repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1216/1/bab i_v.docx · web viewuntuk menghitung koefisien...

56
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan pembangunan yang terjadi hampir di seluruh kota besar di Indonesia akhir-akhir ini menuntut kebutuhan lahan yang semakin meningkat, baik untuk pemukiman maupun kegiatan perekonomian, sehingga lahan terbuka yang berfungsi sebagai retensi dan resapan semakin berkurang. Keadaan ini menyebabkan aliran permukaan akibat air hujan menjadi lebih besar sehingga dapat menyebabkan saluran drainase tidak mampu lagi mengatasi banjir genangan. Kondisi di Kota Meulaboh dalam beberapa tahun terakhir mengalami perkembangan yang mengakibatkan perubahan tata guna lahan dan berkurangnya luas lahan terbuka. Kampus Universitas Teuku Umar (UTU) merupakan salah satu lokasi dimana penambahan gedung infrastruktur pendukung akan mengakibatkan perubahan tata guna lahan dan berkurangnya luas lahan terbuka. Perubahan tata guna lahan dan berkurangnya lahan terbuka di kampus UTU diperkirakan dapat mengakibatkan mengecilnya air hujan yang terinfiltrasi dan menyebabkan aliran permukaan bertambah besar. Bertambah besarnya aliran permukaan ini dapat menyebabkan dimensi 1

Upload: others

Post on 17-Nov-2020

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1216/1/BAB I_V.docx · Web viewUntuk menghitung koefisien limpasan (C) perlu diketahui luas lokasi dan jenis penggunaan lahan pada suatu daerah

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemajuan pembangunan yang terjadi hampir di seluruh kota besar di

Indonesia akhir-akhir ini menuntut kebutuhan lahan yang semakin meningkat,

baik untuk pemukiman maupun kegiatan perekonomian, sehingga lahan terbuka

yang berfungsi sebagai retensi dan resapan semakin berkurang. Keadaan ini

menyebabkan aliran permukaan akibat air hujan menjadi lebih besar sehingga

dapat menyebabkan saluran drainase tidak mampu lagi mengatasi banjir

genangan. Kondisi di Kota Meulaboh dalam beberapa tahun terakhir mengalami

perkembangan yang mengakibatkan perubahan tata guna lahan dan berkurangnya

luas lahan terbuka. Kampus Universitas Teuku Umar (UTU) merupakan salah

satu lokasi dimana penambahan gedung infrastruktur pendukung akan

mengakibatkan perubahan tata guna lahan dan berkurangnya luas lahan terbuka.

Perubahan tata guna lahan dan berkurangnya lahan terbuka di kampus

UTU diperkirakan dapat mengakibatkan mengecilnya air hujan yang terinfiltrasi

dan menyebabkan aliran permukaan bertambah besar. Bertambah besarnya aliran

permukaan ini dapat menyebabkan dimensi saluran drainase yang telah ada tidak

cukup lagi sehingga air melimpas dan terjadi banjir genangan. Oleh sebab itu,

agar tidak terjadi banjir genangan ini, perlu upaya memperbesar air hujan yang

terinfiltrasi antara lain dengan Lubang Resapan Biopori (LRB).

Lubang Resapan Biopori (LRB) adalah metode resapan air yang ditujukan

untuk mengatasi genangan air dengan cara meningkatkan daya resap air pada

tanah, peningkatan daya resap air pada tanah dilakukan dengan membuat lubang

pada tanah dan menimbunnya dengan sampah organik untuk menghasilkan

kompos. Sampah organik yang akan digunakan adalah sampah sayuran, kulit buah

dan sabut kelapa. Sampah organik yang ditimbun pada lubang ini kemudian dapat

menghidupi fauna tanah, yang seterusnya akan membentuk pori-pori atau

1

Page 2: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1216/1/BAB I_V.docx · Web viewUntuk menghitung koefisien limpasan (C) perlu diketahui luas lokasi dan jenis penggunaan lahan pada suatu daerah

terowongan dalam tanah (biopori) yang dapat mempercepat resapan air ke dalam

tanah secara horizontal.

Beberapa teknologi peresapan air ke dalam tanah seperti kolam resapan

(infiltration basin), parit resapan (infiltration trench), dan sumur resapan (french

drain) sudah dikenal masyarakat. Namun, teknologi peresapan air tersebut belum

dapat diterapkan secara meluas karena berbagai alasan, antara lain memerlukan

tempat yang relatif luas, waktu yang relatif lama, dan biaya yang relatif mahal.

Dengan demikian, masih perlu dikembangkan lagi alternatif teknologi peresapan

air yang lebih tepat guna pada lahan disekitar kampus Universitas Teuku Umar,

yang tidak perlu lahan luas dan waktu pembuatan yang lama, mudah dibuat dan

dipelihara dengan biaya lebih murah, serta lebih ramah lingkungan. Teknologi

peresapan air hujan tersebut adalah Model Peresapan Air Hujan dengan

menggunakan Metode Lubang Resapan Biopori (LRB). Lubang resapan biopori

(LRB) dikembangkan atas dasar prinsip ekohidrologis, yaitu dengan memperbaiki

kondisi ekosistem tanah untuk perbaikan fungsi hidrologis ekosistem tersebut.

Pada penelitian ini akan menggunakan 3 jenis sampah organik pada 3 lubang

resapan air. LRB akan digali disekitar lokasi penelitian atau dapat dilihat pada

Lampiran A Gambar A.1.1 dan A.1.2 Halaman 39 dan Halaman 40.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka terdapat beberapa

permasalahan yaitu:

1. Berapakah besar resapan air yang akan terjadi pada ketiga LRB tersebut?

2. Jenis LRB apakah yang tepat digunakan untuk lokasi kampus UTU?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui besar resapan air yang akan terjadi pada ketiga LRB tersebut.

2. Untuk menentukan LRB yang tepat digunakan untuk lokasi kampus UTU.

2

Page 3: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1216/1/BAB I_V.docx · Web viewUntuk menghitung koefisien limpasan (C) perlu diketahui luas lokasi dan jenis penggunaan lahan pada suatu daerah

1.4 Batasan Masalah

Batasan-batasan masalah penelitian ini yaitu:

1. Lokasi penelitian di depan gedung Fakultas Teknik Universitas Teuku

Umar Kabupaten Aceh Barat.

2. LRB menggunakan sampah-sampah organik (sayuran, kulit buah, dan

sabut kelapa).

3. Data Curah Hujan diperoleh dari BMKG Cut Nyak Dhien mulai dari tahun

2000 sampai 2009.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Mencegah atau mengantisipasi terjadinya genangan air sehingga

memperkecil kemungkinan terjadinya banjir di kawasan kampus

Universitas Teuku Umar.

2. Memberikan suatu masukan tentang lubang resapan untuk drainase yang

berwawasan lingkungan.

1.6 Hasil Penelitian

Dari data analisis hasil laju resap LRB pada lokasi penelitian Fakultas

Teknik di dapat hasil resapan air yang berbeda-beda antara tiap jenis sampah.

LRB yang lebih besar dalam meresapkan air limpasan berdasarkan variasi umur

sampah 21 hari adalah LRB jenis kulit buah. Hal ini dapat disebabkan aroma kulit

buah yang sangat kuat dan berasa manis sehingga mampu menarik lebih banyak

mikroba atau hewan pengurai lain seperti cacing, semut, rayap, dan sebagainya.

3

Page 4: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1216/1/BAB I_V.docx · Web viewUntuk menghitung koefisien limpasan (C) perlu diketahui luas lokasi dan jenis penggunaan lahan pada suatu daerah

BAB IITINJAUAN KEPUSTAKAAN

Pada bab ini membahas teori-teori yang digunakan dalam tugas akhir ini,

seperti pengertian hujan, pengertian tentang lubang resapan biopori dan debit

banjir rencana.

2.1 Hujan

Hujan adalah bentuk presipitasi yang berbentuk cairan yang turun sampai

ke bumi. Presipitasi adalah proses pengembunan di atmosfer. Jadi, proses

terjadinya air hujan adalah jalannya bentuk presipitasi berbentuk cairan yang

turun sampai ke bumi. Hujan terbentuk apabila titik-titik air yang terpisah dari

awan jatuh ke bumi. Sebelum terjadinya hujan, pasti ada awan karena awan

adalah penampung uap air dari permukaan bumi. Air yang ada di permukaan bumi

baik laut, sungai atau danau menguap karena panas dari sinar matahari. Uap air ini

akan naik dan menjadi awan. Awan yang mengandung uap air ini akan terkumpul

menjadi awan yang mendung (Harto, 2000).

Pada suhu tertentu di atmosfer, uap air ini akan mengembun dan turun

menjadi hujan. Pengaruh hujan terhadap penentuan bentuk tanah bersifat kimiawi

dan sebagian bersifat mekanis. Bersifat kimiawi karena air hujan bukan air murni.

Di atmosfer air hujan menyerap gas-gas atmosfer, yaitu gas oksigen, gas nitrogen,

dan karbon dioksida. Disamping gas-gas ini, air hujan menyerap sejumlah asam

nitrat, asam belerang, garam-garam, mikroorganisme, dan debu. Proses mekanis

air hujan yaitu air hujan turun sangat deras dapat mengikis dan menggores tanah

sehingga terbentuk selokan. Hujan yang turun dengan lebat dapat menghanyutkan

tanah berkubik-kubik yang daya angkutnya sama dengan sungai. Apabila diatas

tanah tumbuh pepohonan dan semak belukar, maka tanah ini tidak akan hanyut

oleh air hujan, atau sebaliknya. Di Siria, Turki, Afrika, dan Spanyol sering terjadi

penggundulan hutan sehingga tanah di daerah tersebut mudah dihanyutkan air

hujan (Grolier International, 2004).

