resiko ispa

55
1 RESIKO ISPA PADA BALITA Melanjukan tulisan terdahulu tentang I SP A serta k l a s i f i k a si I SP A p a da B a lit a , maka kita perlu mengetahui beberapa faktor resiko ISPA pada Balita. Berbagai publikasi melaporkan tentang faktor resiko yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas pneumonia. Jika dibuat daftar faktor resiko tersebut adalah sebagai berikut : a. Faktor resiko yang meningkatkan insiden pneumonia Umur < 2 bulan Laki-laki Gizi kurang Berat badan lahir rendah Tidak mendapat ASI memadai Polusi udara Kepadatan tempat tinggal Imunisasi yang tidak memadai Membedong anak (menyelimuti berlebihan) Defisiensi vitamin A b. Faktor resiko yang meningkatkan angka kematian pneumonia Umur < 2 bulan Tingkat sosial ekonomi rendah Gizi kurang Berat badan lahir rendah Tingkat pendidikan ibu yang rendah

Upload: katou-

Post on 01-Jul-2015

435 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Resiko Ispa

1

RESIKO ISPA PADA BALITA

Melanjukan tulisan terdahulu tentang I SP A serta k l a s i f i k a si I SP A p a da B a lit a , maka kita perlu mengetahui beberapa faktor resiko ISPA pada Balita. Berbagai publikasi melaporkan tentang faktor resiko yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas pneumonia. Jika dibuat daftar faktor resiko tersebut adalah sebagai berikut :

a. Faktor resiko yang meningkatkan insiden pneumonia

• Umur < 2 bulan

• Laki-laki

• Gizi kurang

• Berat badan lahir rendah

• Tidak mendapat ASI memadai

• Polusi udara

• Kepadatan tempat tinggal

• Imunisasi yang tidak memadai

• Membedong anak (menyelimuti berlebihan)

• Defisiensi vitamin A

b. Faktor resiko yang meningkatkan angka kematian pneumonia

• Umur < 2 bulan

• Tingkat sosial ekonomi rendah

• Gizi kurang

• Berat badan lahir rendah

• Tingkat pendidikan ibu yang rendah

• Tingkat jangkauan pelayanan kesehatan yang rendah

• Kepadatan tempat tinggal

• Imunisasi yang tidak memadai

• Menderita penyakit kronis

Page 2: Resiko Ispa

2

Secara umum terdapat 3 (tiga) faktor resiko terjadinya ISPA yaitu faktor lingkungan, faktor individu anak , serta faktor perilaku.

1. Faktor lingkungan

a. Pencemaran udara dalam rumah

Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahan paru sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada rumah yang keadaan ventilasinya kurang dan dapur terletak di dalam rumah, bersatu dengan kamar tidur, ruang tempat bayi dan anak balita bermain. Hal ini lebih dimungkinkan karena bayi dan anak balita lebih lama berada di rumah bersama-sama ibunya sehingga dosis pencemaran tentunya akan lebih tinggi.

Hasil penelitian diperoleh adanya hubungan antara ISPA dan polusi udara, diantaranya ada peningkatan resiko bronchitis, pneumonia pada anak-anak yang tinggal di daerah lebih terpolusi, dimana efek ini terjadi pada kelompok umur 9 bulan dan 6 – 10 tahun.

b. Ventilasi rumah

Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara ke atau dari ruangan baik secara alami maupun secara mekanis. Fungsi dari ventilasi dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Mensuplai udara bersih yaitu udara yang mengandung kadar oksigen yang optimum bagi pernapasan.

2. Membebaskan udara ruangan dari bau-bauan, asap ataupun debu dan zat-zat pencemar lain dengan cara pengenceran udara.

3. Mensuplai panas agar hilangnya panas badan seimbang.

4. Mensuplai panas akibat hilangnya panas ruangan dan bangunan.

5. Mengeluakan kelebihan udara panas yang disebabkan oleh radiasi tubuh, kondisi, evaporasi ataupun keadaan eksternal.

6. Mendisfungsikan suhu udara secara merata.

c. Kepadatan hunian rumah

Kepadatan hunian dalam rumah menurut keputusan menteri kesehatan nomor829/MENKES/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan rumah, satu orang minimal menempati luas rumah 8m². Dengan kriteria tersebut diharapkan dapat mencegah penularan penyakit dan melancarkan aktivitas.

Keadaan tempat tinggal yang padat dapat meningkatkan faktor polusi dalam rumah yang telah ada. Penelitian menunjukkan ada hubungan bermakna antara kepadatan

Page 3: Resiko Ispa

3

dan kematian dari bronkopneumonia pada bayi, tetapi disebutkan bahwa polusi udara, tingkat sosial, dan pendidikan memberi korelasi yang tinggi pada faktor ini.

2. Faktor individu anak

a. Umur anak

Sejumlah studi yang besar menunjukkan bahwa insiden penyakit pernapasan oleh veirus melonjak pada bayi dan usia dini anak-anak dan tetap menurun terhadap usia. Insiden ISPA tertinggi pada umur 6 –12 bulan.

b. Berat badan lahir

Berat badan lahir menentukan pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental pada masa balita. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) mempunyai resiko kematian yang lebih besar dibandingkan dengan berat badan lahir normal, terutama pada bulan-bulan pertama kelahiran karena pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi, terutama pneumonia dan sakit saluran pernapasan lainnya.

Penelitian menunjukkan bahwa berat bayi kurang dari 2500 gram dihubungkan dengan meningkatnya kematian akibat infeksi saluran pernafasan dan hubungan ini menetap setelah dilakukan adjusted terhadap status pekerjaan, pendapatan, pendidikan. Data ini mengingatkan bahwa anak-anak dengan riwayat berat badan lahir rendah tidak mengalami rate lebih tinggi terhadap penyakit saluran pernapasan, tetapi mengalami lebih berat infeksinya.

c. Status gizi

Masukan zat-zat gizi yang diperoleh pada tahap pertumbuhan dan perkembangan anak dipengaruhi oleh : umur, keadaan fisik, kondisi kesehatannya, kesehatan fisiologis pencernaannya, tersedianya makanan dan aktivitas dari si anak itu sendiri. Penilaian status gizi dapat dilakukan antara lain berdasarkan antopometri : berat badan lahir, panjang badan, tinggi badan, lingkar lengan atas.

Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai faktor resiko yang penting untuk terjadinya ISPA. Beberapa penelitian telah membuktikan tentang adanya hubungan antara gizi buruk dan infeksi paru, sehingga anak-anak yang bergizi buruk sering mendapat pneumonia. Disamping itu adanya hubungan antara gizi buruk dan terjadinya campak dan infeksi virus berat lainnya serta menurunnya daya tahan tubuh anak terhadap infeksi.

Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA dibandingkan balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh yang kurang. Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan balita tidak mempunyai nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi. Pada keadaan gizi kurang, balita lebih mudah terserang “ISPA berat” bahkan serangannya lebih lama.

Page 4: Resiko Ispa

4

d. Vitamin A

Sejak tahun 1985 setiap enam bulan Posyandu memberikan kapsul 200.000 IU vitamin A pada balita dari umur satu sampai dengan empat tahun. Balita yang mendapat vitamin A lebih dari 6 bulan sebelum sakit maupun yang tidak pernah mendapatkannya adalah sebagai resiko terjadinya suatu penyakit sebesar 96,6% pada kelompok kasus dan 93,5% pada kelompok kontrol.

Pemberian vitamin A yang dilakukan bersamaan dengan imunisasi akan menyebabkan peningkatan titer antibodi yang spesifik dan tampaknya tetap berada dalam nilai yang cukup tinggi. Bila antibodi yang ditujukan terhadap bibit penyakit dan bukan sekedar antigen asing yang tidak berbahaya, niscaya dapatlah diharapkan adanya perlindungan terhadap bibit penyakit yang bersangkutan untuk jangka yang tidak terlalu singkat. Karena itu usaha massal pemberian vitamin A dan imunisasi secara berkala terhadap anak-anal prasekolah seharusnya tidak dilihat sebagai dua kegiatan terpisah. Keduanya haruslah dipandang dalam suatu kesatuan yang utuh, yaitu meningkatkan daya tahan tubuh dan erlindungan terhadap anak Indonesia sehingga mereka dapat tumbuh, berkembang dan berangkat dewasa dalam keadaan yang sebaik-baiknya.

e. Status Imunisasi

Bayi dan balita yang pernah terserang campak dan selamat akan mendapat kekebalan alami terhadap pneumonia sebagai komplikasi campak. Sebagian besar kematian ISPA berasal dari jenis ISPA yang berkembang dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti difteri, pertusis, campak, maka peningkatan cakupan imunisasi akan berperan besar dalam upaya pemberantasan ISPA. Untuk mengurangi faktor yang meningkatkan mortalitas ISPA, diupayakan imunisasi lengkap. Bayi dan balita yang mempunyai status imunisasi lengkap bila menderita ISPA dapat diharapkan perkenbangan penyakitnya tidak akan menjadi lebih berat.

Cara yang terbukti paling efektif saat ini adalah dengan pemberian imunisasi campak dan pertusis (DPT). Dengan imunisasi campak yang efektif sekitar 11% kematian pneumonia balita dapat dicegah dan dengan imunisasi pertusis (DPT) 6% lematian pneumonia dapat dicegah.

3. Faktor perilaku

Faktor perilaku dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit ISPA pada bayi dan balita dalam hal ini adalah praktek penanganan ISPA di keluarga baik yang dilakukan oleh ibu ataupun anggota keluarga lainnya. Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang berkumpul dan tinggal dalam suatu rumah tangga, satu dengan lainnya saling tergantung dan berinteraksi. Bila salah satu atau beberapa anggota keluarga mempunyai masalah kesehatan, maka akan berpengaruh terhadap anggota keluarga lainnya.

Peran aktif keluarga/masyarakat dalam menangani ISPA sangat penting karena penyakit ISPA merupakan penyakit yang ada sehari-hari di dalam masyarakat atau keluarga. Hal ini perlu mendapat perhatian serius oleh kita semua karena penyakit ini banyak menyerang balita, sehingga ibu balita dan anggota keluarga yang sebagian

Page 5: Resiko Ispa

5

besar dekat dengan balita mengetahui dan terampil menangani penyakit ISPA ini ketika anaknya sakit.

Keluarga perlu mengetahui serta mengamati tanda keluhan dini pneumonia dan kapan mencari pertolongan dan rujukan pada sistem pelayanan kesehatan agar penyakit anak balitanya tidak menjadi lebih berat. Berdasarkan hal tersebut dapat diartikan dengan jelas bahwa peran keluarga dalam praktek penanganan dini bagi balita sakit ISPA sangatlah penting, sebab bila praktek penanganan ISPA tingkat keluarga yang kurang/buruk akan berpengaruh pada perjalanan penyakit dari yang ringan menjadi bertambah berat.

Dalam penanganan ISPA tingkat keluarga keseluruhannya dapat digolongkan menjadi3 (tiga) kategori yaitu: perawatan penunjang oleh ibu balita; tindakan yang segera dan pengamatan tentang perkembangan penyakit balita; pencarian pertolongan pada pelayanan kesehatan.

KLASIFIKASI ISPA PADA BALITA

merupakan penyakit penyebab kematian tertinggi balita di Indonesia. Kriteria penderita

ISPA dalam penata laksanaannya adalah balita dengan gejala batuk dan atau kesukaran

bernafas. Pola tatalaksana penderita ini terdiri dari 4 bagian, yaitu :

a. Pemeriksaan

b. Penentuan ada tidaknya tanda bahaya

c. Penentuan klasifikasi penyakit

d. Pengobatan

Dalam menentukan klasifikasi penyakit dibedakan atas dua kelompok, yaitu kelompok

untuk umur 2 bulan sampai kurang 5 tahun dan kelompok untuk umur kurang 2 bulan.

a. Untuk kelompok umur 2 bulan sampai kurang 5 tahun klasifikasi di bagi atas :

Pneumonia berat

• Pneumonia

Page 6: Resiko Ispa

6

• Bukan pneumonia

b. Untuk kelompok umur kurang 2 bulan klasifikasi dibagi atas :

• Pneumonia berat

• Bukan pneumonia

Klasifikasi bukan pneumonia mencakup kelompok penderita balita dengan batuk yang

tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi nafas dan tidak menunjukkan adanya

penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. Dengan demikian klasifikasi bukan

pneumonia mencakup penyakit-penyakit ISPA lain di luar pneumonia seperti batuk pilek

biasa (common cold), pharyngitis, tonsillitis.

