repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1203/1/bab i_iii.doc · web viewbab i pendahuluan 1.1...
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization
(WHO), sehat adalah memperbaiki kondisi manusia, baik jasmani, rohani ataupun
akal, sosial dan bukan semata-mata memberantas penyakit (Alhafidz, 2007).
WHO telah menetapkan unsur spiritual sebagai salah satu dari empat unsur
kesehatan atau lebih dikenal dengan pendekatan bio, psiko, sosio, dan spiritual.
Pendekatan bio, psiko, sosio, dan spiritual digunakan oleh perawat sebagai bentuk
pelayanan professional yang merupakan bagian integral dari keperawatan,
berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif, ditujukan
kepada individu, keluarga kelompok dan masyarakat, baik sehat maupun sakit
yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia yaitu berupa upaya
peningkatan kesehatan yang optimal (Potter dan Perry,2005).
Upaya peningkatan kesehatan yang optimal mencakup upaya peningkatan
kesehatan (promotif), pencegahan dari penyakit (preventif), penyembuhan
penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan atau rehabilitatif (Depkes RI, 1993)
Upaya peningkatan kesehatan yang optimal tersebut menjadi tanggung
jawab semua petugas kesehatan termasuk perawat. Asuhan keperawatan yang
diberikan secara komprehensif diberikan kepada semua pasien yang berada di
rumah sakit dan salah satunya asuhan keperawatan yang komprehensif diberikan
pada pasien pre operasi. Bentuk pelayanan yang diberikan kepada pasien pre
operasi adalah memandang pasien secara keseluruhan baik fisik dan mental.
Aspek fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum operasi antara lain
1
2
status kesehatan fisik secara umum, status nutrisi, keseimbangan cairan dan
elektrolit, kebersihan lambung dan kolon dan personal hygiene (Hamid, 1998).
Aspek mental untuk pasien pre operasi yaitu membantu pasien mengetahui
tentang tindakan-tindakan yang dialami pasien sebelum operasi, memberikan
informasi pada pasien tentang waktu operasi, hal -hal yang akan dialami oleh
pasien selama proses operasi dan menunjukkan tempat kamar operasi (Erlina,
2008).
Tindakan bedah atau yang sering disebut dengan operasi merupakan
tindakan medis yang dapat mendatangkan stress karena dapat mendatangkan
ancaman potensial maupun aktual terhadap tubuh, integritas dan jiwa seseorang.
Seksio sesarea merupakan salah satu jenis operasi di dunia kesehatan. Operasi ini
bertujuan untuk mengeluarkan janin melalui sayatan yang dibuat pada dinding
perut dan uterus. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah kematian janin maupun
ibu sehubungan dengan adanya bahaya atau komplikasi yang akan terjadi bila
persalinan dilakukan pervaginam (Heru Pradjatmo, 2004).
Kecemasan adalah respon emosional terhadap penilaian yang
menggambarkan keadaan khawatir, gelisah, takut dan tidak tentram disertai
berbagai situasi kehidupan sebagai gangguan sakit (Vida, 2004). Kecemasan
adalah reaksi yang menjadi nyata atau bayangan ancaman, merupakan perasaan
umum dari tidak aman atau rasa takut (Pietra, 2001 & Haryanto et al, 2004)
Kecemasan pada pasien pre operasi biasanya disebabkan oleh berapa
faktor. Menurut Yuliatun, cit. Setyaningsih (2008), faktor -faktor yang
mempengaruhi tingkat kecemasan pada pasien pre operasi adalah potensi stressor,
maturitas, status pendidikan dan ekonomi yang rendah, keadaan fisik, sosial
3
budaya, lingkungan dan situasi, umur, dan jenis operasi. Menurut Sharon (2000).
Pasien pre operasi biasanya mengalami ketakutan, hal-hal yang ditakutkan yang
dapat mempengaruhi tingkat kecemasan pada pasien pre operasi yaitu nyeri dan
ketidak nyamanan (pain and discomfort), kerusakan atau kecacatan (mutilation),
kematian (death), anestesi dan (anesthesia) perubahan pola hidup (disruption of
life pattern).
Dukungan keluarga yaitu informasi verbal atau non verbal, saran, bantuan
yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan
subyek didalam lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal
yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah
laku penerimanya. Dalam hal ini orang yang merasa memperoleh dukungan
sosial, secara emosional merasa lega karena diperhatikan, mendapat saran atau
kesan yang menyenangkan pada dirinya (Zaenuddin. 2002).
Pentingnya dukungan keluarga juga berkaitan dengan tingkat kecemasan
seseorang dimana peran keluarga adalah sesuatu yang diharapkan secara
normative dari seseorang dalam situasi tertentu agar dapat memenuhi harapan-
harapan. Kecemasan dapat terjadi jika ada konflik dalam keluarga (Setiadi, 2008)
Adapun dampak yang akan dihadapi pasien saat akan menjalani pre
operasi persalinan tanpa dukungan keluarga, umumnya pasien akan memiliki
penerimaan diri yang rendah, harga diri yang rendah, merasa putus asa, bosan,
cemas, frustasi, tertekan, dan takut kehilangan seseorang terutama keluarga (Dedi,
2011).
Efek dari dukungan keluarga terhadap kesehatan dan kesejahtraan
berfungsi bersamaan. Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan keluarga yang
4
adekuat terbukti berhubungan dengan menurunya mortalitas, lebih mudah sembuh
dari sakit, fungsi kognitif, fisik, dan kesehatan emosi. Disamping itu, pengaruh
positif dari dukungan sosial keluarga adalah pada penyesuaian terhadap kejadian
dalam kehidupan yang penuh dengan stress (Setiadi, 2008).