4

Page 5: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1216/1/BAB I_V.docx · Web viewUntuk menghitung koefisien limpasan (C) perlu diketahui luas lokasi dan jenis penggunaan lahan pada suatu daerah

2.2 Lubang Resapan Biopori

Menurut Brata (2008), lubang resapan biopori (LRB) merupakan lubang

berbentuk silindris berdiameter sekitar 10 cm yang digali di dalam tanah.

Kedalamannya tidak melebihi muka air tanah, yaitu sekitar 100 cm dari

permukaan tanah. LRB dapat meningkatkan kemampuan tanah dalam meresapkan

air. Air tersebut meresap melalui biopori yang menembus permukaan dinding

LRB ke dalam tanah di sekitar lubang. Dengan demikian, akan menambah

cadangan air dalam tanah serta menghindari terjadinya aliran air di permukaan

tanah. Gambar lubang resapan biopori seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 : Lubang resapan bioporiSumber : Brata, 2008.

Brata (2008), menyebutkan peresapan air ke dalam tanah dapat diperlancar

dengan adanya biopori yang dapat diciptakan oleh fauna tanah dan akar tanaman.

Untuk menyediakan lingkungan yang kondusif bagi penciptaan biopori di dalam

tanah, LRB perlu diisi dengan sampah organik sebagai sumber makanan bagi

biodiversitas tanah.

Adanya LRB dapat mempercepat peresapan air hujan dan mengatasi

sampah organik sehingga dapat mencegah timbulnya genangan air dan banjir,

serta menjauhkan dari bencana erosi dan longsor. Selain itu, sampah organik yang

ditimbun di dalam lubang juga dapat dijadikan sebagai kompos, sekaligus

5

Page 6: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1216/1/BAB I_V.docx · Web viewUntuk menghitung koefisien limpasan (C) perlu diketahui luas lokasi dan jenis penggunaan lahan pada suatu daerah

meningkatkan kesuburan tanah serta dapat meningkatkan cadangan air bersih

(Brata, 2008).

Lubang resapan biopori adalah teknologi tepat guna dan ramah lingkungan

untuk mengatasi banjir dengan cara, (Brata, 2008):

1. meningkatkan kapasitas infiltrasi.

2. mengubah sampah organik menjadi kompos dan mengurangi emisi gas rumah

kaca.

3. memanfaatkan peran aktivitas fauna dan akar tanaman, dan mengatasi masalah

yang ditimbulkan oleh genangan air seperti penyakit demam berdarah dan

malaria.

Lokasi pembuatan LRB harus benar - benar diperhatikan. Walaupun

diameternya cukup kecil bila dibandingkan dengan sumur resapan, tetapi lokasi

lubang tidak boleh dibuat di sembarang tempat. Selain harus indah dilihat, LRB

pun harus ditempatkan di lokasi yang dilalui aliran air serta tidak membahayakan

bagi manusia dan hewan peliharaan. LRB juga dapat dibuat untuk membuang air

hujan, di dasar alur yang dibuat disekeliling batang pohon, atau batas taman

(Brata, 2008).

Jumlah LRB yang akan dibuat sebaiknya disesuaikan dengan luasan tanah

yang ada. Jumlah LRB pada setiap luasan lahan tanah bisa dihitung berdasarkan

rumus berikut (Brata, 2008):

Jumlah LRB=Intensitas hujan (mm / jam ) ×luas bidangkedap (m2)

laju peresapan air per lubang (liter / jam) (2.1)

2.3 Debit Banjir Rencana

Debit banjir rencana adalah debit maksimum yang akan dialirkan oleh

saluran drainase untuk mencegah terjadinya genangan. Metode untuk

memperkirakan laju aliran puncak yang umum digunakan adalah Metode Rasional

USSCS (1973), namun penggunannya terbatas untuk DAS-DAS dengan ukuran

kecil, yaitu kurang dari 300 ha (Suripin, 2004).

6

Page 7: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1216/1/BAB I_V.docx · Web viewUntuk menghitung koefisien limpasan (C) perlu diketahui luas lokasi dan jenis penggunaan lahan pada suatu daerah

Untuk penelitian drainase perkotaan sering digunakan Rumus Rasional

Modifikasi seperti berikut (Subarkah, 1980):

Q=0.2778. C . I . A (2.2)

Dengan:

Q : debit limpasan (m3/dtk);

C : koefisien pengaliran/limpasan;

I : intensitas curah hujan (mm/jam);

A : luas daerah pengaliran (km2).

2.3.1 Koefisien aliran/limpasan

Koefisien aliran permukaan ( C ) adalah bilangan yang menunjukkan

perbandingan antara besarnya air permukaan terhadap besarnya curah hujan.

Faktor utama yang mempengaruhi koefisien limpasan adalah laju infiltrasi

tanaman penutup tanah dan intensitas hujan (Suripin (2004).

Untuk suatu daerah dengan beberapa penggunaan lahan, nilai Cgab dapat

dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Cgab =∑i=1

n C i A iA total

(2.3)

Dimana :

I : indek yang menunjukkan penggunaan lahan

Ci : koefisien aliran permukaan untuk masing-masing penggunaan lahan

Ai : luasan masing-masing penggunaan lahan dalam satu sub DAS

Atotal : luas sub DAS

Tabel 2.1 Nilai koefisien aliran permukaan C untuk persamaan rasional

7

Page 8: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1216/1/BAB I_V.docx · Web viewUntuk menghitung koefisien limpasan (C) perlu diketahui luas lokasi dan jenis penggunaan lahan pada suatu daerah

Tabel 2.1 Nilai koefisien aliran permukaan C untuk persamaan rasional (Lanjutan)

(Sumber : Asdak, 1995)

2.3.2 Intensitas hujan

Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per satuan waktu.

Makin singkat hujan berlangsung intensitasnya cenderung semakin tinggi dan

makin besar periode ulangnya makin besar pula intensitasnya. Apabila data hujan

jangka pendek tidak tersedia, yang ada hanya data hujan harian, maka intensitas

hujan dapat dihitung dengan rumus Mononobe seperti berikut (Suripin, 2004)

I=R24

24 ( 24t )

2 /3

(2.4)

Dengan :

I : intensitas hujan (mm/jam);

t : lama hujan (jam);

R24 : curah hujan maksimum harian (selama 24 jam) (mm).

2.3.3 Hujan rencana

Perhitungan curah hujan rencana dapat dilakukan dengan analisis statistik

yaitu dengan menghitung parameter statistik dari data yang dianalisis. Curah

8

Page 9: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1216/1/BAB I_V.docx · Web viewUntuk menghitung koefisien limpasan (C) perlu diketahui luas lokasi dan jenis penggunaan lahan pada suatu daerah

hujan rencana adalah curah hujan terbesar tahunan di dalam suatu daerah dengan

kala ulang tertentu, yang dipakai sebagai dasar perhitungan penelitian suatu

dimensi bangunan ( Harto, 2000).

a. Jenis distribusi

Menurut Harto (2000), dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam

analisis sebaran dan banyak digunakan dalam hidrologi. Analisis sebaran tersebut

adalah :

1. Distribusi Normal

2. Distribusi Log Normal

3. Sebaran Gumbel

4. Sebaran Log Pearson III

1. Distribusi Normal

Distribusi normal disebut pula distribusi Gauss. Secara sederhana

persamaan distribusi normal dapat ditulis sebagai berikut:

XT = X + KT (2.5)

Dimana :

XT = Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T tahunan

X = Nilai rata-rata hitung variat

S = Deviasi standar nilai variat

KT = Faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang.

2. Distribusi Log Normal

Rumus yang digunakan dalam perhitungan metode ini adalah sebagai

berikut :

Rt Xr Kt Sx (2.6)

Dimana :

Rt = Besarnya curah hujan yang mungkin terjadi pada periode ulang T tahun

R = Curah hujan rata – rata

9

Page 10: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1216/1/BAB I_V.docx · Web viewUntuk menghitung koefisien limpasan (C) perlu diketahui luas lokasi dan jenis penggunaan lahan pada suatu daerah

Kt = Standar variabel untuk periode ulang tahun, Tabel 2.2

Sx = Standar deviasi

Tabel 2.2 Faktor frekuensi k untuk distribusi log normal 3 parameter

KoefisienKemencengan(CS)

Peluang kumulatif ( % )50 80 90 95 98 99

Periode Ulang ( tahun )2 5 10 20 50 100

-2,00 0,2366 -0,6144 -12,437 -18,916 -27,943 -35,196

-1,80 0,2240 -0,6395 -12,621 -18,928 -27,578 -34,433

-1,60 0,2092 -0,6654 -12,792 -18,901 -27,138 -33,570

-1,40 0,1920 -0,6920 -12,943 -18,827 -26,615 -32,601

-1,20 0,1722 -0,7186 -13,067 -18,696 -26,002 -31,521

-1,00 0,1495 -0,7449 -13,156 -18,501 -25,294 -30,333

-0,80 0,1241 -0,7700 -13,201 -18,235 -24,492 -29,043

-0,60 0,0959 -0,7930 -0,3194 -17,894 -23,600 -27,665

-0,40 0,0654 -0,8131 -0,3128 -17,478 -22,631 -26,223

-0,20 0,0332 -0,8296 -0,3002 -16,993 -21,602 -24,745

0,00 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

0,20 0,0332 0,8996 0,3002 15,993 21,602 24,745

0,40 0,0654 0,8131 0,3128 17,478 22,631 26,223

0,60 0,0959 0,7930 0,3194 17,894 23,600 27,665

0,80 0,1241 0,7700 13,201 18,235 24,492 29,043

1,00 0,1495 0,7449 13,156 18,501 25,294 30,333

1,20 0,1722 0,7186 130,567 18,696 26,002 31,521

1,40 0,1920 0,6920 12,943 18,827 26,615 32,601

1,60 0,2092 0,6654 12,792 18,901 27,138 33,570

1,80 0,2240 0,6395 12,621 18,928 27,578 34,433

2,00 0,2366 0,6144 12,437 18,916 27,943 35,196

(Sumber: Suripin, 2003)

