pioderma - impetigo bulosa

Upload: geulissaddini

Post on 15-Oct-2015

122 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

piodermaimpetigo bulosa

TRANSCRIPT

  • 1

    MAKALAH BLOK DMS

    DISUSUN OLEH :

    BIMASENA 111 0211 033

    ILHAM PRIBADI 111 0211 195

    GESTI CHAERUNISA 121 0211 039

    RAHAYU PURNAMA 121 0211 017

    PUTRI ANGGRAENI 121 0211 019

    AYULITA HANA 1210211 046

    TRI HARTANTO 1210211 135

    AVRIGA SEPTA 1210211 148

    SARAH JIHAN 1210211 186

    AYU TIARA 121 0211 190

    GEULISSA ADDINI 1210211 194

    TUTORIAL D2

    dr. Nurul

    FAKULTAS KEDOKTERAN

    UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA TAHUN AJARAN 2012/2013

  • 2

    KATA PENGANTAR

    Assalamualaikum wr.wb.

    Salam sejahtera bagi umatnya.

    Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Kuasa, karena berkat rahmat dan

    karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah tutorial Case 1 ini. Kami pun mengucapkan

    terima kasih kepada dr.Nurul, selaku tutor pada tutorial kami, yang telah memberikan bimbingan

    dan arahan dalam proses pembelajaran, sehingga makalah ini dapat kami selesaikan.

    Makalah ini adalah rangkuman dari hal-hal yang telah kami pelajari selama tutorial

    berlangsung.Makalah ini dibuat agar kami dapat mengerti lebih dalam tentang materi yang telah

    di bahas selama tutorial berlangsung dan sebagai acuan pembelajaran bagi kita semua.Semoga

    makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

    Kami sadar makalah ini belum sempurna, semoga kita semua dapat mengambil ilmu yang

    terdapat di dalamnya.Atas perhatiannya kami ucapkan terimaksih.

    11 April 2014

  • 3

    Daftar Isi

    case page 1, page 2, page 3.4

    epilogue, terminology, hipotesis, alur piker, IDK..7

    anatomi dan histologi..12

    fisiologi dan histopatologi..16

    bakteri dan pewarnaan19

    impetigo..35

    furunkel dan folikulitis...39

    erysipelas dan eritrasma.41

    pioderma47

    skrofuloderma dan pemfigoid bulosa48

    sifilis dan lepra..50

  • 4

    KASUS

    Page 1

    An. A usia 3tahun diantar oleh ibunya ke Rumah Sakit dengan keluhan kulitnya seperti

    lecet lecet dan melepuh di daerah muka, leher, lengan kana dan kiri sejak 2 minggu yang lalu.

    Kelainan bermula berupa bercak bercak merah seperti tersundut rokok, sebagian

    Nampak ada yang menggelembung dan sebagian lain ada yang sudah pecah. Kelainan muncul

    pertama kali di daerah muka.

    3 hari yang lalu sebelum ke Rumah Sakit, pasien berobat ke Puskesmas dan diberi obat

    salep akan tetapi kelainan malah bertambah lebar ke daerah leher, lengan kanan dan kiri.

    Pasien tetap bermain seperti biasa dan tidak mengeluh demam atau sakit sakit pada

    badannya.

  • 5

    Page 2

    Pasien tinggal satu rumah bersama orang tua dan seorang kakaknya. Orang tua pasien

    mengatakan bahwa pasien tidak pernah menderita penyakit ini sebelumnya. Saat ini kakak pasien

    juga mempunyai keluhan yang sama tetapi dengan kelainan kulit yang lebih sedikit. Riwayat

    alergi disangkal.

    Pemeriksaan Fisik :

    Keadaan umum : tampak sakit ringan ; kesadaran : CM

    TD : tidak dilakukan N : 84 x/menit S : 37C RR : 20 x/menit

    Status generalis :

    Kepala : normocephali

    Mata : anemia -/- Ikterus -/-

    THT : dbn

    Thorax : cor pulmo dbn

    Abdomen : distensi (-), BU (+) normal; hepar lien tidak terbaa

    Ekstremitas : hangat (+) ; edema (-)

    Status Dermatologis :

    Lokasi : pada daerah wajah, leher, lengan kanan, kiri terdapat erosi erosi dengan konfluen

    sebagian, skuama kolaret, sebagian yang lain tampak bula hipopion dan terdapat sedikit krusta

  • 6

    Page 3

    Pemeriksaan laboratorium

    Darah lengkap :

    Hb : 15g/dl

    Ht : 37%

    Trombosit : 150.000 u/l

    Leukosit : 6000u/l

    Diff count/hitung jenis leukosit

    Basofil : 0 (0 0,75%)

    Eosinofil :3 (1 3%)

    Batang : 4 (3 5%)

    Segmen : 59 (54 62%)

    Limfosit : 28 (25 33%)

    Monosit : 6 (3 7%)

    Pemeriksaan parasitologik

    Pewarnaan gram dari pus pada bula :

    Ditemukan bakteri coccus berwarna biru dan berkelompok seperti buah anggur

  • 7

    Epilogue

    Dokter mendiagnosis An. A menderita Impetigo Bulosa, dan diberi Asam Fusidat/

    Mupirocin salep (cream)

    Kemudian orang tua pasien disarankan untuk menjada hygiene anaknya dengan

    membiasakan membersihkan tubuh dengan sabun, memotong kuku. Perawatan luka, tidak tukar

    menukar dalam menggunakan peralatan pribadi ( handuk, pakaian )

  • 8

    Terminologi

    1. Melepuh : kulit ari terkelupas

    2. Erosi : kelainan pada kulit yang menyebabkan hilangnya jarngan tapi tidak melewati stratum

    basalis

    3. Konfluen : 2 atau lebih lesi yang menajdi 1

    4. Skuama : lapisan stratum korneum yang terlepas dari kulit

    5. Kolaret : kelainan yang membentuk halo

    6. Bulla : gelembung yang berisi cairan > 0.5 cm

    7. Bulla hipopion : vesikel berisi nanah yang mengendap di dasar

    8. Krusta : cairan yang mengering

  • 9

    Hipotesis

    Kelainan akibat virus: varisella, herpes simplex, herpes zoster, HVP, paradoksal, veruka,

    kondiloma, variola

    Kelainan akibat jamur: mikosis profunda, mikosis superficial, dermatofitosis, non

    dermatofitosis

    Kelainan akibat bakteri: impetigo, folikulitis, furunkel, selulitis, abses multiple, hydra

    adenitis

    Kelainan akibat parasit: scabies, pedikulosis, creeping eruption

    Kelainan akibat parasit: dermatitis kontak alergi dan iritan, dermatitis atopis

  • 10

    Alur pikir

    An. A 3tahun

    KU: Melepuh

    KT: lecet lecet, bercak merah, mengelembung

    RPS: RPO:

    -melepuh daerah muka, leher, lengan kanan -3 hari yg lalu berobat diberi salep

    -bermula dari bercak merah seperti tersundut rokok, -kelainan malah bertambah melebar

    nampak mengelembung dan ada yg sudah pecah ke daerah leher, lengan kanan kiri

    -pertama kali di wajah

    RPD: RPK:

    -tidak pernah mengalami penyakit ini sebelumnya -kakaknya mempunyai keluhan yang

    -alergi disangkal sama dgn kelainan kulit lebih ringan

  • 11

    IDK

    1. Anatomi dan histology

    2. Fisiologi dan histopatologi

    3. Bakteri dan pewarnaannya

    4. Impetigo

    5. Furunkel dan folikulitis

    6. Erysipelas dan eritrasma

    7. Pioderma

    8. Skrofuloderma dan pemfigoid bulosa

    9. Sifilis dan lepra

  • 12

    Anatomi kulit

    Kulit adalah organ yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup

    manusia. Luas kulit orang dewasa 2 m2 dengan berat kira-kira 16% berat badan. Kulit

    merupakan organ yang esensial dan vital vserta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan.

    Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitive, bervariasi pada keadaan iklim, umur, jenis

    kelamin, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh. Kulit mempunyai berbagai fungsi seperti

    sebagai perlindung, pengantar haba, penyerap, indera perasa, dan fungsi pergetahan.

    Warna kulit berbeda-beda, dari kulit yang berwarna terang, pirang dan hitam, warna

    merah muda pada telapak kaki dan tangan bayi, serta warna hitam kecoklatan pada genitalia

    orang dewasa.

    Demikian pula kulit bervariasi mengenai lembut, tipis dan tebalnya; kulit yang elastis dan

    longgar terdapat pada palpebra, bibir dan preputium, kulit yang tebal dan tegang terdapat di

    telapak kaki dan tangan dewasa. Kulit yang tipis terdapat pada muka, yang berambut kasar

    terdapat pada kepala.

    Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu lapisan

    epidermis atau kutikel, lapisan dermis, dan lapisan subkutis. Tidak ada garis tegas yang

    memisahkan dermis dan subkutis, subkutis ditandai dengan adanya jaringan ikat longgar dan

    adanya sel dan jaringan lemak

  • 13

    Lapisan Epidermis

    Lapisan epidermis terdiri atas stratum korneum, stratum lusidum, stratum granulosum,

    stratum spinosum, dan stratum basale. Stratum korneum adalah lapisan kulit yang paling luar dan

    terdiri atas beberapa lapisan sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan protoplasmanya telah

    berubah menjadi keratin (zat tanduk). Stratum lusidum terdapat langsung di bawah lapisan

    korneum, merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi

    protein yang disebut eleidin. Lapisan tersebut tampak lebih jelas di telapak tangan dan kaki.

    Stratum granulosum merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng dengan sitoplasma berbutir

    kasar dan terdapat inti di antaranya. Butir-butir kasar ini terdiri atas keratohialin. Stratum

    spinosum terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal yang besarnya berbeda-beda

    karena adanya proses mitosis. Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen, dan

    inti terletak ditengah-tengah. Sel-sel ini makin dekat ke permukaan makin gepeng bentuknya. Di

    antara sel-sel stratum spinosun terdapat jembatan-jembatan antar sel yang terdiri atas

    protoplasma dan tonofibril atau keratin. Pelekatan antar jembatan-jembatan ini membentuk

    penebalan bulat kecil yang disebut nodulus Bizzozero. Di antara sel-sel spinosum terdapat pula

    sel Langerhans. Sel-sel stratum spinosum mengandung banyak glikogen.

    Stratum granulosum merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng dengan sitoplasma berbutir

    kasar dan terdapat inti di antaranya. Butir-butir kasar ini terdiri atas keratohialin. Stratum

    spinosum terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal yang besarnya berbeda-beda

    karena adanya proses mitosis. Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen, dan

    inti terletak ditengah-tengah. Sel-sel ini makin dekat ke permukaan makin gepeng bentuknya. Di

  • 14

    antara sel-sel stratum spinosun terdapat jembatan-jembatan antar sel yang terdiri atas

    protoplasma dan tonofibril atau keratin. Pelekatan antar jembatan-jembatan ini membentuk

    penebalan bulat kecil yang disebut nodulus Bizzozero. Di antara sel-sel spinosum terdapat pula

    sel Langerhans. Sel-sel stratum spinosum mengandung banyak glikogen

    Lapisan Dermis

    Lapisan yang terletak dibawah lapisan epidermis adalah lapisan dermis yang jauh lebih

    tebal daripada epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastis dan fibrosa padat dengan elemen-

    elemen selular dan folikel rambut. Secara garis besar dibagi menjadi 2 bagian yakni pars papilare

    yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah, dan

    pars retikulare yaitu bagian bawahnya yang menonjol kea rah subkutan, bagian ini terdiri atas

    serabut-serabut penunjang misalnya serabut kolagen, elastin dan retikulin. Dasar lapisan ini

    terdiri atas cairan kental asam hialuronat dan kondroitin sulfat, di bagian ini terdapat pula

    fibroblast, membentuk ikatan yang mengandung hidrksiprolin dan hidroksisilin. Kolagen muda

    bersifat lentur dengan bertambah umur menjadi kurang larut sehingga makin stabil. Retikulin

    mirip kolagen muda. Serabut elastin biasanya bergelombang, berbentuk amorf dan mudah

    mengembang serta lebih elastic

    Lapisan Subkutis

    Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis yang terdiri atas jaringan ikat longgar berisi

    sel-sel lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar, dengan inti terdesak ke

    pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Sel-sel ini membentuk kelompok yang dipisahkan

    satu dengan yang lain oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus

    adipose, berfungsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi,

    pembuluh darah, dan getah bening. Tebal tipisnya jaringan lemak tidak sama bergantung pada

    lokasinya. Di abdomen dapat mencapai ketebalan 3 cm, di daerah kelopak mata dan penis sangat

    sedikit. Lapisan lemak ini juga merupakan bantalan.

