bab iv,v.docx

28
BAB IV HASIL A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Keberadaan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro berawal dari terbitnya Surat Keputusan Rektor Universitas Diponegoro No.01/SK/PT.09/1985 tanggal 4 Januari 1985 tentang berdirinya Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (PSKM-FK UNDIP). Dalam pengembangannya menjadi fakultas, PSKM FK-UNDIP mendapatkan bantuan dana dari proyek pengembangan FKM se-Indonesia yang merupakan proyek kerja sama antara Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dengan USAID. Setelah semua persyaratan berdirinya sebuah fakultas dipenuhi, maka pada tanggal 21 November 1993 keluarlah surat keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 0369/O/1993 tentang berdirinya Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) dan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Diponegoro. Sejak itu

Upload: haryo-wasisto

Post on 16-Dec-2015

230 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

BAB IVHASIL

A. Gambaran Umum Lokasi PenelitianKeberadaan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro berawal dari terbitnya Surat Keputusan Rektor Universitas Diponegoro No.01/SK/PT.09/1985 tanggal 4 Januari 1985 tentang berdirinya Program StudiKesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (PSKM-FK UNDIP).Dalam pengembangannya menjadi fakultas, PSKM FK-UNDIP mendapatkan bantuan dana dari proyek pengembangan FKM se-Indonesia yang merupakan proyek kerja sama antara Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dengan USAID.Setelah semua persyaratan berdirinya sebuah fakultas dipenuhi, maka pada tanggal 21 November 1993 keluarlah surat keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 0369/O/1993 tentang berdirinya Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) dan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Diponegoro. Sejak itu Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro secara resmi menjadi fakultas sendiri.Pada awal pendiriannya, PSKM FK- UNDIP hanya menerima mahasiswa S1-2 tahun (Program Lintas Jalur) yang umumnya berasal dari instansi-instansi di lingkungan Departemen Kesehatan. Sejak tahun akademik 1986/1987 mulai menerima mahasisiwa lulusan SMA melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan Program Seleksi Siswa Berpotensi (PSSB).Pada tahun akademik 1997/1998, FKM UNDIP mulai menerima mahasiswa non reguler lulusan D-3, sedangkan non reguler dari SMA dibuka mulai tahun 2005. Pada tahun akademik1999/2000 juga telah diselenggarakan program pendidikan penjejangan D-3 ke S-2 melalui kerjasama dengan Health Project-V (HP-V) Departemen Kesehatan. Selanjutnya pada tahun akademik 2001/2002 juga dibuka kelas khusus Kerjasama antara FKM UNDIP dengan PEMDA Kabupaten.Hingga saat ini FKM UNDIP memiliki 9 peminatan/jurusan yakni:1. Administrasi Kebijakan Kesehatan2. Biostatistika dan Ilmu Kependudukan3. Epidemiologi dan Penyakit Tropik4. Gizi Kesehatan Masyarakat5. Kesehatan Lingkungan6. Keselamatan dan Kesehatan Kerja7. Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku8. Kesehatan Ibu dan Anak9. Entomologi Kesehatan Pada tahun akademik 1999/2000, dibuka program studi Strata 2 (S-2/Magister) Ilmu Kesehatan Masyarakat atau MIKM. Sampai tahun akademik 2000/2001, MIKM memiliki 4 konsentrasi yaitu Konsentrasi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan (AKK), Konsentrasai Administrasi Rumah Sakit (ARS), Konsentrasi Promosi Kesehatan (PROMKES), Konsentrasi Sistem Informasi Manajemen Kesehatan (SIMKES). Mulai tahun akademik 2000/2001 dibuka 3 konsentrasi baru yaitu Konsentrasi Kesehatan Lingkungan (KL), Konsentrasi Gizi Masyarakat, dan Konsentrasi Epidemiologi.Pada April 2001 hingga saat ini, terdapat 5 Program Studi Magister pada Program Pascasarjana Universitas Diponegoro yang secara keilmuan menginduk pada FKM UNDIP, yaitu1. Program S-2/Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat,2. Program S-2/Magister Kesehatan Lingkungan,3. Program S-2/Magister Promosi Kesehatan,4. Program S-2/Magister Epidemiologi, dan5. Program S-2/Magister Gizi Masyarakat.Berdasarkan penilaian Badan Akreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT) Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor : 033/BAN-PT/Ak-X/S1/I/2008 menetapkan bahwa FKM UNDIP mendapatkan predikat AkreditasiA.B. Karakteristik Responden1. Distribusi Frekuensi Menurut Umur

