struktur tersebut juga
semua fasilitas dan pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk
kesehatan jasmani dan rohani serta keadaan sosial yang baik untuk keluarga dan
individu. Lingkungan rumah yang sehat
Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh
besar terhadap status kesehatan penghuninya (Notoatmodjo, 2003). Rumah
disamping merupakan lingkungan fisik manusia sebagai tempat tinggal, juga
38
dapat merupakan tempat yang menyebabkan penyakit, hal ini akan terjadi bila
kriteria rumah sehat belum terpenuhi.
3. Sosial budaya
Segala sesuatu yag berkitan dengan tata nilai yang ada pada masyakat, yang
mana di dalamnya terdapat pernytaan mengenai poin intelektual dan juga nilai
artistik yang dapat di jadikan sebagai ciri khas yang ada pada masyarakat itu
sendiri (Notoadmodjo, 2003)
39
2.5 Kerangka Teoritis
Landasan teori dalam penelitian ini menggunakan teoriMochtar, (2012),
Diana (2014), dan Notoatmodjo (2007) yaitu:
Gambar 2.1 Kerangka Teori PenelitianSumber: Mochtar, (2012), Diana (2014), Notoatmodjo (2007)
Komplikasi Persalinan
1. Antenatal care2. Status Paritas3. Usia4. Penyakit Penyerta Ibu5. Jarak rumah dengan pelayanan
kesehatan(Mochtar, 2012)
1. Usia ibu hamil2. Paritas3. Jarak kehamilan4. Status gizi5. Penyakit ibu6. Riwayat komplikasi persalinan
sebelumnya7. Penggunaan KB8. Penolong persalinan9. Tempat persalinan(Diana, 2013)
1. Pengetahuan2. Sikap3. Tindakan4. Jenis kelamin5. Pekerjaan6. Tingkat pendapatan7. Ketercapaian pelayanan8. Ketersediaan sarana dan prasarana9. Dukungan keluarga10. Lingkungan11. Asosial budaya(Notoadmodjo, 2007)
40
2.6 Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
Komplikasi Persalinan
Antenatal Care
Status Paritas
Jarak Kehamilan
Penolong Persalinan
Dukungan Keluarga
41
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian survey yang bersifat analitik
dengan pendekatan Cross Sectional, dimana variabel bebas dan terikat diteliti
pada saat yang bersamaan saat penelitian dilakukan, yang bertujuan untuk
mengetahui Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Komplikasi Persalinan pada
ibu nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI
Kabupaten Aceh Barat.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Peureumeu
Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat pada tanggal 25 April - 9 Mei
2016
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu nifas di Wilayah Kerja
Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat pada
tanggal 23 Maret hingga bulan April tahun 2016 yaitu sebanyak 42 ibu nifas.
3.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik Total Sampling.
Menurut Notoatmodjo (2005), prosedur pengambilan sampel penelitian ini adalah
41
42
pengambilan sampel secara keseluruhan dikarenakan jumlah populasi yang sedikit
yaitu sebanyak 42 orang ibu nifas.
3.3.3 KriteriaInklusidan Ekslusi
Adapun kriteria inklusi dan ekslusi adalah sebagai berikut :
1. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah kriteria dimana subjek penelitian dapat mewakili
dalam sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel
(Notoatmodjo, 2010) yaitu :
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :
a. Responden yang merupakan ibu bersalin di wilayah kerja puskesmas
Peureumeu
b. Responden yang berdomisili di wilayah kerja puskesmas Peureumeu
c. Bersedia berpartisipasi dalam penelitian
2. Kriteria ekslusi
Kriteria ekslusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian tidak dapat
mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel penelitian
(Notoatmodjo, 2002).
Kriteria ekslusi dalam penelitian ini adalah;
a. Responden yang merupakan bukan ibu bersalin di wilayah kerja
puskesmas Peureumeu
b. Responden yang berdomisili di luar wilayah kerja puskesmas Peureumeu
c. Tidak bersedia berpartisipasi dalam penelitian
43
3.4 Metode Pengumpulan Data
Setelah data dikumpulkan penulis melakukan pengolahan data dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Editing (memeriksa), yaitu data yang telah didapatkan diedit untuk
mengecek ulang atau mengoreksi untuk mengetahui kebenaran.
2. Coding, dimana data yang telah didapat dari hasil penelitian dikumpul
dan diberi kode.
3. Tabulating data, data yang telah dikoreksi kemudian dikelompokkan
dalam bentuk tabel.
4. Transfering data, dimana data yang telah dibersihkan dimasukkan dalam
komputer kemudian data tersebut diolah dengan program komputer.
3.5 Jenis dan Sumber Data
1. Data Primer
Data yang diperoleh dari peninjauan langsung kelapangan melalui
wawancara dan observasi dengan menggunakan kuisioner yang telah
disusun sebelumnya.
2. Data Sekunder
Data yang diperoleh dari Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI
Kabupaten Aceh Barat.
44
3.6 Definisi Operasional
Tabel 3.1. Definisi Operasional
Variabel IndependentNo Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala1. Antenatal
carePemeriksaan riwayat medis ibu selama kehamilan (K1-K4)
Cheklis Observasi (Rekam Medis)
1. Ada2. Tidak Ada
Ordinal
2. Status Paritas
Jumlah anak yang dilahirkan ibu selama pernikahannya
Wawancara Kuesioner 1. > 2 orang2. ≤ 2 orang
Ordinal
3 Jarak Kehamilan
Jarak kehamilan ibu dari anak pertama hingga anak sekarang
Wawancara Kuesioner 1. > 2 Tahun 2. ≤ 2 Tahun
Ordinal
4 Penolong persalinan
Penolong persalinan ibu apakah tenaga medis atau dukun bayi
Wawancara Kuesioner 1. Bidan/Nakes2. Dukun Bayi
Ordinal
5 Dukungan keluarga
Adanya motivasi dari keluarga selama ibu hamil hingga bersalin
Wawancara Kuesioner 1.Baik2.Kurang Baik
Ordinal
Variabel Dependen1. Komplikas
i Persalinan
Keadaan penyimpangan dari normal yang secara langsung menyebabkan kesakitan dan Kematian pada ibu maupun bayi karena gangguan akibat dari persalinan
Cheklis Observasi (Rekam Medis)
1. Ada2. Tidak Ada
Ordinal
3.7 Aspek Pengukuran Variabel
Aspek pengukuran yang digunakan dalam pengukuran variabel dalam
penelitian ini adalah skala Guddman yaitu memberi skor dari nilai tertinggi ke
nilai terendah berdasarkan jawaban responden (Notoatmodjo, 2003.).
