repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/bab i_v.docx  · web viewbab i. pendahuluan. latar...

97
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang B adan Kesehatan Dunia World Health Organization (WHO, 2014) melaporkan jumlah kasus penderita kusta di dunia pada tiga bulan pertama di tahun 2013 terdaftar sebanyak 189.018 kasus sementara jumlah kasus baru yang terdeteksi pada tahun 2012 sebanyak 232.857 kasus. Pada tahun 2012 Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen PP&PL) Kemenkes RI melaporkan di Indonesia terdapat jumlah kasus baru kusta sebanyak 23.169 kasus. Sulawesi Selatan pada tahun 2013 dilaporkan terdapat 746 kasus, serta data Kota Makassar sendiri terdapat 128 kasus baru pada tahun 2013. Permasalahan penyakit kusta ini bila dikaji secara mendalam merupakan permasalahan yang sangat kompleks 1

Upload: others

Post on 15-Oct-2020

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Badan Kesehatan Dunia World Health Organization (WHO, 2014)

melaporkan jumlah kasus penderita kusta di dunia pada tiga bulan pertama di

tahun 2013 terdaftar sebanyak 189.018 kasus sementara jumlah kasus baru

yang terdeteksi pada tahun 2012 sebanyak 232.857 kasus.

Pada tahun 2012 Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan

Penyehatan Lingkungan (Ditjen PP&PL) Kemenkes RI melaporkan di Indonesia

terdapat jumlah kasus baru kusta sebanyak 23.169 kasus. Sulawesi Selatan

pada tahun 2013 dilaporkan terdapat 746 kasus, serta data Kota Makassar sendiri

terdapat 128 kasus baru pada tahun 2013.

Permasalahan penyakit kusta ini bila dikaji secara mendalam merupakan

permasalahan yang sangat kompleks dan permasalahan kemanusiaan seutuhnya.

Masalah yang dihadapi penderita bukan hanya dari medis saja tetapi juga adanya

masalah psikososial sebagai akibat penyakitnya. Dalam keadaan ini masyarakat

berupaya menghindari penderita. Sebagai akibat dari masalah tersebut akan

mempunyai efek atau pengaruh terhadap kehidupan bangsa dan negara, karena

masalah-masalah tersebut dapat mengakibatkan penderita kusta menjadi tuna

sosial, tuna wisma, tuna karya dan ada kemungkinan mengarah untuk melakukan

kejahatan atau gangguan di lingkungan masyarakat (Daili, 2005).

1

Page 2: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

2

Program pemberantasan penyakit menular bertujuan untuk mencegah

terjadinya penyakit, menurunkan angka kesakitan dan angka kematian serta

mencegah akibat buruk lebih lanjut sehingga memungkinkan tidak lagi menjadi

masalah kesehatan masyarakat. Penyakit kusta adalah salah satu penyakit menular

yang masih merupakan masalah nasional kesehatan masyarakat, dimana beberapa

daerah di Indonesia prevalens rate masih tinggi dan permasalahan yang

ditimbulkan sangat komplek. Masalah yang dimaksud bukan saja dari segi medis

tetapi meluas sampai masalah sosial ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan

sosial (Ratnawati, 2008).

Di Indonesia pengobatan dari perawatan penderita kusta secara terintegrasi

dengan unit pelayanan kesehatan. Dampak sosial terhadap penyakit kusta ini

sedemikian besarnya, sehingga menimbulkan keresahan yang sangat mendalam.

Tidak hanya pada penderita sendiri, tetapi pada keluarganya, masyarakat dan

negara (Daili, 2005).

Hal ini dapat dibuktikan dengan kenyataan bahwa penyakit mempunyai

kedudukan yang khusus diantara penyakit-penyakit lain. Hal ini disebabkan oleh

karena adanya leprophobia (rasa takut yang berlebihan terhadap kusta).

Leprophobia ini timbul karena pengertian penyebab penyakit kusta yang salah dan

cacat yang ditimbulkan sangat menakutkan. Dari sudut pengalaman nilai budaya

sehubungan dengan upaya pengendalian leprophobia yang bermanifestasi sebagai

rasa jijik dan takut pada penderita kusta tanpa alasan yang rasional. Terdapat

kecenderungan bahwa masalah kusta telah beralih dari masalah kesehatan ke

masalah sosial (Wicaksono, 2011).

Page 3: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

3

Data dari Dinas Kesehatan Nagan Raya, menunjukkan bahwa penyakit

kusta cukup memerlukan perhatian khsusus dalam penanganannya. Hal ini

diperlihatkan oleh data terkait penyebaran penyakit kusta disetiap kecamatan yang

ada di kabupaten tersebut. Penyebab utama penyakit kusta adalah karena kondisi

kumuh lingkungan rumah maupun kebersihan diri saat bekerja. Angka penderita

penyakit kusta terbanyak terdapat dikecamatan kuala pesisir dari total jumlah

penyakit yang ada dikabupaten nagan raya (Dinkes Nagan Raya, 2015).

Berdasarkan hasil survey pendahuluan menunjukkan bahwa jumlah

penderita kusta yang ada di Kabupaten Nagan Raya pada tahun 2012 sebanyak 34

orang, pada tahun 2013 sebanyak 73 orang, tahun 2014 sebanyak 65 orang, dan

tahun 2015 sebanyak 47 orang. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa terjadi

penambahan penderita dari tahun ke tahun, namun puncak kenaikan jumlah

penderita terdapat di tahun 2013 yaitu sebanyak 73 orang. Dengan demikian

jumlah secara keseluruhan dari tahun 2012 sampai dengan 2015 sebanyak 219

orang penderita.

Puskesmas Padang Panyang merupakan Puskesmas yang berada di

wilayah Kecamatan Kuala Pesisir Kabupaten Nagan Raya. Hasil survey awal

terhadap penduduk di daerah yang menjadi lokasi penelitian, menunjukkan bahwa

Puskesmas ini membawahi 12 Desa dengan total jumlah penduduk sebanyak

11.582 jiwa. Selanjutnya, jumlah kunjungan pasien selama Januari sampai dengan

Desember 2014 sebanyak 14.127 pasien. Sedangkan periode Januari sampai

dengan Oktober 2015 sebanyak 11.624 orang. Dari jumlah tersebut, untuk jumlah

penderita penyakit kusta itu sendiri adalah sebanyak 12 orang. Dengan rincian 5

Page 4: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

4

orang pada Tahun 2014 dan 7 orang pada Tahun 2015. Para Penderita berada di

Desa LT. Ben, Desa Jati Rejo, Kuala Trang, dan Padang Panyang.

Sejalan dengan penjelasan pada uraian tersebut, maka peneliti pada

kesempatan ini merasa tertarik untuk melakukan kajian dan penelitian

tentang“Analisis Kejadian Penyakit Kusta di Wilayah Kerja Puskesmas Padang

Panyang Kecamatan Kuala Pesisir Kabupaten Nagan Raya”.

1.2 Rumusan Masalah

Sejalan dengan permasalahan latar belakang yang telah dijabarkan di atas,

maka dapat dirumuskan masalahnya bahwa bagaimanakah analisis kejadian

penyakit kusta di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Panyang Kecamatan Kuala

Pesisir Kabupaten Nagan Raya?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui analisis kejadian

penyakit kusta di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Panyang Kecamatan Kuala

Pesisir Kabupaten Nagan Raya.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui hubungan kebersihan individu (personal hygiene) dengan

kejadian penyakit kusta.

2. Untuk mengetahui hubungan riwayat kontak dengan kejadian penyakit

kusta.

3. Untuk mengetahui hubungan lingkungan dengan kejadian penyakit kusta.

Page 5: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

5

4. Untuk mengetahui hubungan solusi dan kebijakan dengan kejadian penyakit

kusta.

5. Untuk mengetahui kejadian penyakit kusta di Wilayah Kerja Puskesmas

Padang Panyang.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

1. Sebagai wahana bagi peneliti dalam penerapan dan pengembangan ilmu

pengetahuan yang dimiliki dengan kenyataan yang ada di lapangan.

2. Dapat menambah pengetahuan dan wawasan peneliti tentang“Analisis

Kejadian Penyakit Kusta di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Panyang

Kecamatan Kuala Pesisir Kabupaten Nagan Raya”.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berisikan

tentang Analisis Kejadian Penyakit Kusta di Wilayah Kerja Puskesmas

Padang Panyang Kecamatan Kuala Pesisir Kabupaten Nagan Raya.

2. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain, yang akan melakukan penelitian

berkaitan dengan penelitian ini.

Page 6: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

6

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Kusta

2.1.1 Definisi Penyakit Kusta

Istilah kusta berasal dari bahasa Sansekerta, yakni kushtha berarti

kumpulan gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit kusta disebut juga Morbus

Hansen, sesuai dengan nama yang menemukan kuman yaitu Dr. Gerhard

Armauwer Hansen pada tahun 1874 sehingga penyakit ini disebut Morbus

Hansen (Daili, 2005).

Penyakit Hansen adalah sebuah penyakit infeksi kronis yang

disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Penyakit ini adalah tipe

penyakit granulomatosa pada saraf tepi dan mukosa dari saluran pernapasan

atas; dan lesi pada kulit adalah tanda yang bisa diamati dari luar. Bila tidak

ditangani, kusta dapat sangat progresif, menyebabkan kerusakan pada kulit,

saraf-saraf, anggota gerak, dan mata. Tidak seperti mitos yang beredar di

masyarakat, kusta tidak menyebabkan pelepasan anggota tubuh yang begitu

mudah, seperti pada penyakit tzaraath yang digambarkan dan sering disamakan

dengan kusta (Daili, 2005).

Kusta merupakan penyakit menahun yang menyerang syaraf tepi, kulit

dan organ tubuh manusia yang dalam jangka panjang mengakibatkan sebagian

anggota tubuh penderita tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

Page 7: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

7

Meskipun infeksius, tetapi derajat infektivitasnya rendah. Waktu inkubasinya

panjang, mungkin beberapa tahun, dan tampaknya kebanyakan pasien

mendapatkan infeksi sewaktu masa kanak-kanak. Tanda-tanda seseorang

menderita penyakit kusta antara lain, kulit mengalami bercak putih, merah, ada

bagian tubuh tidak berkeringat, rasa kesemutan pada anggota badan atau bagian

raut muka, dan mati rasa karena kerusakan syaraf tepi. Gejalanya memang

tidak selalu tampak. Justru sebaiknya waspada jika ada anggota keluarga yang

menderita luka tak kunjung sembuh dalam jangka waktu lama. Juga bila luka

ditekan dengan jari tidak terasa sakit.

Kelompok yang berisiko tinggi terkena kusta adalah yang tinggal di

daerah endemik dengan kondisi yang buruk seperti tempat tidur yang tidak

memadai, air yang tidak bersih, asupan gizi yang buruk, dan adanya penyertaan

penyakit lain seperti HIV yang dapat menekan sistem imun. Pria memiliki

tingkat terkena kusta dua kali lebih tinggi dari wanita (Daili, 2005).

Kusta tipe Pausi Bacillary atau disebut juga kusta kering adalah

bilamana ada bercak keputihan seperti panu dan mati rasa atau kurang merasa,

permukaan bercak kering dan kasar serta tidak berkeringat, tidak tumbuh

rambut/bulu, bercak pada kulit antara 1-5 tempat. Ada kerusakan saraf tepi

pada satu tempat, hasil pemeriksaan bakteriologis negatif (-), Tipe kusta ini

tidak menular. Sedangkan Kusta tipe Multi Bacillary atau disebut juga kusta

basah adalah bilamana bercak putih kemerahan yang tersebar satu-satu atau

merata diseluruh kulit badan, terjadi penebalan dan pembengkakan pada

bercak, bercak pada kulit lebih dari 5 tempat, kerusakan banyak saraf tepi dan

Page 8: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

8

hasil pemeriksaan bakteriologi positif (+). Tipe seperti ini sangat mudah

menular (Hasibuan, 2000).