Tabel Distribusi Frekuensi Menurut UmurUmur (tahun)Frekuensi (orang)Persentase (%)

1811,3

193242,1

204153,9

2111,3

2211,3

Jumlah76100,0

Dari tabel terlihat bahwa mayoritas responden berumur 20 tahun, yaitu sebesar 41 orang (53,9%) dengan rentang umur antara 18-22 tahun.

2. Distribusi Frekuensi Menurut Usia Menarche

Tabel Distribusi Frekuensi Menurut Usia MenarcheUsia Menarche (tahun)Frekuensi (orang)Persentase (%)

Cepat 2127,6

Ideal4964,5

Terlambat67,9

Jumlah76100,0

Dari tabel terlihat bahwa lebih dari setengah jumlah responden mengalami menarche pada usia yang ideal (13-15 tahun) yaitu sebesar 49 orang (64,5%).

3. Distribusi Frekuensi Rata Rata Lama Menstruasi

Tabel Distribusi Frekuensi Rata Rata Lama MenstruasiLama MenstruasiFrekuensi (orang)Persentase (%)

Normal5977,6

Tidak Normal1722,4

Jumlah76100,0

Dari tabel dapat terlihat bahwa lebih jumlah responden dengan rata-rata lama menstruasi normal lebih besar yaitu 59 orang (77,6%) daripada jumlah responden dengan rata-rata lama menstruasi tidak normal yaitu 17 orang (22,4%).

4. Distribusi Frekuensi Riwayat Dismenore Primer

Tabel Distribusi Frekuensi Riwayat Dismenore PrimerRiwayat DismenoreFrekuensi (orang)Persentase (%)

Ya2127,6

Tidak5572,4

Jumlah76100,0

Pada umumnya lebih dari dua pertiga keseluruhan responden dalam penelitian ini tidak memiliki riwayat dismenore. Pada tabel diatas dapat dilihat persentase responden yang tidak memiliki riwayat dismenore sebanyak 72,6% (55 orang) sedangkan persentase responden yang memiliki riwayat dismenore sebanyak 27,6% (21 orang).

5. Distribusi Frekuensi Siklus Menstruasi

Tabel Distribusi Siklus MenstruasiSiklus MenstruasiFrekuensi (orang)Persentase (%)

Normal6788,2

Tidak Normal911,8

Jumlah76100,0

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa mayoritas responden memiliki siklus menstruasi normal yaitu sebesar 67 orang (88,2%). Sedangkan jumlah responden yang memiliki siklus menstruasi tidak normal hanya sebesar 9 orang (11,8%).

6. Distribusi Frekuensi Aktivitas Olahraga

Tabel Distribusi Frekuensi Menurut Aktivitas OlahragaAktivitas OlahragaFrekuensi (orang)Persentase (%)

Jarang6889,5

Normal810,5

Jumlah76100,0

Mayoritas responden dalam penelitian ini yakni sebanyak 68 orang (89,5%) jarang melakukan aktivitas olahraga. Sedangkan sisanya yakni sebanyak 8 orang (10,5%) melakukan aktivitas olahraga secara normal.

7. Distribusi Frekuensi Kejadian Dismenore Primer

Tabel Distribusi Frekuensi Menurut Kejadian Dismenore PrimerKejadian DismenoreFrekuensi (orang)Persentase (%)

Ya4457,9

Tidak 3242,1

Jumlah76100,0

Pada umumnya responden dalam penelitian ini mengalami dismenore primer. Pada tabel diatas dapat dilihat jumlah responden yang mengalami dismenore primer yaitu sebanyak 44 orang (57,9%), sedangkan yang tidak mengalami dismenore primer sebanyak 32 orang (42,1%).8. Hubungan Antara Usia Menarche dan Aktivitas Olahraga dengan Kejadian Dismenorea. Usia Menarche

