impetigo non bulosa
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada laporan tutorial kali ini, laporan membahas blok mengenai struktur
neurosensoris sistem tubuh yang berada dalam blok 19 pada semester 5 dari Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya Palembang.
Pada kesempatan ini, dilakukan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran untuk
menghadapi tutorial yang sebenarnya pada waktu yang akan datang.
Adapun maksud dan tujuan dari materi praktikum tutorial ini, yaitu:
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem KBK di
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis
dan pembelajaran diskusi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep dari
skenario ini.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Data Tutorial
Tutor : dr.Mezfy Unita Sp.PA(K)
Moderator : Roby Juniadha
Sekretaris Papan : David Wijaya
Sekretaris Meja : Yuda Lutfiadi
Hari, Tanggal : Senin, 02 september 2013
Peraturan : 1. Alat komunikasi di nonaktifkan
2. Semua anggota tutorial harus mengeluarkan pendapat (aktif)
3. Dilarang makan dan minum
2.2 Skenario kasus
Otoy, 4 tahun, dibawa oleh orang tuanya untuk berobat ke poliklinik IKKK RSMH dengan
keluhan timbul bercak merah sebagian ditutupi keropeng kekuningan di tungkai kanan dan
kiri disertai gatal sejak 4 hari yang lalu. Kisaran 5 hari yang lalu timbul lepuh – lepuh ukuran
biji kacang hijau sampai biji jagung berisi cairan bening sampai kekuningan pada kedua
tungkai. Lepuh mudah pecah menjadi keropeng berwarna kuning madu. Dalam 3 hari ini
muncul benjolan sebesar kelereng di lipat paha kanan dan kiri. Keluhan ini tidak disertai
demam. Saudara kembar Otoy, Oboy,juga pernah menderita sakit yang sama 10 hari yang
lalu dan sembuh setelah berobat ke dokter. Mereka sering menggunakan baju dan handuk
bersama. Mereka berdua sering bermain di luar rumah dan malas bila disuruh mandi.
Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum : sadar dan kreatif
Vital sign : Nadi: 88x/menit, RR :20x/menit, suhu: 37,0o C
Keadaan spesifik :
2
KGB inguinalis lateral dextra et sinistra:terdapat pembesaran berupa nodul, 2 buah, bulat,
diameter 1 cm, konsistensi kenyal, mobile dan tidak nyeri tekan.
Status dermatologikus:
Regio extremitas inferior dextra et sinistra:
Plak eritem multipel, bulat, lentikuler, diskret dengan permukaan ditutupi krusta kekuningan.
2.3 Paparan
I. Klarifikasi istilah:
1. bercak merah : kemerahan akibat pelebaran pembuluh darah
2. keropeng : formasi darah, nanah, atau cairan kulit lainnya yang
mengering diatas robekan kulit
3. gatal : sensasi kulit yang tidak nyaman yang menimbulkan
keinginan untuk menggaruk atau menggosok kulit
4. lepuh : tonjolan kecil berbatas tegas pada epidermis yang
mengandung cairan serosa dengan ukuran kurang dari
atau sama dengan 0,5 cm
5. demam : peningkatan suhu tubuh diatas normal
6. kooperatif : keadaan dimana pasien bisa diajak bekerja sama
7. nodul : massa jaringan yang kecil berbentuk benjolan, simpul,
atau penonjolan yang normal ataupun patologis
8. status dermatologikus : data yang menyatakan hasil pemeriksaan
keadaan kulit
pasien berdasarkan lokasi
9. plak eritema : lesi kulit yang superficial, padat dan menonjol
3
berdiameter lebih dari 0,5 cm yang berwarna
kemerahan akibat pelebaran pembuluh darah
10. lentikuler : berkenaan dengan atau berbentuk seperti lensa
11. diskret : dibuat dari bagian yang terpisah atau ditandai dengan
lesi yang tidak menyatu
12. krusta : cairan badan yang mongering dapat bercampur dengan
jaringan nekrotik dan benda asing
II. Identifikasi masalah
NO KENYATAAN KESESUAIAN KONSEN
1. Otoy, 4 tahun, dibawa oleh orang tuanya untuk
berobat ke poliklinik IKKK RSMH dengan
keluhan timbul bercak merah sebagian ditutupi
keropeng kekuningan di tungkai kanan dan kiri
disertai gatal sejak 4 hari yang lalu.
TSH VVV
2. Kisaran 5 hari yang lalu timbul lepuh – lepuh
ukuran biji kacang hijau sampai biji jagung
berisi cairan bening sampai kekuningan pada
kedua tungkai. Lepuh mudah pecah menjadi
keropeng berwarna kuning madu.
TSH VV
3 Dalam 3 hari ini muncul benjolan sebesar
kelereng di lipat paha kanan dan kiri. Keluhan
ini tidak disertai demam.
TSH VV
4. Saudara kembar Otoy, Oboy, juga pernah
menderita sakit yang sama 10 hari yang lalu dan
sembuh setelah berobat ke dokter. Mereka sering
menggunakan baju dan handuk bersama. Mereka
berdua sering bermain di luar rumah dan malas
TSH VV
4
bila disuruh mandi.
5. Hasil pemeriksaan fisik
Keadaan umum : sadar dan kreatif
Vital sign : Nadi: 88x/menit, RR :20x/menit,
suhu: 37,0o C
Keadaan spesifik :
KGB inguinalis lateral dextra et sinistra:
terdapat pembesaran berupa nodul, 2 buah, bulat,
diameter 1 cm, konsistensi kenyal, mobile dan
tidak nyeri tekan.
TSH V
6. Status dermatologikus
Regio extremitas inferior dextra et sinistra:
Plak eritem multipel, bulat, lentikuler, diskret
dengan permukaan ditutupi krusta kekuningan.
TSH V
III. Analisis masalah
1. Otoy, 4 tahun, dibawa oleh orang tuanya untuk berobat ke poliklinik IKKK
RSMH dengan keluhan timbul bercak merah sebagian ditutupi keropeng
kekuningan di tungkai kanan dan kiri disertai gatal sejak 4 hari yang lalu.
a. Bagaimana anatomi, histologi dan fisiologi kulit?
Kulit berfungsi sebagai penahan dua arah: membantu menyimpan cairan tubuh
dan mencegah dehidrasi komponen-komponen tubuh bagian dalam, dan
sekaligus mencegah masuknya organismeorganisme infeksius dan zat-zat
beracun ke dalam tubuh. Kulit juga melindungi struktur-struktur internal dari
kerusakan mekanis, seperti trauma eksternal dan kerusakan yang diakibatkan
sumber-sumber yang kurang kentara.
Kulit terbagi menjadi tiga lapisan utama: (i) epidermis, (ii) dermis, dan (iii)
hipodermis (jaringan subkutan).
5
Epidermis terbentuk dari lima lapisan sel epitelial squamosa, diantaranya yang
paling umum adalah keratinosit. Keratinosit adalah sel-sel yang bertanggung-
jawab untuk pembentukan keratin, protein struktural dari kulit, rambut, dan
kuku. Sel-sel ini diyakini terlibat dalam proses imun dengan pertama kali
melepaskan immunoglobulin A dan kemudian interleukin-1, yang memicu
pengaktifan sel-sel T. Lapisan yang paling dalam, stratum germinativum, juga
dikenal sebagai lapisan sel basal. Kurang lebih setengah dari keratinosit
bergerak dari lapisan sel basal ke atas melalui semua lapisan-lapisan epidermis
yang lain. Sambil bergerak melalui lapisan-lapisan, strukturnya berubah dan
sel-sel mulai memipih, kehilangan inti, dan akhirnya kering. Ketika sel-sel ini
mencapai lapisan yang paling luar, stratum corneum, mereka kemudian
dikenal sebagai sel tanduk. Inilah sebabnya stratum corneum juga disebut
lapisan tanduk. Sel-sel tanduk yang mati kemudian luruh. Siklus regenerasi ini
memerlukan waktu kurang lebih satu bulan. Umumnya, kandungan
kelembaban epidermis berkisar dari 10% hingga 20%. Jika kelembaban terlalu
rendah, maka dapat
terbentuk kulit kering, retak, dan pecah-pecah.