2.1.2 Sejarah

Konon, kusta telah menyerang manusia sejak 300 SM, dan telah dikenal

oleh peradaban Tiongkok kuno, Mesir kuno, dan India. Pada 1995, Penyakit

kusta atau lepra menjadi salah satu penyakit tertua yang hingga kini awet

bertahan di dunia. Dari catatan yang ditemukan di India, penderita kusta sudah

ditemukan sejak tahun 600 Sebelum Masehi. Dalam buku City of Joy (Negeri

Bahagia) karya Dominique, mantan reporter untuk sejumlah penerbitan di

Prancis pada dekade 1960-an hingga 1970-an, kusta menjadi penyakit yang

'populer' dan menjadi bagian dari kehidupan miskin di Calcutta, India. Namun,

kuman penyebab kusta kali pertama baru ditemukan pada tahun 1873 oleh

Armauer Hansen di Norwegia. Karena itu penyakit ini juga sering disebut

penyakit Hansen. Saat ini penyakit kusta banyak terdapat di Benua Afrika,

Asia, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan (Amiruddin, 2012).

Menurut sejarah pemberantasan penyakit kusta di dunia dapat kita bagi

dalam 3 (tiga) zaman yaitu zaman purbakala, zaman pertengahan dan zaman

moderen. Pada zaman purbakala karena belum ditemukan obat yang sesuai

untuk pengobatan penderita kusta, maka penderita tersebut telah terjadi

pengasingan secara spontan karena penderita merasa rendah diri dan malu,

disamping itu masyarakat menjauhi mereka karena merasa jijik. Pada zaman

pertengan penderita kusta diasingkan lebih ketat dan dipaksa tinggal di

Page 9: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

9

Leprosaria/koloni perkampungan penderita kusta seumur hidup (Amiruddin,

2012).

1) Zaman Purbakala

Penyakit kusta dikenal hampir 2000 tahun SM. Hal ini dapat

diketahui dari peninggalan sejarah seperti di Mesir, di India 1400 SM, istilah

kusta yang sudah dikenal didalam kitab Weda, di Tiongkok 600 SM, di

Nesopotamia 400 SM. Pada zaman purbakala tersebut telah terjadi

pengasingan secara spontan penderita merasa rendah diri dan malu,

disamping masyarakat menjauhi penderita karena merasa jijik dan takut

(Amiruddin, 2012).

2) Zaman Pertengahan

Kira-kira setelah abad ke 13 dengan adanya keteraturan

ketatanegaraan dan sistem feodal yang berlaku di Eropa mengakibatkan

masyarakat sangat patuh dan takut terhadap penguasa dan hak azasi manusia

tidak mendapat perhatian. Demikian pula yang terjadi pada penderita kusta

yang umumnya merupakan rakyat biasa. Pada waktu itu penyebab penyakit

dan obat-obatan belum ditemukan maka penderita kusta diasingkan lebih

ketat dan dipaksakan tinggal di Leprosaria/Koloni Perkampungan penderita

kusta untuk seumur hidup (Amiruddin, 2012).

3) Zaman Modern.

Menurut Amiruddin (2012) dengan ditemukannya kuman kusta oleh

G.H. Hansen pada tahun 1873, maka mulailah era perkembangan baru untuk

Page 10: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

10

mencari obat anti kusta dan usaha penanggulangannya. Pengobatan yang

efektif terhadap penyakit kusta ditemukan pada akir 1940-an dengan

diperkenalkannya dapson dan derivatnya. Bagaimanapun juga, bakteri

penyebab lepra secara bertahap menjadi kebal terhadap dapson dan menjadi

kian menyebar. Hal ini terjadi hingga ditemukannya pengobatan multiobat

pada awal 1980-an dan penyakit ini pun mampu ditangani kembali.

Demikian halnya di Indonesia dr. Sitanala telah mempelopori perubahan

sistem pengobatan yang tadinya dilakukan secara isolasi, secara bertahap

dilakukan dengan pengobatan jalan. Perkembangan pengobatan selanjutnya

adalah sebagai berikut :

a) Pada tahun 1951 dipergunakan DDS sebagai pengobatan penderita kusta.

b) Pada tahun 1969 pemberantasan penyakit kusta mulai diintegrasikan di

puskesmas.

c) Sejak tahun 1982 Indonesia mulai menggunakan obat Kombinasi

Multidrug Therapy (MDT) sesuai dengan rekomendasi World Health

Organisation (Depkes RI, 2006).

2.1.3 Etiologi (Penyebab) Penyakit Kusta

Penyebab penyakit kusta yaitu Mycobactorium Leprae dimana untuk

pertama kali ditemukan oleh G.H. Armauer Hansen pada tahun 1973.

Mycobactorium Leprae hidup intraseluler dan mempunyai afinitas yang besar

pada sel saraf (Schwan Cell) dan sel dari system retikulo endothelial. Waktu

pembelahan sangat lama, yaitu 2-3 minggu. Di luar tubuh manusia (dalam

kondisi tropis) kuman kusta dari secret nasal dapat bertahan sampai 9 hari

Page 11: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

11

(Desikan 1977, Hasting, 1985). Pertumbuhan optimal in vivo kuman kusta

pada tikus adalah pada suhu 27-30° C (Departemen Kesehatan RI, 2006).

2.1.4 Tempat Perkembangbiakan Bakteri Mycobactorium leprae

Mycobactorium leprae adalah basil obligat intraseluler yang terutama

dapat berkembang biak di dalam sel Schwann saraf dan makrofag kulit. Basil ini

dapat ditemukan dimana-mana, misalnya di dalam tanah, air, udara, dan pada

manusia (terdapat di permukaan kulit, rongga hidung, dan tenggorokan). Basil ini

dapat berkembang biak di dalam otot polos, otot erektor pili, otot dan endotel

kapiler, otot di skrotumm, dan otot iris di mata. Basil ini juga dapat ditemukan

dalam folikel rambut, kelenjar keringat, sekret hidung, mukosa hidung, dan daerah

erosi atau ulkus pada penderita tipeboderline dan lepromatous. Dan sampai saat

ini yang diketahui bahwa satu-satunya hospes kuman M. leprae adalah manusia. 

Pada seorang penderita kusta, kuman ini dapat diisolasi dari kerokan kulit, selaput

lendeir (terutama hidung) dan endotel pembuluh darah.  

M. leprae merupakan basil Gram positif karena sitoplasma basil ini

mempunyai struktur yang sama dengan gram positif yang lain, yaitu mengandung

DNA dan RNA dan berkembang biak secara binary fision dan membutuhkan

waktu 11-13 hari.

Beberapa kriteria identifikasi, ada 5 sifat khas M. leprae, yakni:

1. M. leprae merupakan parasit intraseluler obligat yang tidak dapat dibiakan pada

media buatan.

2. Sifat tahan asam M. leprae dapat diekstraksi oleh piridin.

Page 12: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

12

3. M.leprae merupakan satu-satunya mikrobakterium yang mengoksidasi D-Dopa

(D-Dihydroxyphenylalanin).

4. M.leprae adalah satu-satunya spesies mikrobakterium yang menginvasi dan

bertumbuh dalam saraf perifer.

5. Ektrak terlarut dan preparat M.leprae mengandung komponen-komponen

antigenik yang stabil dengan aktivitas imunologis yang khas, yaitu uji kulit

positif pada penderita tuberkuloid dan negatif pada penderita lepromatous.

2.1.5 Epidemiologi Penyakit Kusta

1. Epidemiologi Secara Global

Kusta menyebar luas ke seluruh dunia, dengan sebagian besar kasus

terdapat di daerah tropis dan subtropis, tetapi dengan adanya perpindaham

penduduk maka penyakit ini bisa menyerang di mana saja (Amiruddin, 2012).

2. Epidemiologi Kusta di Indonesia

Penyakit ini diduga berasal dari Afrika atau Asia Tengah yang

kemudian menyebar keseluruh dunia lewat perpindahan penduduk ini

disebabkan karena perang, penjajahan, perdagangan antar benua dan pulau-

pulau. Berdasarkan pemeriksaan kerangka-kerangka manusia di Skandinavia

diketahui bahwa penderita kusta ini dirawat di Leprosaria secara isolasi ketat.

Penyakit ini masuk ke Indonesia diperkirakan pada abad ke IV-V yang diduga

dibawa oleh orang-orang India yang datang ke Indonesia untuk menyebarkan

agamanya dan berdagang.

Pada pertengahan tahun 2000 jumlah penderita kusta terdaftar di

Indonesia sebanyak 20.742 orang. Jumlah penderita kusta terdaftar ini

Page 13: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

13

membuat Indonesia menjadi salah satu Negara di dunia yang dapat mencapai

eliminasi kusta sesuai target yang ditetapkan oleh World Health Organisation

yaitu tahun 2000 (Amiruddin, 2012).

2.1.6 Gejala dan Bentuk-bentuk Penyakit Kusta

a. Gejala Penyakit Kusta

Gejala dan tanda kusta sukar diamati dan muncul sangat lambat. Beberapa

di antaranya adalah:

1. Mati rasa. Tidak bisa merasakan perubahan suhu hingga kehilangan sensasi

sentuhan dan rasa sakit pada kulit.

2. Pembesaran pembuluh darah, biasanya di sekitar siku dan lutut.

3. Perubahan bentuk atau kelainan pada wajah.

4. Hidung tersumbat atau terjadi mimisan.

5. Muncul luka tapi tidak terasa sakit.

6. Kerusakan mata. Mata menjadi kering dan jarang mengedip biasanya

dirasakan sebelum muncul tukak berukuran besar.

7. Lemah otot atau kelumpuhan.

8. Hilangnya jari jemari.

b. Klasifikasi Penyakit Kusta

1) Jenis klasifikasi yang umum

a) Klasifikasi Internasional (1953)

Indeterminate (I)

Tuberkuloid (T)

Borderline-Dimorphous (B)

Page 14: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

14

Lepromatosa (L)

b) Klasifikasi untuk kepentingan riset /klasfikasi Ridley-Jopling (1962).

Tuberkoloid (TT)

Boderline tubercoloid (BT)

Mid-berderline (BB)

Borderline lepromatous (BL)

Lepromatosa (LL)

c) Klasifikasi untuk kepentingan program kusta /klasifikasi WHO (1981) dan

modifikasi WHO (1988).

Pausibasilar (PB)

Hanya kusta tipe I, TT dan sebagian besar BT dengan BTA negatif

menurut kriteria Ridley dan Jopling atau tipe I dan T menurut klasifikasi

Madrid.

Multibasilar (MB)

Termasuk kusta tipe LL, BL, BB dan sebagian BT menurut kriteria

Ridley dan Jopling atau B dan L menurut Madrid dan semua tipe kusta

dengan BTA positif.

Untuk pasien yang sedang dalam pengobatan harus diklasifikasikan

sebagai berikut :

Bila pada mulanya didiagnosis tipe MB, tetapi diobati sebagai MB

apapun hasil pemeriksaan BTA-nya saat ini.

Bila awalnya didiagnosis tipe PB, harus dibuat klasifikasi baru

berdasarkan gambaran klinis dan hasil BTA saat ini.

Page 15: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

15

2.1.7 Penyebab Penyakit Kusta

Penyebab kusta adalah kuman mycobacterium leprae. Dimana

microbacterium ini adalah kuman aerob, tidak membentuk spora, berbentuk

batang, dikelilingi oleh membran sel lilin yang merupakan ciri dari spesies

Mycobacterium, berukuran panjang 1 – 8 micro, lebar 0,2 – 0,5 micro biasanya

berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel dan bersifat tahan

asam (BTA) atau gram positif, tidak mudah diwarnai namun jika diwarnai akan

tahan terhadap dekolorisasi oleh asam atau alkohol sehingga oleh karena itu

dinamakan sebagai basil "tahan asam". Selain banyak membentuk safrifit, terdapat

juga golongan organisme patogen (misalnya Mycrobacterium tuberculosis,

Mycrobakterium leprae) yang menyebabkan penyakit menahun dengan

menimbulkan lesi jenis granuloma infeksion. Mycobacterium leprae belum dapat

dikultur pada laboratorium.

