impetigo bulosa

28
REFERAT IMPETIGO BULOSA Pembimbing: dr. Frida Adelina Br Ginting, Sp. KK Disusun oleh: Andri Nurfajar 09310297 Devi Haryati 09310056 Riyanto 09310172 KEPANITERAAN KLINIK

Upload: csii-mpy

Post on 25-Sep-2015

80 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

REFERATIMPETIGO BULOSA

Pembimbing:dr. Frida Adelina Br Ginting, Sp. KK

Disusun oleh:Andri Nurfajar 09310297Devi Haryati 09310056Riyanto 09310172

KEPANITERAAN KLINIKBAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN RUMAH SAKIT UMUM KABANJAHE KABUPATEN KAROFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI2015KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah yang diberikan sehingga referat yang berjudul Impetigo Bulosa dapat terselesaikan dengan baik. Referat ini dibuat sebagai salah satu tugas dalam kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Kabupaten Karo.Kiranya dapat penulis kemukakan bahwa tidak mungkin referat ini dapat diselesaikan tanpa bantuan, dorongan serta kerjasama berbagai pihak dengan sepenuh hati, sehingga dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada dr. Frida Adelina Br Ginting, Sp. KK selaku pembimbing SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Kabupaten Karo.Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna. Karena itu penulis mohon maaf bila terdapat kesalahan di dalamnya. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki kekurangan referat ini di kemudian hari. Akhir kata, semoga referat ini bisa bermanfaat bagi para pembaca. Atas perhatian yang diberikan, penulis mengucapkan terima kasih.

Kabanjahe, Mei 2015

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL 1KATA PENGANTAR 2DAFTAR ISI 3BAB I PENDAHULUANLatar Belakang 4BAB II TINJAUAN PUSTAKAA. Definisi 5B. Epidemiologi 6C. Etiologi 6 D. Patogenesis 6E. Gejala Klinis 7F. Diagnosis 9 G. Pemeriksaan Penunjang 10 H. Diagnosis 11 I. Penatalaksanaan 14J. Komplikasi 16K. Prognosis 16L. Pencegahan 17BAB III SIMPULANDAFTAR PUSTAKA

BAB IPENDAHULUAN

Latar BelakangPioderma merupakan penyakit yang sering dijumpai. Insidensinya menduduki tempat ketiga, dan berhubungan erat dengan keadaan sosial-ekonomi.Pioderma disebabkan oleh infeksi kulit bakteri gram positif, yaitu Streptococcus dan Staphylococcus. Namun, dapat pula disebabkan oleh infeksi bakteri gram negatif, misalnya: Pseudomonas aeruginosa, Proteus vulgaris, Proteus mirabilis, Eschericia coli,dan Klebsiella.Pioderma memiliki banyak bentuk diantaranya impetigo, folikulitis, furunkel, eritrasma, erisipelas, selulitis, abses, dan lain-lain.Impetigo merupakan salah satu bentuk pioderma superfisial dan bersifat menular, bakteri yang menyebabkannya adalah Streptococcus dan Staphylococcus, paling banyak terdapat pada daerah yang padat penduduk dan berhubungan erat dengan keadaan sosial ekonomi dan higiene yang buruk.Impetigo merupakan infeksi kulit yang sering terjadi pada anak-anak, tetapi dapat juga menyerang orang dewasa, umumnya mengenai anak-anak umur 2-5 tahun.Terdapat dua bentuk klinis impetigo, yaitu impetigo krustosa/kontangiosa/ tillbury fox (tanpa gelembung adanya krusta/koreng) dan impetigo bulosa (dengan gelembung berisi cairan). Namun dalam referat ini akan dibahas lebih dalam tentang impetigo bulosa.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI Impetigo adalah infeksi piogenik superfisial dan mudah menular yang terdapat di permukaan kulit. Terdapat dua bentuk klinis impetigo yaitu impetigo krustosa dan impetigo bulosa. Impetigo bulosa disebabkan oleh Staphylococcus aureus, sedangkan impetigo krustosa disebabkan oleh Streptococcus hemoliticus. Impetigo bulosa adalah suatu penyakit infeksi piogenik pada kulit yang superfisial dan menular disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Ditandai oleh lepuh-lepuh berisi cairan kekuningan dengan dinding tegang, terkadang tampak hipopion. Sinonim dari impetigo bulosa adalah impetigo vesiko-bulosa, dan cacar monyet.Impetigo menyerang lapisan superficial (berbatas tegas) dan paling sering menyerang anak- anak usia 2-5 tahun, namun tidak menutup kemungkinan usia dewasa juga bisa terkena. Impetigo mempunyai dua gambaran klinis, impetigo krustosa dan impetigo bulosa.

