repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1203/1/bab i_iii.doc · web viewbab i pendahuluan 1.1...

49
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO), sehat adalah memperbaiki kondisi manusia, baik jasmani, rohani ataupun akal, sosial dan bukan semata-mata memberantas penyakit (Alhafidz, 2007). WHO telah menetapkan unsur spiritual sebagai salah satu dari empat unsur kesehatan atau lebih dikenal dengan pendekatan bio, psiko, sosio, dan spiritual. Pendekatan bio, psiko, sosio, dan spiritual digunakan oleh perawat sebagai bentuk pelayanan professional yang merupakan bagian integral dari keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio- spiritual yang komprehensif, ditujukan kepada individu, keluarga kelompok dan masyarakat, baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia yaitu berupa upaya peningkatan kesehatan yang optimal (Potter dan Perry,2005). Upaya peningkatan kesehatan yang optimal mencakup upaya peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan dari 1

Upload: others

Post on 04-Aug-2021

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1203/1/BAB I_III.doc · Web viewBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO),

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization

(WHO), sehat adalah memperbaiki kondisi manusia, baik jasmani, rohani ataupun

akal, sosial dan bukan semata-mata memberantas penyakit (Alhafidz, 2007).

WHO telah menetapkan unsur spiritual sebagai salah satu dari empat unsur

kesehatan atau lebih dikenal dengan pendekatan bio, psiko, sosio, dan spiritual.

Pendekatan bio, psiko, sosio, dan spiritual digunakan oleh perawat sebagai bentuk

pelayanan professional yang merupakan bagian integral dari keperawatan,

berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif, ditujukan

kepada individu, keluarga kelompok dan masyarakat, baik sehat maupun sakit

yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia yaitu berupa upaya

peningkatan kesehatan yang optimal (Potter dan Perry,2005).

Upaya peningkatan kesehatan yang optimal mencakup upaya peningkatan

kesehatan (promotif), pencegahan dari penyakit (preventif), penyembuhan

penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan atau rehabilitatif (Depkes RI, 1993)

Upaya peningkatan kesehatan yang optimal tersebut menjadi tanggung

jawab semua petugas kesehatan termasuk perawat. Asuhan keperawatan yang

diberikan secara komprehensif diberikan kepada semua pasien yang berada di

rumah sakit dan salah satunya asuhan keperawatan yang komprehensif diberikan

pada pasien pre operasi. Bentuk pelayanan yang diberikan kepada pasien pre

operasi adalah memandang pasien secara keseluruhan baik fisik dan mental.

Aspek fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum operasi antara lain

1

Page 2: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1203/1/BAB I_III.doc · Web viewBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO),

2

status kesehatan fisik secara umum, status nutrisi, keseimbangan cairan dan

elektrolit, kebersihan lambung dan kolon dan personal hygiene (Hamid, 1998).

Aspek mental untuk pasien pre operasi yaitu membantu pasien mengetahui

tentang tindakan-tindakan yang dialami pasien sebelum operasi, memberikan

informasi pada pasien tentang waktu operasi, hal -hal yang akan dialami oleh

pasien selama proses operasi dan menunjukkan tempat kamar operasi (Erlina,

2008).

Tindakan bedah atau yang sering disebut dengan operasi merupakan

tindakan medis yang dapat mendatangkan stress karena dapat mendatangkan

ancaman potensial maupun aktual terhadap tubuh, integritas dan jiwa seseorang.

Seksio sesarea merupakan salah satu jenis operasi di dunia kesehatan. Operasi ini

bertujuan untuk mengeluarkan janin melalui sayatan yang dibuat pada dinding

perut dan uterus. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah kematian janin maupun

ibu sehubungan dengan adanya bahaya atau komplikasi yang akan terjadi bila

persalinan dilakukan pervaginam (Heru Pradjatmo, 2004).

Kecemasan adalah respon emosional terhadap penilaian yang

menggambarkan keadaan khawatir, gelisah, takut dan tidak tentram disertai

berbagai situasi kehidupan sebagai gangguan sakit (Vida, 2004). Kecemasan

adalah reaksi yang menjadi nyata atau bayangan ancaman, merupakan perasaan

umum dari tidak aman atau rasa takut (Pietra, 2001 & Haryanto et al, 2004)

Kecemasan pada pasien pre operasi biasanya disebabkan oleh berapa

faktor. Menurut Yuliatun, cit. Setyaningsih (2008), faktor -faktor yang

mempengaruhi tingkat kecemasan pada pasien pre operasi adalah potensi stressor,

maturitas, status pendidikan dan ekonomi yang rendah, keadaan fisik, sosial

Page 3: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1203/1/BAB I_III.doc · Web viewBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO),

3

budaya, lingkungan dan situasi, umur, dan jenis operasi. Menurut Sharon (2000).

Pasien pre operasi biasanya mengalami ketakutan, hal-hal yang ditakutkan yang

dapat mempengaruhi tingkat kecemasan pada pasien pre operasi yaitu nyeri dan

ketidak nyamanan (pain and discomfort), kerusakan atau kecacatan (mutilation),

kematian (death), anestesi dan (anesthesia) perubahan pola hidup (disruption of

life pattern).

Dukungan keluarga yaitu informasi verbal atau non verbal, saran, bantuan

yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan

subyek didalam lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal

yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah

laku penerimanya. Dalam hal ini orang yang merasa memperoleh dukungan

sosial, secara emosional merasa lega karena diperhatikan, mendapat saran atau

kesan yang menyenangkan pada dirinya (Zaenuddin. 2002).

Pentingnya dukungan keluarga juga berkaitan dengan tingkat kecemasan

seseorang dimana peran keluarga adalah sesuatu yang diharapkan secara

normative dari seseorang dalam situasi tertentu agar dapat memenuhi harapan-

harapan. Kecemasan dapat terjadi jika ada konflik dalam keluarga (Setiadi, 2008)

Adapun dampak yang akan dihadapi pasien saat akan menjalani pre

operasi persalinan tanpa dukungan keluarga, umumnya pasien akan memiliki

penerimaan diri yang rendah, harga diri yang rendah, merasa putus asa, bosan,

cemas, frustasi, tertekan, dan takut kehilangan seseorang terutama keluarga (Dedi,

2011).