Kuman Mycobacterium Leprae menular kepada manusia melalui kontak

langsung dengan penderita dan melalui pernapasan, kemudian kuman membelah

dalam jangka 14-21 hari dengan masa inkubasi rata-rata dua hingga lima tahun.

Setelah lima tahun, tanda-tanda seseorang menderita penyakit kusta mulai muncul

antara lain, kulit mengalami bercak putih, merah, rasa kesemutan bagian anggota

tubuh hingga tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

2.1.8 Jenis – Jenis / Tipe Penyakit Kusta

1. Jenis Pausi Bacillary 

Page 16: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

16

Kusta tipe Pausi Bacillary atau disebut juga kusta kering adalah bilamana

ada bercak keputihan seperti panu dan mati rasa atau kurang merasa, permukaan

bercak kering dan kasar serta tidak berkeringat, tidak tumbuh rambut/bulu, bercak

pada kulit antara 1-5 tempat. Ada kerusakan saraf tepi pada satu tempat, hasil

pemeriksaan bakteriologis negatif (-), Tipe kusta ini tidak menular.

2. Jenis Multi Bacillary 

Kusta tipe Multi Bacillary atau disebut juga kusta basah adalah bilamana

bercak putih kemerahan yang tersebar satu-satu atau merata diseluruh kulit badan,

terjadi penebalan dan pembengkakan pada bercak, bercak pada kulit lebih dari 5

tempat, kerusakan banyak saraf tepi dan hasil pemeriksaan bakteriologi positif (+).

Tipe seperti ini sangat mudah menular.

Manifestasi klinis dari kusta sangat beragam, namun terutama mengenai

kulit, saraf, dan membran mukosa. Pasien dengan penyakit ini dapat

dikelompokkan lagi menjadi kusta tuberkuloid (Inggris: paucibacillary), kusta

lepromatosa (penyakit Hansen multibasiler), atau kusta multibasiler (borderline

leprosy).

1. Kusta tuberkuloid (Inggris: paucibacillary), ditandai dengan satu atau lebih

hipopigmentasi makula kulit dan bagian yang tidak berasa (anestetik).

2. Kusta lepormatosa (penyakit Hansen multibasiler), dihubungkan dengan lesi,

nodul, plak kulit simetris, dermis kulit yang menipis, dan perkembangan pada

mukosa hidung yang menyebabkan penyumbatan hidung (kongesti nasal) dan

epistaksis (hidung berdarah) namun pendeteksian terhadap kerusakan saraf

sering kali terlambat.

Page 17: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

17

3.  Kusta multibasiler (borderline leprosy), dengan tingkat keparahan yang sedang,

adalah tipe yang sering ditemukan. Terdapat lesi kulit yang menyerupai kusta

tuberkuloid namun jumlahnya lebih banyak dan tak beraturan; bagian yang

besar dapat mengganggu seluruh tungkai, dan gangguan saraf tepi dengan

kelemahan dan kehilangan rasa rangsang. Tipe ini tidak stabil dan dapat

menjadi seperti kusta lepromatosa atau kusta tuberkuloid.

2.1.9 Cara Penularan

Meskipun cara penularannya yang pasti belum diketahui dengan jelas,

penularan di dalam rumah tangga dan kontak/hubungan dekat dalam waktu yang

lama tampaknya sangat berperan dalam penularan kusta (Entjang, 2004).

Cara-cara penularan penyakit kusta sampai saat ini masih merupakan tanda

tanya. Yang diketahui hanya pintu keluar kuman kusta dari tubuh si penderita,

yakni selaput lendir hidung. Tetapi ada yang mengatakan bahwa penularan

penyakit kusta adalah:

1. Melalui sekresi hidung, basil yang berasal dari sekresi hidung penderita yang

sudah mengering, diluar masih dapat hidup 2–7 x 24 jam.

2. Kontak kulit dengan kulit. Syarat-syaratnya adalah harus di bawah umur 15

tahun, keduanya harus ada lesi baik mikoskopis maupun makroskopis, dan

adanya kontak yang lama dan berulang-ulang.

Penularan terjadi apabila Mycobacterium yang solid (hidup) keluar dari

tubuh penderita dan masuk ke dalam tubuh orang lain. Belum diketahui secara

pasti bagaimana cara penularan dari bakteri Mycobacterium yang menyebabkan

penyakit kusta ini, secara teoritis penularan ini dapat terjadi dengan cara kontak

Page 18: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

18

yang intim dan lama dengan penderita. Yang jelas seorang penderita yang sudah

minum obat tidak menjadi sumber penularan kepada orang lain.

Para ahli mengatakan bahwa penyakit Kusta dapat ditularkan melalui

saluran pernafasan dan juga melalui kulit. Walau tidak terdapat hukum-hukum

pasti penularan Kusta ini, perlu diketahui bahwa jalan keluar dari kuman Kusta ini

adalah melalui selaput lendir hidung penderita. Namun ada beberapa artikel yang

menyatakan bahwa penularan Kusta ini melalui sekret hidung penderita yang telah

mengering dimana basil dapat hidup 2 -7 hari.

Cara penularan lain yang umumnya diungkapkan adalah melalui kulit ke

kulit, namun dengan syarat tertentu. Karena tidak semua sentuhan kulit ke kulit itu

dapat menyebabkan penularan.Sampai saat ini masih belum ditemukan vaksinasi

terhadap Kusta, namun berdasarkan beberapa sumber, dikatakan bahwa apabila

kuman Kusta tersebut masih utuh bentuknya maka memiliki kemungkinan

penularan lebih besar daripada bentuk kuman yang telah hancur akibat

pengobatan. Sehingga, perlu ditekankan bahwa pengobatan merupakan jalan

untuk mencegah penularan penyakit Kusta ini.

Tetapi Pengaruh masuknya M. Leprae terhadap manusia sehingga timbul   

penyakit kusta bergantung beberapa faktor yaitu:

1. Faktor Imunitas/Daya Tahan Tubuh Seseorang

    Sebagian besar (±95%) manusia kebal terhadap penyakit kusta.

2. Faktor Sumber Penularan

Sumber penularan pnderita kusta tipe MB yg tidak diobati atau tak berobat

teratur.

Page 19: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

19

3.  Faktor Kuman Kusta

Kemampuan hidup M. leprae pada suhu yang rendah. Diluar tubuh manusia

hidup antara 1-9 hari tergantung pada suhu atau keadaan cuaca yang lembab.

2.1.10 Ciri-Ciri Penyakit Kusta

Tanda-tanda seseorang menderita penyakit kusta antara lain, kulit

mengalami bercak putih, merah, ada bagian tubuh tidak berkeringat, rasa

kesemutan pada anggota badan atau bagian raut muka, dan mati rasa karena

kerusakan syaraf tepi. Gejalanya memang tidak selalu tampak. Justru sebaiknya

waspada jika ada anggota keluarga yang menderita luka tak kunjung sembuh

dalam jangka waktu lama. Juga bila luka ditekan dengan jari tidak terasa sakit.

Kelompok yang berisiko tinggi terkena kusta adalah yang tinggal di daerah

endemik dengan kondisi yang buruk seperti tempat tidur yang tidak memadai, air

yang tidak bersih, asupan gizi yang buruk, dan adanya penyertaan penyakit lain

seperti HIV yang dapat menekan sistem imun. Pria memiliki tingkat terkena kusta

dua kali lebih tinggi dari wanita (Entjang, 2004).

2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Kusta

2.2.1 Kebersihan Individu (Personal Hygiene)

Menurut teori yang dikemukakan oleh Tietjen (2004), cuci tangan adalah

proses membuang kotoran dan debu secara mekanis dari kulit kedua belah tangan

dengan memakai sabun dan air. Kesehatan dan kebersihan dapat mengurangi

Page 20: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

20

jumlah mikroorganisme penyebab penyakit pada kedua tangan dan lengan serta

meminimalisasi kontaminasi silang.

Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Entjang (2004)

penularan penyakit menurut sebagian ahli melalui saluran pernafasan dan kulit

(kontak langsung yang lama dan erat), kuman mencapai permukaan kulit melalui

folikel rambut, kelenjar keringat, dan diduga melalui air susu sehingga penyakit

kusta dapat dicegah dengan perbaikan personal hygiene.

Perilaku sehat adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas dasar

kesadaran yang mana perilaku atau kegiatan tersebut berkaitan dengan upaya

mempertahankan dan meningkatkan kesehatan, serta mencangkup perilaku dalam

pencegahan menghindari dari berbagai macam penyakit, penyebab penyakit atau

masalah kesehatan untuk meningkatkan status kesehatan (Notoatmodjo, 2010).

2.2.2 Riwayat Kontak

Menurut Entjang (2004), penularan penyakit menurut sebagian ahli

melalui saluran pernafasan dan kulit (kontak langsung yang lama dan erat),

kuman mencapai permukaan kulit melalui folikel rambut, kelenjar keringat, dan

diduga melalui air susu sehingga penyakit kusta dapat dicegah dengan perbaikan

personal hygiene.

Hal ini terjadi karena kontak merupakan suatu media untuk menularkan

penyakit kusta ini dalam penelitian terhadap insidensi, tingkat infeksi untuk

kontak lepra lepromatosa beragam dari 6,2 per 1000 per tahun di Cebu,

Philipina hingga 55,8 per 1000 per tahun di India Selatan. Dua pintu keluar dari

M. leprae dari tubuh manusia diperkirakan adalah kulit dan mukosa hidung.

Page 21: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

21

Telah dibuktikan bahwa kasus lepromatosa menunjukkan adanya sejumlah

organisme di dermis kulit.

2.2.3 Lingkungan

Daili (2005), mengatakan bahwa lingkungan merupakan faktor

penyumbang terbesar kejadian penyakit, kemudian perilaku, pelayanan kesehatan

dan genetik. Lingkungan dapat menjadi tempat berkembangbiaknya berbagai

bakteri, termasuk bakteri kusta. Kondisi rumah merupakan bagian dari lingkungan

fisik yang dapat mempengaruhi kesehatan individu dan masyarakat. Rumah yang

menjadi tempat tinggal harus memenuhi syarat kesehatan seperti ventilasi rumah

yang baik, kepadatan rumah yang sesuai dan lantai rumah yang terbuat bukan dari

tanah.

Report of the International Leprosy Association Technical Forum di

Paris pada 22-28 Februari 2002, dilaporkan adanya Mycrobacterium leprae pada

debu, air untuk mandi dan mencuci di rumah penderita. Perlunya kondisi fisik

rumah yang memenuhi syarat kesehatan agar dapat mencegah penyebaran

Mycrobacterium leprae di lingkungan. Kondisi fisik rumah mencakup jenis bahan

bangunan rumah seperti jenis dinding dan lantai. Jenis bahan bangunan rumah

akan mempengaruhi jumlah debu dalam rumah, Mycrobacterium leprae juga

dapat bertahan hidup ditanah hingga 46 hari. Kepadatan hunian juga

menjadi faktor risiko penularan penyakit kusta, hal ini disebabkan karena

penderita akan banyak kontak dengan non penderita sehingga akan

menyebabkan menularnya penyakit kusta ke anggota keluarga yang lain

(Amiruddin, 2012).

Page 22: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

22

2.3 Kerangka Teori

Berdasarkan teori dari Notoatmodjo (2007), yang menyatakan bahwa

beberapa faktor-faktor yang hubungan dengan penyakit kusta. Untuk lebih jelas

dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar: 2.1 Kerangka Teori

- Kebersihan Individu ( Personal Hygiene)- Riwayat Kontak- Lingkungan- Solusi dan Kebijakan

Kejadian Penyakit Kusta

Page 23: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

23

2.4 Alur Pikir

Gambar 2.2 Alur Pikir

PermasalahanTerdapat 12 orang penderita penyakit kusta di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Panyang Kecamatan Kuala Pesisir Kabupaten Nagan Raya

Variabel Independen

- Kebersihan Individu (Personal Hygiene)- Riwayat Kontak- Lingkungan - Solusi dan Kebijakan

Variabel Dependen

Kejadian Penyakit Kusta

Hasil PenelitanAnalisis penyakit kusta di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Panyang Kecamatan Kuala Pesisir Kabupaten Nagan Raya

Metode Wawancara

Page 24: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

24

BAB IIIMETODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan

fenomenologi. Pendekatan fenomenologi merupakan tradisi penelitian kualitatif

yang berakar pada filosofi dan psikologi, dan berfokus pada pengalaman hidup

manusia (sosiologi). Pendekatan fenomenologi hampir serupa dengan pendekatan

hermeneutics yang menggunakan pengalaman hidup sebagai alat untuk

memahami secara lebih baik tentang sosial budaya khususunya dalam bidang

kesehatan (Notoadmadjo, 2007).