Gambar 1. Impetigo BulosaB. EPIDEMIOLOGIImpetigo adalah infeksi kulit yang mudah sekali menyebar, baik dalam keluarga, tempat penitipan atau sekolah. Impetigo menyebar melalui kontak langsung dengan lesi (daerah kulit yang terinfeksi). Kondisi dengan higienitas buruk dan lingkungan padat di daerah tropis dapat menjadi pemicu timbulnya penyakit ini. Di Amerika Serikat, kurang lebih 9-10% dari anak-anak yang datang ke klinik menderita impetigo. Perbandingan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan adalah sama. Impetigo lebih sering menyerang anak-anak, jenis yang terbanyak (kira-kira 90%) adalah impetigo bulosa yang terjadi pada anak berusia kurang dari 2 tahun. Di Inggris kejadian impetigo pada anak sampai usia 4 tahun sebanyak 2,8% pertahun dan 1,6% pada anak usia 5-15 tahun. Sekitar 70% merupakan impetigo krustosa.Kebanyakan kasus ditemukan di daerah tropis atau beriklim panas serta pada negara-negara yang berkembang dengan tingkat ekonomi masyarakatnya masih tergolong lemah atau miskin. Lebih banyak terjadi pada daerah tropis dengan udara panas, musim panas dengan debu, hygiene yang jelek dan malnutrisi.

C. ETIOLOGIMikroorganisme penyebab impetigo adalah Staphylococcus aureus dan Streptococcus hemoliticus. Untuk impetigo bulosa sebabnya lebih sering karena Staphylococcus aureus. D. PATOGENESISBakteri Staphylococcus aureus masuk melalui kulit yang terluka melalui transmisi kontak langsung. Kemudian bakteri Staphylococcus aureus ini memproduksi toksin (eksofoliatin) menyebabkan kerusakan dibawah stratum corenum sehingga menimbulkan vesikel.Mula-mula berupa vesikel, kemudian lama-kelamaan membesar menjadi bulla yang sifatnya tidak mudah pecah, karena dindingnya relatif lebih tebal dari impetigo krustosa. Isinya berupa cairan yang lama-kelamaan akan berubah menjadi keruh karena invasi leukosit dan akan mengendap. Bila pengendapan terjadi pada bulla disebut hipopion yaitu ruangan yang berisi pus yang mengendap, bila letaknya di punggung, maka akan tampak seperti menggantung.Impetigo bulosa lebih sering terjadi daripada bentuk non-bulla. Penyebab dari impetigo bulosa adalah bakteri gram positif yaitu Staphylococcus aureus grup II. Staphylococcus aureus memproduksi eksotoksin eksofoliatif ekstraseluller. Eksotoksin menyebabkan hilangnya adhesi sel pada superficial dermis sehingga terbentuk bulla sehingga menyebabkan kulit tampak bergelembung atau seperti melepuh, kemudian akan mengelupas dengan memecah sel granular dari epidermis. Target protein dari eksotoksin adalah desmoglein 1, yang berfungsi memelihara adhesi sel, yang juga merupakan superantigen yang bekerja secara lokal dan menggerakkan limfosit T.

E. GEJALA KLINISKeadaan umum tidak dipengaruhi. Tempat predileksi di ketiak, dada, punggung. Sering bersama-sama miliaria. Terdapat pada anak dan orang dewasa. Kelainan kulit berupa eritema, bulla, dan bulla hipopion. Gambaran khas dari impetigo bulosa adalah awalnya berupa vesikel yang timbul sampai bulla kurang dari 1 cm pada kulit yang utuh, dengan kulit sekitar normal atau kemerahan. Pada awalnya vesikel berisi cairan yang jernih yang berubah menjadi berwarna keruh. Bulla biasa muncul pada kulit normal, tanda nikolsky (perpindahan dari epidermis lembaran akibat tekanan) tidak dijumpai. Bulla berisi cairan kuning yang menjadi kuning pekat dan perbatasannya berbatas tegas tanpa adanya halo eritematosa.

Gambar 2. Vesikel dan bulla dengan kulit di sekitar normal/kemerahan

Bulla bersifat superficial, bulla yang utuh jarang ditemukan karena dalam 1 atau 2 hari akan segera pecah. Atap dari bulla pecah dan meninggalkan gambaran collarette pada pinggirnya. Krusta varnishlike terbentuk pada bagian tengah yang jika disingkirkan memperlihatkan dasar yang merah dan basah sehingga tampak lesi sisner.