Pola tatalaksana ISPA yang diterapkan dimaksudkan untuk tatalaksana penderita

pneumonia berat, pneumonia, dan batuk pilek biasa. Hal ini berarti penyakit yang

penanggulangannya dicakup oleh Program P2 ISPA adalah pneumonia berat, pneumonia,

dan batuk pilek biasa, sedangkan penyakit ISPA lain seperti pharyngitis, tonsillitis, dan

otitis belum dicakup oleh program ini. Menurut tingkatannya pneumonia di klasifikasikan

sebagai berikut :

1. Pneumonia berat

Berdasarkan pada adanya batuk atau kesukaran bernafas disertai nafas sesak atau

tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (chest indrawing) pada anak usia 2 tahun

– < 5 tahun. Sementara untuk kelompok usia < 2 bulan, klasifikasi pneumonia berat

ditandai dengan adanya napas cepat (fast brething), yaitu frekuensi pernapasan

sebanyak 60 kali permenit atau lebih, atau adanya tarikan yang kuat pada dinding dada

bagian bawah kedalam (severe chest indrawing).

Page 7: Resiko Ispa

7

1. Pneumonia

Berdasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernafas disertai adanya nafas

cepat sesuai umur. Batas nafas cepat (fast brething) pada anak usia 2 bulan sampai <1

tahun adalah 50 kali atau lebih permenit sedangkan untuk anak usia 1 sampai <5 tahun

adalah 40 kali atau lebih per menit atau

2. Bukan Pneumonia

Mencakup kelompok penderita balita dengan batuk yang tidak menunjukkan gejala

peningkatan frekuensi nafas dan tidak menunjukkan adanya tarikan dinding dada

bagian bawah ke dalam. Dengan demikian klasifikasi bukan pneumonia mencakup

penyakit-penyakit ISPA lain diluar pneumonia seperti batuk pilek biasa (common cold),

phryngitis, tonsilitas, otitis atau penyakit ISPA non pnumonia lainnya.

Untuk tatalaksana penderita di rumah sakit atau sarana kesehatan rujukan bagi kelompok

umur 2 bulan sampai < 5 tahun, dikenal pula diagnosis pneumonia sangat berat yaitu batuk

atau kesukaran bernafas yang disertai adanya gejala sianosis sentral dan tidak dapat minum.

Sumber:

Depkes RI, Pedoman Pemberantasan Penyakit ISPA, 2001

Page 8: Resiko Ispa

8

Pe ny aji an M akanan (Pri nsi p Food H y gie ne )

Penyajian makanan merupakan salah satu prinsip dari h y g i e n e d a n s a n it a si

m a k a n a n . Penyajian makanan yang tidak baik dan etis, bukan saja dapat mengurangi selera

makan seseorang tetapi dapat juga menjadi penyebab kontaminasi terhadap bakteri.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penyajian makanan sesuai dengan prinsip

hygiene dan sanitasi makanan adalah sebagai berikut:

1. Prinsip wadah artinya setiap jenis makanan ditempatkan dalam wadah terpisah dan

diusahakan tertutup. Tujuannya adalah

a. Makanan tidak terkontaminasi silang

b. Bila satu tercemar yang lain dapat diamankan

c. Memperpanjang masa saji makanan sesuai dengan tingkat kerawanan makanan.

2. Prinsip kadar air atinya penempatan makanan yang mengandung kadar air tinggi (kuah,

susu) baru dicampur pada saat menjelang dihidangkan untuk mencegah makanan cepat

rusak. Makanan yang disiapkan dalam kadar air tinggi (dalam kuah) lebih mudah

menjadi rusak (basi)

3. Prinsip edible part artinya setiap bahan yang disajikan dalam penyajian adalah

merupakan bahan makanan yang dapat dimakan. Hindari pemakaian bahan yang

membahayakan kesehatan seperti steples besi, tusuk gigi atau bunga plastk.

4. Prinsip Pemisahan artinya makanan yang tidak ditempatkan dalam wadah seperti

makanan dalam kotak (dus) atau rantang harus dipisahkan setiap jenis makanan agar

tidak saling bercampur. Tujuannya agar tidak terjadi kontaminasi silang.

5. Prinsip Panas yaitu setiap penyajian yang disajikan panas, diusahakan tetap dalam

keadaan panas seperti soup, gulai, dsb. Untuk mengatur suhu perlu diperhatikan suhu

makanan sebelum ditempatkan dalam food warmer harus masih berada diatas 600 C.

Alat terbaik untuk mempertahankan suhu penyajian adalah dengan bean merry (bak

penyaji panas)

Page 9: Resiko Ispa

9

6. Prinsip alat bersih artinya setiap peralatan yang digunakan sepeti wadah dan tutupnya,

dus, pring, gelas, mangkuk harus bersih dan dalam kondisi baik. Bersih artinya sudah

dicuci dengan cara yang hygienis. Baik artinya utuh, tidak rusak atau cacat dan bekas

pakai. Tujuannya untuk mencegah penularan penyakit dan memberikan penampilan

yang estetis.

7. Prinsip handling artinya setiap penanganan makanan maupun alat makan tidak kontak

langsung dengan anggota tubuh terutama tangan dan bibir. Tujuannya adalah:

a. Mencegah pencemaran dari tubuh

b. Memberi penampilan yang sopan, baik dan rapi

Sumber:

Depkes RI. Penyehatan Makanan dan Minuman, 1999.