Tabel. Tabulasi Silang Antara Usia Menarche dengan Kejadian Dismenore Primer Mahasiswi Semester IV Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro 2015No.Usia MenarcheKejadian Dismenore PrimerJumlah

YaTidakF%

F%F%

1.Cepat1257,1942,921100,0

2.Ideal2857,12142,949100,0

3.Terlambat466,7233,36100,0

X2 = 2,53 df = 2 Nilai p = 0,206

Dari tabel diatas menunjukkan proporsi mahasiswi semester IV Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro yang usia menarche ideal sebesar 57,1% mengalami dismenore primer.Perhitungan Chi Square digunakan untuk menguji hubungan usia menarche dengan kejadian dismenore primer dengan nilai sebesar 0,05. Dari perhitungan ini didapatkan nilai p sebesar 0,206 lebih besar dari 0,05 sehingga secara statistik dapat dinyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara usia menarche dengan kejadian dismenore primer.

b. Aktivitas Olahraga

Tabel.Tabulasi Silang Antara Aktivitas Olahraga dengan Kejadian Dismenore Primer Mahasiswi Semester IV Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro 2015No.Aktivitas OlahragaKejadian Dismenore PrimerJumlah

YaTidakF%

F%F%

1.Jarang3957,42942,668100,0

2.Normal562,5337,58100,0

X2 = 3,37 df = 2 Nilai p = 0,078

Dari tabel diatas menunjukkan proporsi mahasiswi semester IV Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro yang aktivitas olahraganya jarang sebesar 57,4% mengalami dismenore primer.Perhitungan Chi Square digunakan untuk menguji hubungan aktivitas olahraga dengan kejadian dismenore primer dengan nilai sebesar 0,05. Dari perhitungan ini didapatkan nilai p sebesar 0,078 lebih besar dari 0,05 sehingga secara statistik dapat dinyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara aktivitas olahraga dengan kejadian dismenore primer.

BAB VPEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswi Semester IV Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro Tahun 2015 sebanyak 365 orang. Setelah dilakukan perhitungan sampel minimal didapatkan sebanyak 76 sampel. Pengambilan sampel harus memenuhi kriteria inklusi yang telah ditentukan. Dari hasil penelitian ini didapatkan umur responden terbanyak adalah pada umur 20 tahun yaitu sebanyak 41 orang (53,9%) dengan rentang umur responden antara 18-22 tahun. Rentang umur responden termasuk dalam tahap masa remaja. WHO (2007) menyebutkan bahwa batasan usia remaja adalah usia 12 sampai 24tahun, sedangkan menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan BKKBN adalah antara 10 sampai 19 tahun dan belum kawin (Widyastuti, Anita Rahmawati & Yuliasti Eka Purwaningrum. 2009. Kesehatan Reproduksi.Yogyakarta : Fitra Maya). Pada usia remaja, sering ditemukan kejadian dismenore. Hal ini dikarenakan usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya pada anak-anak dan lansia. Perbedaan perkembangan yang ditemukan diantara kelompok usia dapat mempengaruhi cara anak bereaksi terhadap nyeri. Tingkat perkembangan akan mempengaruhi proses kognitif dalam persepsi nyeri yang dirasakan dan sejalan dengan pertambahan usia. Semakin meningkat usia maka toleransi terhadap nyeri pun semakin meningkat.55) Menurut Novia (2006) yang menyatakan salah satu faktor risiko yang mempengaruhi kejadian dismenore primer adalah usia.56) Perempuan semakin tua, lebih sering mengalami menstruasi maka leher rahim bertambah lebar, sehingga pada usia tua kejadian dismenore jarang ditemukan.

