repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1156/1/bab i-v.docx  · web viewbab i. pendahuluan. latar...

74
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis beragam. Pada kebanyakan pasien etiologi patologinya tidak diketahui, pada umumnya hipertensi esensial tidak disebabkan oleh faktor tunggal, melainkan karena berbagai faktor yang saling berkaitan. Salah satu faktor yang paling mungkin berhubungan terhadap timbulnya hipertensi esensial adalah faktor genetik karena sering turun temurun dalam suatu keluarga. Hipertensi merupakan penyakit yang timbul karena interaksi berbagai faktor risiko. Risiko relative hipertensi tergantung pada jumlah dan tingkat keparah dari faktor yang dikontrol seperti stress, obesitas nutrisi serta gaya hidup, semua faktor risiko yang tidak dapat dikontrol seperti genetik, usia, jenis kelamin dan etnis (Rohendi,2008). 1

Upload: others

Post on 28-Jun-2020

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis beragam. Pada

kebanyakan pasien etiologi patologinya tidak diketahui, pada umumnya hipertensi

esensial tidak disebabkan oleh faktor tunggal, melainkan karena berbagai faktor

yang saling berkaitan. Salah satu faktor yang paling mungkin berhubungan

terhadap timbulnya hipertensi esensial adalah faktor genetik karena sering turun

temurun dalam suatu keluarga. Hipertensi merupakan penyakit yang timbul

karena interaksi berbagai faktor risiko. Risiko relative hipertensi tergantung pada

jumlah dan tingkat keparah dari faktor yang dikontrol seperti stress, obesitas

nutrisi serta gaya hidup, semua faktor risiko yang tidak dapat dikontrol seperti

genetik, usia, jenis kelamin dan etnis (Rohendi,2008).

Hipertensi dianggap sebagai penyakit serius karena dampak yang

ditimbulkan sangat luas, bahkan dapat berakhir pada kematian. Hipertensi juga

dijuluki sebagai silent killer, karena dapat mengakibatkan kematian mendadak

bagi penderitanya. Kematian terjadi akibat dampak hipertensi itu sendiri atau

penyakit lain yang diawali oleh hipertensi seperti kerusakan ginjal, serangan

jantung, stroke, glaucoma, disfungsi ereksi, dementia dan Alzheimer (Agromedia,

2013).

Hipertensi diperkirakan menjadi penyebab kematian 7,1 juta orang di

seluruh dunia, yaitu sekitar 13% dari total kematian, dan prevalensinya hampir

1

2

sama besar baik di Negara Berkembang maupun di Negara Maju. Hipertensi

menimbulkan angka morbilitas (Kesakitan) dan mortalitas (Kematian) yang tinggi

karena hipertensi merupakan penyebab utama meningkatnya resiko penyakit

stroke, jantung dan ginjal. Pada kebanyakan kasus, hipertensi terdeteksi saat

pemeriksaan fisik karena alasan penyakit tertentu, sehingga sering disebut juga

sebagai komplikasi pada organ-organ vital seperti jantung, otak ataupun ginjal.

Hipertensi merupakan penyakit yang mendapat perhatian dari semua kalangan

masyarakat, mengingat dampak yang ditimbulkannya baik jangka pendek maupun

jangka panjang, sehingga membutuhkan penanggulangan jangka panjang yang

menyeluruh dan terpadu (Kemenkes, 2013).

Hipertensi merupakan penyakit yang munculnya karena interaksi berbagai

faktor yang dialami seseorang Menurut Kumar (2010) hipertensi dipengaruhi oleh

usia dan jenis kelamin dimana semangkin meningkatnya usia seseorang resiko

hipertensi semakin tinggi. Pada dasarnya wanita lebih tinggi memiliki resiko

hipertensi pada usia 45-55 tahun keatas dikarenakan wanita mulai kehilangan

hormone ekstrogen.

Menurut Rohendi (2008) faktor risiko seseorang bisa terkena hipertensi di

pengaruhi oleh faktor genetik dan stress 70-80% kasus hipertensi dikarenakan

seseorang memiliki riwayat hipertensi didalam keluarga. Stress diyakini memiliki

hubungan dengan hipertensi. hal ini diduga melalui aktifitas saraf simpatis yang

dapat meningkatkan tekanan darah secara intermiten. Di samping itu juga dapat

merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu

3

jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah akan

meningkat.

World Health Organization (WHO) Angka memperkirakan, jumlah

penderita hipertensi akan terus meningkat seiring dengan jumlah penduduk yang

membesar. Pada 2025 mendatang, diproyeksikan sekitar 29 persen warga dunia

terkena hipertensi. Data Global Status Report on Noncommunicable Disease 2010

dari WHO menyebutkan 40% negara ekonomi berkembang memiliki penderita

hipertensi, sedangkan negara maju hanya 35%. Kawasan Afrika memegang posisi

puncak penderita hipertensi sebanyak 46%. Sementara kawasan Amerika

menempati posisi buncit dengan 35%. Di kawasan Asia Tenggara, 36% orang

dewasa menderita hipertensi, pada 2011 WHO mencatat ada satu miliar orang

yang terkena hipertensi (WHO, 2013).

Di Indonesia, angka penderita hipertensi mencapai 32% pada 2010 dengan

kisaran usia diatas 25 tahun. Jumlah penderita pria mencapai 42,7%, sedangkan

39,2% adalah wanita (WHO, 2013). Pada tahun 2011 hipertensi di indonesia

diperkirakan 15 juta orang. Prevalensi pada daerah urban dan rural berkisar antara

17-21% dan hanya 4% yang merupakan hipertensi terkontrol. Prevalensi pada

dewasa adalah 6-15% dan 50% diantara orang dewasa yang menderita hipertensi

tidak menyadari sebagai penderita hipertensi sehingga mereka cenderung untuk

menjadi hipertensi berat karena tidak menghindari dan tidak mengetahui faktor

resikonya, dan 90% merupakan hipertensi esnsial. Hipertensi sangat erat dengan

pemenuhan dengan pemberian diet dan nutrisi yang sehat (Riskesdas, 2013).

4

Hipertensi merupakan penyakit yang timbul akibat adanya interaksi dari

berbagai faktor resiko yang memiliki seseorang seperti gaya hidup, pola konsumsi

makan, jenis kelamin dan stress. Berbagai penelitian telah menghubungkan antara

berbagai faktor resiko terhadap timbulnya hipertensi.

Gaya hidup seseorang mempunyai peranan yang sangat penting dalam

terjadinya penyakit hipertensi. faktor ketidakseimbangan makanan, baik kualitas

maupun kuantitasnya akibat gaya hidup seseorang merupakan faktor terjadinya

resiko penyakit degeneratif termasuk hipertensi. Pola konsumsi yang salah seperti

banyak makan dengan pemilihan menu makan yang banyak mengandung lemak,

kolesterol hal itu merupakan kebiasaan yang buruk dilakukan di rumah, restoran

dan pertemuan-pertemuan, maupun dipesta. Perilaku demikian dapat berakibat

terjadinya penumpukkan lemak tubuh yang menyebabkan terjadinya penyakit

hipertensi. Gaya hidup menggambarkan pola prilaku sehari-hari yang mengarah

pada upaya memelihara kondisi fisik, mental dan sosial yang meliputi kebiasaan

tidur, mengkonsumsi makanan yang tidak sehat, garam, merokok atau bahkan

minum-minuman beralkohol (Rohendi, 2008).

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Aceh prevalensi

hipertensi tercatat sebesar 12,6% (Riskesdas) 2013 hasil studi Dinas Kesehatan

Provinsi Aceh menyatakan bahwa hipertensi menempati urutan keempat. Sekitar

penyakit yang banyak di derita oleh masyarakat Aceh dengan jumlah kasus 3,474

kasus (Profil Dinas kesehatan Provinsi Aceh 2013).

Pengambilan data awal yang dilakukan oleh penulis dari data dinas

kesehatan Kabupaten Aceh Barat merupakan salah satu Kabupaten Provinsi yang

5

masih tinggi kasus hipertensi tahun 2013, jumlah penderita hipertensi sebanyak

511 kasus. Pada tahun 2014 terdapat sebanyak 716 kasus, pada tahun 2015 jumlah

penderita hipertensi sebanyak 626 kasus dengan persebaran kasus hipertensi

disetiap puskesmas sebagai berikut; Meureubo 105 kasus, Johan Pahlawan 98

kasus, Suak ribee 68 kasus, Suak Timah 53 kasus, Peureumeu 50 kasus, Kuta

Padang Layung 48 kasus, Kuala bhee 42 kasus, Kajeung 35 kasus, Meuteulang 30

kasus, Drien Rampak 29 kasus, Perbatee Puteh 26 kasus, Pante Ceureumen 24

kasus, Tangkeh 18 kasus (Dinkes Aceh Barat, 2014).