Efek dari dukungan keluarga terhadap kesehatan dan kesejahtraan

berfungsi bersamaan. Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan keluarga yang

Page 4: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1203/1/BAB I_III.doc · Web viewBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO),

4

adekuat terbukti berhubungan dengan menurunya mortalitas, lebih mudah sembuh

dari sakit, fungsi kognitif, fisik, dan kesehatan emosi. Disamping itu, pengaruh

positif dari dukungan sosial keluarga adalah pada penyesuaian terhadap kejadian

dalam kehidupan yang penuh dengan stress (Setiadi, 2008).

Dukungan keluarga adalah persepsi seseorang bahwa dirinya menjadi

bagian dari jaringan sosial yang didalamnya tiap anggotanya saling mendukung

(Friedman, 1998). Adapun beberapa jenis Menurut Friedman (1998), bentuk

dukungan keluarga terdiri dari empat macam dukungan yaitu : Dukungan

penghargaan (Appraisal Support), Dukungan materi (Tangible Assistance),

Dukungan informasi (Information Support), Dukungan emosional (Emosional

Support).

Menurut hasil survey awal peneliti di Rumah Sakit Umum Daerah Nagan

Raya dari 10 pasien pre operasi yang terdata 5 pasien menyatakan kurangnya

dukungan atau semangat dari keluarga, 3 pasien menyatakan hanya sebagian

keluarga yang memberikan dukungan dan semangat, dan 2 pasien lainnya

menyatakan keluarga memberikan dukungan dan semangat yang baik pada pasien.

sehingga pasien masih merasakan kecemasan saat operasi akan dilakukan. Data

jumlah seluruh pasien pre operasi yang terdata di Rumah Sakit Umum Daerah

Nagan Raya dari Januari - Desember tahun 2015 sebanyak 615 pasien. Sedangkan

tahun 2016 dari Januari-Mei dengan rincian : Januari 43 pasien, Februari 42

pasien, Maret 36 pasien, April 45 pasien, dan Mei 46 pasien dengan total 212

pasien.

Page 5: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1203/1/BAB I_III.doc · Web viewBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO),

5

Berdasarkan berbagai fenomena diatas maka perlu dilakukan penelitian

dengan judul “Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kecemasan

Pasien Pre Operasi Persalinan di Rumah Sakit Umum Daerah Nagan Raya”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis ingin melihat hubungan

Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Persalinan di

Rumah Sakit Umum Daerah Nagan Raya.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk memperoleh hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat

Kecemasan Pasien Pre Operasi Persalinan di Rumah Sakit Umum Daerah Nagan

Raya.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui hubungan dukungan Informasional dengan tingkat

kecemasan pasien pre operasi persalinan di Rumah Sakit Umum Daerah

Nagan Raya.

2. Untuk mengetahui hubungan dukungan Penilaian dengan tingkat

kecemasan pasien pre operasi persalinan di Rumah Sakit Umum Daerah

Nagan Raya.

3. Untuk mengetahui hubungan dukungan Emosional dengan tingkat

kecemasan pasien pre operasi persalinan di Rumah Sakit Umum Daerah

Nagan Raya.

Page 6: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1203/1/BAB I_III.doc · Web viewBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO),

6

1.4 Hipotesis Penelitian

1. Ha : Ada hubungan antara dukungan informasional, penilaian, emosional

dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi persalinan di Rumah Sakit

Umum Daerah Nagan Raya.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoritis

1. Melatih kemampuan penulis dalam meneliti masalah hubungan dukungan

keluarga dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi persalinan di

Rumah Sakit Umum Daerah Nagan Raya.

2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pembaca terutama bagi mereka yang

berminat dalam hal penelitian masalah dukungan keluarga dengan tingkat

kecemasan pasien pre operasi persalinan di Rumah Sakit Umum Daerah.

1.5.2 Manfaat Praktis

1. Memberikan informasi dan masukan bagi masyarakat tentang hubungan

dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi

persalinan di Rumah Sakit Umum Daerah Nagan Raya.

2. Untuk menambah referensi bagi mahasiswa Ilmu Kesehatan Masyarakat

Universitas Teuku Umar Meulaboh Aceh Barat.

Page 7: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1203/1/BAB I_III.doc · Web viewBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO),

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kecemasan

Kecemasan dapat disebut juga ansietas atau anxiety adalah gangguan alam

perasaan (Affective) yang ditandai dengan perasaan ketajutan atau kekhawatiiran

yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalammenilai

realitas, kepribadian masih utuh, perilaku terganggu tapi masih dalam keadaan

normal.

Kecemasan adalah respon emosional terhadap penilaian intelektual

terhadap sesuatu yang berbahaya dan mengancam. Kecemasan adalah respons

emosi tanpa objek yang spesifik yang secara subjektif dialami dan

dikomunikasikan secara interpersonal. Kecemasan adalah kebingungan,

kekhawatiran pada sesuatu yang akan terjadi dengan penyebab dengan tidak jelas

dan dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya (Stuart &

Sunden, 2007).

Kecemasan adalah ketegangan, rasa tidak aman dan kekawatiran yang

timbul karena dirasakan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan tetapi

sumbernya sebagian besar tidak diketahui dan berasal dari dalam (Asmadi, 2008).

Kecemasan adalah suatu keadaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan yang

disertai dengan tanda somatik yang menyatakan terjadinya hiperaktifitas sistem

syaraf otonom. Kecemasan adalah gejala yang tidak spesifik yang sering

ditemukan dan sering kali merupakan suatu emosi yang normal (Long, C.Barbara,

2004).

7

Page 8: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1203/1/BAB I_III.doc · Web viewBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO),

8

Kecemasan adalah fitrah, karena fitrah maka dipastikan setiap orang akan

mengalaminya. Jika seseorang telah mengalami gejala serupa cemas, takut, was-

was atau gelisah, maka tidak ada pilihan lain kecuali meningkatkan kesabaran dan

menegakkan shalat serta tetap tawakkal dengan berdzikir kepada Allah sebagai

upaya preventif dalam menanggulangi kecemasan.