Purawidjaja, Enam Prinsip Dasar Penyediaan Makan di Hotel, Restoran dan Jasaboga,1995

Page 10: Resiko Ispa

10

Al at P eli ndung Teli nga

Alat pelindung telinga adalah alat untuk menyumbat telinga atau penutup telinga yang

digunakan atau dipakai dengan tujuan melindungi, mengurangi paparan kebisingan masuk

kedalam telinga. Fungsinya adalah menurunkan intensitas kebisingan yang mencapai alat

pendengaran. Alat pelindung umumnya dapat dibedakan menjadi:

1. Sumbat Telinga (Ear Plug)

Ukuran, bentuk, dan posisi saluran telinga untuk tiap-tiap individu berbeda-beda dan

bahkan antar kedua telinga dari individu yang sama berlainan. Oleh karena itu sumbat

telinga harus dipilih sesuai dengan ukuran, bentuk, posisi saluran telinga pemakainya.

Diameter saluran telinga berkisar antara 3-14 mm, tetapi paling banyak 5-11 mm.

Umumnya bentuk saluran telinga manusia tidak lurus, walaupun sebagian kecil ada yang

lurus. Sumbat telinga dapat mengurangi bising sampai dengan 30 dB

Sumbat telinga dapat terbuat dari kapas (wax), plastik karet alamai dan sintetik, menurut

cara penggunannya, di bedakan menjadi ‘disposible ear plug”, yaitu sumbat telinga yang

digunkan untuk sekali pakai saja kemudian dibuang, misalnya sumbat telinga dari kapas,

kemudian cara pengguanan yang lain yaitu, “non dispossible ear plug” yang digunakan

waktu yang lama terbuat dari karet atau plastik cetak.

Dalam pemakaiannya sumbat telinga mempunyai keuntungan dan kerugian. Keuntungan

dari pemakaian sumbat telinga yaitu :

Page 11: Resiko Ispa

11

a. Mudah dibawa karena ukurannya yang kecil

b. Relatif lebih nyaman dipakai ditempat kerja yang panas

c. Tidak membatasi gerak kepala

d. Harga relative murah daripada tutup telinga (earmuff)

e. Dapat dipakai dengan efektif tanpa dipengaruhi oleh pemakaian kacamata, tutup kelapa,

anting-anting dan rambut

Sedangkan Kerugiannya antara lain:

a. Memerlukan waktu yang lebih lama dari tutup telingan untuk pemasangan yang tepat.

b. Tingkat proteksinya lebih kecil dari tutup telinga

c. Sulit untuk memonitor tenaga kerja apakah memakai APT karena sukar dilihat oleh

pengawas

d. Hanya dapat dipakai oleh saluran telingan yang sehat

e. Bila tangan yang digunakan untuk memasang sumbat telinga kotor, maka saluran telinga

akan mudah terkena infeksi karena iritasi.

2. Tutup telinga (ear muff)

Tutup telinga terdiri dari dua buah tudung untuk tutup telinga, dapat berupa cairan atau

busa yang berfungsi untuk menyerap suara frekuensi tinggi. Pada pemakaian yang lama,

sering ditemukan efektifitas telinga menurun yang disebabkan oleh bantalan mengeras dan

mengerut akibat reaksi bahan bantalan dengan minyak kulit dan keringat. Tutup telinga

Page 12: Resiko Ispa

12

digunakan untuk mengurangi bising s/d 40-50 dB dengan frekuensi 100-8000Hz.

Keuntungan dari tutup telinga (earmuff) adalah :

a. Satu ukuran tutup telinga dapat digunakan oleh beberapa orang dengan ukuran telingan

yang berbeda.

b. Mudah dimonitor pemakaiannya oleh pengawas.

c. Dapat dipakai yang terkena infeksi (ringan).

d. Tidak mudah hilang

Kerugian dari tutup telinga adalah :

a. Tidak nyaman dipakai ditempat kerja yang panas

b. Efektifitas dan kenyamanan pemakaiannya, dipengaruhi oleh pemakaian kacamata,

tutup kepala, anting-anting, rambut yang menutupi telinga

c. Tidak mudah dibawa atau disimpan

d. Dapat membatasi gerakan kepala pada ruang kerja yang agak sempit.

e. Harganya relative lebih mahal dari sumbat telinga

3. Helmet/enclosure

Menutupi seluruh kepala dan digunakan untuk mengurangi intensitas bising maksimum 35

dBA pada 250 Hz sampai 50 dBA pada frekuensi tinggi.

Page 13: Resiko Ispa

13

Si ste m dan Standar Pe nc ahayaan Ruang

Untuk mendapatkan pencahayaan yang sesuai dalam suatu ruang, maka diperlukan sistem

pencahayaan yang tepat sesuai dengan kebutuhannya. Sistem pencahayaan di ruangan,

termasuk di tempat kerja dapat dibedakan menjadi 5 macam yaitu:

A. Sistem Pencahayaan Langsung (direct lighting)

Pada sistem ini 90-100% cahaya diarahkan secara langsung ke benda yang perlu

diterangi. Sistm ini dinilai paling efektif dalam mengatur pencahayaan, tetapi ada

kelemahannya karena dapat menimbulkan bahaya serta kesilauan yang mengganggu, baik

karena penyinaran langsung maupun karena pantulan cahaya. Untuk efek yang optimal,

disarankan langi-langit, dinding serta benda yang ada didalam ruangan perlu diberi warna

cerah agar tampak menyegarkan

B. Pencahayaan Semi Langsung (semi direct lighting)

Pada sistem ini 60-90% cahaya diarahkan langsung pada benda yang perlu

diterangi, sedangkan sisanya dipantulkan ke langit-langit dan dinding. Dengan sistem ini

kelemahan sistem pencahayaan langsung dapat dikurangi. Diketahui bahwa langit-langit

dan dinding yang diplester putih memiliki effiesiean pemantulan 90%, sedangkan apabila

dicat putih effisien pemantulan antara 5-90%

C. Sistem Pencahayaan Difus (general diffus lighting)

Pada sistem ini setengah cahaya 40-60% diarahkan pada benda yang perlu disinari,

sedangka sisanya dipantulka ke langit-langit dan dindng. Dalam pencahayaan sistem ini

termasuk sistem direct-indirect yakni memancarkan setengah cahaya ke bawah dan sisanya

keatas. Pada sistem ini masalah bayangan dan kesilauan masih ditemui.

