repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1221/1/bab i_v.docx · web viewbab i pendahuluan latar...

93
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa pariwisata adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sosial dan ekonomi manusia. Hal ini dirasakan oleh Negara-negara yang ada, termasuk Indonesia. Pariwisata adalah istilah yang memberikan apabila seseorang wisatawan melakukan perjalanan itu sendiri, dengan kata lain aktivitas dan kejadian yang terjadi ketika seseorang pengunjung melakukan perjalanan (Sutrisno 2008, h.23). Pariwisata secara singkat dapat dirumuskan sebagai kegiatan dalam masyarakat yang berhubungan dengan wisatawan (Soekidjo 2000, h.27). Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Diawali dari kegiatan yang semula hanya dinikmati oleh sebagian orang-orang yang relative

Upload: others

Post on 01-Jan-2021

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1221/1/BAB I_V.docx · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa pariwisata

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa

pariwisata adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sosial dan

ekonomi manusia. Hal ini dirasakan oleh Negara-negara yang ada, termasuk

Indonesia. Pariwisata adalah istilah yang memberikan apabila seseorang

wisatawan melakukan perjalanan itu sendiri, dengan kata lain aktivitas dan

kejadian yang terjadi ketika seseorang pengunjung melakukan perjalanan

(Sutrisno 2008, h.23). Pariwisata secara singkat dapat dirumuskan sebagai

kegiatan dalam masyarakat yang berhubungan dengan wisatawan (Soekidjo 2000,

h.27).

Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan

manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Diawali dari kegiatan

yang semula hanya dinikmati oleh sebagian orang-orang yang relative kaya. Pada

awal abad ke 20, kini telah menjadi bagian dari hak azasi manusia. Hal ini tidak

terjadi di Negara maju tetapi mulai dirasakan pula di Negara berkembang. (Pendit

2002, h.65).

Indonesia terus berupaya meningkatkan sektor pariwisata, yang

diharapkan terus mampu meningkatkan kesempatan kerja, pendapatan masyarakat

serta berkontribusi pada produk domestik bruto, hal ini sesuai dengan kajian

bahwa jika mesin penggerak penyerapan tenaga kerja pada abad ke-19 adalah

pertanian, pada abad ke-20 adalah industri manufaktur dan pada abad ke-21

1

Page 2: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1221/1/BAB I_V.docx · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa pariwisata

2

adalah pariwisata (Wahab 2009, h.49). Keberhasilan pengembangan sektor

kepariwisataan, berarti akan meningkatkan perannya dalam penerimaan daerah,

dimana kepariwisataan merupakan komponen utamanya dengan memperhatikan

juga faktor-faktor yang mempengaruhinya, seperti jumlah wisatawan, pemerintah,

dan lingkungan ekonomi.

Sektor pariwisata merupakan sektor yang potensial untuk dikembangkan

sebagai salah satu sumber pendapatan daerah. Usaha memperbesar pendapatan

asli daerah, maka program pengembangan dan pemanfaatan sumber daya dan

potensi pariwisata daerah diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi

pembangunan ekonomi. Pariwisata dipandang sebagai kegiatan yang mempunyai

multidimensi dari rangkaian suatu proses pembangunan. Pembangunan sektor

pariwisata menyangkut aspek sosial budaya, ekonomi dan politik (Spillane 2004,

67).

Hal tersebut sejalan dengan yang tercantum dalam Undang-Undang

Nomor 10 tahun 2009 Tentang Kepariwisataan yang menyatakan bahwa

Penyelenggaraan Kepariwisataan ditujukan untuk meningkatkan pendapatan

nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat,

memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja,

mendorong pembangunan daerah, memperkenalkan dan mendayagunakan obyek

dan daya tarik wisata di Indonesia serta memupuk rasa cinta tanah air dan

mempererat persahabatan antar bangsa.

Perkembangan pariwisata juga mendorong dan mempercepat pertumbuhan

ekonomi. Kegiatan pariwisata menciptakan permintaan, baik konsumsi maupun

Page 3: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1221/1/BAB I_V.docx · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa pariwisata

3

investasi yang pada gilirannya akan menimbulkan kegiatan produksi barang dan

jasa. Selama berwisata, wisatawan berbelanja, sehingga secara langsung

menimbulkan permintaan pasar barang dan jasa. Selanjutnya wisatawan secara

tidak langsung menimbulkan permintaan akan barang modal dan bahan untuk

berproduksi memenuhi permintaan wisatawan akan barang dan jasa tersebut.

Dalam usaha memenuhi permintaan wisatawan diperlukan investasi di bidang

transportasi dan komunikasi, perhotelan dan akomodasi lain, industri kerajinan

dan industri produk konsumen, industri jasa, rumah makan restoran dan lain-lain

(Spillane 2004, h.68).

Provinsi Aceh memiliki berbagai jenis objek wisata yang dapat menarik

para wisatawan lokal maupun wisatawan mancanegara. Diantaranya : Lhok Nga,

Pulau Sabang, Ulee Lhee, Cagar Budaya, Mesjid, Kuliner, dan lain sebagainya

yang sangat indah dan mengagumkan para pengunjung. Hal ini dikarenakan

kondisi alamnya yang segar dan nyaman serta budaya masyarakat setempat yang

memiliki keramah-tamahan sehingga pada akhirnyanya banyak wisatawan yang

suka.

Kabupaten Aceh Selatan merupakan salah satu kabupaten yang ada di

Provinsi Aceh. Kabupaten ini memiliki potensi wisata yang dapat dijadikan

sebagai salah satu sektor sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Aceh Selatan

memiliki beraneka ragam pariwisata, dari keindahan lautnya, dan terkenal dengan

pantainya Tapak Tongkat Tuan Tapa (Kecamatan Tapak Tuan), Goa Kelongsong

(Kecamatan Labuhan Haji), Sungai Batu Berhujan (Labuhan Haji Timur), Makam

Syek Muda Wali (Kecamatan Labuhan Haji Barat), Air Terjun Ceureucue

Page 4: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1221/1/BAB I_V.docx · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa pariwisata

4

(Kecamatan Meukek), Goa Muslimin (Kecamatan Sawang), Pantai Batu Berlayan

(Kecamatan Samadua), Gunung Terbang (Pasie Raja), Mesjid Tuo Pulo Kambing

(Kecamatan Kluet Utara), Arung Jeuram Jambor Teka Mega (Kluet Tengah),

Pusat Penelitian Orang Utan (Kecamatan Kluet Timur), Hutan Lindung TNGL

(Kecamatan Kluet Selatan) dan lain sebagainya yang cukup menarik perhatian

masyarakat. Di samping itu juga, banyak terdapat pariwisata kuliner maupun

makanan khas Aceh Selatan. Seluruh ikon tersebut dapat berkontribusi dalam

meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang ada di daerah itu.

Namun demikian, aktivitas wisata yang ada ini tidak mengesampingkan

dengan hukum syariat islam yang berlaku di daerah tersebut. Hal ini dapat dilihat

dari wisata pemandian yang ada dengan memberlakukan pemisahan antara laki-

laki dan perempuan, dan juga pakaian yang digunakan tidak melanggar aturan

yang telah diberlakukan di daerah tersebut.

Hasil survey awal yang telah peneliti lakukan, dari data Dinas Pariwisata

Kabupaten Aceh Selatan selama 5 tahun terakhir (2010 - 2014) menunjukkan

bahwa terjadi peningkatan jumlah anggaran dalam setiap tahunnya. Tahun 2010,

jumlah anggaran sektor pariwisata sebesar 42.645.902; Tahun 2011 sebesar

38.381312; Tahun 2012 sebesar 47.384.335; Tahun 2013 sebesar 49.023.500; dan

pada Tahun 2014 semakin meningkat yakni sebesar 53.813.271. Secara umum

dari tahun ke tahun jumlah anggaran tersebut terus meningkat dan berdampak

positif pada peningkatan pendapatan asli daerah serta secara langsung

berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Aceh Selatan. Secara

Page 5: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1221/1/BAB I_V.docx · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa pariwisata

5

lebih rinci terkait dengan jumlah anggaran sektor pariwisata selama 5 tahun

terakhir dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut ini.

Tabel 1.1Jumlah Anggaran Sektor Pariwisata

Selama 5 Tahun Terakhir.No.

Tahun Jumlah Anggaran

1 2010 42.645.9022 2011 38.3813123 2012 47.384.3354 2013 49.023.5005 2014 53.813.271

Sumber : Dinas Pariwisata Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2015.

Kontribusi penerimaan atau pajak dari akomodasi selama 5 tahun terakhir

(2009 sampai dengan 2013) yaitu 2009 sebesar 22.041.460, tahun 2010 sebesar

34.446.800, tahun 2011 sebesar 31.481.250, tahun 2012 27.361.750, dan tahun

2013 sebesar 26.570.000. Berikut ini secara lengkap dijelaskan pada Tabel 2.

Tabel 1.2Jumlah Kontribusi Penerimaan Pajak Sektor Pariwisata

Selama 5 Tahun Terakhir.No.

Tahun Kontribusi Penerimaan/Pajak

1 2009 22.041.4602 2010 34.446.8003 2011 31.481.2504 2012 27.361.7505 2013 26.570.000

Sumber : Dinas Pariwisata Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2014.

Data pertumbuhan ekonomi Kabupaten Aceh Selatan selama 5 tahun

terakhir (2010 sampa dengan 2014), tahun 2010 sebesar 4,19, tahun 2011 sebesar

4,47%, tahun 2012 4,56%, tahun 2013 sebesar 4,27%, dan pada tahun 2014

sebesar 4,49%. Tabel 3 menjelaskan secara rinci tentang pertumbuhan ekonomi

Kabupaten Aceh Selatan.

Page 6: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1221/1/BAB I_V.docx · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa pariwisata

6

Tabel 1.3.Jumlah Pertumbuhan Ekonomi (%) Kabupaten Aceh Selatan

Selama 5 Tahun Terakhir.No.

Tahun Perttumbuhan Ekonomi (%)

1. 2010 4,192. 2011 4,473. 2012 4,564. 2013 4,275. 2014 4,49

Sumber : BPS Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2014.

Sejalan dengan penjelasan ketiga Tabel 1.3di atas, dapat terlihat bahwa

setiap tahun anggaran terjadi peningkatan, hal ini terjadi karena kebutuhan dari

sektor pariwisata terus meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk

di Kabupaten Aceh Selatan. Walaupun demikian, anggaran yang telah dikeluarkan

mendapatkan pendapatan (feedback) yang dikeluarkan berpengaruh terhadap

kontribusi penerimaan pajak. Selain itu, baik secara langsung maupun tidak

langsung berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten tersebut.

Di samping itu, apabila sektor pariwisata penerimaan pajak tidak

berpengaruh secara signifikan, hal ini dapat disebabkan oleh sektor lainnya yang

tidak menjadi fokus bahasan dalam penelitian ini, namun demikian sudut pandang

sektor pariwisata mampu memberikan kontribusi peningkatan pertumbuhan

ekonomi walau secara persentase tidak terlalu besar.

Dengan demikian, perubahan anggaran dan penerimaan pajak dari sektor

pariwisata pada setiap tahunnya sangat penting dipahami. Hal ini dilakukan untuk

mengetahui pengaruh sektor pariwisata tersebut terhadap pertumbuhan ekonomi

di Kabupaten Aceh Selatan.

Page 7: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1221/1/BAB I_V.docx · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa pariwisata

7

Berdasarkan penjelasan pada uraian di atas, maka penulis merasa tertarik

untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh sektor pariwisata terhadap

pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Aceh Selatan”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan pada latar belakang di atas, dapat dirumuskan

permasalahannya, bagaimana pengaruh sektor pariwisata terhadap pertumbuhan

ekonomi di Kabupaten Aceh Selatan?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui

pengaruh sektor pariwisata terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Aceh

Selatan.

1.4 Manfaat Penelitian

Ada dua manfaat yang dapat diberikan dalam penelitian ini, yaitu sebagai

berikut.

1.4.1 Manfaat Teoritis

1. Penulis

Dapat dijadikan sebagai wahana bagi peneliti dalam penerapan dan

pengembangan ilmu pengetahuan serta wawasan yang dimiliki dengan

kenyataan yang ada di lapangan.