Dukungan keluarga adalah persepsi seseorang bahwa dirinya menjadi
bagian dari jaringan sosial yang didalamnya tiap anggotanya saling mendukung
(Friedman, 1998). Adapun beberapa jenis Menurut Friedman (1998), bentuk
dukungan keluarga terdiri dari empat macam dukungan yaitu : Dukungan
penghargaan (Appraisal Support), Dukungan materi (Tangible Assistance),
Dukungan informasi (Information Support), Dukungan emosional (Emosional
Support).
Menurut hasil survey awal peneliti di Rumah Sakit Umum Daerah Nagan
Raya dari 10 pasien pre operasi yang terdata 5 pasien menyatakan kurangnya
dukungan atau semangat dari keluarga, 3 pasien menyatakan hanya sebagian
keluarga yang memberikan dukungan dan semangat, dan 2 pasien lainnya
menyatakan keluarga memberikan dukungan dan semangat yang baik pada pasien.
sehingga pasien masih merasakan kecemasan saat operasi akan dilakukan. Data
jumlah seluruh pasien pre operasi yang terdata di Rumah Sakit Umum Daerah
Nagan Raya dari Januari - Desember tahun 2015 sebanyak 615 pasien. Sedangkan
tahun 2016 dari Januari-Mei dengan rincian : Januari 43 pasien, Februari 42
pasien, Maret 36 pasien, April 45 pasien, dan Mei 46 pasien dengan total 212
pasien.
5
Berdasarkan berbagai fenomena diatas maka perlu dilakukan penelitian
dengan judul “Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kecemasan
Pasien Pre Operasi Persalinan di Rumah Sakit Umum Daerah Nagan Raya”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis ingin melihat hubungan
Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Persalinan di
Rumah Sakit Umum Daerah Nagan Raya.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk memperoleh hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat
Kecemasan Pasien Pre Operasi Persalinan di Rumah Sakit Umum Daerah Nagan
Raya.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui hubungan dukungan Informasional dengan tingkat
kecemasan pasien pre operasi persalinan di Rumah Sakit Umum Daerah
Nagan Raya.
2. Untuk mengetahui hubungan dukungan Penilaian dengan tingkat
kecemasan pasien pre operasi persalinan di Rumah Sakit Umum Daerah
Nagan Raya.
3. Untuk mengetahui hubungan dukungan Emosional dengan tingkat
kecemasan pasien pre operasi persalinan di Rumah Sakit Umum Daerah
Nagan Raya.
6
1.4 Hipotesis Penelitian
1. Ha : Ada hubungan antara dukungan informasional, penilaian, emosional
dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi persalinan di Rumah Sakit
Umum Daerah Nagan Raya.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Teoritis
1. Melatih kemampuan penulis dalam meneliti masalah hubungan dukungan
keluarga dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi persalinan di
Rumah Sakit Umum Daerah Nagan Raya.
2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pembaca terutama bagi mereka yang
berminat dalam hal penelitian masalah dukungan keluarga dengan tingkat
kecemasan pasien pre operasi persalinan di Rumah Sakit Umum Daerah.
1.5.2 Manfaat Praktis
1. Memberikan informasi dan masukan bagi masyarakat tentang hubungan
dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi
persalinan di Rumah Sakit Umum Daerah Nagan Raya.
2. Untuk menambah referensi bagi mahasiswa Ilmu Kesehatan Masyarakat
Universitas Teuku Umar Meulaboh Aceh Barat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Kecemasan
Kecemasan dapat disebut juga ansietas atau anxiety adalah gangguan alam
perasaan (Affective) yang ditandai dengan perasaan ketajutan atau kekhawatiiran
yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalammenilai
realitas, kepribadian masih utuh, perilaku terganggu tapi masih dalam keadaan
normal.
Kecemasan adalah respon emosional terhadap penilaian intelektual
terhadap sesuatu yang berbahaya dan mengancam. Kecemasan adalah respons
emosi tanpa objek yang spesifik yang secara subjektif dialami dan
dikomunikasikan secara interpersonal. Kecemasan adalah kebingungan,
kekhawatiran pada sesuatu yang akan terjadi dengan penyebab dengan tidak jelas
dan dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya (Stuart &
Sunden, 2007).
Kecemasan adalah ketegangan, rasa tidak aman dan kekawatiran yang
timbul karena dirasakan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan tetapi
sumbernya sebagian besar tidak diketahui dan berasal dari dalam (Asmadi, 2008).
Kecemasan adalah suatu keadaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan yang
disertai dengan tanda somatik yang menyatakan terjadinya hiperaktifitas sistem
syaraf otonom. Kecemasan adalah gejala yang tidak spesifik yang sering
ditemukan dan sering kali merupakan suatu emosi yang normal (Long, C.Barbara,
2004).
7
8
Kecemasan adalah fitrah, karena fitrah maka dipastikan setiap orang akan
mengalaminya. Jika seseorang telah mengalami gejala serupa cemas, takut, was-
was atau gelisah, maka tidak ada pilihan lain kecuali meningkatkan kesabaran dan
menegakkan shalat serta tetap tawakkal dengan berdzikir kepada Allah sebagai
upaya preventif dalam menanggulangi kecemasan.
2.1.1 Tingkatan Kecemasan
Long, C. Barbara, 2004 mengemukakan bahwa ada beberapa tingkat
kecemasan yaitu :
a) Tingkatan kecemasan ringan
Pada tingkat ini, tahan persepsi melebar dan individu akan berhati-hati dan
waspada. Individu terdorong untuk belajar yang akan menghasilkan pertimbangan
kreatifitas. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah kelelahan, iritabel,
lapang persepsi meningkat, kesadaran tinggi, mampu untuk belajar, motivasi
meningkat dan tingkah laku sesuai situasi.