    Vaskularisasi di kulit diatur oleh 2 pleksus, yaitu pleksus yang terletak di bagian atas

    dermis (pleksus superficial) dan yang terletak di subkutis (pleksus profunda). Pleksus yang di

  • 15

    dermis bagian atas mengadakan anastomosis di papil dermis, pleksus yang di subkutis dan di

    pars retikulare juga mengadakan anastomosis, di bagian ini pembuluh darah berukuran lebih

    besar. Bergandengan dengan pembuluh darah teedapat saluran getah bening.

    Histologi Kulit

  • 16

    Fisiologi Kulit

    Kulit mempunyai berbagai fungsi yaitu sebagai berikut :

    Pelindung atau proteksi

    Ada beberapa kemampuan perlindungan dari kulit, yaitu :

    1. Epidermis terutama lapisan tanduk berguna untuk menutupi jaringan-jaringan tubuh di sebelah dalam dan melindungi tubuh dari pengaruh-pengaruh luar seperti luka dan

    serangan kuman.

    2. Lapisan paling luar dari kulit ari diselubungi dengan lapisan tipis lemak, sehingga kulit adalah relatif tidak tembus air, dalam arti bahwa menghindarkan hilangnya cairan dari

    jaringan dan juga menghindarkan masuknya air, sehingga tidak terjadi penarikan dan

    kehilangan cairan

    3. Kulit dapat menahan suhu tubuh, menahan luka-luka kecil, mencegah zat kimia dan bakteri masuk ke dalam tubuh serta mengandung pigmen melanin yang melindungi kulit

    terhadap sinar ultraviolet dari matahari.

    Peraba atau Penerima rangsangan

    Kulit sangat peka terhadap berbagai rangsangan sensorik yang berhubungan dengan sakit atau

    nyeri, suhu panas atau dingin, tekanan, rabaan, getaran dan lain-lain. Kulit sebagai alat perasa

    dirasakan melalui ujung-ujung saraf sensasi.

    Pengatur panas atau thermoregulas

    Kulit mengatur suhu tubuh melalui dilatasi dan konstruksi pembuluh kapiler serta melalui

    respirasi yang keduanya dipengaruhi saraf otonom. Tubuh yang sehat memiliki suhu tetap kira-

    kira 98,6 derajat Farenheit atau sekitar 36,5 C. Ketika terjadi perubahan pada suhu luar, darah

    dan kelenjar keringat kulit mengadakan penyesuaian seperlunya dalam fungsinya masing-

    masing. Pengatur panas adalah salah satu fungsi kulit sebagai organ antara tubuh dan

    lingkungan. Panas akan hilang dengan penguapan keringat. Pengaturan ini dapat berlangsung

    melalui mekanisme adanya persyarafan vaso motorik yang mengendalikan arteriol kutan dengan

    dua cara yaitu :

    - Vasodilatasi, kulit melebar, kulit menjadi panas, kelebihan panas dipancarkan ke kelenjar

    keringat sehingga terjadi penguapan cairan pada permukaan tubuh.

  • 17

    - Vasokontriksi, pembuluh darh mengkerut, kulit pucat dan dingin, hilangnya keringat dibatasi

    Dan panas suhu tubuh tidak dikeluarkan.

    Pengeluaran (ekskresi)

    Kulit mengeluarkan zat-zat tertentu yaitu keringat dari kelenjar-kelenjar keringat yang

    dikeluarkan melalui pori-pori keringat dengan membawa garam, yodium dan zat kimia lainnya.

    Air yang dikeluarkan melalui kulit tidak saja disalurkan melalui keringat tetapi juga melalui

    penguapan air transepidermis sebagai pembentukan keringat yang tidak disadari.

    Sebagai Tempat Penyimpanan

    Kulit beraksi sebagai alat penampung air Dan lemak, yang dapat melepaskannya bilamana

    diperlukan. Kulit Dan jaringan di bawahnya bekerja sebagai tempat penyimpanan air, jaringan

    adipose di bawah kulit merupakan tempat penyimpanan lemak yang utama pada tubuh.

    Sebagai Alat Absorbsi

    Kulit dapat menyerap zat-zat tertentu, terutama zat-zat yang larut dalam lemak dapat diserap ke

    dalam kulit. Hormon yang terdapat pada krim muka dapat masuk melalui kulit dan

    mempengaruhi lapisan kulit pada tingkatan yang sangat tipis. Penyerapan terjadi melalui muara

    kandung rambut dan masuk ke dalam saluran kelenjar palit, merembes melalui dinding

    pembuluh darah ke dalam peredaran darah kemudian ke berbagai organ tubuh lainnya.

    Penunjang penampilan

    Fungsi yang terkait dengan kecantikan yaitu keadaan kulit yang tampak halus, putih dan bersih

    akan dapat menunjang penampilan . Fungsi lain dari kulit yaitu kulit dapat mengekspresikan

    emosi seseorang seperti kulit memerah, pucat maupun konstraksi otot penegak rambut.

  • 18

    Histopatologi Kulit

    Epidermis

    Hyperkeratosis penebalan stratum korneum

    Parakeratosis : inti nya masih terlihat

    Ortokeratosis : inti sudah tidak terlihat (padat, basket woven, lamear)

    Hyperplasia epidermis menjadi tebal karena sel-sel nya bertambah jumlahnya.

    Hipergranulosis penebalan stratum granulosum

    Hipogranulosis penipisan stratum granulosum

    Akantosis penebalan stratum spinosum

    Hipoplasia epidermis menipis karena jumlah del-del nya berkurang

    Hipertrofi epidermis menebal karena ukuran sel nya makin besaar

    Atrofi epidermis menipis karena ukuran sel nya makin kecil

    Spongiosis penimbunan cairan diantara sel epidermis

    Degenerasi balon edema di dalam sel epidermis

    Eksositosis peradangan masuk ke epidermis

    Akantolisis hilangnya daya kohesi antar sel-sel epidermis

    Sel diskeratotik epidermis mengalami keratinisasi lebih awal

    Nekrosis kematian sel setempat di organism hidup

    Degenerasi hidropik rongga diatas atau dibawah membrane basal terisi serum

    Celah / cleft ruang tanpa cairan di epidermis

  • 19

    Dermis

    Papilomatosis papil memanjang melewati batas permukaan kulit

    Fibrosis jumlah kolagen bertambah serta susunan nya berubah, fibroblast bertambah

    banyak

    Sklerosis jumlah kolagen bertambah, susunnan berubah, lebih homogeny, eosinofilik,

    seperti degenerasi hialin, jumlah fibroblast menurun

    Granuloma histiosit tersusun berkelompok

    Jaringan granulasi penyembuhan luka yang terdiri atas jaringan edematosa, proliferasi

    pembuluh darah, sel radang campuran

    Klasifikasi Streptococcus sp

    Kingdom : Bacteria

    Filum : Firmicutes

    Kelas : Bacilli

    Ordo : Lactobacillales

    Family : Streptococcaceae

    Genus : Streptococcus

    Spesies :

    Streptococcus pneumonia

    Streptococcus pyogenes

    Streptococcus agalactiae

    Streptococcus viridians

    Streptococcus anginosus

  • 20

    Morfologi

    Streptococcus berbentuk bulat atau oval, memanjang seperti rantai, bersifat gram positif, tidak

    bergerak, tidak membentuk spora atau kapsul dan bersifat fakultatif aerob. Diameter bakteri

    berukuran 0,7-1,4m. Bakteri ini dapat hidup di air tawar dan air laut dengan kisaran suhu

    baginpertumbuhannya antara 10-45C

    Streptococcus adalah sel sferis, coccus tunggal berbentuk batang atau ovoid dan tersusun seperti

    rantai. Coccus membelah pada bidang yang tegak lurus sumbu panjang rantai. Panjang rantai

    bervariasi dipengaruhi oleh factor lingkungan. Streptococcus merupakan bakteri gram positif,

    namun pada biakan yang lama dan bakteri yang mati Streptococcus kehilangan gram positifnya

    dan terlihat seperti gram negatif. Hal ini dapat terjadi setelah inkubasi semalaman. Selain itu,

    Streptococcus tidak motil, tidak dapat membentuk spora, dan ada yang berkapsul.

    Biakan Selektif (Identifikasi)

    Kebanyakan streptococcus tumbuh dalam media padat sebagai koloni discoid, biasanya

    berdiameter 1-2 mm. Strain yang menghasilkan bahan sampai kering membentuk koloni mukoid

    Media yang dapat digunakan untuk menumbuhkan Streptococcus, yaitu sebagai berikut:

    a) Blood Agar Plate (BAP)

    Koloni Streptococcus yang tumbuh pada media ini berukuran kecil-kecil, bulat halus,

    berdiameter kurang dari 1 mm, pinggiran rata dan disekeliling koloni tampak zone :

    Bening : hemolisis total (Beta streptococcus)

    Jernih kehijauan : hemodigesti (Alpa Streptococcus)

    Tidak berubah sama sekali : Gamma Streptococcus

  • 21

    b) Manit Salt Agar (MSA)

    Koloni Streptococcus pada media MSA berukuran kecil, smooth, bulat dan cembung-cembung.

    Warna koloni putih kekuningan, artinya bakteri mampu memfermentasikan bahan dalam media.

    Gejala Klinis

    Berbagai macam penyakit yang disebabkan oleh Streptococcus hemolitik kelompok A mungkin

    berkaitan dengan produk ekstraseluler yang dihasilkannya dalam jumlah yang besar. Lebih dari

    20 macam senyawa dihasilkan sifatnya antigenik dan sebagian besar tampaknya berperan dalam

    menimbulkan penyakit. Produk-produk itu juga penting dalam diagnosis infeksi streptokokal.

    Berbagai proses penyakit dihubungkan dengan infeksi Streptococcus. Sifat-sifat biologik

    organisme penginfeksi, sifat respon inang, dan jalan masuknya infeksi sangat mempegaruhi

    gambaran patologik.

    Selain faringitis streptokokus (atau radang tenggorokan), spesies Streptococcus tertentu dapat

    menyebabkan meningitis, pneumonia bakteri, endokarditis, api luka dan fasiitis nekrotikans (para

    'pemakan daging' infeksi bakteri).However, many streptococcal species are non-pathogenic.

    Selain itu, Streptococcus mutans juga menyebabkan karies gigi. Namun, banyak spesies

    streptokokus non-patogenik. Streptococci are also part of the normal of the mouth, skin,

    intestine, and upper respiratory tract of humans. Streptococcus juga merupakan bagian dari

    normal flora normal pada mulut, kulit, usus, dan saluran pernapasan bagian atas manusia.

    Antigen

    Streptococcus hemolitik dapat dibagi dalam beberapa golongan serologi (A-U), dan golongan-

    golongan tertentu dapat dibagi lagi menjadi beberapa tipe. Beberapa zat antigen yang ditemukan:

    1. Antigen dinding sel spesifik-golongan: karbohidrat ini terdapat dalam dinding sel banyak

    streptococcus dan merupakan dasar penggolongan serologik (golongan A-U Lancefield).

  • 22

    2. Protein M: zat ini adalah factor virulensi utama dari Spyogenes golongan A. Protein M

    nampak sebagai bentuk yang mirip rambut pada dinding sel streptococcus.

    3. Zat T: Antigen ini tidak mempunhyai hubungan dengan virulensi streptococcus. Zat T

    memungkinkan perbedaan tipe-tipe tertentu streptococcus oleh aglutinasi dengan antiserum

    spesifik, sedangkan tipe lainnya mempunyai zat T yang sama. Antigen permukaan lainnya

    dinamakan protein R.