3. Distribusi Gumbel

10

Page 11: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1216/1/BAB I_V.docx · Web viewUntuk menghitung koefisien limpasan (C) perlu diketahui luas lokasi dan jenis penggunaan lahan pada suatu daerah

Adapun rumus – rumus yang digunakan dalam perhitungan curah hujan

rencana dengan metode Gumbel adalah sebagai berikut :

Xt = Xr + (K . Sx) (2.7)

Dimana :

Xt = Hujan dalam periode ulang tahun

Xr = Harga rata – rata

K = Faktor Frekuensi

Untuk mendapatkan nilai faktor frekuensi (K) maka dihitung dengan

menggunakan persamaan 2.8

K=Yt−YnSn

(2.8)

Dimana :

Yt = Reduced variate, Tabel 2.3

Sn = Reduced Standard, Tabel 2.4

Yn = Reduced mean, Tabel 2.5

Tabel 2.3 Reduced mean (Yn)

n 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10 0,495 0,499 0,503 0,507 0,510 0,512 0,515 0,518 0,520 0,52

20 0,523 0,525 0,526 0,528 0,529 0,530 0,532 0,533 0,534 0,53

30 0,536 0,537 0,538 0,538 0,539 0,540 0,541 0,541 0,542 0,54

40 0,543 0,544 0,544 0,545 0,545 0,546 0,546 0,547 0,547 0,54

50 0,548 0,548 0,549 0,549 0,550 0,550 0,550 0,551 0,551 0,55

60 0,552 0,552 0,552 0,553 0,553 0,553 0,553 0,554 0,554 0,55

70 0,554 0,555 0,555 0,555 0,555 0,555 0,556 0,556 0,556 0,55

80 0,556 0,557 0,557 0,557 0,557 0,557 0,558 0,558 0,558 0,55

90 0,558 0,558 0,558 0,559 0,559 0,559 0,559 0,559 0,559 0,55

10 0,560 0,560 0,560 0,560 0,560 0,560 0,560 0,560 0,561 0,56

(Sumber: Suripin, 2003)

Tabel 2.4 Reduced standard deviation (Sn)

N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 910 0,949 0,967 0,983 0,997 10,09 10,20 10,31 10,41 10,49 10,5620 10,62 10,69 10,75 10,81 10,86 10,91 10,96 11,00 11,04 11,0830 11,12 11,15 11,19 11,22 11,25 11,28 11,31 11,33 11,36 11,38

11

Page 12: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1216/1/BAB I_V.docx · Web viewUntuk menghitung koefisien limpasan (C) perlu diketahui luas lokasi dan jenis penggunaan lahan pada suatu daerah

40 11,41 11,43 11,45 11,48 11,49 11,51 11,53 11,55 11,57 11,5950 11,60 11,62 11,63 11,65 11,66 11,68 11,69 11,70 11,72 11,7360 11,74 11,75 11,77 11,78 11,79 11,80 11,81 11,82 11,83 11,8470 11,85 11,86 11,87 11,88 11,89 11,89 11,90 11,91 11,92 11,9380 11,93 11,94 11,95 11,95 11,96 11,97 11,98 11,98 11,99 12,00

Tabel 2.4 Reduced standard deviation (Sn) (Lanjutan)

90 12,00 12,01 12,02 12,02 12,03 12,03 12,04 12,04 12,05 12,0610 12,06 12,06 12,07 12,07 12,08 12,08 12,08 12,09 12,09 12,09

(Sumber: Suripin, 2003)

Tabel 2.5 Reduced variate (YTr)

Periode Ulang Reduced Variate Periode Ulang Reduced Variate

Tr (tahun) YTr Tr (tahun) YTr

2 0,3668 100 46,0125 15,004 200 52,969

10 22,510 250 55,20620 29,709 500 62,14925 31,993 1000 69,08750 39,028 5000 85,18875 43,117 10000 92,121

(Sumber: Suripin, 2003)

4. Distribusi Log Pearson III

Metode Log Pearson tipe III apabila digambarkan pada kertas peluang

logaritmik akan membentuk persamaan garis lurus, sehingga dapat

dinyatakan sebagai model matematik dangan persamaan sebagai berikut :

Y = Y + k .S (2.9)Dimana :

X = Curah hujan (mm)

YT = Nilai logaritmik dan X atau log X dengan periode ulang tertentu

Y = Rata-rata hitung (lebih baik rata-rata geometrik) nilai Y

S = Deviasi standar nilai Y

K = Karakteristik distribusi peluang log-pearson tipe III

b. Uji keselarasan chi-kuadrat

Untuk menentukan pola distribusi data curah hujan rata-rata yang paling

12

Page 13: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1216/1/BAB I_V.docx · Web viewUntuk menghitung koefisien limpasan (C) perlu diketahui luas lokasi dan jenis penggunaan lahan pada suatu daerah

sesuai dari beberapa metode distribusi statistik yang telah dilakukan maka

dilakukan uji keselarasan. Uji keselarasan chi- kuadrat menggunakan rumus :

X2−∑i=0

n

¿¿¿ (2.10)

Dimana :

X2 = harga chi square terhitung

Oi = jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok ke-1

Ei = jumlah nilai teoritis pada sub kelompok ke-1

N = jumlah data

Tabel 2.6 Nilai kritis untuk distribusi Chi-Kuadrat  α Derajat kepercayaan

dk 0,995 0,99 0,975 0,95 0,05 0,025 0,01 0,005

1 0,000039 0,000157 0,00098 0,00393 3,841 5,024 6,635 7,879

2 0,0100 0,0201 0,0506 0,103 5,991 7,378 9,210 10,597

3 0,0717 0,115 0,216 0,352 7,815 9,348 11,345 12,838

4 0,207 0,297 0,484 0,711 9,488 11,143 13,277 14,860

5 0,412 0,554 0,831 1,145 11,070 12,832 15,086 16,750

6 0,676 0,872 1,237 1,635 12,592 14,449 16,812 18,548

7 0,989 1,239 1,690 2,167 14,067 16,013 18,475 20,278

8 1,344 1,646 2,180 2,733 15,507 17,535 20,090 21,955

9 1,735 2,088 2,700 3,325 16,919 19,023 21,666 23,589

10 2,156 2,558 3,247 3,940 18,307 20,483 23,209 25,188

11 2,603 3,053 3,816 4,575 19,675 21,920 24,725 26,757

12 3,074 3,571 4,404 5,226 21,026 23,337 26,217 28,300

13 3,565 4,107 5,009 5,892 22,362 24,736 27,688 29,819

14 4,075 4,660 5,629 6,571 23,685 26,119 29,141 31,319

15 4,601 5,229 6,262 7,261 24,996 27,488 30,578 32,801

16 5,142 5,812 6,908 7,962 26,296 28,845 32,000 34,267

17 5,697 6,408 7,564 8,672 27,587 30,191 33,409 35,718

18 6,265 7,015 8,231 9,390 28,869 31,526 34,805 37,156

19 6,844 7,633 8,907 10,117 30,144 32,852 36,191 38,582

20 7,434 8,260 9,591 10,851 31,41 34,170 37,566 39,997

13

Page 14: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1216/1/BAB I_V.docx · Web viewUntuk menghitung koefisien limpasan (C) perlu diketahui luas lokasi dan jenis penggunaan lahan pada suatu daerah

21 8,034 8,897 10,283 11,591 32,671 35,479 38,932 41,401

22 8,643 9,542 10,982 12,338 33,924 36,781 40,289 42,796

23 9,260 10,196 11,689 13,091 36,172 38,076 41,683 44,181

24 9,886 10,856 12,401 13,848 36,415 39,364 42,980 45,558

25 10,520 11,524 13,120 14,611 37,652 40,646 44,314 46,928

Tabel 2.6 Nilai kritis untuk distribusi Chi-Kuadrat (Lanjutan)26 11,160 12,198 13,844 15,379 38,885 41,923 45,642 48,290

27 11,808 12,879 14,573 16,151 40,113 43,194 46,963 49,645

28 12,461 13,565 15,308 16,928 41,337 44,461 48,278 50,993

29 13,121 14,256 16,047 17,708 42,557 45,722 49,588 52,336

30 13,787 14,953 16,791 18,493 43,773 46,979 50,892 53,67

(Sumber: Suripin, 2003)

Suatu distrisbusi dikatakan selaras jika nilai X2 hitung < dari X2 kritis.

Nilai X2 kritis dapat dilihat di Tabel 2.6. Dari hasil pengamatan yang didapat

dicari penyimpangannya dengan chi square kritis paling kecil. Untuk suatu

nilai nyata tertentu (level of significant) yang sering diambil adalah 5 %. Derajat

kebebasan ini secara umum dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Dk = n – 3 (2.11)

Dimana :

Dk = derajat kebebasan

n = banyaknya d

c. Penentuan jenis distribusi

Triatmodjo (2008) menyebutkan penentuan jenis distribusi yang sesuai

dengan data dilakukan dengan mencocokkan parameter statistik dengan syarat

masing-masing jenis ditribusi. Untuk menentukan jenis parameter distribusi dapat

dilihat pada Tabel 2.7.

