repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1125/1/bab i-v.docx · web viewtinjauan pustaka 2.1....
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Saat ini masalah yang dihadapi di Indonesia adalah masih tingginya angka
kesakitan dan kematian anak terutama pada masa perinatal. Pada hakikatnya angka
kesakitan dan kematian ini dapat diupayakan pencegahan sedini mungkin,
diantaranya meningkatkan pendidikan kesehatan keluarga terutama ibu. Data Survey
Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukkan penurunan Angka Kematian
Bayi (AKB) masih jauh dari target Sustainable Development Goals (SDGs). SDKI
2012 menyebutkan, AKB 32 per 1.000 kelahiran hidup, turun sedikit dibandingkan
2007, yaitu 34 per 1.000 kelahiran hidup. Target Sustainable Development Goals
(SDGs). AKB 23 per 1.000 kelahiran hidup (SDKI, 2013).
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bila berat badannya kurang dari
2500 gram (sampai dengan 2499 gram). Bayi yang dilahirkan dengan BBLR
umumnya kurang mampu meredam tekanan lingkungan yang baru sehingga dapat
mengakibatkan pada terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan, bahkan dapat
menggangu kelangsungan hidupnya (Rukiyah Yeyeh,2010).
BBLR disebabkan karena bayi lahir sebelum waktunya atau usia kelahiran
belum mencapai 9 bulan, bayi lahir cukup bulan tetapi pertumbuhan ketika dalam
kandungan tidak baik karena ibu kurang gizi, kurang darah, sering sakit, banyak
merokok bekerja berat. Akibat jika BBLR tidak segera ditangani mudah meninggal.
1
2
Dampak dari BBLR yaitu; lemah dan mudah kedinginan karena lapisan lemak
bawah kulitnya sangat tipis, cepat lelah, sering tersedak pada waktu menyusu dan
malas mengisap, mudah terkena penyakit, mudah terkena gangguan pernapasan .
(Vivian, 2011).
Menurut Wiknjosastro (2010), factor-faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya persalinan BBLR adalah faktor ibu, faktor janin, faktor sosial ekonomi
yang rendah, kebiasaan : pekerjaan yang melelahkan, merokok.
Dampak dari kejadian BBLR yaitu Kematian perinatal (lahir mati, kematian
neonatus), Lingkar kepala kecil, Retardasi mental, Paralisis serebral, Kesulitan atau
ketidak mampuan dalam belajar, Berefek ke penglihatan atau pendengaran, Berefek
neurologispertumbuhan dan perkembangan janin yang terganggu (terhambat)
(Sriyanti, 2010).
Menurut Arief dan Kristiyanasari (2010), Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR) dapat disebabkan boleh beberapa factor yaitu penyakit ibu antara lain
Toksemia gravidarum, pendarahan partum, trauma fisik dan psikologis nefritis akut,
diabetes militus, usia ibu <16 tahun, usia ibu >35 tahun dan multigravida yang jarak
kelahirannya terlalu dekat.
Berdasarkan data dari provinsi Aceh Angka Kematian Bayi sebesar 52 /
1.000 Kelahiran Hidup, namun program percepatan penurunan AKI dan AKB terus
diupayakan untuk mencapai target pembangunan Millenium Development Golds
(MDGs). Target Millenium Development Golds (MDGs) 2030. AKI ditekan menjadi
102 per 100.000 kelahiran hidup. AKB 23 per 1.000 kelahiran hidup (SDKI, 2013).
3
Angka kematian ibu di Aceh tahun 2013 adalah 359/100.000 kelahiran
hidup dan angka kematian bayi sebesar 52 per 1.000 kelahiran hidup, namun
program percepatan penurunan AKI dan AKB terus diupayakan untuk mencapai
target pembangunan SDGs (SDKI (2013).
Rekapan Dinas Kesehatan Aceh Barat angka kejadian BBLR 120 kasus
pada tahun 2014 dan 175 kasus pada tahun 2015. Angka kematian bayi tahun 2015
sebanyak 21/1000 kelahiran hidup dengan jumlah kasus pada tahun 2015 sebanyak
90 kasus diantaranya 61 kasus neonatal dan 29 kasus bayi. Data tersebut di peroleh
dari rekapan seluruh Puskesmas di Aceh Barat (Dinkes Aceh Barat, 2016).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Rumah Sakit Umum Daerah Cut
Nyak Dhien Meulaboh pada tahun 2014 jumlah bayi berat lahir rendah (BBLR)
sebanyak 175 orang sedangkan pada tahun 2015 jumlah berat bayi lahir rendah
(BBLR) yaitu 116 orang, berdasarkan hal tersebut menunjukkan jumlah bayi berat
lahir rendah (BBLR) mengalami penurunan pada tahun 2015 walaupun bukan
penurunan yang signifikan namun setidaknya jumlah bayi berat lahir rendah (BBLR)
sudah berkurang, namun hal ini masih menjadi masalah bagi Rumah Sakit Umum
Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh yang harus segera ditangani, adapun data
jumlahn ibu yang melahirkan dari bulan Januari sampai Juli dengan klasifikasi
Januari sebanyak 138, Februari sebanyak 131, Maret sebanyak 127, April sebanyak
150, Mei sebanyak 156, Juni sebanyak 166, Juli sebanyak 184 (RSUD Cut Nyak
Dhien Meulaboh, 2016).
Berdasarkan survey pendahuluan yang penulis lakukan terhadap 4 ibu
hamil yang dirawat di Rawat Inap Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak
4
Dhien Meulaboh, ibu hamil tersebut mengaku tidak mengetahui tentang bahayanya
BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah) kemudian ibu tersebut juga mengaku tidak tau
cara mencegah terjadinya BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah).
Berdasarkan data diatas, peneliti tertarik untuk meneliti “Faktor Penyebab
BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah) Di Rawat Inap Kebidanan Rumah Sakit Umum
Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis merumuskan masalah
secara umum yaitu bagaimanakah Faktor Penyebab BBLR (Berat Bayi Lahir
Rendah) Di Rawat Inap Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien
Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Tujuan penelitian ini secara umum apakah ada hubungan antara faktor ibu,
faktor janin, faktor sosial ekonomi, faktor kebiasaan, dan pekerjaan yang melelahkan
atau merokok dengan Faktor Penyebab BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah) Di Rawat
Inap Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten
Aceh Barat.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini dapat dirincikan sebagai berikut:
5
1. Untuk mengetahui hubungan Perdarahan Antepartum yang terhadap BBLR
(Berat Bayi Lahir Rendah) Di Rawat Inap Kebidanan Rumah Sakit Umum
Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.
2. Untuk mengetahui hubungan diabetes mellitus yang terhadap BBLR (Berat
Bayi Lahir Rendah) Di Rawat Inap Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah
Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.
3. Untuk hubungan usia ibu terhadap BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah) Di
Rawat Inap Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien
Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.
4. Untuk mengetahui hubungan golongan sosial ekonomi yang rendah terhadap
BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah) Di Rawat Inap Kebidanan Rumah Sakit
Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.
5. Untuk mengetahui hubungan Ibu yang terpapar asap rokok terhadap
terjadinya BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah) Di Rawat Inap Kebidanan
Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh
Barat.
1.4 Hipotesis
Ha : Adanya hubungan perdarahan antepartum dengan penyebab BBLR (Berat
Bayi Lahir Rendah) Di Rawat Inap Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah
Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.
Ha : Adanya hubungan diabetes mellitus dengan penyebab BBLR (Berat Bayi
Lahir Rendah) Di Rawat Inap Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah Cut
Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.
6
Ha : Adanya hubungan usia ibu dengan penyebab BBLR (Berat Bayi Lahir
Rendah) Di Rawat Inap Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak
Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.
Ha : Adanya hubungan sosial ekonomi dengan penyebab BBLR (Berat Bayi Lahir
Rendah) Di Rawat Inap Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak
Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.
Ha : Adanya hubungan ibu yang terpapar asap rokok dengan penyebab BBLR
(Berat Bayi Lahir Rendah) Di Rawat Inap Kebidanan Rumah Sakit Umum
Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian :
1.5.1 Manfaat Teoritis
1. Bagi peneliti sebagai masukan untuk menambah wawasan tentang Faktor
Penyebab BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah) Di Rawat Inap Kebidanan
Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh
Barat.
2. Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar sebagai salah
satu bahan masukan atau informasi guna menambah bahan perpustakaan
yang dapat digunakan bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
3. Bagi pihak lain diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi
untuk dipelajari dibangku perkuliahan, dan dapat membandingkan antara
teori dengan praktek yang sesungguhnya di lapangan khusunya tentang
7
Penyebab BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah) Di Rawat Inap Kebidanan
Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh
Barat.
1.5.2 Manfaat Praktis
1. Bagi masyarakat sebagai bahan informasi mengenai Faktor Penyebab BBLR
(Berat Bayi Lahir Rendah) Di Rawat Inap Kebidanan Rumah Sakit Umum
Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat
2. Bagi Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh sebagai bahan
masukan untuk meningkatkan pengetahuan Tentang BBLR (Berat Bayi Lahir
Rendah).
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Faktor Resiko
2.1.1.Pengertian
Faktor resiko merupakan karakteristik, kebiasaan, tanda atau gejala yang
tampak pada seseorang atau populasi sebelum terserang suatu penyakit (Sriyanti,
2010).
Namun secara keilmuan, faktor resiko memiliki definisi tersendiri, yaitu
karakteristik, tanda atau kumpulan gejala pada penyakit yang diderita induvidu yang
mana secara statistic berhubungan dengan peningkatan kejadian kasus baru
berikutnya (beberapa induvidu lain pada suatu kelompok masyarakat) (Sriyanti,
2010).
Setiap faktor resiko memiliki korelasi tetapi korelasi tidak dapat
membuktikan hukum sebab-akibat yang mungkin muncul. Metode statistik
seringkali digunakan untuk menilai kekuatan sebuah asosiasi dan untuk memberikan
bukti kausal , contoh yang paling sederhana adalah dalam studi tentang hubungan
antara merokok dan kanker paru-paru. Analisis statistik bersama dengan pendekatan
dalam bidang biologi dan medik dapat menetapkan faktor risiko penyebab. Beberapa
memilih term faktor risiko sebagai penentu penyebab meningkatnya angka penyakit,
9
meski kaitan ini belum terbukti disebut risiko, asosiasi, dan lain-lain (Sriyanti,
2010).
2.1.2. Klasifikasi
Secara umum, faktor resiko terbagi menjadi 2, yaitu:
1. Faktor risiko yang tidak dapat di intervensi, antara lain:
a. Faktor genetik
b. Jenis kelamin
c. Usia
2. Faktor risiko yang dapat di intervensi, antara lain:
a. Kebiasaan buruk
b. gaya hidup
c. pola makan
2.2. Konsep BBLR
2.2.1. Pengertian
BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat lahir kurang 2.500 gram tanpa
memandang masa kehamilan. BBLR ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat
lahir kurang dari 2.500 gram (sampai dengan 2.499 gram) (Prawirohardjo, 2008).
Bayi baru lahir rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat
lahir kurang dari 2500 gram (sampai dengan 2449 gram) (Saifudin, 2011 ).
BBLR adalah bayi baru lahir dengan berat badan lahir kurang dari 2500 gram
(Jitowiyono, dkk, 2010).
10
Berat Badan Lahir Rendah Merupakan bayi (neonatus) yang lahir dengan
memiliki berat badan kurang dari 2500 gram atau sampai dengan 2499 gram.
(Hidayat, 2008).
Jadi, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat
lahir kurang dari 2.500 gram (sampai dengan 2.499 gram) tanpa memandang masa
kehamilan (Gestasi).