2.1.1 Tingkatan Kecemasan

Long, C. Barbara, 2004 mengemukakan bahwa ada beberapa tingkat

kecemasan yaitu :

a) Tingkatan kecemasan ringan

Pada tingkat ini, tahan persepsi melebar dan individu akan berhati-hati dan

waspada. Individu terdorong untuk belajar yang akan menghasilkan pertimbangan

kreatifitas. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah kelelahan, iritabel,

lapang persepsi meningkat, kesadaran tinggi, mampu untuk  belajar, motivasi

meningkat dan tingkah laku sesuai situasi.

1) Respon Fisiologis, sesekali napas pendek, nadi dan tekanan darah naik,

gejala ringan pada lambung (rasa mual), muka berkeringat, dan bibir

bergetar.

2) Respon Kognitif, lapangan persepsi meluas, mampu menerima rangsangan

yang kompleks, konsentrasi pada masalah, menyelesaikan masalah secara

efektif.

3) Respon prilaku dan emosi, tidak dapat duduk dengan tenang, tremor halus

pada tangan, suara kadang-kadang untuk meningkat.

Page 9: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1203/1/BAB I_III.doc · Web viewBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO),

9

b) Tingkat kecemasan sedang

Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada masalah yang penting

dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang mengalami perhatian yang

selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang terarah. Manifestasi yang terjadi

pada tingkat ini yaitu kelelahan meningkat,kecepatan denyut jantung dan

pernapasan meningkat, ketegangan otot meningkat, bicara cepat dengan volume

tinggi, lahan persepsi menyempit, mampu untuk belajar namun tidak optimal,

kemampuankonsentrasi menurun, perhatian selektif dan terfokus pada rangsangan

yang tidak menambah ansietas,mudah tersinggung, tidak sabar,mudah lupa, marah

dan menangis.

Contohnya pasangan suami istri yang mengalami kelahiran bayi pertama

yang mengalami resiko tinggi, keluarga yang mengalami perpecahan/berantakan,

dan individu yang mengalami konflik dalam pekerjaan.

c) Tingkat kecemasan berat

Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Sesorang dengan kecemasan

berat cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik, serta

tidak dapat berfikir tentang hal lain. Orang tersebut memerlukan banyak

pengarahan untuk dapat memusatkan pada area yang lain. Manifestasi yang

muncul pada tingkat ini adalah mengeluh pusing, sakit kepala, nausea, tidak dapat

tidur (insomnia), sering kencing, diare, palpitasi, lahan persepsi menyempit, tidak

mau belajar secara efektif, berfokus pada dirinya sendiri dan keinginan untuk

menghilangkan kecemasan tinggi, perasaan tidak berdaya, bingung, disorientasi.

Contohnya individu yang mengalami kehilangan harta benda dan orang yang

dicintai karena bencana alam, dan individu dalam penyanderaan.

Page 10: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1203/1/BAB I_III.doc · Web viewBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO),

10

d) Tingkat panik.

Gangguan panik ditandai oleh serangan panik yang datang dengan

sendirinya dan tidak diharapkan, terdiri dari kumpulan gejala yang meliputi sesak

napas, pusing tujuh keliling, jantung berdebar dan rasa ketakutan yang hebat

bahwa dirinya akan mati atau menjadi gila.

Sedangkan Stuard dan Sunden, 2007 mengemukakan beberapa teori

tingkat kecemasan menjadi 4 tingkatan yaitu :

1) Kecemasan ringan

Kecemasan berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa kehidupan

sehari-hari pada tingkat ini lapangan persepsi meningkat dan individu akan

berhati-hati dan waspada, terdorong untuk belajar yang akan menghalalkan

pertumbuhan dan kreativitas.

2) Kecemasan sedang

Pada tingkat ini lapangan persepsi terhadap lingkungan menurun, individu

lebih memfokuskan pada hal penting saat itu dan mengasampingkan hal lain.

3) Kecemasan berat

Pada kecemasan berat lapangan persepsi menjadi sangat menurun individu

cenderung memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan hal yang lain,

individu tidak mampu berfikir realistis dan membutuhkan banyak pengarahan

untuk dapat memusatkan pada area lain.

4) Panik

Pada tingkat ini lapangan persepsi sangat sempit sehingga individu tidak

biasa mengendalikan diri lagi dan tidak dapat melakukan apa-apa walaupun

sudah diberi penghargaan. Pada keadaan ini terjadi peningkatan aktivitas

Page 11: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1203/1/BAB I_III.doc · Web viewBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO),

11

motorik, menurunnya kemampuan berhubungan dengan orang lain dan

kehilangan pemikiran rasional.

2.1.2 Alat Ukur Kecemasan

Menurut Dadang (2001), kecemasan dapat diukur dengan alat ukur

kecemasan yang deisebut HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale). Skala HARS

merupakan pengukuran kecemasan yang didasarkan pada munculnya simptom

pada individu yang mengalami kecemasan. Menurut skala HARS terdapat 14

simptom yang nampak pada individu yang mengalami kecemasan. Setiap item

yang diobservasi diberi 5 tingkatan skor antara 0 sampai dengan 4. Skala HARS

pertama kali digunakan pada tahun 1959 yang diperkenalkan oleh Max Hamilton.

Skala HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale) dalam penilaian kecemasan terdiri

dari 14 item, meliputi:

1. Perasaan cemas (Ansietas) yaitu cemas, firasat buruk, takut akan pikiran

sendiri, dan mudah tersinggung.

2. Ketegangan yaitu merasa tegang, lesu, tidak bisa istirahat dengan tenang,

mudah terkejut, mudah menangis, gemetar, dan gelisah

3. Ketakutan pada gelap, pada orang asing, ditinggal sendiri, pada binatang

besar, pada keramaian lalu lintas, dan pada kerumunan orang banyak.

4. Gangguan tidur akibat sukar masuk tidur, terbangun pada malam hari, tidur

tidak nyenyak, bangun dengan lesu, banyak mimpi-mimpi, mimpi buruk atau

menakutkan.