B. Usia Menarche

Menarche adalah awal menstruasi. Usia menarche yang ideal adalah antara 13-15 tahun. 51) Tabel menunjukkan bahwa 64,5% responden mengalami menarche pada usia yang ideal. Sedangkan 27,6% mengalami menarche lebih cepat (kurang dari usia 13 tahun) dan sisanya yakni 7,9% terlambat mengalami menarche (lebih dari 15 tahun). Statistik menunjukkan bahwa usia menarche dipengaruhi faktor keturunan, keadaan gizi, dan kesehatan umum.50) Menarche dianggap sebagai hal yang penting karena menarche dikatakan sebagai puncak dari serangkaian perubahan seorang gadis yang sedang menginjak dewasa, dimana secara fisik pemunculannya ditandai dengan keluarnya darah dari vagina akibat peluruhan lapisan endometrium.2,3 Menarche terjadi pada pertengahan pubertas atau biasa terjadi 6 bulan setelah mencapai puncak percepatan pertumbuhan.4Terjadinya menstruasi dipengaruhi oleh hormon estrogen dan progesteron yang diproduksi di dalam indung telur. Indung telur menghasilkan estrogen setelah keluarnya darah menstruasi dan progestreron setelah terjadi ovulasi atau pelepasan sel telur dari indung telur. Hormon estrogen menyebabkan penebalan selaput lendir pada dinding rongga rahim dan selaput lendir ini akan menjadi sembab dibawah pengaruh progesteron. Bila tidak terjadi kehamilan, kadar kedua hormon ini akan menurun dan menyebabkan selaput lendir terlepas dari dinding rongga rahim yang disertai dengan perdarahan menjadi darah menstruasi. 5(2. Taber Ben-zion. Perdarahan Per Vaginam. S Melfiawati, Editor. Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. Alih bahasa: Supriyadi T. Jakarta: EGC; 1994. P 459.

3. Santrock JW. Adolescence Perkembangan Remaja. Wisnu C, Kristiaji, Sumiharti Y. Alih bahasa: Seragih S, Shinto B. Jakarta: Erlangga; 2003. P 84-92.

4. Karapanao O, Anatasios P. Determinants of Menarche. Diunduh dari URL: www.biomedcentral.com diakses pada tanggal 23 Oktober 2012.5. Fitriana EN. 2012. Hubungan Status Gizi dengan Rata-rata Usia Menarche Pada Siswi Sekolah Dasar Negri 1 Kleco Surakarta. Diunduh dari URL: http://fk.uns.ac.id/index.php/abstrakskripsi/baca/466 diakses pada tanggal 8 Januari 2013. )

C. Aktivitas Olahraga

Dari hasil penelitian, dalam setiap minggunya responden jarang melakukan aktivitas olahraga. Selain itu mahasiswi pada semester VI Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro sudah tidak menerima mata kuliah olahraga / kesehatan jasmani. Dari tabel .. dapat dilihat bahwa responden yang jarang melakukan aktivitas olahraga (kurang dari 3 kali perminggu) lebih banyak yaitu sejumlah 68 orang (89,5%) jika dibandingkan dengan jumlah responden yang rutin berolahraga (lebih dari tiga kali perminggu) yang hanya berjumlah 8 orang (10,5%).Olahraga adalah suatu bentuk aktivitas fisik yang terencana dan terstruktur yang melibatkan gerakan tubuh berulang-ulang dan ditujukan untuk meningkatkan kebugaran jasmani. 52) Olahraga yang dilakukan secara sistematis, teratur dan terarah akan sangat membantu upaya kita menciptakan pola hidup yang sehat dan berkualitas. 12)