2.2.2. Klasifikasi
Menurut Saifuddin (2011) BBLR dibedakan dalam :
1. Bayi berat lahir rendah (BBLR), berat lahir 1500-2500 gram
2. Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR), berat lahir < 1500 gram
3. Bayi berat lahir ektrem rendah (BBLER), berat lahir < 1000 gram
Menurut Saifuddin (2011) Bayi BBLR dapat di bagi menjadi 2 golongan
yaitu :
1. Prematuritas Murni
Masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat badannya sesuai
dengan berat badan untuk masa gestasi itu atau bisa di sebut Neonatus Kurang
Bulan Sesuai dengan Masa Kehamilannya (NKB-SMK ).
2. Dismaturitas
Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk
masa gestasi itu. Berarti bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauterine dan
merupakan bayi yang Kecil untuk Masa Kehamilanya (KMK).
2.2.3. Etiologi
11
Menurut Pantiawati Ika (2012), faktor-faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya persalinan BBLR adalah :
1. Faktor Ibu :
a. Penyakit
1) Toksemia Gravidarum
Toksemia gravidarum (keracunan kehamilan) ialah segala penyakit
kehamilan dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria sampai pada
tahap terparah yaitu kejang yang terjadi pada kehamilan 20 minggu sampai
akhir minggu pertama setelah persalinan. Dan merupakan penyebab kematian
terbesar pada ibu hamil (Ika, 2012).
2) Perdarahan Antepartum
Perdarahan antepartum adalah perdarahan jalan lahir setelah
kehamilan 22 minggu, walaupun patologi yang sama dapat pula terjadi
pada kehamilan sebelum 22 minggu (Ika, 2012).
3) Trauma fisik dan psikologis
Trauma adalah tekanan / perlukaan yang ditimbulkan baik oleh benda
tajam maupun benda tumpul yang dapat mencederai janin maupun ibu itu
sendiri.yang dapat berdampak pada trauma secara fisik ataupun psikis (Ika,
2012).
4) Nefritis akut
Nefritis adalah kerusakan pada bagian glomerulus ginjal akibat
infeksi kuman umumnya bakteri streptococcus. Akibat nefritis ini
12
seseorang akan menderita uremia atau edema. Uremia adalah masuknya
kembali urine (C5H4N4O3) dan urea ke dalam pembuluh darah sedangkan
edema adalah penimbunan air di kaki karena terganggunya reabsorpsi air.
Nefritis akut banyak diderita oleh anak-anak dan remaja yang disebabkan
oleh infeksi penyakit menular (Ika, 2012).
5) Diabetes mellitus
Diabetes mellitus adalah penyakit yang ditandai dengan kadar gula
darah yang tinggi yang disebabkan oleh gangguan pada sekresi insulin atau
gangguan kerja insulin atau keduanya. Tubuh pasien dengan diabetes
mellitus tidak dapat memproduksi atau tidak dapat merespon hormon
insulin yang dihasilkan oleh organ pankreas, sehingga kadar gula darah
meningkat dan dapat menyebabkan komplikasi jangka pendek maupun
jangka panjang pada pasien tersebut (Ika, 2012).
b. Usia Ibu
1) Usia < 16 Tahun
Kehamilan usia dini memuat risiko yang tidak kalah berat. Pasalnya,
emosional ibu belum stabil dan ibu mudah tegang. Sementara kecacatan
kelahiran bisa muncul akibat ketegangan saat dalam kandungan, adanya
rasa penolakan secara emosional ketika si ibu mengandung bayinya (Ika,
2012).
2) Usia > 35 Tahun
Tidak semua pasangan beruntung untuk langsung dikaruniai oleh
momongan sesaat setelah melangsungkan pernikahan. Ada beberapa
13
pasangan yang baru merasakan kehamilan pada saat usia-usia yang justru
merupakan saat dimana seorang wanita akan mendekati masa penurunan
kesuburan , yaitu usia diatas 35 tahun. Ya, saat ini merupakan salah satu
fenomena yang menarik, dimana banyak terjadi seorang wanita yang
berusia diatas 35 tahun saat ini mengalami proses kehamilan. Dari segi
medis dan juga kedokteran hal ini tergolong wajar, karena selama seorang
wanita belum mencapai masa menopause, maka kehamilan mungkin saja
masih dapat terjadi (Ika, 2012).
3) Multigravida yang jarak kehamilannya terlalu dekat
Terlalu Dekat Jarak Kehamilan adalah jarak antara kehamilan satu
dengan berikutnya kurang dari 2 tahun (24 bulan). Kondisi rahim ibu
belum pulih, waktu ibu untuk menyusui dan merawat bayi kurang (Ika,
2012).
c. Keadaan sosial
1) Golongan sosial ekonomi rendah
Faktor sosial ekonomi yang rendah sangat berpengaruh terhadap
Berat Bayi Lahir Rendah. Faktor sosial ekonomi yaitu menyangkut
keadaan sosio-ekonomi keluarga tersebut, tingkat pendidikan, teknologi,
budaya, sifat aktivitas pekerjaan ibu, hubungan keluarga, dukungan
psikologis suami selama hamil, dan stres lingkungan. Keadaan ini sangat
berperan terhadap timbulnya prematuritas. kejadian tertinggi terdapat pada
golongan sosial ekonomi yang rendah. UMP (Upah Minimum Provonsi) ≥
2100.000. Hal ini disebabkan oleh keadaan gizi yang kurang baik dan
14
pengawasan antenatal yang kurang. Pada keadaan sosial ekonomi yang
rendah tentu sangat mempengaruhi berat badan lahir rendah dikarenakan
apabila seseorang termasuk ekonomi bawah maka orang tersebut tidak
mampu memenuhi kebutuhan gizi yang baik bagi kehamilannya. Nutrisi
yang buruk dimulai dari pertumbuhan janin dlam rahim akan
mempengaruhi seluruh siklus kehidupan. Hal ini memperkuat resiko
terhadap kerusakan generasi masa depan yaitiu dengan berat badan lahir
rendan dan stunting. Selain itu keadaan ekonomi rendah berpengaruh keada
praktek pemberian makanan pada janin berpengaruh pula pada praktek
pemeli haraan kesehatan dan sanitasi linkungan yang akhirnya
mempengaruhi daya beli dan asupan makan untuk memenuhi kebutuhan
akan pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh serta pencegahan terhadap
penyakitinfeksi yang kesemuanya berakibat pada pertumbuhan janin (Ika,
2012).
2) Perkawinan yang tidah sah
Pergaulan di kalangan remaja dan anak muda sekarang sudah sangat
mengkhawatirkan. Tidak sedikit di antara mereka yang terjebak dalam
pergaulan bebas yang diakibatkan salah satunya penyalah gunaan
penggunaan fasilitas teknologi seperti internet. Sehingga tidak heran jika
banyak remaja yang masih usia sekolah datang ke Pengadilan Agama
untuk mengajukan dispensasi kawin karena harus secepatnya menikah
demi status anak yang ada dalam kandungan hasil dari perbuatan zina (Ika,
2012).
15
d. Sebab lain
1) Ibu yang perokok
Bahaya dan dampak buruk rokok bagi ibu hamil dan dan janin perlu
untuk diketahui. Karena memang bahaya merokok bagi kesehatan
kehamilan dan kesehatan janin tidaklah sedikit jumlahnya. Dalam sebuah
penelitian dan studi didapatkan hasil bahwasannya bayi-bayi yang lahir
dari ibu yang merokok dalam masa kehamilan harus berhadapan dengan
berbagai keterlambatan dalam perkembangan saraf, dan dampaknya
mungkin jauh lebih besar dibandingkan perkiraan para ahli selama ini, Dan
hal ini juga tidak berbeda dengan studi terbaru bahwa wanita yang
merokok selama Kehamilan kemungkinan besar akan mempunyai anak
dengan gangguan perilaku (Ika, 2012).
2) Ibu peminum alkohol
Hasil penelitian membuktikan bahwa mengonsumsi minuman
beralkohol dalam jumlah tertentu dapat menyebabkan kecacatan pada bayi.
Meski begitu, belum ada penelitian yang berhasil membuktikan apakah
mengonsumsi sedikit minuman keras juga berdampak sama kepada janin.
Karena belum ada penelitian yang bisa membuktikan jumlah alkohol yang
“aman” inilah, maka agak sulit untuk menentukan seberapa banyak jumlah
alkohol yang bisa dikonsumsi semasa hamil. Menentukan jumlah alkohol
yang diperbolehkan dikonsumsi oleh ibu hamil juga sama sulitnya karena
tiap wanita memiliki kadar resistansi yang berbeda-beda. Jika enzim
pemecah alkohol di dalam tubuh rendah, maka alkohol akan berada di
16
dalam darah cukup lama, yaitu dengan kata lain akan berbahaya bagi bayi
(Ika, 2012).
3) Ibu pecandu narkotik
Tubuh seorang wanita yang sedang hamil tentu mengalami perubahan
hormonal yang akan mempengaruhi semua sistem pertahanan tubuhnya.
Sudah selayaknya bagi ibu hamil semua kebutuhan baik makanan bergizi,
istirahat cukup dan keseimbangan emosional dijaga Akibat konsumsi
narkoba ibu hamil menjadi lengah, ia tidak memperhatikan asupan
makanan bergizi bagi bayi, pola istirahat tidur juga terganggu (insomia),
kecemasan dan ketegangan emosi meningkat terlebih bila kehamilan tidak
dikehendaki. Terjadi komplikasi lanjut akibat perubahan hormon dan
ketegangan mental ibu hamil, antara lain mual dan muntah berlebihan,
kekuarangan cairan( dehidrasi) bisa mengancam setiap saat. Ibu hamil
pecandu narkoba menjadi kurang bertanggungjawab dalam
memperhatikan kebersihan diri maupun mengupayakan latihan fisik yang
sehat sebagai seorang ibu hamil. Ibu hamil menjadi tidak konsentrasi dan
berisiko tinggi mengalami cedera setiap saat (Ika, 2012).
2. Faktor Janin
a. Hidramnion
air ketuban sangatlah penting bagi kehamilan, khususnya bagi
perkembangan janin. Air ketuban melindungi janin saat berusia 12 hari
setelah terjadi pembuahan. Di saat minggu-minggu awal kehamilan air
ketuban ini berasal dari persedian air dalam tubuh si ibu. Setelah mencapai 12
17
minggu, air ketuban ini dipenuhi sebagian besar dari air kencing sang bayi.
Air ketuban menjaga bayi dalam janin agar selalu aman dan juga membantu
perkembangan bayi. Cairan inilah yang dihirup sebagai udara oleh sang bayi
dan makanan mereka selama dalam rahim dengan adanya cairan ini juga
memungkinkan bayi untuk bergerak dimana kegiatan ini akan membantu
perkembangan otot dan tulangnya. Air ketuban akan terus bertambah sampai
usia kandungan mencapai 28 – 32 minggu, setelah itu selama 37 – 40 minggu
jumlah cairan akan stabil. Namun hati-hatilah jika jumlah air ketuban pada
kandungan Anda berlebihan. Kelebihan air ketuban atau biasa disebut
Polyhydramnion atau hydramnion, dapat menyebabkan kelahiran prematur,
permasalahan dengan tali pusat sang bayi, pendarahan hebat pada sang ibu
setelah melahirkan, perkembangan bayi yang lamban sampai dengan
kematian pada sang bayi. Hydramnion terjadi pada 3% kehamilan dan bisa
didiagnosa setelah 16 minggu. Untuk keadaan normal air ketuban sebanyak 1-
2 liter, sedangkan kasus hidramnion melebihi batas dari 2 liter yaitu antara 4-
5 liter (Ika, 2012).
b. Kehamilan ganda
Kehamilan kembar adalah satu kehamilan dengan dua janin. Kehamilan
tersebut selalu menarik perhatian wanita itu sendiri, dokter dan masyarakat.
Pada umumnya, kehamilan dan persalinan membawa resiko bagi janin.