1. Faktor antenatal care
Ada: jika responden melakukan kunjungan K1-K4
Tidak Ada: jika responden tidak melakukan kunjungan K1-K4
45
2. Faktor Status Paritas
Banyak: jika responden mempunyai anak>2 orang
Tidak Banyak: jika responden mempunyai anak ≤2 orang
3. Jarak Kehamilan
Ada: jika responden hamil dengan jarak kehamilan>2 tahun
Tidak Ada: jika responden hamil dengan jarak kehamilan ≤2 tahun
4. Penolong Kehamilan
Bidan: jika responden pada saat persalinan ditolong oleh bidan
Dukun Bayi: jika responden pada saat persalinan ditolong oleh dukun
bayi
5. Dukungan Keluarga
Baik: jika responden mendapat skor nilai >2
Kurang Baik: jika responden mendapat skor nilai ≤2
6. Komplikasi Persalinan
Ada: jika responden mendapat skor nilai = 1
Tidak Ada: jika responden mendapat skor nilai < 1
3.8 Teknik Analisis Data
3.8.1 Analisis Univariat
Analisis Univariat dilakukan untuk mendapat data tentang distribusi
frekuensi dari masing-masing variabel, kemudian data ini di sajikan dalam bentuk
tabel distribusi frekuensi.
3.8.2 Analisis Bivariat
Analisis ini digunakan untuk mengetahui hipotesis dengan menentukan
hubungan antara variabel independen (variabel bebas) dengan variabel dependen
46
(variabel terikat) dengan menggunakan uji statistik Chi-square (X2) (Budiarto,
2006).
Kemudian untuk mengamati derajat hubungan antara variabel tersebut
akan di hitung nilai odd ratio (OR). Bila tabel 2x2, dan dijumpai nilai expected
(harapan) kurang dari 5, maka yang digunakan adalah “Fisher’s Exact Test”
Analis data dilakukan dengan menggunakan perangkat computer SPSS
untuk membuktikan yaitu dengan ketentuan p value < 0,05 (H0 ditolak) sehingga
disimpulkan ada hubungan yang bermakna.
Dalam melakukan uji Chi-Square ada syarat-syarat yang harus dipenuhi:
1. Bila 2x2 dijumpai nilai expected (harapan) kurang dari 5, maka yang
digunakan adalah fisher`s test,
2. Bila 2x2 dan nilai E > 5, maka uji yang dipakai sebaliknya Contiuty
Corection,
3. Bila table lebih dari 2x2 misalnya 2x3, 3x3 dan seterusnya, maka digunakan
uji pearson Chi-square.
4. Uji ‘’ likelihood Ratio’’, biasanya digunakan untuk keperluan lebih spesifik ,
misalnya analisis stratifikasi pada bidang epidemiologi dan juga untuk
mengetahui hubungan linier dua variabel katagorik, sehingga kedua jenis ini
jarang digunakan.
47
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian
UPTD Puskesmas Peureumeue terletak di Jalan Meulaboh – Beureunuen
Km 14 Gampong Beureugang, yang merupakan Puskesmas Induk dalam
Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat. UPTD Puskesmas Peureumeue
pertama kali dibangun pada Tahun 1976 dengan bentuk bangunan/gedung yang
sangat sederhana, seiring dengan perkembangan zaman maka pada Tahun 90 an,
Bangunan Puskesmas Peureumeue sedikit demi sedikit telah berubah menjadi
bangunan yang megah dan tertata dengan rapi. Pasca kejadian Gempa Bumi dan
Gelombang Tsunami Tahun 2004, Puskesmas Peureumeue menjadi Puskesmas
PONED yang kegiatannya didanai oleh Lembaga UNFPA dibawah naungan PBB.
Kemudian pada Tahun 2007, Puskesmas Peureumeue berubah status
menjadi Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) dan seterusnya Puskesmas
Peureumeue kembali direhab dan didukung dengan fasilitas yang memadai
sebagaimana layaknya sebuah Puskesmas Rawat Inap.
Batas wilayah Puskesmas Peureumeu terletak antara:
1. Sebelah Utara berbatas dengan wilayah kerja UPTD Puskesmas Pante
Ceureumeun dan Meutulang.
2. Sebelah Selatan berbatas dengan wilayah kerja UPTD Puskesmas Meureubo
dan Johan Pahlawan.
3. Sebelah Timur berbatas dengan wilayah kerja UPTD Puskesmas Pante
Ceureumeun dan Kabupaten Nagan Raya.
47
48
4. Sebelah Barat berbatas dengan wilayah kerja UPTD Puskesmas Samatiga
dan Kuta Padang Layung.
4.1.1 Cakupan Wilayah/Gampong
Disamping itu juga memiliki luas wilayah kerja + 439 Km2 yang terdiri
dari 43 Desadengan jumlah penduduk 20.573 jiwa dengan uraian sebagaimana
tersebut dibawah ini:
Tabel 4.1 Jumlah Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Pereumeu
No Nama Desa PendudukJml Lk Pr
Jumlah 20,573 10,298 10,2751 Marek 400 203 2002 Pasi Jambu 665 336 3313 AlueTampak 1,195 618 5804 Meunasah Buloh 429 233 2085 Padang Mancang 520 264 2596 Simpang 369 173 1937 Peunia 633 323 3138 Kampong Mesjid 744 380 3669 Keude Aron 618 301 320
10 Beuregang 866 398 47111 Mns.Rayeuk 910 616 29712 Mns.Ara 290 120 17413 Tp.Ladang 476 239 24014 Pasi Teungoh 532 254 28115 Tanjong Bungong 370 182 19216 Putim 336 169 17017 Mns.Rambot 445 230 21818 Pasi Jeumpa 419 222 20019 Mukoh 137 62 7820 Palimbungan 245 123 12521 Blang Geunang 366 178 19122 Alue On 271 139 13523 Puuk 223 100 12524 Mns Gantung 377 189 19125 Pungki 544 283 26426 Menuang Tanjong 414 206 211
No Nama Desa Penduduk
49
Jumlah LK PR27 Pasi Meugat 475 233 24528 Babah Meulaboh 137 73 7029 Tjg. Meulaboh 267 135 13530 Alue Peudeung 474 231 24631 Teuladan 219 121 11732 Pucok Pungki 180 87 9733 Pasi Ara 300 147 15534 Drien Calee 181 94 9035 Teupin Panah 412 200 21536 Blang Dalam 163 83 8037 Alue Lhee 237 208 21438 Kd. Tanjong 416 208 21139 Pasi Kumbang 535 274 26340 Sw. Teubeui 718 312 40941 Alue Lhok 434 226 21542 Pd. Sikabu 2,020 1,000 1,02343 Keuramat 279 125 157
4.2 Hasil Penelitian
4.2.1 Analisis Univariat
1. Umur Responden
Hasil perhitungan frekuensi dan persentase berdasarkan umur responden
dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut dibawah ini:
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan UmurResponden dengan Komplikasi Persalinan pada Ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat
NO Umur Responden Frekuensi %1 15-20 Tahun 2 4,82 21-25 Tahun 4 9,53 26-30 Tahun 16 38,14 31-35 Tahun 12 28,65 36-40 Tahun 6 14,36 > 40 Tahun 2 4,8
Total 42 100Sumber: data primer 2016
Berdasarkan tabel 4.2 di ketahui bahwa responden tertinggi yang
berumur 26-30 tahun adalah sebanyak16responden (38,1%), sedangkan
50
responden terendah yang berumur 15-20 tahun dan >40 tahun adalah sebanyak
2responden (4,8%).