D. Kejadian Dismenore PrimerAspek penelitian yang dilakukan untuk mengukur status kejadian dismenore adalah catatan sejumlah gejala-gejala fisik maupun mental yang dialami oleh responden yang terjadi setiap bulannya sebelum dan selama menstruasi. Dari hasil penelitian, mayoritas responden mengalami dismenore primer adalah sebanyak 44 orang (57,9 %).Adapun gejala-gejala yang dirasakan oleh responden berturut-turut adalah nyeri dibagian bawah perut, nyeri dibagian punggung bawah, sakit kepala (pusing, migrain), lelah, mual, muntah, cemas, gelisah, dan cemas. Serta tidak ditemukan responden mengalami gejala seperti kejang/pingsan.Menurut Anurogo (2008) gejala-gejala umum dismenore primer adalah nyeri perut (kram), malaise, fatigue, mual dan muntah, diare, nyeri punggung bawah, sakit kepala terkadang disertai vertigo, perasaan cemas, gelisah, dan bahkan kolaps.24) Menurut Taber (2005) nyeri abdomen dapat mulai beberapa jam sampai satu hari mendahului keluarnya darah haid.36 Nyeri biasanya paling kuat sekitar 12 jam setelah mulai timbulnya keluar darah haid, saat pelepasan endometrium maksimal. Dismenore juga memiliki ciri khas yaitu nyeri pelvis atau perut bawah dimulai sejak keluar haid dan berakhir 8-72 jam, nyeri punggung, nyeri paha di medial atau anterior, sakit kepala, diare, mual atau muntah 37) serta konsentrasi buruk.19)Menurut Hendrik (2006), 60-75% nyeri menstruasi dialami oleh remaja, dengan tiga perempatnya mengalami nyeri berat dan sisanya mengalami nyeri sedang sampai ringan.20) Pasien melaporkan nyeri saat haid, dimana sebanyak 12% nyeri haid sudah parah, 37% nyeri haid sedang, dan 49% nyeri haid masih ringan. 15) Hasil penelitian di China tahun 2010 menunjukkan sekitar 41,9% - 79,4% remaja wanita mengalami dismenore primer, 31,5% - 41,9 % terjadi pada usia 9 13 tahun dan 57,1% - 79,4% pada usia 14 18 tahun.28) Pada tahun 2012 prevalensi dismenore primer di Amerika Serikat pada wanita umur 12 17 tahun adalah 59,7%, dengan derajat kesakitan 49% dismenore ringan, 37% dismenore sedang, dan 12% dismenore berat yang mengakibatkan 23,6% dari penderitanya tidak masuk sekolah.29)Dampak merugikan dari dismenore pada kehidupan perempuan telah dianggap oleh sebagian besar peneliti di daerah ini. Di banyak negara, dismenore primer adalah penyebab utama tidak masuk sekolah dalam jangka pendek dan berulang serta ketidakhadiran kerja pada wanita.30) Sekitar 10-20% wanita yang mengalami dismenore dengan gejala cukup parah yang dapat mengganggu aktivitas normal. Menurut Woo dan McEneaney (2010) dismenore mempengaruhi kualitas hidup sebesar 40-90% wanita, dimana 1 dari 13 yang mengalami dismenore tidak hadir bekerja dan sekolah selama 1-3 hari per bulan.23) Di Amerika Serikat diperkirakan hampir 90% wanita mengalami dismenore dan 10-15% diantaranya mengalami dismenore berat, yang menyebabkan mereka tidak mampu melakukan kegiatan apapun dan ini akan menurunkan kualitas hidup pada individu masing-masing. Negara Amerika memperhitungkan 600 juta kehilangan jam kerja dan dua miliar dolar dalam produktivitas yang hilang setiap waktunya.31),32) Kemudian menurut Ernawati dkk (2010), dalam suatu penelitian pada 50 orang mahasiswi di Semarang ditemukan kejadian dismenore ringan sebanyak 18%, dismenore sedang 62% dan dismenore berat 20%. Dimana hal ini akan dapat mengganggu aktivitas dan kegiatan belajar sehingga akan dapat mengganggu prestasi belajar mahasiswa.33)E. Hubungan Antara Usia Menarche dengan Kejadian Dismenore PrimerDari hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa responden penelitian yang mengalami kategori menarche cepat dan dismenore primer sebanyak 27,3% (12 orang), kategori menarche ideal dan dismenore primer sebanyak 63,7% (28 orang), dan kategori menarche terlambat dan dismenore primer sebanyak 9% (4 orang). Hasil ini menunjukkan bahwa wanita dengan menarche ideal akan lebih berisiko mengalami dismenore primer.Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan teori yang diutarakan oleh Zukri et al (2009), yaitu menarche pada usia 11 tahun atau lebih muda memiliki risiko lebih tinggi dismenore primer dibandingkan dengan wanita yang menarche di atas usia 11 tahun (Zukri et al, 2009). Menarche dapat terjadi pada usia yang sangat muda, yaitu 8 atau 9 tahun (Selby, 2007). Menurut Beausang dan Razor (2000) dalam Hand (2010) periode menstruasi yang dimulai sebelum usia 9 tahun menunjukkan adanya ketidaknormalan pada sistem hormonnya dan membutuhkan penanganan lanjut. Menarche pada usia yang sangat muda dapat disebabkan oleh adanya riwayat keluarga yang memang pubertas lebih awal, obesitas, tumor pada kelenjar adrenal, dan pengeluaran estrogen yang berlebihan (Mc Veigh et al, 2008 dalam Hand, 2010).Umumnya, menarche di usia muda mengarah kepada siklus ovulatorik yang lebih awal dan lebih awal pula mengalami gejala dismenore (Xiaoshu, 2010). Widjanarko (2006) dalam Novia dan Puspitasari (2008) menyatakan bahwa alat reproduksi wanita harus berfungsi sebagaimana mestonya. Namun, jika menarche terjadi pada usia yang lebih awal dari normal, di mana alat reproduksi masih belum siap untuk mengalami perubahan dan juga masih terjadi penyempitan pada leher rahim, maka akan timbul rasa sakit ketika menstruasi. Hubungan antara usia menarche dengan dismenore primer menunjukkan hubungan yang tidak bermakna dengan p value 0,120. Hasil tersebut tidak sesuai dengan hipotesis awal mengenai hubungan usia menarche dengan dismenore primer. Simon (2009) dalam Sianipar dkk (2009) menyebutkan bahwa perempuan yang mengalami menstruasi pertama pada usia kurang dari sama dengan 11 tahun akan memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami nyeri hebat, periode, dan siklus menstruasi yang memanjang. Hal ini juga ditemukan pada wanita yang mengalami menstruasi pertama pada usia di atas 14 tahun.Zhang (1984) dalam Xiaoshu (2010) menyatakan bahwa menarche di usia muda, interval menstruasi yang pendek, serta aliran menstruasi yang banyak/berat diketahui bahwa terjadi karena ada pengaruh hormon esterogen. Shin (2005) dalam Xiaoshu (2010) menemukan hubungan antara esterogen dengan nyeri/kram saat menstruasi sebagai konsekuensi dari sintesis prostaglandin yang distimulasi oleh estrogen yang meningkat. Peningkatan kadar esterogen mungkin juga dapat meningkatkan terjadinya kram/nyeri menstruasi.Pada penelitian ini, hasil uji statistik chi square pun menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara usia menarche dengan kejadian dismenore primer dengan p-value .... ada beberapa faktor penyebab yang dapat menunjukkan hubungan antara usia menarche dengan dismenore primer, yaitu perkiraan responden dan pembulatan usia. Perkiraan usia menarche oleh responden sangat mungkin terjadi karena pada saat pengambilan data banyak responden yang lupa kapan pertama kali ia menstruasi dan mencoba mengingat-ngingatnya kembali. Untuk membantu responden mengingat, peneliti menanyakan pada kelas berapa responden pertama kali menstruasi sebelum menanyakan usia menarche responden. Namun, ketika responden mengingat kelas berapa mereka pertama kali menstruasi maka akan ada kemungkinan bersar pembulatan usia, pembulatan usia dapat dilakukan pembulatan ke atas atau ke bawah.Ketidakbermaknaan hubungan antara usia menarche dengan dismenore primer sejalan dengan studi yang dilakukan oleh Cakir et al (2007) pada 480 mahasiswi di Turki tidak menemukan hubungan antara dismenore dengan usia menarche. Tetapi terdapat hubungan yamg bermakna antara usia menarche dengan tingkat keparahan dismenore secara signifikan lebih tinggi pada subjek dengan nyeri tingkat sedang dengan p-value 0,014 dengan rata-rata usia menarche 12,8 1,3 tahun.Studi yang dilakukan oleh Zukri et al (2009) pada mahasiswi kedokteran dan kedokteran gigi, Kelantan, Malaysia menemukan hasil yang serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Cakir et al (2007). Pada analisis chi square, Zukri et al tidak menemukan adanya hubungan antara usia menarche dengan dismenore primer dengan p-value 0,078. Namun, setelah dilakukan analisis pada 123 responden yang dismenore menggunakan