universitas teuku umarrepository.utu.ac.id/1169/1/bab i_v.docx · web viewterlalu rendah akan...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air merupakan sumber utama yang sangat dibutuhkan dalam kegiatan
akuakultur. Ikan membutuhkan air yang bersih dengan kriteria tertentu untuk
kelangsungan hidup dan menunjang pertumbuhan ikan. Kualitas air di daerah
perkotaan sudah banyak tercemar oleh polutan antropogenik, sehingga sekarang
ini sulit mendapatkan sumber air bersih yang sesuai untuk kebutuhan hidup ikan.
Berdasarkan permasalahan tersebut, perlu adanya teknologi yang efesien untuk
mendukung kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan. Salah satu solusinya
adalah sistem akuaponik yang pada dasarnya menggunakan sistem resirkulasi
dengan memadukan pemeliharaan ikan dengan tanaman air sebagai filtrasinya.
Akuaponik (aquaponic) merupakan salah satu teknologi budidaya yang
mengkombinasikan pemeliharaan ikan dengan tanaman (Nelson, 1998). Sistem ini
merupakan teknologi terapan hemat lahan dan air dalam budidaya ikan sehingga
dapat dijadikan sebagai suatu model perikanan perkotaan dan pertamanan di
kompleks perumahan. Penerapan sistem akuaponik merupakan salah satu langkah
yang efisien untuk melakukan kegiatan budidaya pada daerah dengan ketersediaan
air yang terbatas baik secara kualitas maupun kuantitas. Rakocy et al. (2006)
menyatakan penggunaan teknik budidaya terpadu antara ikan dan tanaman akuatik
di dalam sistem resirkulasi, tanaman akuatik dapat memanfaatkan unsur hara
tersebut sehingga merupakan filter yang efektif dan memiliki beberapa
keuntungan dikaji dari efisiensi penggunaan air dan pengurangan pencemaran
limbah hasil buangan ke perairan umum. Penerapan sistem akuaponik pada
2
budidaya ikan nila di lokasi-lokasi berbeda diduga memiliki keanekaragaman
hayati biota air non ikan yang berbeda (Macan,1960).
Amonia yang ada di perairan berasal dari sisa metabolisme ikan yang
terlarut dalam air, feses ikan, serta dari makanan ikan yang tidak termakan dan
mengendap di dasar kolam budidaya. Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan
konsentrasi amonia meningkat antara lain membusuknya makanan ikan yang tidak
termakan, menurunnya kadar DO pada kolam yang apabila oksigen terlarut
berkisar antara 1-5 ppm mengakibatkan pertumbuhan ikan menjadi lambat
sedangkan oksigen terlarut yang kurang dari 1 ppm dapat bersifat toksik bagi
sebagian besar spesies ikan (Rully, 2011).
Selain dua faktor tersebut, hal yang dapat meningkatkan konsentrasi amonia
ialah filter yang tidak bekerja dengan baik, serta pergantian air kolam yang tidak
rutin. Presentase pengurangan amonia menunjukkan seberapa besar amonia yang
dikurangi oleh sistem akuaponik, semakin tinggi presentase pengurangan amonia
maka akan semakin rendah konsentrasi amonia pada media budidaya ikan.
Tumbuhan akuatik mengambil nitrogen dalam bentuk amonia maupun
nitrat. Keberadaan tanaman akuatik berpengaruh terhadap kondisi fisika, kimia,
dan biologis suatu ekosistem perairan. Oleh karena itu, tanaman akuatik dapat
digunakan untuk mengelola ekosistem perairan. Sistem akuaponik mengurangi
amonia dengan menyerap air buangan budidaya atau air limbah dengan
menggunakan akar tanaman sehingga amonia yang terserap mengalami proses
oksidasi dengan bantuan oksigen dan bakteri, amonia diubah menjadi nitrat. Pada
kegiatan budidaya dengan sistem tanpa pergantian air, bakteria memiliki peranan
3
penting dalam menghilangkan partikel amonia melalui proses nitrifikasi (Rully,
2011).
Nitrat yang dihasilkan dari proses nitrifikasi tersebut dimanfaatkan sebagai
sumber nutrisi oleh tanaman kangkung. Setelah proses tersebut maka air yang
telah diserap limbahnya oleh tanaman air pada sistem akuaponik dapat kembali
dialirkan pada kolam budidaya sehingga tidak memberikan pengaruh yang buruk
berupa penurunan kualitas air dan konsentrasi amonia menurun. Penggunaan
kangkung dalam sistem akuaponik mampu mengurangi limbah nitrogen budidaya
ikan hingga 58% (Setijaningsih, 2009). Berdasarkan uraian diatas, maka perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan beberapa sistem resikulasi
yang paling efektif dalam mengurangi amonia sehingga sistem akuaponik dapat
menjadi alternatif pemecahan masalah dalam mengelola air limbah hasil budidaya
khususnya dalam mengurangi amonia yang ada.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah
ada perbedaan nyata sistem system filter fisik dan system aquaponik terhadap
derajat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan mutlak, dan laju pertumbuhan
biomassa ikan nila?
1.3 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada perbedaan nyata
sistem aquaponik dengan system filter fisik terhadap derajat kelangsungan hidup,
laju pertumbuhan mutlak, dan laju pertumbuhan biomassa ikan nila.
4
1.4 Manfaat Penelitian
Peneltian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna bagi
masyarakat dalam mengembangkan budidaya ikan dengan teknologi akuaponik.
Penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi dalam untuk
budidaya ikan di daerah – daerah yang terkendala dengan keterbatasan sumber air
dengan keterbatasannya pada ruangan.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Morfologi Ikan Nila
Morfologi ikan nila yaitu memiliki bentuk tubuh yang pipih ke arah bertikal
(kompres) Ikan nila memiliki tulang kartilago kranium sempurna, organ pembau
dan kapsul otik tergabung menjadi satu. Eksoskleton Ostracodermi mempunyai
kesamaan dengan dentin pada kulit. Elasmobrachii yang merupakan mantel keras
seperti email pada gigi vertebrata. Di bawah lapisan tersebut terdapat beberapa
dengan profil empat persegi panjang ke arah antero posterior. Posisi mulut terletak
di ujung hidung (terminal) dan dapat disembuhkan. Pada sirip ekor tampak jelas
garis-garis vertikal dan pada sirip punggungnya garis tersebut kelihatan condong
letaknya. Ciri khas ikan nila adalah garis-garis vertikal berwarna hitam pada sirip
ekor, punggung dan dubur. Pada bagian sirip caudal (ekor) dengan bentuk
membuat terdapat warna kemerahan dan bisa digunakan sebagai indikasi
kematangan gonad. Pada rahang terdapat bercak kehitaman. Sisik ikan nila adalah
tipe ctenoid. Ikan nila juga ditandai dengan jari-jari dorsal yang keras, begitu pun
bagian analnya. Dengan posisi sirip anal di belakang sirip dada
(abdorminal).lapisan tulang sponge dan di bawahnya lagi terdapat tulang padat.
Tulang palato-quadrat dan kartilago Meckel adalah tulang rawan yang akan
membentuk rahang atas dan rahang bawah.
Nama nila diambil dari nama latinnya yakni nilotica yang mengacu pada
asal ikan ini, yaitu Sungai Nil. Ikan nila biasa disebut nile atau tilapia di luar
negeri.