    4. Nukleoprotein: Ekstraksi streptococcus dengan basa lemah menghasilkan campuran protein

    dan zat-zat lain dengan spesifitas serologik yang rendah, dan di namakan zat P. Zat ini mungkin

    merupakan sebagian besar badan sel streptococcus.

    Stafilokokus

    Stafilokokus merupakan sel gram positif berbentuk bulat biasanya tersusun dalam bentuk kluster

    yang tidak teratur seperti anggur. Stafilokokus tumbuh dengan cepat pada beberapa tipe media

    dan dengan aktif melakukan metabolisme, melakukan fermentasi karbohidrat dan menghasilkan

    bermacam-macam pigmen dari warna putih hingga kuning gelap. Beberapa merupakan anggota

    flora normal pada kulit dan selaput lendir manusia; yang lain ada yang menyebabkan supurasi

    dan bahkan septikemia fatal. Stafilokokus yang patogen sering menghemolisis darah,

    mengkoagulasi plasma dan menghasilkan berbagai enzim ekstraseluler dan toksin. Bentuk

    keracunan makanan paling sering disebabkan oleh enterotoksin stafilokokal yang stabil terhadap

    panas. Stafilokokus cepat menjadi resisten terhadap beberapa antimikroba dan ini merupakan

    masalah besar pada terapi.

    Genus stafilokokus sedikitnya memiliki 30 spesies. Tiga tipe stafilokokus yang berkaitan dengan

    media adalah Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus

    saprophyticus. Staphylococcus aureus bersifat koagulase positif, yang membedakannya dari

    spesies lain. Staphylococcus aureus adalah patogen utama pada manuasia. Hampir setiap orang

    pernah mengalami berbagai infeksi S. aureus selama hidupnya, dari keracunan makanan yang

    berat atau infeksi kulit yang kecil, sampai infeksi yang tidak bisa disembuhkan. Stafilokokus

    koagulase negatif merupakan flora normal manusia dan kadang-kadang menyebabkan infeksi,

  • 23

    seringkali hal ini berhubungan dengan alat-alat yang ditanam, khususnya infeksi da pada pasien

    yang muda, sangat tua dan yang mengalami penurunan daya tahan tubuh. Kira-kira 75% infeksi

    disebabkan oleh stafilokokus koagulase negatif, biasanya S. Epidermidis. Infeksi yang

    disebabkan oleh Staphylococcus lugdenensis, Staphylococcus warneri, Staphylococcus hominis

    dan spesien lain hanya sedikit dijumpai. Staphylococcus saprophyticus umumnya menyebabkan

    infeksi saluran urin pada wanita muda. Spesies lain penting dalam kedokteran veeteriner.

    Morfologi dan Indentifikasi

    A. Ciri Khas Organisme

    Stafilokokus adalah sel yang berbentuk bola dengan diameter 1 m yang tersusun dalam bentuk

    kluster yang tidak teratur (Gambar 14-1). Kokus tunggal, berpasangan, tetrad, dan berbentuk

    rantai juga tampak dalam biakan cair. Stafilokokus bersifat nonmotil dan tidak membentuk

    spora. Dibawah pengaruh obat seperti penisilin, stafilokokus mengalami lisis.

    Spesies mikrokokus seringkali mirip stafilokokus. Mereka hidup bebas di lingkungan dan

    membentuk kumpulan yang teratur terdiri atas empat atau delapan kokus. Koloninya berwarna

    kuning, merah dan orange.

    B. Biakan

    Stafilokokus tumbuh dengan baik pada berbagai media bakteriologi dibawah suasana aerobik

    atau mikroaerofilik. Tumbuh dengan cepat pada temperatur 37C namun pembentukan pigme

    yang terbaik adalah pada temperatur kamar (20 35 C). Koloni pada media yang padat

    berbentuk bulat, lembut, dan mengkilat. S.aureus biasanya membentuk koloni abu-abu hingga

    kuning emas. Koloni S. Epidermis biasanya membentuk berwarna abu-abu hingga putih terutama

    pada isolasi primer; beberapa koloni menghasilkan pigmen hanya pada inkubasi yang

    diperpanjang. Tidak ada pigmen yang dihaslkan secara anaerobik atau pada media cair. Berbagai

    macam tingkat hemolisis dihasilkan secara anaerobik atau pada media cair. Berbagai macam

    tingkat hemolisis dihasilkan oleh S. aureus dan kadang-kadang oleh spesies yang lain. Spesies

  • 24

    peptostreptokokus, yang merupakan kokus anaerobik, morfologinya seringkali mirip

    stafilokokus.

    C. Karakteristik Pertumbuhan

    Stafilokokus menghasilkan katalase, yang membedakannya dengan steptokokkus. Stafilokokus

    memfermentasi karbohidrat menghasilkan asam laktat dan tidak menghasilkan gas. Aktifitas

    proteolitik bervariasi dari satu galur ke galur lain. Stafilokokus yang patogenik menghasilkan

    berbagai produk ekstraseluler, seperti yang dibicarakan di bawah ini.

    Stafilokokus tahan terhadap kondisi kering, panas (mereka bertahan pada temperatur 50C

    selama 30 menit) dan natrium klorida 9%, tetapi dihambat oleh bahan kimia tertentu seperti

    heksaklorofen 3%.

    Stafilokokus sensitif terhadap beberapa obat antimikroba. Resistansinya dikelompokkan dalam

    beberapa golongan :

    1. Biasanya menghasilkan enzim beta latamase, yang berada di bawah kontrol plasmid, dan

    membuat organisme resisten terhadap beberapa penisilin (penisilin G, ampisilin, tikarsilin,

    pipersilin, dan obat-obat yang sama). Plasmid ditransmisikan dengan transduksi dan kadang juga

    dengan konjugasi.

    2. Resisten terhadap nafsilin (dan terhadap merisilin dan oksasilin) yang tidak tergantung pada

    produksi beta-laktamase. Gen mecA untuk resistensi terhadap nafsilin terletak pada kromosom.

    Mekanisme resistensi nafcillin berkaitan dengan kekurangan PBP (Penicilin Binding Protein)

    tertentu dalam organisme.

    3. Galur S.aureus yang mempunyai tingkat kerentanan menengah terhadap vankomisin (Kadar

    hambat Minimum 4 8 mg/ml) telah diisolasi di Jepang, Amerika Serikat dan beberapa negara

    lain dan ini sangat mendapat perhatian dari para klinisi. S.aureus pada umumnya diisolasi dari

    pasien yang menderita infeksi kompleks yang mendapat terapi vankomisin jangka panjang.

    Sering terdapat kegagalan terapi dengan vankomisin. Mekanisme resistensi berkaitan dengan

    peningkatan sistesis dinding sel dan perubahan dalam dinding sel serta bukan disebabkan oleh

    gen van seperti yang ditemukan pada biasanya resisten terhadap nafsilin tetapi pada umumnya

    rentan terhadap oxazolidinon dan terhadap quinupristin / dalfopristin.

  • 25

    4. Plasmid juga dapat membawa gen untuk resistensi terhadap tetrasiklin, eritromisin,

    aminoglikosida dan obat-obat lainnya. Hanya pada beberapa galur stafilokokus, hampir semua

    masih peka terhadap vankomisin.

    5. Akibat sifat toleran berdampak bahwa stafilokokus dihambat oleh obat tetapi tidak dibunuh

    oleh obat tersebut, misalnya terdapat perbedaan yang besar antara KHM (Kadar Hambat

    Minimal) dan KBM (Kadar Bunuh Minimal) dari obat antimikroba. Pasien dengan endokarditis

    yang disebabkan oleh S. aureus yang toleran dapat mengalami perjalanan penyakit yang lama

    dibandingkan dengan pasien yang mengalami endokarditis yang disebabkan oleh S.aureus yang

    sepenuhnya rentan terhadap antimikroba. Toleransi suatu saat dapat dihubungkan dengan

    kurangnya aktivasi enzim autolitik di dalam dinding sel.

    D. Variasi

    Biakan stafilokokus mengandung beberapa bakteri dengan karakter yang berbeda dalam sebagian

    besar populasi, misalnya karakter koloni (ukuran koloni, pigmen dan hemolisis), kompleksitas

    kerja ensim, resistensi obat dan dalam hal patogenisitas. In vitro, ciri khas ini dipengaruhi oleh

    kondisi-kondisi pertumbuhan: Jika S. aureus yang resisten terhadap nafsilin diinkubasi pada agar

    darah suhu 37C, satu kali 107 organisme menjadi resisten terhadap nafsilin; jika diinkubasi

    pada suhu 30 C pada agar yang mengandung natrium klorida 2 5 %, satu dalam 103

    organisme menjadi resisten terhadap nafsilin.

    Struktur Antigen

    Stafilokokus mengandung antigen polisakarida dan protein seperti zat lain yang penting dalam

    struktur dinding sel (Gambar 14-2). Peptidoglikan, suatu polimer polisakarida yang mengandung

    subunit-subunit yang bergabung memberikan eksoskeleton yang kaku dari dinding sel.

    Peptidoglikan dirusak oleh asam kuat atau paparan terhadap lisozim. Ini penting dalam

    patogenesis infeksi: Infeksi akan merangsang pembentukan interleukin-1 (pirogen endogen) dan

    antibodi opsonin oleh monosit; dan ini dapat menjadi penarik kimiawi bagi lekosit

    polimorfonuklear, mempunyai aktivitas seperti endotoksin dan mengaktivasi komplemen.

  • 26

    Asam teikoat, yang merupakan polimer gliserol atau ribitol fosfat, diikat ke peptidoglikan dan

    dapat menjadi antigenik. Antibodi asam anti teikoat yang dapat dideteksi melalui difusi gel dapat

    ditemukan pada pasien dengan ensokarditis aktif yang disebabkan oleh S. aureus.

    Protein A merupakan komponen dinding sel kebanyakan galur S.aureus yang bisa mengikat ke

    bagian Fc molekul IgG kecuali IgG3. Meskipun IgG terikat pada protein A, namun fragmen Fab

    tetap bisa bebas berikatan dengan antigen spesifik. Protein A telah menjadi reagen yang penting

    dalam imunologi dan teknologi laboratorium diagnostik; contohnya protein A yang dilekati

    dengan molekul IgG ter hadap antigen bakteri spesifik aka mengaglutinasi bakteri yang

    mempunyai antigen tersebut (ko-aglutinasi).

    Beberapa galur S.aureus mempunyai kapsul yang menghambat fagositosis oleh lekosit

    polimorfonuklear kecuali jika terdapat antibodi spesifik. Sebagian besar galur S.aureus

    mempunyai koagulase atau faktor penggumpalan pada permukaan dinding sel; ikatan koagulase

    secara non ensimatik pada fibrinogen, menyebabkan agregasi pada bakteri.

    Toksin dan Enzim

    Stafilokokus dapat menyebabkan penyakit berkat kemampuannya melakukan pembelahan dan

    menyebar luar ke dalam jaringan dan melalui produksi beberapa bahan ekstraseluler. Beberapa

    dari bahan tersebut adalah enzim; yang lain dapat berupa toksin, meskipun fungsinya adalah

    sebagai enzim. Beberapa toksin berada di bawah kontrol genetik plasmid; beberapa dibawah

    kontrol baik kromosom maupun ekstrakromosom; dan pada yang lain mekanisme kontrol

    genetiknya belum ditemukan.

    A. Katalase

    Stafilokokki menghasilkan katalase, yang mengubah hidrogen peroksida menjadi air dan

    oksigen. Tes katalase untuk membedakan stafilokokki positif dari streptokokki negatif.

    B. Koagulase

    S.aureus menghasilkan koagulase, protein menyerupai enzim yang mampu menggumpalkan

    plasma yang ditambah dengan oksalat atau sitrat dengan adanya suatu faktor yang terdapat dalam

    serum. Faktor serum bereaksi dengan koagulase untuk membentuk esterase dan aktivitas

  • 27

    penggumpalan, dengan cara yang sama ini untuk mengaktivasi protrombin menjadi trombin.

    Cara kerja koagulase adalah dalam lingkup kaskade penggumpalan plasma normal. Koagulase

    dapat membentuk fibrin pada permukaan stafilokokus, ini bisa mengubah ingestinya oleh sel

    fagositik atau pengrusakannya dalam sel fagosit. Produksi koagulase sinonim dengan invasi

    potensial patogenik.