1) Respon Fisiologis, sesekali napas pendek, nadi dan tekanan darah naik,
gejala ringan pada lambung (rasa mual), muka berkeringat, dan bibir
bergetar.
2) Respon Kognitif, lapangan persepsi meluas, mampu menerima rangsangan
yang kompleks, konsentrasi pada masalah, menyelesaikan masalah secara
efektif.
3) Respon prilaku dan emosi, tidak dapat duduk dengan tenang, tremor halus
pada tangan, suara kadang-kadang untuk meningkat.
9
b) Tingkat kecemasan sedang
Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada masalah yang penting
dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang mengalami perhatian yang
selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang terarah. Manifestasi yang terjadi
pada tingkat ini yaitu kelelahan meningkat,kecepatan denyut jantung dan
pernapasan meningkat, ketegangan otot meningkat, bicara cepat dengan volume
tinggi, lahan persepsi menyempit, mampu untuk belajar namun tidak optimal,
kemampuankonsentrasi menurun, perhatian selektif dan terfokus pada rangsangan
yang tidak menambah ansietas,mudah tersinggung, tidak sabar,mudah lupa, marah
dan menangis.
Contohnya pasangan suami istri yang mengalami kelahiran bayi pertama
yang mengalami resiko tinggi, keluarga yang mengalami perpecahan/berantakan,
dan individu yang mengalami konflik dalam pekerjaan.
c) Tingkat kecemasan berat
Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Sesorang dengan kecemasan
berat cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik, serta
tidak dapat berfikir tentang hal lain. Orang tersebut memerlukan banyak
pengarahan untuk dapat memusatkan pada area yang lain. Manifestasi yang
muncul pada tingkat ini adalah mengeluh pusing, sakit kepala, nausea, tidak dapat
tidur (insomnia), sering kencing, diare, palpitasi, lahan persepsi menyempit, tidak
mau belajar secara efektif, berfokus pada dirinya sendiri dan keinginan untuk
menghilangkan kecemasan tinggi, perasaan tidak berdaya, bingung, disorientasi.
Contohnya individu yang mengalami kehilangan harta benda dan orang yang
dicintai karena bencana alam, dan individu dalam penyanderaan.
10
d) Tingkat panik.
Gangguan panik ditandai oleh serangan panik yang datang dengan
sendirinya dan tidak diharapkan, terdiri dari kumpulan gejala yang meliputi sesak
napas, pusing tujuh keliling, jantung berdebar dan rasa ketakutan yang hebat
bahwa dirinya akan mati atau menjadi gila.
Sedangkan Stuard dan Sunden, 2007 mengemukakan beberapa teori
tingkat kecemasan menjadi 4 tingkatan yaitu :
1) Kecemasan ringan
Kecemasan berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa kehidupan
sehari-hari pada tingkat ini lapangan persepsi meningkat dan individu akan
berhati-hati dan waspada, terdorong untuk belajar yang akan menghalalkan
pertumbuhan dan kreativitas.
2) Kecemasan sedang
Pada tingkat ini lapangan persepsi terhadap lingkungan menurun, individu
lebih memfokuskan pada hal penting saat itu dan mengasampingkan hal lain.
3) Kecemasan berat
Pada kecemasan berat lapangan persepsi menjadi sangat menurun individu
cenderung memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan hal yang lain,
individu tidak mampu berfikir realistis dan membutuhkan banyak pengarahan
untuk dapat memusatkan pada area lain.
4) Panik
Pada tingkat ini lapangan persepsi sangat sempit sehingga individu tidak
biasa mengendalikan diri lagi dan tidak dapat melakukan apa-apa walaupun
sudah diberi penghargaan. Pada keadaan ini terjadi peningkatan aktivitas
11
motorik, menurunnya kemampuan berhubungan dengan orang lain dan
kehilangan pemikiran rasional.
2.1.2 Alat Ukur Kecemasan
Menurut Dadang (2001), kecemasan dapat diukur dengan alat ukur
kecemasan yang deisebut HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale). Skala HARS
merupakan pengukuran kecemasan yang didasarkan pada munculnya simptom
pada individu yang mengalami kecemasan. Menurut skala HARS terdapat 14
simptom yang nampak pada individu yang mengalami kecemasan. Setiap item
yang diobservasi diberi 5 tingkatan skor antara 0 sampai dengan 4. Skala HARS
pertama kali digunakan pada tahun 1959 yang diperkenalkan oleh Max Hamilton.
Skala HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale) dalam penilaian kecemasan terdiri
dari 14 item, meliputi:
1. Perasaan cemas (Ansietas) yaitu cemas, firasat buruk, takut akan pikiran
sendiri, dan mudah tersinggung.
2. Ketegangan yaitu merasa tegang, lesu, tidak bisa istirahat dengan tenang,
mudah terkejut, mudah menangis, gemetar, dan gelisah
3. Ketakutan pada gelap, pada orang asing, ditinggal sendiri, pada binatang
besar, pada keramaian lalu lintas, dan pada kerumunan orang banyak.
4. Gangguan tidur akibat sukar masuk tidur, terbangun pada malam hari, tidur
tidak nyenyak, bangun dengan lesu, banyak mimpi-mimpi, mimpi buruk atau
menakutkan.
5. Gangguan kecerdasan yaitu sukar konsentrasi, daya ingat yang menurun, dan
daya ingat buruk.
12
6. Perasaan depresi yaitu hilangnya minat, berkurangnya kesenagan pada hobi,
sedih, bangun dini hari, dan perasaan berubah-ubah sepanjang hari.