Menurut cholik (1991), ikan nila dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
6
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Pisces
Subclass : Aconthoterigii
Ordo :Percomorphi
Subordo : Percaidea
Family : Cichilidae
Genus : Oreochromis
Species : Oreochromis niloticus
Gambar 1. Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Ciri umum ikan nila adalah bentuk tubuhnya memanjang dan ramping. Sisik
ikan nila berukuran relatif besar. Matanya menonjol dan besar dengan tepi
berwarna putih.
Ikan nila mempunyai lima buah siripyaitu punggung, dada, perut, anus, dan
ekor. pada sirip dubur(anal fin) memiliki 3 jari-jari keras dan 9-11 jari-jari sirip
lemah.Morfologi ikan nila yaitu memiliki bentuk tubuh yang pipih ke arah
bertikal (kompres) dengan profil empat persegi panjang ke arah antero posterior.
Posisi mulut terletak di ujung hidung (terminal) dan dapat disembuhkan.
7
Pada sirip ekor tampak jelas garis-garis vertikal dan pada sirip punggungnya
garis tersebut kelihatan condong letaknya. Ciri khas ikan nila adalah garis-garis
vertikal berwarna hitam pada sirip ekor, punggung dan dubur. Pada bagian sirip
ekor dengan bentuk membuat terdapat warna kemerahan dan bisa digunakan
sebagai indikasi kematangan gonad. Pada rahang terdapat bercak kehitaman. Sisik
ikan nila adalah tipe ctenoid. Ikan nila juga ditandai dengan jari-jari dorsal yang
keras, begitu pun bagian analnya.
Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan genus ikan yang dapat hidup
dalam kondisi lingkungan yang memiliki toleransi tinggi terhadap kualitas air
yang rendah, sering kali ditemukan hidup normal pada habitat-habitat yang ikan
dari jenis lain tidak dapat hidup. Bentuk dari ikan nila panjang dan ramping
berwarna keputih-putihan. Perbandingan antara panjang total dan tinggi badan 3 :
1. Ikan nila memiliki rupa yang mirip dengan ikan mujair, tetapi ikan ini
berpunggung lebih tinggi dan lebih tebal, ciri khas lain adalah garis-garis kearah
vertikal disepanjang tubuh yang lebih jelas dibanding badan sirip ekor dan sirip
punggung. Mata kelihatan menonjol dan relatif besar dengan tepi bagian mata
berwarna putih (Sumantadinata, 1999).
Ikan nila mempunyai mulut yang letaknya terminal, garis rusuk terputus
menjadi 2 bagian dan letaknya memanjang dari atas sirip dan dada,bentuk sisik
stenoid, sirip kaudal rata dan terdapat garis-garis tegak lurus. Mempunyai jumlah
sisik pada gurat sisi 34 buah. Sebagian besar tubuh ikan ditutupii oleh lapisan
kulit dermis yang memiliki sisik. Sisik ini tersusun seperti genteng rumah, bagian
muka sisik menutupi oleh sisik yang lain (Santoso, 1996). Nila mempunyai 4
warna yang membalut sekujur tubuh, antara lain oranye, pink/albino, albino
8
berbercak-bercak merah dan hitam serta oranye/albino bercak merah (Santoso,
1996). Berdasarkan kebiasaan makannya ikan nila termasuk pemangsa segala
jenis makanan alam berupa lumut lumut, plankton dan sisa-sisa bahan organik
maupun makanan seperti dedak,bungkil kelapa, bungkil kacang, ampas tahu dan
lain-lain (Sugiarto, 1988).
Ikan nila hidup baik di dataran rendah atau di pegunungan dengan kisaran
ketinggian antara 0 – 1.000 meter di atas permukaan air laut (Asnawi,1986).
Ditambahkan oleh Sugiarto (1988) bahwa ikan nila mempunyai toleransi yang
tinggi terhadap perubahan lingkungan. Sesuai dengan sifat dan daya tahan
terhadap perubahan lingkungan maka ikan nila mudah dipelihara dan
dibudidayakan di kolam-kolam dengan pemberian makanan tambahan berupa
pakan buatan (pellet). Ikan nila memiliki kelebihan dibanding ikan lainnya:
a. Pertumbuhan lebih cepat dan mudah dikembangbiakan
b. Dapat memijah setelah umur 5-6 bulan
c. Setelah 1 – 1,5 bulan berikutnya dapat dipijahkan lagi
d. Mempunyai keturunan jantan yang dominan
e. Dalam waktu pemeliharaan selama 6 bulan benih ikan yang berukuran 30 g
dapat mencapai 300 – 500 g
f. Toleransi hidupnya terhadap lingkungan cukup tinggi yaitu dapat tahan di air
payau, serta tahan terhadap kekurangan oksigen terlarut di air
g. Nilai ekonominya cukup tinggi namun, nila juga mempunyai kelemahan yaitu
“tukang kawin”, hal ini akan mengganggu pertumbuhannya, karena energy yang
dihasilkan dari makanan lebih dimanfaatkan untuk persiapan pemasakan kelamin
dibanding untuk pertumbuhan. Untuk membantu pertumbuhan ikan nila sangat
9
dimanfaatkan untuk persiapan pemasakan kelamin dibanding untuk pertumbuhan.
Untuk membantu pertumbuhan ikan nila sangat membutuhkan intensifikasi,
melalui pemberian makanan tambahan yang memadai. Nila termasuk ikan yang
mudah berkembangbiak hampir di semua perairan dibandingkan jenis ikan
lainnya. Musim pemijahan terjadi sepanjang tahun dan mencapai kematangan
kelamin pada umur sekitar 4-5 bulan dengan kisaran berat 120-180 g/ekor. Sesuai
dengan sifat-sifat biologisnya, maka dalam proses pemijahannya tidak diperlukan
manipulasi lingkungan secara khusus (Djajadireja dkk, 1990). Selesai pemijahan,
telur-telur yang telah dibuahi segera diambil oleh induk betina dan dikulum di
mulut. Induk betina mengerami telur dalam mulut guna menjaga suhu tetap
normal atau juga melindungi dari predator sehingga telur dapat menetas dengan
baik. Pada umur 6-7 hari burayak mulai dilepas oleh induknya. Post larva yang
sudah cukup kuat berenang dan dapat mencari makan sendiri (Santoso, 1996).
2.2 Kualitas Air
Kualitas air didefinisikan sebagai salah satu faktor parameter kelayakan
suatu media perairan untuk menunjang kehidupan dan kelangsungan pertumbuhan
organisme akuatik yang nilai kualitas airnya dibatasi dalam kisaran tertentu sesuai
kebutuhan organisme tersebut.
1. Parameter Fisika
a. Suhu
Parameter fisika merupakan salah satu parameter yang sangat penting,
karena dari parameter fisika akan berdampak terhadap parameter lainnya, seperti
parameter fisika, kimia dan parameter biologi. Salah satu parameter fisika adalah
suhu atau temperatur air sangat berpengaruh terhadap metabolisme dan
10
pertumbuhan organisme serta memengaruhi jumlah pakan yang dikonsumsi
organisme perairan khususnya ikan. Suhu optimal untuk hidup ikan patin pada
kisaran 28-29 oC (Boyd, 2000).