    C. Enzim Lain

    Enzim lain yang dihasilkan oleh stafilokokus antara lain hyaluronidase, atau faktor penyebara;

    stafilokinase juga bekerja sebagai fibrinolisis tapi lebih lambat daripada sstreptokinase; yang lain

    proteinase; lipase dan beta-lactamase.

    D. Eksotoksin

    Ini meliputi beberapa toksin yang bersifat letal jika disuntikkan pada binatang, menyebabkan

    nekrosis pada kulit, dan berisi larutan hemolisis yang dapat dipisahkan dengan eletroferesis.

    Alfatoksin (hemolisin) adalah protein heterogen yang dapat melisiskan eritrosit dan merusak

    platelet serta dimungkinkan sama dengan faktor letal dan faktor dermonekrotik dari eksotoksin.

    Alfatoksin mempunyai aksi yang sangat kuat terhadap otot polos vaskuler. Beta toksin

    menurunkan kadar sfingomyelin dan toksik pada beberapa jenis sel, termasuk sel darah merah

    manusia. Toksin ini dan toksin gamma serta delta secara antigenik jelas berbeda dan tidak

    mempunyai kaitan dengan lisin streptokokus.

    E. Lekosidin

    Toksin S. aureus ini dapat membunuh sel darah putih pada berbagai binatang. Peran toksin dalam

    patogenesis tidak jelas, karena stafilokokus yang patogenik tidak dapat membunuh sel darah

    putih dan dapat difagositosis seefektif seperti yang nonpatogenik. Namun mereka mampu untuk

    melakukan multiplikasi intraseluler, dimana organisme nonpatogenik cenderung untuk mati di

    dalam sel.

  • 28

    F. Toksin Eksfoliatif

    Toksin S.aureus ini termasuk sedikitnya dua protein yang menghasilkan deskuamasi generalisata

    pada Staphylococcal Scalded Skin Syndrome. Antibodi spesifik melindungi terhadap aksi

    eksfoliatif dari toksin.

    G. Toksin Sindroma syok Toksik (Toxic Shock Syndrome Toxin)

    Sebagian besar galur S.aureus diisolasi dari pasien sindroma syok toksik yang menghasilkan

    racun yang dinamakan Toxic Shock Syndrome Toxin 1(TSST-1), yang secara struktural sama

    dengan, enterotoksin B dan C. TSST-1 merupakan prototip superantigen (lihat Bab 8) yang

    mendukung manifestasi sindroma syok toksik. Toksin menyebabkan demam syok, yang

    mengenai banyak sistem, termasuk ruam kulit deskuamatif. Gen untuk TSST-1 ditemukan

    sekitar 20% dari S.aureus yang diisolasi.

    H. Enterotoksin

    Ada sedikitnya enam (A-F) toksin larut yang dihasilkan oleh hampir 50% galur S.aureus. seperti

    TSST-1, enterotoksin adalah superantigen yang berikatan dengan molekul MHC kelas II,

    menimbulkan stimulasi sel T. Enterotoksin stabil terhadap panas (mereka bertahan pada air

    mendidih selama 30 menit) dan resisten terhadap aksi enzim usus. Penyebab penting pada

    keracunan makanan, enterotoksin dihasilkan ketika S.aureus tumbuh pada makanan yang

    mengandung karbohidrat dan protein. Gen untuk enterotoksin terdapat dalam kromosom, tapi

    plasmid dapat membawa protein yang mengatur produksi toksin. Ingesti 25 mg enterotoksin B

    pada manusia atau kera menyebabkan muntah dan diare. Pengaruh emrik enterotoksin

    menyebabkan stimulasi sistem saraf pusat (pusat muntah) setelah aksi toksin pada reseptor saraf

    dalam usus. Enterotoksin dapat diukur melalui tes presipitasi (difusi gel). Domain molekul

    enterotoksin yang berbeda bertanggung jawab terhadap sindroma syok toksik dan keracunan

    makanan.

    Patogenesis

    Stafilokokus khususnya S.epidermidis, adalah anggota flora normal pada kulit manusia, saluran

    respirasi dan gastrointestinal. Pengidap (carrier) S.aureus pada nasal adalah sebanyak 40 50%

  • 29

    dari populasi. Stafilokokus juga dtemukan pada pakaian, sprei, dan benda lain di lingkungan

    manusia.

    Kemampuan patogenik dari galur S.aureus adalah pengaruh gabungan antara faktor ekstraseluler

    dan toksin bersama dengan sifat daya sebar invasif. Pada satu sisi semata-mata diakibatkan oleh

    ingesti enterotoksin; pada sisi lain adalah bakterimia dan penyebaran abses pada berbagai organ.

    Peranan berbagai bahan ekstraseluler pada patogenesis berasal dari sifat masing-masing bahan

    tersebut.

    S.aureus yang patogenik dan yang bersifat invasif menghasilkan koagulase dan cenderung untuk

    menghasilkan pigemn kuning dan menjadi hemolitik. S.aureus yang nonpatogenik dan tidak

    bersifat invasif seperti S.epidermidis adalah koagulase negatif dan cenderung menjadi

    nonhemolitik. Organisme semacam itu jarang menyebabkan supurasi tapi dapat menginfeksi

    protesa di bidang ortopedi atau kardiovaskular atau menyebabkan penyakit pada orang yang

    mengalami penurunan daya tahan tubuh. S.saprophyticus khas tidak berpigmen, resisten terhadap

    novobiosin dan nonhemolitik; ini menyebabkan infeksi traktus uninarius pada wanita muda.

    Pengaturan Faktor Resistensi

    Protein permukaan S.aureus, seperti protein A dan adhesin, disintesis selama fase pertumbuhan

    eksponensial. Protein yang disekresi, sebagaimana toksin, disintesis selama fase stasioner. Fase

    pertumbuhan ini, juga menunjukkan tahap awal infeksi dan fase pada saat terjadi penyebaran

    infeksi ke jaringan yang berdekatan. Gen agr (accesssory global regulan) mempunyai dua operon

    utama. Satu mengkode molekul RNA unik, RNA III. Molekul ini menginduksi regulasi ekspresi

    protein sekretorik dan menghambat ekspresi protein permukaan. Berlawanan arah dengan RNA

    III, terdapat promoter yang bertanggung jawab untuk ekspresi RNA II dari operon empat gen,

    agrBDCA. Produk RNA II dibutuhkan untuk ekspresi RNA III secara optimal. Gen agrB dan

    agrD juga membentuk peptida kecil yang memberi sinyal yang mengaktivasi ekspresi RNA III

    dalam sel S.aureus. selain itu, Staphylococcus accessory regulator protein, yang dikode oleh

    sarA, terikat ke regio promoter dari lokus agr, meningkatkan kadar RNA II dan RNA III.

  • 30

    Patologi

    Prototipe lesi stafilokokus adalah furunkel atau abses lokal lainnya. Kelompok S.aureus yang

    menetap di folikel rambut menyebabkan nekrosis jaringan (faktor dermonekrotik). Koagulase

    dihasilkan dan mengkoagulasi fibrin di sekitar lesi dan di dalam limfatik, membentuk dinding

    yang menghambat proses penyebaran dan diperkuat lagi oleh akumulasi sel inflamasi dan

    kemudian jaringan fibrosa. Di dalam pusat lesi, terjadi likuefaksi dan nekrosis jaringan (dipacu

    oleh hipersensitivitas tipe lambat) pada bagian abses yang lemah. Drainase cairan pusat jaringan

    nekrotik diikuti dengan pengisian secara kavitas oleh jaringan granulasi dan akhirnya terjadilan

    penyembuhan.

    Supurasi fokal (abses) adalah khas untuk infeksi stafilokokus. Dari riap fokus manapun,

    organisme dapat menyebar melalui aliran limfatik dan aliran darah ke bagian lain dalam tubuh.

    Supurasi yang terjadi dalam pembuluh darha vena, yang berhubungan dengan trombosis,

    merupakan gambaran umum proses penyebaran tesebut. Pada osteomielitis, fokus primer

    pertumbuhan S.aureus khas adalah di pembuluh darah tepi dari metafisis tulang panjang,

    mengakibatkan neekrosis tulang dan supurasi kroonik. S.aureus dapat menyebabkan pneumonia,

    meningitis, empiema, endokarditis atau sepsis dengan supurasi di tiap organ. Stafilokokus yang

    mempunyai kemampuan invasi yang rendah, terlibat dalam banyak infeksi kulit (misalnya akne,

    pioderma, atau impetigo0. Kokus anaerob (Peptostreptococcus) berperan dalam infeksi anaerob

    gabungan.

    Stafilokokus juga menyebabkan penyakit melalui produksi toksin, tanpa infeksi invasif yang

    nyata. Eksfoliasi bulosa, sindroma kulit terkelupas, disebabkan oleh toksin eksfoliatif. Sindroma

    syok toksik berhubungan dengan toksin sindorma syok toksik-1 (TSST-1).

    Gambaran Klinis

    Infeksi stafilokokus lokal tampak sebagai jerawat, infeksi folikel rambut atau abses. Terdapat

    reaksi inflamasi yang kuat, terlokalisir dan nyeri mengalami supurasi sentral dan sembuh dengan

    cepat jika puss dikeluarkan (didrainase). Dinding fibrin dan sel sekitar bagian tengah abses

    cenderung mencegha penyebaran organisme dan hendeknya tidak dirusak oleh manipulasi atau

    trauma.

  • 31

    Infeksi S.aureus dapat juga berasal dari kontaminasi langsung dari luka, misalnya pasca operasi

    infeksi stafilokokus atau infeksi yang menyertai trauma (osteomielitis kronik setelah patah tulang

    terbuka, meningitis yang menyertai patah tulang tengkorak).

    Jika S.aureus menyebar dan terjadi bakterimia, maka bisa terjadi endokarditis, asteomielitis

    hematogenus akut, meningitis atau infeksi sistemik. Lokalisasi sekunder dalam organ atau sistem

    disertai simtom dan tanda pada ddisfungsi organ dan supurasi fokal.

    Keracunan makanan menyebabkan enterotoksin stafilokokal yang ditandai dengan periode

    inkubasi yang pendek (1 8 jam); mual hebat, muntah dan diare; dan cepat sembuh. Tidak ada

    demam.

    Sindroma syok toksik dimanifestasikan oleh onset dan demam tinggi yang terjadi tiba-tiba,

    muntah, diare, mialgia, ruam bentuk skarlet (scarlatiniform rash) dan hipotensi dengan gagal

    jantung dan gagal ginjal pada kasus yang sangat berat. Penyakit ini sering terjadi dalam lima

    hari, pada menstruasi pada wanita muda yang menggunakan tampoan, tetapi juga terjadi pada

    anak-anak atau laki-laki yang mengalami infeksi luka akibat stafilokokus. S.aureus dapat

    ditemukan di vagina, pada tampon, pada luka atau infeksi yang terlokalisir atau pada

    tenggorokan tapi untuknya tidak pernah di aliran darah.

    Uji Laboratorium Diagnostik

    A. Spesimen

    Usapan permukaan, pus, darah, aspirat trakea atau cairan spinal, dipilih bergantung pada tempat

    infeksi.

    B. Hapusan

    Stafilokokus yang khas dilihat pada apusan yang dicat dari pus atau sputum, hapusan ini tidak

    bisa membedakan oerganisme saprofitik (S.epidermidis) dari organisme patogen (S.aureus).

    C. Biakan

    Spesimen yang ditanam pada lempeng agar darah menunjukkan bahwa yang khas dalam waktu

    18 jam pada suhu 37C tetapi hemolisis dan produksi pigmen mungkin tidak terjadi sampai

  • 32

    beberapa hari kemudian, dan optimal pada suhu kamar. S.aureus dan bukan stafilokokus yang

    lain memfermentasikan manitol. Spesimen yang dikontaminasi dengan flora campuran dapat

    dibiakkan pada media yang mengandung NaCl 7,5%; garam tersebut menghambat sebagian

    besar flora normal lainnya tapi tidak menghambat S.aureus. agar garam manitol (Mannitol Salt

    Agar) digunakan untuk menyaring S.aureus yang ada di hidung.