5. Gangguan kecerdasan yaitu sukar konsentrasi, daya ingat yang menurun, dan

daya ingat buruk.

Page 12: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1203/1/BAB I_III.doc · Web viewBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO),

12

6. Perasaan depresi yaitu hilangnya minat, berkurangnya kesenagan pada hobi,

sedih, bangun dini hari, dan perasaan berubah-ubah sepanjang hari.

7. Gejala somatik/fisik (otot) yaitu sakit dan nyeri otot, kaku,kedutan otot, gigi

gemerutuk dan suara tidak stabil.

8. Gejala somatik/fisik (sensorik) yaitu tinitus (telinga berdenging), penglihatan

kabur, muka merah atau pucat,mersa lemas, dan perasaan seperti ditusuk-

tusuk.

9. Gejala kardiovaskuler (Jantung dan pembuluh darah) yaitu tarkikardia,

berdebar-debar, nyeri di dada, denyut nadi megeras, rasa lesu/lemasseperti

mau pingsan, dan detak jantung menghilang atau berhenti sejenak.

10. Gejala Respiratori yaitu rasa tertekan dan sempit didada, rasa tercekik, sering

menarik nafas, nafas pendek dab sesak.

11. Gejala Gastrointestinal yaitu sulit menelan, perut melilit, gangguan

pencernaan, nyeri sebelum dan sesudah makan, perasaan terbakar di perut,

rasa penuh atau kembung, mual dan muntah, buang air besar lembek,

konstipasi atau sukar buang air besar dan kehilang berat badan.

12. Gejala Urogenitas (perkemihan dan kelamin) yaitu sering buang air kecil,

tidak dapat menahan airseni, tidak datang bulan, darah haid yang berlebihan,

darah haid yang teramat sedikit, masa haid berkepanjangan ataua teramat

pendek, haid beberapa kali dalam sebulan, menjadi dingin, ejakulasi dini,

ereksi melemah atau hilang dan hipotensi.

13. Gejala Autonom yaitu mulut kering, muka merah, mudah berkeringat, kepala

pusing, kepala terasa berat, kepala terasasakit, dan bulu-bulu berdiri.

Page 13: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1203/1/BAB I_III.doc · Web viewBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO),

13

14. Tingkah laku (sikap) pada saat wawancara yaitu gelisah, tidak tenang, jari

gemetar, kerut kening, muka tegang, otot mengeras tegang, nafaspendek dan

cepat dan muka merah.

Cara penilaian kecemasan adalah dengan memberikan nilai dengan

kategori:

0 = Tidak ada gejala (keluhan)

1 = Ringan / satu dari gejala yang ada

2 = Sedang / separuh dari gejala yang ada

3 = Berat / lebih dari separuh gejala yang ada

4 = sangat berat / semua gejala ada

Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlahkan nilai skor dan

item 1-14 dengan hasil:

a. Skor < 14 = tidak ada kecemasan

b. Skor 14 – 20 = kecemasan ringan

c. Skor 21 – 27 = kecemasan sedang

d. Skor 28 – 41 = kecemasan berat

e. Skor 42 – 56 = kecemasan berat sekali

2.1.3 Rentang Respon Kecemasan

Rentang respon kecemasan dapat dikonseptualisasikan dalam rentang

respon. Respon ini dapat digambarkan dalam rentang respon adaptif sampai

maladaptif. Reaksi terhadap kecemasan dapat bersifat konstruktif dan destruktif.

Konstrutif adalah motivasi seseorang untuk belajar memahami tentang perubahan-

perubahanterutama perubahan terhadap perasaan tidak nyaman dan berfokus pada

kelangsungan hidup. Sedangkan reaksi destruktif adalah reaksi yang dapat menimbulkan

Page 14: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1203/1/BAB I_III.doc · Web viewBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO),

14

tingkah laku maladaptif serta disfungsi yang menyangkut kecemasan berat atau panik

(suliswati, 2005). Rentang respon kecemasan dapat terlihat pada gambar berikut:

Rentang Respon Ansietas

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

Adapun faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kecemasan yang

akan menjalani tindakan medis atau perawatan menurut Sumijatun, 2005 adalah

1. Usia

Semakin bertambah usia sesorang dan semakin matang dalam berfikir dan

bekerja. Dari segi kepercayaan pasien yang akan dioperasi, seseorang yang lebih

dewasa akan lebih percaya diri dari orang yang belum tinggi kedewasaannya.

Makin tua umur seseorang makin konsentrasi dalam menggunakan koping dalam

masalah yang dihadapi.

Kaplan dan Sadock, 2001 mengemukakan bahwa gangguan kecemasan

dapat terjadi pada semua usia, lebih sering pada usia dewasa dan lebih banyak

pada wanita. Sebagian besar kecemasan terjadi pada umur 21-45 tahun. Adapun

klasifikasi usia yakni usia dewasa muda berkisar antara 19 – 35 tahun, dewasa tua

35 – 55 tahun dan lansia 55 – 64 tahun.

2. Jenis kelamin

Jenis kelamin adalah sifat jasmani atau rohani yang dapat membedakan dua

mahluk sebagai laki-laki atau perampuan. Kaplan dan Sanlock, 2001

mengemukakan bahwa cemas banyak didapat dilingkungan hidup dengan

Page 15: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1203/1/BAB I_III.doc · Web viewBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO),

15

ketegangan jiwa yang lebih banyak pada jenis kelamin perempuan dari pada laki-

laki.Hal ini disebabkan karena perempuan dipresentasikan sebagai makhluk yang

lemah lembut, keibuan dan emosional.

Berkaitan dengan kecemasan pada pria dan wanita, Nurjannah, 2004

mengemukakan bahwa perempuan lebih cemas akan ketidakmampuannya

dibanding dengan laki-laki, laki-laki lebih aktif, eksploratif, sedangkan perempuan

lebih sensitif. Penelitian lain menunjukkan bahwa laki-laki lebih rileks dibanding

perempuan.