7. Gejala somatik/fisik (otot) yaitu sakit dan nyeri otot, kaku,kedutan otot, gigi
gemerutuk dan suara tidak stabil.
8. Gejala somatik/fisik (sensorik) yaitu tinitus (telinga berdenging), penglihatan
kabur, muka merah atau pucat,mersa lemas, dan perasaan seperti ditusuk-
tusuk.
9. Gejala kardiovaskuler (Jantung dan pembuluh darah) yaitu tarkikardia,
berdebar-debar, nyeri di dada, denyut nadi megeras, rasa lesu/lemasseperti
mau pingsan, dan detak jantung menghilang atau berhenti sejenak.
10. Gejala Respiratori yaitu rasa tertekan dan sempit didada, rasa tercekik, sering
menarik nafas, nafas pendek dab sesak.
11. Gejala Gastrointestinal yaitu sulit menelan, perut melilit, gangguan
pencernaan, nyeri sebelum dan sesudah makan, perasaan terbakar di perut,
rasa penuh atau kembung, mual dan muntah, buang air besar lembek,
konstipasi atau sukar buang air besar dan kehilang berat badan.
12. Gejala Urogenitas (perkemihan dan kelamin) yaitu sering buang air kecil,
tidak dapat menahan airseni, tidak datang bulan, darah haid yang berlebihan,
darah haid yang teramat sedikit, masa haid berkepanjangan ataua teramat
pendek, haid beberapa kali dalam sebulan, menjadi dingin, ejakulasi dini,
ereksi melemah atau hilang dan hipotensi.
13. Gejala Autonom yaitu mulut kering, muka merah, mudah berkeringat, kepala
pusing, kepala terasa berat, kepala terasasakit, dan bulu-bulu berdiri.
13
14. Tingkah laku (sikap) pada saat wawancara yaitu gelisah, tidak tenang, jari
gemetar, kerut kening, muka tegang, otot mengeras tegang, nafaspendek dan
cepat dan muka merah.
Cara penilaian kecemasan adalah dengan memberikan nilai dengan
kategori:
0 = Tidak ada gejala (keluhan)
1 = Ringan / satu dari gejala yang ada
2 = Sedang / separuh dari gejala yang ada
3 = Berat / lebih dari separuh gejala yang ada
4 = sangat berat / semua gejala ada
Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlahkan nilai skor dan
item 1-14 dengan hasil:
a. Skor < 14 = tidak ada kecemasan
b. Skor 14 – 20 = kecemasan ringan
c. Skor 21 – 27 = kecemasan sedang
d. Skor 28 – 41 = kecemasan berat
e. Skor 42 – 56 = kecemasan berat sekali
2.1.3 Rentang Respon Kecemasan
Rentang respon kecemasan dapat dikonseptualisasikan dalam rentang
respon. Respon ini dapat digambarkan dalam rentang respon adaptif sampai
maladaptif. Reaksi terhadap kecemasan dapat bersifat konstruktif dan destruktif.
Konstrutif adalah motivasi seseorang untuk belajar memahami tentang perubahan-
perubahanterutama perubahan terhadap perasaan tidak nyaman dan berfokus pada
kelangsungan hidup. Sedangkan reaksi destruktif adalah reaksi yang dapat menimbulkan
14
tingkah laku maladaptif serta disfungsi yang menyangkut kecemasan berat atau panik
(suliswati, 2005). Rentang respon kecemasan dapat terlihat pada gambar berikut:
Rentang Respon Ansietas
Respon Adaptif Respon Maladaptif
Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik
Adapun faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kecemasan yang
akan menjalani tindakan medis atau perawatan menurut Sumijatun, 2005 adalah
1. Usia
Semakin bertambah usia sesorang dan semakin matang dalam berfikir dan
bekerja. Dari segi kepercayaan pasien yang akan dioperasi, seseorang yang lebih
dewasa akan lebih percaya diri dari orang yang belum tinggi kedewasaannya.
Makin tua umur seseorang makin konsentrasi dalam menggunakan koping dalam
masalah yang dihadapi.
Kaplan dan Sadock, 2001 mengemukakan bahwa gangguan kecemasan
dapat terjadi pada semua usia, lebih sering pada usia dewasa dan lebih banyak
pada wanita. Sebagian besar kecemasan terjadi pada umur 21-45 tahun. Adapun
klasifikasi usia yakni usia dewasa muda berkisar antara 19 – 35 tahun, dewasa tua
35 – 55 tahun dan lansia 55 – 64 tahun.
2. Jenis kelamin
Jenis kelamin adalah sifat jasmani atau rohani yang dapat membedakan dua
mahluk sebagai laki-laki atau perampuan. Kaplan dan Sanlock, 2001
mengemukakan bahwa cemas banyak didapat dilingkungan hidup dengan
15
ketegangan jiwa yang lebih banyak pada jenis kelamin perempuan dari pada laki-
laki.Hal ini disebabkan karena perempuan dipresentasikan sebagai makhluk yang
lemah lembut, keibuan dan emosional.
Berkaitan dengan kecemasan pada pria dan wanita, Nurjannah, 2004
mengemukakan bahwa perempuan lebih cemas akan ketidakmampuannya
dibanding dengan laki-laki, laki-laki lebih aktif, eksploratif, sedangkan perempuan
lebih sensitif. Penelitian lain menunjukkan bahwa laki-laki lebih rileks dibanding
perempuan.
Perempuan lebih mudah dipengaruhi oleh tekanan-tekanan lingkungan
daripada laki-laki. Perempuan juga lebih cemas, kurang sabar, dan mudah
mengeluarkan air mata. Lebih jauh lagi, dalam berbagai studi kecemasan secara
umum, menyatakan bahwa perempuan lebih cemas daripada laki-laki. Perempuan
memiliki skor yang lebih tinggi pada pengukuran ketakutan dalam situasi sosial
dibanding laki-laki (Journalis, 2007).