    D. Tes Katalase

    Tetes laturan hidrogen peroksida ditempatkan pada gelas objek dan sejumlah kecil bakteri yang

    tumbuh diletakkan dalam larutan tersebut, pembentukan gelembung (pelepasan oksigen)

    menunjukkan bahwa tes positif. Tes ini dapat dilakukan dengan cara menuangkan larutan

    hidrogen peroksida pada biakan bakteri yang padat pada agar miring dan diamati munculnya

    gelembung.

    E. Tes Koagulase

    Plasma kelinci atau manusia yang ditambah sitrat dicairkan dalam perbandingan 1 : 5 dicampur

    dengan volume yang sama dari biakan cair atau dari koloni, pada agar dan diinkubasi pada suhu

    37C. Satu tabung plasma dicampur dengan media cair yang steril dipakai sebagai kontrol. Jika

    gumpalan terjadi dalam waktu 1 4 jam berarti tes positif.

    Stafilokokus koagulase positif dianggap patogen bagi manusia namun demikian stafilokokus

    koagulase positif dari anjing (Staphylococcus intermedius) dan dolpin (Staphylococcus delphini)

    jarang menyebabkan penyakit pada manusia. Infeksi alat prostetik dapat disebabkan oleh

    organisme kelompok S. Epidermidis koagulase negatif.

    F. Tes Kepekaan

    Uji kepekaan mikrodilusi atau difusi cakram hendaknya dilakukan secara rutin pada isolat

    stafilokokus dari infeksi yang secara klinis bermakna. Resistensi terhadap penisilin G dapat

    diramalkan dengan uji -laktamase. Resistensi terhadap nafsilin (dan oksasilin serta metisilin)

    terjadi pada sekitar 20% isolat S.aureus dan hampir 75% isolat S.epidermidis. Resistensi

    terhadap nafsilin berhubungan dengan adanya gen mecA yaitu gen yang mengkode PBP tidak

  • 33

    dipengaruhi oleh obat tersebut. Gen tersebut dapat dideteksi dengan menggunakan uji PCR

    (Polymerase Chain Reaction) tetapi ini tidak penting sebab stafilokokus yang tumbuh pada agar

    Mueller-Hinton yang mengandung NaCl 4% dan 6 g/mL oksasilin secara khas adalah positif

    mecA dan resisten terhadap nafsilin.

    G. Uji Serologis dan Penentuan Tipe

    Antibodi terhadap asam teikoat dapat dideteksi pada infeksi yang lama dan dalam (misalnya

    endokarditis stafilokokus). Uji serologis ini sedikit bermanfaat dalam praktek. Pola kepekaan

    terhadap antibiotika bermanfaat dalam melacak infeksi S.aureus dan dalam menentukan jika

    bakteremia disebabkan oleh S.epidermidis multipel, apakah disebabkan oleh galur yang sama.

    Teknik pemetaan molekuler telah digunakan untuk menelaah penyebaran klon S.aureus yang

    menyebabkan penyakit epidemi.

    Pengobatan

    Sebagian besar orang mempunyai stafilokokus pada kulit dan dalam hidung atau tenggorokan

    bahkan jika kulit dibersihkan dari stafilokokus (misalnya pada eksema) infeksi ulang oleh droplet

    akan terjadi dengan cepat. Karena organisme patogen biasanya menyebar (misalnya furunkel) ke

    tempat lain dari kulit melalui jari dan pakaian, antiseptik lokal penting untuk mengendalikan

    furunkulosis kambuhan.

    Infeksi kulit multipel serius (akne, furunkulosis) terjadi sebagian besar pada usia remaja. Infeksi

    kulit yang mirip terjadi pada pasien yang menerima kortikosteroid jangka lama. Pada akne,

    lipase stafilokokus dan corynebacteria membebaskan asam lemak dari lipid sehingga

    menyebabkan iritasi jaringan. Tetrasiklin digunakan untuk terapi jangka lama.

    Abses dan lesi supuratif tertutup lainnya diterapi dengan drainase, dan yang penting, terapi

    antimikroba. Banyak obat antimikroba mempunyai beberapa efek melawan stafilokokus in vitro.

    Namun demikian sulit untuk eradikasi stafilokokus patogen dari orang yang terinfeksi, sebab

    organisme dengan cepat resisten terhadap banyak obat antimikroba dan obat tidak dapat bekerja

    pada bagian nekrotik pusat dari lesi supuratif. Juga sulit untuk eradikasi keadaan carier S.aureus.

  • 34

    Osteomielitis hematogen akut berespon baik terhadap obat antimikroba. Pada osteomielitis

    kronik dan berulang, drainase bedah dan pengambilan tulang yang mati diikuti dengan

    pemberian obat yang tepat, tetapi sulit eradikasi stafilokokus yang menginfeksi. Oksigen

    hiperbarik dan pemakaian penutup miokutan vaskularisasi bisa membantu penyembuhan pada

    osteomielitik kronik.

    Bakterimia, endokarditis, pneumonia dan infeksi berat lainnya oleh karena S.aureus memerlukan

    terapi penisilin tahan -laktamase intra vena jangka panjang. Vankomisin sering digunakan

    sebagai pengganti pada stafilokokus yang resisten terhadap nafsilin. Jika infeksi disebabkan oleh

    S.aureus yang tidak menghasilkan laktamase, penisilin G merupakan obat pilihan tetapi hanya

    persentase kecil strain S.aureus yang peka terhadap penisilin G.

    Infeksi S.epidermidis sulit disembuhkan sebab kuma tumbuh pada alat prostese dimana bakteri

    dapat menghindar dari sirkulasi sehingga terhindar pula dari obat antimikroba. S.epidermidis

    lebih sering resisten terhadap obat antimikroba daripada S.aureus, hampir 75% strain

    S.epidermidis resisten terhadap nafsilin.

    Karena banyak galur yang resisten obat, maka tiap isolat stafilokokus harus diuji kepekaan

    antimikrobianya untuk membantu memilih obat sistemik. Resisten terhadap grup eritromisin

    terjadi sangat cepat sehingga jangan digunakan secara tunggal untuk mengobati infeksi kronik.

    Resistensi obat (terhadap penisilin, tetrasiklin, aminoglikosida, eritromisin, dll) ditentukan oleh

    plasmid yang ditransmisikan oleh stafilokokki dengan transduksi dan juga dengan konjugasi.

    Galur S.aureus yang resisten terhadap penisilin dari infeksi klinis selalu menghasilkan

    penisilinase. Hal ini ditemukan pada sekitar 90% isolat S.aureus dalam komunitas di USA. Galur

    ini seringkali peka terhadap penisilin tahan -laktamase, sepalosporin, atau vankomisin.

    Resistensi nafsilin tidak tergantung pada produksi -laktamase, dan insidensi klinisnya bervariasi

    pada negara yang berbeda dan pada waktu yang lain. Pembatasan pemilihan obat antimikroba

    yang tahhan terhadap -laktamase bukan merupakan satu-satunya penentu untuk tidak memakai

    obat tersebut; misalnya, di Denmark, S.aureus yang resisten terhadap nafsilin terdiri atas 40%

    isolat pada tahun 1970 dan hanya 10% tahun 1980.

  • 35

    Impetigo

    Keterangan Impetigo Krustosa Impetigo Bullosa

    Definisi Pioderma sederhana yang

    menyerang epidermis dengan

    gambaran dominan krusta

    berwarna kuning kecoklatan

    berlapis-lapis.

    Bentuk impetigo dengan gejala

    utama melepuh yang berisi cairan

    kekuningan, dindingnya tegang,

    terkadang tampak hipopion

    Epidemiologi -Kejadian terbanyak pada anak-

    anak

    -Baik laki-laki dan perempuan

    tidak ada perbedaan

    -Kejadian terbanyak pada anak-

    anak

    -Baik laki-laki dan perempuan

    tidak ada perbedaan

    Faktor-faktor

    yang

    mempengaru

    hi

    BANGSA: semua bangsa

    DAERAH: daerah tropis

    MUSIM : panas dan cuaca

    yang lembab

    HYGIENE: hygiene buruk

    DAERAH: Tropis dan udara

    yang panas

    MUSIM: Musim panas dan

    banyak debu

    HYGIENE : Hygiene kurang

    GIZ :Gizikurang; anemia

    LINGKUNGAN:Kotor

    berdebu

    Etiologi - Streptococcus Hemoliticus

    - Staphylococcus Aureus

    Staphylococcus Aureus

    Gejala klinis Gatal

    Lesi awal Makula

    eritematosa

    Vesikel / bula

    dinding tipis

    Lepuh timbul

    mendadak

    ( miliar- lentikular)

    Bertahan 2-3 hari

    Bedinding tebal

  • 36

    Sekret seropurulen

    kuning-kecoklatan

    Sekret kering

    krusta berlapis

    Krusta lepas

    daerah erosif

    Daerah erosif

    sekret >>

    dan hipopion

    Pecah krusta

    coklat datar & tipis

    Diagnosis 1. Lokalisasi: - Wajah (bagian

    hidung dan mulut)

    - Leher

    - Ekstremitas atas

    & bawah

    2. Efloresensi:

    - Makula eritematosa miliar

    lentikular,anular

    - Vesikular atau bula, lentikular,

    difus

    - Pustula miliar-lentiular

    - Krusta kuning kecoklatan,

    berlapis-lapis, mudah lepas

    3. Histopatologi:

    - Peradangan superfisial

    folikel pilosebasea bagian atas

    - Bula / vesikopustula

    subkornea berisi kokus, debris

    (leukosit), dan sel epidermis

    - Di dermis: reaksi radang

    ringan ( dilatasi pembuluh darah,

    edema, infiltrasi PMN)

    1. Lokalisasi : - Ketiak

    - Dada

    - Punggung

    - Extremitas atas

    & bawah

    2. Efloresensi:

    - Bula dinding tebal dan tipis

    (miliar lentikular)

    - Kulit sekitar tdk menunjukkan

    peradangan

    - terkadang hipopion

    3. Histopatologi:

    - Epidermis : -vesikel subkornea

    + sel-sel radang

    - Dermis : -Sebukan sel-sel

    radang

    -Dilatasi ujung-ujung kapiler

  • 37

    4. Px. Penunjang:

    - Biakan bakteriologis dari

    eksudat lesi

    - Biakan sekret dalam media

    agar darah

    - Tes resistensi

    4. Px. Penunjang:

    - Preparat mikroskopik dari

    cairan bula

    - Biakan cairan bula

    - Uji resistensi

    Diagnosis

    banding

    Ektima

    Anak-anak dan dewasa

    Predileksi di tungkai

    bawah

    Dasarnya ulkus

    Varicella

    - Lesi lebih kecil

    - Batas lebih tegas

    - Umbilikasi vesikel

    (cekungan di bag. tengah)

    . Pemfigus vulgaris

    - Bula berdinding kendur

    - Dikelilingi ertematosa

    - Mengenai mukosa

    - Generalisata

    - KU buruk

    2. Impetigenisasi

    - Pioderma sekunder

    - Masih menunjukkan

    penyakit primer

    - demam dan malaise

  • 38

    . Impetigenisasi

    - Pioderma sekunder

    - Proses menahun

    -Penyakit dasarnya terlihat

    Tatalaksana Farmakologi:

    Farmakologi:

    Non farmakologi:

    - Edukasi: 1. menjaga kebersihan

    diri dan lingkungan

    Krusta banyak

    Dilepas & dicuci dgn H2 O2 dlm

    air

    Kasih Antibiotik

    Kloramfenikol 2%

    Teramisin 3%

    Lesi banyak +demam Antibiotik sistemik

    Penisilin (Ampisilin 4 x 500 mg 1 jam sblm makan)

    Kloksasilin 3 x 250 mg/hari sebelum makan

    Sefalosporin (gen. I : Sefadroxil 2 x 500 mg a/ 2x 1000 mg /hari)

    Bula besar & banyak

    DipecahkanBersihkan dgn

    antiseptikKasih salep antibiotik

    Kloramfenikol 2%

    Eritromisin 3%

  • 39

    -Non farmakologi:

    1. Edukasi:

    - Menjaga kebersihan kulit

    dan lingkungan

    - Mandi 2 hari sekali

    - Jangan pakai handuk

    bersama

    Definisi : Radang folikel rambut

    Etiologi : Biasanya disebabkan Staphylococcus aureus

    Manifestasi Klinis : Folikulitis superfisialis (impetigo Bockhart): tungkai bawah;

    papul/pustul eritematosa dgn rambut di tengah; multipel

    Folikulitis profunda: ada infiltrat subkutis, mis. sikosis barbe

    Diagnosis banding : Tinea barbe

  • 40

    Definisi : Radang folikel rambut dan jaringan di sekitarnya

    Multipel = furunkulosis

    Karbunkel = furunkel yang menjadi satu

    Etiologi : Biasanya disebabkan oleh S. aureus

    Manifestasi Klinis : Nodus eritematosa yg nyeri abses pecah fistula

    Tempat Predileksi : Aksila, bokong

  • 41

    Erisipelas

    Definisi

    Penyakit infeksi akut biasanya di sebabkan oleh streptoccocus

    Gejala utama adalah eritema berwarna merah cerah dan berbatas tegas

    Etiologi Umum nya streptoccocus B hemolyticus

    Epidemiologi 1. Erisipelas lebih banyak di negara-negara Eropa dan amerika

    2. Kematian akibat kasus sangat jarang terjadi

    3. Pada usia dewasa > wanita

    4. pada usia anak anak > pria

    5. Semua umur dapat berpeluang terkena penyakit ini

    Gejala klinis Demam

    Malaise

    Eritema yang berbatas tegas berwarna merah cerah dengan tanda tanda

    radang akut

    Edem

    Vesikel

    bula

    Faktor

    predisposisi

    Diabetes

    penyalahgunaan alkohol

    infeksi HIV

    sindrom nefrotik

    kondisi immunocompromising lainnya

  • 42

    Gelandangan

    Patofisiologi Kuman masuk melalui luka proliferasi di epitel kulit respon peradangan

    dengan keluar nya mediator inflamasi menyebabkan

    demam,edem,kemerahan pada kulit bahkan sampai melepuh pada erisipelas

    kuman dengan cepat dapat menyebar ke limfatik menyebabkan limfadenopati

    hingga menyebabkan imunitas dapat menurun

    Px.fisis Terdapat eritematosa kecil berwarna merah cerah yang lama lama

    meluas dengan batas yang tegas

    Terdapat tanda tanda peradangan ( hangat nyeri edem dll)

    Infeksi lebih parah akan menujukan bula,vesikel bahkan nekrosis

    Limfadenopati

    Px.lab Pada erisipelas sebenarnya tidak ada pemeriksaan lab yang khusus

    Leukosit, laju endap darah, dan Protein c-reaktif biasanya meningkat

    Kultur mungkin di perlukan untuk mengetahui etiologi lain pada

    penderita immunosupresi

    Pengobatan Obat lini pertama adalah penisilin oral atau I.M 10-20 hari

    Jika terdapat alergi pada penisilin dapat di berikan sefalosporin yaitu

    eritromisin atau azitromisin

    Rawat inap untuk pemantauan ketat dan antibiotik intravena

    direkomendasikan dalam kasus yang parah dan pada bayi , pasien usia

    lanjut , dan pasien yang immunocompromised

  • 43

    Pasien dengan erisipelas berulang harus dididik mengenai antisepsis

    lokal dan perawatan luka umum

    Pengangkatan jaringan nekrosis (debridement) di perlukan pada infeksi

    berat atau gangren

    Pada pasien dengan infeksi akut pada ekstremitas aktifitas harus di

    batasi dan tungki di tinggikan untuk menguragi pembengkakan

    Komplikasi Komplikasi yang paling umum dari erisipelas termasuk

    abses

    gangren

    tromboflebitis.

    Komplikasi yang kurang umum (

  • 44

    Eritrasma

    DEFINISI Penyakit bakteri kronik pada stratum korneum yang di sebabkan oleh

    corynebacterium minitussismum

    Di tandai dengan adanya lesi berupa eritema dan skuama halus terutama

    di daerah ketiak dan lipatan paha

    ETIOLOGI Bakteri corynebacterium minitussismum

    EPIDEMILOGI Dari semua penduduk dunia 4% menderita eritrasma Kebanyakan di daerah tropis dan sub tropis Erythrasma menjadi luas dan invasif pada individu yang memiliki

    kecenderungan immunocompromised

    Banyak terjadi pada orang kulit hitam

    GEJALA Asimtomatis

  • 45

    KLINIS Lesi berukuran sebesar miliar sampai plakat ( diameter >5cm) Lesi eritroskuamosa, berskuama halus Lokasi di daerah ketiak dan lipatan paha Perluasan lesi terlihat pada pinggir yang eritematosa dan

    serpiginosa

    Lesi tidak menimbul Skuama kering halus menutupi lesi jika teraba terasa berlemak Terutama menyerang pria dewasa Tidak begitu menular

    FAKTOR

    PREDISPOSISI

    Faktor predisposisi untuk erythrasma meliputi:

    keringat berlebih / hiperhidrosis Obesitas Diabetes melitus iklim hangat Miskin kebersihan Usia lanjut immunocompromised

    PATOFISIOLO

    GI

    Bakteri masuk ke lapisan stratum korneum di bawah lapisan ini suhu dan

    kelembaban nya menguntungkan bakteri hingga dia dapat berkembang

    biak pada ruang antar sel bakteri melarutkan fibril keratin

    bakteri membentuk coproporphyrin III synthesis yang akan membentuk

    porfirin hingga menyebabkan cahaya karang merah jika di beri sinar wood

    (UV)

    PX.PENUNJA

    NG

    Pancaran sinar wood (ultraviolet) dia akan memancarkan cahaya merah cahaya berasal dari porfirin yang di hasilkan oleh bakteri

    Pewarnaan gram : bakteri corynebacterium minitussismum pada

  • 46

    eritrasma adalah bakteri dengan gram positif.

    Kultur biasanya tidak terlalu di perlukan

    TATALAKSA

    NA

    Eritromisin (bekerja dengan menghambat sintesis protein bakteri (gram positif), bersifat bakteriostatik atau bakterisid)(4X250 mg)

    untuk 2- 3 minggu

    Obat topikal misal salap tetrasiklin (bekerja dengan menghambat sintesis protein bakteri, bersifat bakteriostatik spektrum luas) 3%

    KOMPLIKASI Perhatikan kemungkinan komplikasi berikut:

    septikemia Fatal pada pasien immunocompromised dengan erythrasma

    Infeksi endokarditis pada pasien penyakit katup jantung dengan erythrasma

    infeksi luka pascaoperasi pada pasien erythrasma

    PROGNOSIS Prognosis untuk erythrasma sangat baik; Namun, kondisi ini cenderung

    kambuh jika faktor predisposisi tidak dieliminasi

  • 47

    Pioderma

    A. Definisi

    Penyakit kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus , Streptococcus , atau keduanya

    B. Etiologi

    Staphylococcus Aureus

    Streptococcus Hemoliticus

    C. Faktor predisposisi

    -Higiene yang kurang

    -Daya imunitas tubuh

    a. Kurang gizi

    b. Anemia

    c. Penyakit kronik

    -Adanya penyakit lain di kulit

    D. Klasifikasi

    Primer

    Infeksi di kulit yang normal

    Gambaran klinis tertentu

    Biasanya hanya 1 mikroorganisme

    Sekunder

    Sudah ada penyakit lain di kulit

    Gambaran klinis penyakit tidak khas

    Penyakit lain + Pioderma = Impetigenisata

    cth: Skabies Impetigenisata

    E. Bentuk Pioderma

    Impetigo

    Folikulitis

    Furunkel/Karbunkel

    Ektima

    Pionikia

    Erasipelas

    Selulitis

    Ulkus piogenik

    Hidraadenitis

  • 48

    SKROFULODERMA PEMFIGOID BULOSA

    Definisi Tuberkulotis kutis murni sekunder

    yg terjadi secara perkontinuitatum

    dari jaringan di bawahnya.

    Seperti: KGB, tulang, otot

    Penyakit autoimun kronik yg ditandai

    oleh adanya bula subepidermal yg

    besar & berdinding tegang

    Etiologi Mycobacterium tuberculosis

    (jenis human)

    Autoimunitas

    Epidemiologi Dapat terjadi pada semua umur,

    biasanya pada anak-anak&dewasa

    muda

    Semua umur, terutama pada orang tua

    Gambaran Klinis Bervariasi, bergantung pada

    lamanya penyakit :

    Belum menahun sikatriks & jembatan kulit

    belum terbentuk

    Menahun pembesaran banyak KGB dgn

    konsistensi kenyal &

    lunak, periadenitis, abses

    & fistel multiple, ulkus

    dengan sifat yg khas,

    sikatriks yg

    memanjang&tidak teratur,

    jembatan kulit

    KU : baik, sakit ringan

    Sering disertai rasa gatal

    Kelainan kulit :

    Terutama bula, dapat bergabung dengan vesikula

    Berdinding tegang

    Sering disertai eritema

    Px. Kulit Lokalisasi :

    Leher

    Aksila

    Daerah lumbal & inguinal Efloresensi :

    Ulkus bentuk oval, pinggir meninggi, tepi

    tidak rata, dinding

    menggaung

    Daerah sekitar ulkus livide, ditemukan

    jembatan kulit

    Lokalisasi :

    Aksila

    Lipat paha

    Lengan bagian fleksor Efloresensi :

    Bula nummular sampai plakat berisi cairan jernih dengan

    dinding tegang

    Jika bula pecah terlihat daerah erosi nummular hingga

    plakat, bentuk tidak teratur

    Px. Penunjang Tes mantoux & radiogram paru

    Sediaan mikroskopik

    Imunofluoresensi endapan IgG &

    C tersusun seperti pita di basement

  • 49

    pewarnaan ziehl nelssen

    Kultur

    Tes biokimiawi

    Tes resistensi

    membrane zone

    Px.sel Tzanc hasilnya positif

    Gambaran

    histopatologi

    Tampak radang kronik & jaringan

    nekrotik mulai dari lapisan dermis

    sampai subkutis tempat ulkus

    terbentuk

    Jaringan yg mengalami nekrosis

    kaseosa dikelilingi oleh sel-sel

    epitel&sel datia langerhans

    Kelainan dini :

    Celah di perbatasan epidermis-dermis

    Bula subepidermal Sel infiltrate utama : eosinofil,

    limfosit, sel-sel PMN tersebar dlm

    dermis

    Tatalaksana Umum :

    Istirahat & isolasi Khusus :

    Sistemik streptomisin, INH, etambutol, vitamin

    B6, alternative lain (

    rifampisin, kanamisin,

    pirazinamid)

    Topical basah (kompres PK ), kering (krim, salep

    antibiotic, salep minyak

    ikan)

    Prednisone jika sudah ada

    perbaikan dosis diturunkan perlahan-

    lahan

    Jika blm ada perbaikan

    dipertimbangkan sitostatik yg

    dikombinasi dengan kortikosteroid

    Jika sel infiltrate lebih banyak

    neutrofil DDS/Klorokuin

    Diagnosis banding Leher:

    Aktinomikosis menimbulkan

    benjolan/deformitas

    dengan beberapa muara

    fistel, produktif

    Aksila :

    Hidradenitis supurativa menimbulkan sikatriks (terjadi tarikan-tarikanyg

    mengakibatkan kontraksi

    otot)

    Pemfigus vulgaris :

    KU : buruk

    Dinding bula kendur

    Generalisata

    Letak bula intraepidermal

    Ada IgG di stratum spinosum Dermatitis herpetiformis :

    Ruam yg utama vesikel berkelompok

    Terdapat IgA tersusun granular

  • 50

    Lipat paha :

    Limfopatia venereum biasanya akut, gambaran

    limfadenitis akut, merah,

    dgn gejala umum

    (panas,malaise)

    Prognosis Baik Kematian jarang dibandingkan dengan

    pemfigus vulgaris, dapat terjadi remisi

    spontan

    Sifilis

    Sifilis adalah infeksi menular seksual yang disebabkan oleh bakteri spiroset Treponema

    Pallidum sub-spesies pallidum. Rute utama penularannya melaluikontak seksual; infeksi ini juga

    dapat ditularkan dari ibu ke janin selama kehamilan atau saat kelahiran, yang menyebabkan

    terjadinya sifilis congenital.