Bahaya bagi ibu tidak sebegitu besar, tetapi wanita dengan kehamilan kembar
memerlukan pengawasan dan perhatian khusus bila diinginkan hasil yang
memuaskan bagi ibu dan janin. Frekuensi kehamilan kembar juga meningkat
18
dengan paritas ibu. Dari angka 9,8 per 1000 persalinan untuk primipara
frekuensi kehamilan kembar naik sampai 18,9 per 1000 untuk oktipara.
Keluarga tertentu mempunyai kecenderungan untuk melahirkan bayi kembar,
walaupun pemindahan sifat heriditer kadang-kadang berlangsung secara
paternal, tetapi biasanya hal itu disini terjadi secara maternal dan pada
umumnya terbatas pada kehamilan dizigotik Kehamilan ganda dalah
kehamilan dengan dua janin atau lebih. Sejak diketemukan obat-obatan dan
cara induksi ovulasi (Ika, 2012).
c. Kelainan kromosom
Usia wanita mempengaruhi resiko kehamilan Anak perempuan berusia
15 tahun atau kurang lebih rentan terhadap terjadinya pre-eklamsi (suatu
keadaan yang ditandai dengan tekanan darah tinggi, protein dalam air kemih
dan penimbunan cairan selama kehamilan) dan eklamsi (kejang akibat pre-
eklamsi). Mereka juga lebih mungkin melahirkan bayi dengan berat badan
rendah atau bayi kurang gizi, Wanita yang berusia 35 tahun atau lebih, lebih
rentan terhadap tekanan darah tinggi, diabetes atau fibroid di dalam rahim
serta lebih rentan terhadap gangguan persalinan. Diatas usia 35 tahun, resiko
memiliki bayi dengan kelainan kromosom (misalnya sindroma Down)
semakin meningkat. Pada wanita hamil yang berusia diatas 35 tahun bisa
dilakukan pemeriksaan cairan ketuban (amniosentesis) untuk menilai
kromosom janin. Seorang wanita yang pada saat tidak hamil memiliki berat
badan kurang dari 50 kg, lebih mungkin melahirkan bayi yang lebih kecil dari
usia kehamilan (KMK, kecil untuk masa kehamilan). Jika kenaikan berat
19
badan selama kehamilan kurang dari 7,5 kg, maka resikonya meningkat
sampai 30%, Sebaliknya seorang wanita gemuk lebih mungkin melahirkan
bayi besar. Obesitas juga menyebabkan meningkatnya resiko terjadinya
diabetes dan tekanan darah tinggi selama kehamilan. Seorang wanita yang
memiliki tinggi badan kurang dari 1,5 meter, lebih mungkin memiliki panggul
yang sempit. Selain itu, wanita tersebut juga memiliki resiko yang lebih tinggi
untuk mengalami persalinan prematur dan melahirkan bayi yang sangat kecil
(Ika, 2012).
3. Faktor Lingkungan
a. Tempat tinggal yang dataran tinggi
Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Pediatrics
menyatakan bahwa ketinggian tempat dan sudut kemiringan (elevasi) tempat
tinggal seorang wanita ketika hamil dapat mempengaruhi perkembangan otak
janin. Hal ini terjadi akibat adanya penurunan aliran darah karena
berkurangnya oksigen di tempat yang lebih tinggi bayi yang tinggal di daerah
pegunungan yang lebih tinggi, lebih mungkin memiliki nilai tes mental yang
buruk. "Tetapi kebanyakan wanita hamil dapat menyesuaikan kondisi tersebut
dengan mengkompensasi jumlah oksigen yang tidak banyak dengan cara
meningkatkan jumlah sel darah merah pembawa oksigen. Sehingga
ketinggian tempat tinggal tidak begitu mempengaruhi perkembangan mental
anak, Ibu hamil yang tinggal di dataran tinggi perlu melakukan segala
kemungkinan untuk memaksimalkan sirkulasi darah selama kehamilannya
20
dengan menjaga tekanan darah tetap stabil, makan makanan yang bergizi dan
cukup istirahat (Ika, 2012).
b. Radiasi
Rontgen atau sinar X adalah pancaran gelombang elektromagnetik
yang sejenis dengan gelombang radio, panas, cahaya, dan sinar ultraviolet.
Tetapi sinar X memiliki panjang gelombang yang sangat pendek, karena itu
sinar X memiliki kemampuan untuk menembus benda-benda. Hal tersebut
dimanfaatkan dalam dunia kedokteran untuk suatu pencitraan diagnostik,
yaitu pemeriksaan yang menghasilkan gambar tubuh manusia untuk suatu
tujuan diagnostik. Tetapi dalam dosis berlebih, sinar X dapat mengakibatkan
berbagai kerusakan organ, mulai dari yang ringan seperti kebotakan, kuku
rapuh, hingga yang mematikan, seperti kanker. Lalu bagaimana dampaknya
terhadap kehamilan? Pada prinsipnya, dampak radiasi terhadap janin
tergantung pada 2 faktor utama, yaitu tahap perkembangan janin dan dosis
radiasi yang diberikan. - Minggu ke-3 hingga minggu ke-8 kehamilan,
merupakan fase pembentukan organ pada janin, sehingga paparan radiasi
bahkan pada dosis yang sangat rendah (0,1 Gray atau 10 Rad) pun, dapat
menyebabkan abortus maupun cacat bawaan. Kelainan yang ditimbulkan
tergantung pada sistem organ yang sedang dibentuk pada saat terjadinya
radiasi. - Minggu ke-8 hingga minggu ke-15 kehamilan, merupakan fase
pembentukan sistem saraf pusat pada janin. Sehingga apabila terjadi paparan
radiasi dengan dosis > 30 Rad (0,3 Gray) pada fase ini, dapat mempengaruhi
21
kecerdasan (tingkat intelektual) janin. - Setelah minggu ke-16, janin menjadi
lebih kebal terhadap paparan radiasi, tetapi tetap tidak boleh melebihi dosis
tertentu. Kesimpulannya, sinar X (rontgen) yang diberikan selama usia
kehamilan kurang dari 4 bulan, dapat menimbulkan cacat pada janin. Seiring
dengan bertambahnya usia kehamilan, risiko cacat pada janin juga semakin
berkurang. Tetapi apabila pemeriksaan radiologis tidak dapat terelakkan,
sebaiknya dipertimbangkan modalitas lain yang lebih aman dan tidak
menimbulkan ionisasi seperti sinar X, misalnya dengan Ultrasonografi
(menggunakan gelombang suara frekuensi tinggi) ataupun MRI (Magnetic
Resonance Imaging) sehingga dapat memberikan manfaat maksimal bagi ibu
dan juga meminimalkan dampak negatif bagi janin (Ika, 2012).
c. Zat-zat racun
Ibu hamil memang diharuskan untuk memberikan perhatian ekstra
terhadap kehamilan dari segi asupan nutrisi, kegiatan sehari-hari dan bahkan
kesehatan lingkungan. Ibu hamil harus menghindari hal-hal yang bisa
memberikan dampak negatif terhadap kehamilan. Salah satunya yaitu
menghindari paparan zat kimia berbahaya karena bisa menyebabkan janin
keracunan. Paparan zat kimia yang mencemari lingkungan baik itu kontak
secara langsung atau tidak langsung sebisa mungkin harus dihindari. Bahaya
zat kimia bagi kehamilan memang sangat fatal yaitu beresiko terhadap
kelahiran prematur, cacat janin dan bahkan kematian pada janin (Ika, 2012).
22
2.2.4 Kerangka Konsep
1. Perdarahan Antepartum
Perdarahan antepartum adalah perdarahan jalan lahir setelah kehamilan 22
minggu, walaupun patologi yang sama dapat pula terjadi pada kehamilan
sebelum 22 minggu (Ika, 2012).
2. Diabetes
Diabetes atau yang sering disebut dengan Diabetes Mellitus merupakan
penyakit kelainan metabolisme yang disebabkan kurangnya produksi insulin, zat
yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas. Bisa pula karena adanya gangguan pada
fungsi insulin, meskipun jumlahnya normal (Ika, 2012).
3. Usia Ibu
Resiko diabetes meningkat sejalan dengan bertambahnya usia, terutama
setelah usia 40 tahun, karena jumlah sel-sel beta di dalam pankreas yang
memproduksi insulin menurun seiring bertambahnya umur (Ika, 2012).
4. Golongan sosial ekonomi rendah
Lingkungan ekonomi merupakan lingkungan hidup yang abstrak kemiskinan
merupakan lingkungan yang sangat membahayakn kesehatan manusia (Jasmani,
rohani, jiwa dan sosial). Karena miskin orang tidak dapat memenuhi kebutuhan
akan makanan yang sehat yang akan melemahkan daya tahan tubuhnya, sehingga
mudah terserang suatu penyakit. Bahkan karena kekurangan makan itu sendiri
dapat menyebabkan orang menjadi sakit seperti BBLR (Ika, 2012).
23
5. Ibu Yang Perokok
Bahaya dan dampak buruk rokok bagi ibu hamil dan dan janin perlu untuk
diketahui. Karena memang bahaya merokok bagi kesehatan kehamilan dan
kesehatan janin tidaklah sedikit jumlahnya. Dalam sebuah penelitian dan studi
didapatkan hasil bahwasannya bayi-bayi yang lahir dari ibu yang merokok dalam
masa kehamilan harus berhadapan dengan berbagai keterlambatan dalam
perkembangan saraf, dan dampaknya mungkin jauh lebih besar dibandingkan
perkiraan para ahli selama ini, Dan hal ini juga tidak berbeda dengan studi
terbaru bahwa wanita yang merokok selama Kehamilan kemungkinan besar akan
mempunyai anak dengan gangguan perilaku (Ika, 2012).
2.2.5 Diagnosis
Menurut Wiknjosastro (2010 ) gambaran umum bayi BBLR mempunyai
karakteristik :
1. Berat badan kurang dari 2500 gram
2. Panjang badan kurang dari 45 cm
3. Lingkaran dada kurang dari 30 cm
4. Lingkaran kepala kurang dari 33 cm
5. Umur kehamilan kurang dari 37 minggu
6. Kepala relative lebih besar
7. Kulit : tipis transparan, rambut lanugo banyak, lemak kulit kurang
8. Sering tampak peristaltik usus.
24
9. Tangisan lemah dan jarang.
10. Pernapasan tak teratur dapat terjadi apnea (gagal nafas)
11. Otot hipotonik lemah
12. Ekstrimitas : paha abduksi, sendi lutut/kaki fleksi-lurus.
13. Kepala tidak mampu tegak
14. Pernapasan sekitar 40 sampai 50 kali per menit
15. Frekuensi nadi 100 sampai 140 kali per menit
2.2.6 Komplikasi
Menurut Wiknjosastro (2010) komplikasi dari BBLR adalah :
1. Suhu yang tidak stabil oleh karena sulit mempertahankan suhu tubuh yang
disebabkan oleh penguapan yang bertambah akibat dari kurangnya jaringan
lemak di bawah kulit ; permukaan tubuh yang relative lebih luas dibandingkan
dengan berat badan , otot yang tidak aktif, produksi panas yang berkurang oleh
karena lemak cokelat (brown fat) yang belum cukup serta pusat pengatur suhu
yang belum berfungsi sebagaimana mestinya.
2. Gangguan pernapasan yang sering menimbulakan penyakit berat pada BBLR.
Hal ini disebabkan oleh kekurangan surfaktan, otot pernapasan yang masih
lemah dan tulang iga yang mudah melengkung (Plieable thorax). Penyakit
membran hialin dan aspirasi pneumoni, di samping itu sering timbul pernapasan
periodik (periodic breathing) dan apnea yang di sebabkan oleh pusat
pernapasan di medulla belum matur.