Penelitian ini akan berdiskusi tentang suatu objek kajian dangan

memahami inti pengalaman dari suatu fenomena. Peneliti akan mengkaji secara

mendalam isu sentral dari struktur utama suatu objek kajian dan selalu bertanya

"apa pengalaman utama yang akan dijelaskan informan tentang subjek kajian

penelitian". Peneliti memulai kajiannya dengan ide filosofikal yang

menggambarkan tema utama. Translasi dilakukan dengan memasuki wawasan

persepsi informan, melihat bagaimana mereka melalui suatu pengalaman,

kehidupan dan memperlihatkan fenomena serta mencari makna dari pengalaman

informan (Notoadmadjo, 2007).

Page 25: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

25

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Panyang

Kecamatan Kuala Pesisir Kabupaten Nagan Raya Provinsi Aceh.

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian pelaksanaannya direncanakan mulai tanggal 17 Februari

sampai dengan 03 Maret 2016.

3.2.3 Informan Penelitian

Informan yang digunakan dalam penelitan ini sebagai berikut :

1. Informan Kunci (Petugas Kesehatan Bidang Penyakit Kusta) 1 orang

2. Informan Pokok (Penderita) 3 orang

3. Informan Utama (Kepala Puskesmas) 1 orang

Total 5 orang

Jadi total keseluruhan informan yang peneliti gunakan dalam penelitian ini

adalah sebanyak 5 orang tokoh dari Instansi maupun masyarakat.

3.3 Jenis dan Sumber Data

1. Data Primer.

Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil wawancara

terkait dengan analisis penyakit kusta di Wilayah Kerja Puskesmas

Pandang Panyang Kecamatan Kuala Pesisir Kabupaten Nagan Raya

24

Page 26: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

26

selama Tahun 2015 Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan

instrumen wawancara.

2. Data Sekunder.

Data sekunder adalah data yang didapatkan pada pihak kedua yaitu

Puskesmas Padang Panyang dan Dinas Kesehatan Kabupaten Nagan Raya.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan 3 macam teknik pengumpulan

data, lebih jelasnya dapat dilihat pada diuraikan berikut:

a) Pengamatan (Observasi)

Menurut Sugiono (2010), observasi atau pengamatan langsung merupakan

salah satu teknik pengumpulan data dimana peneliti terjun langsung ke lapangan

sebagai partisipan atau nonpartisipan. Dengan teknik observasi, peneliti dapat

memperoleh gambaran langsung dan mengetahui keadaan yang sesungguhnya

yang terjadi di lapangan.

Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti akan mengobservasi hal-hal atau

unsur-unsur yang berkaitan dengan analisis penyakit kusta di Wilayah Kerja

Puskesmas Pandang Panyang Kecamatan Kuala Pesisir Kabupaten Nagan Raya.

b) Wawancara Mendalam (Indept interview)

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, yang dilakukan

oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) atau yang mengajukan

pertanyaan, dan yang diwawancarai (informan) atau yang memberikan jawaban

atas pertanyaan itu (Moleong, 2006). Informan adalah orang yang memberikan

Page 27: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

27

informasi dalam pengertian tentang akte kelahiran, maka informan dapat

dikatakan sama dengan responden apabila pemberian keterangannya karena

dipancing oleh pihak peneliti. Istilah-istilah informan ini banyak digunakan dalam

penelitian kualitatif.

Sejalan dengan pernyataan di atas, maka yang akan peneliti wawancarai

adalah menyangkut dengan analisis penyakit kusta di Wilayah Kerja Puskesmas

Pandang Panyang Kecamatan Kuala Pesisir Kabupaten Nagan Raya. Informan

yang akan di wawancara ini ditetapkan secara sengaja (Purposive Sampling).

Purposive Sampling adalah prosedur pengambilan atau penetapan orang atau

informan yang akan diwawancarai secara sengaja.

Perihal yang akan diwawancarai seperti bagaimanakah analisis penyakit

kusta di Wilayah Kerja Puskesmas Pandang Panyang Kecamatan Kuala Pesisir

Kabupaten Nagan Raya.

c) Studi Pustaka dan Dokumentasi

Studi pustaka dapat diartikan sebagai teknik pengumpulan data dengan

menggunakan bahan-bahan yang telah tersedia pada lembaga tertentu baik berupa

literatur, Jurnal harian, maupun laporan kegiatan ilmiah dan lain sebagainya

(Sugiono, 2010).

Dokumentasi adalah kegiatan mengaabadikan hasil kegiatan penelitian

dengan cara mengambil dan menyimpan kegiatan hasil penelitian yang telah

dilakukan. Dengan alasan dapat memperkuat setiap pengumpan data yang menjadi

fokus dalam kegiatan tersebut.

Page 28: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

28

3.5 Definisi Istilah

Tabel 3.1 Variabel Penelitian

NoIstitilah

Independen

Definisi Istilah Cara Ukur Alat Ukur Informan

1.

Kebersihan Individu (Personal Hygiene)

Kebersihan dari setiap orang untuk menjaga keseahatan

Wawancara Pedoman Wawancara

Petugas Penderita

2.

Riwayat Kontak

kontak langsung yang lama dan erat (kulit, nafas, keringat dan lain-lain)

Wawancara Pedoman Wawancara

Petugas Penderita

3. Lingkungan Kondisi tempat tinggal para

pendirita. Wawancara Pedoman Wawancara

Petugas Penderita

4. Solusi dan Kebijakan

Program Penanganan dan pencegahan penyakit kusta Wawancara Pedoman

WawancaraPetugas Penderita

No Istilah Dependen Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Informan

1.

Kejadian Penyakit Kusta

Terjadinya penyakit kusta di daerah penelitian Wawancara Pedoman

Wawancara

Petugas MasyarakatPenderita

3.6 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

3.6.1 Pengolahan Data

Setelah semua data di kumpulkan di lakukan pengolahan data dengan cara:

a. Editing

Data yang telah dikumpulkan diperiksa kebenaran dan kelengkapannya.

b. Coding

Data yang telah diedit, kemudian dirubah dalam bentuk kode atau angka, nama

respoden diubah menjadi kode responden.

c. Transfering

Page 29: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

29

Data yang telah diberi kode, kemudian disusun secara berurutan ke dalam

bentuk tabel (Budiarto, 2002).

d) Tabulating

Tabulating, yaitu pengelompokan responden berdasarkan skategori yang telah

dibuat berdasarkan kategori yang telah dibuat sesuai variabel dan sub variabel

yang diukur dan selanjutnya dimasukkan kedalam tabel distribusi frekuensi.

3.6.2 Teknik Analisis Data

Penelitian kualitatif menggunakan analisis data secara induktif. Analisis

data secara induktif ini digunakan karena beberapa alasan. Pertama, proses

induktif lebih dapat menemukan kenyataan-kenyataan jamak sebagaimana yang

terdapat dalam data. Kedua, analisis induktif lebih dapat membuat hubungan

peneliti dengan informan menjadi eksplisit, dapat dikenal, dan akuntabel. Ketiga,

analisis demikian lebih dapat menguraikan latar secara penuh dan dapat membuat

keputusan-keputusan tentang dapat-tidaknya pengalihan pada suatu latar lainnya.

Keempat, analisis induktif lebih dapat menemukan pengaruh bersama yang

mempertajam hubungan-hubungan. Kelima, analisis demikian dapat

memperhitungkan nilai-nilai secara eksplisit sebagai bagian dari struktur analitik

(Moleong, 2006).

Miles dan Huberman (2007), menambahkan bahwa analisa data dalam

penelitian secara teknis dilaksanakan secara induktif yaitu analisa yang dimulai:

reduksi data,analisa data, verifikasi data, dan sajian data.

Page 30: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

30

Analisis data menggunakan metode deskriptif kualitatif, dimana

pembahasan penelitian serta hasilnya diuraikan melalui kata-kata berdasarkan data

empiris yang diperoleh. Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data yang

bersifat kualitati, maka analisisdata yang digunakan non statistik (Miles dan

Huberman, 2007).

Analisis data dalam penelitian kualitatif berlangsung secara interaktif,

dimana pada setiap tahapan kegiatan tidak berjalan sendiri-sendiri. meskipun

tahapan penelitian dilakukan sesuai dengan kegiatan yang direncanakan, akan

tetapi kegiatan ini harus dilakukan secara berulang antara kegiatan pengumpulan

data, reduksi data, penyajian data, serta verifikasi atau penarikan suatu

kesimpulan.

Masih Menurut Miles dan Huberman (2007), untuk menganalisis data

dalam penelitian ini digunakan langkah-langkah atau alur yang terjadi bersamaan

yaitu: pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan

atau alur verifikasi data. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada uraian berikut

ini:

a. Reduksi Data

Hasil penelitian dari lapangan sebagai bahan mentah (sebelum diolah)

dirangkum, direduksi, kemudian disusun agar lebih sistematis, yang difokuskan

pada hasil-hasil penelitian yang disusun secara sistematis untuk mempermudah

peneliti dalam mencari kembali data yang diperoleh apabila diperlukan kembali.

Berdasarkan data-data tersebut, peneliti membuat catatan atau rangkuman yang

disusun secara sistematis.

Page 31: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

31

b. Penyajian Data

Penyajian data adalah pengumpulan informasi tersusun yang memberikan

kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan (Miles dan

Huberman, 2007).

c. Verifikasi Data dan Penarikan Kesimpulan

Verifikasi data adalah sebagian dari suatu kegiatan utuh, artiya makna–

makna yang muncul dari data telah disajikan dan diuji kebenarannya,

kekokohannya dan kecocokannya (Miles dan Huberman, 2007). Penarikan

kesimpulan berdasarkan pada pemahaman terhadap data yang disajikan dan dibuat

dalam pernyataan singkat dan mudah dipahami dengan mengacu pada pokok

permasalahan yang diteliti.

Untuk lebih jelasnya terkait dengan proses analisis interaktif dapat

digambarkan dalam skema berikut ini :

Gambar 3.1 Analisis Data Kualitatif (Miles dan Hubermen, 2007).

Pengumpulan Data

Reduksi Data

Sajian data

Penarikan kesimpulan/verifikasi

Page 32: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

32

3.7 Pengujian Kredibilitas Data (Validitas)

Pengujian kredibilitas data dapat diartikan sebagai kepercayaan terhadap

data hasil penelitian antara lain dilakukan dengan perpanjangan pengamatan,

peningkatan ketekunan dalam penelitian, dengan cross chek melalui daftar

pengamatan, dan dengan informan yang lainnya. Selain itu, juga dapat

menggunakan triangulasi. Uji ini dimaksudkan untuk mendapatkan data yang

lebih mendalam. Dengan demikian nantinya penelitian ini dapat lebih dipercaya

(Sugiono 2010), Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada uraian berikut ini.

Keabsahan atas hasil-hasil penelitian dilakukan melalui (Sugiono 2010) :

1) Meningkatkan kualitas keterlibatan peneliti dalam kegiatan penelitian di

lapangan;

2) Pengamatan secara terus-menerus.

3) Pelibatan teman sejawat untuk berdiskusi, memberikan masukan dan kritik

dalam proses penelitian, menggunakan bahan refernsi untuk meningkatkan nilai

kepercayaan akan kebenaran data yang diperoleh dalam bentuk rekaman,

tulisan, artikel, majalah dan sumber lainnya.

4) Member chek/pengecekan terhadap hasil-hasil yang diperoleh guna perbaikan

dan tambahan dengan kemungkinan kekeliruan atau kesalahan dalam

memberikan data yang dibutuhkan peneliti.