2. Lingkungan Akademik

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai sumber

referensi dan bacaan bagi Mahasiswa Universitas Teuku Umar, khususnya

Mahasiswa Program Studi Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi.

Page 8: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1221/1/BAB I_V.docx · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa pariwisata

8

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berisikan

tentang pengaruh sektor pariwisata terhadap pertumbuhan ekonomi di

Kabupaten Aceh Selatan.

2. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain, yang akan melakukan penelitian

berkaitan dengan penelitian ini.

1.5 Sistematika Pembahasan

Adapun sistematika pembahasan dalam penelitian ini adalah pada Bagian

Pertama pendahuluan yang berisi tentang pokok – pokok pembahasan mengenai

latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, hipotesis penelitian, serta

sistematika pembahasan.

Bagian Kedua Tinjauan Pustaka meliputi Pertumbuhan Ekonomi,

Pariwisata, Peranan Sektor Pariwisata dalam Meningkatkan Penerimaan Daerah,

Penelitian Terdahulu, Kerangka Pemikiran dan Perumusan Hipotesis.

Bagian Ketiga Metode Penelitian yang terdiri dari populasi dan sampel,

sumber dan teknik pengumpulan data, model analisis data, serta definisi

operasional variabel.

Bagian Keempat Hasil Penelitian dan Pembahasan yang terdiri dari

Gambaran Daerah Penelitian, Pengujian Data, dan Analisis Kuantitatif.

Bagian Kelima Kesimpulan dan Saran yang terdiri dari Kesimpulan dari

penelitian dan saran yang diberikan.

Page 9: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1221/1/BAB I_V.docx · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa pariwisata

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pertumbuhan Ekonomi

Menurut Bodie, et.al. (2006, h.72), mendefinisikan pertumbuhan ekonomi

sebagai suatu kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang

bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya.

Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau dimungkinkan oleh adanya

kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian teknologi, institusional (kelembagaan)

dan ideologis terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada.

Menurut Boediono (2009, h.71), pertumbuhan ekonomi adalah proses

kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi terjadi

apabila ada kecenderungan output per kapita untuk naik yang bersumber dari

kekuatan yang berada dalam perekonomian itu sendiri, bukan berasal dari luar

atau bersifat sementara. Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan kenaikan output

per kapita. Dalam hal ini, terdapat dua sisi yang perlu diperhatikan, yaitu dari sisi

output totalnya (PDB) dan sisi jumlah penduduknya.

Proses kenaikan output per kapita harus dianalisis dengan melihat apa

yang terjadi dengan output total dan jumlah penduduk. Aspek lain dari definisi

“pertumbuhan ekonomi” adalah perspektif waktu. Suatu perekonomian tumbuh

apabila dalam jangka waktu yang cukup lama mengalami kenaikan output per

kapita. Pada suatu saat memang bisa terjadi penurunan output, tetapi apabila

selama jangka waktu yang cukup panjang tersebut output per kapita menunjukkan

9

Page 10: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1221/1/BAB I_V.docx · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa pariwisata

10

kecenderungan yang meningkat, maka dapat dikatakan bahwa terjadi

pertumbuhan ekonomi (Boediono 2009, h.71).

2.1.1 Teori Solow

Model pertumbuhan Solow menunjukkan bagaimana tabungan,

pertumbuhan populasi, dan kemajuan teknologi mempengaruhi tingkat output

perekonomian dan pertumbuhannya sepanjang waktu. Model ini dirancang untuk

menunjukkan bagaimana pertumbuhan dalam persediaan modal, pertumbuhan

dalam angkatan kerja, dan kemajuan teknologi berinteraksi dalam perekonomian

yang pada akhirnya berpengaruh terhadap output suatu negara (Mankiw 2006,

h.68).

Menurut Ariefianto (2012, h.42) dari model pertumbuhan Solow, yang

akan dibahas adalah bagaimana tabungan (akumulasi modal) dapat mempengaruhi

pertumbuhan. Tahap pertama adalah mengkaji bagaimana penawaran dan

permintaan terhadap barang menentukan akumulasi modal. Pada tahap ini kita

akan mengasumsikan bahwa angkatan kerja dan teknologi adalah tetap.

Penawaran barang dalam model Solow didasarkan pada fungsi produksi yang

menyatakan bahwa output (Y) bergantung pada persediaan modal (K) dan tenaga

kerja (L), yang dirumuskan sebagai berikut: Y = F (K, L) (Ariefianto 2012, h.43).

Model pertumbuhan Solow mengasumsikan bahwa fungsi produksi

memiliki pengembalian skala konstan (constant return to scale). Fungsi produksi

dengan pengembalian skala konstan memungkinkan analisa seluruh jumlah

perekonomian relatif terhadap besarnya angkatan kerja. Apabila setiap input

Page 11: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1221/1/BAB I_V.docx · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa pariwisata

11

dilipatgandakan sebesar c kali maka input juga akan bertambah sebesar c kali,

yang dirumuskan sebagai berikut: cY = F (cK, cL) (Ariefianto 2012, h.44).

Apabila c = 1/L, maka kita akan dapatkan Y/L = f (K/L, 1). Apabila y =

Y/L; k = K/L dan f (k) adalah f (K/L, 1) maka persamaan dapat ditulis kembali

menjadi y = f(k). Berdasarkan persamaan di atas kita dapat melihat bahwa output

per kapita merupakan fungsi dari modal per pekerja. Persamaan ini sesuai dengan

definisi pertumbuhan ekonomi sebagai perubahan output per kapita. Permintaan

terhadap barang dalam model Solow berasal dari konsumsi dan investasi. Dengan

kata lain output per pekerja (y) dibagi di antara konsumsi per pekerja (c) dan

investasi per perkerja (i), yang dirumuskan sebagai berikut: y = c + I (Putri 2009,

h.59).

Model Solow mengasumsikan bahwa setiap tahun orang menabung

sebagian s dari pendapatan mereka dan mengkonsumsi sebagian (1-s), yang

dirimuskan sebagai berikut: c = (1-s) y. Untuk mengetahui apakah fungsi

konsumsi tersebut berpengaruh terhadap investasi, maka dengan subsitusi

persamaan, didapat fungsi sebagai berikut: y = (1-s) y + i atau dapat ditulis

sebagai berikut: i = sy. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa investasi sama

dengan tabungan, jadi tingkat tabungan juga merupakan bagian dari output yang

menunjukkan investasi (Suharyono 2009, h.41).

2.1.2. Teori Harrod-Domar

Menurut Sukirno (2010, h.75), Teori Harrod-Domar menekankan

pentingnya peran akumulasi modal dalam proses pertumbuhan. Dimana setiap

perekonomian dapat menyisihkan suatu proporsi tertentu dari pendapatan

Page 12: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1221/1/BAB I_V.docx · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa pariwisata

12

nasionalnya jika hanya untuk mengganti barang-barang modal yang rusak. Namun

demikian, untuk menumbuhkan perekonomian tersebut, diperlukan investasi-

investasi baru sebagai tambahan stok modal. Harrod-Domar menitikberatkan

bahwa akumulasi modal itu mempunyai peranan ganda, yaitu menumbuhkan

pendapatan dan di sisi lain juga dapat menaikkan kapasitas produksi dengan cara

memperbesar persediaan modal

Secara sederhana teori Harrod-Domar adalah misalnya pada suatu waktu

tercipta keseimbangan pada tingkat full employment income, maka untuk

memelihara keseimbangan dari tahun ke tahun dibutuhkan sejumlah pengeluaran.

Karena investasi itu harus cukup untuk memenuhi kenaikan output yang

ditimbulkannya. Oleh karena itu, investasi harus selalu ada supaya keseimbangan

tidak terganggu, sebab bila tidak pendapatan per kapita akan turun karena adanya

penduduk yang bertambah (Suharyono 2009, h.42).

2.1.3 Produk Domestik Bruto

Indikator yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi adalah

tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB), yang mengukur pendapatan

total setiap orang dalam perekonomian (Mankiw 2006, h.73). Produk Domestik

Bruto (PDB) adalah pendapatan total dan pengeluaran total nasional atas output

barang dan jasa pada periode tertentu. PDB ini dapat mencerminkan kinerja

ekonomi, sehingga semakin tinggi PDB suatu negara maka dapat dikatakan bahwa

semakin bagus pula kinerja ekonomi di negara tersebut. Sebenarnya banyak sekali

faktor yang mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung terhadap PDB.

Page 13: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1221/1/BAB I_V.docx · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa pariwisata

13

Namun menurut teori Keynes, PDB terbentuk dari empat faktor yang

secara positif mempengaruhinya, keempat faktor tersebut adalah konsumsi (C),

investasi (I), pengeluaran pemerintah (G), dan ekspor neto (NX). Keempat faktor

tersebut kembali dipengaruhi oleh berbagai macam faktor antara lain dipengaruhi

oleh faktor-faktor seperti tingkat pendapatan, tingkat harga, suku bunga, tingkat

inflasi, money supply, nilai tukar, dan sebagainya.

2.2 Pariwisata

2.2.1 Pengertian Pariwisata

Pengertian pariwisata berdasarkan Undang-Undang RI No.10 Tahun 2009,

tentang kepariwisataan, disebutkan pariwisata adalah berbagai macam kegiatan

wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh

masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah. Konsep Pariwisata.

Sedangkankepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan

pariwisata yang bersifat multidimensi serta multi disiplin yang muncul sebagai

wujud kebutuhan setiap orang dan Negara serta interaksi antara wisatawan dengan

masyarakat setempat, sesama wisatawan, pemerintah, pemerintah daerah dan

pengusaha.

Pariwisata berasal dari kata yakni, Pari dan Wisata. Pari diartikan sebagai

banyak, berkali-kali, berputar-putar atau lengkap. Sedangkan wisata dapat

diartikan sebagai perjalanan atau bepergian yang dalam hal ini sinonim dengan

kata travel; dalam bahasa Inggris. Maka kata Pariwisata dapat diartikan sebagai

perjalanan yang dilakukan berkali-kali atau berputar-putar dari suatu tempat ke

tempat lain, yang dalam bahasa Inggris disebut tour (Yoeti 2001, h.39). Pariwisata

Page 14: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1221/1/BAB I_V.docx · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa pariwisata

14

dapat juga diartikan sebagai kegiatan melakukan perjalanan dengan tujuan

mendapatkan kenikmatan, mencari kepuasan, mengetahui sesuatu, memperbaiki

kesehatan, menikmati olah raga atau istirahat, menunaikan tugas, berziarah, dan

lain-lain, pariwisata bukanlah merupakan kegiatan yang baru saja dilakukan oleh

manusia masa kini.

Oleh karena itu, pariwisata mengandung nilai ekonomi ynag tinggi bagi

pemanfaatan jasa tersebut sebagai komoditas ekonomi. Suatu perjalan dianggap

sebagai perjalanan wisata bila memenuhi persyaratan yang diperlukan yaitu : 1)

bersifat sementara, 2) bersifat sukarela (voluntary) dalam arti tidak terjadi

paksaan, 3) tidak bekerja yang bersifat menghasilkan upah ataupun bayaran.

2.2.2 Jumlah Wisatawan Dalam Meningkatkan Penerimaan Daerah Sektor Pariwisata

Menurut Soekadijo (2001, h.56), wisatawan adalah orang yang

mengadakan perjalanan dari tempat kediamannya tanpa menetap di tempat yang

didatanginya, atau hanya untuk sementara waktu tinggal ditempat yang

didatanginya. Mereka yang dianggap sebagai wisatawan adalah orang yang

melakukan kesenangan, karena alasan kesehatan dan sebagainya: orang yang

melakukan perjalanan untuk pertemuan-pertemuan atau dalam kapasitasnya

sebagai perwakilan (ilmu pengetahuan, administrasi, diplomatik, keagamaan, atlit

dan alasan bisnis).

Secara teoritis dalam Austriana (2005, h.64), semakin lama wisatawan

tinggal di suatu daerah tujuan wisata, maka semakin banyak pula uang yang

dibelanjakan di daerah tujuan wisata tersebut.Dengan adanya kegiatan konsumtif

baik dari wisatawan mancanegara maupun domestik, maka akan memperbesar

Page 15: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1221/1/BAB I_V.docx · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa pariwisata

15

pendapatan dari sektor pariwisata suatu daerah. Oleh karena itu, semakin

tingginya arus kunjungan wisatawan, maka pendapatan sektor pariwisata di suatu

daerah juga akan semakin meningkat.