2. Parameter Kimia
a. pH
Parameter kualitas air ditinjau dari nilai pH merupakan indikator tingkat
keasaman perairan akibat konsentrasi ion H+ atau ion OH- yang berlebih atau
dalam kondisi netral. Beberapa faktor yang memengaruhi pH di perairan di
antaranya aktivitas fotosintesis dan suhu. Setiap jenis ikan memiliki toleransi
terhadap pH yang berbeda-beda, perbedaan yang jelas terdapat pada ikan-ikan
yang memiliki alat bantu pernapasan seperti labirin. Nilai pH yang ditoleransi
ikan patin berkisar antara 7,2-7,5(Boyd, 2000).
b. Oksigen Terlarut
Oksigen terlarut diperairan memiliki peranan sangat penting, misalnya
dibutuhkan oleh bakteri untuk proses dekomposi bahan organik dan diperlukan
untuk respirasi, proses pembakaran makanan, aktivitas berenang, pertumbuhan,
reproduksi ikan. Sumber oksigen perairan dapat berasal dari difusi oksigen yang
terdapat di atmosfer kurang lebih sekitar 35% dan aktivitas fotosintesis oleh
tumbuhan air dan fitoplankton. Keberadaan oksigen terlarut di perairan
dipengaruhi oleh parameter kualitas lainya, misalnya kondisi suhu dan nilai pH.
Kadar oksigen terlarut di perairan atau di kolam yang optimal bagi pertumbuhan
ikan patin yaitu >5 ppm (Kusdiarti, 2006).
11
c. CO2
Karbon dioksida yang terlarut di perairan merupakan salah satu racun bagi
organisme di perairan. Keberadaan karbondioksida yang berlebih dapat
menghambat pertumbuhan ikan dan apa bila keberadaan karbon dioksida di
perairan tidak mampu ditolerir lagi oleh ikan dapat menyebabkan kematian pada
ikan. Sumber karbondioksida bisa akibat difusi dari atmosfer bisa juga hasil dari
dekomposi bahan organik oleh bakteri anaerob. Keadaan konsentrasi CO2 yang
masih dapat ditolerir oleh ikan patin antara 15-30 ppm (Boyd, 2000).
d. Alkalinitas
Alkalinitas adalah kapasitas air untuk menetralkan tambahan asam tanpa
penurunan nilai pH larutan. Alkalinitas mampu menetralisir keasaman di dalam
air, secara khusus alkalinitas sering disebut sebagai besaran yang menunjukkan
kapasitas pembufferan dari ion bikarbonat, dan tahap tertentu ion karbonat dan
hidroksida dalam air. Dalam budidaya ikan, alkalinitas menyediakan kapasitas
penyangga (buffer) yang dibutuhkan untuk melindungi ikan yang dibudidayakan
secara intensif untuk melawan goyangan lebar pH air yang akan terjadi
dikarenakan CO2 hasil respirasi dari ikan dan tanaman akuatik. Untuk budidaya
ikan patin, alkalinitas 100-150 mg/L direkomendasikan untuk menyediakan
kapasitas menyangga yang diperlukan untuk mencegah fluktuasi pH, mendukung
produksi algae, mencegah pelepasan logam berat, dan untuk memungkinkan
penggunaan senyawa tembaga untuk treatment penyakit (Darusalam, 2005).
e. Amonia
Amonia merupakan bentuk utama ekskresi nitrogen dari organisme akuatik.
Sumber utama amonia (NH3) adalah bahan organik dalam bentuk sisa pakan,
12
kotoran ikan maupun dalam bentuk plankton dari bahan organik tersuspensi.
Pembusukan bahan organik, terutama yang banyak mengandung protein,
menghasilkan ammonium (NH4+) dan NH3. Bila proses lanjut dari pembusukan
(nitrifikasi) tidak berjalan lancar maka dapat terjadi penumpukan NH3 sampai
pada konsentrasi yang membahayakan atau tidak dapat ditolerir bagi ikan dapat
mengakibatkan kematian ikan. Kandungan amonia yang dapat ditolerir bagi ikan
nila yaitu pada kisaran 0,1-0,3 ppm (Darusalam, 2005).
2.3 Manajemen Kualitas Air (Akuaponik)
Penerapan teknologi akuaponik sangat beragam bentuk dan ukuran
medianya, salah satu yang penting yaitu bentuk atau struktur setiap bagian dari
sitem teknologi akuaponik. Bentuk dari teknologi akuoponik akan menentukan
tingkat kemudahan dalam manajemen kualitas air dan kuantitas air. Bagian
terpenting dari manajemen kualitas air dalam teknologi akaponik adalah
bagaimana cara membuat masa air sehomogen mungkin, yang nantinya
pengadukannya akan dibantu oleh teknologi pompa, jadi dengan adanya
konstruksi sebagaimanapun bentuknya asalkan tidak porus maka kualitas air bisa
distabilkan (Fadhil, 2011).
Manajemen kualitas air dalam teknologi akuaponik sangat berhubungan erat
dengan kontruksi media dalam penerapan teknologi akuaponik, seperti misalnya
peletakan tumbuhan air, tingkat porus media akuarium atau kolam serta posisi alat
pemompa air dan yang tak kalah penting adalah posisi zona dead zone. Zona dead
zone adalah terjadinya titik daerah mati di dalam perairan, dimana terjadi
penumpukan bahan organik atau sampah yang terkumpul pada area-area tertentu
di akuarium atau kolam. Daerah ini kadar amonia dan gas-gas beracun cenderung
13
tinggi sehingga tidak disukai oleh ikan. Apabila ada pakan ikan yang jatuh pada
titik-titik ini maka ikan tidak akan mau makan, atau daerah ini tempat menjadi
sarangnya beberapa bakteri patogen yang menyebabkan sakit pada ikan ( US
EPA, 1976).
Penggunaan tanaman dan media tempat tumbuhnya tanaman tersebut harus
tepat guna sesuai dengan tujuan teknologi akuaponik, misalnya struktur akar yang
baik untuk proses jerapan nitrogen oleh tanaman hasil dari limbah kotoran ikan,
serta ukuran dan tingkat pertumbuhandaun terhadap ukuran teknologi akuaponik
jangan melebihi karena pada malam hari akan merugikan, terjadinya kompetisi
oksigen antara ikan dengan tanaman (Taufik, 2010).
Sistem resirkulasi merupakan budidaya intensif yang merupakan alternatif
menarik untuk menggantikan sistem ekstensif, dan cocok diterapkan di daerah
yang memiliki lahan dan air terbatas (Suresh dan Lin, 1992). Komponen dasar
sistem resirkulasi akuakultur terdiri dari :
1. Bak pemeliharaan ikan / tangki kultur (growing tank) yaitu tempat
pemeliharaan ikan, dapat dibuat dari plastik, logam, kayu, kaca, karet atau
bahan lain yang dapat menahan air, tidak bersifat korosif, dan tidak beracun
bagi ikan.
2. Penyaring partikulat (sump particulate) yang bertujuan untuk menyaring
materi padat terlarut agar tidak menyumbat biofilter atau mengkonsumsi
suplai oksigen.
3. Biofilter merupakan komponen utama dari sistem resirkulasi. Biofilter
merupakan tempat berlangsungnya proses biofiltrasi beberapa senyawa toksik
14
seperti NH4 + dan NO2-. Pada dasarnya, biofilter adalah tempat bakteri
nitrifikasi tumbuh dan berkembang.
4. Penyuplai oksigen (aerator) yang berfungsi untuk mempertahankan kadar
oksigen terlarut dalam air agar tetap tinggi.