Lapisan kedua kulit, dermis, biasanya 40 kali lebih tebal dari epidermis dan
tersusun dari bahan mukopolisakarida. Pada dermis terdapat sel-sel mast dan
fibroblast. Sel mast memiliki situs reseptor untuk immunoglobulin E dan
6
mengandung sejumlah senyawa penting, seperti zat yang bereaksi lambat pada
proses anafilaksis, prostaglandin E2, dan histamin. Fibroblast mensintesis
komponen penunjang struktural dari kulit (yaitu: serat-serat elastik, kolagen,
dan serat retikulum)
Lapisan ketiga dari kulit, hipodermis (atau subkutis), tersusun atas sel-sel
lemak (jaringan adiposa), kolagen, dan pembuluh-pembuluh darah yang lebih
besar. Jaringan berlemak mempengaruhi regulasi panas tubuh dan
memberikan efek bantalan terhadap tekanan eksternal dan cedera. Beberapa
struktur tambahan juga ditemukan pada dermis. Struktur-struktur ini dikenal
sebagai tambahan epidermal (atau adneksa), oleh karena mereka berakhir pada
permukaan epidermal walaupun mereka berada di dalam dermis. Mereka
meliputi dua jenis kelenjar keringat yang berbeda: unit ekrin dan apokrin.
Fungsi unit apokrin pada manusia tidak dimengerti dengan baik, tetapi unit
ekrin bertanggung-jawab untuk pembentukan dan ekskresi keringat. Unit-unit
ekrin menyuplai semua area kulit, tetapi mereka ditemukan dalam jumlah
yang lebih besar pada aksila, dahi, dan telapak kaki dan tangan. Kelenjar-
kelenjar sebasea, tambahan yang lain, ditemukan pada semua area tubuh
kecuali telapak kaki dan tangan.
b. Apa etiologi keluhan utama pada kasus?
Reaksi alergi, infeksi bakteri ; gram positif, virus ; adenovirus, luka bakar dan
gigitan serangga penyebab keluhan pada kasus biasanya bakteri
staphylococcus aureus koagulase positif dan streptococcus beta hemolyticus
grup A.
c. Bagaimana mekanisme bercak kemerahan ditutupi keropeng kekuningan
disertai gatal?
Terjadinya invasi mikoorganisme streptokokus menimbulkan inflamasi yang
menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah sehingga permeabilitas kapiler.
Hal ini kemudian memudahkan perpindahan cairan keruang antar sel. Inilah
yang menimbulkan terbentuknya vesikel dengan dinding tipis yang mudah
pecah. Serum yang keluar dari vesikel kemudian mongering menyebabkan
terbentuknya krusta bewarna kuning.
7
Delain itu, terjadinya invasi mikroorganisme streptococcus juga dapat
mengaktifkan limfosit T, limfosit T mengeluarkan IL-4 lalu menghasilkan
IgE. Lalu faktor pertumbuhan sel mast meningkat dan mengeluarkan histamin
dan terjadilah gatal.
2. Kisaran 5 hari yang lalu timbul lepuh – lepuh ukuran biji kacang hijau sampai
biji jagung berisi cairan bening sampai kekuningan pada kedua tungkai. Lepuh
mudah pecah menjadi keropeng berwarna kuning madu.
a. Bagaimana etiologi dan mekanisme timbulnya lepuh berisi cairan bening
sampai kekuningan?
Faktor resiko: Bermain di luar rumah dan malas mandi, (higienis kurang),
saudara kembar menderita sakit yang sama 10 hari yang lalu,menggunakan
baju dan handuk bersama → bakteri menempel di kulit → Koloni meningkat →
Mengeluarkan eksotoksin → Merusak desmosom (jembatan sel ) → Epidermis
terenggang (akantolisis) → Menyebabkan rongga antar s.korneum dan s.
Granulosum → Neutrofil migrasi ke dalam rongga → Lepuh berisi cairan
eksudat
3. Dalam 3 hari ini muncul benjolan sebesar kelereng di lipat paha kanan dan kiri.
Keluhan ini tidak disertai demam.
a. Bagaimana mekanisme timbulnya benjolan sebesar kelereng di lipat paha?
Faktor resiko (higinies kurang, pemakaian handuk bersama) → infeksi bakteri
pada kulit di tungkai → melalui limfogen → masuknya antigen / mikroba ke
KGB regional(daerah inguinal) untuk identifikasi dan pemrograman
penghancurannya → sel KGB menghasilkan pertahanan tubuh seperti limfosit,
plasma, histiosit, monosit atau sel-sel radang (neutrofil) → pembesaran KGB
→ muncul benjolan dilipat paha kanan dan kiri
b. Bagaimana makna klinis tidak adanya demam pada pasien?
Karena infeksi hanya terbatas di superficial kulit dan tidak menyebar sistemik
melalui hematogen sehingga tidak terjadi demam
4. Saudara kembar Otoy, Oboy, juga pernah menderita sakit yang sama 10 hari
yang lalu dan sembuh setelah berobat ke dokter. Mereka sering menggunakan
8
baju dan handuk bersama. Mereka berdua sering bermain di luar rumah dan
malas bila disuruh mandi.
a. Bagaimana hubungan kebiasaan otoy dan oboy dengan keluhan?
Impetigo adalah infeksi bakteri pada epidermis kulit yang paling sering
ditemukan disebabkan oleh streptococcus → hemolyticus dan staphylococcus
aureus.
Infeksi ini menular melalui kontak langsung dengan kulit yang terkena.
Bakteri berpindah ke daerah kulit yang baru dengan menggaruk atau
menyentuh daerah kulit yang terinfeksi. Penularan dapat juga terjadi melalui
tangan kotor, kuku kotor, dan pakaian atau benda lain yang telah menyentuh
daerah kulit yang terinfeksi.
Dari kebiasaan Otoy dan Oboy yang sering bermain di luar rumah, dan malas
bila disuruh mandi, menunjukkan hygine yang kurang baik ; sering
menggunakan baju dan handuk bersama, menunjukkan cara penularannya ;
dan riwayat Oboy pernah menderita sakit yang sama 10 hari yang lalu, berarti
telah terjadi penularan penyakit dari Oboy ke Otoy.
b. Bagaimana mekanisme penularan pada kasus?
mekanisme penularan:
1. Kontak langsung dengan pasien impetigo
2. Kontak tidak langsung melalui handuk, selimut, atau pakaian pasien
impetigo
3. Cuaca panas maupun kondisi lingkungan yang lembab
4. Kegiatan/olahraga dengan kontak langsung antar kulit seperti gulat
5. Pasien dengan dermatitis, terutama dermatitis atopik
6. langsung (daerah yang terinfeksi digaruk, kemudian jari menggaruk
daerah lain ataupun tangan yang terinfeksi menyentuh barang-barang
lain sehingga menyebabkan barang tersebut terkontaminasi
5. Hasil pemeriksaan fisik
a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan fisik?
Pemeriksaan fisik hasil Nilai normal interpretasi
Keadaan Umum kooperatif sadar normal
9
Nadi 88x/menit 60-100x/menit normal
RR 20x/menit 16-24x/menit normal
suhu 37ºC 36,5-37,2ºC normal
Keadaan spesifik
KGB inguinalis lateral dextra et sinistra: terdapat pembesaran
berupa nodul, 2 buah, bulat, diameter 1 cm, konsistensi
kenyal, mobile dan tidak nyeri tekan.
abnormal
Mekanisme abnormal:
Oleh karena dilewati oleh aliran pembuluh getah bening yang dapat membawa
antigen (mikroba, zat asing) dan memiliki sel pertahanan tubuh maka apabila
ada antigen yang menginfeksi maka kelenjar getah bening dapat menghasilkan
sel-sel pertahanan tubuh yang lebih banyak untuk mengatasi antigen tersebut
sehingga kelenjar getah bening membesar.
Pembesaran kelenjar getah bening dapat berasal dari penambahan sel-sel
pertahanan tubuh yang berasal dari KBG itu sendiri seperti limfosit, sel
plasma, monosit dan histiosit,atau karena datangnya sel-sel peradangan
(neutrofil) untuk mengatasi infeksi di kelenjar getah bening (limfadenitis)
6. Status dermatologikus
a. Bagaimana interpretas dan mekanisme abnormal dari status
dermatologikus?
Interpretasi : abnormal
Plak eritem multiple : penonjolan padat, rata ,diameter 0,5 cm
Lentikuler : ukuran sebesar jagung/kacang tanah
Diskret : letak terpisah dekat
Krusta : cairan eksudat yang mengering
Mekanisme :
Impetigo Krustosa diawali dengan munculnya eritema berukuran kurang lebih
2 mm akibat inflamasi akibat invasi mikroorganisme yang dengan cepat
membentuk vesikel berdinding tipis. Kemudian vesikel tersebut ruptur
menjadi erosi kemudian eksudat seropurulen mengering dan menjadi krusta
yang berwarna kuning keemasan (honey-colored) dan dapat meluas lebih dari
10
2 cm. Krusta pada akhirnya mengering dan lepas dari dasar yang eritema tanpa
pembentukan jaringan scar.