2.2.3 Perilaku Pemerintah dalam meningkatkan Penerimaan Daerah Sektor Pariwisata

1. Teori Perkembangan Pengeluaran Pemerintah

Pengeluaran pemerintah mencerminkan kebijakan pemerintah.Apabila

pemerintah telah menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang dan jasa,

pengeluaran pemerintah mencerminkan biaya yang harus dikeluarkan oleh

pemerintah untuk melaksanakan kebijakan tersebut.

Pengeluaran pemerintah mempunyai dasar teori yang dapat dilihat dari

identitas keseimbangan pendapatan nasional yaitu Y = C + I + G + (X-M) yang

merupakan sumber legitimasi pandangan kaum Keynesian akan relevansi campur

tangan pemerintah dalam perekonomian. Dari persamaan diatas dapat ditelaah

bahwa kenaikan atau penurunan pengeluaran pemerintah akan menaikkan atau

menurunkan pendapatan nasional. Banyak pertimbangan yang mendasari

pengambilan keputusan pemerintah dalam mengatur pengeluarannya. Pemerintah

tidak cukup hanya meraih tujuan akhir dari setiap kebijaksanaan pengeluarannya.

Tetapi juga harus memperhitungkan sasaran antara yang akan menikmati

kebijaksanaan tersebut.

Susunan pengeluaran daerah ini disusun dengan mengaitkan penerimaan

daerah tersebut dalam sebuah susunan sistematis yang dinamakan Anggaran

Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Menurut Mustopadidjaya (2007, h.53)

menyatakan bahwa Penyusunan rencana Anggaran Pengeluaran salah satu

Page 16: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1221/1/BAB I_V.docx · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa pariwisata

16

kegiatannya adalah identifikasi kebutuhan, yaitu mengidentifikasi kebutuhan serta

mempertimbangkan kebijaksanaan yang menyangkut pengalokasian pada

program-program yang dihubungkan baik dengan tujuan perekonomian secara

keseluruhan maupun sasaran-sasaran spesifik sektoral dan regional tertentu.

Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (Yani 2002, h.72)

adalah suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan

peraturan daerah tentang APBD. Selanjutnya oleh Mardiasmo (2002) dikatakan

bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan instrumen kebijakan

dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektivitas pemerintah daerah.

Menurut Kunarjo (2006, h.62), menyatakan bahwa salah satu fungsi

spesifik anggaran daerah dalam proses pembangunan ialah sebagai instrumen

kebijakan fiskal yaitu dengan mengubah prioritas dan besar alokasi dana APBD,

kemudian digunakan mendorong, memberikan fasilitas serta mengkoordinasikan

kegiatan-kegiatan ekonomi masyarakat. Selanjutnya menurut Guritno (2008,

h.52), bahwa dalam pengeluaran pemerintah senantiasa didasarkan atas analisis

manfaat dan biaya sebagai landasan dalam mengevaluasi sumber-sumber ekonomi

agar pemanfaatannya dilakukan secara efisien. Hal tersebut harus dilakukan

mengingat peranan pemerintah masih sangat dibutuhkan dengan berbagai

program, sedangakan biaya atau dana terbatas.

Berdasarkan Permendagri No. 13 Tahun 2006, Belanja daerah

dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintahan yang

menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib,

urusan pilihan dan urusan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu

Page 17: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1221/1/BAB I_V.docx · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa pariwisata

17

yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah atau

antar pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan.

Belanja penyelenggaraan urusan wajib diprioritaskan untuk melindungi

dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi

kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar,

pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta

mengembangkan sistem jaminan sosial. Peningkatan kualitas kehidupan

masyarakat diwujudkan melalui prestasi kerja dalam pencapaian standar

pelayanan minimal sesuai dengan peraturan perundang-undangan.Klasifikasi

belanja menurut urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Permendagri

No. 13 Tahun 2006 Pasal 31 ayat (1) terdiri dari 25 belanja urusan wajib dan 7

belanja urusan pilihan.

Untuk meningkatkan koordinasi penyelenggaraan pariwisata dengan

sektor lain, maka digunakan dasar Undang-Undang Nomor 64 Tahun 2014

Tentang Koordinasi Strategis Lintas Sektor Penyelenggaraan Kepariwisataan.

Dalam hal ini untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja kepariwisataan di

pusat maupun daerah.

2. Lingkungan Ekonomi (PDRB) dalam Peningkatan Penerimaan Daerah Sektor Pariwisata

Pendapatan perkapita merupakan salah satu indikator yang penting untuk

mengetahui kondisi ekonomi suatu wilayah dalam periode tertentu, yang

ditunjukan dengan Pendapatan Daerah Regional Bruto (PDRB) baik atas dasar

harga berlaku maupun atas harga konstan.

Page 18: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1221/1/BAB I_V.docx · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa pariwisata

18

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan seluruh nilai tambah

yang dihasilkan (barang dan jasa) oleh seluruh sektor atau lapangan usaha yang

melakukan kegiatan usahanya di suatu daerah tanpa memperhatikan kepemilikan

atas faktor produksi yang dipakai. Secara agregat, PDRB suatu daerah

menggambarkan tingkat pertumbuhan dan perkembangan ekonomi suatu daerah,

struktur perekonomian suatu daerah, indikator tingkat kemakmuran, dan tingkat

pertumbuhan harga (inflasi/deflasi).

Untuk menghitung nilai PDRB ada tiga macam metode pendekatan yaitu :

1) Pendekatan produksi, merupakan jumlah netto atas suatu barang/jasa yang

dihasilkan oleh unit-unit produksi dalam suatu wilayah dan dalam jangka

waktu tertentu (satu tahun). Kelemahan pengukuran metode melalui

pendekatan produksi ini adalah sering terjadinya perhitungan ganda (double

counting). Perhitungan ganda ini akan terjadi jika beberapa output dari suatu

jenis usaha dijadikan input bagi jenis usaha lain. Untuk menghindari

perhitungan ganda tersebut dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan

menghitung nilai akhir (final goods) atau dengan menghitung nilai tambah

(value added).

2) Pendekatan pendapatan, merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh

faktor-faktor produksi yang ikut di dalam proses produksi di suatu wilayah

(satu tahun). Balas jasa factor produksi tersebut adalah upah/gaji, sewa tanah,

bunga modal, dan keuntungan.

3) Pendekatan pengeluaran, dengan menjumlahkan semua pengeluaran yang

dilakukan oleh semua sektor ekonomi, yaitu sektor rumah tangga, sektor

Page 19: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1221/1/BAB I_V.docx · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa pariwisata

19

perusahaan, sektor pemerintah dan sektor luar negeri pada suatu masyarakat

atau negara pada periode tertentu(satu tahun) (Guritno 2008, h.58).

Untuk menghindari perubahan harga pada perhitungan PDRB, dilakukan

atas dasar harga konstan, sehingga perubahan yang diukur merupakan

pertumbuhan riil ekonomi.

Dalam penghitungan PDRB, menurut lapangan usaha dibagi menjadi 9

sektor yaitu :

1. Pertanian,

2. Pertambangan dan Penggalian,

3. Industri Pengolahan,

4. Listrik, gas dan air minum,

5. Bangunan,

6. Perdagangan, hotel dan restoran,

7. Angkutan dan komunikasi,

8. Keuangan, persewaan dan Jasa Perusahaan,

9. Jasa-jasa.

Untuk menghasilkan total PDRB suatu daerah, maka nilai dari masing-

masing sektor kemudian dijumlahkan. Total PDRB umumnya ditampilkan dalam

dua bentuk yaitu total PDRB dengan mengikutsertakan sektor migas dan total

PDRB tanpa mengikutsertakan sektor migas.

Pendapatan perkapita yang tinggi cenderung mendorong naiknya tingkat

konsumsi perkapita yang selanjutnya menimbulkan intensif bagi diubahnya

struktur produksi (pada saat pendapatan meningkat, permintaan akan barang

Page 20: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1221/1/BAB I_V.docx · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa pariwisata

20

manufaktur dan jasa pasti akan meningkat lebih cepat dari pada permintaan akan

produk-produk pertanian) (Todaro 2000, h.53). Kemudian jika dikaitkan dengan

pengadaan perjalanan wisata, tentunya pendapatan perkapita yang dapat

diindikasikan dengan PDRB, memiliki peran yang cukup positif terhadap

pengadaan perjalanan wisata itu sendiri sebab pada umumnya orang-orang yang

melakukan perjalanan wisata adalah orang-orang dengan tingkat sosial ekonomi

yang tinggi. Mereka memiliki trend hidup dan waktu senggang serta tingkat

pendapatan (income) yang cukup besar. Artinya kebutuhan hidup minimum

mereka telah terpenuhi dan mempunyai cukup uang untuk membiayai perjalanan

wisata.

Semakin besar tingkat pendapatan perkapita masyarakat yang dipengaruhi

oleh PDRB maka semakin besar pula kemampuan masyarakat untuk melakukan

perjalanan wisata, yang pada akhirnya berpengaruh positif dalam meningkatkan

penerimaan daerah sektor pariwisata di Kabupaten Aceh Selatan.

3. Hubungan antara Jumlah Wisatawan terhadap Penerimaan Daerah di Sektor Pariwisata

Pada dasarnya wisatawan ingin melihat sesuatu yang jarang, unik dan

indah. Kebutuhan inilah yang akan mendorong pengembangan kreasi, penggalian,

pemeliharaan atau pagelaran seni yang baik. Dari pengembangan seni budaya

inilah yang pada mulanya menimbulkan adanya keuntungan ekonomi akan lebih

menjurus ke arah perkembangan jumlah daripada mutu yang baik maka seni

budaya dengan mutu yang baik akan tetap menonjol dan tidak tenggelam.

Salah satu upaya untuk meningkatkan penerimaan daerah yaitu dengan

mengoptimalkan potensi dalam sektor pariwisata. Keterkaitan industri pariwisata

Page 21: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1221/1/BAB I_V.docx · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa pariwisata

21

dengan penerimaan daerah berjalan melalui jalur PAD dan bagi hasil pajak/bukan

pajak. Menurut Tambunan yang dikutip oleh Badrudin (2001, h.61), bahwa

industri pariwisata yang menjadi sumber PAD adalah industri pariwisata milik

masyarakat daerah (Community Tourism Development atau CTD). Dengan

mengembangkan CTD pemerintah daerah dapat memperoleh peluang penerimaan

pajak dan beragam retribusi resmi dari kegiatan industri pariwisata yang bersifat

multisektoral, yang meliputi hotel, restoran, usaha wisata, usaha perjalanan

wisata, profesional convention organizer, pendidikan formal dan informal,

pelatihan dan transportasi.

Secara teoritis dalam Austriana (2005, h.81) semakin lama wisatawan

tinggal di suatu daerah tujuan wisata, maka semakin banyak pula uang yang

dibelanjakan di daerah tujuan wisata tersebut, paling sedikit untuk keperluan

makan, minum dan penginapan selama tinggal di daerah tersebut. Berbagai

macam kebutuhan wisatawan selama perjalanan wisatanya akan menimbulkan

gejala konsumtif untuk produk-produk yang ada di daerah tujuan wisata. Dengan

adanya kegiatan konsumtif baik dari wisatawan mancanegara maupun domestik,

maka akan memperbesar pendapatan dari sektor pariwisata suatu daerah.

4. Hubungan antara Perilaku Pemerintah terhadap Penerimaan Daerah Sektor Pariwisata

Pelaksanaan pembangunan daerah merupakan program yang memerlukan

keterlibatan segenap unsur satu lapisan masyarakat. Peran pemerintah dalam

pembangunan adalah sebagai katalisator dan fasilitator tentu membutuhkan

berbagai sarana dan fasilitas pendukung, termasuk anggaran belanja dalam

rangka terlaksananya pembangunan yang berkesinambungan. Pengeluaran

Page 22: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1221/1/BAB I_V.docx · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa pariwisata

22

tersebut sebagian digunakan untuk administrasipembangunan dan sebagian lain

untuk kegiatan pembangunan di berbagai jenis infrastruktur yang penting.