25
3. Gangguan alat pencernaan dan problema nutrisi : distensi abdomen akibat dari
molitas usus berkurang, volume lambung yang berkurang, sehinga waktu
pengosongan lambung bertambah, sehinga daya untuk mencernakan dan
mengabsorbsi lemak, laktosa, vitamin yang larut dalam lemak dan beberapa
mineral tertentu berkurang, kerja dari sfigter kardioesofagus yang belum
sempurna memudahkan terjadinya regurgitasi isi lambung ke esophagus dan
mudah terjadi aspirasi.
4. Immatur hati memudahkan terjadinya hiperbilirubinea dan defisiensi vitamin K.
5. Ginjal yang immatur baik secara anatomis maupun fungsinya. Produk urine
yang sedikit, urea clearance yang rendah, tidak sanggup mengurangi kelebihan
air tubuh dan elektrolit dari bahan denagn akibat mudahnya terjadi oedema dan
asidosis metabolik.
6. Perdarahan mudah terjadi karena pembulu darah yang rapuh (flagile),
kekurangan faktor pembekuan seperti protrombin, faktor VII, dan faktor
Christmas.
7. Gangguan imunologik : daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena
rendahnya kadar IgG gamma globulin. Bayi prematur relativ belum sangup
membentuk antibody dan daya fagositosis serta reaksi terhadap peradangan
masih belum baik.
8. Perdarahan intraventikuler : lebih dari 50% bayi prematur menderita
perdarahan intraventrikuler. Hal ini di sebabkan oleh karena bayi prematur
sering menderita apnea, asfiksia berat dan sindron gangguan pernapasan.
Akibat bayi menjadi hipoksia, hipertensi dan hiperkapnia. Keadaan ini
26
menyebabkan aliran darah ke otak bertambah. Penambahan aliran darah ke
otak akan lebih banyak lagi karena tidak adanya otoregulasi serebral pada
bayi prematur, sehinga mudah terjadi perdarahan dari pembuluh darah
kapiler yang rapuh dan iskemia di lapisan germinal yang terletak di dasar
ventrikel lateralis antara nekleus kaudatau dan ependin. Luasnya perdarahan
intraventriuler ini dapat di diagnosis dengan USG.
2.2.7 Dampak
Baik disebabkan oleh BBLR sebagai berikut :
1. Kematian perinatal (lahir mati, kematian neonatus)
2. Lingkar kepala kecil
3. Retardasi mental
4. Paralisis serebral
5. Kesulitan atau ketidak mampuan dalam belajar
6. Berefek ke penglihatan atau pendengaran
7. Berefek neurologispertumbuhan dan perkembangan janin yang terganggu
(terhambat) (Sriyanti, 2010).
2.2.8 Pencegahan
Menurut Manuaba (2006) dengan mengetahui berbagai faktor penyebab berat
badan lahir rendah dapat dipertimbangkan langkah pencegahan dengan cara:
1. Melakukan pengawasan hamil dengan seksama dan teratur.
27
2. Melakukan konsultasi terhadap penyakit yang dapat menyebabkan kehamilan
dan persalinan preterm
3. Memberi nasehat tentang :
a. Gizi saat hamil
b. Meningkatkan pengertian keluarga berencana internal
c. Memperhatikan tentang berbagai kelainan yang timbul dan segera
melakukan konsultasi.
d. Menganjurkan untuk pemeriksaan tambahan sehingga secara dini penyakit
ibu dapat diketahui dan diawasi/diobati
Menurut Erlina (2008) pada kasus Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
Mencegah/preventif adalah langkah yang penting. Dan hal-hal yang dapat dilakukan
diantaranya:
1. Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4 kali selama
kurun kehamilan dan dimulai sejak umur kehamilan muda. Ibu hamil yang
diduga berisiko, terutama faktor risiko yang mengarah melahirkan bayi BBLR
harus cepat dilaporkan, dipantau dan dirujuk pada institusi pelayanan kesehatan
yang lebih mampu.
2. Penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan janin dalam
rahim, tanda-tanda bahaya selama kehamilan dan perawatan diri selama
kehamilan agar mereka dapat menjaga kesehatanya dan janin dalam
kandunganya dengan baik.
3. Hendaknya ibu dapat merencanakan persalinanya pada kurun waktu reproduksi
sehat (20-34 tahun).
28
4. Perlu dukungan sektor lain yang terikat untuk turut berperan dalam
meningkatkan pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga agar mereka dapat
meningkatkan akses terhadap pemanfaatan pelayanan antenatal dan status gizi
ibu selama hamil.
2.2.9 Penanganan
1. Menurut Wiknjosastro (2010) penatalaksaan BBLR adalah:
a. Pengaturan Suhu Badan Bayi
Bayi prematuritas mudah dan cepat sekali menderita hipotermi bila
berada di linggkungan yang dingin. Kehilangan panas di sebabkan oleh
permukaan tubuh bayi yang relative lebih luas bila dibandingkan dengan
berat badan, kurangnya jaringan lemak di bawah kulit dan kekurangan
lemak cokelat (brow fat). Oleh karena itu, bayi harus dirawat didalam
incubator. Bila bayi dengan berat badan kurang dari 2 kg adalah 35˚C. bila
inkubator tidak ada, bungkus bayi dan letakan botol-botol hangat
disekitarnya atau pasang lampu patromaks didekatnya.
b. Makanan bayi
Pada bayi prematur refleks isap, telan dan batuk belum sempurna,
kapasitas lambung masih sedikit, daya enzim pencernaan masih kurang,
sedangkan kebutuhan protein 3-5 gr/hari dan kalori 110 kal/kg/hari, agar
berat badan bertambah sebaik-baiknya. Pemberian minum dimulai pada
waktu bayi berumur 3 jam setelah lahir dan didahului dengan menghisap
cairan lambung. Refleks menghisap masih lemah, sehinga pemberian
minum sedikit demi sedikit, tetapi dengan frekuensi yang sering. Bila daya
29
isapnya kurang maka ASI dapat di peras dan diminumkan dengan sendok
perlahan-lahan atau dengan memasang sonde menuju lambung. Permulaan
cairan yang diberikan 60ml/kg/hari dan setiap hari dinaikan sampai
200ml/kg/hari.
2. Menurut Saifuddin (2011) penatalaksanaan Bayi BBLR :
a. Mempertahankan suhu dengan intensif
BBLR mudah mengalami hipotermia, oleh sebab itu suhu tubunya
harus dipertahankan dengan intensif.
b. Mencegah infeksi dengan intensif
BBLR sangat rentan akan infeksi, perhatikan prinsip – prinsip
pencegahan infeksi termasuk mencuci tangan sebelum memegang bayi.
c. Mengawasi nutrisi / ASI
Refleks menelan BBLR belum sempurna, oleh sebab itu pemberian
nutrisi harus dilakukan dengan cermat.
d. Penimbangan dengan teliti
Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi atau nutrisi bayi
dan erat kaitanya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu penimbangan
berat badan harus dilakukan dengan teliti.
3. Menurut Jitowiyono, dkk (2010) Penatalaksanaan BBLR adalah :
a. Membersikan jalan nafas (caranya lihat pada perawatan bayi normal)
b. Memotong tali pusat dan perawatan tali pusat (Lihat perawatan bayi
normal)
30
c. Membersikan badan bayi dengan kapas dan baby oil/ minyak (Lihat
perawatan bayi normal).
d. Memberikan obat mata.
e. Membungkus bayi dengan kain hangat.
f. Pengkajian keadaan kesehatan pada bayi dengan berat badan lahir rendah
(hal – hal yang di kaji lihat keadaaan yang di jumpai bagian 3).
g. Mempertahankan suhu tubuh bayi dengan cara :
1) Membungkus bayi dengan mengunakan selinut bayi yang di hangatkan.
2) Menidurkan bayi di dalam inkubator buatan yaitu dapat di buat dari
penghangat dan buli – buli panas atau botol yang di isi air panas.
3) Suhu lingkungan bayi yang harus di jaga :
a) Kamar dapat masuk sinar matahari.
b) Jendela dan pintu dalam keadaan tertutup untuk mengurangi
hilangnya panas dari tubuh bayi melalui proses radiasi dan
konveksi.
c) Badan harus dalam keadaan kering untuk mencegah terjadinya
evaporasi.
h. Pemberian nutrisi yang adekuat :
1) Apabila daya isap belum baik, bayi dicoba untuk menetek sedikit demi
sedikit.
2) Apabila bayi belum bisa menetek pemberian ASI diberikan melalui
sendok atau pipet.
31
3) Apabila bayi belum ada reflex menghisap dan menelan harus dipasang
slang penduga / sendok fooding.
i. Mengajarkan ibu/ orang tua cara :
1) Membersikan jalan nafas
2) Mempertahankan suhu tubuh
3) Mencegah terjadinya infeksi
4) Perawatan bayi sehari – hari
j. Menjelaskan kepada ibu (orang tua)
1) Pemberian ASI
2) Makanan bergizi bagi ibu
3) Mengikuti program KB sesegera mungkin.
k. Observasi keadaan umum bayi selama 3 hari, apabila tidak ada perubahan
atau keadaan umum semakin menurun bayi harus dirujuk kerumah sakit.
Berikan penjelasan kepada keluarga bahwa anaknya harus dirujuk ke rumah
sakit.
4. Menurut (Purnamaningrum, 2010) :
Berbagai masalah klinis yang dihadapi BBLR disebabkan karena belum
maturnya organ-organ, untuk itu diperlukan perhatian dan perawatan khusus
untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Ada empat prinsip dalam
perawatan BBlR, yaitu menjaga bayi tetap berwarna merah muda, menjaga bayi
tetap hangat, memenuhi kebutuhan makan dan munum, serta pencegahan infeksi
:
a. Jaga bayi tetap berwarna merah muda
32
1) Pemberian oksitosin
Ekspansi paru-paru yang buruk merupakan masalah serius bagi
bayi preterem sebagai akibat jaringan paru-paru yang kurang
berkembang yaitu tidak adanya alveoli dan suffaktan.
Pemberian oksigen untuk bayi ini harus dikendalikan dengan
seksama karena konsentrasi yang tinggi dalam masa yang panjang akan
menyebabkan timbulnya kerusakan pada jaringan retina bayi sehingga
menimbulkan kabutaan yang dikenal dengan istilan fibroplasi
retrolental. Konsentrasi oksigen yang dianjurkan adalahs ekitar 30-
35%cdan untuk menjamin dipertahankannya maka harus dilakukan
pengujian secara teratur.
Oksigen hanya diperlukan bila bayi mengalami sianosis dan
kesulitan bernafas. Oksigen diberikan dengan aliran rendah untuk
membuat bayi tetap berwarna merah muda (kurang lebih 0,5 liter/
menit dan tidak boleh lebih dari 10 liter/menit).
2) Pencegahan terjadi apnoe
Apnoe umum terjadi pada bayi dengan umur gestasi kurang dari
32 minggu sehingga diperlukan alat untuk memonitor apnoe bila
tersedia. Dapat juga diberikan aminophyllin.
b. Jaga kehangatan tubuh bayi
Pemeliharaan suhu tubuh merupakan aspek yang paling penitng
dalam manajemen BBLR. Seseorang bayi akan berkembang secara
memuaskan bila suhu rectal dipertahankan antara 35,5°C-37°C. semakin
33
kecil bayi maka lebih rendah suhu rektalnya. Dengan bertambahnya berat
badan dan membaiknya kondisi umum maka akan ditemukan juga
kestabilan yang lebih besar dari suhu tubuhnya. Ketahanan hidup BBLR
lebih besar bila mereka dirawat dalam atau dekat dengan lingkungan panas
netralnya. Mereka harus diasuh dalam suatu lingkungan dimana suhu
normal tubuhnya dipertahankan dengan usaha metabolik yang minimal.