Berdasarkan data dari Puskesmas Meureubo pada tahun 2014 sebanyak 95

kasus hipertensi, dan data tahun 2015 sebanyak 105 kasus hipertensi. data tersebut

menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi di Kecamatan Meureubo terjadi

peningkatan kasus hipertensi dari tahun 2014 s/d 2015 (Puskesmas Meureubo,

2015).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Meuruebo

Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat terhadap beberapa penderita

hipertensi yang melakukan kunjungan ke Puskesmas Meureubo, pada saat itu

terdapat 5 orang penderita hipertensi yang berjenis kelamin laki-laki dengan usia

lebih dari 45 tahun keatas. 2 diantaranya mengatakan bahwa orang tuanya juga

memiliki penyakit tekanan darah tinggi dan 3 diantaranya juga mengatakan

sebagai perokok aktif. Permasalahan ini masih saja menjadi masalah yang serius

di Puskesmas Meuruebo dengan berbagai macam penyebab maka dari itu saya

tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang berhubungan

6

dengan terjadinya hipertensi di Puskesmas Meureubo Kecamatan Meureubo

Kabupaten Aceh Barat Tahun 2016.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah Faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya hipertensi

di Puskesmas Meureubo Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat Tahun

2016.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum.

Untuk mengetahui Faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya

hipertensi di Puskesmas Meureubo Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat

Tahun 2016.

1.3.2. Tujuan Khusus.

1. Untuk mengetahui hubungan Keturunan dengan terjadinya hipertensi di

Puskesmas Meureubo Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat Tahun

2016.

2. Untuk mengetahui hubungan Gaya hidup dengan terjadinya hipertensi di

Puskesmas Meureubo Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat Tahun

2016.

3. Untuk mengetahui hubungan Konsumsi makanan dengan terjadinya

hipertensi di Puskesmas Meureubo Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh

Barat Tahun 2016.

7

1.4. Hipotesis penelitian (Ha)

Ada hubungan antara keturunan, gaya hidup dan konsumsi makanan dengan

terjadinya hipertensi di Puskesmas Meureubo Kecamatan Meureubo Kabupaten

Aceh Barat Tahun 2016.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Bagi Puskesmas

Meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat khususnya penderita

Hipertensi, sehingga akan meningkatkan kualitas hidup penderita serta

memberi masukan kepada petugas tentang pentingnya penyuluhan penyakit

Hipertensi kepada masyarakat.

2. Bagi penulis

Bagi Penulis Untuk Menambah Wawasan Ilmu Pengetahuan Untuk

Mengembangkan Diri Dalam Disiplin Ilmu Kesehatan Masyarakat.

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Hipertensi

Tekanan darah berubah-ubah sepanjang hari sesuai dengan situasi.

Tekanan darah akan meningkat dalam keadaan gembira, cemas atau sewaktu

melakukan aktifitas fisik dan turun selama tidur. Setelah itu berlalu, tekanan darah

akan kembali menjadi normal. Apabila tekanan darah tetap tinggi maka disebut

sebagai hipertensi atau tekanan darah tinggi (Hull, 2010).

Hipertensi adalah keadaan peningkatan tekanan darah yang memberikan

gejala yang akan berlanjut untuk suatu target organ seperti stroke (untuk otak),

penyakit jantung koroner (untuk pembuluh darah), dan left ventricle hypertrophy

(untuk otot jantung). Dengan target diotak berupa stroke, hipertensi adalah

penyebab utama stroke yang membawa kematian yang tinggi (Bustan, 2010).

Penyakit tidak menular secara umum meliputi penyakit jantung, stroke,

kanker, hipertensi, diabetes melitus, penyakit paru abstruktif kronis, asma,

bronkial, penyakit sendi yang sebagian non infeksi, nyeri panggung yang

menyebabkan ketidak mampuan bekerja, cedera berat yang disebabkan

kecelakaan lalulitas terutama serta penyakit-penyakit dak kelainan bentuk lain

yang menyebabkan kecacatan (Depkes RI, 2013).

Penyakit kardiovaskular dan penyakit lain yang erat kaitannya dengan

hipertensi merupakan penyakit yang dapat dicegah apabila faktor risikonya

dikendalikan, sehingga perawatan pasien ini mencerminkan kegagalan dari

8

9

pengolahan program penanggulangan penyakit tersebut. Pelayanan kesehatan

masyarakat, yang, menghubungkan pelayanan medis dengan pendekatan promotif

dan preventif. WHO telah mengusulkan agar memutuskan penanggulangan PTM

melalui tiga komponen utama yaitu surveilans penyakit tidak menular, promosi

kesehatan dan pencegahan serta inovasi dan reformasi manajemen pelayanan

kesehatan yang diterapkan secara intergratif dan komprehensif (Depkes RI,2013).

Tekanan darah adalah desakan darah terhadap dinding arteri ketika darah

tersebut dipompa dari jantung ke jaringan. Tekanan darah merupakan gaya yang

diberikan darah pada dinding pembuluh darah. Tekanan ini bervariasi sesuai

pembuluh darah terkait dengan denyut jantung. Tekanan pada arteri besar

bervariasi menurut denyutan jantung. Tekanan ini paling tinggi ketika vertikel

berkontraksi (tekanan sisitolik) dan paling rendah ketika vertikel bereklasasi

(tekanan diastolik ) (Murwarni, 2011).

Tekanan darah digolongkan normal jika tekanan darah sistolik tidak

melampaui 140 mmHg dan tekanan darah diastolik tidak melampaui 90 mmHg

dalam keadaan istirahat, sedangkan hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang

bersifat abnormal. Secara umum seseorang dianggap mengalami hipertensi

apabila tekanan darahnya lebih tinggi dari 140 mmHg sistolik atau 90 mmHg

diastolik (ditulis 140/90). Hipertensi merupakan suatu keadaan terjadinya

peningkatan tekanan darah yang memberi gejala berlanjut pada suatu target organ

tubuh sehingga timbul kerusakan seperti stroke (terjadi pada kerusakan pembuluh

darah tinggi). Penyakit jantung koroner (terjadi pada kerusakan pembuluh darah

10

jantung). Selain penyakit tersebut dapat pula menyebabkan gagal ginjal, penyakit

pembuluh lain, diabetes melitus dan lain-lain (Murwarni, 2011).

Hipertensi dianggap sebagai faktor risiko utama stroke, dimana stroke

merupakan penyakit yang sulit disembuhkan dan mempunyai dampak yang sangat

luas terhadap kelangsungan hidup penderita dan keluarganya. Diketumukan

bahwa penderita dengan tekanan diastolik diatas 95 mmHg mempunyai risiko dua

kali lebih besar untuk terjadinya infark otak dibanding dengan tekanan diastolik

kurang dari 80 mmHg , sedangkan kenaikan sistolik lebih dari 180 mmHg

mempunyai risiko tiga kali terserang stroke iskemik dibandingkan dengan tekanan

darah kurang dari 140 mmHg. Akan tetapi pada penderita usia lebih dari 65 tahun

risiko stroke hanya 1,5 kali dari pada normotensi (Muwarni, 2011).

Sasaran pengobatan hipertensi untuk menurunkan morbiditas dan

mortalitas kardiovaskuler dan ginjal. Dengan menurunkan tekanan darah kurang

dari 140/90, diharapkan komplikasi akibat hipertensi berkurang. Klasifikasi

prehipertensi bukan suatu penyakit, tetapi hanya dimaksudkan akan resiko

terjadinya hipertensi. Terapi non farmakologi antara lain mengurangi asupan

garam. Olah raga, menghentikan rokok dan mengurangi berat badan, dapat di

mulai sebelum atau bersama sama obat farmakologi (Bustan, 2010).