2. Pendidikan Responden
Hasil perhitungan frekuensi dan persentase berdasarkan pendidikan
responden dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut dibawah ini:
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pendidikan Responden dengan Komplikasi Persalinan pada Ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat
NO Pendidikan Responden Frekuensi %1 SD 27 64,32 SMP 9 21,43 SMA 6 14,3
Total 42 100Sumber: data primer 2016
Berdasarkan tabel 4.3 di ketahui bahwa responden tertinggi yang
berpendidikan SD adalah sebanyak 27 responden (64,3%), sedangkan responden
terendah yang berpenidikan SMA adalah sebanyak 6 responden (14,3%).
3. Antenatal Care
Hasil perhitungan frekuensi dan persentase dari variabel antenatal
caredapat dilihat pada tabel 4.4 berikut dibawah ini:
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor antenatal caredengan Komplikasi Persalinan pada ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat
NO Antenatal Care Frekuensi %1 Ada 22 52,42 Tidak Ada 20 47,6Total 42 100Sumber: data primer 2016
Berdasarkan tabel 4.5 dapat di ketahui bahwa responden yang faktor
anenatal care yang ada adalah sebanyak 22responden (52,4%), sedangkan
51
responden yang faktor anenatal care yang tidak ada adalah sebanyak 20responden
(47,6%).
4. Status Paritas
Hasil perhitungan frekuensi dan persentase dari variabel status paritasdapat
dilihat pada tabel 4.6 berikut dibawah ini:
Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Sstatus Paritas dengan Komplikasi Persalinan pada ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat
NO Status Paritas Frekuensi %1 > 2 orang 23 54,82 ≤ 2 orang 19 45,2Total 42 100Sumber: data primer 2016
Berdasarkan tabel 4.6 dapat di ketahui bahwa responden yang memiliki
status paritas > 2 orang adalah sebanyak 23responden (54,8%), sedangkan
responden yang memiliki status paritas ≤ 2 orang adalah sebanyak
19responden(42,5%).
5. Jarak Kehamilan
Hasil perhitungan frekuensi dan persentase dari variabel jarak
kehamilandapat dilihat pada tabel 4.7 berikut dibawah ini:
Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Jarak Kehamilandengan Komplikasi Persalinan pada ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat
NO Jarak Kehamilan Frekuensi %1 > 2 Tahun 24 57,12 ≤ 2 Tahun 18 45,9Total 42 100Sumber: data primer 2016
Berdasarkan tabel 4.7 dapat di ketahui bahwa responden yang memiliki
status paritas > 2 orang adalah sebanyak 23responden (54,8%), sedangkan
52
responden yang memiliki status paritas ≤ 2 orang adalah sebanyak 19responden
(42,5%).
6. Penolong Persalinan
Hasil perhitungan frekuensi dan persentase dari variabel penolong
persalinandapat dilihat pada tabel 4.8 berikut dibawah ini:
Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Penolong Persalinandengan Komplikasi Persalinan pada ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat
NO Penolong Persalinan Frekuensi %1 Bidan Nakes 42 1002 Dukun Bayi 0 0Total 42 100Sumber: data primer 2015
Berdasarkan tabel 4.8 dapat di ketahui bahwa responden yang proses
persalinannya ditolong bidan/Nakesadalah sebanyak 42responden (100%).
7. Dukungan Keluarga
Hasil perhitungan frekuensi dan persentase dari variabel dukungan
keluargadapat dilihat pada tabel 4.9 berikut dibawah ini:
Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Dukungan Keluargadengan Komplikasi Persalinan pada ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat
NO Dukungan Keluarga Frekuensi %1 Baik 11 26,22 Kurang Baik 31 73,8Total 42 100Sumber: data primer 2016
Berdasarkan tabel 4.9 dapat di ketahui bahwa responden yang memiliki
dukungan keluarga baik adalah sebanyak11responden (26,2%), sedangkan
responden yang memiliki dukungan keluarga kurang baik adalah sebanyak
31responden (73,8%).
53
8. Komplikasi Persalinan
Hasil perhitungan frekuensi dan persentase dari variabel komplikasi
persalinandapat dilihat pada tabel 4.10 berikut dibawah ini:
Tabel 4.10.Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Komplikasi Persalinandi Wilayah Kerja Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat
NO Komplikasi Persalina Frekuensi %1 Ada 17 40,52 Tidak Ada 25 59,5Total 42 100Sumber: data primer 2016
Berdasarkan tabel 4.10 dapat di ketahui bahwa responden yang ada
mengalami komplikasi persalinan adalah sebanyak17responden (40,5%),
sedangkan responden yang tidak ada mengalami komplikasi persalinan adalah
sebanyak 25responden (59,5%).
4.2.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan variabel independen dan
dependen. Pengujian ini menggunakan uji chi-square. Dimana ada hubungan yang
bermakna secara statistik jika diperoleh nilai pvalue < 0,05.
a. Hubungan Faktor Antenatal Care dengan Komplikasi Persalinan pada Ibu Nifas
54
Tabel 4.11.FaktorAntenatal Care yang Berhubungan dengan Komplikasi Persalinan pada ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat
Atenatal Komplikasi PersalinanTotalCare Pada Ibu Nifas
Ada Tidak AdaPvalueORf % f % f %
Ada 4 18,2 18 81,8 22 100 0,006 2,3Tidak Ada 1365,0 7 35,0 20 100Jumlaah 17 40,5 25 59,5 42 100Sumber: data primer 2016
Berdasarkan tabel 4.11 diketahui bahwa responden yang melakukan
antenatal care ada, sebanyak4 responden (18,2%) yang mengalami komplikasi
persalinandan sebanyak 18 responden(81,8%) yang tidak mengalami komplikasi.
Sedangkan responden yang melakukan antenatal caretidak ada, sebanyak13
responden(65,0%) yang mengalami komplikasi persalinandan sebanyak (35,0%) 7
responden yang tidak mengalami komplikasi. Sehingga di simpulkan ada pola
hubungan antara antenatal caredengan Komplikasi Persalinan pada ibu Nifas.