Perempuan lebih mudah dipengaruhi oleh tekanan-tekanan lingkungan

daripada laki-laki. Perempuan juga lebih cemas, kurang sabar, dan mudah

mengeluarkan air mata. Lebih jauh lagi, dalam berbagai studi kecemasan secara

umum, menyatakan bahwa perempuan lebih cemas daripada laki-laki. Perempuan

memiliki skor yang lebih tinggi pada pengukuran ketakutan dalam situasi sosial

dibanding laki-laki (Journalis, 2007).

3. Tingkat Pendidikan.

Pendidikan adalah pengalaman-pengalaman terprogram didalam bentuk

formal, non formal dan informal disekolah dan diluar sekolah yang berlangsung

seumur hidup yang bertujuan optimalisasi pertimbangan kemampuan-kemampuan

individu agar dikemudian hari dapat memainkan peranan hidup secara tepat.

Notoatmodjo, 2003 mengemukakan bahwa pendidikan dapat

mempengaruhi sesorang temasuk akan pola hidup terutama akan motivasi untuk

sikap berperan serta dalam membangun kesehatan. Makin tinggi pendidikan

seseorang, makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula

pengetahuan yang dimiliki, sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat

Page 16: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1203/1/BAB I_III.doc · Web viewBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO),

16

sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang harus diperkenalkan (Nursalam, 2005).

Semakin tinggi pendidikan, semakin luas pengetahuan yang dimiliki dan

semakin baik tingkat pemahaman tentang suatu konsep disertai cara pemikiran

dan penganalisaan yang tajam dengan sendirinya memberikan persepsi yang baik

pula terhadap objek yang diamati.

Tingkat pendidikan yang cukup akan lebih mudah dalam mengidentifikasi

stresor dalam dirisendiri maupun dari luar dirinya. Tingkat pendidikan juga

mempengaruhi kesadaran dan pemahaman terhadap stimulus (Nurjannah, 2004).

4. Sosial Ekonomi

Status sosial ekonomi juga berkaitan dengan pola gangguan

psikiatrik.Berdasarkan hasil penelitian Durham diketahui bahwa masyarakat kelas

sosial ekonomi rendah prevalensi psikiatriknya lebih banyak. Jadi keadaan

ekonomi yang rendah atau tidak memadai dapat mempengaruhi peningkatan

kecemasan pada pasien yang akan menjalani operasi (Umi, 2008).

5. Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga juga berkaitan dengan tingkat kecemasan seseorang

dimana peran keluarga adalah sesuatu yang diharapkan secara normative dari

seseorang dalam situasi tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan.

Kecemasan dapat terjadi jika ada konflik dalam keluarga (Setiadi, 2008)

Menghadapi penderitaan fisik dan mental akibat penyakit yang parah

seperti kanker, umumnya pasien akan memiliki penerimaan diri yang rendah,

harga diri yang rendah, merasa putus asa, bosan, cemas, frustasi, tertekan, dan

takut kehilangan seseorang terutama keluarga (Dedi, 2011)

Efek dari dukungan keluarga terhadap kesehatan dan kesejahtraan berfungsi

Page 17: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1203/1/BAB I_III.doc · Web viewBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO),

17

bersamaan.Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan keluarga yang adekuat

terbukti berhubungan dengan menurunya mortalitas, lebih mudah sembuh dari

sakit, fungsi kognitif, fisik, dan kesehatan emosi. Disamping itu, pengaruh positif

dari dukungan sosial keluarga adalah pada penyesuaian terhadap kejadian dalam

kehidupan yang penuh dengan stress (Setiadi, 2008).

2.2 Dukungan Keluarga.

Dukungan keluarga adalah persepsi seseorang bahwa dirinya menjadi

bagian dari jaringan sosial yang didalamnya tiap anggotanya saling mendukung

(Friedman, 1998). Dukungan keluarga didefinisikan oleh Zaenuddin (2002), yaitu

informasi verbal atau non verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku

yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subyek didalam lingkungan

sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan

keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Dalam

hal ini orang yang merasa memperoleh dukungan sosial secara emosiaonal merasa

lega karena di perhatikan, mendapatkan saran atau kesan yang menyenangkan

pada dirinya.

Menurut ahli keluarga yaitu Friedman (1998) menjelaskan bahwa keluarga

dalam memenuhi kebutuhannya memiliki fungsi-fungsi dasar keluarga. Salah satu

fungsi dasarnya adalah fungsi afektif, yaitu fungsi keluarga untuk pembentukan

dan pemeliharaan kepribadian anak-anak, pemantapan kepribadian orang dewasa,

serta pemenuhan kebutuhan psikologis para anggotanya. Apabila fungsi afektif ini

tidak dapat berjalan semestinya, maka akan terjadi gangguan psikologis yang

berdampak pada kejiwaan dari keseluruhan unit keluarga tersebut.

Page 18: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1203/1/BAB I_III.doc · Web viewBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO),

18

Menurut Saurasan dalam Zaenuddin (2002), dukungan keluarga adalah

keberadaan, kesedihan, kepedulian, dari orang-orang yang dapat diandalkan,

meghargai dan menyayangi kita. Padangan yang sama juga dukemukakan oleh

Cabb dalam Zaenuddin (2002), mendefinikan dukungan keluarga sebagai adanya

kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau menolong orang dengan sikap

menerima kondisinya, dukungan keluarga tersebut diperoleh dari individu

maupun kelompok.

2.2.1 Dukungan Sosial Keluarga

Dukungan sosial adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu

yang diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya sehingga seseorang akan tahu

bahwa ada orang lain yang memperhatikan menghargai dan mencintainya

(Setiadi, 2008)

Dukungan sosial keluarga adalah sebagai suatu proses hubungan antara

keluarga dengan lingkungan sosial. Dalam semua tahap, dukungan sosial keluarga

menjadikan keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal,

sehingga akan meningkatkan kesehatan dan adaptasi mereka dalam kehidupan

(Setiadi, 2008).