Tabel 2.1 Klasifikasi Pengukuran Tekanan Darah Dari International Society Of Hypertension (ISH) For Recently Update WHO Tahun 2008

Katagori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Nomal < 120 Dan < 80Normal tinggi/prahipertensi 130-139 Atau 85-89Hipertensi derajat I 140-159 Atau 90-99Hpertensi derajat II 160-179 Atau 100-109

11

Hipertensi derajat III

≥ 180 Atau ≥ 110The update WHO/ ISH hypertension guideline, yang merupakan devisi dari

Nasional Institute Of Health di AS secara berkala mengeluarkan laporan yang di

sebut Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and

Treatment of Blood Pressures. Laporan terakhir diterbitkan pada bulan mei 2008,

memberikan resensi pembaharuan kepada WHO/ISH tentang kriteria hipertensi

yang dibagi dalam empat kategori yaitu, normal dan normal tinggi/prahipertensi,

kemudian hipertensi derajat I. Hipertensi derajat II dan hipertensi derajat

III.Prahipertensi jika angka sisitolik antara 130 – 139 mmHg atau angka diastolik

85 – 89 mmHg. Jika orang penderita prahipertensi maka resiko untuk terkena

hipertensi lebih besar. Misalnya orang masuk kategori prahipertensi dengan

tekanan darah 130/85 mmHg mempunyai kemungkinan dua kali lipat untuk

mendapat hipertensi dibandingkan dengan yang mempunyai tekanan darah yang

rendah anda masuk dalam kategori prahipertensi, maka dianjurkan melakukan

penyesuaian pola hidup yang dirancang untuk menurunkan tekanan darah menjadi

normal. Hipertensi derajat I. Sebagai besar penderita hipertensi termasuk dalam

kelompok ini. Jika kita termasuk dalam kelompok ini maka perubahan pola hidup

merupakan pilihan pertama untuk penangannya. Selain itu juga dibutuhkan

pengobatan untuk mengendalikan tekanan darah. Hipertensi derajat II dan III.

Mereka dalam kelompok ini mempunyai resiko terbesar untuk terkena serangan

jantung, stroke atau masalah lainnya yang berhubungan dengan hipertensi.

Pengobatan untuk setiap orang dalam kelompok ini dianjurkan kombinasi dari 2

jenis obat tertentu di barengi dengan perubahan pola hidup (Muwarni,2011).

Sumber : Aris Sugiharto, 2010

12

2.2. Jenis-Jenis Hipertensi

1. Hipertensi Primer (esensial )

Menurut Rohendi (2008) Hipertensi primer adalah hipertensi yang tidak

diketahui penyebabnya namun ada beberapa faktor yang diduga menyebabkan

terjadinya hipertensi tersebut anatara lain :

a. Faktor keturunan seseorang atau memiliki kemungkinan lebih besar untuk

mendapatkan hipertensi jika orang tuanya menderita hipertensi.

b. Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah umur,

jenis kelamin dan ras.

c. Kebiasaan hidup, yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah

konsumsi garam yang tinggi, kegemukan, makan berlebih, stress, merokok,

minuman beralkohol.

2. Hipertensi Sekunder Artinya penyebab boleh dikatakan telah pasti yaitu

hipertensi yang diakibatkan oleh kerusakan suatu organ. Yang termasuk hipertensi

sekunder seperti hiipertensi jantung, hipertansi penyakit ginjal, hipertensi diabetes

melitus, dan hipertensi skunder lain yang tidak spesifik. Mekanisme penyebab

utama terjadinya hipertensi diduga berhubungan dengan kenaikan volume tubuh,

peningkatan curah jantung dan menurunnya resistensi vaskuler sistemik. Beberapa

mekanisme lain yang berperan dalam kejadian hipertensi antara lain peningkatan

sistem saraf simpatik, meningkatkan aktivitas rennin angiostensin aldosteron

(RAAS), peningkatan leptin, peningkatan insulin, peningkatan asam lemak bebas

13

(FFA), peningkatan endotelin I, terganggunya aktifitas natriuretic peptide (NP),

serta menurunnya nitrit oxide (NO)

2.3. Tanda dan Gejala Hipertensi

Pada umunya penderita hipertensi atau tekanan darah tinggi tidak

merasakan adanya gejala, namun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi

bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi walaupun

terkadang gejala tersebut juga buka menjadi penyebab hipertensi. gejala yang

dimaksud adalah sakit kepala, pegal-pegal, pendarahan dari hidung, wajah

kemerahan dan kelelahan yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi

maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal (Ridwan, 2010).

Hipertensi yang sudah terjadi pada level yang berat atau menahan dan

tidak diobati, dapat menimbulkan beberapa gejala anatara lain adalah sakit kepala,

kelelahan, mual, muntah, sesak napas, gelisah, pandangan menjadi kabur yang

terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung dan ginjal. Penderita

hipertensi berat terkadang juga mengalami penurunan kesadaran hingga dapat

terjadi koma karena adanya pembengkakan otak. Hal ini disebutkan dengan

ensefalopati hipertensi dan apabila hal ini terjadi maka harus segera mendapatkan

penanganan (Ridwan 2010).

2.4. Penyebab Hipertensi

Hipertensi dapat terjadi lebih berat dibandingkan pertama kali kena, dan

beberapa faktor yang memperberat antara lain: keturunan, pola makan, gaya

hidup, berat badan, alkohol dan stress. Yang paling berat mempengaruhi

hipertensi menjadi lebih berat adalah makanan (Rohendi, 2008).

14

2.5. Komplikasi Hipertensi

Menurut Bustan (2010), hipertensi dapat berpotensi menjadi komplikasi

berbagai penyakit. Komplikasi hipertensi diantaranya adalah stroke penyakit

jantung, Tersumbat atau pecahnya pembuluh darah otak (stroke), Gagal ginjal

atau Kelainan mata, Diabetes melitus.

a. Penyakit jantung

Darah tinggi dapat menimbulkan penyakit jantung karena jantung harus

memompa darah lebih kuat untuk mengatasi tekanan yang harus dihadapi pada

pemompaan jantung. Ada dua kelainan yang terdapat terjadi pada jantung

yaitu:

1) Kelainan pembuluh darah jantung, yaitu timbulnya penyempitan pembuluh

darah jantung yang disebut dengan penyakit jantung koroner.

2) Payah jantung, yaitu penyakit jantung yang diakibatkan karena beban yang

terlalu berat suatu waktu akan mengalami kepayahan sehingga darah harus

dipompakan oleh jantung tekumpul di paru-paru menimbulkan sesak nafas

yang hebat. Penyakit ini disebut dengan kelemahan jantung sisi kiri.

b. Tersumbatnya atau pecahnya pembuluh darah otak (stroke)

Tersumbatnya pembuluh darah otak atau pecahnya pembuluh darah otak dapat

menyebabkan terjadinya setengah lumpuh.

c. Gagal ginjal

15

Kegagalan yang ditimbulkan terhadap ginjal adalah tergangguanya pekerjaan

pembuluh darah yang terdiri dari berjuta-juta pembuluh darah halus. Bila

terjadi kegagalan ginjal tidak dapat mengeluarkan zat-zat yang harus

dikeluarkan oleh tubuh misalnya ureum.

d. Kelainan mata

Darah tinggi juga dapat menimbulkan kelainan pada mata berupa penyempitan

pembuluh darah mata atau berkumpulnya cairan di sekitar saraf mata. Hal ini

dapat menyebabkan terjadinya gangguan penglihatan.

e. Diabetes Melitus

Diabetes melitus atau yang sering dikenal dengan penyakit kencing manis

merupakan gangguan pengolahan gula (glukosa) oleh tubuh karena kekurangan

insulin.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa komplikasi penyakit

yang ditimbulkan dari tekanan darah tinggi atau yang sering disebut dengan

hipertensi antara lain adalah penyakit jantung, stroke, gagal ginjal, kelainan pada

mata yang dapat mengalibatkan kebutaan dan penyakit gula atau yang lebih

dikenal dengan diabetes melitus.

2.6. Patogenisis Hipertensi

Tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan darah melalui sistem

sirkulasi dilakukan oleh aksi memompa dari jantung (cardiac output/CO) dan

dukungan dari arteri (peripheral resistence/ PR). Hipertensi sesungguhnya

merupakan abnormaliotas dari faktor- faktor tersebut yang ditandai dengan

peningkatan curah jantung dan/ atau ketahanan peripheral. Pada umumnya

16

hipertensi ditemukan pada saat skrining atau pemeriksaan berkala atau pada waktu

berobat untuk suatu penyakit lain. Tidak jarang penderita harus menyadari

adanya hipertensi bila telah timbul penyakit (Muwarni, 2011).

a. Gejala Klinis Hipertensi

Menurut Elizabeth j. Corwin, sebagian besar tanpa disrtai gejala yang

mencolok dan manifestasi klinis timbul setelah mengetahui hipertensi bertahun-

tahun (Muwarni,2011) berupa:

1. Nyeri kepada saat terjaga, kadang-kadang disertai mual, akibat tekanan darah

intraknium.

2. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi

3. Ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan saraf.

b. Diagnosis Hipertensi

Menurut Slamet Suryono, evaluasi pasien hipertensi mempunyai tiga

tujuan (Muwarni, 2011), yaitu:

1. Mengindentifikasi penyebab hipertensi

2. Menilai adanya kerusakan organ target dan penyakit kardiovaskuler, beratnya

penyakit, serta respon terhadap pengobatan.

c. Pengukuran Tekanan Darah

Tekanan darah diukur berdasarkan berat kolum air raksa yang harus

ditanggungnya. Tingginya dinyatakan dalam milimiter. Tekanan darah arteri yang

normal adalah 110-120 (sistolik). Alat untuk mengukur tekanan darah tersebut

spingmomanometer, ada beberapa spigmomanometer, tetapi yang paling umum

terdiri dari sebuah manset karet, yang dibalut dengan bahan yang difiksasi

17

disekitarnya dari sebuah manset karet ini. Dengan alat ini, udara dapat

dipompakan kedalamnya, mengembangkan manset karet tersebut dan menekan

aktremita dan pembuluh darah yang ada didalamnya. Bantalan ini juga

dihubungkan juga dengan sebuah manometer yang mengandung air raksa

sehingga tekanan udara didalamnya dapat dibaca sesuai skala yang ada (Muwarni,

2011).

Pengukuran tekanan darah ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:

1. Pengukuran tekanan darah boleh dilaksanakan pada posisi duduk ataupun

berbaring. Namun yang penting, lengan tangan harus dapat diletakakan dengan

santai.

2. Pengukuran tekanan darah dalam posisi duduk, akan memberikan angka yang

agak lebih tinggi dibandingkan dengan posisi terbaring meskipun selisihnya

relatif kecil.

3. Tekanan darah juga dipengaruhi kondisi saat pengukuran. Pada orang yang

bangun tidur, akan didapatkan tekanan darah yang paling rendah.tekanan darah

yang diukur setelah berjalan kaki atau aktifitas fisik lainakan memberi angka

yang lebih tinggi. Disamping itu, juga tidak boleh merokok atau minum kopi

karena merokok karena akan menyebabkan tekanan darah sedikit naik.

2.7. Penatalaksanaan Hipertensi

a. Penatalaksanaan Non Formakologi

pendekatan nonfarmakologis merupakan penanganan awal sebelum

penambahan obat-obatan hipertensi, disamping perlu diperhatikan oleh seseorang

yang sedang dalam terapi obat. Sedangkan pasien hipertensi yang terkontrol,

18

pendekatan nonfarmakologiis ini dapat membantu pengurangan dosis obat pada

sebagian penderita. Oleh karena itu, modifikasi gaya hidup merupakan hal yang

penting diperhatikan, karena berperan dalam keberhasilan penanganan hipertensi.

Berhenti merokok penting mengurangi efek jangka panjang hipertensi karena asap

rokok diketahui menurunkan aliran darah ke berbagai organ dan dapat

meningkatkan beban kerja jantung. Selain itu pengurangan makanan berlemak

dapat menurunkan resiko aterosklerosis. Penderita hipertensi dianjurkan untuk

berhenti merokok dan mengurangi asupan alkohol, berdasarkan hasil penelitian

eksperimental, sampai pengurangan sekitar 10 kg berat badan berhubungan

dengan langsung dengan penurunan tekanan darah rata-rata 2-3 mmHg per kg

berat badan (Herlimah, dkk, 2013).

b. Penatalaksanaan Farmakologis

Sealain cara pengebatan farmakologis, penatalaksanaan utama hipertensi

primer adalah dengan otot. Keputusan untuk memulai memberikan obat anti

hipertensi berdasarkan beberapa faktor seperti derajat peninggian tekanan darah,

terdapatnya kerusakan organ terget dan terdapatnya manifestasi klinis penyakit

kardiovaskuler atau faktor resiko. Terapi dengan pemberian obat anti hipertensi

terbukti dapat menurunkan sistole dan mencegah terjadinya stroke pada pasien

usia 70 tahun atau lebih. Penatalaksanaan dengan obat anti hipertensi bagi

sebagian besar pasien di mulai dengan dosis rendah kemudian di tingkatkan secara

terapi yang optimal harus efektif selama 24 jam dan dapat mengontrol hipertensi

terus menerus dan lancar, dan melindungi pasien terhadap resiko terhadap

kematian mendadak, serangan jantung atau stroke akibat peningkatan tekanan

19

mendadak saat bangun dari tidur. Sekarang terdapat pula obat yang berisi

kombinasi dosis rendah 2 obat dari golongan yang berbeda. Jika tambahan obat

yang kedua dapat mengontrol tekanan darah dengan baik minimal setelah 1 tahun,

dapat dicoba menghentikan obat pertama melalui penurunan dosis secara dosis

secara perlahan dan progresif (Herlimah, 2013).

2.8. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Hipertensi

2.8.1. Usia

Umur atau usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan

suatu benda atau makhluk, baik yang hidup maupun yang mati. Semisal, umur

manusia dikatakan lima belas tahun diukur sejak dia lahir hingga waktu umur itu

dihitung. Oleh yang demikian, umur itu diukur tarikh ianya lahir sehingga tarikh

semasa (masa kini). Manakala usia pula di ukur dari tarikh kejadian itu bermula

sehinggalah tarikh semasa (masa kini).

Menurut Departemen Kesehatan RI (2009) Kategori Umur/Usia :

1. Masa balita = 0 – 5 Tahun

2. Masa kanak-kanak = 5 – 11 Tahun

3. Masa remaja awal = 12 -16 Tahun

4. Masa remaja akhir = 17 – 25 Tahun

5. Masa dewasa awal = 26 - 35 Tahun

6. Mada dewasa akhir = 36 – 45 Tahun

7. Masa lansia awal = 46 – 55 Tahun

8. Masa lansia akhir = 56 – 65 Tahun

9. Masa manula = 65 – sampai atas

20

Hipertensi merupakan penyakit multifaktorial yang munculnya oleh karena

interaksi berbagai faktor. Dengan bertambahnya umur, maka tekanan darah juga

akan meningkat. Setelah umur 45 tahun, dinding arteri akan mengalami penebalan

oleh karena adanya penumpukkan zat kolegen pada lapisan otot Sehingga

pembuluh darah akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku. Tekanan

darah sistolik meningkat karena kelenturan pembuluh darah besar yang berkurang

pada penembahan umur sampai dekade ketujuh sedangkan tekanan darah diastolik

meningkat sampai dekade kelimadan keenam kemudian menetap atau cenderung

menurun peningkatan umur akan menyebabkan beberapa perubahan fisiologis,

pada usia lanjut terjadi peningkatan resistensi perifer dan akitivitas simpatik.

Pengaturan tekanan darahyaitu refleks serta kurangnya sensitivitas beroreseptor

(pengatur tekanan darah) dan peran ginjal aliran darah ginjal dan laju filttrasi

glomerulus menurun (Kumar, 2010).

2.8.2. Jenis Kelamin

Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria hampir sama dengan wanita.

Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskular sebelum menopause.

Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang

berperan dalam menigkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar

kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor perlindung dalam mencegah

terjadinya proses ateroklerosis. Namun pada masa premenopouse wanita mulai

kehilangan hormone ekstrogen sehingga pada usia di atas 45-55 tahun prevelensi

hipertensi pada wanita menjadi lebih tinggi (Kumar, 2010)

21

2.8.3. Genetik / Keturunan

Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga

itu mempunyai resiko menderita hipertensi. hal ini berhubungan dengan

peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antar potassium

terhadap sodium. Indivindu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai

resiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi. selain itu didapatkan 70-

80% kasus hipertensi esensial riwayat hipertensi dalam keluarga (Rohaendi,

2008).

2.8.4. Gaya Hidup

Gaya hidup adalah salah satu faktor yang berhubungan terhadap

kemunculan serangan hipertensi. kebiasaan-kebiasaan tidak sehat seperti pola

makan yang tidak seimbang dengan kadar kolesterol yang tinggi, rokok dan

alkohol, kebiasaan konsumsi kopi garam, minimnya olah raga dan porsi istirahat,

stress dapat berpengaruh terhadap kemunculan hipertensi baik bagi seseorang

yang belum maupun yang sudah terkena tekanan darah tinggi (Rohendi, 2008).

Gaya hidup yang dapat memicu terjadinya hipertensi anatara lain

(Rohendi,2008).