Berdasarkan hasil uji chi square didapat nilai Pvalue= 0,006 dan ini lebih
kecil dari α = 0,05 (Pvalue= 0,006< α = 0,05) sehingga diuraikan terdapat hubungan
yang signifikan antara faktor antenatal caredengan Komplikasi Persalinan pada
ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI
Kabupaten Aceh Barat
Berdasarkan hasil OR 2,3dapat disimpulkan bahwa responden yang
merasa melakukan anteatal care ada berpeluang 2,3 kali untuk tidak mengalami
Komplikasi Persalinan pada ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Peureumeu
Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat.
b. Hubungan Faktor Status Paritas dengan Komplikasi Persalinan pada Ibu Nifas
55
Tabel 4.12.FaktorStatus Paritasyang Berhubungan dengan Komplikasi Persalinan pada ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat
StatusKomplikasi PersalinanTotalParitas Pada bu NifasAda Tidak AdaPvalueOR
f % f % f %> 2 orang 14 60,9 9 39,1 23 100 0,008 8,2≤ 2 orang 315,8 16 84,2 19 100Jumlaah 17 40,5 25 59,5 42 100Sumber: data primer 2016
Berdasarkan tabel 4.12 diketahui bahwaresponden yang status paritas> 2
orang, sebanyak14 responden(60,9%) yang mengalami komplikasi persalinandan
sebanyak 9 responden(39,1%) yang tidak mengalami komplikasi. Sedangkan
responden yang status paritas ≤ 2 orang, sebanyak3 responden(15,8%) yang
mengalami komplikasi persalinandan sebanyak 16 responden(84,2%) yang tidak
mengalami komplikasi. Sehingga di simpulkan ada pola hubunganantara faktor
status paritasdengan Komplikasi Persalinan pada ibu Nifas.
Berdasarkan hasil uji chi square didapat nilai Pvalue= 0,008 dan ini lebih
kecil dari α = 0,05 (Pvalue= 0,008< α = 0,05) sehingga diuraikan terdapat hubungan
yang signifikan antara faktor status paritasdengan Komplikasi Persalinan pada ibu
Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI
Kabupaten Aceh Barat
Berdasarkan hasil OR 8,2dapat disimpulkan bahwa responden yang
merasa melakukan status paritas≤ 2 orangberpeluang 8,2 kali untuk tidak
mengalami Komplikasi Persalinan pada ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas
Peureumeu Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat.
c. Hubungan Faktor Jarak Kehamilan dengan Komplikasi Persalinan pada Ibu Nifas
56
Tabel 4.13.FaktorJarak Kehamilanyang Berhubungan dengan Komplikasi Persalinan pada ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat
Jarak Komplikasi PersalinanTotalKehamilan Pada Ibu Nifas
Ada Tidak AdaPvalueORf % f % f %
> 2 tahun 5 20,8 19 79,2 24 100 0,007 2,3≤ 2 Tahun 1266,7 6 33,3 18 100Jumlah 17 40,5 25 59,5 42 100 Sumber: data primer 2016
Berdasarkan tabel 4.13 diketahui bahwaresponden yang jarak
kehamilannya > 2 tahun, sebanyak5 responden(20,8%) yang mengalami
komplikasi persalinandan sebanyak 19 responden(79,2%) yang tidak mengalami
komplikasi persalinan. Sedangkan responden yang jarak kehamilannya ≤ 2 tahun,
sebanyak12 responden(66,7%) yang mengalami komplikasi persalinandan
sebanyak 6 responden(33,3%) yang tidak mengalami komplikasi persalinan.
Sehingga di simpulkan ada pola hubungan antara faktor jarak kehamilandengan
Komplikasi Persalinan pada ibu Nifas.
Berdasarkan hasil uji chi square didapat nilai Pvalue= 0,007 dan ini lebih
kecil dari α = 0,05 (Pvalue= 0,007< α = 0,05) sehingga diuraikan terdapat hubungan
yang signifikan antara faktor jarak kehamilandengan Komplikasi Persalinan pada
ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI
Kabupaten Aceh Barat
Berdasarkan hasil OR 2,3dapat disimpulkan bahwa responden yang
memiliki jarak kehamilan > 2 tahunberpeluang 2,3 kali untuk tidak mengalami
Komplikasi Persalinan pada ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Peureumeu
Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat.
d. Hubungan Faktor Penolong Persalinan dengan Komplikasi Persalinan pada Ibu Nifas
57
Tabel 4.14.FaktorPenolong Persalinanyang Berhubungan dengan Komplikasi Persalinan pada ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat
PenolongKomplikasi PersalinanTotalPersalinan Pada Ibu Nifas
Ada Tidak AdaPvalue ORf % f % f %
Nakes 17 40,5 25 59,5 42 100 - -Dukun Bayi 00 0 0 00Jumlah 17 40,5 25 59,5 42 100 Sumber: data primer 2016
Berdasarkan tabel 4.14 diketahui bahwa responden yang proses
persalinannya di tolong oleh tenaga kesehatan, sebanyak17 responden(40,5%)
yang mengalami komplikasi persalinandan sebanyak 25 responden(59,5%) yang
tidak mengalami komplikasi. Sehingga di simpulkan tidak ada pola hubungan
antara penolong persalinan dengan Komplikasi Persalinan pada ibu Nifas.
Berdasarkan hasil uji chi squaretidak didapat nilai Pvalue= tidak ada,
sehingga diuraikan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara penolong
persalinan dengan Komplikasi Persalinan pada ibu Nifas di Wilayah Kerja
Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat.
e. Hubungan Faktor Dukungan Keluarga dengan Komplikasi Persalinan pada Ibu Nifas
58
Tabel 4.14.FaktorDukungan Keluargayang Berhubungan dengan Komplikasi Persalinan pada ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat
DukunganKomplikasi PersalinanTotalKeluarga Pada Ibu Nifas
Ada Tidak AdaPvalueORf % f % f %
Baik 8 72,7 3 27,3 11 100 0,029 6,5Kurang Baik 9 29,0 22 71,0 31 100Jumlah 17 40,5 25 59,5 42 100 Sumber: data primer 2016
Berdasarkan tabel 4.11 diketahui bahwa responden yang memiliki
dukungan keluarga baik, lebih banyak mengalami komplikasi persalinn yaitu
sebanyak8 responden(72,7%) dan sebanyak 3 responden(27,3%) yang tidak
mengalami komplikasi. Sedangkan responden yang memiliki dukungan keluarga
kurang baik, sebanyak9 responden(29,0%) yang mengalami komplikasi
persalinandan sebanyak 22 responden(71,0%) yang tidak mengalami komplikasi.