Tabel 2.7 Parameter statistik untuk menentukan jenis distribusi

No Jenis Distribusi Syarat

1Normal Cs ≈ 0

Ck = 0

14

Page 15: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1216/1/BAB I_V.docx · Web viewUntuk menghitung koefisien limpasan (C) perlu diketahui luas lokasi dan jenis penggunaan lahan pada suatu daerah

2 Log Normal Cs ≈ 3 Cv + Cv3 ≈ 1,2497

3 Gumbel Cs ≤ 1,1396Ck ≤ 5,4002

4 Log Pearson III Cs ≠ 0

Sumber: Triatmodjo, 2008

2.4 Penelitian Terdahulu

Widyastuti (2013), meneliti dengan membandingkan kecepatan proses

pengkomposan berbagai jenis sampah organik dalam biopori, bahan yang di

gunakan daun kering dan sampah dapur. Penelitian ini memberikan

rekomendasikan bahwa pengisian biopori tidak hanya sampah daun kering saja

yang berasal dari kebun atau halaman tetapi juga sampah dapur.

Humaira (2011), merencanakan LRB untuk mengetahui perbandingan

dimensi saluran drainase Kopelma Darussalam-Kampus Unsyiah, pada kondisi

daerah tanpa biopori, dengan kondisi daerah setelah diberi biopori. Penelitian ini

mengambil distribusi sebaran Gumbel, dengan curah hujan rencana periode ulang

2 tahun. Jumlah biopori yang direncanakan pada kawasan Kopelma Darussalam

bagian Selatan sebanyak 3350 LRB, dengan diameter masing-masing ∅10 cm dan

kedalaman biopori 80 cm. Hasil pemanfaatan biopori tersebut dapat mengurangi

debit aliran permukaan rata-rata.

Efendi (2013), LRB dibuat dengan diameter 10 cm, kedalaman 100 cm

dan jarak antar LRB 100 cm. LRB dibuat sebanyak 6 lubang, 3 LRB tidak

diberikan pupuk kompos, dan 3 LRB lainnya diberikan pupuk kompos. Setiap

LRB diberikan penyiraman yang berbeda. Bahan yang di gunakan pupuk kompos

Hasil penelitian menunjukkan bahwa unsur hara N, P, dan K pada tanah setelah

diberikan LRB meningkat, baik pada LRB tanpa kompos maupun LRB yang

diberikan kompos. Namun jika dibandingkan kandungan unsur haranya (N, P, dan

K), LRB yang diberikan kompos kandungan unsur haranya lebih tinggi dari pada

LRB yang tanpa kompos.

15

Page 16: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1216/1/BAB I_V.docx · Web viewUntuk menghitung koefisien limpasan (C) perlu diketahui luas lokasi dan jenis penggunaan lahan pada suatu daerah

Penelitian ini akan membandingkan laju resapan pada tiga LRB dengan

jenis sampah yang berbeda. Bahan yang akan di gunakan adalah daun kering, sisa

sayuran, sabut kelapa. Hasil penelitian ini akan menunjukan perbandingan laju

reasapan pada masing-masing LRB.

BAB IIIMETODELOGI PENELITIAN

Pada bab ini diuraikan beberapa aspek yang terkait dengan metode

penelitian yang digunakan, yaitu lokasi penelitian, pengumpulan data dan analisis

data. Bagan alir dari metode penelitian dapat dilihat pada Lampiran A Gambar

A.3.1 Halaman 41.

3.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini terletak di depan gedung Fakultas Teknik

Universitas Teuku Umar Negeri Alue Peunyareng Kecamatan Meureubo Aceh

Barat atau pada 196.1060 LS dan 4.13810 BT. Ada 3 titik yang di jadikan tempat

pembuatan LRB yaitu pada lingkungan Fakultas Teknik.

3.2 Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah debit banjir rencana,

ukuran dimensi LRB dan proses pembuatan LRB yang merupakan data primer.

Data sekunder yang digunakan adalah peta tata guna lahan dan data curah hujan.

3.2.1 Ukuran dimensi lubang resapan biopori

Lubang resapan biopori berdiameter 10 cm dengan kedalaman lubang 80

- 100 cm. Pada penelitian ini LRB menggunakan 3 jenis sampah organik yaitu

16

Page 17: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1216/1/BAB I_V.docx · Web viewUntuk menghitung koefisien limpasan (C) perlu diketahui luas lokasi dan jenis penggunaan lahan pada suatu daerah

sayuran, kulit buah dan sabut kelapa. Data ini digunakan untuk menganalisis laju

resapan air pada tiap jenis LRB.

1. Alat – alat yang digunakan dalam pembuatan lubang resapan biopori (LRB) :

1. Bor biopori

2. Sampah organik (sayuran busuk, kulit buah dan sabut kelapa)

3. Kawat jaring

4. Wadah untuk tanah

5. Gayung dan timba

6. Pipa PVC diameter 10 cm

2. Proses pembuatan lubang resapan biopori (LRB) sebagai berikut :

a. Siram dengan sedikit air bagian tanah yang akan dibor, agar tanah menjadi

lunak dan tidak melekat saat pengeboran.

b. Buat lubang silindris secara vertikal ke dalam tanah dengan diameter 10

cm. Kedalamannya sekitar 80 - 100 cm atau sampai melampaui muka air

tanah jika dibuat tanah yang mempunyai permukaan air dangkal.

c. Putar setang bor biopori searah jarum jam sambil ditekan, setelah mata bor

terisi dengan tanah, tariklah bor biopori keluar

d. Perkuat mulut LRB dengan pipa.

e. Isi lubang dengan sampah organik yang berasal dari sampah dapur, dan

sisa-sisa tanaman pada ketiga LRB.

f. Sampah organik perlu ditambahkan jika isi lubang sudah berkurang atau

menyusut akibat proses pelapukan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

Lampiran A.3.2 sampai A.3.5 Halaman 42 sampai Halaman 45.

3.2.2 Data curah hujan

Data curah hujan diperlukan untuk mendapatkan curah hujan rencana

yang kemudian hujan rencana ini digunakan untuk mendapatkan debit banjir

rencana. Data curah hujan yang digunakan adalah data curah hujan harian

maksimum tahunan dengan panjang pencatatan selama 10 tahun yaitu mulai tahun

2000 hingga tahun 2009 hasil pencatatan stasiun di BMKG Cut Nyak Dhien,

17

Page 18: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1216/1/BAB I_V.docx · Web viewUntuk menghitung koefisien limpasan (C) perlu diketahui luas lokasi dan jenis penggunaan lahan pada suatu daerah

Aceh Barat. Data curah hujan harian maksimum tahunan dapat dilihat pada

Lampiran B Tabel B.3.1 Halaman 48 sampai Halaman 52.

3.2.3 Peta tata guna lahan

Pemanfaatan lahan di suatu daerah perkotaan merupakan salah satu

parameter utama penyebab terjadinya genangan. Peta tata guna lahan dapat

digunakan untuk menentukan koefisien aliran (C). Peta tata guna lahan diperoleh

dari Bappeda Kota Meulaboh. Peta dapat dilihat pada Lampiran A Gambar A.3.6

Halaman 46.

3.3 Analisis Data

Analisis data meliputi kegiatan-kegiatan menganalisis data penentuan

jumlah lubang resapan biopori, debit banjir rencana dan pemilihan jenis distribusi

curah hujan.

3.3.1 Jumlah lubang resapan biopori

Untuk menentukan jumlah lubang resapan biopori yang ideal pada

kawasan Fakultas Teknik UTU dilakukan analisis mencari intensitas hujan luas

bidang kedap dan laju resapan air perlubang pada persamaan 2.1. Halaman 6.

3.3.2 Debit banjir rencana

Penentuan debit banjir rencana dilakukan dengan cara menganalisis debit

(Q) limpasan menggunakan persamaan 2.2. Halaman 7. Setelah dihitung Q

limpasan selanjutnya dihitung koefisien pengaliran/limpasan dan intensitas hujan

dengan menggunakan persamaan 2.3 dan 2.4. Halaman 7 dengan cara

menganalisis curah hujan maksimum dalam setahun.

3.3.3 Pemilihan jenis distribusi curah hujan

Pemilihan jenis distribusi curah hujan akan ditentukan dengan

mecocokkan parameter statistik dengan syarat masing-masing distribusi. Tabel

18

Page 19: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1216/1/BAB I_V.docx · Web viewUntuk menghitung koefisien limpasan (C) perlu diketahui luas lokasi dan jenis penggunaan lahan pada suatu daerah

parameter statistik untuk penentuan jenis ditribusi dapat dilihat pada Tabel 2.7.

Halaman 14. Penentuan jenis distribusi mengikuti distribusi Normal dan Log

Normal, distribusi Gumbel dan distribusi Log Pearson III berdasarkan perhitungan

yang di tunjukkan pada persamaan 2.5 sampai 2.9 Halaman 9 dan 12. Berdasarkan

hasil perhitungan jenis distribusi hujan, curah hujan rencana dihitung menurut

jenis distribusi yang terpilih.