3. Tingkat Pendidikan.
Pendidikan adalah pengalaman-pengalaman terprogram didalam bentuk
formal, non formal dan informal disekolah dan diluar sekolah yang berlangsung
seumur hidup yang bertujuan optimalisasi pertimbangan kemampuan-kemampuan
individu agar dikemudian hari dapat memainkan peranan hidup secara tepat.
Notoatmodjo, 2003 mengemukakan bahwa pendidikan dapat
mempengaruhi sesorang temasuk akan pola hidup terutama akan motivasi untuk
sikap berperan serta dalam membangun kesehatan. Makin tinggi pendidikan
seseorang, makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula
pengetahuan yang dimiliki, sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat
16
sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang harus diperkenalkan (Nursalam, 2005).
Semakin tinggi pendidikan, semakin luas pengetahuan yang dimiliki dan
semakin baik tingkat pemahaman tentang suatu konsep disertai cara pemikiran
dan penganalisaan yang tajam dengan sendirinya memberikan persepsi yang baik
pula terhadap objek yang diamati.
Tingkat pendidikan yang cukup akan lebih mudah dalam mengidentifikasi
stresor dalam dirisendiri maupun dari luar dirinya. Tingkat pendidikan juga
mempengaruhi kesadaran dan pemahaman terhadap stimulus (Nurjannah, 2004).
4. Sosial Ekonomi
Status sosial ekonomi juga berkaitan dengan pola gangguan
psikiatrik.Berdasarkan hasil penelitian Durham diketahui bahwa masyarakat kelas
sosial ekonomi rendah prevalensi psikiatriknya lebih banyak. Jadi keadaan
ekonomi yang rendah atau tidak memadai dapat mempengaruhi peningkatan
kecemasan pada pasien yang akan menjalani operasi (Umi, 2008).
5. Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga juga berkaitan dengan tingkat kecemasan seseorang
dimana peran keluarga adalah sesuatu yang diharapkan secara normative dari
seseorang dalam situasi tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan.
Kecemasan dapat terjadi jika ada konflik dalam keluarga (Setiadi, 2008)
Menghadapi penderitaan fisik dan mental akibat penyakit yang parah
seperti kanker, umumnya pasien akan memiliki penerimaan diri yang rendah,
harga diri yang rendah, merasa putus asa, bosan, cemas, frustasi, tertekan, dan
takut kehilangan seseorang terutama keluarga (Dedi, 2011)
Efek dari dukungan keluarga terhadap kesehatan dan kesejahtraan berfungsi
17
bersamaan.Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan keluarga yang adekuat
terbukti berhubungan dengan menurunya mortalitas, lebih mudah sembuh dari
sakit, fungsi kognitif, fisik, dan kesehatan emosi. Disamping itu, pengaruh positif
dari dukungan sosial keluarga adalah pada penyesuaian terhadap kejadian dalam
kehidupan yang penuh dengan stress (Setiadi, 2008).
2.2 Dukungan Keluarga.
Dukungan keluarga adalah persepsi seseorang bahwa dirinya menjadi
bagian dari jaringan sosial yang didalamnya tiap anggotanya saling mendukung
(Friedman, 1998). Dukungan keluarga didefinisikan oleh Zaenuddin (2002), yaitu
informasi verbal atau non verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku
yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subyek didalam lingkungan
sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan
keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Dalam
hal ini orang yang merasa memperoleh dukungan sosial secara emosiaonal merasa
lega karena di perhatikan, mendapatkan saran atau kesan yang menyenangkan
pada dirinya.
Menurut ahli keluarga yaitu Friedman (1998) menjelaskan bahwa keluarga
dalam memenuhi kebutuhannya memiliki fungsi-fungsi dasar keluarga. Salah satu
fungsi dasarnya adalah fungsi afektif, yaitu fungsi keluarga untuk pembentukan
dan pemeliharaan kepribadian anak-anak, pemantapan kepribadian orang dewasa,
serta pemenuhan kebutuhan psikologis para anggotanya. Apabila fungsi afektif ini
tidak dapat berjalan semestinya, maka akan terjadi gangguan psikologis yang
berdampak pada kejiwaan dari keseluruhan unit keluarga tersebut.
18
Menurut Saurasan dalam Zaenuddin (2002), dukungan keluarga adalah
keberadaan, kesedihan, kepedulian, dari orang-orang yang dapat diandalkan,
meghargai dan menyayangi kita. Padangan yang sama juga dukemukakan oleh
Cabb dalam Zaenuddin (2002), mendefinikan dukungan keluarga sebagai adanya
kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau menolong orang dengan sikap
menerima kondisinya, dukungan keluarga tersebut diperoleh dari individu
maupun kelompok.
2.2.1 Dukungan Sosial Keluarga
Dukungan sosial adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu
yang diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya sehingga seseorang akan tahu
bahwa ada orang lain yang memperhatikan menghargai dan mencintainya
(Setiadi, 2008)
Dukungan sosial keluarga adalah sebagai suatu proses hubungan antara
keluarga dengan lingkungan sosial. Dalam semua tahap, dukungan sosial keluarga
menjadikan keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal,
sehingga akan meningkatkan kesehatan dan adaptasi mereka dalam kehidupan
(Setiadi, 2008).
2.2.2 Bentuk dukungan keluarga
Menurut Friedman (1998), bentuk dukungan keluarga terdiri dari empat
macam dukungan yaitu:
1. Dukungan penghargaan (Appraisal Support) merupakan suatu dukungan
sosial yang berasal dari keluarga atau lembaga atau instansi terkait dimana
pernah berjasa atas kemampuannya atau keahliannya amaka mendapatkan
suatu perhatian khusus.