5) Triangulasi, baik metode dan sumber untuk mengetahui kebenaran data dengan

membandingkannya dengan data yang diperoleh dari sumber lain, dilakukan

untuk mempertajam tilikan kita terhadap hubungan sejumlah data.

Adapun pengujian kredibilitas data adalah sebagai berikut :

Page 33: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

33

a. Perpanjangan Pengamatan

Perpanjangan pengamatan perlu dilakukan karena berdasarkan pengamatan

yang telah dilakukan. dirasakan data yang diperoleh kurang memadai. Menurut

(Moleong, 2006) perpanjangan pengamatan berarti peneliti tinggal di lapangan

penelitian sampai kejenuhan pengumpulan data tercapai.

b. Tingkat Ketekunan

Peningkatan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih

mendalam untuk memperoleh kepastian data.

c. Triangulasi

Triangulasi merupakan metode dan sumber untuk mengetahui kebenaran

data dengan membandingkannya dengan data yang diperoleh dari sumber lain,

dilakukan untuk mempertajam tilikan kita terhadap hubungan sejumlah data

(Sugiono, 2010).

a) Triangulasi Sumber Data

Pada triangulasi sumber data, data dicek kredibilitasnya dari berbagai

sumber data yang berbeda dengan teknik yang sama. Sumber data antara bawahan

dan atasan dan teman. Analisis triangulasi sumber data ditunjukkan pada gambar

berikut :

Pemimpin Teman

Masyarakat

Gambar 3.2 Triangulasi Sumber Data.

Page 34: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

34

Berdasarkan keterangan Gambar 3.2 di atas, bahwa dalam memperoleh

data dari sumber data melalui kombinasi maupun hubungan antara pemimpin

dalam hal ini adalah kepala puskesmas dan para pimpinan daerah maupun

masyarakat sebagai pihak yang menjadi mayoritas dalam memperoleh informasi,

serta teman yang dapat dijadikan sumber pendukung dalam memperoleh data yang

dinginkan. Sehingga ketiga sumber data ini berkaitan dan saling berhubungan

antara satu dengan yang lainnya untuk kesempurnaan sebuah data yang dinginkan.

b) Triangulasi Teknik Pengumpulan Data

Pada triangulasi teknik Pengumpulan data, data dicek kredibilitasnya

dengan menggunakan berbagai teknik yang berbeda dengan sumber data yang

sama. berbeda dengan teknik yang sama. sumber data antara bawahan dan atasan

dan teman. Triangulasi teknik pengumpulan data dapat dilihat pada gambar di

bawah ini :

Gambar 3.3 Triangulasi Teknik Pengumpulan Sumber Data.

Gambar 3.3 di atas menunjukkan bahwa dalam pengumpulan data di

lakukan melalui tiga kombinasi, yakni melalui observasi, wawancara, dan Studi

Pustaka. Observasi guna mengetahui secara langsung kondisi di lapangan dan

dipertegas oleh hasil wawancara terhadap responden terkait permasalahan yang

ada, dari data yang ada lalu diperjelas oleh teori para ahli melalui studi pustaka

Observasi Wawancara

Studi Pustaka

Page 35: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

35

tersebut. dengan demikian maka akan diperoleh suatu kesimpulan yang utuh

terhadap data yang telah dikumpulkan.

c) Triangulasi Waktu Pengumpulan Data

Pada triangulasi waktu pengumpulan data, data dicek kredibilitasnya

dengan waktu yang berbeda-beda namun dengan sumber data dan teknik yang

sama. Triangulasi menjadilan data yang diperoleh dalam penelitian menjadi lebih

konsisten, tuntas dan pasti, serta meningkatkan kekuatan data (Sugiono, 2010).

Triangulasi waktu pengumpulan data dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 3.4 Triangulasi Waktu Pengumpulan Data.

a. Pembandingan Data Pengamatan

a) Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara.

Sumber data berasal dari wawancara, dibandingkan antara pengamatan di

lapangan seperti pelaksanaan program secara nyata dan hasil wawancara

dengan informan itu sendiri. Tujuannya adalah untuk menemukan kesamaan

dalam mengungkap suatu permasalahan.

b) Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang

dikatakan secara pribadi.

Pagi Siang

Sore

Page 36: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

36

Dalam teknik ini membandingkan antara responden A dan responden B

dengan menggunakan pedoman wawancara yang sama, tujuannya adalah

agar hasil penelitian sesuai dengan fokus penelitian.

d. Transferabilitas

Bahwa hasil penelitian dapat diaplikasikan oleh pemakai penelitian,

penelitian ini memperoleh tingkat yang tinggi, dan jelas, sehingga para pembaca

memproleh gambaran dan pemahaman yang jelas tentang kontek dan fokus

penelitian.

e. Dependabilitas dan Conformabilitas

Dilakukan secara audit trail/berupa komunikasi dengan pembimbing dan

pakar lain dalam bidangnya guna membicarakan permasalahan yang dihadapi

dalam penelitian berkaitan dengan data yang harus dikumpulkan.

Cara ini dilakukan untuk memperoleh kejelasan dan kefektifan data yang

telah dikumpulkan, agar pada saat dianalisis memiliki ketepatan dan kebenaran

yang sesungguhnya. Sehingga dalam proses analisis dan pengolahan data dapat

berjalan sesuai harapan.

Page 37: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

37

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Wilayah Kerja Puskesmas Padang Panyang

4.1.1 Keadaan Geografis

Puskesmas Padang Panyang terletak di Gampong Padang Panyang

Kecamatan Kuala Pesisir Kabupaten Nagan Raya, dengan luas wilayah 15km x 7

km (105 km2) atau seluas 10.500 hektar. Secara geografi wilayah kerja puskesmas

padang panyang merupakan daerah tropis dan daerah pesisir. Adapun batas-batas

wilayah kerja puskesmas padang panyang adalah :

1. Sebelah utara berbatasan dengan Wilayah Kerja Puskesmas Padang Rubek.

2. Sebelah Selatan Berbatasan Dengan Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Jaya.

3. Sebelah Timur Berbatasan dengan Wilayah Kerja Puskesmas Ujong Fatihah.

4. Sebelah barat berbatasan dengan Lautan Hindia.

4.1.2 Sarana dan Prasarana

Puskesmas Padang Panyang terdiri dari dua Puskesmas Pembantu (Pustu)

diantaranya :

1. Pustu Kubang Gajah

Page 38: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

38

2. Pustu Kuala Tuha

4.1.3 Keadaan Penduduk

Keadaan penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Panyang terbagi

ke dalam beberapa gampong. Puskesmas Padang Panyang membawahi 12

Gampong, Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada uraian Tabel 4.1 berikut ini.

Tabel 4.1.Jumlah Penduduk diWilayah Kerja Puskesmas Padang Panyang, Tahun 2015

No Nama Gampong Jumlah Penduduk Lk Pr Jumlah

KK

Jumlah Penduduk

Miskin

Jumlah KK

Miskin1 Kuala Trang 1.480 730 750 450 340 1502 Arongan 1.008 492 516 243 390 573 Purwodadi 1.419 710 709 437 392 1414 Purwosari 1.044 525 519 275 175 495 Jatirejo 920 453 467 250 94 246 Lueng T. Ben 515 256 259 136 105 387 Langkak 1.370 705 665 397 973 2638 Kuala Tuha 569 312 257 278 323 1259 Kubang Gajah 906 439 467 457 213 18510 Padang Panyang 1.233 618 615 470 847 7811 Lueng Mane 867 430 437 226 223 9012 Cot Rambong 464 239 225 133 258 60

11.795 5.909 5.886 3752 4.333 1.260Sumber : Data Monografi Puskesmas Padang Panyang, Tahun 2015.

Berdasarkan penjelasan pada Tabel 4.1 di atas, dapat diketahui bahwa

jumlah penduduk di wilayah kerja puskesmas padang panyang berjumlah 11.795

jiwa dengan jumlah laki-laki sebanyak 5.909 jiwa dan perempuan sebanyak 5.886

jiwa. Dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 3.752 KK, sedangkan jumlah

penduduk miskin sebanyak 4.333 jiwa dengan jumlah KK sebanyak 1.260.

Jika dilihat dari jumlah penduduk terbanyak terdapat di Gampong Langkak

dengan jumlah penduduk banyak 1.370 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk terkecil

terdapat di Gampong Cot Rambong sebanyak 464 jiwa.

37

Page 39: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

39

4.1.4 Prevalensi Kasus dan Penemuan Kasus Baru Kusta

Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit menular yang menimbulkan

masalah sangat kompleks, bukan hanya dari segi medis, namun meluas hingga

masalah sosial, ekonomi, budaya dan ketahanan nasional. Penemuan penderita

kusta baru secara dini masih rendah, proporsi penderita kusta yang masih tinggi

merupakan masalah yang masih dihadapi di puskesmas pandang panyang.

Data Tahun 2015 menunjukkan masih ada penemuan kasus baru dan

mengobati penderita kusta. Puskesmas Padang Panyang termasuk dalam

Puskesmas dengan High Endemic Kasus Kusta. Dengan prevalensi 4,40/10.000

penduduk, Case Detection Rate (CDR) 44,03/100.000 penduduk.

Di sisi lain, pemilihan informan dalam penelitian ini dilakukan dengan

cara sengaja (purposive sampling). Jadi peneliti tidak menilai positif maupun

negatif jawaban yang diberikan oleh . informan yang ditentukan oleh peneliti

merupakan orang-orang yang menurut peneliti mampu mewakili dalam pemberian

informasi lengkap yang dibutuhkan oleh peneliti.

Tabel 4.2. Informan PenelitianNo.

KodeInforman Pendidikan

1. IU1 S1 Kedokteran2. IU2 D-III Keperawatan3. IP1 SMA4. IP2 SMA5. IP3 SMP

Sumber : Puskesmas Padang Panyang, 2015

Berdasarkan Tabel 4.2 diatas, dapat diketahui bahwa informan yang

digunakan dalam penelitian ini adalah pihak-pihak yang memiliki pemahaman

yang jelas tentang penyakit kusta, khususnya kepala puskesmas (IU1) dan Petugas

Page 40: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

40

yang menangani penyakit kusta (IU2), serta para penderita yang mengalami

penyakit kusta (IP1, IP2 dan IP3).

4.2 Hasil Penelitian

4.2.1 Kebersihan Individu (Personal Hygiene)

Dari hasil wawancara yang telah peneliti lakukan pertanyaan tentang

Kebersihan Individu pada penderita penyakit kusta di Wilayah Kerja Puskesmas

Padang Panyang bersama para penderita (IP1, IP2, dan IP3). Berikut ini petikan

pertanyaan dan jawaban dari informan.

Bagaimanakah kebersihan anggota keluarga saling menjaga kebersihan masing-

masing?

“Jaga kebersihan, ya mandi, habis tu jangan ada sampah (harus bersih)”, mandi tiga kali sehari pokok harus bersih jangan sampai ada kotoran.”(IP1)

“Kalau kerbersihan bersih kali gak, kotor kali”.(IP2)

“Dirumah ya biasa kayak apa, seperti biasanya kalau soal itu bersih kami buang sampah langsung jauh dari rumah”.(IP3)

Berdasarkan jawaban dari ketiga informan pokok tersebut, membuktikan

bahwa betapa pentingnya kebersihan invidu maupun keluarga dalam melindungi

diri dari berbagai jenis penyakit khususnya penyakit kusta.

Pertanyaan selanjut adalah berapa kali mandi dalam 1 hari?

“tiga kali, pagi, siang, sore”. (IP1)

“Mandi dua kali pagi sore kadang gak menentu juga, kadang tiga kali”.(IP2)

“Kadang-kadang 3, kadang 4 gak tentu, yang nama nya juga mandi”.(IP3)

Page 41: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

41

Dari ketiga jawababan tersebut, mandi merupakan salah satu cara penting

untuk membersihkan tubuh dari berbagai macam kuman penyakit sehingga tubuh

menjadi tetap segar dan sehat.

Pertanyaan terakhir, adakah Bapak/Ibu memperingati anggota keluarga tentang

menjaga kebersihan?