Tetapi juga tidak diinginkan untuk meningkatkan suhu tubuh secara cepat
karena dapat mengarah pada timbulnya hiperpireksia yang berkaitan
dengan adanya peningkatan kecepatan metabolism dan peningkatan
kebutuhan akan oksigen. Untuk pemeliharaan suhu tubuh BBLR dapat
dimasukkan dalam incubator, radian warmer atau isolette. Pada dasarnya
incubator merupakan suhu internal yang konstan dengan menggunakan
thermostat. Bila dirawat dalam incubator bayi dalam keadaan terlanjang.
Sementara itu incubator dibersihkan setiap hari. Desinfektan seperti savlon
dpaat digunakan untuk melap bagian dalam.
Didaerah beriklim panas, incubator atau tempat tidur bayi dengan
pamanas tidak diperlukan. Selimut dan kantong atau pemanas sudah
mencukupi. Di daerah dataran tinggi seharusnya ruang bayi dilengkapi
dengan dinding atau langit-langit yang dapat mempertahankan temperature.
Bayi diselimuti dan dipakaikan topi. Bila menggunakan botol pemanas,
letakkan botol yang berisi air hangat dikanan kiri tubuhnya, tetapi jaga
jangan sampai botol-botol tersebut menyentuh tubuh karena kulitnya
mudah terbakar. Bungkuslah botol-botol tersebut dengan selimut atau
34
handuk. Setiap tiga jam, buanglah air separuhnya untuk diganti dengan air
yang masih panas. ukurlah suhu rektal setiap hari. Jika suhunya lebih dari
38°c, kurangi botolnya, atau ganti airnya lebih jarang. Selain itu dengan ibu
mendekap bayinya adalah cara yang paling aman yang sekarang lebih
dikenal dengan istilah kangaroo mother care (KMC) dimana terjadi kontak
secara langsung antara kulit bayi dengan kulit ibu.
KMC dapat menurunkan risiko regurgitasi dan aspirasi,
menurunkan apnoe daan infeksi, mempercepat hubungan antara ibu dan
bayi serta meningkatkan laktasi. Bila KMC tidak dapat dilakukan, bayi
seharusnya dirawat dalam penghangat dengan matras yang bisa diisi air
ataupun selimut elektrik dengan transformator (Shann And Vince, 2003).
Prinsip metode KMC adalah menggantikan perawatan bayi baru
lahir dalam incubator dengan meniru kangguru. Ibu bertindak sebagai
kangguru yang mendekap bayinya dengan tujuan mempertahankan suhu
bayi stabil dan optimal (36,5° - 37,5°c). bayi yang dapat bertahan dengan
cara ini adalah yang keadaan umumnya baik, suhu tubuhnya stabil dan
mampu menetek. Metode ini dihentikan jika bayi telah mencapai bobot
minimal 2500 g dan suhu tubuh optimal 37°c dan bayi bisa menetek kuat
(Luize, 2003).
c. Memenuhi kebutuhan makan dan minum
Pada BBLR terutama preterm terdapat kesukaran makan
berhubungan dengan adanya otot lidahdan palatum yang lemah demikian
juga perkembangan susunan saraf yang tidak lengkap, yaitu reflex
35
menghisap dan menelan yang lemah. Pada kehidupan minggu pertama,
kebutuhan metebolik dari bayi premature rendah karena sementara terjadi
penyesuaian terhadap kehidupan pascanatal. Selama minggu keduaterhadap
peningkatan cepat dalam kebutuhan akan makanan. Prinsip utama dalam
pemberian makanan bayi premature adalah memasukkan secara hati-hati
dan sedikit demi sedikit. Pemberian makanan secara dini sesuai kebutuhan
dianjurkan untuk membantu mencegah terjadinya hipoglikemi dan
hiperbilirubinemia yang dapat menyebabkan kerusakan otak pada bayi
preterm.
d. Pencegahan terhadap infeksi
Bayi premature maupun KMK mengalami kenaikan kerentanan
terhadap infeksi yang berkaitan dengan sistem imun yang belum matur. Hal
ini dikaitkan dengan sistem imun yang belum matur. Hal ini dikaitkan
dengan konsentrasi igG serum sebagai mekanisme yang bermakna ternyata
cukup rendah. Hal ini dikarenakan igG ibu ditransfer sacara aktif pada
trimester akhir. Telah dibuat suatu dalil bahwa konsentrasi igG neonatal
yang rendah ini mencerminkan fungsi plasenta yang buruk yang berakibat
pertumbuhan janin intrauteri yang buruk maupun peningkatan risiko
infeksi postnatal Klaus And Farvarof, 1998 dalam Luize (2003).
Tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi,
antara lain:
1) Jauhkan dari bayi lain, keluarga (kecuali ibu) atau dengan kata lain
adalah menghindari kepenuhsesakan.
36
2) Jangan ijinkan orang yang terinfeksi menyentuh bayi.
3) Mencuci tangan sebelum dan sesudah memegang bayi.
4) Anjurkan ibu untuk merawat bayinya sendiri sehingga lebih sedikit
infeksi silang yang terjadi.
5) Berikan ASI.
6) Menjaga kebersihan tubuh bayi.
37
2.3 Kerangka Teori
Berdasarkan Teori Pantiawati Ika (2010) landasan teoritis dapat di
gambarkan sebagai berikut :
1. Faktor Ibu :a. Penyakit
1) Toksemia Gravidarum2) Perdarahan Antepartum3) Trauma fisik dan psikologis4) Nefritis akut5) Diabetes mellitus
b. Usia Ibu1) Usia < 15 Tahun2) Usia > 35 Tahun3) Multigravida yang jarak
kehamilannya terlalu dekatc. Keadaan sosial
1) Golongan sosial ekonomi rendah2) Perkawinan yang tidah sah
d. Sebab lain 1) Ibu yang terpapar asap rokok2) Ibu peminum alcohol3) Ibu pecandu narkotik
2. Faktor Janina. Hidramnionb. Kehamilan gandac. Kelainan kromosom
3. Faktor Lingkungana. Tempat tinggal yang dataran tinggib. Radiasic. Zat-zat racun
BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah)
38
Gambar 2.1 Kerangka teori
2.4 Kerangka Konsep
Berdasarkan Kerangka teoritis maka kerangka konsep dapat digambarkan
sebagai berikut :
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2.1 Kerangka Konsep
BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah)
Pendarahan antepartum
Diabetes melitus
Usia ibu
Sosial ekonomi
Ibu yang terpapar asap rokok
39
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
Desain atau rancangan penelitian bisa diartikan suatu proses analisis dan
pengumpulan data penelitian. Jenis penelitian ini kuantitatif dengan pendekatan
cross-sectional yaitu penelitian yang menggunakan analisis data yang berbentuk
numerik/angka (Hendryadi dan Suryani, 2015). Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui Faktor Penyebab BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah) Di Rawat Inap
Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh
Barat.
3.2 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Rawat Inap Kebidanan Rumah Sakit Umum
Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat. Waktu Penelitian
dilaksanakan pada tanggal 23 September sampai 9 Oktober tahun 2016.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
40
Menurut Setiadi (2013), populasi adalah keseluruhan subyek penelitian
yang akan diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang
melahirkan di Rawat Inap Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien
Meulaboh Kabupaten Aceh Barat pada bulan Agustus jumlah 143.
3.3.2 Sampel
Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian
jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2007). Jumlah
sampel penelitian ini ditentukan dengan rumus Slovin (Setiadi, 2013) yaitu :
n = N
1+N (d2)
Keterangan :
N= Besar populasi
n = Besar sampel
d =Presisi atau ketepatan atau batas toleransi (0,1)
n = 143
1+143(0,12)
=143
1+143(0,01)
=143
1+1.43
=1432.43
= 58.84
41
= 59
Jumlah sampel yang di peroleh dari perhitungan yaitu, 59 orang. Agar
setiap pasien mendapatkan kesempatan yang sama, maka untuk sampel setiap
pasien diundi berdasarkan purposive sampling, dengan kriteria sampel :
1. Ibu yang melahirkan pada bulan September.
2. Ibu yang dirawat di ruang rawat inap kebidanan RSUD Cut Nyak Dhien
Meulaboh
3.4 Metode Pengumpulan Data
3.4.1 Data Primer
Pengumpulan data dilakukan secara wawancara langsung dengan
menggunakan kuesioner tentang Faktor Penyebab BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah)
Di Rawat Inap Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh
Kabupaten Aceh Barat.
3.4.2 Data Sekunder
Data yang bersumber dari Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien
Meulaboh Kabupaten Aceh Barat, Dinas Kesehatan Aceh Barat, Perpustakaan,
Website dan literatur lainnya.
3.5 Definisi Operasional
Tabel 3.2. Definisi Operasional
No
Variabel DefinisiCara Ukur
Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Variabel Independent
42
1. Perdarahan Antepartum
Perdarahan yang dialami ibu sebelum 22 minggu
Wawancara
Koesioner
1. Perdarahan Antepartum
2. Tidak Perdarahan Antepartum
interval
2. Diabetes Melllitus
Meningkatnya kadar gula (glukosa) dalam darah ibu
Wawancara
Koesioner
3. Diabetes Melllitus
4. Tidak Diabetes Melllitus
Ordinal
3. Usia Ibu 20 sampai 35 dan > 35 tahun
Umur ibu yang terlalu muda atau terlalu tua
Wawancara
Kuesioner
1. Beresiko2. Tidak
beresiko
Ordinal
4. Sosial ekonomi
kelompok ekonomi yang menunjang kehidupan
Wawancara
Kuesioner
1. ≥2.100.00002. <2.100.0000 (Kemenkes, 2015)
UMP
5. Terpapar asap rokok
Ibu yang dalam kesehariannya terpapar oleh asap rokok
Wawancara
Kuesioner
1. Terpapar2. Tidak
terpapar
Ordinal
6. BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah)
Bayi yang lahir dengan berat lahir kurang 2.500 gram tanpa
Observasi Rekam Medis
1. BBLR2. BBLN
Ordinal
43
memandang masa kehamilan.
3.6 Aspek Pengukuran Variabel
3.6.1 Perdarahan Antepartum
Untuk penelitian Perdarahan Antepartum adalah :
a. Untuk Perdarahan Antepartum jika nilai responden ≥ 1
b. Untuk tidak Perdarahan Antepartum jika nilai responden< 1
3.6.2 Diabetes Mellitus
Untuk penelitian Diabetes Mellitus adalah :
a. Untuk Diabetes Mellitus jika nilai responden ≥ 1
b. Untuk tidak Diabetes Mellitus jika nilai responden< 1
3.6.3 Usia Ibu
Untuk penelitian Usia Ibu adalah :
a. Untuk Usia Ibu beresiko jika nilai responden ≥1
b. Untuk Usia Ibu tidak beresiko jika nilai responden <1
3.6.4 Sosial Ekonomi
Untuk penelitian sosial ekonomi adalah :
a. Untuk sosial ekonomi ≥ UMP jika nilai responden ≥1
b. Untuk sosial ekonomi < UMP jika nilai responden <1
3.6.5 Ibu Yang Terpapar Asap Rokok
Untuk penelitian ibu yang terpapar asap rokok adalah :
44
a. Untuk ibu yang terpapar asap rokok jika nilai responden ≥1
b. Untuk ibu yang terpapar asap rokok tidak baik jika nilai responden <1
3.6.6 BBLR
Untuk penelitian BBLR adalah :
a. Untuk BBLR jika berat bayi ≤ 2500 gram ≥1
b. Untuk tidak BBLN jika berat bayi > 2500 gram <1
3.7 Pengolahan Data
Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan menggunakan computer
dengan tahapan sebagai berikut (Notoatmodjo, 2012):
1. Editing yaitu memeriksa semua kuesioner yang sudah diisi oleh responden,
apabila ada yang belum lengkap segera dilengkapi
2. Coding yaitu pemberian kode, yakni mengubah data berbentuk kalimat atau
huruf menjadi data angka atau bilangan
3. Entry Data yaitu memasukkan data kedalam program komputer
4. Cleaning yaitu Pembersihan data untuk mencegah kesalahan yang mungkin terjadi.
3.8 Teknik Analisis Data
3.8.1 Analisis Univariat
Analisis Univariat dilakukan untuk mendapat data tentang distribusi
frekuensi dari masing-masing variabel, kemudian data ini di sajikan dalam bentuk
tabel distribusi frekuensi.