3.3.4 Tahapan pelaksanaan penelitian

Tahapan-tahapan pelaksanaan penelitian yang akan dilakukan adalah

sebagai berikut :

1. Pengumpulan data primer dan data sekunder.

2. Menentukan lokasi pembuatan LRB.

3. Melakukan pembuatan LRB sebanyak 9 lubang selama 2 hari.

4. Memeriksa kondisi LRB dalam jangka waktu 7,14 dan 21 hari.

5. Memeriksa kondisi sampah organik pada 7 hari, jika sudah terjadi

pembusukan maka akan diisi kembali sampah organik lain.

6. Mengolah data hasil LRB yang didapat selama 7,14 dan 21 hari.

7. Mengolah data curah hujan bulanan maksimum selama periode 10 tahun

untuk mendapatkan hujan selama 24 jam.

8. Menghitung Q debit banjir puncak akibat hujan berdasarkan pengaruh tata

guna lahan dengan Metode Rasional.

9. Menghitung data curah hujan maksimal kemudian diturunkan dengan

Mononobe.

10. Menggambar kurva IDF berdasarkan data-data yang telah didapat.

11. Setelah nilai kedua data di dapat akan ditentukan jumlah LRB yang

dibutuhkan pada kawasan Fakultas Teknik UTU untuk mencegah adanya

genangan.

12. Jika jumlah LRB telah diketahui dan dari jumlah LRB yang ditentukan

sanggup mengurangi genangan maka penelitian ini dianggap selesai.

19

Page 20: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1216/1/BAB I_V.docx · Web viewUntuk menghitung koefisien limpasan (C) perlu diketahui luas lokasi dan jenis penggunaan lahan pada suatu daerah

Membuat diagram dan grafik perbandingan

hasil laju resapan LRB dan menentukan jumlah

LRB yang ideal pada Fakultas Teknik UTU.

MULAI

Proses pembuatan LRB1. Buat lubang silindris diameter

10 cm dan kedalama 80 - 100

cm.

2. Perkuat mulut LRB dengan

pipa diameter 10 cm.

3. Isi lubang dengan sampah

organik pada ketiga LRB.

Penentuan tempat

pembuatan LRB

Pembuatan LRB

Jenis bahan

1. Sayuran

2. Kulit buah

3. Sabut

kelapa

Alat

1. Bor Biopori

2. Sampah organik

3. Kawat jaring

4. Wadah untuk tanah

5. Gayung dan timba

6. Pipa 10 cm

Pengamatan laju resap LRB Pada titik 1, 2 dan 3

Minggu I Minggu II Minggu III

Menganalisis data lapangan

3.3.5 Bagan alir lapangan

20

Page 21: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1216/1/BAB I_V.docx · Web viewUntuk menghitung koefisien limpasan (C) perlu diketahui luas lokasi dan jenis penggunaan lahan pada suatu daerah

SELESAI

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab disampaikan pembahasan hasil perhitungan dan pembahasan

Biopori yang berkenaan dengan perencanaan. Pembahasan dilakukan berdasarkan

teori dan rumus-rumus yang telah dikemukakan sebelumnya.

4.1 Analisis Data

Data pendukung penelitian diperoleh dari hasil penggunaan tata guna lahan,

analisis hidrologi, analisis intensitas curah hujan, perkiraan debit aliran dengan

metode rasional, analisis lubang resapan biopori, dan jumlah lubang resapan

biopori.

4.1.1 Penggunaan Tataguna Lahan

Universitas Teuku Umar mempunyai luas 1,098,948.89 m2. Oleh karena itu

kampus UTU dibagi menjadi beberapa wilayah salah satunya wilayah Fakultas

Teknik yang rutin mengalami genangan pada saat terjadi durasi hujan dan

intensitas yang tinggi, dimana penambahan gedung infrastruktur pendukung akan

mengakibatkan mengecilnya air hujan yang terinfiltrasi dan menyebabkan air

permukaan yang bertambah.

Untuk menghitung koefisien limpasan (C) perlu diketahui luas lokasi dan

jenis penggunaan lahan pada suatu daerah untuk dapat memperkirakan persentase

21

Page 22: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1216/1/BAB I_V.docx · Web viewUntuk menghitung koefisien limpasan (C) perlu diketahui luas lokasi dan jenis penggunaan lahan pada suatu daerah

pada suatu lokasi. Untuk lebih jelasnya penggunaan lahan pada kampus UTU

pada wilayah Fakultas Teknik dapat dilihat pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Penggunaan lahan pada wilayah Fakultas Teknik

Jenis Daerah Persentase (%) Luas daerah (A)Koefisien

limpasan (C)C x A

Lahan Berumput 45 2.622 0.1 0.26222

Jalan Aspal 10 0.583 0.9 0.52443

Gedung Fak. Teknik 30 1.748 0.5 0.87405

Tabel 4.1 Penggunaan lahan pada wilayah Fakultas Teknik (Lanjutan)

Jalan batu 15 0.874 0.7 0.61184

Total 100% 5.827   2.27253

Koef. aliran (C) = 0.39

Persentase penggunaan lahan yang ada di wilayah Fakultas Teknik UTU.

Dapat dilihat bahwa penggunaan lahan terbesar lebih ke lahan berumput yaitu

mencapai 45% hampir seperempat wilayah tersebut dikelilingi oleh lahan

berumput dan selebihnya terdapat gedung Fakultas Teknik 30%, jalan aspal 10%

dan jalan batu 15%. Untuk lebih jelasnya hitungan tersebut dapat dilihat pada

Lampiran C.4.1 Halaman 53.

4.1.2 Analisis Hidrologi

Analisis data hidrologi merupakan analisis dari data-data yang telah

tersedia. Berdasarkan data tersebut maka dilakukan analisis untuk mendapatkan

hujan bulanan maksimum rata-rata dan mendapatkan nilai intensitas curah hujan.

a. Curah hujan maksimum

Analisis curah hujan memerlukan data curah hujan dalam kurun waktu

tertentu. Data curah hujan yang digunakan merupakan data curah hujan dari

BMKG Stasiun Cut Nyak Dhien 10 tahunan (2000 – 2009). Data curah hujan

maksimum dapat dilihat pada Tabel 4.2.

22

Page 23: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1216/1/BAB I_V.docx · Web viewUntuk menghitung koefisien limpasan (C) perlu diketahui luas lokasi dan jenis penggunaan lahan pada suatu daerah

Tabel 4.2 data curah hujan harian maksimum (mm/hari)

Tahun

Bulan

Max

Jan Feb Mar

Ap

May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec

2000 132 54 61 75 83 78 97 48 38 69 46 131 132

2001 64 89 58 78 75 39 97 92 69 58 79 57 97

2002 15 17 98 43 59 86 39 97 47 37 83 42 98

2003 96 30 96 70 49 62 131 42 85 95 101 35 131

2004 121 125 62 102 35 48 38 155 80 61 116 82 155

2005 43 73 106 83 68 37 48 46 85 53 72 56 106

Tabel 4.2 data curah hujan harian maksimum (mm/hari) (Lanjutan)2006 50 70 52 42 19 54 66 65 88 107 60 31 107

2007 39 41 31 37 50 37 60 101 35 135 42 94 135

2008 165 100 31 95 94 40 100 100 96 75 77 69 165

2009 25 63 96 107 100 66 45 59 95 45 75 26 107

Data curah hujan maksimum yang telah dianalisis dari tahun 2000-2009

sehingga bisa mendapatkan grafik tinggi rendahnya durasi curah hujan pada 10

tahun terakhir. Perbedaan tinggi durasi hujan tiap tahun yang telah dianalisis dapat

di lihat pada Gambar 4.1

1998 2000 2002 2004 2006 2008 20100

50

100

150

200Curah Hujan Maksimum

Curah hujan Maksimum

Gambar di atas menjelaskan curah hujan tertinggi terjadi pada tahun 2008

dengan durasi maksimum 165 mm/hari dan yang terendah terjadi pada tahun 2001

23

Gambar 4.1 grafik tinggi curah hujan maksimum

Page 24: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1216/1/BAB I_V.docx · Web viewUntuk menghitung koefisien limpasan (C) perlu diketahui luas lokasi dan jenis penggunaan lahan pada suatu daerah

dengan durasi maksimum 97 mm/hari. Untuk lebih jelasnya hitungan tersebut

dapat dilihat pada Lampiran C.4.2 Halaman 54.

b. Frekuensi curah hujan rencana

Untuk tabulasi curah hujan rencana dilakukan dengan analisis frekuensi

data hujan. Ada beberapa metode analisis frekuensi yang dapat digunakan yaitu

:

1. Perhitungan Distribusi Normal

Distribusi Normal merupakan distribusi yang memodelkan fenomena

kuantitatif. Distribusi Normal disebut pula distribusi Gauss yang memiliki rata-

rata 0 dan simpangan baku 1, dapat dilihat pada tabel 4.3.

Tabel 4.3 Perhitungan curah hujan rencana distribusi Normal

Metode Distribusi Normal

No Tahun p p-pbar (p-pbar)2 (p-pbar)3 (p-pbar)4

1 2000 132 8.700 75.690 658.503 5728.976

2 2001 97 -26.300 691.690 -18191.447 478435.056

3 2002 98 -25.300 640.090 -16194.277 409715.208

4 2003 131 7.700 59.290 456.533 3515.304

5 2004 155 31.700 1004.890 31855.013 1009803.912

6 2005 106 -17.300 299.290 -5177.717 89574.504

7 2006 107 -16.300 265.690 -4330.747 70591.176

8 2007 135 11.700 136.890 1601.613 18738.872

9 2008 165 41.700 1738.890 72511.71 3023738.432

10 2009 107 -16.300 265.690 -4330.747 70591.176

Jumlah 1233 0.000 5178.1 58858.44 5180432.617

Rata - rata 123.30 0.000 517.810 5885.844 518043.262

Sd 23,986

Cv 0,195

a 8174.783

Cs 0,5923

b 7195045.301

24

Page 25: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1216/1/BAB I_V.docx · Web viewUntuk menghitung koefisien limpasan (C) perlu diketahui luas lokasi dan jenis penggunaan lahan pada suatu daerah

Ck 3,1051

Tabel 4.3 Perhitungan menggunakan distribusi normal, Dari hasil

perhitungan yang telah dilakukan didapat hasil Standar deviasi (Sd) = 23,986,

Koefisien variasi (Cv) = 0,195, Koefisien skewnees (Cs) = 0,5923 dan koefisien

curtois (Ck) = 3,1051. Agar lebih jelas perhitungan tersebut dapat dilihat pada

Lampiran C.4.2 Halaman 54.