    Etiologi

    Treponema pallidum subspesies pallidum adalah bentuk spiral, gram negative bakteri sangat

    lincah.

    Treponema pallidum sub spesies pallidum adalah berbentuk spiral, gram negative ,

    bakteri yang bergerak lincah. Manusia dikenal sebagai satu-satunya penampung alami untuk

    subspesies pallidum.

    Subspesies pallidum tidak mampu bertahan tanpa inang selama lebih dari beberapa

    hari. Itu dikarenakan genomnya yang kecil (1.14 MDa) mengalami kegagalan untuk

    menyandikan jalur-jalur metabolisme yang diperlukan untuk membuat sebagian besar

    makronutriennya.Pembuatan mikronutriennya dua kali lebih lambat waktunya jauh lebih lama

    berjam-jam dari 30 .

  • 51

    Penularan

    Sifilis terutama ditularkan melalui kontak seksual atau selama kehamilan dari ibu ke janinnya;

    spiroseta mampu menembus membran mokusa utuh atau ganguan kulit. Oleh karena itu dapat

    ditularkan melalui mencium area di dekat lesi, serta seks oral, vaginal, dan anal. Sekitar 30

    sampai 60% dari mereka yang terkena sifilis primer atau sekunder akan terkena penyakit

    tersebut. Contoh penularannya, seseorang yang disuntik dengan hanya 57 organisme mempunyai

    peluang 50% terinfeksi. Sebagian besar (60%) dari kasus baru di United States terjadi pada laki-

    laki yang berhubungan seks dengan laki-laki. Penyakit tersebut dapat ditularkan lewat produk

    darah. Namun, produk darah telah diuji di banyak negara dan risiko penularan tersebut menjadi

    rendah. Risiko dari penularan karena berbagi jarum suntik tidaklah banyak. Sifilis tidak dapat

    ditularkan melalui dudukan toilet, aktifitas sehari-hari, bak panas, atau berbagi alat makan serta

    pakaian.

    Tanda dan gejala

    1. Primer

    Sifilis primer umumnya diperoleh dari kontak seksual secara langsung dengan orang yang

    terinfeksi ke orang lain. Sekitar 3 sampai 90 hari setelah awal kedapatan (rata-rata 21 hari) luka

    di kulit dinamakan chancre, tampak pada saat kontak. Lesi ini biasanya (40 % dari waktu)

    tunggal, kokoh, tanpa rasa sakit, pemborokan kulit tanpa rasa gatal dengan dasar yang bersih

    serta berbatasan tajam antara ukuran 0,3 dan 3,0 cm. Walau bagaimanapun luka bisa dikeluarkan

    hampir dalam bentuk apapun.

  • 52

    Pada bentuk yang umum, luka baerkembang dari macule ke papule dan akhirnya ke erosion atau

    ulcer. Kadang-kadang, lesi ganda mungkin muncul (~40%). Lesi ganda lebih umum ketika

    koinfeksi dengan HIV. Lesi mungkin nyeri atau perih (30%), dan bisa terjadi di luar kelamin (2

    7%). Letak paling umum pada wanita adalah di cervix (44%), penis laki-laki heteroseksual

    (99%), dan anal serta rektal umumnya secara relatif (laki-laki yang berhubungan seks dengan

    laki-laki) (34%). Pelebaran nodus limfa;(80%) sering kali terjadi di sekitar daerah infeksi, terjadi

    selama 10 hari setelah pembentukan tukak. Lesi dapat bertahan selama tiga hingga enam minggu

    tanpa pengobatan.

    2. Sekunder

    Papules kemerah-merahan dan banyaknya nodul di badan menandai terjadinya sifilis sekunder.

    Sifilis sekunder seringnya terjadi empat sampai sepuluh minggu setelah infeksi primer.

    Sementara penyakit sekunder dapat dikenal dalam berbagai cara secara nyata, gejala-gejala

    paling umum berkaitan dengan kulit, selaput lendir, dan nodus limfa. Di sana mungkin terdapat

    kesamaan, kemerah-merahan-pink, ruam yang tidak gatal pada batang dan ekstrim, termasuk

    pada telapak tangan dan soles. Ruam bisa menjadi makulopapular atau pustular. Itu bisa

    berbentuk datar, lebar, keputih-putihan, lesi mirip kutil dikenal sebagai kondiloma latum pada

    selaput lendir.

    Semua dari endapan bakteri lesi terinfeksi. Gejala lain termasuk demam, sakit tenggorokan,

    malaise, berat badan turun, rambut rontok, dan sakit kepala. Jenis penyakit lainnya yang jarang

    terjadi termasuk hepatitis, ginjal penyakit, radang sendi, periostitis , optik neuritis, uveitis, dan

    interstitial keratitis.

  • 53

    Gejala akut biasanya diatasi setelah tiga hingga enam minggu; namun sekitar 25% orang bisa

    kambuh gejala sekunder. Banyak orang yang mengalami sifilis sekunder (40-85% dari wanita,

    20-65% dari laki-laki) tidak melaporkan mengalami chancre dari sifilis primer sebelumnya.

    3. Laten

    Sifilis laten didefinisikan seperti mengalami bukti serologis dari infeksi tanpa gejala-gejala dari

    penyakit. Penyakit ini dijelaskan lebih lanjut sebagai lebih awal (kurang dari 1 tahun setelah

    sifilis sekunder) atau akhir (lebih dari 1 tahun setelah sifilis sekunder) di Amerika serikat.

    Amerika serikat memanfaakkan memotong dari dua tahun dini dan akhir sifilis laten. Awal sifilis

    laten bisa mempunyai gejala- gejala kambuh. Akhir sifilis laten adalah asimptomatik, dan tidak

    menular seperti awal sifilis laten.

    4. Tersier

    Sifilis tersier bisa terjadi kira-kira 3 hingga 15 tahun setelah infeksi awal, dan bisa dibagi

    kedalam tiga bentuk berbeda; sifilis gummatous (15%), akhir neurosifilis (6.5%),dan

    kardiovaskular sifilis (10%). Tanpa pengobatan, ketiga dari orang yang terinfeksi berkembang ke

    penyakit tersier. Orang dengan sifilis tersier adalah bukan penular.

    Sifilis gummatous atau sifilis akhir benign biasanya terjadi 1 hingga 46 tahun setelah infeksi

    awal, dengan rata-rata 15 tahun. Fase ini ditandai oleh pembentukan gumma kronik, yang

    lembut,mirip peradangan bola tumor yang bisa bermacam-macam dan sangat signifikan

    bentuknya gumma umumnya mempengaruhi kulit, tulang, dan liver, tetapi bisa terjadi

    dimanapun.

    Neurosifilis merujuk pada infeksi yang melibatkan sistem saraf pusat yang bisa terjadi dini,

    menjadi tak bergajala atau dalam bentuk dari meningitis sifilistik yang berhubungan dengan

    keseimbangan yang lemah dan nyeri kilat pada ekstrimitas lebih rendah. Akhir neurosifilis

    umumnya terjadi 4 hingga 25 tahun setelah infeksi awal. Siflis meningovaskular umumnya

    muncul dengan apati dan sawan, serta telah umum dengan demensia dan dorsalis. Juga di sana

    mungkin terdapat pupil Argyll Robertson, tempat pupil kecil bilateral menyempit ketika orang

    fokus pada objek dekat, tapi tidak menyempit ketika terkena cahaya terang.

  • 54

    Sifilis kardiovaskular biasanya terjadi 10-30 tahun setelah infeksi awal. Komplikasi yang paling

    umum adalah syphilitic aortitis, yang dapat mengakibatkan pembentukan aneurisme.

    5. Kongenital

    Sifilis kogenital bawaan sejak lahir dapat terjadi selama kehamilan atau selama kelahiran. Dua

    dari tiga bayi sifilis lahir tanpa gejala. Gejala umum yang kemudian berkembang dari kehidupan

    beberapa tahun pertama meliputi: hepatosplenomegali (70%), ruam (70%), demam (40%),

    neurosyphilis (20%), dan pneumonitis (20%). Jika terobati sifilis kongenital tahap akhir dapat

    terjadi di 40% meliputi: hidung; pelana kelainan bentuk, tanda Higoumenakis, saber shin, atau

    persendian Clutton di antara lainnya.

    Diagnosis

    1. Tes darah

    Tes darah dibagi menjadi nontreponemal dan tes treponemal. Tes Nontreponemal digunakan

    mulanya, dan mencakup riset laboratorium penyakit kelamin (VDRL) dan tes rapid plasma

    reagin. Bagaimanapun, tes-tes tersebut hanya sesekali false positives, konfirmasi diperlukan

    melalui tes treponemal, seperti partikel aglutinasi treponemal palidum (TPHA) atau fluorescent

    treponemal antibody absorption test (FTA-Abs). False positives pada tes nontreponemal dapat

    terjadi bersamaan dengan beberapa infeksi sepertivarisela dan campak, serta dengan limfoma,

    tuberkulosis, malaria, endokarditis, penyakit jaringan ikat, dan kehamilan. Tes antibodi

    treponemal biasanya menjadi positif dua sampai lima minggu setelah infeksi awal. Neurosifilis

    didiagnosis dengan menemukan tingginya angka leukosit (terutama limfosit) dan tingkat protein

    yang tinggi pada cairan tulang belakang kondisi dari infeksi sifilis yang dikenal.

    2. Pengujian langsung

    Mikroskop medan gelap cairan serosa dari tukak dapat digunakan untuk membuat diagnosis

    langsung. Namun, rumah sakit tidak selalu mempunyai perlengkapan atau anggota staf yang

    berpengalaman, sementara pengujian harus dilakukan dalam waktu 10 menit dalam perolehan

    sampel. Sensitivitastelah dilaporkan hampir 80%, sensitivitas dan spesifitas hanya dapat

    digunakan untuk konfirmasi diagnosis tapi bukan satu-satunya aturan. Dua tes lain dapat

    dilakukan pada sampel dari cangker: pengujian antibodi neon langsung dan tesamplifikasi asam

  • 55

    nukleat. Tes neon langsung menggunakan tagantibodi dengan fluorescein, yang disispkan untuk

    protein sifilis spesifik, sedangkan amplifikasi asam nukleus menggunakan teknik, seperti reaksi

    berantai polimerase, untuk mendeteksi adanya gen sifilis spesifik. Tes-tes tersebut tidak seperti

    waktu-sensitif, sebagaimana tes-tes tersebut tidak memerlukan bakteri hidup untuk membuat

    diagnosis

    Tata laksana

    1. Infeksi dini

    Pilihan perawatan pertama bagi sifilis rumit tetap satu dosis intramuskular penisilin G atau satu

    dosis oral azitromisin. Doksisiklin dan tetrasiklin adalah pilihan lainnya; namun, karena terdapat

    risiko kelainan pada janin dosisiklin dan tetrasiklin tidak direkomendasikan untuk wanita hamil.

    Resistensi terhadap antibiotik telah berkembang pada sejumlah agen, termasuk makrolid,

    klindamisin, dan rifampin. Ceftriakson, generasi ketiga sefalosporin antibiotik, mungkin saja

    seefektif perawatan berbasis penisilin.

    2. Infeksi akhir

    Bagi neurosifilis, akibat penetrasi yang lemah dari penisilin G ke dalam sistem saraf pusat,

    mereka yang terkena dampak direkomendasikan untuk diberikan penisilin intravena dosis tinggi

    minimal untuk 10 hari. Jika orang mengalami alergi, ceftriakson bisa digunakan atau

    desensitisasi penisilin dapat dicoba. Kemunculan akhir lain dapat diobati dengan penisilin G

    intramuskular sekali seminggu selama tiga minggu. Jika alergi, seperti pada kasus awal penyakit,

    doksisiklin atau tetrasiklin dapat digunakan, sekalipun untuk jangka waktu lebih lama. Perawatan

    pada fase ini membatasi perkembangan lebih lanjut, tetapi hanya mempunyai efek relatif kecil

    pada kerusakan yang sudah terjadi.

    3. Reaksi Jarisch-Herxheimer

    Satu efek samping yang dapat terjadi akibat pengobatan ini adalah reaksi Jarisch-Herxheimer.