19
2. Dukungan materi (Tangible Assistance) adalah dapat berupa servis
(pelayanan), bantuan keuangan dan pemberian barang-barang. Pemberian
dukungan materi dapat dicontohkan dalam sebuah keluarga atau persahatan.
3. Dukungan informasi (Information Support) merupakan dukungan yang
berupa pemberian informasi, saran dan umpan balik tentang bagaimana
seseorang untuk mengenal dan mengatasi masalahnya dengan lebih mudah.
4. Dukungan emosional (Emosional Support) merupakan keluarga sebagai
tempat yang aman dan dami untuk istirahat dan pemulihan serta membantu
penguasaan terhadap emosi. Dukungan emosional dapat mencakup ungkapan
empati, kepedulian dan perhatian terhadap orang yang bersangkutan misalnya
penegasan, reward, pujian, dan sebaginya.
2.2.3 Jenis dukungan keluarga
Setiadi, 2008 mengemukakan bahwa ada 4 jenis dukungan keluarga :
1) Dukungan instrumental, yaitu keluarga merupakan sumber pertolongan
praktis dan kongkrit.
2) Dukungan informasional, yaitu keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor
dan disseminator (penyebar informasi).
3) Dukungan penilaian yaitu keluarga bertindak sebagai sebuah umpan balik,
membimbing dan menengahi pemecahan masalah dan sebagai sumber dan
validator identitas keluarga.
4) Dukungan emosional yaitu keluarga sebagai tempat yang aman dan damai
untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi.
20
2.2.4 Ciri-ciri bentuk dukungan keluarga
Menurut Setiadi, 2008 setiap bentuk dukungan sosial keluarga
mempunyai cirri-ciri antara lain :
1) Informative, yaitu bantuan informasi yang disediakan agar dapat digunakan
oleh seseorang dalam menanggulangi persoalan-persoalan yang dihadapi,
meliputi pemberian nasihat, pengarahan, ide-ide atau informasi lainnya yang
dibutuhkan dan informasi ini dapat disampaikan kepada orang lain yang
mungkin mengahadapi persoalan yang sama atau hamper sama.
2) Perhatian Emosional, setiap orang pasti membutuhkan bantuan afeksi dari
orang lain, dukungan ini berupa dukungan simpatik dan empati, cinta,
kepercayaan, dan penghargaan. Dengan demikian seseorang yang
menghadapi persoalan merasa dirinya tidak menanggung beban sendiri
tetapi masih ada orang lain yang memperhatikan, mau mendengar segala
keluhan, bersimpati, dan empati terhadap persoalan yang dihadapinya
bahkan mau membantu memecahkan masalah yang dihadapinya.
3) Bantuan instrumental, bantuan bentuk ini bertujuan untuk mempermudah
seseorang dalam melakukan aktivitasnya berkaitan dengan persoalan-
persoalan yang dihadapinya, atau menolong secara langsung kesulitan yang
dihadapi, misalnya dengan menyediakan peralatan lengkap dan memadai
bagi penderita, menyediakan obat – obat yang dibutuhkan dan lain-lain.
4) Bantuan Penilaian, yaitu suatu bentuk penghargaan yang diberikan
seseorang kepada pihak lain berdasarkan kondisi sebenarnya dari penderita.
Penilaian ini bisa positif dan negative yang mana pengaruhnya sangat
21
berarti bagi seseorang. Berkaitan dengan dukungan sosial keluarga maka
penilaian sangat membantu adalah penilaian positif.
5) Efek dari dukungan sosial terhadap kesehatan dan kesejahteraan berfungsi
bersamaan. Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan sosial yang adekuat
terbukti berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh
dari sakit, fungsi kognitif, fisik, dan kesehatan emosi. Disamping itu,
pengaruh positif dari dukungan sosial keluarga adalah pada penyesuaian
terhadap kejadian dalam kehidupan yang penuh dengan stress (Setiadi,
2008).
2.3 Pengertian Operasi
Operasi merupakan tindakan pembedahan pada suatu bagian tubuh
(Smeltzer dan Bare, 2002). Preoperatif adalah fase dimulai ketika keputusan untuk
menjalani operasi atau pembedahan dibuat dan berakhir ketika pasien dipindahkan
ke meja operasi (Smeltzer dan Bare, 2002).
Menurut fungsinya (tujuannya), Potter & Perry ( 2005 ) membagi menjadi:
1) Diagnostik : biopsi, laparotomi eksplorasi
2) Kuratif (ablatif) : tumor, appendiktom
3) Reparatif : memperbaiki luka multiple
4) Rekonstruktif : mamoplasti, perbaikan wajah.
5) Paliatif : menghilangkan nyeri,
6) Transplantasi : penanaman organ tubuh untuk menggantikan organ atau
struktur tubuh yang malfungsi (cangkok ginjal, kornea).
Sedangkan Smeltzer and Bare ( 2001 ), membagi operasi menurut tingkat
urgensi dan luas atau tingkat resiko.
22
a. Menurut tingkat urgensinya :
1) Kedaruratan, klien membutuhkan perhatian dengan segera, gangguan yang
diakibatkannya diperkirakan dapat mengancam jiwa (kematian atau
kecacatan fisik), tidak dapat ditunda.
2) Urgen, klien membutuhkan perhatian segera, dilaksanakan dalam 24 – 30
jam.
3) Diperlukan, klien harus menjalani pembedahan, direncanakan dalam
beberapa minggu atau bulan.
4) Elektif, klien harus dioperasi ketika diperlukan, tidak terlalu
membahayakan jika tidak dilakukan.