“Kedepan harus bersih, mandi harus gosok sampai bersih, iya kan, duduk jangan di tempat yang kotor.” (IP1)

“Masalah kebersihan kami buk jaga masing, urus masing”. (IP2)

“biasa aja seperti orang pada umumnya, ya, biasa aja pakaian nya toh pakaian nya oo gak kami satu hari 2 kali pakai pagi nanti malam ganti pakai lagi, ganti lagi berarti 1 hari 2 kali pakai”. (IP3)

Jawaban dari ketiga informan di atas menunjukkan bahwa betap

pentingnya anggota saling memperingati sesama anggota keluarga dalam menjaga

kebersihan. Sehingga setiap anggota keluarga menjadi sehat dan dapat tercegah

dari berbagai jenis penyakit.

4.2.2 Riwayat Kontak

Hasil wawancara yang telah peneliti lakukan tentang riwayat kontak pada

penderita penyakit kusta di wilayah kerja puskesmas padang panyang bersama

para penderita (IP1, IP2, dan IP3). Berikut ini petikan pertanyaan dan jawaban

dari informan.

Bagimanakah pergaulan sesama anggota keluarga?

“Biasa saja gak mesti begini begitu”. (IP1)

“Komunikasi kami tidak ada masalah kalau ada masalah di tanyak”. (IP2)

Page 42: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

42

“ya kayak biasa,ya tahu sendiri he..he..he.,ya kadang-kadang 1 hari 2 kali nyapu, 3 kali sampah nya dibuang kadang-kadang dikumpul nanti dibuang”. (IP3)

Dari ketiga jawaban informan di atas, menunjukkan bahwa pergaulan

dalam keluarga perlu dijaga dengan baik walau tidak harus terlalu menjaga jarak,

sehingga pada akhirnya baik yang menderita maupun keluarga yang tidak terkena

saling menjaga satu sama lainnya.

Bagaimanakah sistem pemakaian pakaian antara anggota keluarga?

“Oo ga sampai dua kali.” (IP1)“Habis mandi ganti baju, kalau habis berkeringat di cuci, di setrika”. (IP2)

“Ya, kadang-kadang, oo bersih rumahnya pun nyapu 1 hari 2 kali nyapu”.(IP3)

Dari ketiga jawaban informan tersebut menunjukkan bahwa pentingnya

penggunaan pakaian yang teratur dan menggantinya apabila selesai mandi, dan

dilakukan sebanyak dua kali dalam sehari.

Bagaimanakah kebiasaan komunikasi sehari-hari antar anggota keluarga?

“Alhamdulillah nyaman, sangat nyaman”. (IP1)

“Nyaman tidak ada masalah”. (IP2)

“Nyaman, karena rumahnya bersih”. (IP3)

Hasil jawaban dari responden tersebut menunjukkan bahwa komunikasi

sehari-hari antar anggota keluarga sangat penting dalam menjaga kebersamaan

agar tercipta suasana tetap nyaman.

4.2.3 Lingkungan

Page 43: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

43

Dari hasil wawancara yang telah peneliti lakukan tentang lingkungan pada

penderita penyakit kusta di wilayah kerja puskesmas padang panyang bersama

para penderita (IP1, IP2, dan IP3). Berikut ini petikan pertanyaan dan jawaban

dari informan.

Bagaimanakah lingkungan yang bapak/ibu tempati?

“Oo terjaga, terawat, kan bisa lihat sendiri”. (IP1)

“Bersih kali gak kotor kali pun gak ya”. (IP2)

“Nanti apa kalau ada nampak kotor-kotor nyapu habis itu nanti kalau

sudah sore anak saya itu saya suruh nyapu sarang laba-laba, ini sudah

berhari-hari gak disapu-sapu, sarang laba-laba”. (IP3)

Dari jawaban informan tersebut menunjukkan bahwa lingkungan yang

bersih sangat baik bagi kehidupan, dan perlu terus dijaga sehingga dapat

mencegah terjadinya berbagai penyakit khususnya kusta.

Apakah Bapak/Ibu merasa nyaman hidup dengan kondisi lingkungan saat ini?

Alhamdulillah nyaman, sangat nyaman”. (IP1)

“Alhamdullilah nyaman” (IP2)

“Ya, kadang-kadang, oo bersih rumahnya pun nyapu 1 hari 2 kali nyapu”.

(IP3)

Hasil jawaban ketiga informan di atas, menunjukkan bahwa lingkungan

yang mereka tempati cukup bersih, dan masih terus dijaga dalam menjaga

kesehatan keluarga.

Apakah Bapak/Ibu merasa perlu menjaga kebersihan lingkungan yang ada saat

ini?

Page 44: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

44

“Perlu karena buat diri masing-masing”. (IP1)

“perlu, biasa aja seperti orang pada umum nya”. (IP2)

“perlu, terawat, kan bisa lihat sendiri”. (IP3)

Hasil jawaban ketiga informan menyatakan bahwa perlunya menjaga

kebersihan lingkungan agar hidup lebih sehat. Sehingga penyakit pun tidak mudah

menyerang anggota keluarga yang ada di rumah.

4.2.4 Kejadian Penyakit Kusta

Dari hasil wawancara yang telah peneliti lakukan tentang kejadian

penyakit kusta pada penderita penyakit kusta di wilayah kerja puskesmas padang

panyang bersama para penderita (IP1, IP2, dan IP3). Berikut ini petikan

pertanyaan dan jawaban dari informan.

Bagaimanakah kejadian penyakit kusta di dalam keluarga Bapak/Ibu?

“Kan udah saya katakan sebelumnya, awal-awalnya dengan nonton TV, sesudah itu dia membaca-baca buku, sesudah itu baca buku dibilang sama saya, mak tangan saya ini tidak terasa lagi, ini berarti penykit kusta (…tutur anak yang menderita kusta pada ibunya), di bilang sama dia. tapi saya tidak percaya karena dia selalu bersih ya kan ? setelah itu di rumah sekolah dia di periksa oleh mentri kusta, di bilang oleh mentri itu sudah betul penyakit kusta, setelah itu disuruh minum obat”.(IP1)

“Nyaman buk awal penyakit pada saat kecil diserang penyakit sebelum ini di serang apa kutu air, kutu air penyakit kulit dari kecil seperti kurap kemudian timbul seperti panu tidak keluar keringat yang sakit itu tidak keluar keringat, kering dia,bulu nya gak ada kalau bulu ada gak terasa jangan kan bulu kalau kenak pisau gak terasa tiba-tiba waktu mandi sudah luka disini,kadang waktu bangun sering gak terasa” (IP2)

“Ooo kenanya dikali belakang rumah di rumah nenek itu, kan ada disitu dianya belum berumah tangga. Habis tu kita ke Banda Aceh lah berobat habis itulah dia langsung dia 2 tahun kenak ini kena itu berobat dulu kamu biar apa, biar sembuh, nanti gitu udah sembuh ya udah”. (IP3)

Page 45: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

45

Dari ketiga jawaban tersebut menunjukkan bahwa masing-masing

informan terkena penyakit kusta dengan cara yang berbeda-beda kebersihan

individu yang di derita oleh informan (IP2), penyebab penyakit kusta yang

disebabkan oleh riwayat kontak terjadi pada (IP1), dan penyakit kusta yang

disebabkan oleh lingkungan di derita oleh (IP3). Dengan demikian pentingnya

menjaga kebersihan individu, menjaga jarak secara bijak dengan penderita kusta,

dan menghindari lingkungan yang kotor.

Bagaimanakah cara Bapak/Ibu dalam mengobati penyakit kusta?

“Karena dia berkawan - kawan menularlah karena kawan dia memang ada penyakit kusta jadi menular penyakit kusta, mukin dari keringat, karena kemana-mana bersama, pergi sekolah bersama, naik sepeda motor bersama kawan akrab, jadi menularlah penyakit kusta”. (IP1)

“Yang waktu itu, turutin minum obat, saya fikir sudah sembuh gak saya minum lagi”. (IP2)

“Ya berobatlah, sayang kamu apa masih muda, aku bilang kayak gitu”.(IP3)

Dari ketiga jawaban informan diatas, penyembuhan dilakukan dengan cara

minum obat tiap hari secara teratur dan berlangsung selama satu tahun. Namun

ada sebagian penderita yang tidak teratur dalam meminum obat, sehingga

menghambat proses penyembuhan.

Bagaimanakah cara Bapak/Ibu melakukan pencegahan penularan penyakit kusta

di dalam keuarga?

“setahun rajin, memang kemauannya sendiri, kita katakana jangan lagi berkawan dengan kawan tu, jaga kebersihan, kalau bersih memang bersih".(IP1)

“Jaga diri masing-masing saja”. (IP2)

Page 46: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

46

“Kan dari dokter juga kasi obat dari dokterlah ini bukan memang khusus dari Amerika (dokter dari Amarika pada saat setalah Tsunami)”. (IP3)

Jawaban di atas menunjukkan bahwa pentingnya melakukan pencegahan

penularan penyakit kusta. Agar tidak menular pada seluruh anggota keluarga, di

samping itu saling mengingatkan sesame anggota keluarga.

4.2.5 Solusi dan Kebijakan

Dari hasil wawancara yang telah peneliti lakukan tentang solusi dan

kebijakan yang diberikan pada penderita penyakit kusta yang terjadi di Wilayah

Kerja Puskesmas Padang Panyang bersama kepala Puskesmas dan Petugas

Penyakit Kusta (IU1 dan IU2). Berikut ini kutipan pertanyaan jawaban dari

Informan :

Apakah ada petugas khusus dalam menangani penyakit kusta yang terjadi di

Wilayah Kerja Puskesmas Padang Panyang?

“Ada, kita buat SK untuk petugas kustanya”. (IU1)

Bagaimanakah tingkat serangan penyakit kusta yang terjadi di Wilayah Kerja

Puskesmas Padang Panyang?

“Tingkat serangannya biasa saja, tetapi biasanya itu pasiennya, pasien yang sudah lama”. (IU1)

“tidak begitu banyak penderita kusta, hanya orang-orang yang telah mengalami saja yang terserang penyakit tersebut”. (IU1)

Bagaimanakah solusi yang diberikan pada para penderita penyakit kusta yang

terjadi di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Panyang?

“Selain pengobatan kita juga melakukan penyuluhan, kita berkunjung ke rumah penderita kusta”. (IU1)

“kita berkunjung ke rumah penderita kusta memang sudah ada jadwalnya, bersamaan dengan petugas bagian penyakit kusta”. (IU1)

Page 47: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

47

Bagaimanakah penderita kusta berinteraksi dengan masyarakat?

“Penderita kusta berinteraksi di dalam masyarakat biasa saja, mereka bergaul seperti biasa”. (IU1)

“dengan berkomunikasi dan kita beri penyuluhan”. (IU1)

Bagaimanakah penderita kusta berinteraksi dengan keluarga?

“Jadi selain dimasyarakat, berinteraksi di dalam rumah.Jadi kita memberi penyuluhan, seperti kepada isteri dan anaknya kalau bisa tempat makan dan minumnya diasingkan/khusus”. (IU1)

“Seperti penderita lainnya, agar tidak ada perbedaan”. (IU1)Adakah monitoring atau evaluasi terhadap penderita kusta di lingkungan wilayah

kerja Bapak?

“Ada, kami, petugas kustanya berkunjung ke rumah penderita kusta setiap 1 minggu sekali. Untuk melihat penderita kusta itu perkembangannya baik-baik saja”. (IU1)

“penderita yang amsih sakit atau sudah sembuh kita periksa kembali, untuk memastikan kesembuhannya”. (IU1)

Adakah perlakuan khusus terhadap penderita kusta?

“Perlakuan khusus tidak ada, kita buat seperti biasa. Karena kalau kita buat nanti perlakuan khusus dia merasa malu atau minder. Jadi kita buat seperti biasa saja”. (IU1)

“Seperti penderita lainnya, agar tidak ada perbedaan”. (IU1)

Adakah penderita kusta yang sudah bebas atau sembuh dari penyakit kusta?