2. Perhitungan Distribusi Log Normal

Distribusi Log Lormal merupakan hasil transformasi dari distribusi normal,

yaitu dengan mengubah nilai variat X menjadi nilai logaritmik variat X.

Distribusi Log-Pearson Type III akan menjadi distribusi Log Normal apabila

nilai koefisien kemencengan CS = 0,00. Perhitungan distribusi Log normal

dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Perhitungan curah hujan rencana distribusi Log Normal

Metode Log Normal

NTahun P y = ln P (y - ybar) (y - ybar)2 (y - ybar)3 (y - ybar)4

1 2000 132 4.883 4.883 23.842 116.415 568.429

2 2001 97 4.575 4.575 20.928 95.739 437.980

3 2002 98 4.585 4.585 21.022 96.385 441.921

4 2003 131 4.875 4.875 23.768 115.871 564.896

5 2004 155 5.043 5.043 25.436 128.285 646.997

6 2005 106 4.663 4.663 21.748 101.419 472.961

7 2006 107 4.673 4.673 21.835 102.033 476.782

8 2007 135 4.905 4.905 24.062 118.029 578.966

9 2008 165 5.106 5.106 26.071 133.115 679.680

10 2009 107 4.673 4.673 21.835 102.033 476.782

Jumlah 1233 47.981 47.981 230.546 1109.325 5345.395

Rata-rata 123.30 4.798 4.798 23.055 110.932 534.540

S 5.061

Cv 1,055

a 154.0

25

Page 26: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1216/1/BAB I_V.docx · Web viewUntuk menghitung koefisien limpasan (C) perlu diketahui luas lokasi dan jenis penggunaan lahan pada suatu daerah

Cs 1,188

Ck 1,616

Hasil perhitungan yang telah dilakukan didapat hasil Standar deviasi (Sd)

= 5,061, Koefisien variasi (Cv) = 1,055, Koefisien skewnees (Cs) = 1,188, dan

koefisien curtois (Ck) = 1,616. Untuk lebih jelasnya hitungan tersebut dapat

dilihat pada Lampiran C.4.2 Halaman 55.

3. Perhitungan Distribusi Gumbel

Distribusi Gumbel digunakan untuk analisis data maksimum, misalnya

untuk analisis frekwensi banjir. Distribusi Gumbel mempunyai koefisien

kemencengan (Coefisien of skewnees) atau CS < 1,139 dan koefisien kurtois

(Coefisien Curtois) atau Ck < 5,4002. Pada metode ini biasanya

menggunakan distribusi dan nilai ekstrim dengan distribusi dobel

eksponensial.

Tabel 4.5 Perhitungan curah hujan rencana menggunakan distribusi Gumbel

Metode Gumbel

NTahun x x-xbar (x-xbar)2 (x-xbar)3 (x-xbar)4

1 2000 132 8.700 75.690 658.503 5728.976

2 2001 97 -26.300 691.690 -18191.447 478435.056

3 2002 98 -25.300 640.090 -16194.277 409715.208

4 2003 131 7.700 59.290 456.533 3515.304

5 2004 155 31.700 1004.890 31855.013 1009803.912

6 2005 106 -17.300 299.290 -5177.717 89574.504

7 2006 107 -16.300 265.690 -4330.747 70591.176

8 2007 135 11.700 136.890 1601.613 18738.872

9 2008 165 41.700 1738.890 72511.713 3023738.432

10 2009 107 -16.300 265.690 -4330.747 70591.176

Jumlah 1233 0.000 5178.100 58858.440 5180432.617

Rata Rata 123.30 0.000 517.810 5885.844 518043.262

26

Page 27: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1216/1/BAB I_V.docx · Web viewUntuk menghitung koefisien limpasan (C) perlu diketahui luas lokasi dan jenis penggunaan lahan pada suatu daerah

Sx 23.986

Sn 0.950

yn 0.495

cv 0.195

cs 0.592

ck 2.174

Hasil dari perhitungan distribusi Metode Gumbel didapat nilai Standar

deviasi (Sd) = 23.986, koefisien variasi (Cv) = 0,195, koefisien skewnees (cs) =

0,592 dan koefisien curtois (ck) = 2,174. Untuk lebih jelasnya hitungan tersebut

dapat dilihat pada Lampiran C.4.2 Halaman 56.

4. Perhitungan Distribusi Log Pearson Type III

Distribusi Log Pearson Type III digunakan untuk analisis variabel

hidrologi dengan nilai varian minimum misalnya analisis frekuensi distribusi

dari debit minimum (low flows). Distribusi Log Pearson Type III, mempunyai

koefisien kemencengan (Coefisien of skewnees) atau CS ≠ 0, perhitungan

distribusi Log Pearson type III dapat dilihat pada tabel 4.6.

Tabel 4.6 Perhitungan curah hujan rencana distribusi Log Pearson Type III

Metode Log person III

No Tahun x Log X(Log x –

Log Xbar)

(Log x - Log

Xbar)^2

(Log x – Log

Xbar)^3

(Log x – Log

Xbar)^4

1 2000 132 2.1206 0.0368 0.0014 0.0000 0.0000

2 2001 97 1.9868 -0.0970 0.0094 -0.0009 0.0001

3 2002 98 1.9912 -0.0926 0.0086 -0.0008 0.0001

4 2003 131 2.1173 0.0335 0.0011 0.0000 0.0000

5 2004 155 2.1903 0.1065 0.0113 0.0012 0.0001

6 2005 106 2.0253 -0.0585 0.0034 -0.0002 0.0000

7 2006 107 2.0294 -0.0544 0.0030 -0.0002 0.0000

8 2007 135 2.1303 0.0465 0.0022 0.0001 0.0000

9 2008 165 2.2175 0.1337 0.0179 0.0024 0.0003

10 2009 107 2.0294 -0.0544 0.0030 -0.0002 0.0000

Jumlah 1233 20.8381 0.0000 0.0612 0.0016 0.0006

27

Page 28: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1216/1/BAB I_V.docx · Web viewUntuk menghitung koefisien limpasan (C) perlu diketahui luas lokasi dan jenis penggunaan lahan pada suatu daerah

Rata-rata 123.30 2.0838 0.0000 0.0061 0.0002 0.0001

S log 0,0825

Cs log 0,3855

Cv log 0,0007

Ck log 0,1604

Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan, dalam Tabel 4.6 menjelaskan

bahwa didapat hasil koefisien skewnees (Cs) = 0,3855 dan nilai koefisien curtois

(Ck) = 0,1604. Setelah melakukan perhitungan ini kemudian dilakukan

perhitungan interpolasi untuk mencari nilai (G) dan perhitungan curah hujan

rencana distribusi log pearson III. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel

4.7 dan 4.8.

Tabel 4.7 Perhitungan interpolasi untuk mencari nilai (G)

Nilai G

  2 5 10 25 50 100

0.2 -0.033 0.83 1.301 1.818 2.159 2.4720.4 -0.066 0.816 1.317 1.880 2.261 2.615

0.38545 -0.064 0.817 1.316 1.875 2.254 2.605

Tabel 4.8 Perhitungan curah hujan rencana distribusi log pearson type III

T PTG G.s Log RT

RT

(tahun) (%) (mm)

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

2 5 -0.064 -0.005 2.079 119.829

5 2 0.817 0.067 2.151 141.636

10 1 1.316 0.108 2.192 155.705

Pada Tabel 4.8 menjelaskan debit curah hujan rencana periode ulang 2, 5

dan 10 tahunan hujan, hasil yang didapat pada periode ulang 10 tahunan yaitu

mencapai 155,705 mm/jam. Untuk lebih jelasnya lagi hitungan tersebut dapat

dilihat pada Lampiran C.4.2 Halaman 58.

28

Page 29: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1216/1/BAB I_V.docx · Web viewUntuk menghitung koefisien limpasan (C) perlu diketahui luas lokasi dan jenis penggunaan lahan pada suatu daerah

Untuk menentukan jenis distribusi curah hujan yang akan dipakai dalam

perencanaan ini, maka hasil perhitungan curah hujan rencana periode ( T)

tahun pada empat metode tersebut harus dianalisis dengan syarat-syarat jenis

sebaran di bawah ini :

Tabel 4.9 Jenis sebaranN

Jenis Distribusi Syarat Perhitungan Kesimpulan

1 NORMAL Cs ≈ 0Ck ≈ 3

CS = 0.5924Tidak

memenuhi

CK = 3.1051Tidak

memenuhi

2LOG

NORMAL Cs ≈ 3 Cv + Cv3 ≈ 1,2497 

CS = 1.1884Tidak

memenuhi

CK = 1.6163Tidak

memenuhi

3 GUMBELCs ≤ 1,1396Ck ≤ 5,4002

CS = 0.5924Tidak

memenuhi

CK = 2.1736Tidak

memenuhi

4LOG

PEARSON III

CS = 0.3855Memenuhi

CK = 0.1604

Sumber: Triatmodjo, 2008

Dari keempat metode yang digunakan di atas yang paling mendekati

adalah sebaran Log Pearson Type III dengan nilai koefisien skewnees (Cs) =

0,3855 mendekati persyaratan Cs ≤ 0 dan nilai koefisien curtois (Ck) = 0,1604

yang mendekati persyaratan Ck ≤ 0,3.