2.2.2 Bentuk dukungan keluarga

Menurut Friedman (1998), bentuk dukungan keluarga terdiri dari empat

macam dukungan yaitu:

1. Dukungan penghargaan (Appraisal Support) merupakan suatu dukungan

sosial yang berasal dari keluarga atau lembaga atau instansi terkait dimana

pernah berjasa atas kemampuannya atau keahliannya amaka mendapatkan

suatu perhatian khusus.

Page 19: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1203/1/BAB I_III.doc · Web viewBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO),

19

2. Dukungan materi (Tangible Assistance) adalah dapat berupa servis

(pelayanan), bantuan keuangan dan pemberian barang-barang. Pemberian

dukungan materi dapat dicontohkan dalam sebuah keluarga atau persahatan.

3. Dukungan informasi (Information Support) merupakan dukungan yang

berupa pemberian informasi, saran dan umpan balik tentang bagaimana

seseorang untuk mengenal dan mengatasi masalahnya dengan lebih mudah.

4. Dukungan emosional (Emosional Support) merupakan keluarga sebagai

tempat yang aman dan dami untuk istirahat dan pemulihan serta membantu

penguasaan terhadap emosi. Dukungan emosional dapat mencakup ungkapan

empati, kepedulian dan perhatian terhadap orang yang bersangkutan misalnya

penegasan, reward, pujian, dan sebaginya.

2.2.3 Jenis dukungan keluarga

Setiadi, 2008 mengemukakan bahwa ada 4 jenis dukungan keluarga :

1) Dukungan instrumental, yaitu keluarga merupakan sumber pertolongan

praktis dan kongkrit.

2) Dukungan informasional, yaitu keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor

dan disseminator (penyebar informasi).

3) Dukungan penilaian yaitu keluarga bertindak sebagai sebuah umpan balik,

membimbing dan menengahi pemecahan masalah dan sebagai sumber dan

validator identitas keluarga.

4) Dukungan emosional yaitu keluarga sebagai tempat yang aman dan damai

untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi.

Page 20: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1203/1/BAB I_III.doc · Web viewBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO),

20

2.2.4 Ciri-ciri bentuk dukungan keluarga

Menurut Setiadi, 2008 setiap bentuk dukungan sosial keluarga

mempunyai cirri-ciri antara lain :

1) Informative, yaitu bantuan informasi yang disediakan agar dapat digunakan

oleh seseorang dalam menanggulangi persoalan-persoalan yang dihadapi,

meliputi pemberian nasihat, pengarahan, ide-ide atau informasi lainnya yang

dibutuhkan dan informasi ini dapat disampaikan kepada orang lain yang

mungkin mengahadapi persoalan yang sama atau hamper sama.

2) Perhatian Emosional, setiap orang pasti membutuhkan bantuan afeksi dari

orang lain, dukungan ini berupa dukungan simpatik dan empati, cinta,

kepercayaan, dan penghargaan. Dengan demikian seseorang yang

menghadapi persoalan merasa dirinya tidak menanggung beban sendiri

tetapi masih ada orang lain yang memperhatikan, mau mendengar segala

keluhan, bersimpati, dan empati terhadap persoalan yang dihadapinya

bahkan mau membantu memecahkan masalah yang dihadapinya.

3) Bantuan instrumental, bantuan bentuk ini bertujuan untuk mempermudah

seseorang dalam melakukan aktivitasnya berkaitan dengan persoalan-

persoalan yang dihadapinya, atau menolong secara langsung kesulitan yang

dihadapi, misalnya dengan menyediakan peralatan lengkap dan memadai

bagi penderita, menyediakan obat – obat yang dibutuhkan dan lain-lain.

4) Bantuan Penilaian, yaitu suatu bentuk penghargaan yang diberikan

seseorang kepada pihak lain berdasarkan kondisi sebenarnya dari penderita.

Penilaian ini bisa positif dan negative yang mana pengaruhnya sangat

Page 21: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1203/1/BAB I_III.doc · Web viewBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO),

21

berarti bagi seseorang. Berkaitan dengan dukungan sosial keluarga maka

penilaian sangat membantu adalah penilaian positif.

5) Efek dari dukungan sosial terhadap kesehatan dan kesejahteraan berfungsi

bersamaan. Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan sosial yang adekuat

terbukti berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh

dari sakit, fungsi kognitif, fisik, dan kesehatan emosi. Disamping itu,

pengaruh positif dari dukungan sosial keluarga adalah pada penyesuaian

terhadap kejadian dalam kehidupan yang penuh dengan stress (Setiadi,

2008).

2.3 Pengertian Operasi

Operasi merupakan tindakan pembedahan pada suatu bagian tubuh

(Smeltzer dan Bare, 2002). Preoperatif adalah fase dimulai ketika keputusan untuk

menjalani operasi atau pembedahan dibuat dan berakhir ketika pasien dipindahkan

ke meja operasi (Smeltzer dan Bare, 2002).

Menurut fungsinya (tujuannya), Potter & Perry ( 2005 ) membagi menjadi:

1) Diagnostik : biopsi, laparotomi eksplorasi

2) Kuratif (ablatif) : tumor, appendiktom

3) Reparatif : memperbaiki luka multiple

4) Rekonstruktif : mamoplasti, perbaikan wajah.

5) Paliatif : menghilangkan nyeri,

6) Transplantasi : penanaman organ tubuh untuk menggantikan organ atau

struktur tubuh yang malfungsi (cangkok ginjal, kornea).

Sedangkan Smeltzer and Bare ( 2001 ), membagi operasi menurut tingkat

urgensi dan luas atau tingkat resiko.

Page 22: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1203/1/BAB I_III.doc · Web viewBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO),

22

a. Menurut tingkat urgensinya :

1) Kedaruratan, klien membutuhkan perhatian dengan segera, gangguan yang

diakibatkannya diperkirakan dapat mengancam jiwa (kematian atau

kecacatan fisik), tidak dapat ditunda.

2) Urgen, klien membutuhkan perhatian segera, dilaksanakan dalam 24 – 30

jam.

3) Diperlukan, klien harus menjalani pembedahan, direncanakan dalam

beberapa minggu atau bulan.

4) Elektif, klien harus dioperasi ketika diperlukan, tidak terlalu

membahayakan jika tidak dilakukan.