7. Bagaimana epidemiologi kasus?
• Impetigo nonbulosa/ krustosa/ kontangiosa lebih umum ditemui.
• Impetigo biasanya mengenai anak-anak (umur 2-5 tahun), bisa juga pada umur
lainnya
• Insiden tertinggi pada iklim tropis atau selama musim panas
• Infeksi menular melalui kontak dengan kulit yang terkena
Impetigo terjadi di seluruh negara di dunia dan angka kejadiannya selalu meningkat
dari tahun ke tahun. Di Amerika Serikat Impetigo merupakan 10% dari masalah kulit
yang dijumpai pada klinik anak dan terbanyak pada daerah yang jauh lebih hangat,
yaitu pada daerah tenggara Amerika (Provider synergies, 2:2007). Di Inggris kejadian
impetigo pada anak sampai usia 4 tahun sebanyak 2,8% pertahun dan 1,6% pada anak
usia 5-15 tahun. Sekitar 70% merupakan impetigo krustosa (Cole, 1:2007).
8. Apa factor resiko pada kasus?
Meskipun siapa saja bisa mengalami impetigo, anak berusia 2 sampai 6 tahun dan
bayi adalah yang paling banyak mengalaminya. Pada usia dewasa, laki-laki lebih
banyak dibanding perempuan. Anak secara khusus rentan mengalami infeksi karena
sistem imun mereka masih dalam tahap perkembangan. Karena itulah impetigo dapat
dengan menyebar melalui kelompok bermain atau di sekolah. secara sengaja atau
tidak melakukan kontak dengan mereka yang terinfeksi atau dengan benda yang
mereka gunakan, seperti pakaian, kasur, handuk dan bahkan mainan.
Faktor lain yang meningkatkan impetigo antara lain:
● Bersentuhan langsung dengan mereka yang terkena impetigo atau dengan peralatan
yang terkontaminasi
● Kondisi yang ramai
● Cuaca panas dan lembab
● Berpartisipasi pada kegiatan olahraga yang memungkinkan untuk bersentuhan kulit,
seperti sepakbola atau gulat
11
● Musim: musim panas atau cuaca panas yang lembab
● Kebersihan/higiene: kebersihan yang kurang dan higiene yang buruk
● Hewan peliharaan
● Keadaan yang mengganggu integritas epidermis kulit seperti gigitan serangga,
herpes simpleks, varisela, abrasi, atau luka bakar
Mereka yang memiliki diabetes atau sistem imun yang lemah secara khusus lebih
rentan terkena ecthyma, jenis impetigo yang lebih serius.
9. Bagaimana diagnosis banding pada kasus?
DD Ciri khas
Candidiasis Papula atau plak eritem, permukaan agak lembab, predileksi daerah
mukosa dan intertriginosa (lipatan seperti ketiak,lipat paha,
intergluteal, lipat payudara, antara jari tangan atau kaki).
Dermatitis Atopi Sifatnya kronik atau relaps, kulit menjadi kering, mengenai daerah
flexural pada orang dewasa dan daerah facial serta ekstensor pada anak
– anak.
Dermatitis
Kontak
Kemerahan dan pruritus pada daerah yang mengalami kontak dengan
alergen atau bahan yang sifatnya iritan
Ektima Lesi (berupa ulkus) yang ditutupi krusta yang bisa berlangsung sampai
berminggu – minggu karena infeksi mencapai ke lapisan dermis.
Eritema
multiforme
bulosa
Vesikel atau bulla yang timbul dari plak (penonjolan datar di atas
permukaan kulit) merah, berdiameter 1-5cm, pada daerah dalam dari
alat gerak (daerah ekstensor)
Lupus
eritematosa
bullosa
Lesi vesikel dan bula yang menyebar dapat gatal, seringkali melibatkan
bagian atas badan dan daerah lengan
Lupus
eritematosa
discoid
Plak berbatas tegas dengan skuama yang berpenetrasis sampai ke
folikel rambut, dan bila dikelupas akan menunjukkan “carpet tack
sign”
Gigitan serangga Bulla dengan papul pruritus (gatal) berkelompok di daerah yang
12
terkena gigitan
Herpes simplex Vesikel berkelompok dengan dasar kemerahan yang pecah menjadi
lecet dan tertutup krusta, biasanya pada bibir dan kulit
Pemfigus bulosa Vesikel dan bula timbul cepat dan gatal menyeluruh, dengan plak
urtikaria
Skabies Lesi berbentuk liang dan vesikel yang tersebar, biasanya disertai
dengan pruritus (gatal) pada malam hari
Sindrom steven-
johnson
Vesikulobulosa (lesi gelembung mulai dari vesikel sampai bulla) yang
melibatkan kulit, mulut, mata dan genitalia; lesi yang dalam dengan
krusta akibat perdarahan adalah gambaran khas
Toxic epidermal
necrolysis
Seperti sindrom steven-johnson yang diikuti pengelupasan kulit badian
atas (epidermis) secara menyeluruh
Varisela Vesikel dengan dasar kemerahan, bermula di badan dan menyebar ke
tangan kaki dan wajah; vesikel pecah dan membentuk krusta; lesi
terdapat pada beberapa tahap (vesikel, krusta) pada saat yang sama
10. Bagaimana cara menegakkan diagnosis pada kasus?
Berdasarkan anamnesis :
lepuh -lepuh berisi cairan bening di tungkai kanan dan kiri disertai gatal .Lepuh
mudah pecah dan menjadi koreng.
Pemeriksaan fisik :
Keadaan spesifik : KGB inguinalis lateral dextra et sinistra: terdapat pembesaran
berupa nodul, 2 buah, bulat, diameter 1 cm, konsistensi kenyal, mobile, tidak nyeri
tekan . Status dermatologikus : regio extremitas inferior dextra et sinistra; plak eritem
multiple, bulat, lentikuler, diskret, dengan permukaan ditutupi krusta kekuningan
Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan Darah : biasanya akan menunjukkan leukositosis
Kultur bakteri: bertujuan untuk mengetahui jenis bakteri penyebab, sehingga akan
membantu pada proses pengobatan (eradikasi bakteri)
13
Uji sensitivitas :untuk mengetahui jenis bakteri, dan pengobatan pilihan.
HISTOPATOLOGI
Terjadinya inflamasi superfisialis pada folikel pilosebaseus bagian atas. Terdapat
vesikopustul di subkorneum yang berisi coccus serta debris berupa leukosit dan sel
epidermis.Pada dermis terjadi inflamasi ringan yang ditandai dengan dilatasi
pembuluh darah, edema, dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Seringkali terjadi
spongiosis yang mendasari pustula. Pada lesi terdapat kokus Gram positif.
11. Bagaimana working diagnosis pada kasus?
Impetigo krustosa
12. Apa pemeriksaan penunjang yang diperlukan?
1.pemeriksaan Gram-stain
Bila diperlukan dapat memeriksa isi vesikel dengan pengecatan gram untuk
menyingkirkan diagnosa banding dengan gangguan infeksi gram negatif. Bisa
dilanjutkan dengan tes katalase dan koagulase untuk membedakan antara
Staphylokokus dan Streptokokus. Pada pewarnaan gram akan memperlihatkan
neutrofil dengan kuman gram-positif di dalam rantai atau kelompok3,4,5,14.
2. Kultur bakteri
Kultur akan memperlihatkan S.aureus, kebanyakan merupakan kombinasi dengan
S.pyogenes atau GABHS yang lain, tetapi kadang timbul sendiri4,14. Kultur bakteri
juga dapat dilakukan untuk mengidentifikasi methicillin-resistant Staphylococcus
aureus (MRSA), jika lesi imeptigo pecah, jika ada glomerulonefritis poststreptokokus.
Eksudat diambil dari bawah krusta untuk dilakukan kultur. Kultur bakteri pada lubang
hidung terkadang dibutuhkan untuk menentukkan seseorang S.aureus karier atau
bukan. Jika pada kultur tersebut negatif dan penderita persisten terhadap timbulnya
impetigo, maka kultur bakteri harus dilakukan pada aksila, faring dan perineum. Pada
penderita dengan status S.aureus karier yang negatif dan tidak mempunyai faktor
predisiposisi dapat dilakukan pemeriksaan level serum IgM. Pemeriksaan level serum
IgA, IgM, dan IgG juga dapat dilakukan untuk mengetahui imunodefisiensi yang lain.