3.8.2 Analisis Bivariat
45
Analisa Bivariat digunakan untuk menguji hipotesis dengan menentukan
hubungan variabel tabulasi silang guna melihat hubungan antara variabel bebas dan
veriabel terikat, uji statistik yang digunakan adalah uji Chi-Sguare (X2) pada tingkat
kemaknaan 95% (0,05). Persamaan rumus perhitungan Chi-Sguare adalah sebagai
berikut :
X2 =∑(0−E )2
E
Keterangan :
X2 = Nilai Chi-Sguare
O = Nilai Observasi
E = Nilai Ekspektasi.
Dasar dari uji kai kuadrat (Chi-Sguare) adalah membandingkan frekuensi yang
diamati dengan frekuensi yang diharapkan, jika perbedaan antara pengamatan
dengan yang diharapkan (O-E), apakah perbedaan itu cukup berarti (bermakna) atau
hanya karena faktor variasi sampel.
Kesimpulan dari uji statistik ini adalah:
1. Apabila hasil uji didapat P value > α = 0,05 berarti tidak ada hubungan antara
variabel independen dengan variabel dependen
2. Apabila hasil uji tersebut didapat P value < α = 0,05 bearti ada hubungan antara
variabel independen dengan variabel dependen.
Ketentuan chi square (x2) :
Jika tabelnya lebih dari 2x2 maka yang digunakan adalah person chi square.
Jika nilai harapan lebih kecil dari 5, maka yang digunakan adalah Fisher’s Exactest.
46
Jika nol cell (0%), tidak terdapat nilai £ < 5 maka yang digunakan Continuity
Corection (Budiarto, 2002).
Menurut Dahlan (2012) ukuran kekuatan hubungan bisa dilihat dengan
menggunakan odds rasio (OR), yaitu dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
(a.b)OR =
(b.c)Langkah- langkah uji hipotesis dan memperoleh nilai OR dengan
menggunakan komputerisasi yaitu sebagai berikut:
a. Buka file data rasioodds
b. Klik analyze
c. Klik descriptives statistics
d. Klik crosstabs
e. Masukan syok kedalam column
f. Masukan hepatomegali kedalam row (s)
g. Klik kotak statistic, pilih chi square disebalah kiri atas dan risk dikanan
bawah
h. Klik kotak cell, pilih column pada percentages
i. Klik continue dan OK
Interfensi hasil OR adalah sebagai berikut (Sastroasmoro dan Ismael, 2013)
1. Bila nilai rasio pravalens = 1 berarti variabel yang diduga sebagai faktor
risiko tidak ada hubungan dalam terjadinya efek, atau dengan kata lain ia
bersifat netral.
47
2. Bila risiko pravalens > 1 dan rentang interval kepercayaan mencakup angka
1, berarti variabel tersebut merupakan faktor risiko untuk timbulnya
penyakit.
3. Bila nilai rasio pravalens < 1 dan rentang interval kepercayaan tidak
mencakup angka 1, berarti faktor yang diteliti merupakan faktor protektif,
bukan faktor risiko.
4. Bila nilai interval kepercayaan rasio pravalens mencakup angka 1, maka
berarti pada populasi yang diwakili oleh sampel tersebut masih mungkin nilai
rasio pravalensnya = 1. Ini berarti bahwa dari data yang ada belum dapat
disimpulkan bahwa faktor yang dikaji benar-benar merupakan faktor risiko
atau faktor protektif.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.1.1 Lokasi Rumah Sakit Umum Cut Nyak Dhien
Dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat Rumah Sakit Umum
Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh menyediakan fasilitas pelayanan rawat jalan
terdiri dari Poliklinik Umum, Poliklinik Spesialis dan Poliklinik Gigi dan rawat inap
terdiri dari Ruang Rawat Bedah, Ruang Rawat Anak, Ruang Rawat Penyakit Dalam,
Ruang Rawat Kebidanan, Ruang Rawat VIP, ICU, Zaitun, Syaraf, dan Ruang Rawat
48
Kelas Utama. Disamping itu juga tersedia Pelayanan IGD 24 jam, Pelayanan
tindakan operasi dan persalinan dan perawatan jiwa (zaitun) serta fasilitas penunjang
lainnya.
4.1.3 Batas Wilayah
Adapun batas-batas Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh
adalah :
a. Sebelah Timur : Berbatasan dengan Sekolah MIN/MANPK
b. Sebelah Utara : Berbatasan dengan Jalan Sisingamangaraja
c. Sebelah Selatan : Berbatasan perumahan Dokter
d. Sebelah Barat : Berbatasan dengan jalan Gajah Mada
4.2 Hasil Penelitian
4.2.1 Analisis Univariat
Sebelum dilakukannya analisis bivariat untuk melihat hubungan antara
variabel maka terlebih dahulu dibuat analisis univariat dengan tabel distribusi
frekuensi dari masing-masing variabel yang diteliti.
1. Umur Hasil perhitungan frekuensi dan persentase berdasarkan umur responden
dapat dilihat pada tabel berikut dibawah ini:
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur Pasien Di Rawat Inap Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.
49
No Umur Frekuensi %
1 19-35 tahun 28 47.462 36-54 tahun 31 52.543 >55 tahun 0 0
Total 59 100Sumber: data primer 2016
Tabel 4.1menjelaskan bahwa mayoritas responden berumur 36-54 tahun
sebanyak 31 responden (52.54%), sedangkan minoritas berumur 19-35 tahun
sebanyak 28 responden (47.46%).
2. Pendidikan
Hasil perhitungan frekuensi dan persentase berdasarkan pendidikan
responden dapat dilihat pada tabel berikut dibawah ini:
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan Pasien Di Rawat Inap Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.
No Pendidikan Frekuensi %1 SD 3 5.092 SMP 9 15.263 SMA 28 47.464 D3 5 8.475 S1 14 23.72Total 59 100Sumber: data primer 2016
50
Tabel 4.2 menjelaskan bahwa mayoritas responden yang berpendidikan SMA
sebanyak 28 responden (47.46%) sedangkan minoritas responden yang
berpendidikan SD sebanyak 3 responden (5.09%).
3. Pekerjaan
Hasil perhitungan frekuensi dan persentase berdasarkan pekerjaan responden
dapat dilihat pada tabel berikut dibawah ini:
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan Pasien Di Rawat Inap Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.
No Pekerjaan Frekuensi %1 Honorer 10 16.952 IRT 40 67.803 PNS 6 10.174 Swasta 3 5.08Total 59 100Sumber: data primer 2016
Tabel 4.3 menjelaskan bahwa mayoritas responden memiliki pekerjaan IRT
sebanyak 40 responden (67.80 %) sedangkan minoritas responden memiliki
pekerjaan Swasta sebanyak 3 responden (16.95%).
4. Pendarahan Antepartum
Hasil perhitungan frekuensi dan persentase berdasarkan pendarahan
antepartum dapat dilihat pada tabel berikut dibawah ini:
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Faktor Pendarahan Antepartum Penyebab BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) Di Rawat Inap Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.
No Pendarahan Antepartum Frekuensi %1 Tidak Ada Perdarahan 27 45.8
51
2 Perdarahan Antepartum 32 54.2Total 59 100Sumber: data primer 2016
Tabel 4.4 menjelaskan bahwa responden yang memiliki tidak memiliki
riwayat pendarahan antepartum sebanyak 27 responden (45.8%) sedangkan yang
memiliki riwayat pendarahan antepartum sebanyak 32 responden (54.2%).
5. Diabetes Mellitus
Hasil perhitungan frekuensi dan persentase berdasarkan Diabetes Mellitus
dapat dilihat pada tabel berikut dibawah ini:
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Faktor Diabetes Mellitus Penyebab BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) Di Rawat Inap Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat..
No Diabetes Mellitus Frekuensi %1 Tidak DM 29 49.22 DM 30 50.8Total 59 100Sumber: data primer 2016
Tabel 4.5 menjelaskan bahwa responden yang memiliki riwayat Tidak DM
tidak ada sebanyak 29 responden (49.2%) sedangkan yang memiliki riwayat DM ada
sebanyak 30 responden (50.8%).
6. Usia Ibu
Hasil perhitungan frekuensi dan persentase berdasarkan usia ibu dapat dilihat
pada tabel berikut dibawah ini:
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Faktor Usia Ibu Penyebab BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) Di Rawat Inap Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.
No Usia Ibu Frekuensi %
52
1 Tidak beresiko 26 44.12 Beresiko 33 55.9Total 59 100Sumber: data primer 2016
Tabel 4.6 menjelaskan bahwa responden yang memiliki usia ibu tidak
beresiko sebanyak 26 responden (44.1%) sedangkan yang memiliki usia ibu
beresiko sebanyak 33 responden (55.9%).
7. Sosial Ekonomi
Hasil perhitungan frekuensi dan persentase berdasarkan sosial Ekonomi
dapat dilihat pada tabel berikut dibawah ini:
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Faktor Sosial Ekonomi Penyebab BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) Di Rawat Inap Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.
No Sosial Ekonomi Frekuensi %1 ≥ UMP 28 47.52 < UMP 31 52.5Total 59 100Sumber: data primer 2016
Tabel 4.7 menjelaskan bahwa responden yang memiliki ≥ UMP sebanyak 28
responden (47.5%) sedangkan yang memiliki sosial ekonomi < UMP sebanyak 31
responden (52.5%).
8. Ibu Yang Terpapar Asap Rokok
Hasil perhitungan frekuensi dan persentase berdasarkan ibu yang terpapar
asap rokok dapat dilihat pada tabel berikut dibawah ini:
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Faktor Ibu Yang Terpapar Asap Rokok Penyebab BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) Di Rawat Inap Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.
53
No Ibu yang Terpapar Asap Rokok Frekuensi %1 Terpapar 26 44.12 Tidak Terpapar 33 55.9Total 59 100Sumber: data primer 2016
Tabel 4.8 menjelaskan bahwa responden yang memiliki riwayat terpapar
asap rokok sebanyak 26 responden (44.1%) sedangkan yang tidak terpapar asap
rokok sebanyak 33 responden (55.9%).
9. BBLR (Berat Badan Lahir Rendah)
Hasil perhitungan frekuensi dan persentase berdasarkan BBLR dapat dilihat
pada tabel berikut dibawah ini:
Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Faktor BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) Di Rawat Inap Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.
No BBLR Frekuensi %1 BBLN 24 40.72 BBLR 35 59.3Total 59 100Sumber: data primer 2016
Tabel 4.9 menjelaskan bahwa responden yang memiliki riwayat BBLN
sebanyak 24 responden (40.7%) sedangkan yang memiliki riwayat BBLR sebanyak
35 responden (59.3%).
4.2.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan variabel independen dan
dependen. Pengujian ini menggunakan uji chi-square. Dimana ada hubungan dengan
bermakna secara statistik jika diperoleh nilai pvalue< 0,05.
a. Perdarahan Antepartum
54
Tabel 4.10. Faktor Penyebab Pendarahan Antepartum Yang Berhubungan Dengan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) Di Rawat Inap Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.
BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) Perdarahan Antepartum BBLN BBLR Total pvalue
n % n % f ORTidak Perdarahan 22 81.5 5 18.5 27 100 0,000 66.000Perdarahan 2 6.2 30 93.8 32 100Sumber:data primer 2016
Tabel 4.10 menjelaskan bahwa yang memiliki BBLN dengan tidak adanya
pendarahan antepartum sebanyak 81.5%, sedangkan yang memiliki riwayat bayi
BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) dengan memiliki riwayat pendarahan
antepartum ada sebanyak 93.8%.