Makanan menu tidak seimbang (approprate diet), mencakup pola makan sehari-

hari yang memenuhi kebutuhan nutrisi yang memenuhi kebutuhan tubuh baik

menurut jumlahnya (kuantitas) maupun jenisnya (kualitas) kebiasaan

mengkonsumsi garam dan makanan berlemak dapat meningkatnya resiko

terjadinya hipertensi.

22

a. Tidak melakukan olah raga yang teratur, mencakup kualitas (gerakan) dan

kuantitas dalam arti frekuensi dalam waktu yang digunakan untuk olah raga.

Kedua aspek ini tergantung dari usia dan status kesehatan yang bersangkutan.

b. Merokok, mengkonsumsi alkohol atau menggunakan narkoba.

c. Kebiasaan minum kopi, konsumsi kopi yang berlebihan dalam jangka yang

panjang dan jumlah yang banyak diketahui dapat meningkatkan resiko

penyakit hipertensi atau penyakit kardiovaskhuler. Beberapa penelitian

menunjukkan bahwa orang yang mengkonsumsi kafien (kopi) secara teratur

sepanjang hari mempunyai tekanan darah rata-rata lebih tinggi dibandingkan

dengan didalam 2-3 gelas kopi (200-250 mg) terbukti meningkatkan tekanan

sistolik sebesar 4-13 mmHg dan tekanan diastolik sebesar 4-13 mmHg pada

orang yang tidak mempunyai hipertensi. mengkonsumsi kafien secara teratur

sepanjang hari mempunyai tekanan darah rata-rata lebih tinggi dibandingkan

dengan mereka tidak mengkonsumsi kopi dapat meningkatkan resiko tekanan

penyakit jantung.

d. Istirahat yang tidak cukup, yang mengakibatkan gangguan fisik dan mental.

Istirahat yang cukup adalah kebutuhan dasar manusia untuk mempertahankan

kesehatannya.

2.8.5. Konsumsi Makanan

Kebiasaan mengkonsumsi makanan berat yang mengandung lemak dengan

peningkatan berat badan yang berisiko terjadinya hipertensi. konsumsi lemak juga

meningkatkan resiko aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan

darah. Penurunan konsumsi lemak, terutama lemak dalam makanan yang

23

bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya

yang berasal dari minyak sayuran, produk susu, telur dan daging, biji-bijian dan

makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat menurunkan tekanan darah

(Rohendi, 2008).

Garam merupakan faktor penting dalam patogenesis hipertensi. hipertensi

tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan garam yang rendah.

Apabila asupan garam kurang dari 3 g/hari, maka prevalensi hipertensinya rendah,

sedangkan asupan garam antara 5-15 g/hari prevalensi hipertensi meningkat

menjadi 15-20%. Hubungan asupan garam terhadap hipertensi terjadi melalui

peningkatan valume plasma, curah jantung dan tekanan darah. Konsumsi garam

yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram/hari yang setara dengan 110 mmol

natrium atau 2400 mg/hari. Asupan natrium yang tinggi dapat menyebabkan

tubuh meretensi cairan sehingga meningkatkan volume darah (Rohendi, 2008).

24

2.9. Kerangka Teori

Berdasarkan teori-teori diatas, maka dibuatlah kerangka teori sebagai

berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian

(Kumar, 2010)1. Usia2. Jenis kelamin3. Stress

(R0hendi, 2008)1. Genetik / Keturunan2. Gaya hidup3. Makanan

Hipertensi

25

2.10. Kerangka Konsep penelitian

Berdasarkan kerangka teoritis maka kerangka konsep dapat digambarkan

sebagai berikut:

Variabel Independen

Variabel Dependen

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Hipertensi

- Keturunan

- Gaya Hidup

- Konsumsi Makanan

26

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian survey analitik dengan

pendekatan cross sectional (Notoatmodjo, 2010), untuk mengetahui tentang

Faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya hipertensi Di Puskesmas

Meureubo Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat Tahun 2016.

3.2. Lokasi Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Meureuboe Kecamatan Meuruboe

Kabupaten Aceh Barat yang pada tanggal 17-31 Maret 2016.

3.3. Populasi Dan Sampel

3.3.1. Populasi

Menurut Notoatmodjo (2010), Populasi yang digunakan dalam penelitian

ini adalah seluruh pasien hipertensi yang berkunjung di Puskesmas Meureubo

Kabupaten Aceh Barat Tahun 2015 sebanyak 105 orang pasien hipertensi.

3.3.2. Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Accidental Sampling.

yaitu mengambil responden secara kebetulan bertemu selama pengumpulan data

dilakukan sampai didapatkan jumlah sampel yang dikehendaki sesuai dengan

rumus slovin dari Notoatmodjo (2010), maka didapatkan sebanyak 51 sampel.

26

27

n= N1+N (d)❑2

n= 1051+105(0,1)❑2

n= 1051+1.05

n= 1052.05

n = 51,21

n = 51

Jadi jumlah keseluruhan yang diambil adalah sebanyak 51 Responden.

Keterangan :

N= Jumlah Populasi

n= Jumlah Sampel

d= Tingkat kepercayaan yang diinginkan

3.4. Metode Pengumpulan Data

3.4.1. Data Primer

Data primer dalam penelitian ini adalah data langsung yang didapatkan dari

wawancara dengan menggunakan kuesioner pada responden yang berisikan

pertanyaan tentang faktor-faktor yang berhubungan terjadinya penyakit hipertensi

di Puskesmas Meureubo Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder dilaporkan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat

dan Puskesmas Meureubo Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat dan

berbagai literatur atau buku-buku yang berkaitan dengan penyakit hipertensi.

28

3.5.Definisi Operasional Variabel

Tabel 3.5.1. Matriks Variabel Penelitian

No Variabel Definisi Operasional Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala ukurVariabel Independen (Bebas)1 Keturunan Riwayat penyakit

hipertensi pada kedua orang tua responden.

Wawancara Kuesioner - Ada hipertensi- Tidak ada

hipertensi

Ordinal

2 Gaya Hidup Adalah salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kemunculan serangan hipertensi ,dan Keseharian responden dalam beraktifitas yang berdasarkan pada gaya hidupnya yang meliputi merokok, mengkonsumsi alkohol,kopi,olah raga.

Wawancara Kuesioner - Baik- Kurang baik

Ordinal

3 Konsumsi makanan

Adalah kebiasaan mengkonsumsi makanan berat yang mengandung lemak dengan peningkatan berat badan yang berisiko terjadinya hipertensi.

Wawancara Kuesioner - Baik- Kurang baik

Ordinal

Variabel Dependen (Terikat)

4 Hipertensi Penderita yang berobat karena peningkatan tekanan darah diatas normal yang diastolik > 90 mmHg dan sistolik > 140 mmHg.

Rekam medis

Ceklis -Hipertensi-Tidak Hipertensi

Ordinal

29

3.6 Aspek Pengukuran

Aspek pengukuran yang digunakan dalam pengukuran variabel dalam

penelitian ini adalah skala Guttman yaitu memberi skor dari nilai tertinggi ke nilai

terendah berdasarkan jawaban responden.(Sugiyono, 2013).

3.6.1. Keturunan

a. Ada : jika salah satu dari orang tua responden mengalami

riwayat penyakit hipertensi

b. Tidak ada : jika orang tua responden tidak mengalami riwayat

penyakit hipertensi

3.6.2. Gaya Hidup

a. Baik : jika nilai skor responden > 3

b. Kurang Baik : jika nilai skor responden ≤ 3

3.6.3. Konsumsi Makanan

a. Baik : jika nilai skor responden > 3

b. Kurang Baik : jika nilai skor responden ≤ 3

3.6.4. Hipertensi

a. Hipertensi : bila sistolik > 140 mmHg dan diastolik ≥ 90 mmHg

b. Tidak hipertensi : bila sistolik < 140 mmHg dan diastolik < 90 mmHg

3.7. Pengolahan Data

Setelah data berhasil dikumpulkan langkah selanjutnya yang dilakukan

pengolahan data dengan langkah-langkah sebagai berikut:

30

1. Editing

Kegiatan editing bertujuan agar data yang diperoleh dapat diolah dengan

baik dan menghadirkan informasi yang benar. Kegiatan yang dilakukan

melihat dan memeriksa apakah semua pertanyaan terjawab atau terisi,

dapat dibaca dan melihat apakah ada kekeliruan yang dapat menganggu

dalam mengolah dan selanjutnya.