3. Pemeriksaan Laboratorium
14
Pada darah tepi terdapat leukositosis pada hampir 50% kasus impetigo, terutama pada
infeksi yang disebabkan streptokok. Level Anti DNAase (Antideoksiribonuklease) B
meningkat cukup signifikan pada pasien impetigo streptokok. Urinalisis perlu
dilakukan untuk mengevaluasi glomerulonefritis poststreptokokus jika pada pasien
timbul edema dan hipertensi. Hematuria, proteinuria, cylindruria merupakan indikator
terlibatnya ginjal.
4. Pemeriksaan lainnya
Selain itu dapat juga dilakukan biakan bakteriologis eksudat besi; biakan sekret dalam
media agar darah, dilanjutkan dengan tes resistensi. Biopsi dapat diindikasikan.
Tes yang lainnya berupa :
- Titer Antistreptolysin-O (ASO) memberikan positif lemah terhadap streptokokus
- Streptozyme : positif untuk Streptokokus, tapi jarang dilakukan
13. Bagaimana pathogenesis pada kasus?
Kulit yang normal biasanya resisten terhadap kolonisasi atau infeksi dari
Staphylococcus aureus dan GABHS.
Asam lipoteikoat (lipoteichoic acid/LTA), suatu molekul adhesi GABHS dan
Staphylococcus aureus membutuhkan suatu reseptor, fibronectin, untuk dapat
menempel dan melakukan kolonisasi. Pada kulit yang sehat (intact) tidak dapat
dijumpai adanya fibronectin karena tertutupi oleh lapisan keratin pada epidermis.
Adanya lesi dan trauma, baiknya sifatnya mikro, dapat membuat fibronectin di tubuh
tereskpose dan memungkinkan kolonisasi bakteri.
15
Hal yang sering membuat lesi di kulit:
Garukan
Dermatophytosis
Varicella
Herpes simplex
Scabies
Pediculosis
Luka bakar
Operasi
Cedera
Radiation therapy
Gigitan serangga
Adanya penggunaan immunosupresan seperti kortikosteroid, penyakit seperti HIV dan
diabetes, dan penyalahgunaan obat - obatan secara intra vena dapat mendukung
kolonisasi bakteri.
Impetigo krustosa dimulai ketika trauma kecil terjadi pada kulit normal sebagai
portal of entry yang terpapar oleh kuman melalui kontak langsung dengan pasien atau
dengan seseorang yang menjadi carrier. Kuman tersebut berkembang biak dikulit dan
akan menyebabkan terbentuknya lesi dalam satu sampai dua minggu.
Cara infeksi pada impetigo krustosa ada 2, yaitu infeksi primer dan infeksi sekunder.
16
Infeksi Primer
Infeksi primer, biasanya terjadi pada anak-anak. Awalnya, kumanmenyebar dari
hidung ke kulit normal (kira-kira 11 hari), kemudian berkembang menjadi lesi pada
kulit. Lesi biasanya timbul di atas kulit wajah (terutama sekitar lubang hidung) atau
ekstremitas setelah trauma.
Infeksi sekunder
Infeksi sekunder terjadi bila telah ada penyakit kulit lain sebelumnya (impetiginisasi)
seperti dermatitis atopik, dermatitis statis, psoariasis vulgaris, SLE kronik, pioderma
gangrenosum, herpes simpleks, varisela, herpes zoster, pedikulosis, skabies, infeksi
jamur dermatofita, gigitan serangga, luka lecet, luka goresan, dan luka bakar, dapat
terjadi pada semua umur.
Impetigo krustosa biasanya terjadi akibat trauma superfisialis dan robekan pada
epidermis, akibatnya kulit yang mengalami trauma tersebut menghasilkan suatu
protein yang mengakibatkan bakteri dapat melekat dan membentuk suatu infeksi
impetigo krustosa. Keluhan biasanya gatal dan nyeri
Impetigo krustosa sangat menular, berkembang dengan cepat melalui kontak langsung
dari orang ke orang. Impetigo banyak terjadi pada musim panas dan cuaca yang
lembab. Pada anak-anak sumber infeksinya yaitu binatang peliharaan, kuku tangan
yang kotor, anak-anak lainnya di sekolah, daerah rumah kumuh, sedangkan pada
dewasa sumbernya yaitutukang cukur, salon kecantikan, kolam renang, dan dari anak-
anak yang telah terinfeksi.
Adanya kolonisasi bakteri dipermukaan kulit akan menyebabkan bakteri melepaskan
toksin mereka (seperti exfoliative toxin / EF toxin pada Staphylococcus aureus).
Toksin tersebut akan menyebabkan kulit mengalami inflamasi. Toxin tersebut dapat
menghancurkan protein cadherin yang dikenal sebagai desmoglein (khususnya
desmoglin 1/DSG1) yang merupakan komponen dari desmosome, suatu junctional
complex pada sel epitel. Pada kulit, protein ini biasanya ditemui pada keratinosit di
stratum granulosum sebagai molekul adhesi antar sel. Hancurnya taut antar sel inilah
yang menyebabkan terbentuknya lepuh superfisial.
17
Adanya kolonisasi pada kulit akan memicu sel – sel Langerhans dan Histiosit /
dendiritic cell yang berperan sebagai antigen presenting cell / APC untuk melepaskan
sitokin – sitokin pro inflamasi seperti TNF, IL-1, Il-4 dan IL-8. TNF dan IL-1 akan
mendorong terjadinya reaksi inflamasi lokal dimana terjadi vasodilatasi lokal
sehingga daerah tersebut nampak lebih kemerahan dan lebih permeabel terhadap sel
darah putih yang merupakan sistem pertahan tubuh. IL-4 akan menstimulasi pelepasan
IgE yang akan memicu aktivasi sel mast yang kemudian akan melepaskan histamin
yang salah satu efek lokalnya adalah menimbulkan rasa gatal. IL-8 merupakan faktor
chemotaksis untuk neutrofil dimana sitokin tersebut dapat merekrut neutrofil untuk
berkumpul di lokasi infeksi. Neutrofil yang mati inilah yang akan menjadi pus / nanah
yang berwarna putih – kekuningan. Lepuh yang terbentuk ini biasanya akan pecah dan
membentuk krusta. Krusta yang terbentuk merupakan bekuan dari nanah (pus), darah,
dan jaringan kulit yang rusak serta bakteri sehingga berwarna kuning madu.
Adanya infeksi oleh bakteri akan memicu pematangan sel T. Sebagian bakteri juga
diangkut ke jaringan limfe menuju ke limfonodus regional, dalam kasus ini di lipat
paha, dan mengakibatkan proliferasi dari sel limfosit, sel plasma, monosit serta
histiosit pada limfonodus sehingga limfonodus akan membesar dan teraba pada
pemeriksaan fisik.
14. Bagaimana tata laksana pada kasus (non-farmakologis dan farmakologis)?
Pemilihan metode penatalaksanaan adalah berdasarkan luasnya lesi (krusta pada kasus
ini). Jika krusta sedikit, cukup dilepaskan secara perlahan lalu diberikan antibiotik
topikal, seperti :
- Mupirocin
18
Mupirocin (pseudomonic acid) merupakan antibiotik yang berasal dari
Pseudomonas fluorescent .Mekanisme kerja mupirocin yaitu menghambat sintesis
protein (asam amino) dengan mengikat isoleusil-tRNA sintetase sehingga
menghambat aktivitas coccus Gram positif seperti Staphylococcus dan sebagian
besar Streptococcus. Salap mupirocin 2% diindikasikan untuk pengobatan
impetigo yang disebabkan Staphylococcus dan Streptococcus pyogene
- Asam Fusidat
Asam Fusidat merupakan antibiotik yang berasal dari Fusidium coccineum.
Mekanisme kerja asam fusidat yaitu menghambat sintesis protein. Salap atau
krim asam fusidat 2% aktif melawan kuman gram positif dan telah teruji sama
efektif dengan mupirocin topikal.
- Bacitracin
Baciracin merupakan antibiotik polipeptida siklik yang berasal dari Strain
Bacillus Subtilis. Mekanisme kerja bacitracin yaitu menghambat sintesis dinding
sel bakteri dengan menghambat defosforilasi ikatan membran lipid pirofosfat
sehingga aktif melawan coccus Gram positif seperti Staphylococcus dan
Streptococcus. Bacitracin topikal efektif untuk pengobatan infeksi bakteri
superfisial kulit seperti impetigo.