Gambar 3. Bulla yang telah pecah sehingga terbentuk krusta

Gambar 4. Tampak gambaran pustula dengan dasar eritematosa, bulla hipopion, krusta, dan koleret

Bila impetigo menyertai kelainan kulit lainnya maka kelainan itu dapat menyertai dermatitis atopi, varicella, gigitan binatang dan lain-lain. Lesi dapat lokal atau tersebar, seringkali di wajah atau tempat lain, seperti tempat yang lembab, lipatan kulit, ketiak atau lipatan leher. Tidak ada pembengkakan kelenjar getah bening di dekat lesi. Pada bayi, lesi yang luas dapat disertai dengan gejala demam, lemah, dan diare. Beberapa faktor risiko yang mempengaruhi kejadian impetigo bulosa, antara lain anak-anak usia 2- 6 tahun, kontak langsung dengan penderita impetigo dewasa atau anak-anak, atau kontak dengan tempat tidur dan pakaian yang telah terkontaminasi, kondisi yang ramai, cuaca panas (impetigo sering menginfeksi pada musim kemarau), kegiatan olahraga seperti sepakbola atau gulat yang terdapat kontak fisik antar pemain, dermatitis kronik seperti dermatitis atopik. Orang usia lanjut dan penderita diabetes atau orang yang mengalami penurunan kekebalan tubuh misalnya HIV, kanker, dan sedang menjalani kemoterapi.

F. DIAGNOSISDiagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan gambaran klinis yang khas berupa bulla-bulla berisi cairan kuning yang disertai kulit yang eritema disekitarnya. Namun jika diagnosis masih diragukan, atau pada suatu daerah dimana impetigo sedang mewabah, atau pada kasus yang kurang berespons terhadap pengobatan, maka diperlukan pemeriksaan penunjang.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANGPada impetigo bulosa dapat dilakukan pemeriksaan untuk menunjang diagnosis yaitu:0. Laboratorium RutinPada pemeriksaan darah rutin, lekositosis ringan hanya ditemukan pada 50% kasus pasien dengan impetigo.0. Pemeriksaan ImunologisPada impetigo yang disebabkan oleh Streptococcus dapat ditemukan peningkatan kadar anti deoksiribonuklease (anti DNAse) B antibody.0. Pemeriksaan Mikrobiologisa. Pewarnaan GramPada pemeriksaan ini akan tampak adanya neutropil dengan kuman coccus gram positif berbentuk rantai atau kelompok. Pada blood agar koloni kuman mengalami hemolisis dan memperlihatkan daerah yang hemolisis di sekitarnya meskipun dengan blood agar telah cukup untuk isolasi kuman, manitol salt agar atau medium Baierd-Parker egg Yolk-tellurite direkomendasikan jika lesi juga terkontaminasi oleh organisme lain. Kemampuan untuk mengkoagulasi plasma adalah tes paling penting dalam mengidentifikasi Staphylococcus aureus. Pada sheep blood agar, Streptococcus pyogenes membentuk koloni kecil dengan daerah hemolisis disekelilingnya. Streptococcus dapat dibedakan dari Staphylococcus dengan tes katalase. Streptococcus memberikan hasil yang negatif. b. Pemeriksaan Kultur Cairan dan Sensitifitas BakteriPada pemeriksaan ini umunya akan mengungkap adanya Staphylococcus aureus atau kombinasi antara Streptococcus pyogenes dengan Streptococcus hemolyticus grup A atau dapat berdiri sendiri. Tes sensitivitas antibiotik dilakukan untuk mengisolasi metisilin resistant. Staphylococcus aureus (MRSA) serta membantu dalam pemberian antibiotik yang sesuai. 0. Pemeriksaan Histopatologi Pada pemeriksaan histopatologi menunjukkan vesikel formasi pada lapisan sub-corneum atau daerah stratum granulosum, terdapat sel akantolisis, edema dari papila dermis dan infiltrat yang terdiri dari limfosit dan neutrofil disekitar pembuluh darah pada plexus superficial.

H. DIAGNOSIS BANDING3. Varicella Merupakan penyakit kulit dengan kelainan berbentuk vesikel yang tersebar, terutama menyerang anak-anak, bersifat mudah menular yang disebabkan oleh virus Varicella-Zoster.