5. Pompa resirkulasi (water recirculation pump) yang berfungsi untuk
mengarahkan aliran air.
Penggunaan sistem resirkulasi pada akuakultur, dapat memberikan
keuntungan yaitu memelihara lingkungan kultur yang baik pada saat pemberian
pakan untuk pertumbuhan ikan secara optimal. Kelebihan sistem resirkulasi dalam
mengendalikan, memelihara dan mempertahankan kualitas air menandakan bahwa
sistem resirkulasi memiliki hubungan yang erat dengan proses perbaikan kualitas
air dalam pengolahan air limbah, terutama dari aspek biologisnya (Akbar,
2003).Teknologi akuaponik merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan
dalam rangka pemecahan keterbatasan air. Disamping itu teknologi akuaponik
juga mempunyai keuntungan lainnya berupa pemasukan tambahan dari hasil
tanaman yang akan memperbesar keuntungan para peternak ikan.
2.4 Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran panjang atau berat dalam kurung
waktu tertentu, melalui proses biologis yang komplek dimana banyak faktor
mempengaruhinya. Pertumbuhan ikan nila dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu
faktor internal yang meliputi genetik dan kondisi fisiologis ikan serta faktor
eksternal yang berhubungan dengan lingkungan. Faktor eksternal tersebut yaitu
komposisi kualitas kimia dan fisika air, bahan buangan metabolik, ketersediaan
pakan, dan penyakit (Singarimbun dan Effendi, 1987).
15
Ikan nila termasuk jenis ikan yang pertumbuhannya sangat cepat. Salah satu
faktor yang mempengaruhinya yaitu pakan yang dikonsumsi seperti pakan yang
mengandung protein yang tinggi, protein merupakan nutrien yang paling penting
bagi pertumbuhan ikan nila karena protein yang kisarannya 65-75% dan berfungsi
sebagai bahan pembentuk jaringan tubuh dalam proses pertumbuhan ikan nila.
Pakan sangat mempengaruhi pertumbuhan ikan nila (Soeseno, 1993).
2.5 Kelangsungan Hidup
Tingkat kelangsungan hidup atau sering disebut dengan istilah Survival Rate
(SR) adalah jumlah ikan yang hidup hingga akhir pemeliharaan. Untuk
mengetahuinya digunakan rumus sederhana, yaitu jumlah ikan yang ditebar
dikurangi dengan jumlah ikan yang hidup kali seratus persen. Kelangsungan
hidup ikan nila khusunya pada budidaya yang diterapkan teknologi akuaponik
dengan perlakuan tipe permukaan medianya menyatakan bahwa pada dataran
tinggi kelangsungan hidup dapat mencapai 70,11%, pada dataran sedang sebesar
74,80 % dan pada dataran rendah tingkat kelangsungan hidup mencapai kurang
lebih 71,21% (Soeseno, 1993).
Kelangsungan hidup ikan nila dalam teknologi akaponik sangat ditentukan
oleh kualitas air, dinyatakan bahwa rendahnya tingkat pertumbuhan mutlak ikan
nila pada nilai padat tebar yang relatif tinggi akan mengakibatnya rendahnya
standar mutu kualitas air. Selain itu ketepatan pemberian pakan juga dapat
mempengaruhi kelangsungan hidup karena metode pemberian pakan akan
berdampak pada tingkat pertumbuhan ikan nila dan konsentrasi limbah pakan
yang dapat mengakibatkan kematian saat bersifat racun saat berada dalam
perairan. Tingkat kelangsungan hidup yang lebih tinggi menggambarkan kondisi
16
pemeliharaan dan kondisi fisiologi ikan nila yang baik, serta kualitas air yang
mendukung pertumbuhan ikan nila (Singarimbun dan Effendi, 1987).
2.6 Biologi Kangkung
Dalam sistematika tumbuhan (taksonomi), Kangkung diklasifasikan
sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Convolvulales
Famili : Convolvulacae
Genus : Ipomoea
Spesies : Ipomoea aquatic
Gambar 2 : Tanaman Kangkung (Ipomoea aquatica)
Kangkung merupakan tanaman menetap yang dapat tumbuh lebih dari satu
tahun. Tanaman kangkung memiliki sistem perakaran tunggang dan cabang-
cabangnya akar menyebar kesemua arah, dapat menembus tanah sampai
kedalaman 60 hingga 100 cm, dan melebar secara mendatar pada radius 150 cm
atau lebih, terutama pada jenis kangkung air. Batang kangkung bulat dan
17
berlubang, berbuku-buku, banyak mengandung air (herbacious) dari buku-
bukunya mudah sekali keluar akar. Memiliki percabangan yang banyak dan
setelah tumbuh lama batangnya akan merayap (menjalar).Kangkung memiliki
tangkai daun melekat pada buku-buku batang dan di ketiak daunnya terdapat mata
tunas yang dapat tumbuh menjadi percabangan baru. Bentuk daun umumnya
runcing ataupun tumpul, permukaan daun sebelah atas berwarna hijau tua, dan
permukaan daun bagian bawah berwarna hijau muda. Selama fase pertumbuhanya
tanaman kangkung dapat berbunga, berbuah, dan berbiji terutama jenis kangkung
darat. Bentuk bunga kangkung umumnya berbentuk “terompet” dan daun mahkota
bunga berwarna putih atau merah lembayung .
Buah kangkung berbentuk bulat telur yang didalamnya berisi tiga butir
biji. Bentuk buah kangkung seperti melekat dengan bijinya. Warna buah hitam
jika sudah tua dan hijau ketika muda. Buah kangkung berukuran kecil sekitar 10
mm, dan umur buah kangkung tidak lama. Bentuk biji kangkung bersegi-segi atau
tegak bulat. Berwarna cokelat atau kehitam-hitaman, dan termasuk biji berkeping
dua. Pada jenis kangkung darat biji kangkung berfungsi sebagai alat perbanyakan
tanaman secara generative.
18
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Februari
2016 di desa Drien Rampak, Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah wadah tanaman,
pompa, pipa, dop, batu kerikil, arang, batako, pH meter,aerator.
3.2.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan nila, pelet,
air, kangkung,dan filter air.
3.3 Rancangan Penelitian.
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL).Rancangan acak lengkap yang digunakan terdiri dari tiga Perlakuan
dengan tiga ulangan setiap perlakuan. Perlakuan tersebut adalah pemeliharaan
ikan nila (Oreochromis niloticus) berukuran 10-15 gram dengan perlakuan :
P1 = Kolam tanpa akuaponik
P2 = Kolam dengan filter fisik sebagai sistem reirkulasi.
P3 = Kolam dengan tumbuhan kangkung sebagai sistem akuaponik.
19
Gambar 3. Bentuk Penetapan Aquaponic
Rancangan sistem akuaponik.
Materi yang digunakan dalam rancangan sistem akuaponik antara lain :
- Bibit tanaman/sayuran
- Bibit ikan
- Media tanam (kerikil, pasir, arang batako.)