5) Pilihan, keputusan operasi atau tidaknya tergantung kepada klien (pilihan

pribadi klien).

b. Menurut Luas atau Tingkat Resiko :

2) Mayor, operasi yang melibatkan organ tubuh secara luas dan mempunyai

tingkat resiko yang tinggi terhadap kelangsungan hidup klien.

3) Minor, operasi pada sebagian kecil dari tubuh yang mempunyai resiko

komplikasi lebih kecil dibandingkan dengan operasi mayor.

Faktor resiko terhadap pembedahan menurut Potter & Perry ( 2005 ) antara

lain :

1) Usia, pasien dengan usia yang terlalu muda (bayi/anak-anak) dan usia

lanjut mempunyai resiko lebih besar. Hal ini diakibatkan cadangan

fisiologis pada usia tua sudah sangat menurun, sedangkan pada bayi dan

anak-anak disebabkan oleh karena belum matur-nya semua fungsi organ.

Page 23: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1203/1/BAB I_III.doc · Web viewBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO),

23

2) Nutrisi, kondisi malnutrisi dan obesitas/kegemukan lebih beresiko

terhadap pembedahan dibandingakan dengan orang normal dengan gizi

baik terutama pada fase penyembuhan. Pada orang malnutrisi maka orang

tersebut mengalami defisiensi nutrisi yang sangat diperlukan untuk proses

penyembuhan luka. Nutrisi-nutrisi tersebut antara lain adalah protein,

kalori, air, vitamin C, vitamin B kompleks, vitamin A, Vitamin K, zat besi

dan seng (diperlukan untuk sintesis protein).

Pada pasien yang mengalami obesitas. Selama pembedahan jaringan

lemak, terutama sekali sangat rentan terhadap infeksi. Selain itu, obesitas

meningkatkan permasalahan teknik dan mekanik.Oleh karenanya

defisiensi dan infeksi luka, umum terjadi.Pasien obes sering sulit dirawat

karena tambahan berat badan; pasien bernafas tidak optimal saat berbaring

miring dan karenanya mudah mengalami hipoventilasi dan komplikasi

pulmonari pasca operatif. Selain itu, distensi abdomen, flebitis dan

kardiovaskuler, endokrin, hepatik dan penyakit biliari terjadi lebih sering

pada pasien obesitas.

3) Penyakit Kronis

pada pasien yang menderita penyakit kardiovaskuler, diabetes, PPOM

(Penyakit Paru Obstruksi Menahun), dan insufisiensi ginjal menjadi lebih

sukar terkait dengan pemakaian energi kalori untuk penyembuhan primer.

Dan juga pada penyakit ini banyak masalah sistemik yang mengganggu

sehingga komplikasi pembedahan maupun pasca pembedahan sangat

tinggi.

Page 24: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1203/1/BAB I_III.doc · Web viewBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO),

24

Ketidaksempurnaan respon neuroendokrin pada pasien yang mengalami

gangguan fungsi endokrin, seperti diabetes mellitus yang tidak terkontrol,

bahaya utama yang mengancam hidup pasien saat dilakukan pembedahan

adalah terjadinya hipoglikemia yang mungkin terjadi selama pembiusan

akibat agen anestesi, atau juga akibat masukan karbohidrat yang tidak

adekuat pasca operasi atau pemberian insulin yang berlebihan. Bahaya lain

yang mengancam adalah asidosis atau glukosuria. Pasien yang mendapat

terapi kortikosteroid beresiko mengalami insufisinsi adrenal. Penggunaan

obat-obatan kortikosteroid harus sepengetahuan dokter anestesi dan dokter

bedah.

4) Merokok, pasien dengan riwayat merokok biasanya akan mengalami

gangguan vaskuler, terutama terjadi arterosklerosis pembuluh darah, yang

akan meningkatkan tekanan darah sistemik.

5) Alkohol dan obat-obatan, individu dengan riwayat alkoholik kronik

seringkali menderita malnutrisi dan masalah-masalah sistemik, seperti

gangguan ginjal dan hepar yang akan meningkatkan resiko pembedahan.

Page 25: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1203/1/BAB I_III.doc · Web viewBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO),

25

2.4 Kerangka Teori Penelitian

Kerangka teori ini disimpulkan berdasarkan tinjauan kepustakaan diatas

yaitu menurut Setiadi (2008) sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian

1. Dukungan Instrumental

2. Dukungan Informasional

3. Dukungan Penilaian

4. Dukungan Emosional

Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi

Persalinan

Page 26: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1203/1/BAB I_III.doc · Web viewBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO),

26

2.5 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian dan tinjauan kepustakaan, maka kerangka

konsep dapat digambarkan sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi

Persalinan

Dukungan Informasional

Dukungan Penilaian

Dukungan Emosional

Page 27: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1203/1/BAB I_III.doc · Web viewBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO),

25

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang bersifat analitik

dengan rancangan cross sectional yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan

dengan tujuan utama untuk mengetahui hubungan variabel independen dengan

variabel dependen yaitu untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan

tingkat kecemasan pasien pre operasi persalinan di Rumah Sakit Umum Daerah

Nagan Raya (Sugiyono, 2013).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Nagan Raya.

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 16 juni-01 Agustus 2016.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien pre operasi persalinan yang

terdata di Rumah Sakit Umum Daerah Nagan Raya sebanyak 212 orang dari bulan

Januari sampai dengan Mei 2016.

3.3.2 Sampel Penelitian

Untuk mengambil sampel didasarkan pada rumus yang dikemukakan oleh

Slovin dalam (Sugiyono, 2013).

27

Page 28: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1203/1/BAB I_III.doc · Web viewBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO),

28

n = N 1 + N (d2)

n = 212 1 + 212 (0,1)²

n = 212 1 + 212 (0,01)

n = 212 1 + 2,12

n = 212 3,12

n = 67,9 dibulatkan menjadi 68 responden

Dimana :

N : Besar populasi

n : Besar Sampel

d : Tingkat Kepercayaan yang diinginkan 0,1 (10%)

Berdasarkan rumus diatas sampel yang diambil adalah 68 orang.