Sehingga di simpulkan ada pola hubungan antarafaktor dukungan keluargadengan
Komplikasi Persalinan pada ibu Nifas.
Berdasarkan hasil uji chi square didapat nilai Pvalue= 0,029 dan ini lebih
kecil dari α = 0,05 (Pvalue= 0,029< α = 0,05) sehingga diuraikan terdapat hubungan
yang signifikan antara faktor dukungan keluargadengan Komplikasi Persalinan
pada ibu Nifas.
Berdasarkan hasil OR 6,5dapat disimpulkan bahwa responden yang
memiliki dukungan keluarga baikberpeluang 6,5 kali untuk tidak mengalami
Komplikasi Persalinan pada ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Peureumeu
Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat.
4.3 Pembahasan
59
4.3.1 Hubungan Faktor Antenatal Care dengan Komplikasi Persalinan
Berdasakan hasil uji chi square didapat nilai Pvalue= 0,006 dan ini lebih
kecil dari α = 0,05 (Pvalue= 0,006< α = 0,05) sehingga diuraikan terdapat hubungan
yang signifikan antara faktor antenatal caredengan Komplikasi Persalinan pada
ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI
Kabupaten Aceh Barat
Berdasarkan pengamatan peneliti dilapangan peneliti menemukan bahwa
responden yang melakukan antenatal care dengan lengkap lebih sedikit
mengalami komplikasi persalinan karena dengan adanya pemeriksaan maka dapat
mengetahui permasalahan yang dialami ibu selama masa kehamilan, oleh karena
itu jika ada komplikasi kehamilan maka dapat segera di tangani sehingga
menghindari komplikasi persalinan.Sedangkan responden yang melakukan
antenatal care lengkap akan tetapi mengalami komplikasi persalinan karena usia
ibu yang sudah tua yaitu diatas 40 tahun, sehingga berisiko tinggi untuk
mengalami komplikasi persalinan.
Selanjutnya responden yang melakukan antenatal care tidak rutin atau
tidak ada dan tidak mengalami komplikasi persalinan karena usia ibu yang masih
muda dan kondisi ibu yang sehat sehingga resiko untuk mengalami komplikasi
persalinan sangat kecil. Sedangkan ibu yang melakukan antenatal care tidak rutin
atau tidak ada dan mengalami komplikasi persalinan karena mereka tidak
mengetahui riwayat kesehatan selama kehamilan, sehingga ibu lebih berisiko
mengalami komplikasi persalinan.
Antenatal care merupakan intervensi-intervensi komplek yang diberikan
oleh penyedia layanan kesehatan terpadu kepada ibu hamil. Tujuan dilakukannya
60
antenatal care ialah untuk mencegah atau mengidentifikasi dan mengobati
kondisi-kondisi yang dapat mengancam kesehatan dari fetus/bayi baru lahir atau
ibu dari bayi tersebut, dan membantu seorang wanita untuk mencapai kehamilan
dan kelahiran sebagai pengalaman positif. Antenatal care mencakup pemeriksaan
riwayat medis, penilaian kebutuhan individu, nasihat danpetunjuk pada saat hamil
dan melahirkan, screening tests, edukasi perawatan diri selama kehamilan,
penatalaksanaan awal dan rujukan jika diperlukan (WHO, 2013).
Hasil penelitian Fauziyah (2009) didapat bahwa terhadap hubungan yang
signifikan antara ANC dengan kejadian komplikasi persalinan yang menyebabkan
Kematian neonatal pada bayi. Hasil analisis data memperlihatkan nilai Chi-square
hitung (6,65) > Chi-square tabel (3,841), dan nilai OR = 0,125. Dari penelitian ini
dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara keteraturan
antenatal care dengan kejadian perdarahan postpartum di RSUD DR. Moewardi
Surakarta, dan keteraturan ANC dapat menurunkan kejadian perdarahan
postpartum 0,125x atau 1/8x.
4.3.2 Hubungan Faktor Status Paritas dengan Komplikasi Persalinan
Berdasakan hasil uji chi square didapat nilai Pvalue= 0,008 dan ini lebih
kecil dari α = 0,05 (Pvalue= 0,008< α = 0,05) sehingga diuraikan terdapat hubungan
yang signifikan antara faktor status paritasdengan Komplikasi Persalinan pada ibu
Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI
Kabupaten Aceh Barat
Berdasarkan pengamatan peneliti dilapangan peneliti menemukan bahwa
responden yang memiliki status paritas > 2 orang lebih banyak mengalami
komplikasi persalinan karena dengan paritas tinggi akan mempunyai risiko yang
61
lebih besar terhadap kejadian komplikasi persalinan terutama perdarahan
postpartum. Pada ibu yang sering melahirkan, otot uterusnya sering diregangkan
sehingga mengakibatkan menipisnya dinding uterus yang akhirnya menyebabkan
kontraksi uterus menjadi lemah. Pecahnya uterus merupakan komplikasi
persalinan yang sering terjadi pada ibu yang sebelumnya telah melahirkan
beberapa orang anak.
Selanjutnya yang memiliki status paritas ≤ 2 orang lebih sedikit
mengalami komplikasi persalinan karena dengan paritas rendah akan mempunyai
risiko yang lebih kecil terhadap kejadian komplikasi persalinan terutama
perdarahan postpartum. Pada ibu yang jarang melahirkan, otot uterusnya tidak
sering diregangkan sehingga kejadian komplikasi persalinan berisiko lebih kecil
untuk dialami ibu.
Paritas didefinisikan sebagai keadaan melahirkan anak baik hidup
ataupun mati, tetapi bukan aborsi, tanpa melihat jumlah anaknya. Dengan
demikian, kelahiran kembar hanya dihitung sebagai satu kali paritas (Pradana,
2010)
Hasil penelitian Retnowati (2005) didapat bahwa terhadap hubungan
yang signifikan antara paritas ibu dengan kejadian komplikasi persalinan (nilai
p:0,006); yang melahirkan di wilayah kerja Puskesmas Gesi Kabupaten Sragen
tahun 2004, dengan jumlah sampel sebanyak 74 responden.
4.3.3 Hubungan Faktor jarak Kehamilan dengan Komplikasi Persalinan
Berdasakan hasil uji chi square didapat nilai Pvalue= 0,007 dan ini lebih
kecil dari α = 0,05 (Pvalue= 0,006< α = 0,05) sehingga diuraikan terdapat hubungan
62
yang signifikan antara faktor jarak kehamilandengan Komplikasi Persalinan pada
ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI
Kabupaten Aceh Barat
Berdasarkan pengamatan peneliti dilapangan peneliti menemukan bahwa
responden yang memiliki jarak kehamilan > 2 tahun lebih sedikit mengalami
komplikasi persalinan karena Jarak kehamilan ideal antara satu kehamilan dengan
kehamilan berikutnya adalah 3 tahun. Kurun waktu ini sangat baik untuk memberi
kesempatan rahim untuk memulihkan keadaan seperti semula. Kematian ibu saat
melahirkan dapat dihindari, salah satunya dengan menjaga jarak antar kehamilan.