Alat – alat yang digunakan dalam rancangan sistem akuaponik antara lain :
- Wadah pemeliharaan ikan
- Rak pemeliharaan tanaman
- Pipa pvc
- Sambungan pipa
- Pompa
- Siphon
20
3.4. Prosedur penelitian
A. Persiapan wadah
Pemeliharaan ikan dengan teknologi akuaponik ini dimulai dengan
persiapan kolamdan pemasangan wadah filtrasi sekaligus sebagai tempat tanaman
kangkung tumbuh. Wadah yang digunakan adalah kolam terpal, yang berukuran
1x1x50 m/cm. Setelah kolam dan kotak filtrasi siap, sarana dan prasarana seperti
batu kerikil pompa air dan pipa-pipa untuk resirkulasi air, tanaman kangkung
disusun sesuai dengan bentuk wadah. Kemudian dilakukan stabilisasi system
resirkulasi selama tiga hari sebelum benih ditebar untuk memastikan semua fungsi
berjalan dengan baik.
B. Penebaran benih
Ikan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih ikan nila air
tawar (Oreochromis niloticus) dengan jumlah 50 ekor/wadah berukuran awal 10-
15 gram. Benih ikan nila air tawar diperoleh dari balai benih ikan (BBI) di daerah
Abdya. Aklimatitasi dari adaptasi terhadap lingkungan pemeliharaan dan pakan
dilakukan selama tiga hari, kemudian dimasukan ke dalam wadah pemeliharaan
sesuai dengan perlakuan.
C. Pemeliharaan ikan
Penelitian dilakukan selama 60 hari masa pemeliharaan. Selama penelitian
dilakukan pengelolaan kualitas air, dan pakan serta pengambilan sampel berupa
sampel ikan dan sampel air pemeliharaan.
D. Pengelolaan kualitas air
- kolam tanpa sistem akuaponik,penyimponan, pergantian air 100% /hari, 50
% pagi, 50% sore.
21
- kolam sistem akuaponik, penyimponan pergantian air 20% / hari, 10%
pagi, 10% sore.
Tabel 1. Parameter kualitas air, satuan, dan alat ukur
No Parameter
Satua
n Alat ukur
1 Suhu oC Termometer
2 Ph - pH-meter/lakmus
E. Pengambilan sampel
Teknik pengambilan sampel meliputi :
Sampel yang di ambil dalam penelitian ini berupa sampel air dan sampel
ikan,pengambilan sampel dilakukan setiap sepuluh hari selama periode penelitian.
Beberapa parameter kualitas air yang diukur dari sampel yang diambil antara lain,
suhu, pH, DO. Sampel ikan diambil untuk dilakukan pengukuran panjangdan
bobot per individu ikan guna mendapatkan hasil parameter biologi. Pengambilan
sampel ikan juga dilakukan setiap sepuluh hari, dan sampel diambil sebanyak 20
ekor pada setiap ulangan dalam perlakuan.
3.5. Parameter uji
Parameter yang diuji selama penelitian meliputi parameter biologi yang
terdiri dari derajat kelangsungan hidup, (SR), Laju pertumbuhan mutlak (GR),
Laju pertumbuhan biomassa (LPB), dan Parameter kualitas air meliputi suhu, pH.
1. Derajat kelangsungan hidup (SR)
22
Derajat kelangsungan hidup (SR) adalah perbandingan jumlah ikan yang
hidup sampai akhir pemeliharaan dengan jumlah ikan pada awal pemeliharaan,
yang dihitung menggunakan rumus dari Goddard (1996)yaitu:
SR = ( NtNo)x 100 %
Keterangan:
SR = Derajat kelangsungan hidup (%)
Nt = Jumlah ikan hidup pada akhir pemeliharaan (ekor)
No = Jumlah ikan pada awal pemeliharaan (ekor)
2. Laju Pertumbuhan Mutlak
Laju Pertumbuhan Mutlak Laju pertumbuhan mutlak adalah perubahan
bobot rata-rata individu dari awal sampai akhir pemeliharaan. Pertumbuhan bobot
mutlak dihitung dengan menggunakan rumus dari Goddard (1996):
Gr = Wt−Wo
t
Keterangan:
GR = Laju pertumbuhan bobot mutlak (gram/ekor/hari)
Wt = Bobot rata-rata pada akhir pemeliharaan (gram)
Wo = Bobot rata-rata pada awal pemeliharaan (gram)
T = Periode pemeliharaan (hari)
3. Laju Pertumbuhan Biomasa
Laju pertumbuhan biomassa (LPB) adalah perubahan biomassa rata-rata
dari awal sampai akhir pemeliharaan. Laju pertumbuhan biomassa dapat dihitung
menggunakan rumus dari Goddard (1996):
LPB = Bt−Bo
t
23
Keterangan:
LPB =Laju pertumbuhan biomassa (g/hari)
Wt =Biomassa rata-rata pada akhir pemeliharaan (g)
Wo =Biomassa rata-rata pada awal pemeliharaan (g)
T =Waktu pemeliharaan (hari)
4. Rasio Konversi pakan
Rasio Konversi Pakan dihitung menggunakan rumus (Tacon, 1987)
konversi pakan merupakan perbandingan antara jumlah bobot pakan dalam
keadaan kering yang diberikan selama kegiatan budidaya yang dilakukan dengan
bobot total ikan pada akhir pemeliharaan dikurangi dengan jumlah bobot ikan
mati dan bobot awal ikan selama pemeliharaan. Dengan persamaan sebagai
berikut:
FCR = F
(Wt+D )−Wo x 100
Keterangan :FCR =Food Convertion Ratio.Wo =Berat hewan uji pada awal penelitian .Wt =Berat hewan uji pada akhir penelitian .D. =Jumlah ikan yang matiF =Jumlah pakan yang dikonsumsi.
3.6. Analisis Data
24
Data hasil pengamatan dihitung untuk mendapatkan parameter biologi yaitu
Kelangsungan (SR), Laju pertumbuhan mutlak, Laju pertumbuhan biomassa, Laju
pertumbuhan spesifik (SGR), dan serta parameter kualitas air. Data hasil
perhitungan ditabulasi dan dianalisis menggunakan program Microsoft Excel
2007 dan SPSS 08.0. Data parameter biologi dianalisis dengan analisis ragam
(Anova) pada selang kepercayaan 95%. Analisis ini digunakan untuk menentukan
apakah perlakuan berpengaruh nyata terhadap parameter biologi. Apabila
berpengaruh nyata dilakukan uji lanjut Tukey pada selang kepercayaan 95% untuk
menentukan perbedaan antar perlakuan. Parameter kualitas air dianalisis secara
deskriptif dengan penyajian gambar atau tabel.
3.3.3. Tabel 2. Rencana kegiatan penelitian.
Tahun 2015 2016
Bulan Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jun Jul Agt Sep Okt Nov
Kegiatan 1. Persiapan Penelitian
1.1. Studi literatur 1.2. Pembuatan proposal 1.3. Administrasi
perizinan 2. Pelaksanaan Penelitian 3. Pelaporan Penelitian
3.1. Pengelolaan dan analisis data
3.2. Penulisan laporan Penelitian
3.3. Seminar dan persiapan
4. Penelitian Lapangan5. Pengolahan Data dan
Penulisan Hasil penelitian6. Konsultasi Hasil
Penenlitian7. Seminar Hasil 8. Sidang Akhir
25
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan ikan nila berpengaruh
terhadap kelangsungan hidup,laju pertumbuhan mutlak,GR, laju pertumbuhan
biomassa ikan dan Rasio konversi pakan yang diberikan perlakuan tanaman
kangkung dalam sistem aquaponic. Untuk lebih lanjut bisa dilihat gambar di
bawah ini:
4.1.1.Derajat Kelangsungan Hidup
Derajat kelangungang hidup ikan nila setiap perlakuan menunjukkan adanya
perbedaan nyata (P>0,05). Berdasarkan gambar 4, derajat kelangsungan hidup
ikan nila yang di pelihara dengan perlakuan P1, P2 dan P3 berturut-turut sebesar
P1 Control (88,3%), P2 filter fisik (88,3%), dan P3 Akuaponik (88,3%).