Selanjutnya sampel ini diambil menggunakan teknik Accidental Sampling.

3.4 Metode Pengumpulan Data

3.4.1 Data Primer

Data yang diperoleh peneliti melalui kuesioner dengan mengunjungi

pasien yang terdata di Rumah Sakit Umum Daerah Nagan Raya.

3.4.2 Data Sekunder

Data yang diperoleh melalui buku-buku kepustakaan yang berhubungan

dengan penelitian dan data dari Rumah Sakit Umum Daerah Nagan Raya.

Page 29: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1203/1/BAB I_III.doc · Web viewBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO),

29

3.5 Definisi Operasional

Tabel 3.1 Variabel Penelitian

No Variabel Definisi Operasional

Cara Ukur

Alat Ukur

Hasil Ukur

Skala Ukur

Variabel Independen

1 Dukungan Informasional

keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan disseminator (penyebar informasi)

Wawancara KuesionerBaik Kurang Baik

Ordinal

2 Dukungan Penilaian

keluarga bertindak sebagai sebuah umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah

Wawancara KuesionerBaik Kurang Baik

Ordinal

3. Dukungan Emosional

keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi.

Wawancara KuesionerBaik Kurang Baik

Ordinal

Variabel Dependen

1.

Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Persalinan

Tingkat Kekhawatiran Pasien Pre Operasi Persalinan

Wawancara Kuesioner

Tidak ada gejalaRinganSedangBeratSangat Berat

Ordinal

Page 30: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1203/1/BAB I_III.doc · Web viewBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO),

30

3.6 Aspek Pengukuran Variabel

Aspek pengukuran yang digunakan dalam pengukuran variabel pada

penelitian ini adalah skala Guddman yaitu memberi skor dari nilai tertinggi ke

nilai terendah berdasarkan jawaban responden (Notoatmodjo, 2003).

1. Dukungan Informasional :

Penilaian pengetahuan dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu :

a. Baik, Jika responden mendapatkan nilai >4 dari total skor

b. Kurang Baik, Jika responden mendapatkan nilai ≤ 4 dari total skor

2. Dukungan Penilaian :

Penilaian sikap dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu :

a. Baik, Jika responden mendapatkan nilai > 3 dari total skor

b. Kurang Baik, Jika responden mendapatkan nilai ≤ 3 dari total skor

3. Dukungan Emosional :

Penilaian tindakan dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu :

a. Baik, Jika responden mendapatkan nilai >4 dari total skor

b. Kurang Baik, Jika responden mendapatkan nilai ≤ 4 dari total skor

4. Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Persalinan

Penilaian Kadar Kolesterol dalam Darah dikategorikan menjadi 3 yaitu :

a. Tidak ada gejala, Jika responden mendapatkan nilai ˂ 14 dari total skor

b. Ringan, Jika responden mendapatkan nilai 14-20 dari total skor

c. Sedang, Jika responden mendapatkan nilai 21-27 dari total skor

d. Berat, Jika responden mendapatkan nilai 28-41 dari total skor

e. Sangat berat, Jika responden mendapatkan nilai 42-56 dari total skor

Page 31: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1203/1/BAB I_III.doc · Web viewBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO),

31

3.6 Metode Pengolahan Data

Menurut Notoatmodjo (2007) cara pengolahan data terdiri atas :

1. Editing

Dilakukan pengecekan kelengkapan data yang telah terkumpul bila terdapat

kesalahan atau kekurangan dalam pengumpulan data akan diperbaiki dengan

pemeriksaan dan pendataan ulang.

2. Coding

Data yang diperoleh diklasifikasikan kemudian diberi kode tertentu untuk

memudahkan pengolahan data.

3. Transfering

Data yang telah diber kode disusun secara berurutan sesuai dengan klasifikasi

data.

4. Tabulating

Data yang telah dikumpulkan dimasukkan dalam tabel distribusi frekuensi.

3.8 Analisis Data

3.7.1 Analisis Univariat

Analisis Univariat yaitu untuk mendapatkan distribusi frekuensi dari

seluruh variabel penelitian dengan menggunakan program komputerisasi.

3.7.2 Analisis Bivariat

Analisis Bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel

independen dengan dependen, dengan menggunakan uji Chi-Square, dengan

derajat kepercayaan/CI 90% dan α=0,05. Persamaan rumus Chi-Square adalah

sebagai berikut (Sugiyono, 2013) :

Page 32: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1203/1/BAB I_III.doc · Web viewBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO),

32

X2 =∑ (O-E)2

E

E = Total Baris x Total Kolom

Grand Total

Dimana :

X2 = Chi-Square

O = Nilai Observasi (Nilai yang diamati)

E = Nilai Expected

Dalam melakukan uji Chi-Square ada syarat-syarat yang harus dipenuhi :

Sampel dipilih acak dan data yang tersedia dalam bentuk jumlah atau

distrit. semua pengamatan dilakukan independen..

Kesimpulan dari uji statistik ini adalah :

1. Apabila hasil uji didapat P value > α = 0,05 berarti tidak ada hubungan antara

variabel independen dengan variabel dependen.

2. Apabila hasil uji tersebut didapat P value < α = 0,05 bearti ada hubungan

antara variabel independen dengan variabel dependen.

Dalam melakukan uji Chi-square adapun ketentuan yang harus di pakai

adalah :

1. Bila 2 x 2 dijumpai nilai expected (harapan) kurang dari 5, maka yang

digunakan adalah Fisher’s test,

2. Bila 2 x 2 dan nilai E > 5, maka uji yang dipakai sebaliknya Contuinty

Correction,

Page 33: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1203/1/BAB I_III.doc · Web viewBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO),

33

3. Bila tabel lebih dari 2 x 2 misalnya 2 x 3, 3 x 3 dan seterusnya, maka

digunakan uji Pearson Chi-square.

4. Uji “Likelihood”, biasanya digunakan untuk keperluan lebih spesifik,

misalnya analisis stratifikasi pada bidang epidemiologi dan juga untuk

mengetahui hubungan linier dua variabel kategorik, sehingga kedua jenis ini

jarang digunakan.