Page 14: Resiko Ispa

14

D. Sistem Pencahayaan Semi Tidak Langsung (semi indirect lighting)

Pada sistem ini 60-90% cahaya diarahkan ke langit-langit dan dinding bagian atas,

sedangkan sisanya diarahkan ke bagian bawah. Untuk hasil yang optimal disarankan

langit-langit perlu diberikan perhatian serta dirawat dengan baik. Pada sistem ini masalah

bayangan praktis tidak ada serta kesilauan dapat dikurangi.

E. Sistem Pencahayaan Tidak Langsung (indirect lighting)

Pada sistem ini 90-100% cahaya diarahkan ke langit-langit dan dinding bagian atas

kemudian dipantulkan untuk menerangi seluruh ruangan. Agar seluruh langit-langit dapat

menjadi sumber cahaya, perlu diberikan perhatian dan pemeliharaan yang baik.

Keuntungan sistem ini adalah tidak menimbulkan bayangan dan kesilauan sedangkan

kerugiannya mengurangi effisien cahaya total yang jatuh pada permukaan kerja.

Banyak faktor risiko di lingkungan kerja yang mempengaruhi keselamatan dan kesehatan

pekerja salah satunya adalah pencahayaan. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan

No.1405 tahun 2002, pencahayaan adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang

diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif. Pencahayaan minimal yang

dibutuhkan menurut jenis kegiatanya seperti berikut:

Page 15: Resiko Ispa

15

JENIS

Tingkat Pencahayaan Lingkungan Kerja

TINGKAT

KEGIATAN PENCAHAYAANMINIMAL (LUX)

KETERANGAN

Pekerjaan kasar dan tidak terus– menerus

Pekerjaan kasar dan terus – menerus

100 Ruang penyimpanan & ruang peralatan/instalasi yang memerlukan pekerjaan yang kontinyu

200 Pekerjaan dengan mesin dan perakitan kasar

Pekerjaan rutin 300 Ruang administrasi, ruang kontrol, pekerjaan mesin & perakitan/penyusun

Pekerjaan agak halus

500 Pembuatan gambar atau bekerja dengan mesin kantor, pekerjaan pemeriksaan atau pekerjaan dengan mesin

Pekerjaan halus 1000 Pemilihan warna, pemrosesan teksti, pekerjaan mesin halus & perakitan halus

Pekerjaan amat halus

Pekerjaan terinci

1500

Tidak menimbulkan bayangan

3000

Tidak menimbulkan bayangan

Mengukir dengan tangan, pemeriksaan pekerjaan mesin dan perakitan yang sangat halus

Pemeriksaan pekerjaan, perakitan sangat halus

Sumber: KEPMENKES RI. No. 1405/MENKES/SK/XI/02

United Nations Environment Programme (UNEP) dalam Pedoman Efisiensi Energi

untuk Industri di Asia mengklasifikasikan kebutuhan tingkat pencahayaan ruang

tergantung area kegiatannya, seperti berikut:

Page 16: Resiko Ispa

Keperlua

Kebutuhan Pencahayaan Menurut Area Kegiatan

Pencahayaan(LUX)

Contoh Area Kegiatan

Pencahayaan Umum untuk ruangan dan area

yang jarang digunakan

dan/atau tugas- tugas atau

visual sederhana Pencahayaan umum untuk interior

Pencahayaan tambahan setempat untuk tugas visual yang tepat

20 Layanan penerangan yang minimum dalam area sirkulasi luar ruangan, pertokoan didaerah terbuka, halaman tempat penyimpanan

50 Tempat pejalan kaki & panggung70 Ruang boiler100 Halaman Trafo, ruangan tungku, dll.150 Area sirkulasi di industri, pertokoan dan

ruang penyimpan.

200 Layanan penerangan yang minimum dalam tugas

300 Meja & mesin kerja ukuran sedang, proses umum dalam industri kimia dan makanan, kegiatan membaca dan membuat arsip.

450 Gantungan baju, pemeriksaan, kantor untuk menggambar, perakitan mesin dan bagian yang halus, pekerjaan warna, tugas menggambar kritis.

1500 Pekerjaan mesin dan diatas meja yang sangat halus, perakitan mesin presisi kecil dan instrumen; komponen elektronik, pengukuran & pemeriksaan bagian kecil yang rumit (sebagian mungkin diberikan oleh tugas pencahayaan setempat)

3000 Pekerjaan berpresisi dan rinci sekali, misal instrumen yang sangat kecil, pembuatan jam tangan, pengukiran

Sumber : www .energyeffi ci encyasi a.org

Penerangan untuk membaca dokumen lebih tinggi dari pada penerangan untuk melihat

komputer, karena tingkat penerangan yang dianjurkan untuk pekerja dengan komputer

tidak dapat berdasarkan satu nilai dan sampai saat ini masih kontroversial. Grandjean

menyusun rekomendasi tingkat penerangan pada tempat-tempat kerja dengan komputer

berkisar antara 300-700 lux seperti berikut.