2. Coding

Setelah selesai Editing penulis melakukan pengkodean data yakni untuk

pertanyaan tertutup timbul melalui setiap jawaban.

3. Tabulating

Data setelah dikumpulkan dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi

frekuensi

4. Transfering

Yaitu data yang telah dikumpulkan akan ditransfer kedalam bentuk master

tabel.

3.8. Tehnik Analisis Data

3.8.1 Analisis Univariat

Analisa Univariat merupakan analisa yang digunakan untuk menjelaskan

karakteristik masing-masing variabel yang akan diteliti. Dalam penelitian ini

analisa univariat digunakan untuk menjelaskan atau mendiskripsikan angka atau

nilai karakteristik responden berdasarkan Usia, Jenis kelamin, Keturunan, Gaya

hidup dan pola makan.(Notoatmodjo, 2010).

31

3.8.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hipotesis dengan

menentukan hubungan antara variabel independen (variabel bebas) dengan

variabel dependen (variabel terikat) dengan menggunakan uji statistik Chi-square

(X ²).(Budiarto, 2003).

x2=∑ (0−E )2E

Keterangan :

x² : Chi-square

O : Nilai pengamatan

E : Nilai yang diharapkan

E=Total baris x total kolomgrand total

Kemudian untuk mengamati derajat hubungan antara variabel tersebut

akan dihitung nilai odd ratio (OR).

1. Bila 2 x 2 dijumpai nilai expected (harapan) kurang dari 5, maka yang

digunakan adalah Fisher’s test,

2. Bila 2 x 2 dan nilai E > 5, maka uji yang dipakai sebaliknya Contuinty

Correction,

3. Bila tabel lebih dari 2x2 misalnya 2x3, 3x3 dan seterusnya, maka digunakan uji

PearsonChi-squer

32

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum

4.1.1. Keadaan Geografis Lokasi Penelitian

UPTD Puskesmas Meureubo merupakan Puskesmas yang berada di

wilayah Kecamatan Muereubo. Berdiri pada tahun 1992 terletak di sebelah Barat

Kota Kota Kabupaten Muelaboh kurang lebih berjarak 3,5 km tepatnya berada di

Gampong Meureubo. Luas wilayah 112,87 km2 dengan persentase luas Kecamatan

terhadap Kabupaten adalah 3,85% jumlah wilayah kerjanya meliputi 28 Gampong

dengan dua kemukiman yaitu kemukiman Meureubo dengan kemukiman Ranto

Panjang dari 28 desa 20 desa kategori desa biasa dan 8 desa masuk dalam kategori

desa sangat terpencil , 2 gampong yaitu Peunaga Baro dan Pasir Putih merupakan

gampong Persiapan untuk defenitif dengan batasannya :

Sebelah Utara : Kecamatan Pante Ceureumen

Sebelah Selatan : Samudera Indonesia

Sebelah Barat : Kecamatan Johan

Sebelah Timur : Kabupaten Nagan Raya

4.1.2. Keadaan Demografis

Jumlah penduduk yang besar merupakan modal pembangunan, dan juga

merupakan beban dalam pembangunan, karenanya pembangunan diarahkan

kepada peningkatan kualitas sumber daya manusia. Puskesmas Meureubo di

harapkan dapat memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu di wilayah kerja

32

33

sebanyak 28.711 jiwa terdiri atas 14760 laki-laki dan 13951 perempuan dengan

jumlah rumah tangga 6629 rumah tangga dan rata-rata jiwa perumah tangga.

Adapun berdasarkan tingkat sosial ekonomi penduduk di Puskesmas

Meureubo sebagian besar berada dikelompok menengah kebawah. Mata

pencaharian sebagian besar adalah petani dan nelayan dan penyerapan tenaga

kerja juga bertambah dengan dibuka areal pertambangan batubara di Kecamatan

Muereubo.

4.2. Hasil Penelitian

4.2.1. Karakteristik Responden

1. Umur Responden

Hasil perhitungan frekuensi dan persentase berdasarkan umur responden

dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut dibawah ini:

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur Dengan Terjadinya Hipertensi Di Puskesmas Meureubo Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat.

No Umur Frekuensi (n) Presentase %1 21-25 Tahun 6 11,82 26-30 Tahun 10 19,63 31-35 Tahun 3 5,94 36-40 Tahun 12 23,55 41-45 Tahun 10 19,66 >45 Tahun 10 19,6

Total 51 100

Sumber: data primer 2016

Berdasarkan tabel 4.1 di ketahui bahwa responden tertinggi yang berumur

36-40 tahun adalah sebanyak 12 orang (23,5%), sedangkan responden terendah

yang berumur 31-35 tahun adalah sebanyak 3 orang (5,9%).

34

2. Jenis Kelamin

Hasil perhitungan frekuensi dan persentase berdasarkan jenis kelamin

responden dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut dibawah ini:

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Dengan Terjadinya Hipertensi Di Puskesmas Meureubo Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat.

No Jenis Kelamin Frekuensi (n) Presentase (%)1 Laki-laki 18 35,32 Perempuan 33 64,7

Total 51 100Sumber: data primer 2016

Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa responden yang memiliki jenis

kelamin perempuan sebanyak 33 responden (64,7%) dan berjenis kelamin laki-

laki sebanyak 18 responden (35,3%).

4.2.2. Analisis Univariat

Analisis Univariat adalah untuk melihat karakteristik responden yang

ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

1. Keturunan

Hasil perhitungan frekuensi dan persentase dari variabel keturunan dapat

dilihat pada tabel 4.3 berikut dibawah ini:

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Keturunan Dengan Terjadinya Hipertensi Di Puskesmas Meureubo Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat.

No Keturunan Frekuensi (n) Presentase (%)1 Ada 34 66,72 Tidak Ada 17 33,3

Total 51 100Sumber: data primer 2016

35

Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa responden yang ada memiliki

keturunan sebanyak 34 responden (66,7%), dan tidak ada memiliki keturunan

sebanyak 17 responden (33,3%).

3. Gaya Hidup

Hasil perhitungan frekuensi dan persentase dari variabel gaya hidup dapat

dilihat pada tabel 4.4 berikut dibawah ini:

Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Gaya Hidup Dengan Terjadinya Hipertensi Di Puskesmas Meureubo Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat.

No Gaya Hidup Frekuensi (n) Presentase (%)1 Baik 13 25,52 Kurang Baik 38 74,5

Total 51 100Sumber: data primer 2016

Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa responden yang memiliki gaya

hidup kurang baik sebanyak 38 responden (74,5%), dan yang memiliki gaya hidup

baik sebanyak 13 responden (25,5%).

4. Konsumsi Makanan

Hasil perhitungan frekuensi dan persentase dari variabel konsumsi

makanan dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut dibawah ini:

Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Konsumsi Makanan Dengan Terjadinya Hipertensi Di Puskesmas Meureubo Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat.

No Konsumsi Makanan Frekuensi (n) Presentase (%)1 Baik 14 27,52 Kurang Baik 37 72,5

Total 51 100Sumber: data primer 2016

36

Berdasarkan tabel 4.5 diketahui bahwa responden yang memiliki konsumsi

makanan tidak baik sebanyak 37 responden (72,5%), dan yang memiliki konsumsi

makanan baik sebanyak 14 responden (27,5%).

5. Hipertensi

Hasil perhitungan frekuensi dan persentase dari variabel hipertensi dapat

dilihat pada tabel 4.6 berikut dibawah ini:

Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Hipertensi Yang Berkunjung Di Puskesmas Meureubo Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat.

No Hipertensi Frekuensi (n) Presentase (%)1 Hipertensi 34 66,72 Tidak Hipertensi 17 33,3

Total 51 100Sumber: data primer 2016

Berdasarkan tabel 4.6. diketahui bahwa responden yang memiliki

hipertensi sebanyak 34 responden (66,7%), dan yang tidak memiliki hipertensi

sebanyak 17 responden (33,3%).

4.2.3. Analisis Bivariat

Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan variabel independent dan

dependen. Pengujian ini menggunakan uji chi-square. Dimana ada hubungan yang

bermakna secara statistik jika diperoleh nilai Pvalue < 0,05.

37

a. Hubungan Faktor Keturunan Dengan Terjadinya Hipertensi

Tabel 4.7. Faktor Keturunan Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Hipertensi Di Puskesmas Meureubo Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat.