Perbelanjaan-perbelanjaan tersebut akan meningkatkan pengeluaran agregat dan

mempertinggi tingkat kegiatan ekonomi.

Dalam usaha pengembangan objek pariwisata sangat terkait di dalamnya

beberapa komponen pelaksana dimana antara yang satu dengan yang lain saling

mendukung. Komponen tersebut antara lain Dinas Kebudayaan dan Pariwisata

Kabupaten Aceh Selatan, pihak swasta dalam hal ini disebutkan sebagai investor

baik investor dalam negeri maupun investor luar negeri, masyarakat dan instansi

pemerintah lainnya, dimana dalam pengembangan objek wisata ini dapat

meningkatkan pendapatan asli daerah. Pengembangan pariwisata ini tidak lepas

dari peran organisasi kepariwisataan pemerintah, seperti Dinas Kebudayaan dan

Pariwisata yang mempunyai tugas dan wewenang serta kewajiban untuk

mengembangkan dan memanfaatkan aset negara yang berupa obyek wisata.

Sebagaimana suatu organisasi yang diberi wewenang dalam pengembangan

pariwisata diwilayahnya, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata harus menjalankan

kebijakan yang paling menguntungkan bagi daerah dan wilayahnya. Oleh karena

itu peranan organisasi kepariwisataan dalam hal ini Dinas Kebudayaan dan

Pariwisata merupakan salah satu hal utama dalam pengembangan pariwisata

disuatu daerah. Selain itu perlu pula disiapkan beberapa hal, seperti sumber daya

yang ada, mempersiapkan masyarakatnya serta kesiapan sarana penunjang

lainnya, karena bagaimanapun juga wisatawan menghendaki pelayanan yang

memuaskan.

Page 23: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1221/1/BAB I_V.docx · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa pariwisata

23

5. Hubungan antara Lingkungan Ekonomi (PDRB) terhadap Penerimaan Daerah Sektor Pariwisata

Hubungan antara PDRB terhadap penerimaan daerah sektor pariwisata,

yaitu dengan meningkatnya PDRB akan menambah penerimaan pemerintah

daerah untuk membiayai program-program pembangunan. Selanjutnya dengan

bertambahnya penerimaan pemerintah akan mendorong peningkatan pelayanan

pemerintah kepada masyarakat yang akhirnya diharapkan dapat meningkatkan

produktivitas masyarakat, maka akan mendorong kemampuan masyarakat untuk

membayar pajak dan pungutan lainnya. Dalam konsep makro dapat dianalogikan

bahwa semakin besar PDRB yang diperoleh maka akan semakin besar pula

potensi penerimaan daerah. Jadi, dengan adanya peningkatan PDRB maka hal ini

mengindikasikan akan mendorong peningkatan pendapatan asli daerah (Saragih

2003, h.47).

Pada umumnya orang-orang yang melakukan perjalanan wisata

mempunyai tingkat sosial ekonomi yang tinggi. Mereka memiliki trend hidup dan

waktu senggang serta pendapatan (income) yang relatif besar. Artinya

kebutuhan hidup minimum mereka sudah terpenuhi.Mereka mempunyai cukup

uang untuk mebiayai perjalan wisata. Semakin besar tingkat pendapatan perkapita

masyarakat maka semakin besar pula kemampuan masyarakat untuk melakukan

perjalanan wisata,yang pada akhirnya berpengaruh positif dalam meningkatkan

penerimaan daerah sektor pariwisata suatu daerah.

Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap

perubahan PDRB. Hal ini sejalan dengan pendapat Bappenas (2003) yang

menegaskan bahwa pertumbuhan PAD seharusnya sensitif terhadap kenaikan

Page 24: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1221/1/BAB I_V.docx · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa pariwisata

24

pertumbuhan ekonomi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Brata (2004)

menyatakan bahwa PAD berpengaruh positif dengan petumbuhan ekonomi

didaerah, dan penelitian oleh Tambunan (2006, h.51) yang menyatakan

pertumbuhan PAD secara berkelanjutan akan menyebabkan kenaikan tingkat

pertumbuhan ekonomi daerah tersebut.

6. Peranan Sektor Pariwisata Dalam Meningkatkan Penerimaan Daerah

Pariwisata dikatakan sebagai suatu industri atau membentuk industri

dimana produknya baik barang maupun jasa yang diperhitungkan dalam industri

pariwisata berasal dari berbagai sektor yang sebagian atau seluruhnya dikonsumsi

oleh wisatawan antara lain : akomodasi, agen perjalanan, hotel, restoran,

transportasi, pramuwisata dan souvenir. Produk wisata ini merupakan rangkaian

barang dan jasa yang saling terkait membentuk suatu industri pariwisata.

Pengembangan pariwisata ini tidak dapat berdiri sendiri dan manfaat maksimal

hanya dapat dicapai bila pertumbuhannya selaras dengan usaha pengembangan

sektor-sektor lain.

Dalam taraf perkembangan saat ini, sektor pariwisata telah menjadi

industri yang bersifat internasional. Dari sektor pariwisata diharapkan mampu

memperoleh devisa dalam bentuk pengeluaran uang bagi para wisatawan

mancanegara maupun sebagai penanam modal asing industri pariwisata. Dengan

kata lain, akan meningkatkan penerimaan suatu negara/daerah.

2.2.4 Pengaruh Sektor Pariwisata Terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Sumbangan pariwisata dalam pertumbuhan ekonomi nasional dapat diukur

dengan bermacam-macam cara. Yang paling penting adalah sumbangannya pada

Page 25: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1221/1/BAB I_V.docx · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa pariwisata

25

neraca pembayaran, pendapatan nasional, penciptaan lapangan kerja, dan sektor-

sektor lain. Pariwisata merupakan unsur penting dalam komponen “tak kelihatan”

dari neraca pembayaran. Oleh karena itu, pariwisata dipromosikan sebagai bagian

penting dari strategi untuk membayar biaya impor. Maka pariwisata merupakan

unsur penting dalam proses pembangunan ekonomi baik di negara berkembang

maupun negara maju. Pariwisata juga mempunyai akibat pengganda (multiplier)

terhadap pembagunan ekonomi baik secara langsung maupun tidak langsung.

Adapun perubahan pada jangka panjang dalam struktur permintaan yang

mendorong perluasan dari sektor jasa dalam perekonomian, khususnya jasa

pariwisata. Semakin tinggi tingkat pendapatan nyata dan semakin banyak waktu

yang tersedia untuk berkunjung, maka semakin besar permintaan akan rekreasi

dan liburan dan manfaat lain dari pariwisata. Oleh karena itu, pariwisata

dipertimbangkan sebagai salah satu sektor ekonomi yang mempunyai potensi

realitas untuk pertumbuhan jangka panjang.

2.3. Penelitian Terdahulu

Penelitian Fitri Rahayu (2006, h.54). Analisis Pengaruh Sektor Pariwisata

Terhadap Perekonomian Kota Bogor. Hasil penelitian memperlihatkan sektor

pariwisata memiliki peran cukup penting terhadap pembentukan struktur

permintaan antara dan permintaan akhir. Tingginya permintaan akhir dibanding

dengan permintaan antara menunjukkan bahwa output sektor pariwisata sebagian

besar digunakan untuk dikonsumsi langsung dibandingkan sebagai input langsung

oleh sektor perekonomian lain. Dilihat dari hasil analisis keterkaitan sub sektor

pariwisata maka dapat dilihat bahwa keterkaitan output langsung ke depan yang

Page 26: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1221/1/BAB I_V.docx · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa pariwisata

26

memiliki nilai terbesar adalah sektor restoran. Untuk nilai keterkaitan output

langsung dan tidak langsung ke depan terbesar diduduki oleh sektor restoran.

Untuk keterkaitan ke belakang, baik keterkaitan langsung maupun langsung

dan tidak langsung ke belakang sektor pariwisata yang memiliki nilai terbesar

adalah sektor jasa angkutan.

Berdasarkan hasil analisis dampak penyebaran, dapat disimpulkan bahwa

secara umum sektor pariwisata memiliki nilai koefisien penyebaran yang relatif

lebih besar dibanding dengan nilai kepekaan penyebarannya. Hal itu

menunjukkan bahwa keberadaan sektor pariwisata mempunyai kemampuan

menarik yang lebih besar terhadap pertumbuhan sektor hulunya dibandingkan

dengan kemampuan mendorong pertumbuhan sektor hilirnya.

Berdasarkan hasil analisis multiplier output, sub sektor pariwisata yang

memiliki nilai terbesar dalam perolehan nilai pengganda tipe I dan tipe II adalah

sektor jasa angkutan. Berdasarkan hasil analisis multiplier pendapatan sektor jasa

angkutan memiliki nilai pengganda tipe I dan tipe II terbesar. Berdasarkan hasil

analisis multiplier tenaga kerja sektor jasa angkutan memiliki nilai pengganda

untuk tipe I dan tipe II terbesar. Berdasarkan hasil analisis Multiplier standar

yang tergolong dalam sektor kunci sektor pariwisata adalah sektor jasa angkutan,

sektor hotel dan sektor restoran.

Asyhar Basyir (2014, h.65) pengaruh sektor pariwisata terhadap

pertumbuhan Ekonom di Kabupaten Jembrana Bali. Berdasarkan dapat diketahui

bahwa pengoptimalan sektor pariwisata dapat memajukan dan mensejahterakan

daerah wisata khusunya sehingga dapat berdampak positif bagi negara. Dengan

Page 27: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1221/1/BAB I_V.docx · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa pariwisata

27

langkah dan kebijakan pemerintah yang tepat, sektor pariwisata

merupakanpenyumbang devisa trbesar kelima setelah minyak, gas, batubara dan

kelapa sawit. Trend pertumbuhan pariwisata Indonesia terus meningkat setiap

tahunnya.

Sektor pariwisata dapat membuka banyak lapangan kerja sehingga dapat

mengurangi tingkat pengangguran yang tentu saja berdampak baik untuk

kesejahteraan masyarakat. Sektor ini memberikn kesempatan bagi para pengusaha

kecil hingga pengusaha besar karena menyerap dari berbagi usaha, antara lain

perhotelan atau penginapan untuk tempat menginap selama berwisata, jasa

transportasi, guide, rumah makan atau restoran, ticketing, dan lain-lain.

Dari semua kegiatan usaha yang dapat dilakukan, daerah dan negara berhak

memperoleh retribusi yang masuk kedalam APBD dan APBN.

            Dari peningkatan jumlah wisatawan yang terus meningkat maka

berbanding lurus dengan pendapatan yang diperoleh sehigga pengembangan dan

pembangunan berjalan dengan lancar.

            Oleh karena itu langkah dan kebijakan pemerintah dengan didukung oleh

masyarakat daerah wisata dengan semakin memberikan kenyaman dan

kemudahan dapat terus meniingkatkan pengunjung baik dari dalam maupun luar

negeri sehingga diharapkan Indonesia dengan kekayaan alamnya dapat

dimanfaatkan sebaik mungkin oleh warga negaranya untuk negranya.

Page 28: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1221/1/BAB I_V.docx · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa pariwisata

28

2.4 Kerangka Pemikiran

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

2.5 Perumusan Hipotesis

Berdasarkan latar belakang dan landasan teoritis yang telah dipaparkan,

maka hipotesis dalam penelitian ini adalah diduga bahwa Sektor Pariwisata

Berpengaruh Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Aceh Selatan.

Sektor Pariwisata

Restoran Hotel

Pertumbuhan Ekonomi

Objek Pariwisata

Page 29: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1221/1/BAB I_V.docx · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa pariwisata

29

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah mengenai pengaruh sektor wisata yang

mencakup penerimaan/pajak hotel, penerimaan/pajak restoran, penerimaan/pajak

objek wisata dan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Aceh Selatan Periode 2011-

2015.