Gambar 6. Tampak vesikel yang tersebar3. DermatofitosisMerupakan penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya stratum coeneum pada epidermis, rambut dan kuku, yang disebabkan oleh golongan jamur dermatofita.

3. Pemfigoid bulosaMerupakan penyakit autoimun kronik yang ditandai oleh adanya bulla subepidermal yang besar dan berdinding tegang.

Gambar 5. Tampak bulla pada epidermis

3. Dermatitis kontak Merupakan dermatitis akibat terpaparnya kulit dengan bahan dari luar yang bersifat iritan atau alergen.

Gambar 7. Tampak makula eritematous dengan batas tidak jelas

Tabel 1. Diagnosis DiferensialPenyakitGatalNyeri tekanDemamKrusta, eksudatGejala SistemikEffloresensi

Impetigo +-+/-+++/-Vesikel yang kemudian menjadi bulla yang rapuh lalu pecah menjadi krusta.

Varicella +/--+++Vesikel yang tersebar seluruh tubuh, kemudian mengalami krustasi

Dermatofitosis+--+-Lesi bulat atau lonjong, berbatas tegas terdiri dari eritema, skuama, kadang dengan vesikel dan papul di tepi dan terlihat erosi dan krusta.

Pemfigoid bulosa--+/-++/-Bulla bercampur dengan vesikel, berdinding tegang disertai eritema.

Reaksi alergi/dermatitis kontak+-+/---Lesi yang polimorf (makula yang eritematous diatasnya terdapat papul, vesikel, bulla)

I. PENATALAKSANAANTujuan pengobatan impetigo adalah menghilangkan rasa tidak nyaman dan memperbaiki kosmetik dari lesi impetigo, mencegah penyebaran infeksi ke orang lain dan mencegah kekambuhan. 1. Perawatan Umum : a. Memperbaiki higiene dengan membiasakan membersihkan tubuh dengan sabun, memotong kuku dan senantiasa mengganti pakaian.b. Perawatan luka.c. Tidak saling tukar menukar dalam menggunakan peralatan pribadi (handuk, pakaian, dan alat cukur).1. Pengobatan Topikala. Lesi sedikit dan dini dengan hanya obat topikal cukup menolong: salep natrium fusidat.b. Drainage: bula dan pustula ditusuk dengan jarum steril untuk mencegah penyebaran lokal.c. Mencuci lesinya pelan-pelan dan melepas krustanya. Bila krusta melekat kuat dikompres lebih dulu dengan larutan sodium chloride 0,9%. Krusta perlu dilepas agar obat topikalnya dapat efektif bekerja.

1. Pengobatan SistemikPengobatan sistemik diberikan pada kasus-kasus berat, lama pengobatan paling sedikit 7-10 hari. Beberapa antibiotik yang direkomendasikan antara lain:1. Golongan Penicilin G dan semisintetiknya1. Penicilin G procain Dosisnya 1,2 juta per hari, i.m. obat ini tidak dipakai lagi karena tidak praktis, diberikan i.m. dengan dosis tinggi, dan makin sering terjadi syok anafilaktik.1. Ampiciline Dosisnya 4x500 mg, diberikan sejam sebelum makan.1. AmoksisilinDosisnya sama dengan ampisilin, kelebihannya lebih praktis karena dapat diberikan setelah makan. Juga cepat diabsorbsi dibandingkan dengan ampisilin sehingga konsentrasi dalam plasma lebih tinggi.1. Golongan obat penisilin resisten penisilinase Yang termasuk golongan ini, contohnya: oksasilin, kloksasilin, diklosasilin, flukloksasilin. Dosis kloksasilin 3x250 mg per hari sebelum makan. Golongan obat ini mempunyai kelebihan karena juga berkhasiat bagi Staphylococcus aureus yang telah membentuk penisilinase.1. Linkomisin dan KlindamisinDosis linkomisin 3x500 mg sehari. Klindamisin diabsorbsi lebih baik karena itu dosisnya lebih kecil, yakni 4x150 mg sehari per os. Pada infeksi berat dosisnya 4x300-450 mg sehari. Obat ini efektif untuk pioderma disamping golongan obat penisilin resisten-penisilinase. Linkomisin agar tidak dipakai lagi dan diganti dengan klindamisin karena potensi antibakterialnya lebih besar, efek sampingnya lebih sedikit, pada pemberian per oral tidak terlalu dihambat oleh adanya makanan dalam lambung. 1. EritromisinDosisnya 4x500 mg sehari per os. Efektivitasnya kurang dibandingkan dengan linkomisin/klindamisin dan obat golongan penisilin resisten-penisilinase. Obat ini cepat menyebabkan resistensi. Sering memberi rasa tidak enak di lambung.1. SefalosporinPada pioderma yang berat atau yang tidak member respons dengan obat-obat tersebut di atas, dapat dipakai sefalosporin.Ada 4 generasi yang berkhasiat untuk kuman positif-Gram ialah generasi 1 juga generasi 4. Contohnya cefadroxil dari generasi 1 dengan dosis untuk orang dewasa 2x500 mg atau 2x1.000 mg.