Page 17: Resiko Ispa

Rekomendasi Tingkat Pencahayaan Pada Tempat Kerja Dengan Komputer

Keadaan PekerjaTingkat Pencahayaan

(lux)Kegiatan Komputer dengan sumberdokumen yang terbaca jelas

Kegiatan Komputer dengan sumber dokumen yang tidak terbaca jelas

Tugas memasukan data

300

400-500

500-700

Sumber: Grandjean

Sumber:

Talty, Industrial Hygiene Engineering, 1988

Grandjen, Occupational Ergonomic, 2000

Pe n y i m p a n an d an Pe n ga n g ku t an M a k a n an ( Pri ns i p F ood Hy gie ne)

Makanan yang telah matang atau siap disaji, tidak semuanya langsung dikonsumsi oleh

kita, terutama makanan yang berasal dari katering atau jasaboga. Makanan tersebut

memiliki resiko pencemaran bakteriologis terutama bila dalam penyimpanannya tidak

memenuhi p r i ns i p h y g i e ne d a n s a n it a si m a k a n a n . Beberapa hal yang perlu diperhatikan

dalam penyimpanan makanan matang adalah sebagai berikut:

- makanan yang disajikan panas harus tetap disimpan dalam suhu diatas 600C

- makanan yang akan disajikan dingin disimpan dalam suhu dibawah 40C

- makanan yang disajikan dalam kondisi panas yang disimpan dengan suhu dibawah 40C

harus dipanaskan kembali sampai 600C sebelum disajikan

Suhu makanan yang diangkut dari tempat pengolahan ke tempat penyajian harus

dipertahankan, yaitu:

1. Makanan yang akan disajikan lebih dari 6 jam dari waktu pengolahan harus diatur

suhunya pada suhu dibawah 40C atau dalam keadaa beku 00C

Page 18: Resiko Ispa

2. Makanan yang akan disajikan kurang dari 6 jam dapat diatur suhunya dengan suhu

kamar asal makanan segera dikonsumsi dan tidak menunggu

3. Pemanasan kembali makanan beku (reheating) dengan pemanasan biasa atau microwave

sampai suhu stabil terendah 600C

Hindari suhu makanan berada pada suhu antara 240C sampai 600C, karena pada suhu

tersebut merupakan suhu terbaik untuk pertumbuhan bakteri pathogen dan puncak

optimalnya pada suhu 370 C.

Makanan matang yang akan disajikan jauh dari tempat pengolahan makanan, memerlukan

pengangkutan yang baik agar kualitas makanan tersebut tetap terjaga. Prinsip

pengangkutan makanan matang / siap saji adalah sebagai berikut:

1. Setiap makanan mempunyai wadah masing-masing. Isi makanan tidak terlampau penuh

untuk mencegah tumpah. Wadah harus mempunyai tutup yang rapat dan tersedia

lubang hawa (ventilasi) untuk makanan panas. Uap makanan harus dibiarkan terbuang

agar tidak terjadi kondensasi. Air uap kondesasi merupakan media yang baik untuk

pertmbuhan bakteri sehingga makanan menjadi basi

2. Wadah yang dipergunakan harus utuh, kuat dan ukurannya memadai dengan makanan

yang ditempatkan dan tidak berkarat atau bocor.

3. Pengangkutan untuk waktu yang lama harus diatur suhunya dalam keadaan tetap panas

600 C atau tetap dingin 40 C

4. Wadah selama perjalanan tidak dibuka sampai tempat penyajian

Page 19: Resiko Ispa

5. Kedaraan pengangkut disediakan khusus dan tidak bercampur dengan keperluan

mengangkut bahan lain.

Sumber:

Depkes RI. Penyehatan Makanan dan Minuman, 1999.

Purawidjaja, Enam Prinsip Dasar Penyediaan Makan di Hotel, Restoran dan Jasaboga,1995

Dampak Ke bi si ngan Ter hadap Ke se hatan

Bising merupakan suara atau bunyi yang mengganggu. Bising dapat menyebabkan

berbagai gangguan seperti gangguan fisiologis, gangguan psikologis, gangguan

komunikasi dan ketulian. Ada yang menggolongkan gangguannya berupa gangguan

Auditory, misalnya gangguan terhadap pendengaran dan gangguan non Auditory seperti

gangguan komunikasi, ancaman bahaya keselamatan, menurunya performan kerja,

stres dan kelelahan. Lebih rinci dampak kebisingan terhadap kesehatan pekerja

dijelaskan sebagai berikut:

1. Gangguan Fisiologis

Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila terputus-putus atau

yang datangnya tiba-tiba. Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah (± 10 mmHg),

peningkatan nadi, konstriksi pembuluh darah perifer terutama pada tangan dan kaki, serta

dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris. Bising dengan intensitas tinggi dapat

menyebabkan pusing/sakit kepala. Hal ini disebabkan bising dapat merangsang situasi

Page 20: Resiko Ispa

20

reseptor vestibular dalam telinga dalam yang akan menimbulkan evek pusing/vertigo.

Perasaan mual,susah tidur dan sesak nafas disbabkan oleh rangsangan bising terhadap

sistem saraf, keseimbangan organ, kelenjar endokrin, tekanan darah, sistem pencernaan

dan keseimbangan elektrolit.

2. Gangguan Psikologis

Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, susah tidur, dan

cepat marah. Bila kebisingan diterima dalam waktu lama dapat menyebabkan penyakit

psikosomatik berupa gastritis, jantung, stres, kelelahan dan lain-lain.

3. Gangguan Komunikasi

Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking effect (bunyi yang menutupi

pendengaran yang kurang jelas) atau gangguan kejelasan suara. Komunikasi pembicaraan

harus dilakukan dengan cara berteriak. Gangguan ini menyebabkan terganggunya

pekerjaan, sampai pada kemungkinan terjadinya kesalahan karena tidak mendengar isyarat

atau tanda bahaya. Gangguan komunikasi ini secara tidak langsung membahayakan

keselamatan seseorang.

4. Gangguan Keseimbangan

Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan berjalan di ruang angkasa atau

melayang, yang dapat menimbulkan gangguan fisiologis berupa kepala pusing (vertigo)

atau mual-mual.

5. Efek pada pendengaran

Page 21: Resiko Ispa

21

Pengaruh utama dari bising pada kesehatan adalah kerusakan pada indera pendengaran,

yang menyebabkan tuli progresif dan efek ini telah diketahui dan diterima secara

umum dari zaman dulu. Mula-mula efek bising pada pendengaran adalah sementara

dan pemuliahan terjadi secara cepat sesudah pekerjaan di area bising dihentikan. Akan

tetapi apabila bekerja terus-menerus di area bising maka akan terjadi tuli menetap dan

tidak dapat normal kembali, biasanya dimulai pada frekuensi 4000 Hz dan kemudian

makin meluas kefrekuensi sekitarnya dan akhirnya mengenai frekuensi yang biasanya

digunakan untuk percakapan.