    Reaksi Jarisch- Herxheimer seringkali dimulai setelah satu jam dan bertahan selama 24 jam,

    dengan gejala demam, nyeri otot, sakit kepala, dan takikardia. Takikardia disebabkan oleh

    sitokin yang dikeluarkan oleh sistem kekebalan tubuh sebagai respons terhadap lipoprotein yang

    dikeluarkan dari bakteri sifilis yang pecah.

  • 56

    Lepra

    Adalah penyakit inflamasi kronik yang disebabkan oleh mycobacterium leprae.

    Etiologi

    Mycobacterium Leprae

    Faktor predisposisi

    1. Tinggal di endemik kusta (india, afrika, amerika latin)

    2. Sanitasi buruk

    3. Kontak dengan manusia atau hewan yang terinfeksi leprae (armadilo,primata)

    4. Kemiskinan

    5. Sosial-ekonomi rendah

    Epidemiologi

    1. Frekuensi tersering umur 25-35tahun

    2. Terbanyak di Asia, Afrika, Amerika Latin

    3. Tahun 2008 tercatat di indonesia sebanyak 22.359 orang mnderita kusta

    Gambaran klinis

    Manifestasi klinis dari kusta sangat beragam, namun terutama mengenai kulit, saraf,

    dan membran mukosa. Pasien dengan penyakit ini dapat dikelompokkan lagi menjadi 'kusta

    tuberkuloid ( paucibacillary), kusta lepromatosa (penyakit Hansen multibasiler), atau kusta

    multibasiler (borderline leprosy).

    Kusta multibasiler, dengan tingkat keparahan yang sedang, adalah tipe yang sering ditemukan.

    Terdapat lesi kulit yang menyerupai kusta tuberkuloid namun jumlahnya lebih banyak dan tak

    beraturan; bagian yang besar dapat mengganggu seluruh tungkai, dan gangguan saraf tepi dengan

    kelemahan dan kehilangan rasa rangsang. Tipe ini tidak stabil dan dapat menjadi seperti kusta

    lepromatosa atau kusta tuberkuloid.

    Kusta tuberkuloid ditandai dengan satu atau lebih hipopigmentasi makula kulit dan bagian yang

    tidak berasa (anestetik).

  • 57

    Kusta lepormatosa dihubungkan dengan lesi, nodul, plak kulit simetris, dermis kulit yang

    menipis, dan perkembangan pada mukosa hidung yang menyebabkan penyumbatan hidung

    (kongesti nasal) dan epistaksis (hidung berdarah) namun pendeteksian terhadap kerusakan saraf

    sering kali terlambat.

    Tidak sejalan dengan mitos atau kepercayaan yang ada, penyakit ini tidak menyebabkan

    pembusukan bagian tubuh. Menurut penelitian yang lama oleh Paul Brand, disebutkan bahwa

    ketidakberdayaan merasakan rangsang pada anggota gerak sering menyebabkan luka atau lesi.

    Kini, kusta juga dapat menyebabkan masalah pada penderita AIDS.

    Klasifikasi

    1. Berdasarkan reaksi

    ENL pada penderita dengan lepra tipe lepromatosa/ borderline (campuran tuberkuoid-

    lepromatosa). Disebabkan karena protein mycobacterium yang antigenik yang menyebabkan

    reaksi kompleks antigen-antibodi. Manifestasi nodul

    Reversal terjadi pada lepra tipe tuberkuloid polar. Terjadi karena hipersensitivitas tipe IV.

    Tidak membentuk nodul, hanya sebatas perubahan warna kulit atau makula.

    2. Berdasarkan WHO

    a. Kusta tipe PB jika jumlah bercak pada kulit berjumlah 1-5, bulu pada bercak rontok,

    ukuran bercak kecil dan besar, bercak terdistribusi secara asimetris, bercak biasanya

    kering dan kasar, batas bercak tegas, kehilangan rasa pada bercak selalu ada dan jelas,

    terdapat central healing (penyembuhan di tengah), cacat biasanya terjadi dini dan

    asimetris, penebalan syaraf terjadi dini, infiltrat, nodulus dan perdarahan hidung tidak ada

    dan BTA negatif.

    b. Kusta tipe MB memiliki karakteristik jumlah bercak banyak, ukuran bercak kecil-kecil,

    bercak terdistribusi simetris, bercak biasanya halus dan berkilat, batas bercak kurang

    tegas, kehilangan rasa pada bercak biasanya tidak jelas dan terjadi pada stadium lanjut,

    bulu pada bercak tidak rontok, infiltrat, perdarahan hidung ada dan kadang-kadang tidak

    ada, ciri khusus terdapat punced out lesion (lesi berbentuk seperti kue donat), madarosis,

  • 58

    ginecomastia, hidung pelana, suara parau, penebalan syaraf pada tahap lanjut, cacat

    terjadi pada stadium lanjut dan BTA positif.

    3. Berdasarkan Joping_Ridley

    a. I: intermedinate; tidak termasuk dalam spectrum

    b. TT: Tuberkuloid polar (bentuk stabil); tuberkuloid 100% jadi tidak akan berpindah tipe.

    c. Ti: Tuberkuloid indefinite; tipe campuran tubeculoid dan lepromatosa (Tuberkuloid lebih

    banyak)

    d. BT: Borderline Tuberkuloid; tipe campuran, tapi Tuberkuloid lebih banyak

    e. BB: Mid Borderline; tipe campuran (50% tuberkuloid dan 50% lepromatosa)

    f. BL: Borderline Lepromatosa; tipe campuran, tapi lepromatosa lebih banyak

    g. Li: Lepromatosa indefinite; tipe campuran tuberkuloid dan lepromatosa (lepromatosa

    lebih banyak)

    h. LL: Lepromatosa polar (bentuk stabil); lepromatosa 100% jadi tidak akan berpindah tipe.

    Diagnosis

    1. Berdasarkan gambaran klinis (terpenting dan sederhana), bakterioskopis, dan histopatologis.

    2. Tes lepromin (Mitsuda) untuk membantu penentuan tipe (3 minggu) sehingga bisa

    ditentukan pengobatan yang tepat.

    3. Pemeriksaan secara klinis, harus dilihat semua kelainan pada seluruh tubuh dengan inspeksi,

    palpasi, dan penggunaan alat (jarum, kapas, tabung reaksi-air panas, air dingin, pensil tinta,

    dll).

    4. Pemeriksaan secara histopatologis, bergantung dimana biopsi dilakukan.

    Pemeriksaan Kulit

    1. Lokalisasi: Seluruh tubuh

    2. Efloresensi/sifat:

  • 59

    a. Tipe I. makula hipopigmentasi berbatas tegas; anestesi dan anhidrasi; pemeriksaan

    bakteriologi (-); tes lepromin (+).

    b. Tipe TT. Makula eritematosa bulat atau lonjong, permukaan kering, batas tegas,

    anestesi, bagian tengah sembuh; pemeriksaan bakteriologi (-); tes lepromin (+) kuat

    c. Tipe BT. Makula eritematosa tak teratur, batas tak tegas, kering, anestesi, mula-mula ada

    tanda kontraktur; pemeriksaan bakteriologi (+/-); tes lepromin (+/-)

    d. Tipe BL. Makula infiltrat merah mengkilat, tak teratur, batas tak tegas; pembengkakan

    saraf; pemeriksaan bakteriologi ditemukan banyak basil; tes lepromin (-)

    e. Tipe LL. Infiltrat difus berupa nodul simetri, permukaan mengkilat; saraf terasa sakit,

    anestesi; pemeriksaan bakteriologi positif kuat; tes lepromin (-).

    Selain pemeriksaan kulit harus diperiksa/ dipalpasi saraf tepi (n. ulnaris, radialis, aurikularis

    magnus dan poplitea); mata (lagoftalmus); tulang (kontraktur atau absorbsi); dan rambut (alis

    mata, kumis, dan pada lesi sendiri). Apakah terdapat pembesaran, konsistensi, dan nyeri atau

    tidak. Hanya beberapa saraf superficial yang dapat dan perlu diperiksa Pada kelainan saraf

    lebih terlokalisasi cenderung ke tipe tuberkuloid, sedang pada kelainan saraf bilateral dan

    menyeluruh cenderung ke tipe lepromatosa.

    Pemeriksaan Pembantu

    1. Pemeriksaan anestesi dengan jarum (rasa nyeri), kapas (rasa raba) atau air panas (suhu)

    2. Tes keringat dengan pensil tinta; pada kulit normal ada bekas tinta (tes Gunawan), sedang

    pada lesi akan hilang

    3. Pemeriksaan histopatologi: perlu untuk klasifikasi penyakit

    4. Pemeriksaan bakteriologi untuk menentukan indeks bakteriologi (IB) dan indeks morfologi

    (IM). Pemeriksaan ini penting untuk menentukan pengobatan dan adanya resistensi

    pengobatan

    Deformitas pada kusta, dibagi:

    1. Deformitas primer akibat langsung oleh granuloma yang terbentuk sebagai reaksi

    terhadap M. leprae, yang mendesak dan merusak jaringan sekitar (kulit, mukosa traktus

    respiratorius, tulang jari, wajah)

  • 60

    2. Deformitas sekunder akibat kerusakan saraf, umumnya deformitas diakibatkan keduanya,

    tapi karena kerusakan saraf.

    Kerusakan mata pada kusta dapat primer maupun sekunder. Primer dapat menyebabkan alopesia

    pada alis mata dan bulu mata, juga mendesak jaringan mata lainnya. Sekunder disebabkan

    rusaknya N. fasialis yang dapat membuat paralisis N. orbikularis palpebrarum sebagian atau

    seluruhnya, lalu mengakibatkan lagoftalmus, lalu kerusakan bagian mata yang lain, dan berakhir

    kebutaan.

    Infiltrasi granuloma kedalam adneksa kulit, terdiri kelenjar keringat, kelenjar palit, dan folikel

    rambut dapat mengakibatkan kulit kering dan alopesia. Tipe lepromatosa dapat

    timbulginekomastia akibat gangguan hormonal dan oleh karena infiltrasi granuloma pada

    tubulus seminiferus testis.

    Diagnosis Banding

    Dilihat adanya: makula hipopigmentasi, daerah anestesi, pemeriksaan bakteriologi

    memperlihatkan BTA, ada pembengkakan/pengerasan saraf tepi atau cabang-cabangnya

    1. Tipe I (makula hipopigmentasi): tinea versikolor, vitiligo, pitiriasis rosea, dermatitis

    seboroika atau dengan liken simpleks kronik

    2. Tipe TT (makula eritematosa dengan pinggir meninggi): tinea korporis, psoriasis, lupus

    eritematosa tipe discoid, atau pitiriosis rosea

    3. Tipe BT, BB, BL (infiltrate merah tak berbatas tegas): selulitis, erisipelas, atau psoriasis.

    4. Tipe LL (bentuk nodul): LES, dermatomiosis, atau erupsi obat.

    Penatalaksanaan

    1. Tipe I, TT, BT: Kombinasi DDS dan Rifampisin. DDS 100mg/hari dan rifampisin 600

    mg/bulan. Diberikan 6-9 bulan, setelah itu dilakukan pemeriksaan bakteriologi.Pengobatan

    dilakukan selama 2 tahun. Jika tidak ada aktivasi secara klinis dan bakteriologi tetap

    negative dinyatakan relief from control (RFC) (bebas dari pengamatan)

    2. Tipe BB, BL, LL: Kombinasi DDS, rifampisin, Lampren. DDS 100 mg/hari; rifampisin

    600 mg/bulan; Lampren 300 mg/bulan, diteruskan dengan 50 mg/hari, atau 100 mg selang

  • 61

    sehari, atau 3100 mg/minggu . Pengobatan diberikan selama 2-3 tahun.Pemeriksaan

    bakteriologi tiap 3 bulan. Sesudah 2-3 tahun bakteriologi tetap negative, pemberian obat

    dihentikan (release from treatment= RFT). Jika setelah pengawasan tidak ada aktivitas

    klinis dan pemeriksaan bakteriologi selalu negative, maka dinyatakan bebas dari

    pengawasan (RFC)

    Prognosis

    Dengan adanya obat-obat kombinasi, pengobatan menjadi lebih sederhana dan lebih singkat,

    serta prognosis menjadi lebih baik. Jika sudah ada kontraktur dan ulkus kronik, prognosis kurang

    baik.