“Ada, banyak, jadi kemarin ada 15 orang yang menderita kusta di puskesmas kami sekarang kalau ga salah tinggal 5 orang lagi”. (IU1)

“yang sudah sembuh tidak lagi minum obat, tetapi kami periksa juga agar penyakit tersebut tidak kambuh lagi”. (IU1)

Apakah yang Bapak ketahui tentang perkembangan ril wabah penyakit kusta yang

terjadi di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Panyang?

Page 48: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

48

“Disini perkembangan ril tentang penyakit kusta sudah dalam kategori kurang. kenapa, Hal ini dikarenakan sudah diatasi semua. Tergantung masalah pasien yang masih kurang disiplin dalam meminum obat”. (IU2)

Berapakah jumlah penderita yang terserang penyakit kusta yang terjadi di Wilayah

Kerja Puskesmas Padang Panyang?

“Jumlah yang terserang yang ada di Wilayah Kerja Puskesmas sebanyak 12 orang untuk keseluruhan, dalam masa pengobatan sebanyak 8 orang dan 4 orang penderita telah sembuh”. (IU2)

Apakah terjadi peningkatan jumlah dari tahun ke tahu terkait penderita penyakit

kusta yang terjadi di wilayah kerja puskesmas Padang Panyang?

“Untuk tahun 2015-2016 tidak ada lagi penambahan pasien kusta, Cuma yang ada pasien lama dalam proses pengobatan”. (IU2)

Bagaimanakah sistem pendataan terkait jumlah penderita Puskesmas Padang

Panyang Kecamatan Kuala Pesisir Kabupaten Nagan Raya?

“Sistem pendataannya kami melakukan melalui fasilitas kesehatan (faskes) terdekat yang ada di desa (Polindes)”. (IU2)

Solusi apakah yang Bapak berikan saat berhadapan langsung dengan penderita

penyakit kusta di wilayah kerja puskesmas Padang Panyang?

“yaitu menganjurkan pasien untuk berperilaku bersih dilingkungannya atau tempat tinggalnya dan patuh minum obat”. (IU2)

Kebijakan apakah yang telah dilakukan oleh dinas kesehatan Kabupaten Nagan

Raya melalui Puskesmas Padang Panyang dalam menangani penyakit kusta?

“melakukan promosi kesehatan (promkes) yang ada di Desa yang mempunyai pasien kusta. Pemeriksaan kulit yang terinfeksi bercak putih lebih dari lima”.(IU2)

Adakah kebijakan yang ditetapkan bersifat berkelanjutan dan diterima di kalangan

masyarakat dalam pencegahan penyakit kusta di Wilayah Kerja Puskesmas

Padang Panyang?

Page 49: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

49

“Hal ini sangat diwajibkan untuk dilaksanakan oleh Petugas Puskesmas Padang Panyang dalam mengatasi penyakit kusta tentu akan dilanjutkan sampai tuntas dalam mengantisipasi penyakit ini”. (IU2)

Dilingkungan mana saja (Wilayah Kerja Puskesmas Padang Panyang) yang

terkena penyakit kusta?

“Desa Cot Rambong, Lueng Teuku Ben, Desa Kuala Trang, Jati Rejo, Langkak dan Kubang Gajah”. (IU2)

Apakah penderita kusta merasa nyaman dengan lingkungannya ?

“tidak nyaman, rumah belum memenuhi syarat kesehatan”. (IU2)Adakah Bapak memeperingati penderita kusta tentang kebersihan individu?

“ada, karena hal demikian yang harus disampaikan”. (IU2)

Berdasarkan jawaban dari kedua informan utama diatas, bahwa kebijakan

dari pemerintah setempat dalam memberikan solusi dan kebijakan untuk

mencegah maupun dengan jalan melakukan promosi kesehatan dan mengobati

penyakit kusta dilakukan dengan cara menganjurkan minum obat bagi penderita

secara rutin setiap harinya selama satu tahun, menjaga kebersihan individu dan

lingkungan. Apabila ada anggota keluarga yang terkena penyakit kusta maka

harus menjaga jarak secara bijaksana dengan memisahkan baik makanan,

minuman, serta pakaian secara terpisah agar tidak menyebabkan penularan

penyakit kusta tersebut.

4.3 Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijelaskan di atas, dapat diketahui

bahwa kejadian penyakit kusta di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Panyang

Kecamatan Kuala Pesisir Kabupaten Nagan Raya, hasil wawancara peneliti

dengan kepala puskesmas padang panyang dan petugas bagian penyakit kusta,

Page 50: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

50

secara umum kebijakan yang telah dilaksanakan oleh pemerintah setempat,

khususnya puskesmas padang panyang, dalam kaitannya dengan penyakit kusta

telah dilaksanakan sesuai harapan. Namun demikian, dari 12 penderita yang

mengalami penyakit kusta, baru 4 penderita yang telah sembuh dari program

pengobatan yang telah dijalankan. Sedangkan 8 penderita lainnya masih dalam

proses penyembuhan.

Hasil wawancara peneliti terhadap 3 orang informan pendukung

(penderita), menyatakan bahwa dari 4 variabel yang mencakup kebersihan

individu (Personal Hygiene), riwayat kontak, lingkungan dan kejadian penyakit

kusta, menunjukkan bahwa penderita yang mengalami penyakit kusta mempunyai

perilaku hidup yang kurang bersih secara individu atau disebabkan oleh pergaulan

yang kurang memperhatikan kawan bermain, seperti halnya terjadi pada Informan

Pendukung 1 (IP1), penyebab terjadinya penyakit kusta karena berteman dengan

penderita lainnya yang menderita penyakit kusta. Pada Informan Pendukung 2

(IP2) penyebab terjadinya penyakit kusta disebabkan oleh kebersihan individu

yang kurang bersih, dan penederita ketiga Informan Pendukung 3 (IP3) menderita

penyakit kusta disebabkan oleh lingkungan sekitarnya yang kurang bersih.

Berdasarkan penjelasan tersebut, dari ketiga variabel yang ada secara

langsung berhubungan terhadap kejadian penyakit kusta. Sehingga secara umum,

kejadian penyakit kusta di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Panyang Kecamatan

Kuala Pesisir Kabupaten Nagan Raya.

4.3.1 Kebersihan Individu (Personal Hygiene)

Page 51: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

51

Kebersihan individu dalam kehidupan sehari-hari merupakan hal yang

sangat penting dilakukan, hal ini dilakukan untuk mencegah maupun mengurangi

tingkat serangan maupun penyebaran penyakit kusta.

Hasil observasi dan wawancara yang telah peneliti lakukan, menunjukkan

bahwa kebersihan individu dari penderita masih kurang bersih, hal ini diperoleh

dari jawaban penderita yang mengatakan sering kali kurang menjaga kebersihan

tubuhnya saat setelah selesai bekerja. Kebiasaan itu berlanjut secara terus menerus

sehingga pada akhirnya terjadilah penyakit kusta pada dirinya.

Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Suryanda, (2012) aspek fisik

penyakit kusta akan berdampak pada lesi dikulit dan kecacatan tubuh

penderita Mycobacterium leprae sebagai bakteri penyebab penyakit kusta dapat

mengakibatkan kerusakan saraf sensori, otonom, dan motorik. Pada saraf sensori

akan terjadi anestesi sehingga terjadi luka tusuk, luka sayat, dan luka bakar. Pada

saraf otonom akan terjadi kekeringan kulit yang dapat mengakibatkan kulit

mudah retak-retak dan dapat terjadi infeksi sekunder.

Notoatmodjo (2010) bahwa perilaku sehat adalah semua perilaku

kesehatan yang dilakukan atas dasar kesadaran yang mana perilaku atau kegiatan

tersebut berkaitan dengan upaya mempertahankan dan meningkatkan kesehatan,

serta mencangkup perilaku dalam pencegahan menghindari dari berbagai macam

penyakit, penyebab penyakit atau masalah kesehatan untuk meningkatkan status

kesehatan.

4.3.2 Riwayat Kontak

Page 52: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

52

Lamanya berhubungan atau riwayat kontak antara keluarga dengan

penderita merupakan suatu hal yang perlu menjadi perhatian. Hal ini

dikarenakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadi penularan

penyakit kusta. Dasar pernyataan tersebut sesuai dengan hasil wawancara

peneliti dengan penderita, penyebab terjadinya penderita mengalami

penyakit kusta disebabkan oleh temannya menderita penyakit kusta,

temannya telah terlebih dahulu terkena penyakit kusta. Lamanya penderita

berteman dengan penderita sebelumnya baik secara sentuhan kulit maupun

sistem pernapasan saat berkomunikasi serta bersentuhan pakaian menjadi

penyebab perpindahan (penularan) penyakit kusta tersebut.

Di dukung oleh pernyataan Entjang (2004), penularan penyakit

menurut sebagian ahli melalui saluran pernafasan dan kulit (kontak

langsung yang lama dan erat), kuman mencapai permukaan kulit melalui folikel

rambut, kelenjar keringat, dan diduga melalui air susu sehingga penyakit kusta

dapat dicegah dengan perbaikan personal hygiene.

Hal ini terjadi karena kontak merupakan suatu media untuk menularkan

penyakit kusta ini dalam penelitian terhadap insidensi, tingkat infeksi untuk

kontak lepra lepromatosa beragam dari 6,2 per 1000 per tahun di Cebu,

Philipina hingga 55,8 per 1000 per tahun di India Selatan. Dua pintu keluar dari

M. leprae dari tubuh manusia diperkirakan adalah kulit dan mukosa hidung.

Telah dibuktikan bahwa kasus lepromatosa menunjukkan adanya sejumlah

organism di dermis kulit (Entjang, 2004).

4.3.3 Lingkungan

Page 53: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

53

Pentingnya menjaga kebersihan lingkungan untuk mempertahankan

kesehatan kita juga sangat penting dilakukan. Kenyataan yang ada bahwa dari

hasil penelitian yang telah peneliti lakukan berupa hasil wawancara dengan salah

satu penderita yang mengalami penyakit kusta, menyatakan bahwa penyebab

penyakit kusta yang dideritanya merupakan faktor air sungai yang kurang bersih

dilakukan untuk pemandian secera terus-menerus. Sehingga pada akhirnya

penderita mendapatkan penyakit kusta tersebut.

Pernyataan tersebut sesuai dengan yang dikatan Daili (2005) bahwa

lingkungan merupakan faktor penyumbang terbesar kejadian penyakit, kemudian

perilaku, pelayanan kesehatan dan genetik. Lingkungan dapat menjadi tempat

berkembangbiaknya berbagai bakteri, termasuk bakteri kusta. Kondisi rumah

merupakan bagian dari lingkungan fisik yang dapat mempengaruhi kesehatan

individu dan masyarakat. Rumah yang menjadi tempat tinggal harus memenuhi

syarat kesehatan seperti ventilasi rumah yang baik, kepadatan rumah yang sesuai

dan lantai rumah yang terbuat bukan dari tanah.

Report of the International Leprosy Association Technical Forum di

Paris pada 22-28 Februari 2002, dilaporkan adanya Mycrobacterium leprae pada

debu, air untuk mandi dan mencuci di rumah penderita. Perlunya kondisi fisik

rumah yang memenuhi syarat kesehatan agar dapat mencegah penyebaran

Mycrobacterium leprae di lingkungan. Kondisi fisik rumah mencakup jenis bahan

bangunan rumah seperti jenis dinding dan lantai. Jenis bahan bangunan rumah

akan mempengaruhi jumlah debu dalam rumah, Mycrobacterium leprae juga

dapat bertahan hidup ditanah hingga 46 hari. Kepadatan hunian juga

Page 54: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

54

menjadi faktor risiko penularan penyakit kusta, hal ini disebabkan karena

penderita akan banyak kontak dengan non penderita sehingga akan

menyebabkan menularnya penyakit kusta ke anggota keluarga yang lain

(Amiruddin, 2012).