5) Pilihan, keputusan operasi atau tidaknya tergantung kepada klien (pilihan
pribadi klien).
b. Menurut Luas atau Tingkat Resiko :
2) Mayor, operasi yang melibatkan organ tubuh secara luas dan mempunyai
tingkat resiko yang tinggi terhadap kelangsungan hidup klien.
3) Minor, operasi pada sebagian kecil dari tubuh yang mempunyai resiko
komplikasi lebih kecil dibandingkan dengan operasi mayor.
Faktor resiko terhadap pembedahan menurut Potter & Perry ( 2005 ) antara
lain :
1) Usia, pasien dengan usia yang terlalu muda (bayi/anak-anak) dan usia
lanjut mempunyai resiko lebih besar. Hal ini diakibatkan cadangan
fisiologis pada usia tua sudah sangat menurun, sedangkan pada bayi dan
anak-anak disebabkan oleh karena belum matur-nya semua fungsi organ.
23
2) Nutrisi, kondisi malnutrisi dan obesitas/kegemukan lebih beresiko
terhadap pembedahan dibandingakan dengan orang normal dengan gizi
baik terutama pada fase penyembuhan. Pada orang malnutrisi maka orang
tersebut mengalami defisiensi nutrisi yang sangat diperlukan untuk proses
penyembuhan luka. Nutrisi-nutrisi tersebut antara lain adalah protein,
kalori, air, vitamin C, vitamin B kompleks, vitamin A, Vitamin K, zat besi
dan seng (diperlukan untuk sintesis protein).
Pada pasien yang mengalami obesitas. Selama pembedahan jaringan
lemak, terutama sekali sangat rentan terhadap infeksi. Selain itu, obesitas
meningkatkan permasalahan teknik dan mekanik.Oleh karenanya
defisiensi dan infeksi luka, umum terjadi.Pasien obes sering sulit dirawat
karena tambahan berat badan; pasien bernafas tidak optimal saat berbaring
miring dan karenanya mudah mengalami hipoventilasi dan komplikasi
pulmonari pasca operatif. Selain itu, distensi abdomen, flebitis dan
kardiovaskuler, endokrin, hepatik dan penyakit biliari terjadi lebih sering
pada pasien obesitas.
3) Penyakit Kronis
pada pasien yang menderita penyakit kardiovaskuler, diabetes, PPOM
(Penyakit Paru Obstruksi Menahun), dan insufisiensi ginjal menjadi lebih
sukar terkait dengan pemakaian energi kalori untuk penyembuhan primer.
Dan juga pada penyakit ini banyak masalah sistemik yang mengganggu
sehingga komplikasi pembedahan maupun pasca pembedahan sangat
tinggi.
24
Ketidaksempurnaan respon neuroendokrin pada pasien yang mengalami
gangguan fungsi endokrin, seperti diabetes mellitus yang tidak terkontrol,
bahaya utama yang mengancam hidup pasien saat dilakukan pembedahan
adalah terjadinya hipoglikemia yang mungkin terjadi selama pembiusan
akibat agen anestesi, atau juga akibat masukan karbohidrat yang tidak
adekuat pasca operasi atau pemberian insulin yang berlebihan. Bahaya lain
yang mengancam adalah asidosis atau glukosuria. Pasien yang mendapat
terapi kortikosteroid beresiko mengalami insufisinsi adrenal. Penggunaan
obat-obatan kortikosteroid harus sepengetahuan dokter anestesi dan dokter
bedah.
4) Merokok, pasien dengan riwayat merokok biasanya akan mengalami
gangguan vaskuler, terutama terjadi arterosklerosis pembuluh darah, yang
akan meningkatkan tekanan darah sistemik.
5) Alkohol dan obat-obatan, individu dengan riwayat alkoholik kronik
seringkali menderita malnutrisi dan masalah-masalah sistemik, seperti
gangguan ginjal dan hepar yang akan meningkatkan resiko pembedahan.
25
2.4 Kerangka Teori Penelitian
Kerangka teori ini disimpulkan berdasarkan tinjauan kepustakaan diatas
yaitu menurut Setiadi (2008) sebagai berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian
1. Dukungan Instrumental
2. Dukungan Informasional
3. Dukungan Penilaian
4. Dukungan Emosional
Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi
Persalinan
26
2.5 Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian dan tinjauan kepustakaan, maka kerangka
konsep dapat digambarkan sebagai berikut:
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi
Persalinan
Dukungan Informasional
Dukungan Penilaian
Dukungan Emosional
25
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang bersifat analitik
dengan rancangan cross sectional yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan
dengan tujuan utama untuk mengetahui hubungan variabel independen dengan
variabel dependen yaitu untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan
tingkat kecemasan pasien pre operasi persalinan di Rumah Sakit Umum Daerah
Nagan Raya (Sugiyono, 2013).
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Nagan Raya.
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 16 juni-01 Agustus 2016.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien pre operasi persalinan yang
terdata di Rumah Sakit Umum Daerah Nagan Raya sebanyak 212 orang dari bulan
Januari sampai dengan Mei 2016.
3.3.2 Sampel Penelitian
Untuk mengambil sampel didasarkan pada rumus yang dikemukakan oleh
Slovin dalam (Sugiyono, 2013).
27
28
n = N 1 + N (d2)
n = 212 1 + 212 (0,1)²
n = 212 1 + 212 (0,01)
n = 212 1 + 2,12
n = 212 3,12
n = 67,9 dibulatkan menjadi 68 responden
Dimana :
N : Besar populasi
n : Besar Sampel
d : Tingkat Kepercayaan yang diinginkan 0,1 (10%)
Berdasarkan rumus diatas sampel yang diambil adalah 68 orang.