P1 P2 P30.0
20.0
40.0
60.0
80.0
100.0
Gambar 4.1 Grafik Derajat Kelangsungan Hidup
(gra
m/h
ari)
Gambar 4: Derajat Kelangsungan Hidup (SR) Ikan Nila yang di Pelihara 60 Hari
26
4.1.2. Laju Pertumbuhan Mutlak
Laju pertumbuhan mutlak tertinggi (1,043 gram/ekor/hari) terdapat pada
perlakuan P1dan nilai terendah (1,027 gram/ekor/hari)terdapat pada perlakuan P3.
Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan memberikan
pengaruh yang nyata terhadap laju pertunbuhan mutlak ikan nila (p>0,05).
Pertumbuhan ikan nila dapat dilihat dari grafik beriku dibawah ini :
P1 P2 P31.00
1.02
1.04
1.06
Gambar 4.2 Grafik Laju Pertumbuhan Mutlak
(gra
m/h
ari)
Gambar 5 : Laju Pertumbuhan Mutlak Ikan Nila yang di Pelihara 60 Hari
4.1.3 Laju Pertumbuhan Biomassa
Laju pertumbuhan biomassa tertinggi (16,87 gram/ hari) terdapat pada
perlakuan P3 dan nilai terendah (16,39 gram/ hari)terdapat pada perlakuan P2.
Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tiap perlakuan memberikan
pengaruh yang nyata terhadap laju pertunbuhan biomasa ikan nila (p<0,05). Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik berikut dibawah ini :
27
P1 P2 P316.116.216.316.416.516.616.716.816.917.0
Gambar 4.2 Grafik Laju Pertumbuhan Biomassa
(gra
m/h
ari)
Gambar 4.3 : Laju Pertumbuhan Biomasa
4.1.4.Rasio Konversi Pakan
Rasio Konversi Pakan tertinggi (3,28 gram/ hari) terdapat pada perlakuan P2
dan nilai terendah (3,21 gram/ hari) terdapat pada perlakuan P3. Berdasarkan hasil
analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang nyata
terhadap laju pertunbuhan biomasa ikan nila (P0>0,05). Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada grafik berikut dibawah ini:
P1 P2 P33.163.183.203.223.243.263.283.30
Gambar 4.4 Rasio Konversi Pakan
(gra
m/h
ari)
Gambar 4.4 : Rasio Konversi Pakan
28
4.2. Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tiap-tiap perlakuan memberikan
pengaruh yang nyata yang berbeda terhadap semua parameter produksi (Tabel 1).
Derajat kelangsungan hidup ikan nila merupakan salah satu parameter yang
menunjukkan keberhasilan dalam dalam sebuah udaha budidaya. berdasarkan
tabel 1, perlakuan berbeda memberikan pengaruh nyata terhadap derajat
kelangsungan hidup ikan nila. Selama 60 hari masa pemeliharaan, kematian yang
terjadi pada setiap perlakuan relatif kecil.
Kelangsungan derajat hidup benih ikan nila cenderung meningkat
mencapai puncaknya pada tiap-tiap antar perlakuan. Kelangsungan hidup adalah
peluang hidup suatu individu dalam waktu tertentu, sedangkan mortalitas adalah
kematian yang terjadi pada suatu populasi organisme yang menyebabkan
berkurangnya jumlah individu di populasi tersebut (Effendi, 1979). Tingkat
kelangsungan hidup akan menentukan produksi yang diperoleh dan erat kaitannya
dengan ukuran ikan yang dipelihara.
Tabel 1. Parameter Produksi Ikan Nila yang di pelihara selama 60 hariParameter Peralakuan
P1 P2 P3Derajat Kelangsungan hidup (%) 88,3%a 88,3%a 88,3%a
Laju Pertumbuhan Mutlak (gram/ekor/hari) 1,043a 1,033a 1,027a
Laju Pertumbuhan Biomassa (gram/hari) 16,43a 16,39a 16,87a
Rasio Konversi Pakan 3,25a 3,28a 3,21a
Keterangan: Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama memberikan pengaruh nyata, kecuali pada Derajat Kelangsungan hidup yang tidak ada pengaruh nyata.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan yang berbeda
memberikan pengaruh yang nyata terhadap semua parameter produksi (Tabel 1).
29
Laju pertumbuhan mutlak ikan nila merupakan salah satu parameter yang
menunjukkan keberhasilan dalam sebuah usaha budidaya. berdasarkan tabel 1,
perlakuan berbeda memberikan pengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan mutlak
ikan nila Selama 60 hari masa pemeliharaan, kematian yang terjadi pada setiap
perlakuan relatif kecil. Laju Pertumbuhan Mutlak benih ikan nila cenderung
meningkat mencapai puncaknya pada perlakuan P1. Laju Pertumbuhan Mutlak
benih ikan nila ikan nila menurun pada perlakuan P3.
Hasil penelitian di atas di dukung oleh penelitian Putra, etal (2011) dengan
judul pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan nila (Oreochromis niloticus)
dalam sistem resirkulasi dengan hasil penelitian Pemeliharaan ikan nila
(Oreochromis niloticus) pada sistem resirkulasi dengan filter SL (selada) adalah
perlakuan terbaik, meningkatkan laju pertumbuhan harian dari 2,59 %/hari
menjadi 3,16%/hari dan kelangsungan hidup dari 70,67% menjadi 88%.
Menghasilkan biomassa ikan nila sebesar 1177,03 g. Nilai FCR pada
pemeliharaan ikan nila sebesar 1,7 dan rata pertumbuhan berat harian 4,4 g/hari.
Hasil penelitian panjang mutlak ikan nila, nilai laju pertumbuhan biomassa
tertinggi terdapat pada perlakuan P3 (1,043gram/ hari) dan nilai terendah terdapat
pada perlakuan P1 (1,027 gram/ hari). Pertumbuhan juga dilihat dari tingkah laku
dan nafsu makan ikan tersebut, dimana setiap pakan memiliki nilai kandungan
gizi tertentu, maka respon ikan terhadap pakan yang diberikan sangat menentukan
jumlah pertumbuhan meningkat terhadap ikan yang dibudidayakan.
Hal ini sejalan dengan Akinwole dan Faturoti (2007) yang menyatakan
bahwa pendederan ikan lele yang ditebar dengan kepadatan tinggi antara
6.000-9.000 ekor per m3 dengan masa pemeliharaan 30 hari, menghasilkan
30
pertumbuhan yang cukup baik dengan tingkat kelangsungan hidup sebesar 75-
93%. Widyastuti et al. (2008) juga menyebutkan bahwa bahwa lele yang
dipelihara selama 70 hari dalam wadah fiber dengan kepadatan 100 ekor per 500
liter dengan bobot awal sekitar 5,35–5,85 gram memberikan laju pertumbuhan
harian sebesar 7,20 gram per hari.