Keturunan Hipertensi TotalHipertensi Tidak hipertensi p ORf % f % f %

Ada 28 82,4 6 17,6 34 100 0,002 8,5Tidak Ada 6 35,3 11 64,7 17 100 (2,2-32,3)Jumlah 34 66,7 17 33,3 51 100

Sumber: data primer 2016

Berdasarkan tabel 4.7 diketahui bahwa dari 34 responden yang ada

memiliki keturunan keluarga hipertensi sebanyak 28 orang (82,4%)

yang ada mengalami hipertensi dan dari 34 responden yang ada memiliki

keturunan keluarga hipertensi sebanyak 6 orang (17,6%) yang tidak ada

mengalami hipertensi.

Sedangkan dari 17 responden yang ada memiliki keturunan

keluarga tidak ada hipertensi sebanyak 6 orang (35,3%) yang ada

mengalami hipertensi dan dari 17 responden yang ada memiliki keturunan

keluarga tidak ada hipertensi sebanyak 11 orang (64,7%) yang tidak ada

mengalami hipertensi

Berdasarkan hasil uji chi square didapat nilai Pvalue = 0,002 dan ini lebih

kecil dari α = 0,05 (Pvalue = 0,002 < α = 0,05) sehingga diuraikan terdapat

hubungan yang signifikan antara faktor keturunan dengan terjadinya hipertensi di

Puskesmas Meureubo Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat.

Berdasarkan hasil OR 8,5 dapat disimpulkan bahwa responden yang

memiliki riwayat keturunan keluarga ada hipertensi akan berpeluang sebanyak

38

8,5 kali untuk mengalami hipertensi di bandingkan responden yang memiliki

keturunan tidak ada hipertensi.

b. Hubungan Faktor Gaya Hidup Dengan Terjadinya Hipertensi

Tabel 4.8. Faktor Gaya Hidup Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Hipertensi Di Puskesmas Meureubo Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat.

Gaya Hidup Hipertensi TotalHipertensi Tidak hipertensi p ORf % f % f %

Baik 5 38,5 8 61,5 13 100 0,019 2,5Kurang baik 29 76,3 9 23,7 38 100 (1,2-5,3)Jumlah 34 66,7 17 33,3 51 100

Sumber: data primer 2016

Berdasarkan tabel 4.8 diketahui bahwa dari 13 responden yang

memiliki gaya hidup baik sebanyak 5 orang (38,5%) yang ada mengalami

hipertensi dan dari 13 responden yang memiliki gaya hidup baik sebanyak 8

orang (61,5%) yang tidak ada mengalami hipertensi.

Sedangkan dari 38 responden yang memiliki gaya hidup Kurang

baik sebanyak 29 orang (76,3%) yang ada mengalami hipertensi dan dari 38

responden yang memiliki gaya hidup kurang baik sebanyak 9 orang

(23,7%) yang tidak ada mengalami hipertensi

Berdasarkan hasil uji chi square didapat nilai Pvalue = 0,019 dan ini lebih

kecil dari α = 0,05 (Pvalue = 0,019 < α = 0,05) sehingga diuraikan terdapat

hubungan yang signifikan antara faktor gaya hidup dengan terjadinya hipertensi di

Puskesmas Meureubo Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat.

Berdasarkan hasil OR 2,5 dapat disimpulkan bahwa responden yang

memiliki gaya hidup baik akan berpeluang sebanyak 2,5 kali untuk tidak

39

mengalami hipertensi di bandingkan responden yang memiliki gaya hidup kurang

baik

c. Hubungan Faktor Konsumsi Makanan Dengan Terjadinya Hipertensi

Tabel 4.9. Faktor Konsumsi Makanan Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Hipertensi Di Puskesmas Meureubo Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat.

Konsumsi Makanan Hipertensi TotalHipertensi Tidak hipertensi p ORf % f % f %

Baik 5 35,7 9 64,3 14 100 0,007 2,9Kurang baik 29 78,4 8 21,6 37 100 (1,4-6,1)Jumlah 34 66,7 17 33,3 51 100

Sumber: data primer 2016

Berdasarkan tabel 4.9 diketahui bahwa dari 14 responden yang

mengkonsumsi makanan baik sebanyak 5 orang (35,7%) yang ada

mengalami hipertensi dan dari 14 responden yang mengkonsumsi makanan

baik sebanyak 9 orang (64,3%) yang tidak ada mengalami hipertensi.

Sedangkan dari 37 responden yang konsumsi makanan kurang

baik sebanyak 29 orang (78,4%) yang ada mengalami hipertensi dan dari 37

responden yang konsumsi makanan kurang baik sebanyak 8 orang

(21,6%) yang tidak ada mengalami hipertensi.

Berdasarkan hasil uji chi square didapat nilai Pvalue = 0,007 dan ini lebih

kecil dari α = 0,05 (Pvalue = 0,007 < α = 0,05) sehingga diuraikan terdapat

hubungan yang signifikan antara faktor konsumsi makanan dengan terjadinya

hipertensi di Puskesmas Meureubo Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat.

Berdasarkan hasil OR 2,9 dapat disimpulkan bahwa responden yang

konsumsi makanan baik akan berpeluang sebanyak 2,9 kali untuk tidak

40

mengalami hipertensi di bandingkan responden yang konsumsi makanan kurang

baik

4.3 Pembahasan

Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui Faktor-faktor yang

berhubungan dengan terjadinya hipertensi di Puskesmas Meureubo Kecamatan

Meureubo Kabupaten Aceh Barat. Variabel yang diteliti dalam penelitian ini

adalah variabel independen yaitu variabel keturunan, gaya hidup dan konsumsi

makanan, dengan variabel dependen yaitu dengan kejadian hipertensi.

4.3.1 Hubungan Faktor Keturunan dengan Kejadian Hipertensi

Berdasarkan hasil uji chi square didapat nilai Pvalue = 0,002 dan ini lebih

kecil dari α = 0,05 (Pvalue = 0,002 < α = 0,05) sehingga diuraikan terdapat

hubungan yang signifikan antara faktor keturunan dengan terjadinya hipertensi di

Puskesmas Meureubo Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat.

Berdasarkan pengamatan peneliti dilapangan peneliti menemukan bahwa

responden yang memiliki keturunan keluarga hipertensi dan mengalami hipertensi

karena orang tua yaitu keluarga dekat responden mengalami hipertensi, sehingga

responden juga mengalami hipertensi. Sedangkan responden yang memiliki

keturunan keluarga hipertensi dan tidak mengalami hipertensi karena keluarga

jauh responden yang mengalami hipertensi sehingga responden tidak mengalami

hipertensi.

Selanjutnya responden yang memiliki keturunan keluarga tidak hipertensi

dan mengalami hipertensi karena responden tidak dapat menghentikan kebiasaan

hidup tidak sehat seperti suka makan lemak dan sebagainya, sehingga responden

41

juga mengalami hipertensi. Sedangkan responden yang memiliki keturunan

keluarga tidak hipertensi dan tidak mengalami hipertensi karena responden selalu

menjaga pola hidup sehat, sehingga responden tidak mengalami hipertensi.

Menurut Yatim (2004) Genetika disebut juga ilmu keturunan. Berasal dari

kata genes (bahasa Latin), artinya suku bangsa atau asal usul. Dalam ilmu ini

dipelajari bagaimana sifat keturunan (hereditas) itu diwariskan kepada anak cucu,

serta variasi yang mungkin timbul di dalamnya.

Hasil penelitian ini di dukung oleh penelitian Anggraini (2009) didapat

bahwa terhadap hubungan yang signifikan antara keturunan dengan kejadian

hipertensi pada pasien yang berobat di poliklinik dewasa puskesmas Bangkinang

periode Januari sampai Juni 2008. Di mana hasil penelitian di ketahui bahwa

sebagian besar penderita hipertensi memiliki riwayat keluarga hipertensi (65,2%),

dan hanya sebagian kecil penderita non hipertensi memiliki riwayat keluarga

hipertensi (19,6%).

4.3.2 Hubungan Faktor Gaya Hidup dengan Kejadian Hipertensi

Berdasarkan hasil uji chi square didapat nilai Pvalue = 0,019 dan ini lebih

kecil dari α = 0,05 (Pvalue = 0,019 < α = 0,05) sehingga diuraikan terdapat

hubungan yang signifikan antara faktor gaya hidup dengan terjadinya hipertensi di

Puskesmas Meureubo Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat.

Berdasarkan pengamatan peneliti dilapangan peneliti menemukan bahwa

responden yang memiliki gaya hidup baik dan mengalami hipertensi karena orang

tua yaitu keluarga dekat responden mengalami hipertensi, sehingga responden

juga mengalami hipertensi. Sedangkan responden yang memiliki gaya hidup baik

42

dan tidak mengalami hipertensi karena responden selalu berusaha untuk menjaga

gaya hidup sehatnya, sehingga terhindar dari kejadian hipertensi.