multiple linear regression, ternyata usia menarche kurang dari 11 tahun memiliki hubungan yang signifikan dengan keparahan pada responden yang mengalami dismenore primer dengan p-value 0,018.Selain itu, studi yang dilakukan oleh Patel et al (2006) pada 2262 wanita di India menemukan bahwa wanita dengan usia menarche lebih tua memiliki risiko lebih rendah mengalami dismenore dengan OR 0,70 (untuk usia menarche di atas 14 tahun dibandingkan dengan yang di bawah 13 tahun) (Petel et al, 2006). Studi yang dilakukan oleh patel et al sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Simon (2009) dan Sianipar dkk (2009). F. Hubungan Antara Aktivitas Olahraga dengan Kejadian Dismenore PrimerDari panelitian ini menunjukkan proporsi mahasiswi semester IV Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro yang aktivitas olahraganya jarang sebesar 57,4% mengalami dismenore primer.Dalam penelitian ini, untuk mengukur olahraga responden dengan memperhatikan frekuensi olahraga setiap minggunya. Namun, tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dengan dismenore primer. Dari perhitungan ini didapatkan nilai p sebesar 0,078 lebih besar dari 0,05 sehingga secara statistik dapat dinyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara aktivitas olahraga dengan kejadian dismenore primer.Faktor yang dapat menyebabkan ketidakbermaknaan hubungan antara aktivitas fisik dan dismenore primer ialah instrumen pengukuran aktivitas fisik dengan menggunakan kuesioner Baecke (1982) sehingga hasil yang didapat sangat bergantung pada persepsi dan ingatan dari responden dalam menjawab pertanyaan yang diberikan.Hal ini tidak sejalan dengan beberapa penelitian sebelumnya yang menemukan adanya hubungan antara aktivitas fisik dengan dismenore primer. Penelitian yang dilakukan oleh Zukri et al (2007) menunjukkan bahwa pada wanita yang tidak berolahraga 3,5 kali lebih berisiko mengalami dismenore primer dibandingkan dengan yang berolahraga. Jahromi et al (2008) juga mencoba menganalisis olahraga melalui studi semi eksperimentalnya pada satu grup. Jahromi et al memilih fitness dan mengamati perbedaan antara sebelum dan sesudah dilakukan tindakan berupa fitness. Hasilnya menunjukkan hubungan antara fitness dengan dismenore dengan nilai P value 0,001. Penelitian yang dilakukan Sianipar dkk (2009) menunjukkan bahwa aktivitas fisik berpengaruh terhadap gangguan menstruasi pada wanita dengan P = 0,015. Namun, pasa beberapa studi tidak berhasil menemukan hubungan antara dismenore dengan aktivitas fisik (Locke, 1999). Pengaruh olahraga sebagai salah satu terapi alternatif dalam mengatasi dismenore primer terus menerus diteliti, akan tetapi masih saja terdapat kontroversi mengenai hubungan olahraga teratur dengan nyeri dismenore primer. Beberapa penelitian yaitu Dyana (2009)11, Mahvash et al (2012)13 Abbaspour et al (2004)14 dan Branco et al (2006)15 menyatakan terdapat hubungan yang signifikan antara olahraga teratur dengan nyeri dismenore primer. Sebaliknya, penelitian Blakey et al (2009)16 didapatkan hasil bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara olahraga teratur dengan nyeri dismenore primer.Beberapa pengaruh olahraga dalam mengatasi dismenore primer diduga melalui mekanisme pelepasan endorfin pada saat olahraga. Endorfin merupakan suatu opiat endogen yang dapat memblok transmisi nyeri. Selain itu endorfin juga berpengaruh menurunkan stres yang diduga berperan menimbulkan dismenorea primer dengan mengaktifkan sistem saraf simpatis yang menginervasi rahim sehingga kontraksi uterus meningkat. Peningkatan sirkulasi ke daerah pelvik dan percepatan mobilisasi prostaglandin dari otot rahim diduga juga berperan untuk mengatasi nyeri dismenore.13, 14, 15Beberapa kemungkinan lain mengapa dismenore primer menurut hasil penelitian ini tidak ada hubungan dengan kebiasaan olahraga adalah karena pathogenesis dismenore primer sebagai berikut :1. Stenosis serviksTeori ini diajukan oleh Hipoorates bahwa akhir-akhir ini diyakini bahwa dilatasi serviks akan merupakan pengobatan permanen