3.2. Sumber Data dan Jenis Data

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diterima langsung dari sumber pertama. Data

primer ini diperoleh melalui wawancara. Dalam kaitannya dengan penelitian ini,

observasi dilakukan untuk mengamati langsung di lapangan terhadap Sektor

Pariwisata terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Aceh Selatan yang

diperlukan dalam penelitian ini.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang peroleh dari studi kepustakaan (Library

research), dimana sumber data dapat berupa dokumen-dokumen resmi, karya

ilmiah, jurnal-jurnal penelitian ilmiah, artikel ilmiah, surat kabar, majalah maupun

sumber tertulis lain yang ada hubungannya dengan objek penelitian.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan 3 macam teknik pengumpulan

data, lebih jelasnya dapat dilihat pada uraian berikut:

29

Page 30: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1221/1/BAB I_V.docx · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa pariwisata

30

1. Pengamatan (Observasi)

Observasi atau pengamatan lagsung merupakan salah satu teknik

pengumpulan data dimana peneliti terjun langsung ke lapangan sebagai partisipan

atau nonpartisipan. Dengan teknik observasi, peneliti dapat memperoleh

gambaran langsung dan mengetahui keadaan yang sesungguhnya yang terjadi di

lapangan.

Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti akan mengobservasi hal-hal atau

unsur-unsur yang berkaitan Pengaruh Sektor Pariwisata Terhadap Pertumbuhan

Ekonomi di Kabupaten Aceh Selatan.

2. Wawancara Mendalam (Indept interview)

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, yang dilakukan

oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) atau yang mengajukan

pertanyaan, dan yang diwawancarai (informan) atau yang memberikan jawaban

atas pertanyaan itu (Moleong, 2006 : h.115). Informan adalah orang yang

memberikan informasi dengan pengertian ini maka informan dapat dikatakan

sama dengan responden apabila pemberian keterangannya karena dipancing oleh

pihak peneliti. Istilah-istilah informan ini banyak digunakan dalam penelitian

kualitatif.

Sejalan dengan pernyataan di atas, maka yang akan peneliti wawancarai

adalah menyangkut dengan Pengaruh Sektor Pariwisata Terhadap Pertumbuhan

Ekonomi di Kabupaten Aceh Selatan. Informan yang akan di wawancara ini

ditetapkan secara sengaja (Purposive Sampling). Purposive Sampling adalah

prosedur pengambilan atau penetapan orang atau responden yang akan

Page 31: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1221/1/BAB I_V.docx · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa pariwisata

31

diwawancarai secara sengaja. Responden dari kata asal ‘respon’ (penanggap)

yaitu orang yang menanggapi. Dalam penelitian responden adalah orang yang

diminta memberikan keterangan tentang sesuatu fakta/pendapat. Keterangan

tersebut dapat disampaikan dalam bentuk tulisan, yaitu ketika mengisi

angket/lisan ketika menjawab wawancara.

Perihal yang akan diwawancarai misalnya : Bagaimankah Pengaruh Sektor

Pariwisata Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Aceh Selatan.

Beberapa pihak (Stake Holder) yang akan menjadi informan dalam

penelitian ini adalah para pihak yang memahami atau berkompetensi di bidang

sektor pariwisata. Diantaranya adalah Dinas Pariwisata, Kepala Bappeda, dan

Kepala kantor bidang lainnya.

3. Dokumentasi

Studi pustaka dapat diartikan sebagai teknik pengumpulan data dengan

menggunakan bahan-bahan yang telah tersedia pada lembaga tertentu baik berupa

literatur, Jurnal Harian, maupun Laporan Kegiatan Ilmiah dan lain sebagainya.

3.4 Model Analisis Data

Hasil data yang telah diperoleh, selanjutnya diolah dan dianalisis lebih

mendalam dalam bentuk tabel dan uraian. Data yang akan di analisis ditabulasikan

dalam bentuk tabelis, sesuai dengan kebutuhan analisis. Analisis yang akan

digunakan adalah model Regresi Linier Berganda ( Sudjana 2002, h.37 ).

Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e ……………………..(1)

Page 32: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1221/1/BAB I_V.docx · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa pariwisata

32

Dimana :

Y = Pertumbuhan Ekonomi

X1 = Penerimaan/Pajak Hotel

X2 = Penerimaan/Pajak Restoran

X3 = Penerimaan/Pajak Objek Wisata

b0 = Konstanta

= Koefisien Regresi

e = error (Kesalahan)

3.4.1 Analisis Korelasi

Korelasi linier berganda merupakan alat ukur mengenai hubungan yang

terjadi antara variable terikat (Y) dan beberapa variable bebas (X1 + X2 + X3,… Xn).

Analisis korelasi menurut Hasan (2002, h.270) menggunakan koefisien korelasi

yaitu :

a. Koefisien Korelasi Berganda

Koefisien korelasi berganda disimbolkan dengan rr.12 yang merupakan

ukuran keeratan hubungan antara variable terikat dan semua variable bebas secara

bersama-sama. Koefisien korelasi berganda akar dari koefisien determinasi

berganda dirumuskan sebagai berikut :

rr.12 = b1ƩX1Y + b2ƩX2Y + b3ƩX3Y ……(2) Ʃy2

Dimana :

r = Koefisien Korelasi

Y = Variabel Terikat (Produksi dan Pendapatan Masyarakat)

X1 = Penerimaan/Pajak Hotel

X2 = Penerimaan/Pajak Restoran

X3 = Penerimaan Objek Wisata

Page 33: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1221/1/BAB I_V.docx · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa pariwisata

33

b. Koefisien Determinasi Berganda

Koefisien determinasi berganda, disimbolkan dengan R2 merupakan

ukuran kesesuaian garis regresi linear berganda terhadap suatu data. Digunakan

untuk mengukur besarnya kontribusi variasi X1 + X2 + X3 terhadap variasi Y.

b1ƩX1Y + b2ƩX2Y + b3ƩX3Y ……(3)R2 =

Ʃy2

(Ʃy2)Ʃy2 = Ʃy2 – …………………………………………………………. (4)

n

Dimana :

R2 = Koefisien Penentu Berganda (determinasi)

Y = Variabel Terikat (Pertumbuhan Ekonomi)

X1 = Penerimaan/Pajak Hotel

X2 = Penerimaan/Pajak Restoran

X3 = Penerimaan/Pajak Objek Wisata

n = Jumlah Sampel

3.4.2. Uji t

Uji signifikansi parameter individual (Uji t) dilakukan untuk melihat

signifikasi dari pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat secara individual

dengan rumus sebagai berikut (Hasan 2002, h.279).

r n – r2

t = ……………………………………………………… (5) 1 – r2

Dimana :n = Jumlah Tahun

r = Koefisien Korelasi

Page 34: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1221/1/BAB I_V.docx · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa pariwisata

34

3.4.3. Uji F-test

Uji hipotesis ini berguna untuk memeriksa atau menguji apakah koefisien

regresi yang didapat signifikan atau tidak. Uji f, ini dipergunakan guna melakukan

uji hipotesis koefisien regresi secara bersamaan yaitu antara X1, X2, X3 terhadap Y

dengan rumus adalah sebagai berikut (Nachrowi dan Usman 2006).

R2/ (k - 1)F =

1 – R2/(n – k)Dimana ;

k = Banyaknya Variabel Bebas

R2 = Koefisien Determinasi

3.5. Definisi Operasional

1. Sektor Pariwisata (X) merupakan sektor yang bergerak di bidang kegiatan yang

bertujuan menyelenggarakan jasa pariwisata, menyediakan atau mengusahakan

obyek dan daya tarik wisata, usaha sarana pariwisata dan usaha lain yang

terkait di bidang tersebut.

2. Penerimaan/Pajak Hotel adalah besarnya retribusi/uang yang diterima dari

subsektor pariwisata dari aktifitas perhotelan dalam satuan rupiah (X1).

3. Penerimaan/Pajak Restoran adalah besarnya retribusi / uang yang diterima dari

subsektor pariwisata dari aktifitas restoran dalam satuan rupiah (X2).

4. Penerimaan/Pajak Objek Wisata adalah penerimaan dari hasil retribusi kegiatan

objek wisata yang dimiliki Kabupaten Aceh Selatan (X3).

5. Pertumbuhan ekonomi adalah suatu kenaikan kapasitas dalam jangka panjang

dari Kabupaten Aceh Selatan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi

kepada penduduknya (Y).

Page 35: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1221/1/BAB I_V.docx · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa pariwisata

35

3.6 Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dalam bentuk statisticnya adalah :

a. Ho ; = 0, penerimaan/pajak hotel, penerimaan/pajak restoran,

penerimaan/pajak objek wisata, yang diteliti secara bersama-sama tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten

Aceh Selatan.

b. H1 ; = 0, penerimaan/pajak hotel, penerimaan/pajak restoran,

penerimaan/pajak objek wisata, yang diteliti secara bersama-sama

berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten

Aceh Selatan.

Kriteria uji t, hipotesis yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah :

a. Apabila th > tt, maka Ho ditolak dan H1 diterima, artinya terdapat pengaruh

yang siginifikan antara penerimaan/pajak hotel, penerimaan/pajak restoran,

penerimaan/pajak objek wisata terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten

Aceh Selatan.

b. Apabila th < tt, maka Ho diterima dan H1 ditolak, artinya tidak terdapat

pengaruh yang siginifikan antara penerimaan/pajak hotel, penerimaan/pajak

restoran, penerimaan/pajak objek wisata terhadap pertumbuhan ekonomi

Kabupaten Aceh Selatan.

Kriteria uji f, hipotesis yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah :

a. Apabila Fhitung > Ftabel, maka Ho ditolak dan H1 diterima, artinya secara

bersamaan terdapat pengaruh yang siginifikan antara penerimaan/pajak hotel,

Page 36: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1221/1/BAB I_V.docx · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa pariwisata

36

penerimaan/pajak restoran, penerimaan/pajak objek wisata terhadap

pertumbuhan ekonomi Kabupaten Aceh Selatan.

b. Apabila Fhitung < Ftabel, maka Ho diterima dan H1 ditolak, artinya secara

bersamaan tidak terdapat pengaruh yang siginifikan antara penerimaan/pajak

hotel, penerimaan/pajak restoran, penerimaan/pajak objek wisata terhadap

pertumbuhan ekonomi Kabupaten Aceh Selatan.

Page 37: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1221/1/BAB I_V.docx · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa pariwisata

37

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Distribusi Wisata Aceh Selatan

Wisata Kabupaten Aceh Selatan tersebar diseluruh kecamatan yang ada di

Kabupaten tersebut. Dari total 17 Kecamatan yang ada di Aceh Selatan terdapat

101 objek wisata. Tabel 4.1 berikut ini menjelaskan secara rinci terkait distribusi

objek wisata yang ada di Kabupaten Aceh Selatan.

Tabel 4.1Distribusi Wisata Aceh Selatan

Selama 5 Tahun Terakhir

No Nama Kecamatan Jumlah Objek Wisata

Persentase (%)

1. Labuhan Haji Barat 3 2.972. Labuhan Haji 10 9.903. Labuhan Haji Timur 5 4.954. Meukek 3 2.975. Sawang 5 4.956. Samadua 5 4.957. Tapak Tuan 15 14.858. Pasi Raja 4 3.969. Kluet Utara 7 6.93

10. Kluet Tengah 6 5.9411. Kluet Selatan 5 4.9512. Bakongan 7 6.9313. Kota Bahagia 9 8.9114. Bakongan Timur 3 2.9715. Trumon Tengah 4 3.9616. Trumon 8 7.9217. Trumon Timur 2 1.98

Jumlah 101 100.00Sumber : Dinas Wisata Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2016.

37

Page 38: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1221/1/BAB I_V.docx · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa pariwisata

38

Berdasarkan penjelasan pada Tabel.4.1 diatas, dapat diketahui bahwa

jumlah objek wisata terbanyak terdapat di Kecamatan Tapak Tuan yakni

berjumlah 15 objek wisata. Sedangkan objek wisata yang paling sedikit terdapat

di Kecamatan Trumon Timur. Untuk mengetahui tingkatan distribusi jumlah

objek wisata yang ada di Kabupaten Aceh Selatan dapat dilihat pada grafik yang

terdapat pada Gambar.1.

0

20

40

60

80

100

120

310

5 3 5 515

4 7 6 5 7 93 4 8

2

Nama Kecamatan

Jumlah Wisata

Persentase (%)

Gambar.1 Grafik Distribusi Objek Wisata Kabupaten Aceh Selatan.