Macam-macam gangguan pendengaran (ketulian), dapat dibagi atas :

1. Tuli sementara (Temporaryt Treshold Shift =TTS)

Diakibatkan pemaparan terhadap bising dengan intensitas tinggi. Seseorang akan

mengalami penurunan daya dengar yang sifatnya sementara dan biasanya waktu

pemaparan terlalu singkat. Apabila tenaga kerja diberikan waktu istirahat secara cukup,

daya dengarnya akan pulih kembali.

2. Tuli Menetap (Permanent Treshold Shift =PTS)

Diakibatkan waktu paparan yang lama (kronis), besarnya PTS di pengaruhi faktor-

faktor sebagai berikut :

a. Tingginya level suara

b. Lama paparan

c. Spektrum suara

Page 22: Resiko Ispa

22

d. Temporal pattern, bila kebisingan yang kontinyu maka kemungkinan terjadi TTS

akan lebih besar

e. Kepekaan individu

f. Pengaruh obat-obatan, beberapa obat-obatan dapat memperberat (pengaruh

synergistik) ketulian apabila diberikan bersamaan dengan kontak suara, misalnya

quinine, aspirin, dan beberapa obat lainnya

g. Keadaan Kesehatan

3. Trauma Akustik

Trauma akustik adalah setiap perlukaan yamg merusak sebagian atau seluruh alat

pendengaran yang disebabkan oleh pengaruh pajanan tunggal atau beberapa pajanan

dari bising dengan intensitas yang sangat tinggi, ledakan-ledakan atau suara yang

sangat keras, seperti suara ledakan meriam yang dapat memecahkan gendang telinga,

merusakkan tulang pendengaran atau saraf sensoris pendengaran.

4. Prebycusis

Penurunan daya dengar sebagai akibat pertambahan usia merupakan gejala yang

dialami hampir semua orang dan dikenal dengan prebycusis (menurunnya daya dengar

pada nada tinggi). Gejala ini harus diperhitungkan jika menilai penurunan daya dengar

akibat pajanan bising ditempat kerja.

5. Tinitus

Tinitus merupakan suatu tanda gejala awal terjadinya gangguan pendengaran . Gejala

yang ditimbulkan yaitu telinga berdenging. Orang yang dapat merasakan tinitus dapat

Page 23: Resiko Ispa

23

merasakan gejala tersebut pada saat keadaan hening seperti saat tidur malam hari atau

saat berada diruang pemeriksaan audiometri (ILO, 1998).

Sumber:

Ambar,Pencemaran Udara, 1999

Nasri, Teknik Pengukuran dan Pemantauan Kebisingan di Tempat Kerja, 1997

Sastrowinoto, Penanggulangan Dampak Pencemaran Udara Dan Bising Dari SaranaTransportasi, 1985

Pe nyi mpanan Bahan makana n (Pri nsi p F ood H y gie ne )

Penyimpanan bahan makanan merupakan satu dari 6 p r i ns i p h i g i e ne d a n s a n it a si

m a k a n a n . Penyimpanan bahan makanan yang tidak baik, terutama dalam jumlah yang

banyak (untuk katering dan jasa boga) dapat menyebabkan kerusakan bahan makanan

tersebut. Adapun tata cara penyimpanan bahan makanan yang baik menurut higiene dan

sanitasi makanan adalah sebagai berikut:

A. Suhu penimpanan yang baik

Setiap bahan makanan mempunyai spesifikasi dalam penyimpanan tergantung kepada

besar dan banyaknya makanan dan tempat penyimpanannya. Sebagian besar dapat

dikelompokkan menjadi:

1. Makanan jenis daging, ikan, udang dan olahannya

Menyimpan sampai 3 hari : -50 sampai 00 C

Penyimpanan untuk 1 minggu : -190 sampai -50 C

Penyimpanan lebih dari 1minggu : dibawah -100 C

2. Makanan jenis telor, susu dan olahannya

Penyimpanan sampai 3 hari : -50 sampai 70 C

Penyimpanan untuk 1 minggu : dibawah -50 C

Penyimpanan paling lama untuk 1 minggu : dibawah -50 C

3. Makanan jenis sayuran dan minuman dengan waktu penyimpanan paling lama 1

minggu yaitu 70 sampai 100 C

4. Tepung, biji-bijian dan umbi kering pada suhu kamar (250C).

Page 24: Resiko Ispa

24

B. Tata cara Penyimpanan

1. Peralatan penyimpanan

a. Penyimpanan suhu rendah dapat berupa:

- Lemari pendingin yang mampu mencapai suhu 100 – 150 C untu penyimpanan

sayuran, minuman dan buah serta untuk display penjualan makanan da

minuman dingin.

- Lemari es (kulkas) yang mampu mencapai suhu 10 - 40 C dalam keadaanisi

bisa digunakan untuk minuma, makanan siap santap dan telor.

- Lemari es (Freezer) yang dapat mencapai suhu -50 C, dapat digunakan untuk

penyimpanan daging, unggas, ikan, dengan waktu tidak lebih dari 3 hari.

- Kamar beku yang merupakan ruangan khusus untuk menyimpan makanan

beku (frozen food) dengan suhu mencapai -200 C untuk menyimpan daging

dan makanan beku dalam jangka waktu lama.

b. Penyimpanan suhu kamar

Untuk makanan kering dan makanan terolahan yang disimpan dalam suhu

kamar, maka rang penyimpanan harus diatur sebagai berikut:

- Makanan diletakkan dalam rak-rak yang tidak menempel pada dinding, lantai

dan langit-langit, maksudnya adalah:

o untuk sirkulasi udara agar udara segar dapatsegera masuk keseluruh

ruangan

Page 25: Resiko Ispa

25

o mencegah kemungkinan jamahan dan tempat persembunyian tikus

o untuk memudahkan pembersihan lantai

o untuk mempermudah dilakukan stok opname

- Setiap makanan ditempatkan dalam kelompoknya dan tidak bercampur baur

- Untuk bahan yang mudah tercecer seperti gula pasir, tepung, ditempatkan

dalam wadah penampungan sehigga tidak mengotori lantai

C. Cara penyimpanan

1. Setiap bahan makanan yan disimpan diatur ketebalannya, maksudnya agar suhu

dapat merata keselutuh bagian

2. Setiap bahan makanan ditempatkan secara terpisah menurut jenisnya, dalam wadah

(container) masing-masing. Wadah dapat berupa bak, kantong plastik atau lemari

yang berbeda.