Selanjutnya sampel ini diambil menggunakan teknik Accidental Sampling.
3.4 Metode Pengumpulan Data
3.4.1 Data Primer
Data yang diperoleh peneliti melalui kuesioner dengan mengunjungi
pasien yang terdata di Rumah Sakit Umum Daerah Nagan Raya.
3.4.2 Data Sekunder
Data yang diperoleh melalui buku-buku kepustakaan yang berhubungan
dengan penelitian dan data dari Rumah Sakit Umum Daerah Nagan Raya.
29
3.5 Definisi Operasional
Tabel 3.1 Variabel Penelitian
No Variabel Definisi Operasional
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
Variabel Independen
1 Dukungan Informasional
keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan disseminator (penyebar informasi)
Wawancara KuesionerBaik Kurang Baik
Ordinal
2 Dukungan Penilaian
keluarga bertindak sebagai sebuah umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah
Wawancara KuesionerBaik Kurang Baik
Ordinal
3. Dukungan Emosional
keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi.
Wawancara KuesionerBaik Kurang Baik
Ordinal
Variabel Dependen
1.
Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Persalinan
Tingkat Kekhawatiran Pasien Pre Operasi Persalinan
Wawancara Kuesioner
Tidak ada gejalaRinganSedangBeratSangat Berat
Ordinal
30
3.6 Aspek Pengukuran Variabel
Aspek pengukuran yang digunakan dalam pengukuran variabel pada
penelitian ini adalah skala Guddman yaitu memberi skor dari nilai tertinggi ke
nilai terendah berdasarkan jawaban responden (Notoatmodjo, 2003).
1. Dukungan Informasional :
Penilaian pengetahuan dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu :
a. Baik, Jika responden mendapatkan nilai >4 dari total skor
b. Kurang Baik, Jika responden mendapatkan nilai ≤ 4 dari total skor
2. Dukungan Penilaian :
Penilaian sikap dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu :
a. Baik, Jika responden mendapatkan nilai > 3 dari total skor
b. Kurang Baik, Jika responden mendapatkan nilai ≤ 3 dari total skor
3. Dukungan Emosional :
Penilaian tindakan dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu :
a. Baik, Jika responden mendapatkan nilai >4 dari total skor
b. Kurang Baik, Jika responden mendapatkan nilai ≤ 4 dari total skor
4. Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Persalinan
Penilaian Kadar Kolesterol dalam Darah dikategorikan menjadi 3 yaitu :
a. Tidak ada gejala, Jika responden mendapatkan nilai ˂ 14 dari total skor
b. Ringan, Jika responden mendapatkan nilai 14-20 dari total skor
c. Sedang, Jika responden mendapatkan nilai 21-27 dari total skor
d. Berat, Jika responden mendapatkan nilai 28-41 dari total skor
e. Sangat berat, Jika responden mendapatkan nilai 42-56 dari total skor
31
3.6 Metode Pengolahan Data
Menurut Notoatmodjo (2007) cara pengolahan data terdiri atas :
1. Editing
Dilakukan pengecekan kelengkapan data yang telah terkumpul bila terdapat
kesalahan atau kekurangan dalam pengumpulan data akan diperbaiki dengan
pemeriksaan dan pendataan ulang.
2. Coding
Data yang diperoleh diklasifikasikan kemudian diberi kode tertentu untuk
memudahkan pengolahan data.
3. Transfering
Data yang telah diber kode disusun secara berurutan sesuai dengan klasifikasi
data.
4. Tabulating
Data yang telah dikumpulkan dimasukkan dalam tabel distribusi frekuensi.
3.8 Analisis Data
3.7.1 Analisis Univariat
Analisis Univariat yaitu untuk mendapatkan distribusi frekuensi dari
seluruh variabel penelitian dengan menggunakan program komputerisasi.
3.7.2 Analisis Bivariat
Analisis Bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel
independen dengan dependen, dengan menggunakan uji Chi-Square, dengan
derajat kepercayaan/CI 90% dan α=0,05. Persamaan rumus Chi-Square adalah
sebagai berikut (Sugiyono, 2013) :
32
X2 =∑ (O-E)2
E
E = Total Baris x Total Kolom
Grand Total
Dimana :
X2 = Chi-Square
O = Nilai Observasi (Nilai yang diamati)
E = Nilai Expected
Dalam melakukan uji Chi-Square ada syarat-syarat yang harus dipenuhi :
Sampel dipilih acak dan data yang tersedia dalam bentuk jumlah atau
distrit. semua pengamatan dilakukan independen..
Kesimpulan dari uji statistik ini adalah :
1. Apabila hasil uji didapat P value > α = 0,05 berarti tidak ada hubungan antara
variabel independen dengan variabel dependen.
2. Apabila hasil uji tersebut didapat P value < α = 0,05 bearti ada hubungan
antara variabel independen dengan variabel dependen.
Dalam melakukan uji Chi-square adapun ketentuan yang harus di pakai
adalah :
1. Bila 2 x 2 dijumpai nilai expected (harapan) kurang dari 5, maka yang
digunakan adalah Fisher’s test,
2. Bila 2 x 2 dan nilai E > 5, maka uji yang dipakai sebaliknya Contuinty
Correction,
33
3. Bila tabel lebih dari 2 x 2 misalnya 2 x 3, 3 x 3 dan seterusnya, maka
digunakan uji Pearson Chi-square.
4. Uji “Likelihood”, biasanya digunakan untuk keperluan lebih spesifik,
misalnya analisis stratifikasi pada bidang epidemiologi dan juga untuk
mengetahui hubungan linier dua variabel kategorik, sehingga kedua jenis ini
jarang digunakan.