4.1.2 Jumlah Hotel

Perkembangan jumlah hotel di Kabupaten Aceh Selatan selama 5 tahun

terakhir terjadi fluktuatif. Hal ini dapat dilihat pada tahun 2011 berjumlah 19

(20.88%) hotel dan pada tahun 2012 dan 13 masing-masing hanya 17 hotel

(18.68%), pada tahun 2014 bertambah menjadi 18 hotel (19.78%), bahkan pada

tahun 2015 menjadi 20 hotel (21.98%). Secara rinci terkait perkembangan jumlah

hotel di Kabupaten Aceh Selatan selama 5 tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel.

4.2 berikut ini.

Page 39: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1221/1/BAB I_V.docx · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa pariwisata

39

Tabel 4.2Jumlah Hotel

Selama 5 Tahun TerakhirNo. Tahun Jumlah Hotel Persentase (%)1 2011 19 20.882 2012 17 18.683 2013 17 18.684 2014 18 19.785 2015 20 21.98

Jumlah

5 91 100.00

Sumber : Dinas Pariwisata Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2016.

Dari penjelasan Tabel. 4.2 di atas, dapat digambarkan dalam grafik pada

Gambar. 2 terkait dengan jumlah hotel di Kabupaten Aceh Selatan selama 5 tahun

terakhir.

1 2 3 4 5 Jumlah0

500

1000

1500

2000

2500

2011 2012 2013 2014 2015

519 17 17 18 20 91

20.88 18.68 18.68 19.78 21.98

100

TahunJumlah HotelPersentase (%)

Gambar.2 Grafik Jumlah Hotel di Kabupaten Aceh Selatan.

Berdasarkan Gambar. 2 terlihat bahwa grafik perkembangan jumlah hotel

di Kabupaten Aceh Selatan selama 5 tahun terakhir terjadi perubahan jumlah

secara fluktuatif.

Page 40: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1221/1/BAB I_V.docx · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa pariwisata

40

4.1.3 Jumlah Restoran

Jumlah restoran di Kabupaten Aceh Selatan selama 5 Tahun terakhir tidak

mengalami pningkatan jumlah, terutama pada tahun 2011 sampai dengan 2014

hanya berjumlah 2 restoran dan baru mengalami peningkatan pada tahun 2015

yakni berjumlah 5 hotel. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut ini.

Tabel 4.3.Jumlah Restoran

Selama 5 Tahun TerakhirNo. Tahun Jumlah Restoran Persentase (%)1 2011 2 15.382 2012 2 15.383 2013 2 15.384 2014 2 15.385 2015 5 38.46

Jumlah

5 13 100.00

Sumber : Dinas Pariwisata Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2016.

Berdasarkan data pada Tabel 4.3 diatas, persentase jumlah restoran di

Kabupaten Aceh selatan selama 5 tahun terakhir secara umum sama yakni sebesar

15.38%, kecuali pada tahun 2015 sebesar 38.46%. Secara rinci gambaran

persentase tersebut dapat dilihat pada Gambar. 3 berukut ini.

1 2 3 4 5 Jumlah0

500

1000

1500

2000

2500

2011 2012 2013 2014 2015

515.38 15.38 15.38 15.38 38.46 100

TahunJumlah RestoranPersentase (%)

Page 41: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1221/1/BAB I_V.docx · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa pariwisata

41

Gambar.3 Grafik Jumlah Restoran di Kabupaten Aceh Selatan.

4.1.4. Kunjungan Objek Wisata

Pada 5 tahun terakhir jumlah kunjungan objek wisata baik wisatawan lokal

maupun nasional terus mengalami peningkatan yakni sebanyak 14.000 wisatawan

pada tahun 2011, 15.400 pada tahun 2012, 324.800 pada tahun 2013, 325.900

pada tahun 2014 bahkan pada tahun 2015 meningkat menjadi 452.753 wisatawan.

Jumlah kunjungan objek wisata selama 5 tahun terakhir dapat dilihat pada uraian

Tabel. 4.4 berikut ini.

Tabel 4.4Jumlah Kunjungan Objek Wisata

Selama 5 Tahun TerakhirNo. Tahun Jumlah Kunjungan

Objek Wisata (Orang)Persentase (%)

1 2011 14.000 1.252 2012 15.400 1.343 2013 324.800 28.674 2014 325.900 28.775 2015 452.753 39.97

Jumlah

5 1.132.853 100.00

Sumber : Dinas Pariwisata Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2016.

Berdasarkan data pada Tabel 4.4 diatas dapat diketahui bahwa persentase

peningkatan kunjungan wisatawan dari tahun 2011 sampai dengan 2015 terjadi

peningkatan secara signifikan yakni 1.25% pada tahun 2011, 1.34% pada tahun

2012, 28.67% pada tahun 2013, dan 28.77% pada tahun 2014, bahkan persentase

pada tahun 2015 menjadi 39.97%. lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4

berikut ini.

Page 42: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1221/1/BAB I_V.docx · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa pariwisata

42

1 2 3 4 5 Jumlah0

200000

400000

600000

800000

1000000

1200000

14000 15400

324800 325900452753

1132853

TahunJumlah Kunjungan Objek WisataPersentase (%)

Gambar.4 Jumlah Kunjungan Objek Wisata di Kabupaten Aceh Selatan.

4.1.5 Jumlah Anggaran Sektor Pariwisata Selama 5 Tahun Terakhir

Anggaran pada dinas pariwisata dari 2011 – 2015 terjadi peningkatan, hal

ini dapat dilihat dari persentase jumlah anggaran yang bergulir pada 5 tahun

terakhir tersebut. Lebih jelasnya dapat dilihat pada uraian Tabel. 4.5 berikut ini.

Tabel 4.5Jumlah Anggaran Sektor Pariwisata

Selama 5 Tahun TerakhirNo. Tahun Jumlah Anggaran Persentase (%)1 2011 38.381312 15.492 2012 47.384.335 19.123 2013 49.023.500 19.784 2014 53.813.271 21.725 2015 59.194.598 23.89

Jumlah

5 247.797.016 100.00

Sumber : Dinas Pariwisata Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2016.

Berdasarkan data pada Tabel. 4.5 diatas, dapat diketahui bahwa pada tahun

2011 anggaran dinas pariwisata sebesar Rp.38.381312, pada tahun 2012 sebesar

Rp.47.384.335, dan pada tahun 2013 sebesar Rp.49.023.500, pada tahun 2014

sebesar 53.813.271, terjadi peningkatan cukup signifikan pada tahun 2015 yakni

sebesar Rp.59.194.598. Secara rinci dapat dilihat pada Gambar. 5 berikut ini.

Page 43: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1221/1/BAB I_V.docx · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa pariwisata

43

1 2 3 4 5 Jumlah0

50000000

100000000

150000000

200000000

250000000

300000000

383813124738433549023500

5381327159194598

247797016

TahunJumlah AnggaranPersentase (%)

Gambar.5 Jumlah Anggaran Dinas Pariwisata di Kabupaten Aceh Selatan.

Tabel 4.6Jumlah Kontribusi Pajak Per Subsektor Pada Sektor Pariwisata

Selama 5 Tahun Terakhir

No. Tahun Pajak Hotel

Pajak Restoran

Pajak Objek Wisata

Jumlah Persentase

(%)

1 2011 12158250 10993000 8330000 31.481.250 20.662 2012 10919500 9545250 6897000 27.361.750 17.963 2013 10670000 7800000 8100000 26.570.000 17.444 2014 13351000 10083000 8450000 31.884.000 20.935 2015 15276400 11010000 8786000 35.072.400 23.01

Jumlah 5 62.375.150 43.226.000 46.768.250 152.369.400

100.00

Sumber : Dinas Pariwisata Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2016.

Berdasarkan penjelasan Tabel 4.6 di atas, dapat memperlihatkan bahwa

bahwa kontribusi penerimaan/pajak subsektor pada pariwisata adalah subsektor

pajak hotel dengan kontribusi sebesar Rp.62.375.150; kemudian kontribusi kedua

terbesar berada pada pajak restoran Rp.43.226.000. Sedangkan kontribusi terkecil

berada pada subsektor penerimaan/pajak objek wisata Rp.46.768.250.

Dengan demikian dapat diketahui bahwa hotel memiliki sumbangan

terbesar bagi pemasukan pajak bagi Dinas Pariwisata yang ada di Kabupaten Aceh

Page 44: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1221/1/BAB I_V.docx · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa pariwisata

44

Selatan. Sedangkan subsektor lainnya jauh lebih sedikit. Hal ini dikarenakan

perhotelan sangat dibutuhkan keberadaannya bagi para wisatawan luar daerah.

4.1.6 Jumlah Kontribusi Penerimaan Pajak Sektor Pariwisata Selama 5 Tahun Terakhir

Kontribusi penerimaan/pajak sektor pariwisata selama 5 tahun terakhir

terjadi fluktuatif walaupun tidak terlalu signifikan, namun berpengaruh terhadap

kontribusi pada dinas pariwisata secara umum. Berikut dijelaskan secara rinci

pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7Jumlah Kontribusi Penerimaan Pajak Sektor Pariwisata

Selama 5 Tahun Terakhir

No. Tahun Kontribusi Penerimaan/Pajak

Persentase (%)

1 2011 31.481.250 20.662 2012 27.361.750 17.963 2013 26.570.000 17.444 2014 31.884.000 20.935 2015 35.072.400 23.01

Jumlah

5 152.369.400 100.00

Sumber : Dinas Pariwisata Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2016.

Berdasarkan penjelasan pada Tabel. 4.7 di atas, dapat diketahui bahwa

persentase peningkatan kontrbusi penerimaan/pajak sektor pariwisata tidak telalu

signifikan bahwa mengalami proses naik – turun secara jumlah, secara rinci dapat

dilihat pada Gambar. 6 pada grafik penerimaan / pajak pariwisata berikut ini.

Page 45: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1221/1/BAB I_V.docx · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa pariwisata

45

1 2 3 4 5 Jumlah 0

20000000

40000000

60000000

80000000

100000000

120000000

140000000

160000000

3148125027361750

265700003188400035072400

152369400

TahunKontribusi Penerimaan/PajakPersentase (%)

Gambar.6 Jumlah Kontribusi Penerimaam Pajak Dinas Pariwisata di Kabupaten Aceh Selatan.

4.1.7 Jumlah Pertumbuhan Ekonomi (%) Kabupaten Aceh Selatan Selama 5 Tahun Terakhir.

Berdasarkan penerimaan / pajak maupun kontribusi dari sektor diluar

pariwisata, dapat diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Aceh

Selatan mengalami fluktuatif. Hal ini dapat dilihat pada Tabel. 4.8 berikut ini.

Tabel 4.8Jumlah Pertumbuhan Ekonomi (%) Kabupaten Aceh Selatan

Selama 5 Tahun TerakhirNo. Tahun Pertumbuhan Ekonomi (%)1. 2011 4.472. 2012 4.563. 2013 4.274. 2014 4.495. 2015 4.57

Jumlah

5 22.36

Rerata 4.47Sumber : BPS Kabupaten Aceh Selatan, Tahun 2016.

Berdasarkan penjelasan pada Tabel.4.8 dapat diketahui bahwa

pertumbuhan ekonomi tertinggi terjadi pada tahun 2015 yakni sebesar 4.57%, dan

terendah terjadi pada tahun 2013 yakni sebesar 4.27%. secara jelas gambaran

pertumbuhan ekonomi Kabupaten Aceh Selatan dapat dilihat pada Gambar. 7

Page 46: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1221/1/BAB I_V.docx · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa pariwisata

46

berikut ini.

1 2 3 4 5 Jumlah Rerata 0

500

1000

1500

2000

2500

4.47 4.56 4.27 4.49 4.57

22.36 4.47

Pertumbuhan Ekonomi (%)Tahun

Gambar.7 Pertumbuhann Ekonomi di Kabupaten Aceh Selatan Selama 5 Tahun.

4.2 Pengujian Data

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga (3) variabel

bebas yang terdiri dari penerimaan/pajak hotel (X1), penerimaan/pajak restoran

(X2), penerimaan/pajak objek wisata (X3), serta satu variabel terikat yaitu

Pertumbuhan Ekonomi (Y). Data-data dari variabel ini digali dengan

menggunakan wawancara sebagai instrumennya.

Berdasarkan hasil wawancara dari masing-masing variabel dengan

menggunakan analisis deskriptif prosentase. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

pada uraian berikut ini.