- Retapamulin
Retapamulin bekerja menghambat sintesis protein dengan berikatan dengan
subunit 50S ribosom pada protein L3 dekat dengan peptidil transferase. Salap
Retapamulin 1% telah diterima oleh Food and Drug Administraion (FDA) pada
tahun 2007 sebagai terapi impetigo pada remaja dan anak-anak diatas 9 bulan dan
telah menunjukkan aktivitasnya melawan kuman yang resisten terhadap beberapa
obat seperti metisilin, eritromisin, asam fusidat, mupirosin, azitromisinasam
fusidat.
Sebelum diberi antibiotik topikal, lesi harus dibersihkan terlebih dahulu. Dapat
menggunakan antiseptik seperti larutan permanganas kalikus 1/5000, larutan rivanol 1
‰ atau larutan yodium pavidon 7,5% yang dilarutkan 10x.
19
Bila lesi luas atau banyak, perlu diberikan antibiotik sistemik seperti :
- Penisilin G prokain dan semisintetiknya
o Penisilin G prokain
Dapat diberikan dengan dosis 1,2 juta unit per hari intramuskular. Saat ini,
obat ini sudah mulai ditinggalkan sebab tidak praktis karena harus diberikan
intramuskular dengan dosis tinggi dan beresiko menimbulkan syok anafilaktik
o Ampisilin
Dapat diberikan dengan dosis 4 x 500 mg, diberikan sejam sebelum makan
o Amoksisilin + asam klavulanat
Dosisnya adalah 2 x 250-500 mg per hari selama 10 hari, kelebihanya adalah
lebih praktis bila dibandingkan dengan ampisilin karena dapat diberikam
setelah makan dan lebih cepat diabsorbsi sehingga konsentrasi dalam plasma
lebih tinggi.
o Kloksasilin, Dikloksasilin, dan flukoksasilin
Dosisnya kloksasilin adalah 3 x 250 mg per hari dosis pediatri 20 – 50
mg/KgBB/hari sebelum makan selama 10 hari. Kelebihan obat jenis ini adalah
tetap berkhasiat terhadap Staphylococcusaureus yang telah resisten terhadap
penisilin dengan membentuk penisilinase.
- Linkomisin dan klindamisin
Dosis linkomisin 3 x 500 mg/hari. Klindamisin diabsorbsi lebih baik karena itu
dosisnya lebih kecil yaitu 4 x 150 mg/hari atau 3 x 300-450 mg/hari pada infeksi
yang lebih berat. Klindamisin lebih sering digunakan daripada linkomisin karena
potensi antimikrobianya lebih besar, efek sampingnya lebih kecil, dan pemberian
peroralnya tidak dihambat oeh makanan di lambung.
- Eritromisin
Dosisnya 4 x 500 mg/hari dan untuk pediatri 30 – 50 mg/KgBB/hari
- Azitromisin
Dosis 500 mg/hari untuk hari ke-1 dan dosis 250 mg/hari untuk hari ke-2 sampai
hari ke-4
20
- Sefalosporin
Dapat digunakan bila pemberian obat – obat yang lain tidak menimbulkan efek
yang baik. Ada 4 generasi, namun yang berkhasiat untuk kuman gram positif
seperti Streptococcuspyogenes (Group A β-hemolyticus) dan
Staphylococcusaureus ialah generasi ke-I seperti sefadroksil dengan dosis 2 x 500
mg/hari atau 2 x 1000mg/hari; sefaleksin dengan dosis 2 x 250 – 500 mg/hari dan
dosis pediatri adalah 25 – 50 mg/kgbb/hari selama 10 hari; dan generasi ke-IV
Pengobatan penunjang adalah :
Menghilangkan krusta dengan cara mandikan anak selama 20-30 menit, disertai
mengelupaskan krusta dengan handuk basah
Mencegah anak untuk menggaruk daerah lecet. Dapat dengan menutup daerah
yang lecet dengan perban tahan air dan memotong kuku anak
Lanjutkan pengobatan sampai semua luka lecet sembuh
15. Bagaimana komplikasi pada kasus?
Kemungkinan terjadinya komplikasi bila dilakukan pengobatan yang tepat waktu dan
tepat sasaran sangat kecil. Neonatus memiliki resiko lebih besar untuk mengalami
penyebaran infeksi ke seluruh anggota tubuh karena sistem imun pada neonatus
belum berkembang sempurna. Kelenjar limfe regional dapat mengalami pembesaran
pada 90% pasien tanpa pengobatan (terutama pada infeksi Streptococcus) dan dapat
disertai demam. Membran mukosa jarang terlibat.
Selulitis, limfangitis, dan limfadenitis supuratif terjadi pada 10% pasien dengan
impetigo. Seandainya exfoliative toxin (EF toxin) stafilococcus masuk ke dalam aliran
darah, dapat terjadi Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (SSSS).
Acute Post-Streptococcal Glomerulonephritis (APSGN) adalah salah satu komplikasi
yang dapat terjadi, meski jarang, pada impetigo non bullosa / impetigo kontagiosa.
Angka insiden hanya 1 dari 1.000.000 penduduk negara industri. Strain GABHS yang
dapat menyebabkan APSGN adalah serotipe M-60 dan M-49. APSGN biasanya
terjadi 18 – 21 hari paska infeksi dengan kategori usia yang paling sering terkena
adalah usia 3-7 tahun. Penggunaan antibiotik tidak membantu mencegah APSGN
sebab reaksi imun tubuh biasanya sudah terlebih dahulu tersensitisasi sebelum
21
penggunaan antibiotik. Hal ini menyebabkan penumpukan kompleks antigen-antibodi
menumpuk di tubulus ginjal dan memicu peradangan pada nefron ginjal sehingga
terjadilah APSGN.
Komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah :
- Scarlet fever
- Erisipelas dan selulitis
Impetigo krustosa dapat menjadi infeksi invasif menyebabkan terjadinya selulitis
dan erisepelas, meskipun jarang terjadi. Selulitis merupakan peradangan akut
kulit yang mengenai jaringan subkutan (jaringan ikat longgar) yang ditandai
dengan eritema setempat, ketegangan kulit disertai malaise, menggigil dan
demam. Sedangkan erisepelas merupakan peradangan kulit yang melibatkan
pembuluh limfe superfisial ditandai dengan eritema dan tepi meninggi, panas,
bengkak, dan biasanya disertai gejala prodromal
- Psoriasis
- Pneumonia
- Osteomyelitis
- Sepsis dan bacterial endocarditis
16. Bagaimana pencegahan pada kasus?
Pencegahan meliputi :
Mandi teratur dengan sabun dan air (sabun antiseptik dapat digunakan, namun
dapat mengiritasi pada sebagian kulit orang yang kulit sensitif)
Higiene yang baik, mencakup cuci tangan teratur, menjaga kuku jari tetap pendek
dan bersih
Jauhkan diri dari orang dengan impetigo
Orang yang kontak dengan orang yang terkena impetigo segera mencuci tangan
dengan sabun dan air mengalir.
22
Cuci pakaian, handuk dan sprei dari anak dengan impetigo terpisah dari yang
lainnya. Cuci dengan air panas dan keringkan di bawah sinar matahari atau
pengering yang panas. Mainan yang dipakai dapat dicuci dengan disinfektan.
Gunakan sarung tangan saat mengoleskan antibiotik topikal di tempat yang
terinfeksi dan cuci tangan setelah itu
Penderita impetigo harus diisolasi, dan dicegah agar tidak terjadi kontak dengan
orang lain minimal dalam 24 jam setelah pemberian antibiotik
17. Bagaimana prognosis pada kasus ?
Quo ad vitam : bonam
Quo ad fungsionam : bonam
18. KDU
Tingkat kemampuan 4, yaitu mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter
(misalnya : pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat
memutuskan dan mampu menangani problem itu secara mandiri hingga tuntas.
IV. Learning Issue
1. Anatomi dan fisiologi kulit
Kulit terbagi menjadi 3 lapisan, yaitu:
A. EPIDERMIS
Lapisan Epidermis/kutikel terdiri atas beberapa lapisan, yaitu:
1. Stratum Korneum
Terdiri dari beberapa lapis sel gepeng yang mati dan tidak berinti.
Protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk).
2. Stratum Lusidum
Lapisan sel gepeng tanpa inti
Protoplasma berubah menjadi protein (eleidin)
Biasanya terdapat pada kulit tebal telapak kaki dan telapak tangan.