Selanjutnya responden yang melakukan yang memiliki jarak kehamilan ≤
2 tahun lebih banyak mengalami komplikasi persalinan karena Jarak kehamilan
yang terlalu dekat kurang dari 2 tahun juga berisiko terjadi komplikasi persalinan
pada ibu dikarenakan rahim dan kesehatan ibu belum mempunyai kesempatan
untukkembali pulih dan sehat.
Jarak adalah ruang sela (panjang atau jauh) antara dua benda atau tempat
(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2000). Penentuan jarak memiliki anak sama
halnya dengan penentuan jarak kehamilan yang didefinisikan sebagai upaya untuk
menetapkan atau memberi batasan sela antara kehamilan yang lalu dengan
kehamilan yang akan datang (Siregar, 2011).
Hasil penelitian Indawati (2014) didapat bahwa terhadap hubungan yang
signifikan antara Jarak kehamilan dengan kejadian komplikasi persalinan yang
menyebabkan Kematian neonatal pada bayi. Hasil analisis data memperlihatkan
nilai hasil bivariat Jarak kehamilan (p=0,0001; OR= 16,512). Dari penelitian ini
dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara jarak
63
kehamilan dengan kejadian komplikasi persalinan pada ibu diwilayah kerja
Puskesmas Arjowinangun Kota Malang.
4.3.4 Hubungan Faktor Penolong Persalinan dengan Komplikasi Persalinan
Berdasakan hasil uji chi squaretidak didapat nilai Pvalue= tidak ada,
sehingga diuraikan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara penolong
persalinan dengan Komplikasi Persalinan pada ibu Nifas di Wilayah Kerja
Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat.
Berdasarkan pengamatan peneliti dilapangan peneliti menemukan bahwa
semua responden melahirkan dengan ditolong oleh tenaga kesehatan dalam proses
persalinan. Akan tetapi masih ada juga para ibu yang mengalami komplikasi
persalinan. Hal ini dikarenakan faktor lain, dmana para ibu ada yang sudah
berusia tua yaitu diatas35 tahun dan ada beberapa ibu yang tidak lengkap
melakukan antenatal care selama masa kehamilan, serta adanya status parita
diatas 2 orang dan jarak kehamilan yang dibawah 2 tahun hal ini merupakan
resiko bagi ibu untuk mengalami komplikasi persalinan.Penolong persalinan atau
bidan saat ini juga sudah bekerja sama dengan bidan gampong atau dukun bayi, di
mana bidan atau tenaga kesehatan memberikan panyuluhan kepada dukun bayi
untuk bekerja sama dengan tenaga kesehatan dalam proses penolongan persalinan
ibu melahirkan.
Menurut Syafrudin (2009) dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak,
dikenal beberapa jenis tenaga yang memberi pertolongan kepada masyarakat.
Jenis tenaga tersebut adalah sebagai berikut : 1) Tenaga kesehatan, meliputi :
dokter spesialis dan bidan. 2) Tenaga non kesehatan : a. Dukun terlatih : Dukun
yang telah mendapatkan pelatihan oleh tenaga kesehatan dan telah dinyatakan
64
lulus. b. Dukun tidak terlatih : Dukun yang belum pernah dilatih oleh tenaga
kesehatan atau dukun yang sedang dilatih dan belum dinyatakan lulus.
Hasil penelitian bertolak belakang dengan penelitian Sihombing (2004)
Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara penolong persalinan dengan
kejadian komplikasi persalinan, tetapi hubungan ini bersifat protektif dimana ibu
yang memilih penolong persalinan bukan dengan tenaga kesehatan cenderung
mengalami komplikasi persalinan 0,93 kali dibandingkan ibu yang memilih
penolong persalinan dengan tenaga kesehatan. Persentase ibu yang memilih
penolong persalinan dengan tenaga kesehatan sebanyak 73,8 persen. Yang masuk
dalam kriteria penolong persalinan tenaga kesehatan adalah penolong persalinan
hanya tenaga kesehatan yaitu dokter umum, dokter spesialis kebidanan, bidan,
perawat atau bidan desa tanpa campur tangan penolong persalinan yang bukan
tenaga kesehatan seperti dukun, keluarga atau lainnya. Menurut Sihombing (2004)
dari analisis SKRT 2001 menemukan bahwa penolong persalinan merupakan
faktor yang berpengaruh terhadap kejadian komplikasi persalinan (OR 2,412).
4.3.5 Hubungan Dukungan Keluarga dengan Komplikasi Persalinan
Berdasakan hasil uji chi square didapat nilai Pvalue= 0,029 dan ini lebih
kecil dari α = 0,05 (Pvalue= 0,029< α = 0,05) sehingga diuraikan terdapat hubungan
yang signifikan antara faktor dukungan keluargadengan Komplikasi Persalinan
pada ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI
Kabupaten Aceh Barat
Berdasarkan pengamatan peneliti dilapangan peneliti menemukan bahwa
responden yang memiliki dukungan keluarga baik banyak yang mengalami
komplikasi persalinan karena walaupun dukungan keluarga baik tetapi terdapat 2
65
orang ibu yang tidak mengindahkan atau mematuhi anjuran keluarga untuk selalu
melakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur. Hal ini karena masih ada
keluarga yang hanya mengingatkan saja akan tetapi tidak menemani ibu untuk
melakukan pemeriksaan kehamilan dari K1-K4, selain itu terdapat 3 orang ibu
yang memiliki dukungan keluarga baik akan tetapi memiliki 5 orang anak
sehingga mengalami komplikasi persalinan, selanjutnya 1 orang ibu yang
memiliki dukungan keluarga baik dan mengalami komplikasi karena jarak
kehamilan yang begitu dekat dengan anak pertamanya yaitu hanya satu tahun,
kemudian 2 ibu lainnya yang memiliki dukungan keluarga baik dan mengalami
komplikasi persalinan karena usia ibu saat hami sudah diatas 40 tahun serta jarak
kehamilan yang.
Selanjutnya responden yang melakukan yang memiliki dukungan
keluarga kurang baik lebih banyak mengalami komplikasi persalinan karena
keluarga kurang memberikan perhatian kepada ibu selama hamil baik melakukan
periksaan makan makanan bergizi, minum susu dan vitamin selama kehamilan.
Selain itu keluarga juga tidak mengingatkan ibu untuk melakukan kunjungan
pemeriksaan kehamilan selama masa kehamilan dengan lengkap sehingga ibu
tidak mengetahui kondisi kesehatan selama kehamilan dan lebih berisiko
mengalami komplikasi persalinan.
Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan diseminator (penyebar)
informasi tentang dunia. Menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti, informasi
yang dapat digunakan mengungkapkan suatu masalah. Manfaat dari dukungan ini
adalah dapat menekan munculnya suatu stressor karena informasi yang diberikan
dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu. Aspek-aspek
66
dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian
informasi (Efendy, 2007).
Hasil penelitian Harun (2013) didapat bahwa terhadap hubungan yang
signifikan antara dukungan keluarga dengan kejadian komplikasi persalinan. Hasil
analisis data memperlihatkan nilai hasil bivariat Jarak kehamilan (p=0,0003;).
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara dukungan keluarga dengan kejadian komplikasi persalinan pada ibu di
wilayah pesisir kecamatan Tallo pada dua kelurahan yakni Buloa dan Tallo
Makassar
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
67
5.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan distribusi frekuensi di ketahui bahwa ANC ada sebanyak 22
responden dan sebanyak 20 responden yang ANC tidak lengkap.
Sedangkan status paritas > 2 orang sebanyak 23 responden dan < 2 orang
sebanyak 19 responden. Kemudian jarak kehamilan > 2 tahun sebanyak 24
responden dan < 2 tahun sebanyak 18 responden. Selanjutnya penolong
persalinan sebanyak 42 responden di tolong oleh tenaga kesehatan.
Sedangkan dukungan keluarga baik sebanyak 11 responden dan dukungan
keluarga tidak baik sebanyak 31 responden. Terakhir jumlah responden
yang ada mengalami komplikasi persalinan adalah sebanyak 17 responden
dan yang tidak mengalami komplikasi persalinan adalah sebanyak 25
responden.
2. Adanya hubungan yang signifikan antara faktor antenatal caredengan
Komplikasi Persalinan pada ibu Nifas (Pvalue= 0,006 < α = 0,05)
3. Adanya hubungan yang signifikan antara faktor status paritasdengan
Komplikasi Persalinan pada ibu Nifas (Pvalue= 0,008 < α = 0,05)
4. Adanya hubungan yang signifikan antara faktor jarak kehamilan dengan
Komplikasi Persalinan pada ibu Nifas (Pvalue= 0,007 < α = 0,05)
5. Tidak adanya hubungan yang signifikan antara faktor penolong
persalinandengan Komplikasi Persalinan pada ibu Nifas (Pvalue= -)
6. Adanya hubungan yang signifikan antara faktor dukungan keluarga dengan
Komplikasi Persalinan pada ibu Nifas (Pvalue= 0,029 < α = 0,05)
5.2 Saran
67
68
1. Diharapkan kepada Dinas Kesehatan Aceh Barat agar dapat lebih
memberikan informasi kepada masyarakat dengan mengadakan penyuluhan
tentang masalah komplikasi persalinan
2. Diharapkan kepada Puskesmas Peureumeu dan seluruh bidan di wilayah
kerjaPuskesmas Peureumeuagar dapat memberikan penyuluhan dan informasi
kepada masyarakat tentang bahaya dari komplikasi persalinan dan
memberikan informasi tentang pencegahan komplikasi persalinan yang dpaat
dilakukan oleh ibu.
3. Kepada para ibu diharapkan agar dapat lebih sering melakukan kunjugan
ANC secara teratur dan lengkap, mengatur jumlah anak dengan baik, dan
mengatur jarak kehamilan diatas 2 tahun serta selalu meminta dan
mendengarkan dukungan keluarga selama masa kehamilan dan persalinan.
selian itu juga melihat usia ibu pada masa kehamilan. hal ini di harapkan agar
ibu dapat terhindar dari komplikasi persalinan sehingga ibu dan anak selamat
dalam proses persalinan dan masa nifas.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya diharapkan dapat mengembangkan penelitian yang
telah ada ini, dengan memperluas wawasan yang akan diliti serta metode
penelitian yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
69
Abdul Bari, S. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan. Neonatal. Jakarta: YBP-SP
Abdul, dkk, 2006. Penaganan Preeklampsia. Arcan, Jakarta.
Achadiat CM. 2004. Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC.
Arisman. (2009). Buku Ajar Ilmu Gizi Keracunan Makanan. Jakarta: EGC.
Arulita. 2007. Faktor – Faktor Risiko Yang Mempengaruhi Kematian Maternal kabupaten gorontalo utara Tahun 2012 Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin.
Azwar, S. 2007. Sikap Manusia. Teori dan pengukurannya. Edisi ke-2. Yogyakarta:
BKKBN, 2007. Hasil Pendataan Keluarga. 14 Januari 2007. http : /www.bkkbn.go.id, 14 April
Budiarto, E. 2006. Pengantar Epidemiologi. Edisi 2. Penerbit: EGC. Jakarta.
Chapman, Vicky. 2009. “Asuhan Kebidanan Persalinan dan Kelahiran”. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
CunninghamF.Gary, et.al. 2010. Obstetri Williams. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Diana. 2014. Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Komplikasi Obstetri Ibu Dan Bayi Di Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat. Skripsi. Universitas Padjadjaran.
Dinas Kesehatan Aceh. 2014. Data Komplikasi Persalinan di Provinsi Aceh tahun 2012-2014.
Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat Dan Direktorat Bina Kesehatan Ibu. 2010. Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu Dan Anak. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Dorland WA, Newman. 2010. Kamus Kedokteran Dorland. edisi 31. Jakarta: Penerbit. EGC
Dwijayanti, 2005. Jarak Kehamilan yang Aman bagi Ibu. Jakarta. Pustaka Setia
Fajrin, 2009, Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Komplikasi Persalinan di Rumah Sakit Roemani Kota Semarang Tahun 2008, Skripsi, Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang
Fauziah. 2009. Hubungan antara keteraturan antenatal care dengan kejadian perdarahan postpartum di RSUD dr. Moewardi Surakarta. Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Hanifa. 2005. Ilmu kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka
70
Harun. 2013. Hubungan Karakteristik Dan Perilaku Ibu Dengan Status Persalinan Di Wilayah Pesisir Kecamatan Tallo Makassar. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin
Irmayanti., 2011. Hubungan Karakteristik Ibu Hamil dan Pemeriksaan Kehamilan dengan Komplikasi Persalinan di RSUD Dr. Pirngadi Medan. UNIMED. Medan.
Indawati. 2014. Faktor Pada Ibu yang Berhubungan dengan Kejadian Komplikasi Kebidanan. Jurnal Biometrika dan Kependudukan, Vol. 3, No. 1 Juli 2014: 1–7. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga
Jones, 2008, Sistem Informasi Akuntansi I, Salemba Empat, Jakarta
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2004. Kesehatan Ibu sebelum hamil, setelah kehamilan dan sesuah kehamilan. Jakarta.