3. Makanan disimpan didalam ruangan penyimpanan sedemikian hingga terjadi

sirkulasi udara dengan baik agar suhu merata keseluruh bagian. Pengisian lemari

yang terlalu padat akan mengurangi manfaat penyimpanan karena suhunya tidak

sesuai dengan kebutuhan.

4. Penyimpanan di dalam lemari es:

a. Bahan mentah harus terpisah dari makanan siap santap

b. Makanan yang berbau tajam harus ditutup dalam kantong plastik yang rapat dan

dipisahkan dari makanan lain, kalau mungin dalam lemari yang berbeda, kalau

tidak letaknya harus berjauhan.

c. Makanan yang disimpan tidak lebih dari 2 atau 3 hari harus sudah dipergunakan

d. Lemari tidak boleh terlalu sering dibuka, maka dianjurkn lemari untuk keperluan

sehari-hari dipisahkan dengan lemari untuk keperluan penyimpanan makanan

1. Penyimpanan makanan kering:

a. Suhu cukup sejuk, udara kering dengan ventilasi yang baik

Page 26: Resiko Ispa

26

b. Ruangan bersih, kering, lantai dan dinding tidak lembab

c. Rak-rak berjarak minimal 15 cmdari dinding lantai dan 60cm dari langit-langit

d. Rak mudah dibersihkan dan dipindahkan

e. Penempanan dan pengambilan barang diatur dengan sistem FIFO (firs in first out) artinya makanan yang masuk terlebih dahulu harus dikeluarkan lebih dulu

D. Administrasi penyimpanan

Setiap barang yang dibeli harus dicatat dan diterima oleh bagian gudang untuk

ketertiban adminisrasinya. Setiap jenis makanan mempunyai kartu stock, sehingga bila

terjadi kekurangan barang dapat segera diketahui.

Sumber:

Depkes RI. Penyehatan Makanan dan Minuman, 1999.

Purawidjaja, Enam Prinsip Dasar Penyediaan Makan di Hotel, Restoran dan Jasaboga,1995

Infe ksi Sal ur an P er nafasan Ak ut (ISP A)

ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut, istilah ini diadaptasi dari

istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI). Penyakit infeksi akut

yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung

(saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus,

rongga telinga tengah dan pleura. Penyakit ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi

pada anak, karena sistem pertahanan tubuh anak masih rendah. Kejadian psenyakit batuk

pilek pada balita di Indonesia diperkirakan 3 sampai 6 kali per tahun, yang berarti seorang

balita rata-rata mendapat serangan batuk pilek sebanyak 3 sampai 6 kali setahun. Istilah

ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernafasan dan akut, dimana pengertiannya

sebagai berikut :

Page 27: Resiko Ispa

27

1. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan

berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.

2. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ

adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura.

3. Infeksi Akut adalah Infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. batas 14 hari

diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat

digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.

ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian

bawah (termasuk jaringan paru – paru) dan organ adneksa saluran pernafasan. dengan

batasan ini, jaringan paru termasuk dalam saluran pernafasan (respiratory tract). Sebagian

besar dari infeksi saluran pernafasan hanya bersifat ringan seperti batuk pilek dan tidak

memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun demikian anak akan menderita

pneumoni bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat mengakibat kematian.

Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2 golongan

yaitu :

ISPA non- Pneumonia : dikenal masyarakat dengan istilah batuk pilek

* Pneumonia : apabila batuk pilek disertai gejala lain seperti kesukaran bernapas,

peningkatan frekuensi nafas (nafas cepat).

Saluran pernafasan dari hidung sampai bronkhus dilapisi oleh membran mukosa bersilia,

udara yang masuk melalui rongga hidung disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Partikel

debu yang kasar dapat disaring oleh rambut yang terdapat dalam hidung, sedangkan

partikel debu yang halus akan terjerat dalam lapisan mukosa. Gerakan silia mendorong

Page 28: Resiko Ispa

28

lapisan mukosa ke posterior ke rongga hidung dan ke arah superior menuju faring. Secara

umum efek pencemaran udara terhadap saluran pernafasan dapat menyebabkan pergerakan

silia hidung menjadi lambat dan kaku bahkan dapat berhenti sehingga tidak dapat

membersihkan saluran pernafasan akibat iritasi oleh bahan pencemar. Produksi lendir akan

meningkat sehingga menyebabkan penyempitan saluran pernafasan dan rusaknya sel

pembunuh bakteri di saluran pernafasan. Akibat dari hal tersebut akan menyebabkan

kesulitan bernafas sehingga benda asing tertarik dan bakteri lain tidak dapat dikeluarkan

dari saluran pernafasan, hal ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran pernafasan.

Menurut WHO, sekresi lendir atau gejala pilek terjadi juga pada penyakit common cold

disebabkan karena infeksi kelompok virus jenis rhinovirus dan atau coronavirus. Penyakit

ini dapat disertai demam pada anak selama beberapa jam sampai tiga hari. Sedangkan

pencemaran udara diduga menjadi pencetus infeksi virus pada saluran nafas bagian atas.

ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara pernafasan yang mengandung

kuman yang terhirup oleh orang sehat kesaluran pernafasannya.

Sumber:

Depkes RI, Pedoman Pemberantasan Penyakit ISPA, 2001

Mukono, Pencemaran Udara dan Pengaruhnya Terhadap Gangguan Pernafasan, 1997.