Dari jenis sebaran yang telah memenuhi syarat tersebut perlu diuji

kecocokan sebarannya dengan chi kuadrat. Hasil uji kecocokan sebaran

menunjukan distribusinya dapat diterima atau tidak.

c. Uji keselarasan chi kuadrat

Untuk menentukan pola distribusi data curah hujan rata-rata yang paling

sesuai dari beberapa metoda distribusi statistik yang telah dilakukan maka

dilakukan uji keselarasan.

29

𝐶𝑠≠0

Page 30: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1216/1/BAB I_V.docx · Web viewUntuk menghitung koefisien limpasan (C) perlu diketahui luas lokasi dan jenis penggunaan lahan pada suatu daerah

Tabel 4.10 X2 Cr hitungan

No. P(X) EF OF EF-OF (EF-OF)2 (EF-OF)2 / EF

1 85.5<X<100 2 1 1 1 0.5

2 100<X<105 2 2 0 0 0

3 105<X<106.5 2 2 0 0 0

4 106.5<X<135 2 2 0 0 0

5 135<X<146 2 3 -1 1 0.5

10 10 1

Bandingkan X2 Cr hasil tabel dengan X2 Cr hasil hitungan.

X2 Cr tabel = 7,815

X2 Cr hasil hitungan = 1

Syarat :

X2 Cr hitungan < X2 Cr tabel

1 < 7,815

Dari perhitungan sebaran yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan

X2 Cr hasil hitungan = 1 < X2 Cr tabel =7,815 maka distribusi yang dilakukan

memenuhi syarat dan dapat digunakan. Hitungan tersebut dapat dilihat pada

Lampiran C.4.2 Halaman 60.

4.1.3 Analisis intensitas curah hujan

Intensitas curah hujan adalah curah hujan per satuan waktu. Setelah

dilakukan analisis curah hujan periode ulang 10 tahunan, dengan menggunakan

distibusi Log Pearson III. Metode yang dipakai untuk mendapatkan data intensitas

curah hujan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.11.

Tabel 4.11 Perhitungan intensitas curah hujan

t (Menit)RT (2 th) RT (5 th) RT (10 th)119.829 141.636 155.705

1 41.542 4.094 21.0942 26.170 5.571 17.1783 19.972 6.671 15.2334 16.486 7.580 13.989

30

Page 31: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1216/1/BAB I_V.docx · Web viewUntuk menghitung koefisien limpasan (C) perlu diketahui luas lokasi dan jenis penggunaan lahan pada suatu daerah

5 14.207 8.371 13.0946 12.581 9.077 12.4057 11.353 9.721 11.8518 10.386 10.315 11.3919 9.601 10.870 11.00110 8.950 11.391 10.66311 8.399 11.884 10.36612 7.926 12.352 10.10213 7.514 12.800 9.86514 7.152 13.228 9.65115 6.830 13.640 9.45616 6.543 14.037 9.27617 6.283 14.420 9.11118 6.048 14.791 8.95819 5.834 15.151 8.81620 5.638 15.500 8.68321 5.458 15.840s 8.55822 5.291 16.171 8.44123 5.137 16.494 8.33124 4.993 16.809 8.226

Max 41.542 16.809 21.094

Intensitas curah hujan dengan durasi 24 jam dengan periode ulang 10

tahunan. Dari tabel tersebut dapat dilihat tinggi intensitas curah hujan yang terjadi

sebesar 21,094 mm/dtk. Untuk perhitungan dapat dilihat pada Lampiran C.4.3

Halaman 62.

Dari hasil perhitungan intensitas curah hujan yang telah dilakukan

sebelumnya dapat digambarkan kurva Intensitas Durasi Frekuensi (IDF). Dapat

dilihat pada gambar 4.2.

31

0 5 10 15 20 25 300.000

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

Periode 10 tahun

Gambar 4.2 kurva Intensitas Durasi Frekuensi (IDF).

Page 32: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1216/1/BAB I_V.docx · Web viewUntuk menghitung koefisien limpasan (C) perlu diketahui luas lokasi dan jenis penggunaan lahan pada suatu daerah

Dari penurunan dengan mononobe, selanjutnya digambar kurva IDF

seperti pada Gambar 4.2. Pola curah hujan yang tidak menentu saat ini memberi

pengaruh besar terhadap lingkungan. Perhitungan debit banjir rencana dengan

metode rasional untuk perancangan saluran memerlukan data intensitas curah

hujan dalam durasi dan periode ulang tertentu yang dapat diperoleh dari Kurva

IDF. Kurva IDF ini bertujuan untuk memperkirakan debit puncak yang terjadi di

daerah tangkapan.

4.1.4 Perkiraan debit aliran dengan metode rasional

Setelah mendapatkan nilai koefisien limpasan yang dihitung berdasarkan

tata gunalahan dan nilai intensitas hujan selanjutnya yaitu menghitung debit (Q)

dengan menggunakan rumus Q = 0,2778.C.I.A yang dapat dilihat pada Tabel 4.12

Tabel 4.12 Debit aliran dengan metode rasional

Kala Ulang Koef. Limpasan Intensitas Hujan Luas daerah Debit Rencana

10 0,39 21,094 5,827 13,32

Untuk lebih jelasnya perhitungan debit aliran dengan metode rasional

dapat dilihat pada Lampiran C.4.4 Halaman 63.

4.1.5 Analisis lubang resapan biopori (LRB)

Lokasi pembuatan LRB dilakukan di depan gedung Fakultas Teknik UTU,

pembuatan LRB dilakukan di 3 titik tetapi salah satu titik lokasi tidak dapat

digunakan karena limpasan dan genangan yang tinggi, oleh karena itu hanya 2

titik lokasi yang dilakukan pembuatan LRB, dimana masing-masing lokasi

pembuatan dibuat 3 LRB. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran A.4.1

Halaman 47.

a. Analisis lubang resapan biopori (LRB) pada titik I

Dari pengamatan yang di dapat volume pada minggu pertama sayur 6,835

lt/dtk, kulit buah 6,679 lt/dtk dan sabut kelapa 7,071 lt/dtk pada minggu kedua

sayur 5,893 lt/dtk, kulit buah 5,657 lt/dtk dan sabut kelapa 6,757 lt/dtk dan pada

32

Page 33: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1216/1/BAB I_V.docx · Web viewUntuk menghitung koefisien limpasan (C) perlu diketahui luas lokasi dan jenis penggunaan lahan pada suatu daerah

minggu ketiga sayur 5,108 lt/dtk, kulit buah 4,085 lt/dtk dan sabut kelapa 6,443

lt/dtk, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.13.

Tabel 4.13 Perbandingan hasil laju resap LRB pada titik I

Umur Sampah Jenis SampahSayur Kulit Buah Sabut Kelapa

7 hari 6,835 lt/dtk 6,679 lt/dtk 7,071 lt/dtk14 hari 5,893 lt/dtk 5,657 lt/dtk 6,757 lt/dtk21 hari 5,108 lt/dtk 4,085 lt/dtk 6,443 lt/dtk

Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan dapat digambarkan grafik

perbandingan hasil laju resap LRB. Dapat dilihat pada gambar 4.3.

0

1

2

3

4

5

6

7

8

7 hari14 hari21 hari

Gambar 4.3 menjelaskan pemilihan LRB pada titik lokasi I yang lebih

besar dalam meresapkan air limpasan berdasarkan umur sampah selama 21 hari

adalah LRB dengan menggunakan sampah jenis kulit buah. Besarnya resapan air

yang didapat adalah sebesar 4,085 lt/dtk.

b. Analisis lubang resapan biopori (LRB) pada titik II

Hasil pengamatan pada titik lokasi II minggu pertama di dapat volume pada

sayur 7,071 lt/dtk, kulit buah 6,835 lt/dtk dan sabut kelapa 7,228 lt/dtk minggu

kedua sayur 6,364 lt/dtk, kulit buah 6,285 lt/dtk dan sabut kelapa 6,757 lt/dtk dan

pada minggu ketiga sayur 5,814 lt/dtk, kulit buah 4,872 lt/dtk dan sabut kelapa

6,364 lt/dtk, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.14.

33

Sayur Kulit Buah Sabut Kelapa

Gambar 4.3 Grafik Perbandingan hasil laju resap LRB lokasi I.

Page 34: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1216/1/BAB I_V.docx · Web viewUntuk menghitung koefisien limpasan (C) perlu diketahui luas lokasi dan jenis penggunaan lahan pada suatu daerah

Tabel 4.14 Perbandingan hasil laju resapan LRB pada titik II

Umur Sampah Jenis SampahSayur Kulit Buah Sabut Kelapa

7 hari 7,071 lt/dtk 6,835 lt/dtk 7,228 lt/dtk14 hari 6,364 lt/dtk 6,285 lt/dtk 6,757 lt/dtk21 hari 5,814 lt/dtk 4,872 lt/dtk 6,364 lt/dtk

Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan dapat digambarkan grafik

perbandingan hasil laju resap LRB. Dapat dilihat pada gambar 4.4.