Selanjutnya responden yang memiliki gaya hidup kurang baik dan

mengalami hipertensi karena responden tidak dapat menghentikan gaya hidup

tidak sehat seperti suka makan lemak dan sebagainya, sehingga responden juga

mengalami hipertensi. Sedangkan responden yang memiliki gaya hidup kurang

baik dan tidak mengalami hipertensi karena responden tidak banyak pikiran dan

selalu menjaga tensi darahnya setelah makan makanan yang berlemak seperti

daging.

Menurut Sutisna (2010) Gaya hidup kalau di definisikan lebih luas adalah

sebagai cara hidup yang di identifikasi oleh bagaimana orang menghabiskan

waktu mereka (aktifitas), apa yang mereka anggap penting dalam lingkungannya

(ketertarikan) dan apa yang mereka pikirkan tentang diri mereka sendiri dan juga

dunia disekitarnya (pendapat).

Hasil penelitian ini di dukung oleh penelitian Malara (2014) didapat bahwa

terhadap gaya hidup sangat berhubungan terjadinya penyakit hipertensi di

puskesmas Kologan Kecamatan Kalawat Kabupaten Minahasa Utara, di mana

hasil chisquare ((p)=0,447 < 0,05).

4.3.3 Hubungan Faktor Konumsi Makanan dengan Kejadian Hipertensi

Berdasarkan hasil uji chi square didapat nilai Pvalue = 0,007 dan ini lebih

kecil dari α = 0,05 (Pvalue = 0,007 < α = 0,05) sehingga diuraikan terdapat

hubungan yang signifikan antara faktor konsumsi makanan dengan terjadinya

hipertensi di Puskesmas Meureubo Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat.

43

Berdasarkan pengamatan peneliti dilapangan peneliti menemukan bahwa

responden yang memiliki konsumsi makanan baik dan mengalami hipertensi

karena orang tua yaitu keluarga dekat responden mengalami hipertensi, sehingga

responden juga mengalami hipertensi. Sedangkan responden yang memiliki

konsumsi makanan baik dan tidak mengalami hipertensi karena responden selalu

menjaga konsumsi makanan yang dimakan, sehingga terhindar dari kejadian

hipertensi.

Selanjutnya responden yang memiliki konsumsi makanan kurang baik dan

mengalami hipertensi karena responden suka makan lemak dan sebagainya,

sehingga responden juga mengalami hipertensi. Sedangkan responden yang

konsumsi makanan kurang baik dan tidak mengalami hipertensi karena responden

tidak banyak pikiran dan selalu menjaga tensi darahnya setelah makan makanan

yang berlemak seperti daging.

Menurut Suhardjo (2008) Pola makan atau konsumsi makanan adalah

berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai jumlah dan jenis bahan

makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri khas untuk

suatu kelompok masyarakat tertentu. Pola makan juga dikatakan sebagai suatu

cara seseorang atau sekelompok orang atau keluarga memilih makanan sebagai

tanggapan terhadap pengaruh fisiologis, psikologis, kebudayaan dan social

(Suhardjo, 2008)

Hasil penelitian ini di dukung oleh penelitian Rawasiah (2014) didapat

bahwa terhadap hubungan yang signifikan antara konsumsi makanan dengan

44

kejadian hipertensi pada lansia di Puskesmas Pattingalloang, dimaha hasil (Pvalue =

0,011 < α = 0,05).

45

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Adanya hubungan yang signifikan antara keturunan dengan kejadian

hipertensi (Pvalue = 0,002 < α = 0,05).

2. Adanya hubungan yang signifikan antara gaya hidup dengan kejadian

hipertensi (Pvalue = 0,019 < α = 0,05).

3. Adanya hubungan yang signifikan antara konsumsi makanan dengan

kejadian hipertensi (Pvalue = 0,007 < α = 0,05).

5.2 Saran

1. Diharapkan kepada masyarakat untuk memperhatikan tentang keturunan atau

keluarga yang mengalami hipertensi yaitu dengan memeriksakan tekanan

darah untuk melihat apakah ada gejala hipertensi atau tidak. Selain itu juga

dapat menjaga pola makan, gaya hidup sehingga dapat terhindar dari kejadian

hipertensi.

2. Diharapkan puskesmas Meureubo untuk memberikan informasi kepada

masyarakat tentang bahayanya hipertensi dan cara mencegah kejadian

hipertensi.

3. Diharapkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat untuk

mengadakan penyuluhan kesehatan tentang bahayanya hipertensi dan cara

mencegah kejadian hipertensi.

45

46

4. Kepada peneliti selanjutnya untuk dapat melakukan penelitian yang sama

akan tetapi dengan variabel dan analisis data yang berbeda.

47

DAFTAR PUSTAKA

Asmadi, 2010. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi

Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta : Salemba Medika

Agromedia, 2013. Dampak dan Bahaya Penyakit Hipertensi. Agromedia Pustaka

Jakarta.

Anggraini. 2009. Faktor--Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Hipertensi Pada Pasien Yang Berobat Di Poliklinik Dewasa Puskesmas Bangkinang Periode Januari Sampai Juni 2008. Faculty of Medicine – University of Riau Pekanbaru, Riau

Basha. 2011. Mengenai Penyakit Hipertensi, Diabetes, Storke, dan Serangan

Jantung. Cetakan Pertama. Jakarta : Keenbooks.

Bustan. 2010. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Cetakan Pertama. Jakarta :

Rineka Cipta.

. 2010. Tekanan Darah Tinggi. Jakarta : Erlangga.

Budiarto. EKO,2003. Metode Penelitian Kuantitatif,Kualitatif dan R&D.

Alfabeta: Bandung

Departemen Kesehata Republik Indonesia, Kebiajakan dan Strategi Nasiognosis

dan Pencegahan dan Penangulangan Penyakit Tidak Menular. Jakarta :

2013

Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat, 2014, Profil Kesehatan Kabupaten

Aceh Barat Tahun 2014, Meulaboh

Hull. 2010. Management Of Arterial Hypertension. WHO.Genev

Herlimah, dkk, 2013.Hubungan Dukungan Keluarga Dengan perilaku Dalam

Pengendalian Hipertensi .Jurnal Keperawatan Komunitas.47

48

Kemenkes. 2013.“Pedoman Nasional Pengendalian Hipertensi”. Jakarta :

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.

Kumar W. 2010. Hipertensi, Gramedia Pustaka Umum, Jakarta.

Muwarni, 2011. Faktor-Faktor Resiko Hipertensi Pada Masyarakat. Semarang :

Diponegoro.

Malara. 2014. Hubungan Gaya Hidup Dengan Kejadian Hipertensi Di Puskesmas Kolongan Kecamatan Kalawat Kabupaten Minahasa Utara. ejournal keperawatan (e-Kp) Volume 2. Nomor 1. Februari 2014. Universitas Sam Ratulangi Manado

Notoadmodjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta: Jakarta.

. 2010. Promosi Kesehatan, Grahalilmu : Jakarta

Profil Dinas Kesehatan Provinsi Aceh, 2013, Banda Aceh : Dinkes Prov

Puskesmas Meureubo, 2015 Pencatatan dan Pelaporan Puskesmas Meureubo

Riskesdas. 2013. Data dan Informasi Tahun 2013. Jakarta: Riset Kesehatan

Dasar

Rawasiah. 2014. Hubungan faktor konsumsi makanan dengan kejadian hipertensi pada lansia di puskesmas pattingalloang. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin

Rohendi, 2008 Strategi Pencegahan Hipertensi pada Masyarakat. Semarang:

Diponegoro.

Rindiastuti. 2011. Penyakit Kronik dan Degeneratif. Pusat Informasi dan

Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UI. Jakarta

Ridwan, M. 2010. Mengenal Mencegah, Mengatasi Silent Kiler Hipertensi.

Jakarta : Pusaka Widyamara

49

Sugiharto,A. 2010. Faktor-Faktor Risiko Hipertensi Grade II Pada Masyarakat.

Semarang : Diponegoro

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D.

Alfabeta : Bandung

Sutisna. 2002. Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran, Rosdakarya, Bandung, Hal 11 –22

World Health Organization (WHO, 2013). Data and Statisticsof Hipertensi.

Diakses tanggal 2 September 2014

Wardoyo. 2011. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta Rineka Cipta.

Yatim, F, 2005. Gangguan Kesehatan pada Anak Usia Sekolah. Pustaka Populer

Obor. Jakarta:35