J. KOMPLIKASIImpetigo biasanya sembuh tanpa penyulit dalam dua minggu walaupun tidak diobati. Komplikasi berupa radang ginjal pasca infeksi Streptococcus terjadi pada 1-5% pasien terutama usia 2-6 tahun dan hal ini tidak dipengaruhi oleh pengobatan antibiotik. Gejala berupa bengkak dan tekanan darah tinggi, pada sepertiga terdapat urin seperti warna teh. Keadaan ini umumnya sembuh secara spontan walaupun gejala-gejala tadi muncul. Komplikasi lainnya yang jarang terjadi adalah infeksi tulang (osteomielitis), radang paru-paru (pneumonia), selulitis, psoriasis guttata, Staphylococcal scalded skin syndrome, radang pembuluh limfe atau kelenjar getah bening, dan toxic shock syndrome.

K. PROGNOSISPrognosis umumnya baik. Beberapa kasus akan sembuh sendiri tanpa terapi dalam 2 sampai 3 minggu. Di luar periode neonatal, pasien yang mendapatkan terapi lebih dini dan baik akan memiliki kesempatan untuk sembuh tanpa bekas luka atau komplikasi. Dengan terapi yang tepat, lesi dapat sembuh sempurna dalam 7-10 hari.

L. PENCEGAHANKebersihan sederhana dapat mencegah timbulnya impetigo. Seseorang yang sudah terkena impetigo atau gejala infeksi/peradangan Streptococcus hemolyticus grup A perlu mendapat perawatan medik dan jika perlu dimulai dengan pemberian antibiotik sedini mungkin untuk mencegah menyebarnya infeksi ini ke orang lain. Penderita impetigo harus diisolasi dan dicegah agar tidak terjadi kontak dengan orang lain minimal dalam 24 jam setelah pemberian antibiotik. Pemakaian barangbarang atau alat pribadi seperti handuk, pakaian, sarung bantal dan seprai harus dipisahkan dengan orang-orang sehat. Pada umumnya akhir periode penularan adalah setelah dua hari permulaan pengobatan, jika impetigo tidak menyembuh dalam satu minggu, maka harus dievaluasi.

BAB IIISIMPULAN

Impetigo bulosa adalah suatu penyakit infeksi piogenik pada kulit yang superfisial dan menular disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Ditandai oleh lepuh-lepuh berisi cairan kekuningan dengan dinding tegang, dan terkadang tampak hipopion.Tempat predileksi impetigo bulosa ini biasa pada ketiak, dada, dan punggung. Diagnosis impetigo ditegakkan berdasarkan anamnesis dan gejala klinis yang khas.Pentalaksanaan dari impetigo ini dapat dilakukan baik secara umum dan secara khusus. Secara umum mencegah dan menghindari faktor predisposisi memperbaiki hygiene diri dan lingkungan, dan meningkatkan daya tahan tubuh. Secara khusus dengan cara pemberian obat topikal dan sistemik.

DAFTAR PUSTAKA

2. Djuanda A. Pioderma. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008. p. 57-9.

1. Sukanto H. Impetigo Bulosa. In: Barakbah J, et all, editors. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 3th ed. Surabaya: RSU Dr. Soetomo; 2005. p. 33-5.

1. Harahap, M. Infeksi bakteri kulit stafilokok dan streptokok-ilmu penyakit kulit. Jakarta. Hipokrates. Hal 46-49.

1. Atlas Penyakit Kulit & Kelamin, edisi kedua. Fakultas Kedokteran Airlangga. Hal 27-29.

1. Siregar Dr. Atlas berwarna saripati Penyakit Kulit, Edisi kedua, Penerbit EGC. Hal 47-50.

1. Fitz Patricks pyoderma in dermatology in general medicine. Edisi ke-7. Vol 1 & 2. Hal 1694-1698.

1. W. Sterry, R. Paus, Pyoderma in Thieme clinical companious, hal 75-76.

1. Jhon SC english, pyoderma in general dermatology, chapter 9, bacterial infection.

15