Dari hasil uji chi square didapat nilai Pvalue= 0,000 dan ini lebih kecil dari α =
0,05 (Pvalue= 0,000< α = 0,05) sehingga terdapat hubungan yang signifikan antara
pendarahan antepartum dengan terjadinya BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) Di
Rawat Inap Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh
Kabupaten Aceh Barat.
Dari hasil OR 66.000 dapat disimpulkan bahwa responden yang tidak
memiliki riwayat pendarahan antepartum memiliki peluang terhindar dari BBLR
(Berat Badan Lahir Rendah) sebesar 66.000 kali dibandingkan responden yang
memiliki riwayat pendarahan antepartum Di Rawat Inap Kebidanan Rumah Sakit
Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.
b. Diabetes Mellitus
Tabel 4.11. Faktor Penyebab Diabetes Mellitus yang Berhubungan dengan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) Di Rawat Inap Kebidanan
55
Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.
BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) Diabetes mellitus BBLN BBLR Total pvalue
n % n % f ORTidak DM 22 75.9 7 24.1 29 100 0,000 44.000DM 2 6.7 28 93.3 30 100Sumber:data primer 2016
Tabel 4.11 menjelaskan bahwa yang memiliki BBLN dengan adanya DM
sebanyak 75.9%, sedangkan yang memiliki riwayat bayi BBLR (Berat Badan Lahir
Rendah) dengan memiliki riwayat DM sebanyak 93.3%.
Dari hasil uji chi square didapat nilai Pvalue= 0,000 dan ini lebih kecil dari α =
0,05 (Pvalue= 0,000< α = 0,05) sehingga terdapat hubungan yang signifikan antara
Diabetes Mellitus dengan terjadinya BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) Di Rawat
Inap Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten
Aceh Barat.
Dari hasil OR 44.000 dapat disimpulkan bahwa responden yang tidak
memiliki riwayat diabetes melitus memiliki peluang terhindar dari BBLR (Berat
Badan Lahir Rendah) sebesar 44.000 kali dibandingkan responden yang memiliki
riwayat diabetes mellitus Di Rawat Inap Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah Cut
Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.
c. Usia Ibu
Tabel 4.12. Faktor Penyebab Usia Ibu yang Berhubungan dengan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) Di Rawat Inap Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.
BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) Usia Ibu BBLN BBLR Total pvalue
56
n % n % f ORTidak beresiko 20 76.9 6 24.1 26 100 0,000 24.167beresiko 4 6.7 29 93.3 33 100Sumber:data primer 2016
Tabel 4.12 menjelaskan bahwa yang memiliki berat badan bayi BBLN
dengan usia tidak beresiko sebanyak 76.9%, sedangkan yang memiliki riwayat bayi
BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) dengan riwayat usia ibu sebanyak 93.3%.
Dari hasil uji chi square didapat nilai Pvalue= 0,000 dan ini lebih kecil dari α =
0,05 (Pvalue= 0,000< α = 0,05) sehingga terdapat hubungan yang signifikan antara
usia ibu dengan terjadinya BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) Di Rawat Inap
Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh
Barat.
Dari hasil OR 24.167 dapat disimpulkan bahwa responden yang usia ibu
tidak beresiko memiliki peluang terhindar dari BBLR (Berat Badan Lahir Rendah)
sebesar 24.167 kali dibandingkan responden yang memiliki usia ibu beresiko Di
Rawat Inap Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh
Kabupaten Aceh Barat.
d. Sosial Ekonomi
Tabel 4.13. Faktor Penyebab Sosial Ekonomi yang Berhubungan dengan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) Di Rawat Inap Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.
BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) Sosial Ekonomi BBLN BBLR Total pvalue
n % n % f OR≥ UMP 21 75.0 7 25.0 28 100 0,000 28.000< UMP 3 9.7 28 90.3 31 100Sumber:data primer 2016
57
Tabel 4.13menjelaskan bahwa yang memiliki BBLN dengan sosial ekonomi
baik sebanyak 75.0%, sedangkan yang memiliki riwayat bayi BBLR (Berat Badan
Lahir Rendah) dengan sosial ekonomi kurang baik sebanyak 90.3%.
Dari hasil uji chi square didapat nilai Pvalue= 0,000 dan ini lebih kecil dari α =
0,05 (Pvalue= 0,000< α = 0,05) sehingga terdapat hubungan yang signifikan antara
sosial ekonomi dengan terjadinya BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) Di Rawat Inap
Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh
Barat.
Dari hasil OR 28.000 dapat disimpulkan bahwa responden yang sosial
ekonomi baik memiliki peluang terhindar dari BBLR (Berat Badan Lahir Rendah)
sebesar 28.000 kali dibandingkan responden yang memiliki usia ibu beresiko Di
Rawat Inap Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh
Kabupaten Aceh Barat.
e. Ibu Yang Terpapar Asap Rokok
Tabel 4.14.Faktor Penyebab Ibu yang Terpapar Asap Rokok yang Berhubungan dengan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) Di Rawat Inap Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.
BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) Ibu Yang TerpaparAsap Rokok BBLN BBLR Total pvalue
n % n % f ORTerpapar 21 80.8 5 19.2 26 100 0,000 42.000Tidak terpapar 3 9.1 30 90.9 33 100Sumber:data primer 2016
58
Tabel 4.14 menjelaskan bahwa yang memiliki BBLN dengan terpapar asap
rokok sebanyak 80.8%, sedangkan yang memiliki riwayat bayi BBLR (Berat Badan
Lahir Rendah) dengan memiliki riwayat tidak terpapar asap rokok sebanyak 90.9%.
Dari hasil uji chi square didapat nilai Pvalue= 0,000 dan ini lebih kecil dari α =
0,05 (Pvalue= 0,000< α = 0,05) sehingga terdapat hubungan yang signifikan antara ibu
yang terpapar asap rokok dengan terjadinya BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) Di
Rawat Inap Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh
Kabupaten Aceh Barat.
Dari hasil OR 42.000 dapat disimpulkan bahwa responden yang memiliki
riwayar tidak merokok memiliki peluang terhindar dari BBLR (Berat Badan Lahir
Rendah) sebesar 42.000 kali dibandingkan responden yang memiliki riwayat
terpapar asap rokok Di Rawat Inap Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah Cut
Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.
4.3 Pembahasan
Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui Faktor Penyebab
BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah) Di Rawat Inap Kebidanan Rumah Sakit Umum
Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat
4.3.1 Pendarahan Antepartum
Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa yang memiliki BBLN
dengan tidak adanya pendarahan antepartum sebanyak 81.5%, sedangkan yang
memiliki riwayat bayi BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) dengan memiliki riwayat
pendarahan antepartum ada sebanyak 93.8%.
59
Dari hasil uji chi square didapat nilai Pvalue= 0,000 dan ini lebih kecil dari α =
0,05 (Pvalue= 0,000< α = 0,05) sehingga terdapat hubungan yang signifikan antara
pendarahan antepartum dengan terjadinya BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) Di
Rawat Inap Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh
Kabupaten Aceh Barat.
Dari hasil OR 66.000 dapat disimpulkan bahwa responden yang tidak
memiliki riwayat pendarahan antepartum memiliki peluang terhindar dari BBLR
(Berat Badan Lahir Rendah) sebesar 66.000 kali dibandingkan responden yang
memiliki riwayat pendarahan antepartum Di Rawat Inap Kebidanan Rumah Sakit
Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.
Perdarahan antepartum adalah perdarahan jalan lahir setelah kehamilan 22
minggu, walaupun patologi yang sama dapat pula terjadi pada kehamilan sebelum
22 minggu (Ika, 2012). Pendarahan antepartum ada kaitannya dengan BBLR (Berat
Badan Lahir Rendah) karena ibu yang hamil dengan riwayat perdarahan antepartum
akan mempengaruhi asupan nutrisi pada janin, darah yang keluar diawal kehamilan
akan mengurangi jumlah nutrisi ke janin yang disalurkan lewat plasenta.
Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan bahwa Faktor pendarahan
antepartum Penyebab BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah) Di Rawat Inap Kebidanan
Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat
tergolong mayoritas ada, yaitu mereka rata-rata memiliki riwayat pendarahan
antepartum dan diantaranya ada ibu yang bayinya lahir dengan BBLR tetapi ibu
tidak memiliki riwayat perdarahan antepartum dan berdasarkan hasil pengamatan
peneliti hal ini terjadi karena ada faktor pemicu lainnya seperti sosial ekonomi yang
60
menyebabkan ibu dalam masa kehamilan jarang mengkonsumsi makanan yang dapat
membantu pertumbuhan janin.
Hasil penelitian di atas di dukung oleh penelitian Risna Juliarti dan
Sulistyaningsih (2013) dimana didapat hasil bahwa Pvalue= 0,001 sehingga adanya
hubungan yang signifikan antara Faktor pendarahan antepartum Penyebab BBLR
(Berat Bayi Lahir Rendah) mayoritas ibu yang memiliki riwayat pendarah
antepartum memiliki resiko BBLR.
4.3.2 Diabetes Mellitus
Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa yang memiliki berat badan
bayi normal dan tidak memiliki riwayat DM sebanyak 75.9%, sedangkan yang
memiliki riwayat bayi BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) dan memiliki riwayat DM
sebanyak 93.3%.
Dari hasil uji chi square didapat nilai Pvalue= 0,000 dan ini lebih kecil dari α =
0,05 (Pvalue= 0,000< α = 0,05) sehingga terdapat hubungan yang signifikan antara
Diabetes Mellitus dengan terjadinya BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) Di Rawat
Inap Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten
Aceh Barat.
Dari hasil OR 44.000 dapat disimpulkan bahwa responden yang tidak
memiliki riwayat diabetes meliitus memiliki peluang terhindar dari BBLR (Berat
Badan Lahir Rendah) sebesar 44.000 kali dibandingkan responden yang memiliki
riwayat diabetes mellitus Di Rawat Inap Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah Cut
Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.
61
Diabetes atau yang sering disebut dengan Diabetes Mellitus merupakan
penyakit kelainan metabolisme yang disebabkan kurangnya produksi insulin, zat
yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas. Bisa pula karena adanya gangguan pada
fungsi insulin, meskipun jumlahnya normal (Ika, 2012). Diabetes Mellitus ada
kaitannya dengan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) karena ibu yang hamil dengan
riwayat Diabetes Mellitus akan mempengaruhi metabolisme yang akan disalurkan ke
janin karena Diabetes Mellitus merupakan penyakit gangguan fungsi metabolism
disebabkan kurangnya produksi insulin.
Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan bahwa faktor diabetes mellitus
Penyebab BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah) Di Rawat Inap Kebidanan Rumah Sakit
Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat tergolong
mayoritas memiliki riwayat DM dan diantaranya ada ibu yang bayinya lahir dengan
BBLR tetapi ibu tidak memiliki riwayat Diabetes Mellitus dan berdasarkan hasil
pengamatan peneliti hal ini terjadi karena ada faktor pemicu lainnya seperti radiasi
yang berdasarkan pengamatan peneliti ibu mengaku selama kehamilan sering
terpapar dengan radiasi USG dimana selama kehamilan ibu sangat antusias dengan
kehamilannya dan melakkan USG sebanyak sebulan kali.
Hasil penelitian di atas di dukung oleh penelitian Sagung Adi Sresti
Mahayana, Eva Chundrayetti dan Yulistini (2012) dimana didapat hasil bahwa
Pvalue= 0,001 sehingga adanya hubungan yang signifikan antara diabetes mellitus
dengan BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah) mayoritas ibu yang memiliki riwayat
diabetes mellitus memiliki resiko BBLR.
4.3.3 Usia Ibu
62
Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa yang memiliki berat badan
bayi normal dan dan memiliki usia tidak beresiko sebanyak 76.9%, sedangkan yang
memiliki riwayat bayi BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) dan memiliki riwayat DM
sebanyak 93.3%.