Tidak tampak pada kulit tipis.
23
3. Stratum granulosum / Lapisan Granular
Merupakan 2 atau 3 lapis sel gepeng
Sitoplasma berbutir kasar yang terdiri atas keratohialin dan terdapat
inti diantaranya
Mukosa tidak mempunyai lapisan ini
4. Stratum spinosum / lapisan Malphigi
Lapisan epidermis yang paling tebal.
Terdiri dari sel polygonal, besarnya berbeda-beda karena ada proses
mitosis
Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen dan inti
terletak ditengah
Terdapat jembatan antarsel (intecelluler bridges) yg terdiri dari
protoplasma dan tonofibril
Perlekatan antar jembatan membentuk nodulus Bizzozero
Terdapat juga sel langerhans yang berperan dalam respon – respon
antigen kutaneus. Seperti ditunjukan dibawah.
5. Stratum basale
Terdiri dari sel-sel kolumnar yang tegak lurus terhadap dermis,
tersusun sebagai tiang pagar atau palisade.
Pada lapisan ini terdapat batas antara epidermis dan dermis yang
dibatasi oleh lamina basalis yaitu struktur halus yang membatasi
epidermis dengan dermis. Pengaruh lamina basalis cukup besar
terhadap pengaturan metabolisme demo-epidermaldan fungsi-fungsi
vital kulit.
Di dalam lapisan ini sel-sel epidermis bertambah banyak melalui
mitosis dan sel-sel tadi bergeser ke lapisan-lapisan lebih atas, akhirnya
menjadi sel tanduk.
Terdapat melanosit (clear cell) yaitu sel dendritik yang yang
membentuk melanin melindungi kulit dari sinar matahari. Dengan
sitoplasma yang basofilik dan inti gelap, mengandung butir pigmen
(melanosomes).
24
B. DERMIS
Merupakan lapisan di bawah epidermis, yang terdiri dari:
a. Pars Papilare
Bagian yang menonjol ke epidermis
Berisi ujung-ujung serabut saraf dan pembuluh darah
b. Pars Retikulare
Bagian yang menonjol ke subkutan
Terdiri atas: serabut-serabut penunjang (kolagen, elastin, retikulin),
matiks (cairan kental asam hialuronat dan kondroitin sulfat serta
fibroblas)
Terdiri dari sel fibroblast yang memproduksi kolagen dan retikularis
yang terdapat banyak p. darah , limfe, akar rambut, kelenjar kerngat
dan kelenjar sebaseus.
C. HIPODERMIS/SUBKUTAN
Terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Pada lapisan ini
terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah dan getah bening.
Sel Lemak
sel lemak dipisahkan oleh trabekula yang fibrosa
25
Lapisan terdalam yang banyak mengandung sel liposit yang menghasilkan
banyak lemak. Disebut juga panikulus adiposa yang berfungsi sebagai
cadangan makanan
Berfungsi juga sebagai bantalan antara kulit dan setruktur internal seperti
otot dan tulang. Sebagai mobilitas kulit, perubahan kontur tubuh dan
penyekatan panas.Sebagai bantalan terhadap trauma. Tempat penumpukan
energi.
Vaskularisasi
Suplai darah pada kulit diatur oleh 2 pleksus:
Pleksus superfisialis terletak di bagian atas dermis
Pleksus profunda terletak di lapisan subkutis
ADNEKSA KULIT
1. Kelenjar keringat (glandula sudorifera)
Terdapat di lapisan dermis
Diklasifikasikan menjadi 2 kategori:
Kelenjar Ekrin
o Terdapat disemua kulit.
o Melepaskan keringat sebagai reaksi peningkatan suhu lingkungan dan
suhu tubuh.
o Kecepatan sekresi keringat dikendalkan oleh saraf simpatik. Pengeluaran
keringat pada tangan, kaki, aksila, dahi, sebagai reaksi tubuh terhadap
setress, nyeri dll.
Kelenjar Apokrin
o Terdapat di aksil, anus, skrotum, labia mayora, dan berm,uara pada folkel
rambut.
o Kelenjar ininaktif pada masa pubertas,pada wanit a akan membesar dan
berkurang pada sklus haid.
o Kelenjar Apokrin memproduksi keringat yang keruh seperti susu yang
diuraikan oleh bajkteri menghasilkan bau khas pada aksila.
o Pada telinga bagian luar terdapat kelenjar apokrin khusus yang disebut K.
seruminosa yang menghasilkan serumen(wax).
26
2. Kelenjar Sebasea
Berfungsi mengontrol sekresi minyak ke dalam ruang antara folikel rambut dan
batang rambut yang akan melumasi rambut sehingga menjadi halus lentur dan
lunak.
3. RAMBUT
Terdapat di seluruh kulit kecuali telapak tangan kaki dan bagian dorsal dari
falang distal jari tangan, kaki, penis, labia minora dan bibir.
Rambut terdiri dari akar ( sel tanpa keratin) dan batang ( terdiri sel keratin )
Bagian dermis yang masuk dalam kandung rambut disebut papil.
Terdapat 2 jenis rambut :
Rambut terminal (dapat panjang dan pendek.)
Rambut velus (pendek, halus dan lembut).
Penampang rambut terdiri atas:
a) Kutikula: terdiri atas lapisan keratin
b) Korteks: terdiri atas serabut polipeptida yang memanjang dan saling berdekatan.
lapisan ini mengandung pigmen
c) Medula: terdiri atas 3-4 lapis sel kubus yang berisi keratohialin, badan lemak, dan
rongga udara. rambut velus tidak mempunyai medula
Fungsi rambut :
27
Melindungi kulit dari pengaruh buruk:
- Alis mata melindungi mata dari keringat agar tidak mengalir ke mata
- Bulu hidung (vibrissae) menyaring udara, serta berfungsi sebagai pengatur suhu
pendorong penguapan kerngat dan indera peraba yang sensitive.
Terdapat 3 fase pertumbuhan rambut:
a) Fase pertumbuhan (Anagen)
Sel-sel matriks melalui mitosis membentuk sel-sel baru mendorong sel-sel
lebih tua ke atas. Aktivitas ini lamanya 2-6 tahun
90 % dari 100.000 folikel rambut kulit kepala normal mengalami fase
pertumbuhan pada satu saat.
b) Fase Peralihan (Katagen)
Masa peralihan dimulai dari penebalan jaringan ikat di sekitar folikel rambut.
Bagian tengah akar rambut menyempit dan bagian di bawahnya melebar dan
mengalami pertandukan sehingga terbentuk gada (club).
berlangsung 2-3 minggu
c) Fase Istirahat (Telogen)
Berlangsung + 4 bulan, rambut mengalami kerontokan
50 – 100 lembar rambut rontok dalam tiap harinya.
Gerak merinding jika terjadi trauma , stress, dsbt Piloereksi.
Warna rambut ditentukan oleh jumlah melanin .
Pertumbuhan rambut pada daerah tertentu dikontrol oleh hgormon
seks( rambut wajah, janggut, kumis, dada, punggung, di kontrol oleh H.
Androgen.
Kuantitas dan kualitas distribusi ranbut ditentukan oleh kondisis Endokrin.
Hirsutisme ( pertumbuhan rambut yang berlebihan pada S. Cushing(wanita).
4. KUKU
Kuku adalah bagian terminal lapisan tanduk yang menebal.
Pertumbuhan rata- rata 1 mm / minggu. Pembaruan total kuku jari tangan : 170
hari dan kuku kaki: 12- 18 bulan.
Bagian kuku terdiri dari:
Matriks kuku: merupakan pembentuk jaringan kuku yang baru
28
Dinding kuku (nail wall): merupakan lipatan-lipatan kulit yang menutupi bagian
pinggir dan atas
Dasar kuku (nail bed): merupakan bagian kulit yang ditutupi kuku
Alur kuku (nail grove): merupakan celah antar dinding dan dasar kuku
Akar kuku (nail root): merupakan bagian proksimal kuku
Lempeng kuku (nail plate): merupakan bagian tengah kuku yang dikelilingi
dinding kuku
Lunula: merupakan bagian lempeng kuku yang berwarna putih didekat akar kuku
berbentuk bulan sabit, sering tertutup oleh kulit
Eponikium (kutikula): merupakan dinding kuku bagian proksima, kulit arinya
menutupi bagian permukaan lempeng kuku
Hiponikium: merupakan dasar kuku, kulit ari dibawah kuku yang bebas (free
edge) menebal
2. Eflorensesi kulit
- MAKULA:
adalah perubahan warna kulit tanpa disertai
perubahan konsistensi dan permukaannya.