4.3 Analisis Kuantitatif

4.3.1 Uji Normalitas

Tabel 4.9Tests Of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sign. Statistic Df Sign.

Peneriman/Pajak Hotel ,110 82 ,015 ,937 82 ,001

Page 47: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1221/1/BAB I_V.docx · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa pariwisata

47

Peneriman/Pajak RestoranPeneriman/Pajak Objek Wisata

,105,088

8282

,020,177

,943,982

8282

,009,310

a. Lilliefors Significance Correction

Berdasarkan penjelasan data pada Tabel. 4.9 di atas, dapat diketahui

bahwa sebaran maupun distribusi data berjalan secara normal, sehingga dapat

dilakukan analisis lebih lanjut secara lebih mendalam terkait dengan hasil yang

telah diperoleh tersebut.

4.3.2 Analisis Regresi Berganda

Penggunaan metode analisis regresi bertujuan untuk menganalisa apakah

ada pengaruh dari faktor-faktor penerimaan/pajak hotel, penerimaan/pajak

restoran dan penerimaan/pajak objek wisata terhadap pertumbuhan ekonomi, dan

pengaruh yang lebih dominan dari pertumbuhan ekonomi tersebut.

Berdasarkan hasil analisis regresi yang telah dilakukan antara variabel

dependen (pertumbuhan ekonomi) dengan variabel independen (penerimaan/pajak

hotel, penerimaan/pajak restoran dan penerimaan/pajak objek wisata) dengan

program SPSS 20.0 yang telah dilakukan terlihat pada Tabel 10 di bawah ini.

Tabel 4.10

Analisis RegresiCoefficients a

Model

UnstandardizedCoefficients

UnstandardizedCoefficients Sig

B Std. Error Beta T

1 (constant )Peneriman/Pajak HotelPeneriman/Pajak RestoranPeneriman/Pajak Objek Wisata

-460 .311 .083 .078

1.405.058033031

.789264239

-3285.3332.4892.378

.744

.000

.016

.014

Page 48: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1221/1/BAB I_V.docx · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa pariwisata

48

a. Dependent Variabel : Pertumbuhan Ekonomi

Berdasarkan uraian Tabel. 4.10 di atas, diperoleh suatu persamaan regresi

sebagai berikut:

Y = 0,460 + 0,311 (X1) + 0,083 (X2) + 0,078 (X3)

= 0,460, artinya jika Peneriman/Pajak Hotel (X1), Peneriman/Pajak

Restoran (X2) dan Peneriman/Pajak Objek Wisata (X3) sama

dengan nol, maka nilai pertumbuhan ekonomi sebesar 0,460

persen.

1 = 0,311, koefisien regresi Peneriman/Pajak Hotel sebesar 0,311, menyatakan

setiap terjadi kenaikan 1 rupiah Peneriman/Pajak Hotel (X1), maka

akan menaikkan Pertumbuhan Ekonomi (Y) sebesar 0,311 persen.

Dengan asumsi Peneriman/Pajak Restoran dan Peneriman/Pajak

Objek Wisata.

2= 0,083, Koefisien regresi Peneriman/Pajak Restoran sebesar 0,083,

menyatakan setiap terjadi kenaikan 1 rupiah Peneriman/Pajak

Restoran (X2), maka akan menaikkan pertumbuhan ekonomi

sebesar 0,083 persen. Dengan asumsi Peneriman/Pajak Hotel dan

Peneriman/Pajak Objek Wisata.

3= 0,078, Koefisien regresi Peneriman/Pajak Objek Wisata sebesar 0,78

menyatakan setiap terjadi kenaikan 1 rupiah Peneriman/Pajak

Objek Wisata (X3), maka akan menaikkan pertumbuhan ekonomi

sebesar 0,078 persen. Dengan asumsi Peneriman/Pajak Hotel dan

Peneriman/Pajak Restoran.

Page 49: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1221/1/BAB I_V.docx · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa pariwisata

49

4.3.3 Pengujian Koefisien Regresi dengan R2

Tabel 4.11. Pengujian Koefisien Regresi dengan Uji R2

Model SummaryModel R R Square Adjusted Std Error of

the Estimate1 .647a .421 .365 .559

a. Predictors :(Constant), Peneriman/Pajak Hotel, Peneriman/Pajak Restoran dan Penerimaan/Pajak Objek Wisata.

Besarnya persentase semua variabel independen dapat menjelaskan

terhadap nilai variabel dependen dapat diketahui dari besarnya koefisien

determinasi (R2). Pada hasil perhitungan dengan program SPSS 20.0 terlihat pada

Tabel 10 diperoleh besarnya koefisien determinasi (R2/Rsquare) adalah 0,421. Hal

ini menyatakan 42,1% Pertumbuhan Ekonomi dapat dijelaskan oleh variabel

Peneriman/Pajak Hotel, Peneriman/Pajak Restoran dan Penerimaan/Pajak Objek

Wisata. Sisanya 57,9% disebabkan oleh variabel lain yang tidak termasuk atau

diluar model yang diteliti.

4.3.4 Pengujian Koefisien Regresi dengan Uji F

Uji simultan ini bertujuan untuk mengetahui apakah variabel

Peneriman/Pajak Hotel, Peneriman/Pajak Restoran dan Penerimaan/Pajak Objek

Wisata. Secara bersama-sama dapat mempengaruhi variabel Pertumbuhan

Ekonomi. Uji simultan dilakukan dengan membandingkan antara nilai Fhitung

dengan Ftabel yaitu :

Jika Peneriman/Pajak Hotel, Penerimaan/Pajak Restoran dan

Penerimaan/Pajak Objek Wisata Fhitung> Ftabel maka menolak Ho. Sebaliknya, Jika

Peneriman/Pajak Hotel, Penerimaan/Pajak Restoran dan Penerimaan/Pajak Objek

Wisata Fhitung< Ftabel maka menerima Ho.

Page 50: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1221/1/BAB I_V.docx · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa pariwisata

50

Tabel 4.12.Hasil Pengujian Koefisien Regresi dengan Uji F (simultan)

Anovab Model Sum of

Squaredf Mean Square F Sig

1. Regression Residual Total

12.12916.85428.983

55459

2.426.312

7.773 .000a

a. Predictors : (Constant) Peneriman/Pajak Hotel, Penerimaan/Pajak Restoran dan Penerimaan/Pajak Objek Wisata.

b. Dependen Variabel : Pertumbuhan Ekonomi

Dari hasil perhitungan dengan menggunakan SPSS terlihat pada Tabel

4.11 diperoleh besarnya Fhitung adalah 7,773 sedangkan nilai Ftabel digunakan taraf

signifikan 5% dengan df: n – k – 1 = 5 – 3 – 1 = 1, sehingga diperoleh hasil F tabel =

finv (0.05, 5) sebesar 2,368.

Dengan demikian Fhitung: 7,773> Ftabel: 2,368. Sehingga dapat ditarik

kesimpulan variabel Penerimaan/Pajak Hotel, Penerimaan/Pajak Restoran dan

Penerimaan/Pajak Objek Wisata secara bersama-sama dapat mempengaruhi

variabel Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Aceh Selatan.

4.3.5 Pengujian Koefsien Regresi dengan Uji t

Uji koefisien regresi untuk β1 (Penerimaan/Pajak Hotel) Pengujian

terhadap nilai β1 dapat diartikan sebagai pengujian signifikan-tidaknya pengaruh

antara Penerimaan/Pajak Hotel terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Rumusan

hipotesis Ho: β1 = 0, Ho: β1 ≠ 0, dengan kriteria pengujian : thitung> ttabel, Ho ditolak,

sebaliknya thitung< ttabel, Ho diterima. Dari hasil analisis didapat nilai thitung sebesar

5,333 sedangkan nilai t table digunakan taraf signifikan 5% dengan df: n – k – 1 =

5 – 3 – 1 = 1, sehingga diperoleh hasil ttable = tinv (0.05, 5) sebesar 2,368.

Dengan demikian thitung sebesar 5,333> ttabel 2,368, dari hasil tersebut

keputusannya yang dapat diambil yaitu menolak Ho dan menerima H1, maka

Page 51: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1221/1/BAB I_V.docx · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa pariwisata

51

Penerimaan/Pajak Hotel berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, yang

artinya jika Penerimaan/Pajak Hotel meningkat, maka akan diikuti dengan

meningkatnya pertumbuhan ekonomi Kabupaten Aceh Selatan.

Uji koefisien regresi untuk β2 (Penerimaan/Pajak Restoran). Pengujian

terhadap nilai β2 dapat diartikan sebagai pengujian signifikan-tidaknya pengaruh

Penerimaan/Pajak Restoran terhadap pertumbuhan ekonomi. Rumusan hipotesis

Ho : β2 = 0, Ho : β2 ≠ 0, dengan kriteria pengujian: thitung> ttabel, Ho ditolak,

sebaliknya thitung< ttabel, Ho diterima. Dari pengujian nilai thitung sebesar 2,532

sedangkan nilai ttabel digunakan taraf signifikan 5% dengan df: n – k – 1 = 5 – 3 – 1

= 1, sehingga diperoleh hasil ttabel = tinv (0.05, 5) sebesar 2,368.

Dengan demikian thitung sebesar 2,489> ttabel 2,368, dari hasil tersebut

keputusannya yang dapat diambil yaitu menolak Ho dan menerima H1, maka

Penerimaan/Pajak Restoran juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi,

yang artinya jika Penerimaan/Pajak Restoran Tinggi, maka akan diikuti dengan

tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh Kabupaten Aceh

Selatan.

Uji koefisien regresi untuk β3 (Penerimaan/Pajak Objek Wisata).

Pengujian terhadap nilai β2 dapat diartikan sebagai pengujian signifikan-tidaknya

pengaruh Penerimaan/Pajak Restoran terhadap pertumbuhan ekonomi. Rumusan

hipotesis Ho : β3 = 0, Ho : β3 ≠ 0, dengan kriteria pengujian: thitung> ttabel, Ho ditolak,

sebaliknya thitung< ttabel, Ho diterima. Dari penujian nilai thitung sebesar 2,378

sedangkan nilai ttabel digunakan taraf signifikan 5% dengan df: n – k – 1 = 5 – 3 – 1

= 1, sehingga diperoleh hasil ttabel = tinv (0.05, 5) sebesar 2,368.

Dengan demikian thitung sebesar 2,378> ttabel 2,368, dari hasil tersebut

keputusannya yang dapat diambil yaitu menolak Ho dan menerima H1, maka

Page 52: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1221/1/BAB I_V.docx · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa pariwisata

52

Penerimaan/Pajak Restoran juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi,

yang artinya jika Penerimaan/Pajak Objek Wisata Tinggi, maka akan di ikuti

dengan tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh Kabupaten

Aceh Selatan.

4.4 Pembahasan

4.4.1. Hubungan Penerimaan/Pajak Hotel Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Aceh Selatan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan penerimaan/pajak hotel

terhadap pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan dengan nilai probabilitas

sebesar 0.00% dengan nilai koefisien korelasi (β) sebesar 0.311 yang artinya

bahwa sektor penerimaan /pajak hotel sebesar 0.311% berpengaruh terhadap

pertumbuhan ekonomi sebesar 0.311%. Sehingga apabila penerimaan pajak hotel

lebih besar lagi, maka pertumbuhan ekonomi juga demikian, dengan asumsi

sektor lainnya juga naik.

Hasil analisis tersebut, dapat diketahui bahwa apabila Kabupaten Aceh

Selatan ingin meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Daerahnya, maka dapat

promosi terkait destinasi wisata yang dimilikinya, sehingga para wisatawan baik

dari dalam maupun luar daerah bahkan dari luar negeri mengetahui indahnya

pariwsatanya dan mau bahkan berlama-lama berwisata ke daerah tersebut dan

menginap disetiap hotel yang menjadi tempat peristirahatan para wisatawan luar

daerah yang ingin menikmati sektor wisata, yang pada akhirnya baik langsung

Page 53: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1221/1/BAB I_V.docx · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa pariwisata

53

maupun tidak langsung mampu memberikan kontribusi positif bagi dinas

pariwisata sehingga mampu meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dan

pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Aceh Selatan juga meningkat.