Dari hasil uji chi square didapat nilai Pvalue= 0,000 dan ini lebih kecil dari α =
0,05 (Pvalue= 0,000< α = 0,05) sehingga terdapat hubungan yang signifikan antara
usia ibu dengan terjadinya BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) Di Rawat Inap
Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh
Barat.
Dari hasil OR 24.167 dapat disimpulkan bahwa responden yang usia ibu
tidak beresiko memiliki peluang terhindar dari BBLR (Berat Badan Lahir Rendah)
sebesar 24.167 kali dibandingkan responden yang memiliki usia ibu beresiko Di
Rawat Inap Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh
Kabupaten Aceh Barat.
Usia < 16 Tahun Kehamilan usia dini memuat risiko yang tidak kalah berat.
Pasalnya, emosional ibu belum stabil dan ibu mudah tegang. Sementara kecacatan
kelahiran bisa muncul akibat ketegangan saat dalam kandungan, adanya rasa
penolakan secara emosional ketika si ibu mengandung bayinya (Ika, 2012).
Usia > 35 Tahun Tidak semua pasangan beruntung untuk langsung dikaruniai
oleh momongan sesaat setelah melangsungkan pernikahan. Ada beberapa pasangan
yang baru merasakan kehamilan pada saat usia-usia yang justru merupakan saat
dimana seorang wanita akan mendekati masa penurunan kesuburan, yaitu usia diatas
35 tahun. Ya, saat ini merupakan salah satu fenomena yang menarik, dimana banyak
63
terjadi seorang wanita yang berusia diatas 35 tahun saat ini mengalami proses
kehamilan. Dari segi medis dan juga kedokteran hal ini tergolong wajar, karena
selama seorang wanita belum mencapai masa menopause, maka kehamilan mungkin
saja masih dapat terjadi. Usia ibu ada kaitannya dengan BBLR (Berat Badan Lahir
Rendah) karena ibu yang hamil dengan usia yang beresiko akan mempengaruhi
keadaan janin, dengan keadaan yang resiko tinggi maka ibu akan dapat menambah
factor resiko terjadi kegawatan dalam kandungkan akibat dari rahim yang terlalu
muda dan tua.
Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan bahwa faktor usia ibu Penyebab
BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah) Di Rawat Inap Kebidanan Rumah Sakit Umum
Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat tergolong mayoritas
memiliki usia yang beresiko, dimana usia ibu banyak yang tergolong terlalu mudah
dan terlalu tua, diantaranya ada ibu yang bayinya lahir dengan BBLR tetapi ibu tidak
memiliki usia yang beresiko dan berdasarkan hasil pengamatan peneliti hal ini
terjadi karena ada faktor pemicu lainnya seperti trauma fisik, ibu mengaku diawal
kehamilannya ibu mengalami trauma fisik, ibu pernah jatuh saat mengendarai
sepeda motor yang menyebabkan saat itu ibu harus dirawat.
Hasil penelitian di atas di dukung oleh penelitian Ismi Trihardiani dan Niken
Puruhita (2009) dimana didapat hasil bahwa Pvalue= 0,001 sehingga adanya
hubungan yang signifikan antara usia ibu dengan BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah)
mayoritas ibu yang memiliki usia terlalu muda dan terlalu tua memiliki resiko
BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah) dimana dengan usia yang rentan mempengaruhi
ibu dalam menjaga asupan makanan bagi bayi.
64
4.3.4 Sosial Ekonomi
Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa yang memiliki BBLN
dengan sosial ekonomi baik sebanyak 75.0%, sedangkan yang memiliki riwayat
bayi BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) dengan sosial ekonomi kurang baik
sebanyak 90.3%.
Dari hasil uji chi square didapat nilai Pvalue= 0,000 dan ini lebih kecil dari α =
0,05 (Pvalue= 0,000< α = 0,05) sehingga terdapat hubungan yang signifikan antara
sosial ekonomi dengan terjadinya BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) Di Rawat Inap
Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh
Barat.
Dari hasil OR 28.000 dapat disimpulkan bahwa responden yang sosial
ekonomi baik memiliki peluang terhindar dari BBLR (Berat Badan Lahir Rendah)
sebesar 28.000 kali dibandingkan responden yang memiliki usia ibu beresiko Di
Rawat Inap Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh
Kabupaten Aceh Barat.
Faktor sosial ekonomi yang rendah sangat berpengaruh terhadap Berat Bayi
Lahir Rendah. Faktor sosial ekonimi yaitu menyangkut keadaan sosio-ekonomi
keluarga tersebut, tingkat pendidikan, teknologi, budaya, sifat aktivitas pekerjaan
ibu, hubungan keluarga, dukungan psikologis suami selama hamil, dan stres
lingkungan. Keadaan ini sangat berperan terhadap timbulnya prematuritas . kejadian
tertinggi terdapat pada golongan sosial ekonomi yang rendah. Hal ini disebabkan
oleh keadaan gizi yang kurang baik dan pengawasan antenatal yang kurang. Pada
keadaan sosial ekonomi yang rendah tentu sangat mempengaruhi berat badan lahir
65
rendah dkarenakan apabila seseorang termasuk ekonomi bawah maka orang tersebut
tidak mammpu memenuhi kebutuhan gizi yang baik bagi kehamilannya. Nutrisi
yang buruk dimulai dari pertumbuhan janin dlam rahim akan mempengaruhi seluruh
siklus kehidupan. Hal ini memperkuat resiko terhadap kerusakan generasi masa
depan yaitiu dengan berat badan lahir rendan dan stunting. Selain itu keadaan
ekonomi rendah berpengaruh keada praktek pemberian makanan pada janin
berpengaruh pula pada praktek pemeli haraan kesehatan dan sanitasi linkungan yang
akhirnya mempengaruhi daya beli dan asupan makan untuk memenuhi kebutuhan
akan pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh serta pencegahan terhadap
penyakitinfeksi yang kesemuanya berakibat pada pertumbuhan janin (Ika, 2012).
Faktor sosial ekonomi ada kaitannya dengan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah)
karena ibu yang memiliki sosial ekonomi rendah tentu akan kesulitan untuk
mencapai nutrisi yang cukup untuk dirinya dan bayi maka secara otomatis akan
mempengaruhi perkembangan janin.
Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan bahwa faktor sosial ekonomi
Penyebab BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah) Di Rawat Inap Kebidanan Rumah Sakit
Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat tergolong
mayoritas memiliki sosial ekonomi kurang baik, dimana sosial ekonomi
mempengaruhi kehamilan dan diantaranya ada ibu yang bayinya lahir dengan BBLR
tetapi ibu tidak memiliki riwayat sosial ekonomi yang tidak baik dan berdasarkan
hasil pengamatan peneliti hal ini terjadi karena ada faktor pemicu lainnya seperti
Diabetes Mellitus, ibu mengaku sering diet makanan dikarenakan Diabetes Mellitus.
66
Hasil penelitian di atas di dukung oleh penelitian Dian Alya dan Cut Sriyanti
(2013) dimana didapat hasil bahwa Pvalue= 0,001 sehingga adanya hubungan yang
signifikan antara sosial ekonomi dengan BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah)
mayoritas ibu yang memiliki sosial ekonomi rendah atau kurang baik memiliki
kemungkinan memiliki asupan makanan yang kurang yang dikhawartirkan asupan
gizi bagi anak kurang cukup.
4.3.5 Ibu yang terpapar asap rokok
Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa yang memiliki BBLN
dengan terpapar asap rokok sebanyak 80.8%, sedangkan yang memiliki riwayat bayi
BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) dengan memiliki riwayat tidak terpapar asap
rokok sebanyak 90.9%.
Dari hasil uji chi square didapat nilai Pvalue= 0,000 dan ini lebih kecil dari α =
0,05 (Pvalue= 0,000< α = 0,05) sehingga terdapat hubungan yang signifikan antara ibu
yang terpapar asap rokok dengan terjadinya BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) Di
Rawat Inap Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh
Kabupaten Aceh Barat.
Dari hasil OR 42.000 dapat disimpulkan bahwa responden yang memiliki
riwayar tidak merokok memiliki peluang terhindar dari BBLR (Berat Badan Lahir
Rendah) sebesar 42.000 kali dibandingkan responden yang memiliki riwayat
terpapar asap rokok Di Rawat Inap Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah Cut
Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.
Bahaya dan dampak buruk rokok bagi ibu hamil dan dan janin perlu untuk
diketahui. Karena memang bahaya merokok bagi kesehatan kehamilan dan
67
kesehatan janin tidaklah sedikit jumlahnya. Dalam sebuah penelitian dan studi
didapatkan hasil bahwasannya bayi-bayi yang lahir dari ibu yang merokok dalam
masa kehamilan harus berhadapan dengan berbagai keterlambatan dalam
perkembangan saraf, dan dampaknya mungkin jauh lebih besar dibandingkan
perkiraan para ahli selama ini, Dan hal ini juga tidak berbeda dengan studi terbaru
bahwa wanita yang merokok selama Kehamilan kemungkinan besar akan
mempunyai anak dengan gangguan perilaku (Ika, 2012). Ibu yang terpapar asap
rokok ada kaitannya dengan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) karena ibu yang
hamil dengan terpapar asap rokok menghirup zat kimia berbahaya seperti zat nikotin
yang terkandung didalam rokok makan akan mempengaruhi perkembagan janin dan
saraf janin sehingga menyebabkan janin sulit berkembang.
Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan bahwa faktor ibu yang terpapar
asap rokok Penyebab BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah) Di Rawat Inap Kebidanan
Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat
tergolong mayoritas memiliki riwayat kurang baik, di mana zat yang terkandung
dalam rokok dalam mempengaruhi kehamilan diantaranya ada ibu yang bayinya
lahir dengan BBLR tetapi ibu tidak memiliki riwayat paparan asap rokok dan
berdasarkan hasil pengamatan peneliti hal ini terjadi karena ada faktor pemicu
lainnya seperti tempat tinggal yang bverada terlalu jauh yang menyebabkan ibu
jarang memeriksakan perkembangan kehamilannya dan ibu jarang membeli
makanan yang bergizi dikarenakan jarak yang jauh.
Hasil penelitian di atas di dukung oleh penelitian Rahmi, Dian Sidik Arsyad
dan Rismayanti (2013) dimana didapat hasil bahwa Pvalue= 0,001 sehingga adanya
68
hubungan yang signifikan antara perokok dengan BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah)
mayoritas ibu yang memiliki riwayat perokok aktif atau tidak baik memiliki resiko
BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
69
5.1 Kesimpulan
1. Dari penelitian menunjukkan hasil ada hubungan antara faktor pendarahan
antepartum dengan penyebab BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) dimana hasil
PValue (0,000) <α (0,05), OR= 66.000.
2. Dari penelitian menunjukkan hasil ada hubungan antara faktor diabetes mellitus
dengan penyebab BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) dimana hasil PValue (0,000)
<α (0,05), OR= 44.000.
3. Dari penelitian menunjukkan hasil ada hubungan antara faktor usia ibu dengan
penyebab BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) dimana hasil PValue (0,000) <α
(0,05), OR= 24.167.
4. Dari penelitian menunjukkan hasil ada hubungan antara faktor sosial ekonomi
dengan penyebab BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) dimana hasil PValue (0,000)
<α (0,05), OR= 28.000.
5. Dari penelitian menunjukkan hasil ada hubungan antara faktor ibu yang
terpapar asap rokok dengan penyebab BBLR (Berat Badan Lahir Rendah)
dimana hasil PValue (0,000) <α (0,05), OR= 42.000.
5.1 Saran
1. Diharapkan kepada pihak Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien
Meulaboh agar membantu bayi BBLR hingga kondisinya stabil.
2. Diharapkan kepada Dinas Kesehatan agar dapat bekerjasama dengan Rumah
Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh agar mengetahui frekuensi
kelahiran normal dan abnormal serta dapat membantu mengatasi masalah
kelahiran yang terjadi.
70