______________________________________. 2014. Data Komplikasi Persalinan di Indonesia tahun 2012-2014.
Lestari, dkk. 2012. Buku Saku Komunikasi dan Konseling dalam Praktik Kebidanan. Jakarta:Trans Info Media.
Mansjoer, A. 2007. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid II. Jakarta : Media Aesculapius.
Manuaba. 2010. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan Dan Keluarga berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta; EGC
Mary, Mandy. 2010. Kegawatan dalam Kehamilan-Persalinan. Jakarta: Penerbit Buky Kedokteran: EGC.
Maryunani, A, dkk, 2012, Asuhan Kegawat Daruratan Dalam Kebidanan, Trans. Info Media, Jakarta
Masyuri. 2007. Penelitian Verifikatif. Edisi Pertama. Yogyakarta : Andi.
Misar. 2012. Faktor risiko komplikasi persalinan pada ibu melahirkan Di kabupaten gorontalo utara Tahun 2012 Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin.
Mochtar, Rustam. 2012. Sinopsis Obstetri. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Notoadmodjo, S. 2005. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Prinsip-prinsip Dasar. Rineka Cipta. Jakarta.
______________, 2007. Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku. 1st ed. Jakarta: Rineka Cipta.
Pradana, A., 2010. Hubungan Jumlah Paritas dengan Usia Menopause. Medan.
Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
71
____________________. 2011. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Priharjo, Robert. 2002. pengkajian fisik keperawatan. Jakarta : EGC.
Puskesmas Peureumeu. 2015. Data Komplikasi Persalinan di Puskesmas Peureumeu tahun 2015.
Retnowati. 2005. Hubungan Faktor-Faktor Ibu Dengan Kejadian Komplikasi Persalinan Di Wilayah Kerja Puskesmas Gesi Kabupaten Sragen Bulan Oktober Tahun 2005
Rohani.dkk. 2011. Asuhan Pada Masa Persalinan. Jakarta : Salemba Medika.
Rukiyah, Ai Yeyeh dkk. 2010. Asuhan Kebidanan IV (Patologi kebidanan). Jakarta : CV. Trans Info Media
_____________________. 2011. Asuhan Kebidanan III (Nifas). Jakarta: Trans Info Media.
Saifuddin. 2008. Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta: Bina Pustaka.
Saleha, Siti. 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika
Sarwono, (2012). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sihombing, Sinurtina., 2004. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Komplikasi Persalinan di Indonesia Tahun 1998-2000 (Analisis Data Survei Kesehatan Rumah Tangga 2001). [Tesis]. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia.
Sinsin, L., 2008. Seri Kesehatan Ibu dan Anak: Masa Kehamilan dan Persalinan. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Siregar, Sofyan. (2011). Statistika Deskriptif Untuk Penelitian. Jakarta: PT Raja. Grafindo
Samsulhadi. 2003. Induksi Ovulasi dan Stimulasi Ovarium. CV Sagung Seto.
Suhardjo. 2003. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Bumi Aksara. Jakarta.
Suherni, 2009. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta: Fitramaya
Sulistyawati, Ari. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada ibu nifas. Jogjakarta:Andi Offset
Tara E. 2006. Kesehatan Kehamilan, Jakarta, Ladang Pustaka dan Intimedia.
Vicky. 2006. asuhan Kebidanan Dan Kelahiran. Jakarta:EGC.
72
World Health Organization. Health and Development. [Internet]. c2015. [cited 2013 Jan 02]. Available from:http://www.who.int/hdp/en/
Yanti, (2010). Buku Ajar Kebidanan Persalinan. Yogyakarta : Pustaka Rihama
Yenita,S.2011. Faktor Determinan Pemilihan Tenaga Penolong Persalinan Di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Baru Kabupaten Pasaman Barat. Tesis. Padang:Universitas Andalas
BIODATA
A. Data Pribadi
73
Nama : CICI NURSELAJenis Kelamin : PerempuanTempat/Tanggal Lahir : Paya Peunaga/ 27 Oktober 1993Agama : IslamAlamat Rumah : Gampong Paya Peunaga Kecamatan Meureubo
Kabupaten Aceh Barat
Orang, Tua/WaliAyah : Sulaiman HalirIbu : Samsidar
B. Pendidikan Formal1999-2005 : SD Negeri Peunaga 2005-2008 : MTsS Meureubo 2008-2011 : SMA Negeri 2 Meureubo 2011 : Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM)Peminatan
Epidemiologi Universitas Teuku Umar Meulaboh
KUESIONER PENELITIAN
74
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KOMPLIKASIPERSALINAN PADA IBU NIFAS DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS PEUREUMEUKECAMATAN KAWAY XVI KABUPATEN
ACEH BARAT
I. Karakteristik RespondenNama :Umur :Pekerjaan :Pendidikan : SD/MI Perguruan Tinggi(PT)
SMP/MTsNSMA/MAN
Jumlah Anak :Jarak Kehamilan :Penolong Persalinan:
II. Antenatal Care
Kunjungan Keterangan
Ada Tidak AdaK1
K2
K3
K4
III. Dukungan Keluarga
BIDAN/NAKESIBU
Kunjungan KeteranganAda Tidak Ada
K1
K2
K3
K4
75
NO Pertanyaan KeteranganYa Tidak
1 Apakah keluarga anda menemani dalam pemeriksaan kehamilan dari K1 hingga K4
2 Keluarga anda menemani anda saat persalinan3 Keluarga anda membawa anda keklinik persalinan
saat anda akan melahirkan4 Keluarga anda selalu memberikan perhatian kepada
anda dari masa hamil hingga nifas
IV. Komplikasi Persalinan
NO Pertanyaan KeteranganYa Tidak
1 Apakah anda mengalami komplikasi persalinan atau masalah dalam persalinan
LEMBAR OBSERVASI
76
No ANC Komplikasi Persalinan
TABEL SKOR
77
NO Variabel yang diteliti
No. urut pertanyaan
Bobot Skor Rentanga b
1 Antenatal care Ada : jika K1-K4
Tidak Ada : jika tidak ada salah satunya
2 Paritas Banyak : > 2 orang Tidak Banyak : ≤ 2 orang
3 Jarak kehamilan Jauh : > 2 tahunDekat : ≤ 2 tahun
4 Penolong persalinan
1 1 0 Bidan : = 1Dukun Bayi : = 0
5 Dukungan keluarga 1234
1111
0000
4 + 0 = 2
2Ada : > 2Tidak Ada : ≤ 2
6 Komplikasi persalinan
1 1 0 Ada : = 1Tidak Ada : = 0