diemenore primer, hal ini didukung oleh hilangnya dismenore primer setelah kelahiran anak yang pertama (Akerlund, 1979 dalam Wiiduri 1995).2. Kontraksi myometriumMenurut (Filler dan Hall, 1970, dalam Widuri 1995) menyelidiki yang menggunakan catatan tekanan intra uterus telah memperlihatkan hiperaktivitas uterus yaitu (kontraksi uterus yang lebih sering, kontraksi yang lebih besar intensitasnya, peningkatan tonus uterus yang mendasarinya) dari ketiga pengamatan ini terjadi pada hampir semua wanita yang mengeluh dismenore primer.3. Aliran darahTelah dikonfirmasikan oleh pengukuran tidak langsung aliran darah uterus selama haid bahwa setiap kontraksi uterus disertai dengan penurunan bersama dengan aliran darah pada hiperaktivitas uterus.Diperkirakan bahwa kontraksi uterus sendiri mungkin bertanggungjawab untuk nyeri kolik dismenore yang khas, sementara episode pengurangan aliran darah uterus berkepanjangan yang dijumpai pada beberapa wanita menyebabkan pegal-pegal yang kontinyu dan bervariasi intensitasnya (Woodbury, at al, 1989 dalam Yustianingsih, 2004).Keyakinan bahwa olahraga adalah suatu pengobatan yang efektif telah ada sejak beberapa tahun lalu. Serta adanya anggapan olahraga bisa mengurangi rasa sakit yang dialami perempuan saat menstruasi Mungkin hal ini hanya menjadi hal menarik agar membuat orang mau untuk berolahraga. Tapi penelitian membuktikan hal tersebut tidak benar, rasa sakit saat menstruasi tetap tidak hilang meskipun dialihkan dengan berolahraga.Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa olahraga tidak berpengaruh terhadap dismenore yang diderita oleh sebagian besar responden.Walaupun beberapa teori mengatakan bahwa olahraga dapat menurunkan dismenore tetapi hal tersebut perlu pengkajian dan penelitian lebih lanjut untuk membuktikannya.Hal tersebut juga sesuai dengan hasil penelitian Dr. Amanda terhadap lebih dari 650 mahasiswi universitas Birmingham, Inggris yang diminta mengisi kuesioner mengenai berbagai hal seputar menstruasi, jenis olahraga yang mereka jalani, serta gaya hidup. Respons yang didapatkan menunjukkan 72 persen mahasiswi tersebut tidak atau sedikit merasakan sakit saat menstruasi, dan 28 persen mengalami sakit yang sedang hingga parah saat mentruasi. Dengan mempertimbangkan suasana hati (mood), etnik, berat badan, rokok, penggunaan pil kontrasepsi serta seberapa banyak olahraga yang dilakukan perempuan tersebut, para peneliti tidak menemukan adanya hubungan antara intensitas olahraga yang dijalani dan apakah seorang perempuan mengalami rasa sakit saat menstruasi atau tidak, dan seberapa parah gejala itu dialami. Jadi, dibutuhkan masih banyak penelitian untuk bisa membuat rekomendasi bahwa olahraga bisa mengurangi sakit menstruasi. Keyakinan bahwa olahraga adalah suatu pengobatan yang efektif telah ada sejak beberapa tahun lalu (Hidayatullah, 2009).

G. Keterbatasan PenelitianPenelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian dismenore primer ini merupakan penelitian dengan desain cross sectional. Desain ini bertujuan untuk mengetahui suatu hubungan variabel independen dengan variabel dependen dalam satu waktu dan tidak dilakukan follow up. Namun, desain ini memiliki kelemahan atau keterbatasan karena tidak dapat digunakan untuk mengetahui hubungan sebab akibat. Hal ini dikarenakan pengukuran terhadap variabel independen dan dependen pada waktu yang bersamaan.Penelitian ini hanya mampu mendeskripsikan distribusi kejadian dismenore primer dengan variabel-variabel bebas yang menjadi faktor penelitian. Karena untuk menilai suatu hubungan kausal menuntut sekuensi waktu yang jelas antara variabel bebas (usia menarche dan aktivitas olahraga) dengan variabel terikat (kejadian dismenore primer), yaitu variabel bebas harus mendahului variabel terikat (efek). Dimana hal ini sulit dipenuhi dalam pendekatan cross sectional karena dalam pendekatan ini hubungan antara kejadian dismenore primer (ya/tidak) dengan variabel-variabel bebas penelitian diamati secara serentak pada masing-masing responden dalam suatu saat.