Makula berukuran <> 1 cm disebut patch.
29
- PAPUL:
Penonjolan kulit yang solid dengan diameter < 1
cm.
Terjadinya papula adalah karena adanya proses:
A. Infiltrat pada papilla dermis:
• proses infiltrasi selular pada kasus lichen nitidus
• proses non-selular pada kasus lichen amiloidosis
B. hiperplasi epidermis, misalnya:
• Veruka
• molluscum contagiosum
- PLAK:
kelainan kulit seperti papula dengan permukaan
datar dan diameter > 1 cm. Plak dapat terjadi
karena perluasan suatu papula, tetapi dapat juga
karena gabungan atau konfluensi dari beberapa
papula
Diagnosa Banding:
Eczema
Lichen planus
Pityriasis rosea
Psoriasis
Seborrheic dermatitis
Syphilis (secondary)
Tinea corporis
Tinea pedis
Tinea versicolor
- URTIKA:
Penonjolan kulit dengan batas tegas, timbulnya
cepat, tetapi hilangnya juga cepat; biasanya
30
berwana kemerahan dan pucat di bagian tengah, sering terdapat pseudopodia (kaki
semu).
Urtika timbul disebabkan karena adanya edema interselular yang biasanya merupakan
kelanjutan dari meningkatnya permeabilitas kapiler dan hampir tidak pernah dijumpai
adanya infiltrat radang. Biasanya urtika timbul akibat adanya reaksi alergi, atau reaksi
hipersensitifitas. Urtika yang timbul di jaringan yang longgar, seperti di kelopak mata,
bibir, dan scrotum biasanya berukuran besar (luas) dan dinamakan angioedema.
Diagnosa Banding:
Angioedema
Dermographism
Hives
Cholinergic urticaria
Urticaria pigmentosa (mastocytosis)
- NODUL:
Penonjolan kulit dengan batas tegas, letaknya dalam,
diameternya > 1 cm. Nodul terjadi karena adanya
infiltrasi yang bersifat massif pada dermis dan
subkutis.
Tumor sebenarnya juga seperti nodul, hanya istilah
tumor digunakan untuk nodul dengan diameter yang besar.
Tetapi skr ini istilah tumor sering untuk kelainan-kelainan yang bersifat neoplastik
saja.
- VESIKEL dan BULA
adalah suatu penonjolan kulit dengan batas tegas, berisi cairan serous dan diameternya
<> 1 cm disebut bula.
Vesikula dan bula dapat terjadi di lokasi yang
berbeda pada lapisan kulit
1. Vesikel/bula intraepidermal atau suprabasal
a. spongiosis:
31
vesikel atau bula yang terjadi karena proses spongiosis dimulai dengan terjadinya
edema interselular di antara sel-sel keratinosit yang terisi cairan.
Contoh: dermatitis kontak alergi (DKA)
b. degenerasi balon:
vesikel atau bula terjadi karena proses degenerasi dimulai dengan terjadinya edema
intraselular biasanya karena adanya suatu proses infeksi.
Contoh: herpes zozter, herpes simplex
c. akantolisis:
vesikel atau bula terjadi karena adanya proses akantolisis, yakni hilangnya spina atau
akanta atau jembatan antar sel, sehingga ikatan antara sel menjadi hilang atau lepas,
dan akhirnya akan terbentuk celah atau rongga yang berisi cairan.
Contoh: pemfigus
d. sub-corneal:
vesikel atau bula terbentuk karena lepasnya stratum korneum dari lapisan di
bawahnya. Contoh: impetigo, miliaria kristalina
2. Vesikel/bula subepidermal atau infrabasal atau intradermal:
Vesikel atau bula infrabasal terjadi karena lepasnya lapisan basal dari membrana
basalis. Vesikel atau bula yang terbentuk
biasanya akibat proses autoimun,
misalnya: bullous pemphigoid, dermatitis
herpetiformis.
- PUSTULA
penonjolan kulit berbatas tegas, diameter < 1 cm, berisi cairan pus/nanah.
Lokasi pus bisa intra epidermal atau subepidermal.
a) Pustula intraepidermal: ada beberapa jenis, misalnya:
Pustula intra epidermal subcorneal: mis, subcorneal pustular dermatosis
Pustula intraepidermal intracorneal: candidiasis
32
Pustula intraepidermal spongiform: psoriasis pustulosa
b) Pustula subepidermal
Contoh: infeksi sekunder dari dermatitis herpetiformis
- PURPURA
Adalah perubahan warna kulit menjadi kemerahan yang terjadi karena perdarahan di
dalam kulit. Bedanya dengan makula eritem atau patch eritem adalah pada purpura
jika dilakukan penekanan dengan gelas objek (tes diaskopi) warna merah tidak akan
hilang, sedangkan pada makula atau patch akan berubah pucat atau warna merah
menghilang.
Purpura dibedakan berdasarkan diameternya:
A. Petechie : diameter < 1 cm
B. Echymosis : diameter > 1 cm
Kadang purpura berdiameter sangat besar dan menonjol akibat perdarahan yang
massif dan letaknya dalam (pada dermis maupun subkutis), disebut hematom.
Contoh purpura: vaskulitis alergika
- SUKUAMA
adalah stratum korneum yang terkelupas dan tampak pada permukaan.
Morfologi skuama :
A. Micaceus : Pada Psoriasis
B. Sianny : Pada Dermatitis Seboroik
C. Powdery : Pada Tinea Versikolor
D. Adherent : Pada Ichtyosis Vulgaris
E. Coarse : Pada Keratosis Folikularis
F. Greasy : pada dermatitis seboroik
- KRUSTA
adalah bahan cair ,eksudat, darah atau serum
maupun jaringan nekrotik yang mengering.
Contoh: impetigo krustosa
33
- EROSI
adalah defek pada sebagian atau seluruh epidermis
tetapi tidak sampai pada membrana basalis,
sehingga pada proses penyembuhannya tidak
meninggalkan bekas sikatrik.
Contoh: vesikel yang pecah
- ULKUS
adalah defek yang mengenai seluruh epidermis dan
melebihi membrana basalis, bahkan mungkin
sampai dermis atau subkutis, sehingga pada proses
penyembuhannya sering meninggalkan sikatriks.
Contoh: ulkus stasis, ulkus tropikum.
- ESKORIASI
adalah erosi yang terjadi karena garukan;
sehingga seringkali memberikan gambaran erosi
yang berderet.
- FISURA
adalah defek linier yang dapat mulai dari
permukaan sampai lapisan dermis.
- ATROPI
adalah penipisan kulit, baik epidermis maupun
dermis. Kulit yang mengalami atropi akan nampak
mengkilat, putih, dengan gambaran permukaan
yang hilang, mengkerut, dan tidak mempunyai
adnexa lagi.
Contoh: proses penuaan, atrofi akrena steroid
Adanya atropi disertai teleangiektasi dan hipo atau hiperpigmentasi disebut
poikiloderma
34
- SIKATRIKS
adalah penonjolan kulit akibat penumpukan
jaringan fibrosa sebagai pengganti jaringan kolagen
normal.
Jika jaringan terus menerus tumbuh berlebihan
disebut keloid
- LIKENFIKASI
adalah penebalan kulit yang ditandai dengan penegasan gambaran garis-garis
permukaan kulit baik longitudinal maupun transfersal, biasanya disertai
hiperpigmentasi. Proses likenifikasi terjadi sebagai akibat garukan kronis dan hebat.
Contoh: lichen simplex
3. Impetigo krustosa
I. PENDAHULUAN
Istilah impetigo berasal dari bahasa Latin yang berarti serangan, dan telah digunakan
untuk menjelaskan gambaran seperti letusan berkeropeng yang biasa nampak pada
daerah permukaan kulit. Ada dua tipe impetigo, yaitu impetigo bullosa dan impetigo
non-bullosa. Impetigo non-bullosa disebut juga impetigo krustosa atau impetigo
kontagiosa.
Sumber infeksi yang sering ditemukan pada anak-anak adalah berasal dari hewan
peliharaan, kuku yang kotor, dan penularan dari teman sekolahnya. Sedangkan pada
orang dewasa, penularan penyakit dapat diperoleh dari tempat cukur, salon
kecantikan, kolam renang dan tertular dari anak.
Impetigo krustosa merupakan bentuk pioderma yang paling sederhana.dan terbatas
pada daerah epidermis atau superfisialis kulit. Dasar infeksi adalah kurangnya
hygiene dan terganggunya fungsi kulit.