Menurut Effendi (1979), laju pertumbuhan dapat dipengaruhi oleh
makanan,suhu,umur ikan serta kandungan zat-zat hara dalam perairan.
Selanjutnya pertumbuhan individu dapat terjadi apabila ada kelebihan energi
dan protein yang berasal dari makanan, yang telah digunakan oleh tubuh untuk
metabolisme dasar, pergerakan, perawatan bagian tubuh dan mengganti sel-sel
yang rusak.
Ikan nila termasuk ikan yang mudah beradaptasi dengan lingkungan.
Weartherley (1972) menyatakan bahwa kematian ikan dapat terjadi disebabkan
oleh predator, parasit, penyakit, populasi, keadaan lingkungan yang tidak
cocok serta fisik yang disebabkan oleh penanganan manusia. Menurut Effendi
(1979), faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya kelangsungan hidup
adalah faktor abiotik dan biotik, antara lain: kompetitor, kepadatan populasi,
umur dan kemampuan organisme beradaptasi dengan lingkungan.
Hepher dan Pruginin (1981) menyebutkan bahwa pada lingkungan yang
baik dan pakan yang mencukupi, peningkatan kepadatan akan disertai oleh
peningkatan produksi. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya dukung
lingkungan antara lain adalah kualitas air, pakan dan ukuran ikan.
Wanatabe dalam Adelina (2000) mengemukakan bahwa pertumbuhan
sebagian besar dipengaruhi oleh kualitas air dan keseimbangan nutrien-
31
nutriennya, namun disamping itu menjelaskan bahwa padat penebaran yang
terlalu rendah akan mengakibatkan pakan dan ruang gerak ikan menjadi tidak
efisien, begitu pula sebaliknya apabila padat tebar telalu tinggi akan
mengakibatkan kompetisi dalam ruang gerak dan ketersediaan pakan, sehingga
kelangsungan hidup akan menurun dan pertumbuhan akan terhambat.
Berdasarkan hasil penelitian dan pengecekan kualitas air, pada kolam
terpal ikan nila (Oreochromis niloticus)sebagai berikut :
Tabel 3. Manajemen Kualitas Air Kolam Selama Penelitian.
Parameter Waktu Kisaran OptimalPagi Sore
pH 7 7,5 7,0-8,0 (Boyd, 2000)Suhu 250C 270C 250C -300C (Boyd, 2000)
Air merupakan media untuk kegiatan budidaya ikan, termasuk pada
kegiatan pembenihan dan pembesaran. Kualitas air dipengaruhi oleh berbagai
bahan yang terlarut dalam air, seperti pH dan suhu. Perubahan karakteristik air
yang dapat dikatakan telah terjadi peningkatan kualitas air. Demikian juga
sebaliknya, bila perubahan itu menurunkan produksi, dapat dikatakan terjadi
penurunan kualitas air.
Weartherley (1972) menyatakan bahwa kematian ikan dapat terjadi
disebabkan oleh predator, parasit, penyakit, populasi, keadaan lingkungan yang
tidak cocok serta fisik yang disebabkan oleh penanganan manusia.
Kualitas air yang optimal bagi pertumbuhan ikan nila yaitu suhu optimal
25 oC – 30 oC. Keadaan suhu yang rendah yaitu suhu kurang dari 140C ataupun
suhu yang terlalu tinggi di atas 30 0C akan menghambat pertumbuhan ikan nila
(Oreochromis niloticus). Ikan nila (Oreochromis niloticus) memiliki toleransi
32
tinggi terhadap perubahan lingkungan hidup. Keadaan pH air antara 5 – 11 dapat
ditoleransi oleh ikan nila (Oreochromis niloticus), tetapi pH yang optimal untuk
pertumbuhan dan perkembangbiakkan ikan ini adalah 7- 8. (Effendi, 2003).
Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan yang biasa hidup di air
tawar, sehingga untuk membudidayakan diperairan payau atau tambak perlu
dilakukan aklimatisasi terlebih dahulu secara bertahap sekitar 1 – 2 minggu
dengan perubahan salinitas tiap harinya sekitar 2-3 ppt agar ikan nila
(Oreochromis niloticus) dapat beradaptasi dan tidak stress. Ikan nila
(Oreochromis niloticus) dikenal sebagai ikan yang tahan terhadap perubahan
lingkungan tempat hidupnya. Ikan nila (Oreochromis niloticus) hidup di
lingkungan air tawar, air payau, dan air asin. Kadar garam air yang disukai antara
0-35 ppt. Ikan nila (Oreochromis niloticus) air tawar dapat dipindahkan ke air
asin dengan proses adaptasi bertahap. Kadar garam air dinaikkan sedikit demi
sedikit (Effendi, 2003).
Pemindahan ikan nila (Oreochromis niloticus) secara mendadak ke dalam
air yang kadar garamnya sangat berbeda dapat mengakibatkan stress dan kematian
ikan. Ikan nila (Oreochromis niloticus) adalah ikan air tawar yang dapat
dipelihara di air asin namun pertumbuhan optimal ikan dapat terjadi pada kisaran
salinitas tetap untuk menekan mortalitas ikan, maka dilakukan adaptasi secara
bertahap hingga dapat beradapstasi dengan air pada lingkungan barunya.
Weartherley (1972) menyatakan bahwa kematian ikan dapat terjadi
disebabkan oleh predator, parasit, penyakit, populasi, keadaan lingkungan yang
tidak cocok serta fisik yang disebabkan oleh penanganan manusia. Menurut
Effendi (1979), faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya kelangsungan
33
hidup adalah faktor abiotik dan biotik, antara lain: kompetitor, kepadatan
populasi, umur dan kemampuan organisme beradaptasi dengan lingkungan.
34
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. KESIMPULAN
Dari penelitian terhadap sirkulasi akuaponik dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. System akuaponik yang meningkat terdapat pada tiap-tiap perlakuan
dengan perlakuan pemberian tanaman kangkung kedalam ikan yang
dipelihara, Perlakuan meningkat rata-rata 88,3 % dari perlakuan yang
lainnya.
2. Rata-rata pertambahan bobot ikan nila tertinggi diperoleh pada sistem
akuaponik (P3 Control ) sebesar 1,043 gram/ekor/hari, ( perlakuan P2
Filter fisik )sebesar 1,033 dan yang terendah terdapat pada Control
(perlakuan P1) sebesar 1,027 gram/ekor/hari.
3. Nilai laju pertumbuhan biomassa tertinggi terdapat pada perlakuan P3
Akuaponik (16,87 gram/ hari) dan nilai terendah terdapat pada perlakuan
P2 Filter fisik (16,39 gram/ hari).
5.2. SARAN
Dari hasil penelitian adapun saran-saran adalah sebagai berikut :
1. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan,peneliti menyarankan untuk
melakukan penelitian lanjutan dengan jenis tanaman yang berbeda serta
jumlah padat tebar ikan yang berbeda dan system resirkulasi yang berbeda
pula agar system akuaponik dapat menjadi pemecahan masalah dalam
system budidaya ikan yang hemat lahan dan hemat air.
35
2. Diharapkan penelitian kedepan bisa mendapatkan suatu metode dimana
pada setiap perlakuan agar mendapatkan hasil yang signifikan, dan hasil
tertinggi tidak mesti pada perlakuan pemberian tanaman kangkung, akan
tetapi pada semua perlakuan mendapatkan hasil yang maksimal.