4.4.2. Hubungan Penerimaan/Pajak Restoran Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Aceh Selatan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan penerimaan/pajak restoran

terhadap pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan dengan nilai probabilitas

sebesar 0.00% dengan nilai koefisien korelasi (β) sebesar 0.083 yang artinya

bahwa sektor penerimaan/pajak restoran sebesar 0.083% berpengaruh terhadap

pertumbuhan ekonomi sebesar 0.083%. Sehingga apabila penerimaan pajak

restoran lebih besar lagi, maka pertumbuhan ekonomi juga demikian, dengan

asumsi sektor lainnya juga naik.

Berdasarkan penjelasan pada uraian di atas, memperlihatkan bahwa betapa

restoran yang ada di Kabupaten Aceh Selatan perlu ditingkatkan jumlah dan

kelasnya serta berbagai macam hidangan kulinernya yang menjadi tempat

memenuhi kebutuhan pangan bagi para wisatawan luar daerah yang ingin

menikmati kuliner daerah tersebut pada saat berwisata, Sehingga mampu

meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Restoran akan banyak pengunjung hanya

apabila dapat dilakukan pengaktifan destinasi wisata yang lebih banyak disertai

banyaknya wisatawan yang berkunjung, dan mampu menambah kontribusi

pendapatan asli daerah bagi Kabupaten Aceh Selatan khususnya Dinas Pariwisata

yang pada akhirnya baik langsung maupun tidak langsung mampu memberikan

kontribusi positif dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Aceh

Page 54: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1221/1/BAB I_V.docx · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa pariwisata

54

Selatan dengan tidak melupakan sektor lainnya sebagai pendukung pertumbuhan

ekonomi.

4.4.3. Hubungan Penerimaan/Pajak Objek Wisata Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Aceh Selatan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan penerimaan/pajak objek

wisata terhadap pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan dengan nilai

probabilitas sebesar 0.00% dengan nilai koefisien korelasi (β) sebesar 0.078 yang

artinya bahwa sektor penerimaan/pajak objek wisata sebesar 0.078% berpengaruh

terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 0.078%. Sehingga apabila penerimaan

pajak objek wisata lebih besar lagi, maka pertumbuhan ekonomi juga demikian,

dengan asumsi sektor lainnya juga naik.

Apabila Kabupaten Aceh Selatan ingin meningkatkan pertumbuhan

ekonominya dari sektor pariwisata, berbagai objek wisata yang dimilikinya harus

diaktifkan dan dipelihara dengan sebaik mungkin, hal ini dilakukan agar mampu

menarik para wisatawan untuk datang ke daerah tersebut dan mampu menambah

kontribusi melalui objek wisata hiburan bagi para wisatawan luar daerah yang

ingin menikmati liburan di daerah tersebut, dengan alasannya keindahan objek

wisata yang dimiliki. Dengan cara berkoordinasi dan bekerjasama dengan sektor

lainnya. Sehingga yang pada akhirnya baik langsung maupun tidak langsung

mampu memberikan kontribusi positif bagi dinas pariwisata dan pada akhirnya

mampu meningkat pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Aceh Selatan.

Page 55: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1221/1/BAB I_V.docx · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa pariwisata

55

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pelaksanaan penelitian yang telah penulis lakukan, penulis

telah dapat mengetahui Pengaruh sektor pariwisata terhadap pertumbuhan

ekonomi di Kabupaten Aceh Selatan, yaitu :

1. Pengaruh penerimaan/pajak hotel sebesar 5,333, sehingga dapat diartikan

bahwa penerimaan/pajak hotel berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

2. Pengaruh Penerimaan/Pajak Restoran 2,489, sehingga dapat diartikan bahwa

penerimaan/pajak restoran berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

3. Pengaruh Penerimaan/Pajak Objek Wisata 2,378, sehingga dapat diartikan

bahwa penerimaan/pajak objek wisata berpengaruh terhadap pertumbuhan

ekonomi.

5.2 Saran

Page 56: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1221/1/BAB I_V.docx · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa pariwisata

56

1. Bagi Para Pemangku Kebijakan di Pemerintahan Daerah Kabupaten Aceh

Selatan dapat terus menciptakan destinasi pariwisata dalam meningkatkan

perkembangan sektor pariwisata agar berpengaruh positif terhadap

pertumbuhan ekonomi sehingga pada akhirnya dapat memajukan Daerah di

Kabupaten Aceh Selatan.

2. Bagi Mahasiswa diharapkan dapat memberikan atau menyumbangkan ilmunya

bagi kemajuan Instansi terkait di Kabupaten Aceh Selatan.

DAFTAR PUSTAKA

Agus Prastyo, Adit. 2007. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan di Jawa Tengah Tahun 2003-2009. Semarang; Skripsi Fakultas Ekonomi Univesitas Diponegoro.

Ariefianto. 2012. Ekonometrika : Esensi dan Aplikasi dengan Menggunakan EViews. Jakarta : Erlangga.

Austriana, Ida. 2005, “Analisis Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Daerah dari Sektor Pariwisata”.Skripsi. Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro.

Bappenas. 2003. Peta Kemampuan Keuangan Propinsi Dalam Era Otonomi Daerah: Tinjauan Atas Kinerja PAD dan Upaya yang dilakukan Daerah. Direktorat Pengembangan Otonomi Daerah.

Brata, Aloysius Gunadi. 2004. Komposisi Penerimaan Sektor Publik Dan Pertumbuhan Ekonomi Regional.Lembaga Penelitian Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Bodie, Zvi., Alex Kane dan Alan J. Marcus (alih bahasa oleh Zuliani Dalimunthe dan Budi Wibowo). 2006. Investasi. Jakarta : Salemba Empat.

Boediono. 2009. Ekonomi Indonesia, Mau ke Mana? : Kumpulan Esai Ekonomi. Jakarta : KPG.

Guritno, M. 2008. Ekonomi Publik. Edisi Tiga. Yogyakarta: BPFE.

Kunarjo. 2006. Perencanaan dan Pembiayaan Pembangunan, Edisi ke-2, UI-Pres. Jakarta.

55

Page 57: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1221/1/BAB I_V.docx · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa pariwisata

57

Mankiw, N. Gregory (Alih Bahasa oleh Chriswan Sungkono). 2006. Pengantar Ekonomi Makro. Edisi Ketiga. Jakarta : Salemba Empat

Mardiasmo. 2002. Membangun Manajemen Keuangan Daerah.Andi. Yogyakarta.

Marpaung, Bahar. 2002. Pengantar Pariwisata. Alfabeta. Bandung.

Mustopadidjaya, AR. 2007. Sistem dan proses penyusunan anggaran. OTO Bappenas. Jakarta.

Pendit, Nyoman S.2002. Ilmu Pariwisata. Jakarta : Pradnya Paramita.

Putri, H. Trikaloka. 2009. Kamus Perbankan. Yohyakarta : Mitra Pelajar.

Rahardja, Prathama dan Mandala Manurung. 2008. Teori Ekonomi Makro : Suatu Pengantar. Jakarta : Lembaga Penelitian Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Rudi, Badrudin. 2001. “Menggali Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) DaerahIstimewa Yogyakarta Melalui Pembangunan Industri Pariwisata”.Kompak.

Saragih, Juli Panglima. 2003. Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam Otonomi. Cetakan Pertama. Penerbit Ghali Indonesia: Jakarta

Soekadijo, R.G, 2001. Anatomi Pariwisata, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Spillane, J.J. 2004. Pariwisata Indonesia Sejarah dan Prospeknya.Yogyakarta : Kanisius.

Suharyono. 2009. Ekonomi Internasional. Malang : Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang.

Sukirno, Sudono. 2010. Makroekonomi Teori Pengantar, Edisi Ketiga. Jakarta : Rajawali Pers.

Sun`an dan Astuti. 2008. Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Dan Investasi Terhadap Kesempatan Kerja Melalui Pertumbuhan Ekonomi. Bali : Universitas Udayana.

Susiana. 2003, “Analisis Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Daerah dari Sektor Pariwisata, Kota Surakarta (1985-2000)”. Skripsi, Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro.

Sutrisno. 2008. Manajemen Keuangan Teori, Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta : Ekonisia.

Syarif. 2013. Pengaruh Investasi Swasta Terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Semarang; Skripsi Fakultas Ekonomi Univesitas Diponegoro.

Page 58: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1221/1/BAB I_V.docx · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa pariwisata

58

Tambunan, Tulus. 2006. Upaya-upaya Meningkatkan Daya Saing Daerah. Penerbit Erlangga.

Todaro, Michael P, 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Buku 1 Edisi Ketujuh.Jakarta : Penerbit Erlangga.

Wahab, Salah. 2009. Manajemen Kepariwisataan, PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

Yani, Ahmad. 2002. Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Yoeti, O.A. 2001. Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata. Jakarta : PT. Pradnya Paramita.

Yunan. 2009. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan EkonomiIndonesia. Tesis Diterbitkan. Medan. Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

Lampiran 1. Analisis RegresiOUTPUT KOLMOGOROV SMIRNOV

DESCRIVTIVESStatistic Std Error

Penerimaan/Pajak Hotel Mean 95% Confidence Interval Lower Bound For Mean Upper Bound

5% Trimmed Mean

Median Variance Std. Devilation

Minimum Maximum Range Interquartille Range

Skewness Kurtosis

9,57328,0384

11,1080

9,1287

9,000048,791

6,98505,00

29,0029,00

9,2500

,834,357

Penerimaan/Pajak Restoran Mean 95% Confidence Interval Lower Bound For Mean Upper Bound

5% Trimmed Mean

Median Variance

105,5366

103,2176

107,8556

105,6233

Page 59: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1221/1/BAB I_V.docx · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa pariwisata

59

Std. Devilation Minimum Maximum Range Interquartille Range

Skewness Kurtosis

106,0000

111,38810,5540

375,00

131,0056,00

13,0000

-,199,639

Penerimaan/Pajak Objek Wisata Mean 95% Confidence Interval Lower Bound For Mean Upper Bound

5% Trimmed Mean

Median Variance Std. Devilation

Minimum Maximum Range Interquartille Range

Skewness Kurtosis

109,5337

113,2779

109,9659

115,6238

108,0000

116,38511,5540

889,00

142,0058,00

14,0000

-,299,739

TESTS OF NORMALITY

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sign. Statistic Df Sign.

Peneriman/Pajak HotelPeneriman/Pajak RestoranPeneriman/Pajak Objek Wisata

,110,105,088

828282

,015,020,177

,937,943,982

828282

,001,009,310

a. Lilliefors Significance Correction

Descriptive StatisticMean Std Deviation N

Peneriman/Pajak Hotel .1033 .03542 5

Page 60: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1221/1/BAB I_V.docx · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa pariwisata

60

Peneriman/Pajak RestoranPeneriman/Pajak Objek Wisata

.1244.15766

.05762

.5976355

Variables Entered/Removedb

Model Variables Entered Variables Removed Method

1 Penerimaan/Pajak Hotel, Penerimaan/Pajak Restoran, Penerimaan/Pajak Objek Wisataa

Enter

a. All requested Variables Enteredb. Dependent variable : Pertumbuhan Ekonomi

Coefficients a

Model

UnstandardizedCoefficients

UnstandardizedCoefficients

SigB Std.

Error Beta T

1 (constant )Peneriman/Pajak HotelPeneriman/Pajak RestoranPeneriman/Pajak Objek Wisata

-460 .311 .083 .078

1.405.058033031

.789264239

-3285.3332.4892.378

.744

.000

.016

.014a. Dependent Variabel : Pertumbuhan Ekonomi

Page 61: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1221/1/BAB I_V.docx · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bank Dunia, PBB, dan organisasi dunia lainnya sudah mengakui bahwa pariwisata

61

Model SummaryModel R R Square Adjusted Std Error of

the Estimate1 .647a .421 .365 .559

a. Predictors :(Constant), Peneriman/Pajak Hotel, Peneriman/Pajak Restoran dan Penerimaan/Pajak Objek Wisata.

Anovab Model Sum of

Squaredf Mean Square F Sig

1. Regression Residual Total

12.12916.85428.983

55459

2.426.312

7.773 .000a

a. Predictors : (Constant) Peneriman/Pajak Hotel, Penerimaan/Pajak Restoran dan Penerimaan/Pajak Objek Wisata.

b. Dependen Variabel : Pertumbuhan Ekonomi