0

1

2

3

4

5

6

7

8

7 hari14 hari21 hari

Dari data analisis hasil laju resap LRB pada titik lokasi II Besarnya resapan

air yang didapat dalam waktu 21 hari adalah 4,872 lt/dtk. Untuk lebih jelasnya

hitungan tersebut dapat dilihat pada Lampiran C.4.5 Halaman 63.

Kedua hasil laju resap LRB yang didapat berbeda-beda antara tiap jenis

sampah. Namun pada lokasi I menunjukkan LRB yang lebih besar dalam

meresapkan air limpasan. Berdasarkan dengan umur sampah 21 hari pada jenis

sampah kulit buah. Besarnya resapan air yang didapat pada titik lokasi I adalah

sebesar 4,085 lt/dtk dan titik lokasi II 4,872 lt/dtk. Hal ini dapat disebabkan aroma

kulit buah yang sangat kuat dan berasa manis sehingga mampu menarik lebih

banyak mikroba atau hewan pengurai lain seperti cacing, semut, dan rayap menuju

sampah. Selain itu permukaan kulit yang licin juga berpengaruh dalam

melewatkan air menjadi semakin mudah. Sedangkan massa sabut kelapa jauh

34

Sayur Kulit Buah Sabut Kelapa

Gambar 4.4 Grafik Perbandingan hasil laju resap LRB lokasi II.

Page 35: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1216/1/BAB I_V.docx · Web viewUntuk menghitung koefisien limpasan (C) perlu diketahui luas lokasi dan jenis penggunaan lahan pada suatu daerah

lebih ringan/ kecil daripada sampah sayuran dalam hal ini sayur kangkung

memiliki batang yang tebal dan lebih lama dalam mengurainya.

4.1.6 Menentukan Jumlah Lubang Resapan Biopori (LRB)

Hasil dari data debit limpasan digunakan untuk menghitung jumlah LRB

dan mengetahui kebutuhan LRB pada daerah penelitian sehingga jumlah yang di

dapat diharapkan mampu mencegah terjadinya genangan, agar lebih jelasnya

dapat dilihat pada Tabel di bawah ini :

Tabel 4.15 Jumlah lubang resapan biopori yang disarankan

Jumlah LRB 21,094 mm/jam x 5,82 m2 = 68 LRB180 lt/jam

Dari data diatas jumlah lubang resapan biopori yang disarankan untuk

daerah Fakultas Teknik UTU memerlukan sebanyak 68 lubang resapan biopori.

4.2 Pembahasan

Universitas Teuku Umar mempunyai luas 1,098,948.89 m2. Oleh karena

itu kampus UTU dibagi menjadi beberapa wilayah salah satunya wilayah Fakultas

Teknik yang rutin mengalami genangan pada saat terjadi durasi hujan dan

intensitas yang tinggi, dimana penambahan gedung infrastruktur pendukung akan

mengakibatkan air permukaan yang bertambah.

Persentase penggunaan lahan yang ada di wilayah Fakultas Teknik UTU.

Pada penggunaan lahan terbesar lebih ke lahan berumput yaitu mencapai 45%

hampir seperempat wilayah tersebut dikelilingi oleh lahan berumput dan

selebihnya terdapat gedung Fakultas Teknik 30%, jalan aspal 10% dan jalan batu

15%.

Analisis curah hujan memerlukan data curah hujan dalam kurun waktu

tertentu. Data curah hujan maksimum yang telah dianalisis dari tahun 2000-2009

mendapatkan grafik tinggi rendahnya durasi curah hujan pada 10 tahun terakhir

Curah hujan tertinggi terjadi pada tahun 2008 dengan durasi maksimum 165

35

Page 36: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1216/1/BAB I_V.docx · Web viewUntuk menghitung koefisien limpasan (C) perlu diketahui luas lokasi dan jenis penggunaan lahan pada suatu daerah

mm/hari dan yang terendah terjadi pada tahun 2001 dengan durasi maksimum 97

mm/hari.

Untuk tabulasi curah hujan rencana dilakukan dengan analisis frekuensi

data hujan. Ada beberapa metode analisis frekuensi yang dapat digunakan yaitu

Perhitungan Distribusi Normal, Perhitungan Distribusi Log Normal, Perhitungan

Distribusi Gumbel dan Perhitungan Distribusi Log Pearson Type III. Dari

keempat metode yang digunakan di atas yang paling mendekati adalah sebaran

Log Pearson Type III dengan nilai koefisien skewnees (Cs) = 0,3855 mendekati

persyaratan Cs ≤ 0 dan nilai koefisien curtois (Ck) = 0,1604 yang mendekati

persyaratan Ck ≤ 0,3.

Intensitas curah hujan dengan durasi 24 jam dengan periode ulang 10

tahunan. Tinggi intensitas curah hujan yang terjadi sebesar 21,094 mm/dtk.

Setelah data intensitas curah hujan didapat selanjutnya dilakukan pembuatan

LRB. lokasi LRB di depan gedung Fakultas Teknik yang berada di atas lahan

kampus UTU, pembuatan LRB dilakukan di 3 titik lokasi tetapi salah satu lokasi

tidak dapat digunakan karena limpasan dan genangan yang tinggi, oleh karena itu

hanya 2 titik lokasi yang dilakukan pembuatan LRB, dimana masing-masing

lokasi pembuatan dibuat 3 lubang berbentuk silinder dengan cara menggali

didalam tanah menggunakan alat bor manual, berdiameter mata bor 10 cm dan

panjang 80-100 cm, dan jarak antar LRB 100 cm, kemudian diberi sampah

organik. Dari data analisis hasil laju resap LRB pada dua lokasi di dapat hasil

resapan air yang berbeda-beda antara tiap jenis sampah. Namun pada lokasi I

menunjukkan LRB yang lebih besar dalam meresapkan air limpasan berdasarkan

variasi umur sampah 21 hari adalah jenis kulit buah. Untuk menambah laju resap

LRB yang tinggi jumlah lubang resapan biopori yang disarankan untuk daerah

Fakultas Teknik UTU memerlukan sebanyak 68 lubang resapan biopori.

36

Page 37: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1216/1/BAB I_V.docx · Web viewUntuk menghitung koefisien limpasan (C) perlu diketahui luas lokasi dan jenis penggunaan lahan pada suatu daerah

BAB VKESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan penulisan dari hasil olah data yang di dapat dan perbandingan

laju resap LRB serta menentukan LRB yang efektif yaitu :

1. Intensitas curah hujan yang terjadi dengan durasi 24 jam untuk periode

ulang 10 tahunan dengan menggunakan metode log pearson III adalah

21,094 mm/dtk.

2. Pengamatan pada titik lokasi I besarnya resapan air yang didapat adalah

sebesar 4,085 lt/dtk.

37

Page 38: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1216/1/BAB I_V.docx · Web viewUntuk menghitung koefisien limpasan (C) perlu diketahui luas lokasi dan jenis penggunaan lahan pada suatu daerah

3. Pada titik lokasi II besarnya resapan air yang didapat adalah 4,871 lt/dtk.

4. Jumlah LRB yang disarankan pada wilayah Fakultas Teknik UTU

memerlukan sebanyak 68 LRB.

5.2 Saran

Saran akan disampaikan sesuai dengan rekomendasi terhadap hasil dan

pembahasan dalam penulisan ini.

1. Perlunya peningkatan kajian, komunikasi, dan penyebarluasan untuk

drainase ramah lingkungan dengan LRB agar lebih cepat diterapkan dan

efisien dalam pelaksanaannya.

2. Pentingnya sosialisasi krisis air bersih dan upaya pemulihannya, akan

mampu memacu kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap

pelestarian sumberdaya air tanah.

DAFTAR PUSTAKA

1. Brata, K.R & Nelistya A, 2008. Lubang Resapan Biopori, Penebar Swadaya,

Depok.

2. Chow, V.T., 1997, Hidrolika Saluran Terbuka, Terjemahan Nensi Rosalina,

Erlangga, Jakarta.

3. Effendi, SZ., 2014. Dampak Lubang Resapan Biopori (LRB) Terhadap

Ketersediaan Hara Dalam Tanah. Universitas jember, Jember.

4. Harto, S., 2000, Analisis Hidrologi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

38

Page 39: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1216/1/BAB I_V.docx · Web viewUntuk menghitung koefisien limpasan (C) perlu diketahui luas lokasi dan jenis penggunaan lahan pada suatu daerah

5. Humaira, Z., 2011. Perbedaan Dimensi Saluran Drainase Kopelma

Darussalam Pada Lahan Dengan Dan Tanpa Memanfaatkan Biopori.

Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

6. Mulyadi, T.E., 2012, Kajian Efektifitas Sistem Jaringan Drainase Kota

Lhokseumawe, Tugas Akhir, Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala,

Banda Aceh.

7. Soemarto, C.D., 1995, Hidrologi Teknik, Erlangga, Jakarta.

8. Suripin, 2004, Sistem Drainase Perkotaan Yang Berkelanjutan, Andi,

Yogyakarta.

9. Triatmodjo, B., 2003, Hidraulika II, Beta Offset, Yogyakarta

10. Triatmodjo, B., 2008, Hidrologi Terapan, Beta Offset, Yogyakarta.

11. Widyastuti, S., 2013. Perbandingan Jenis Sampah Terhadap Lama Waktu

Pengomposan Dalam Lubang Resapan Biopori.Universitas PGRI Adi Buana,

Surabaya.

12. Yulianur, A., 2003, Drainase Perkotaan, Universitas Syiah Kuala, Banda

Aceh.

39