36
DAFTAR PUSTAKA
Adelina. 2000. Pengaruh Pakan dengan Kadar Protein yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan dan Eksresi Ammonia Benih Ikan Baung (Mystus nemurus CV). Lembaga Penelitian Universitas Riau. Pekanbaru. 35 hal. (tidak diterbitkan).
Akinwole AO dan EO Faturoti. 2007. Biological Performance of African Catfish (Clarias gariepinus) Culture in Recirculating System in Ibadan. Aquacultural En- ginering 36(1), 18-23.
Asnawi. S. 1986, Pemeliharaan Ikan Dalam Keramba, PT. Gramedia, Jakarta.
Akbar, R.A. 2003. Efisiensi Nitrifikasi dalam Sistem Biofilter. Submerged Bed, Trickling Filter dan Fluidized Bed. (Skripsi). Institut Teknologi Bandung. Bandung
Boyd, C.E. 2000. Budidaya Ikan Di Perairan Umum. Kanisius. Yogyakarta.
Cholik. 1991. Jurnal Penelitian Perikanan. Pusat Penelitian Perikanan. Dirjen Perikanan. Departemen Pertanian. Jakarta.
Djajadireja. Rustami. S. Hatima dan Z. Arifin. 1990. Buku Pedoman Pengenalan Sumber Perikanan Air Tawar (Jenis-jenis Ikan Ekonomi Penting), Direktorat Jendral Perikanan, Jakarta,
Darusalam AY. 2005. Kondisi kualitas air tambak udang windu Penaeus monodon dengan Ecology of Fish Population. Academick Press. London.pemanfaatan larutan nutrien.
Departemen Pertanian. 1999a. Pembenihan Ikan Kakap Putih (Later calcalifer bloch). Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Perikanan Lampung. Lampung.
Effendi, H. 2003. Telaah KualitasAir Bagi Pengelolaan Sumberdayadan Lingkungan Perairan. PenerbitKanisius.Yogyakarta
Effendie, M. I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dwi Sri. Bogor. 112 hal.
Effendie, M.I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara, Bogor.
Fadhil, R., Endan J., Taip F. S., Salih M. 2011. Kualitas Air dalam Sistem Resirkulasi untuk Budidaya Ikan Lele/Keli (Clarias Batrachus). J. Aceh Depelovment International Conference 1:1-10
Huet, M. 1971. Textbook of Fish Culture, Breeding and Cultivation of Fish, 436p. Fishing News (Books) Ltd. London.
37
Hepher B and Y Pruginin. 1981. Commmercial Fish Farming with Special Reference to Fish Culture in Israel, 38-47. John Wiley and Sons, New York.
Kordi, M. G. H. 2010. Budidaya Nila di Kolam Terpal. Penerbit Andi.Yogyakarta.
Kordi, K. M.G.H. 2009. Budidaya Perairan. Citra Ditya Bakti.Bandung.
Khairuman. 2006. Konsumsi Pakan Untuk Ikan Air Tawar. Gramedia. Jakarta.
Kusdiarti, T.Ahmad, Sutrisno dan Y.R Widyastuti, 2006. Budi Daya Ikan Nila Hemat Lahan dan Air dengan System Akuaponik Laporan Hasil Penelitian, Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar, Bogor: 95-102.
Macan,T.T, 1960. A Guide to Freshwater invertebrate animals, Longmans, Green & Co Ltd:London.
Mudjiman. A. 1998. Makanan Ikan. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.
Nelson, R.1998. Aquaponics Journal Voi.N No.5. Nelson/Pade Multimedia PO Box 1848Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur. Fakultas Perikanan dan Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Poernomo. A. 1998. “The Extraction and Activity of Crude Enzymes from
Cowtail Ray (Trygon sophen) Viscera”. IFR Journal. IV (1): 39-45.
Putra, iskandar. 2010. Analisis penyerapan nitrogen dengan biofilter system resirkulasi pada pemeliharaan ikan nila (Oreochromis niloticus). Usulan penelitian. Institute pertanian bogor. Bogor.
Putra,I, Niken, A.P. 2011. Pemeliharaan ikan selais (Ompok sp) dengan Resirkulasi Sistem aquaponik. Jurnal Perikanan dan Kelautan. Unri.
Rakocy, J.E., M.P. Masser, and T.M. Losordo. 2006. Recirculating Aquaculture TankProduction
systems: Aquaponics— Integrating Fish and Plant Culture. SRAC Publication No. 464.
Romiantoyo. 2010. Sistem Resirkulasi Dengan Menggunakan Filter Berbeda Dalam Media Pemeliharaan Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio L). Unri. Pekanbaru. 49 hal
Rully, 2011. Bacteria memiliki peranan penting dalam menghilangkan partikel ammonia melalui proses nitrifikasi Riset Kelautan Dan Perikanan (Brkp) Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar. Bogor.
Setijaningsih L. 2009. Peningkatan Prokduktivitas Kolam Melalui Perbedaan Jarak Tanam Tanaman Akuaponik Pada Pemeliharaan Ikan Mas (Ciprinus
38
Carpio). Laporan Hasil Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Bogor Tahun 2009.
Singarimbun, M. dan Effendi, S. 1987. Metode Penelitian Survai. Edisi Revisi.LP3S. Jakarta.
Soeseno, S. 1993. Pemeliharaan Ikan di Kolam Pekarangan. Kanisius. Yogyakarta.
Susanto, Heru dan Amri, Khairul. 2002. Budidaya Ikan Nila. Penebar Swadaya, Jakarta.
Singarimbun dan Effendi, 1987 bahan buangan metabolik, ketersediaan pakan.
Sumantadinata, K. 1999. Program Penelitian Genetika Ikan. INFIGRAD. Jakarta.
Santoso. B. 1996. Budidaya Ikan Nila, Kanisius, Yogyakarta.
Sugiarto. 1988. Teknik Pembenihan Ikan Mujair dan Nila, Edisi I, C.V. Simplex Jakarta.
Suresh, A. V. and C. K. Lin. 1992. Tilapia culture in saline waters: a review. Aquaculture 106: 201-226.
Taufik. 2010. Uji Mul Tl Lokasi Pada Budidaya Ikan Nila Dengan Sistim Akuaponik. Badan US EPA, 1976).
Tacon, A.G.J. 1987. The Nutrition and Feeding of Farmed and Shrimp. A Training Manual: The Essential Nutrients.Food and Agriculture Organization of the United Nations: Brazilia, Brazil. pp 185.
US EPA. 1976. Quality Criteria for Water. Washington DC: US.
Weartherley. 1972. Growth and Ecology of Fish Population. Academic Press. London, 393 p.
Weatherley, A.H. 1972. Growth and Ecology of Fish Population. Academic Press, New York London.
Widyastuti YR, Nuryadi dan Kusdiarti. 2008. Peningkatan Produktivitas Budidaya Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) melalui Penerapan Sistem Akuaponik. Prosiding Seminar Nasional Perikanan Nasional Sekolah Tinggi Perikanan, Jakarta 8-9 Oktober 2008. S Masengi, C Nainggolan, P Raharjo dan YH Sipahutar (Penyunting), 109–121. Sekolah Tinggi Perikanan.
39
LAMPIRAN GAMBAR
Tanaman Kangkung Saat Penelitian Tata Letak Perlakuan
Timbangan Ikan Pengukuran Panjang Ikan
pH Air Selama Penelitian Alat pengukuran Suhu Air