4.3.4 Kejadian Penyakit Kusta

Kejadian penyakit kusta dimana saja dapat terjadi, namun demikian

kejadian penyakit tersebut tidak serta-merta dapat terjadi begitu saja, hal ini

dikarenakan penyakit kusta dapat terjadi disebabkan oleh beberapa faktor

diantaranya : Kebersihan Individu (Personal Hygiene), Riwayat Kontak, dan

Lingkungan, namun demikian faktor tersebut akan terjadi apabila kesemuanya

berada diluar standar kesehatan yang telah ditetapkan.

Dari hasil wawancara yang telah peneliti lakukan terdapat kejadian

penyakit kusta sebanyak 12 orang penderita. Dari jumlah penderita yang selama

ini sebanyak 12 tersebut, telah mengalami kesembuhan sebanyak 4 orang, dan

yang masih dalam proses perawatan dan pengobatan sebanyak 8 orang.

4.3.5 Solusi dan Kebijakan

Wilayah Kerja Puskesmas Padang Panyang, memiliki tugas dan wewenang

dalam penanganan kesehatan dilingkungan kerjanya. Khususnya 12 Gampong

yang menjadi cakupan wilayah kerja dari para petugas kesehatan. Dalam program

penyuluhan di bidang kesehatan, petugas memiliki kewajiban dalam memberikan

informasi maupun promosi penting di bidang kesehatan. Baik dalam tujuan

mencegah maupun untuk mengobati penyakit yang di derita oleh para warga.

Page 55: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

55

Di samping itu, dalam penanganan penyakit kusta yang di alami oleh

warga, pihak petugas memiliki tugas dan wewenang khusus dalam

penanganannya. Dalam pelaksanaan tugasnya, pihak bagian kusta diberi SK

khusus sebagai petugas kesehatan bidang kusta. Dan bertanggung jawab dalam

pemberian informasi dan pelaporan tentang berapa jumlah penderita yang masih

sakit maupun penderita yang telah sembuh.

Dalam proses pengobatan, pihak petugas secara rutin mengingatkan bagi

para penderita untuk mematuhi anjuran yang telah diberikan. Sehingga penyakit

kusta yang dialami oleh penderita secara berangsur dapat sembuh. Sehingga dari

jumlah penderita yang selama ini sebanyak 12 orang penderita, telah mengalami

kesembuhan sebanyak 4 orang, dan yang masih dalam proses perawatan dan

pengobatan sebanyak 8 orang.

Selain itu, untuk mencegah penyakit kusta ini menular pada anggota

keluarga maupun masyarakat. Para penderita dan anggota keluarga diberi

penyuluhan tentang pentingnya kebersihan individu (personal hygiene), riwayat

kontak yang menyangkut dengan pergaulan di dalam keluarga, menjaga

lingkungan agar tetap terjaga sanitasinya sehingga tidak penyebabkan terjadinya

penularan maupun penyebaran penyakit kusta secara umum di masyarakat tersebut

khususnya maupun wilayah kerja puskesmas padang panyang pada umumnya.

Depkes RI (2006) menyatakan bahwa penyakit kusta akan berdampak

pada kelangsungan hidup keluarga. Dampak yang muncul dalam keluarga

diantaranya keluarga panik saat salah satu anggota keluarga mendapat

diagnose penyakit kusta, berusaha untuk mencari pertolongan ke dukun, keluarga

Page 56: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

56

takut akan tertular penyakit kusta sehingga tidak jarang penderita kusta diusir

dari rumah, keluarga takut diasingkan oleh masyarakat dan jika anggota

keluarga yang menderita kusta adalah kepala keluarga, akan berdampak pada

sosial ekonomi keluarga tersebut. Dampak yang dirasakan oleh keluarga

akan mempengaruhi keluarga dalam memberikan perawatan kepada penderita

kusta.

Sejalan dengan pernyataan di atas, Depkes RI (2006) menyatakan bahwa

selain berdampak pada keluarga, penyakit kusta juga akan berdampak pada

lingkungan masyarakat sekitar tempat tinggal penderita kusta. Dampak yang

muncul yaitu masyarakat merasa jijik dan takut terhadap penderita kusta,

masyarakat menjauhi penderita kusta dan keluarganya, dan masyarakat

merasa terganggu dengan adanya penderita kusta sehingga berusaha untuk

menyingkirkan dan mengisolasi penderita kusta.

Hutabarat (2008) pencegahan primer dilakukan pada kelompok orang

sehat yang belum terkena penyakit kusta dan memiliki risiko tertular karena

berada di sekitar atau dekat dengan penderita seperti keluarga penderita dan

tetangga penderita, yaitu dengan memberikan penyuluhan tentang kusta.

Penyuluhan yang diberikan petugas kesehatan tentang penyakit kusta adalah

proses peningkatan pengetahuan, kemauan dan kemampuan masyarakat yang

belum menderita sakit sehingga dapat memelihara, meningkatkan dan melindungi

kesehatannya dari penyakit kusta. Sasaran penyuluhan penyakit kusta adalah

keluarga penderita, tetangga penderita dan masyarakat).

Page 57: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

57

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa analisis kejadian

penyakit kusta di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Panyang Kecamatan Kuala

Pesisir Kabupaten Nagan Raya :

1. Kebersihan individu (personal hygiene), hasil observasi dan wawancara yang

telah peneliti lakukan, menunjukkan bahwa kebersihan individu dari penderita

masih kurang bersih, hal ini diperoleh dari jawaban penderita bahwa sering

kali kurang menjaga kebersihan tubuhnya saat setelah selesai bekerja.

Kebiasaan itu berlanjut secara terus menerus sehingga pada akhirnya terjadilah

penyakit kusta.

2. Riwayat kontak, hasil wawancara peneliti dengan penderita, penyebab

terjadinya penderita mengalami penyakit kusta disebabkan oleh temannya

Page 58: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

58

menderita penyakit kusta, temannya telah terlebih dahulu terkena

penyakit kusta. Lamanya penderita berteman dengan penderita

sebelumnya baik secara sentuhan kulit maupun sistem pernapasan saat

berkomunikasi serta bersentuhan pakaian menjadi penyebab perpindahan

(penularan) penyakit kusta.

3. Lingkungan, hasil wawancara dengan salah satu penderita yang mengalami

penyakit kusta, menyatakan bahwa penyebab penyakit kusta yang dideritanya

merupakan faktor air sungai yang kurang bersih dilakukan untuk pemandian

secera terus-menerus. Sehingga pada akhirnya penderita mendapatkan

penyakit kusta.

4. Telah terjadi penyakit kusta diwilayah kerja puskesmas padang panyang, hasil

wawancara yang telah peneliti lakukan terdapat kejadian penyakit kusta

sebanyak 12 orang penderita. Dari jumlah penderita yang selama ini sebanyak

12 tersebut, telah mengalami kesembuhan sebanyak 4 orang, dan yang masih

dalam proses perawatan dan pengobatan sebanyak 8 orang.

5. Solusi dan kebijakan dengan kejadian penyakit kusta, untuk mencegah

penyakit kusta ini menular pada anggota keluarga maupun masyarakat. Para

penderita dan anggota keluarga diberi penyuluhan tentang pentingnya

kebersihan individu (personal hygiene), riwayat kontak yang menyangkut

dengan pergaulan di dalam keluarga, menjaga lingkungan agar tetap terjaga

sanitasinya sehingga tidak penyebabkan terjadinya penularan maupun

penyebaran penyakit kusta secara umum di masyarakat tersebut khususnya

maupun wilayah kerja puskesmas padang panyang pada umumnya.

57

Page 59: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

59

5.2 Saran

1. Bagi Pemerintah setempat umumnya Dinas Kesehatan Kabupaten Nagan Raya

dan khususnya di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Panyang perlu

menetapkan dan menerapkan kebijakan yang relefan dengan kondisi penyakit

yang di derita para warga.

2. Bagi masyarakat setempat diharapkan menjaga kebersihan diri, rumah,

maupun lingkungan tempat tinggal sebagai upaya mencegah penularan

maupun penyebaran penyakit kusta.

3. Bagi para penderita khususnya, hendaklah menjaga kebersihan diri,

lingkungan dan lain sebagainya sebagai upaya mencegah penularan maupun

penyebaran penyakit kusta.

4. Bagi keluarga penderita, hendaklah memberikan dukungan bagi penderita

terutama dalam menjaga kebersihan dirinya, rutin meminum obat serta

menjaga kebersihan lingkungan. Sehingga mampu mengurangi atau

menyembuhkan penyakit kusta tersebut.

5. Bagi Peneliti Lain, perlu penelitian lebih lanjut untuk mengkaji lebih

mendalam terkait dengan faktor-faktor lain yang perlu dianalisis terkait

dengan kejadian penyakit kusta.

Page 60: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

60

DAFTAR PUSTAKA

Amiruddin, D.M. 2012. Penyakit Kusta (Sebuah Pendekatan Klinis). Surabaya: Brilian Internasional.

Budiarto, E. 2002. Biostatistik Kedokteran. Jakarta : EGC.

Daili, E. S. 2005. Kusta. Hal.73-78. Dalam: A. Djuanda (Ed), Bagian Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta : FK-UI.

Departemen Kesehatan R.I. 2006. Buku Pedoman Nasional Pemberantasan Penyakit Kusta. Cetakan XVIII. Tidak Dipublikasikan. Jakarta : Depkes RI.

Entjang, Indan. 2004. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung : Citra Aditya Bakti.

Guyton & Hall. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (terjemahan). Jakarta : EGC.

Hutabarat, B. (2008). Pengaruh faktor internal dan eksternal terhadap kepatuhan minum obat penderita kusta di Kabupaten Asahan Tahun 2007. Medan : Tesis Progran Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Sekolah Pasca Sarjana USU.

Machfoedz. 2009. Metodelogi Penelitian. Yogyakarta : Fitramaya.

Miles. M.B. dan A. Michael Huberman. 2007. Analisis dan Kualitatif: Buku Sumber tentang Metode-Metode Baru. Jakarta : UI Press.

Page 61: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

61

Moleong. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi Cetakan Kedua Puluh Dua. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Moorhead S,J.M, Maas M, Swanson, E. 2006. Nursing Outcomes Classification. United States of America : Mosby.

North American Nursing Diagnosis Association (NANDA). 2010. Diagnosis Keperawatan 2009-2011. Jakarta : EGC.

Notoatmodjo, S. 2007. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Nurmasari, M. 2010.  Pola Pemilihan Obat dan Outcome Terapi Gastroenteritis Akut (GEA) Pada Pasien Pediatri di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta Januari - Juni Tahun 2008. Jawa Tengah : Universitas Muhammadiyah.

Ratnawati, D. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Ny. J Dengan Gastroenteritis di Bangsal Anggrek RSUD Sukoharjo. Jawa Tengah : Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Sugiono. 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Bandung : Alfabeta.

Suryanda. 2012. Persepsi Masyarakat Terhadap Penyakit Kusta : Studi Kasus di Kecamatan Cambai Prabumulih. Yogyakarta: Tesis. Sarjana, UGM.

Tietjen, L. 2004. Panduan Pencegahan Infeksi Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dengan Sumberdaya Terbatas. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.

WHO, 2014. Penyakit Kusta. WHO.

Wicaksono, A.D. 2011. Pemilihan Obat dan Outcome  Terapi  Gastroenteritis Akut Pada Pasien Pediatri di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten Tahun 2009. Jawa Tengah : Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Winarsih, B.D. 2011. Efektivitas Mutu Berbasis Praktek, Intervensi Peningkatan Multimodal Untuk Gastroenteritis Pada Anak. Jakarta : Universitas Indonesia.

60

Page 62: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

62

Lampiran Dokumentasi Kegiatan Penelitian

Puskesmas Padang Panyang

Wawancara Bersama Kepala Puskesmas Padang Padang Panyang

Page 63: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

63

Wawancara Bersama Petugas Bagian Penyakit Kusta

Wawancara Bersama Penderita Penyakit Kusta

Page 64: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

64

Wawancara Bersama Penderita Penyakit Kusta

Wawancara Bersama Penderita Penyakit Kusta

Page 65: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

65

Gambar Penderita Penyakit Kusta

Page 66: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1036/1/BAB I_V.docx  · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Badan Kesehatan Dunia . W. orld. H. e. al. t. h Organiza. t. ion (WHO,

66