II. EPIDEMIOLOGI
Insiden impetigo ini terjadi hampir di seluruh dunia dan pada umumnya menyebar
melalui kontak langsung. Paling sering menyerang anak-anak usia 2-5 tahun, namun
tidak menutup kemungkinan untuk semua umur dimana frekuensi laki-laki dan wanita
sama. Sebuah penelitian di Inggris menyebutkan bahwa insiden tahunan dari impetigo
35
adalah 2.8 % terjadi pada anak-anak usia di bawah 4 tahun dan 1.6 persen pada anak-
anak usia 5 sampai 15 tahun. Impetigo nonbullous atau impetigo krustosa meliputi
kira-kira 70 persen dari semua kasus impetigo.
Kebanyakan kasus ditemukan di daerah tropis atau beriklim panas serta pada negara-
negara yang berkembang dengan tingkat ekonomi masyarakatnya masih tergolong
lemah atau miskin.
III. ETIOLOGI
Organisme penyebab dari impetigo krustosa adalah Staphylococcus aureus selain itu,
dapat pula ditemukan Streptococcus beta-hemolyticus grup A (Group A
betahemolytic streptococci (GABHS) yang juga diketahui dengan nama Streptococcus
pyogenes). Sebuah penelitian di Jepang menyatakan peningkatan insiden impetigo
yang disebabkan oleh kuman Streptococcus grup A sebesar 71% dari kasus, dan 72%
dari kasus tersebut ditemukan pula Staphylococcus aureus pada saat isolasi kuman.
Staphylococcus dominan ditemukan pada awal lesi. Jika kedua kuman ditemukan
bersamaan, maka infeksi streptococcus merupakan infeksi penyerta. Kuman S.
pyogenes menular ke individu yang sehat melalui kulit, lalu kemudian menyebar ke
mukosa saluran napas. Berbeda dengan S. aureus, yang berawal dengan kolonisasi
kuman pada mukosa nasal dan baru dapat ditemukan pada isolasi kuman di kulit pada
sekitar 11 hari kemudian.
IV. PATOGENESIS
Pada impetigo krustosa (non bullous), infeksi ditemukan pada bagian minor dari
trauma (misalnya : gigitan serangga, abrasi, cacar ayam, pembakaran). Trauma
membuka protein-protein di kulit sehingga bakteri mudah melekat, menyerang dan
membentuk infeksi di kulit. Pada epidermis muncul neutrophilic vesicopustules. Pada
bagian atas kulit terdapat sebuah infiltrate yang hebat yakni netrofil dan limfosit.
Bakteri gram-positif juga ada dalam lesi ini.
Eksotoksin Streptococcus pyrogenic diyakini menyebabkan ruam pada daerah
berbintik merah, dan diduga berperan pada saat kritis dari Streptococcal toxic shock
syndrome. Kira-kira 30% dari populasi bakteri ini berkoloni di daerah nares anterior.
Bakteri dapat menyebar dari hidung ke kulit yang normal di dalam 7-14 hari, dengan
lesi impetigo yang muncul 7-14 hari kemudian.
V. GAMBARAN KLINIS
Penyakit ini biasanya asimetris yang ditandai dengan lesi awal berbentuk makula
eritem pada wajah, telinga maupun tangan yang berubah dengan cepat menjadi
36
vesikel berisi cairan bening atau pustul dengan cepat dan dikelilingi oleh suatu areola
inflamasi, bila mengering akan mengeras menyerupai batu kerikil yang melekat di
kulit. Jika diangkat maka daerah tempat melekatnya tadi nampak basah dan berwarna
kemerahan.
VI. HISTOPATOLOGI
Gambaran histopatologi berupa peradangan superficial folikel pilosebasea bagian
atas. Terbentuk bula atua vesikopustula subkornea yang berisi kokus serta debris
berupa leukosit dan sel epidermis. Pada lapisan dermis didapatkan reaksi peradangan
ringan berupa dilatasi pembuluh darah, edema dan infiltrasi PMN. Daerah lesi tampak
hiperemis, edem dan infiltrasi netrofil tampak pada vesikel/pustul.
VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pemeriksaan penunjang untuk menetapkan diagnosis dilakukan biakan
bakteriologis eksudat lesi, biakan secret dalam media agar darah, dilanjutkan dengan
tes resistens. Selain itu kultur dilakukan untuk mengetahui kuman penyebabnya. Baik
staphylococcus maupun streptococcus mudah berkembang pada media aerob,
contohnya blood agar.
Pemeriksaan histopatologi kulit pada infeksi yang sangat superficial yaitu diatas
lapisan epidermis. Pemeriksaan gram dilakukan pada stratum korneum dan lapisan
diatas granuler. Hal tersebut berhubungan dengan akantolisis jaringan sub corneal
epidermis. Hanya sedikit infitrat yang tampak.
Pada pemeriksaan lokalisasi dan efloresensi dari penyakit ini diperoleh bahwa lesi
penyakit ini biasanya terdapat pada daerah yang terpajan, terutama wajah, tangan,
leher dan ekstremitas. Sementara efloresensi / sifat-sifatnya berupa macula
eritematosa miliar sampai lentikular, krusta kuning kecoklatan, berlapis-lapis, mudah
diangkat.
VIII. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa dan gambaran klinis dari lesi. Kultur
dilakukan bila terdapat kegagalan pengobatan dengan terapi standar, biopsy jarang
dilakukan. Biasanya diagnose dari impetigo dapat dilakukan tanpa adanya tes
laboratorium. Namun demikian, apabila diagnosis tersebut masih dipertanyakan, tes
mikrobiologi pasti akan sangat menolong.
37
- Laboratorium rutin
Pada pemeriksaan darah rutin, lekositosis ringan hanya ditemukan pada 50% kasus
pasien dengan impetigo. Pemeriksaan urinalisis perlu dilakukan untuk mengetahui
apakah telah terjadi glomerulonefritis akut pasca streptococcus (GNAPS), yang
ditandai dengan hematuria dan proteinuria.
- Pemeriksaan imunologis
Pada impetigo yang disebabkan oleh streptococcus dapat ditemukan peningkatan
kadar anti deoksiribonuklease (anti DNAse) B antibody.
- Pemeriksaan mikrobiologis
Eksudat yang diambil di bagian bawah krusta dan cairan yang berasal dari bulla dapat
dikultur dan dilakukan tes sensititas. Hasil kultur bisa memperlihatkan S. pyogenes, S.
aureus atau keduanya. Tes sensitivitas antibiotic dilakukan untuk mengisolasi
metisilin resistar. S. aureus (MRSA) serta membantu dalam pemberian antibiotic yang
sesuai. Pewarnaan gram pada eksudat memberikan hasil gram positif.
Pada blood agar koloni kuman mengalami hemolisis dan memperlihatkan daerah yang
hemolisis di sekitarnya meskipun dengan blood agar telah cukup untuk isolasi kuman,
manitol salt agar atau medium Baierd-Parker egg Yolk-tellurite direkomendasikan
jika lesi juga terkontaminasi oleh organism lain. Kemampuan untuk mengkoagulasi
plasma adalah tes paling penting dalam mengidentifikasi S. aureus. Pada sheep blood
agar, S. pyogenes membentuk koloni kecil dengan daerah hemolisis disekelilingnya.
Streptococcus dapat dibedakan dari Staphylokokkus dengan tes katalase.
Streptococcus memberikan hasil yang negative.
IX. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding dari jenis impetigo ini adalah :
1. Dermatitis atopi
Lesi gatal yang bersifat kronik dan berulang, kering; pada orang dewasa dapat
ditemukan likenifikasi pada daerah fleksor ekstremitas. Sedangkan pada anak sering
berlokasi pada daerah wajah dan ekstremitas ekstensor
2. Dermatofitosis
Lesi kemerahan dan bersisik dengan bagian tepi yang aktif agak meninggi; dapat
berbentuk vesikel, terutama berlokasi di kaki.
3. Ektima
38
Lesi berkrusta yang menutupi ulkus, jarang berupa erosi; lesi menetap berminggu-
minggu dan dapat sembuh dengan meyisakan jaringan perut jika infeksi meluas
hingga ke dermis.
4. Skabies
Lesi terdiri dari terowongan dan vesikel yang kecil; gatal pada daerah lesi saat
malam hari merupakan gejala yang khas.
5. Varisela
Vesikel berdinding tipis, ukuran kecil, pada daerah dasar yang eritem yang
awalnya berlokasi di badan dan menyebar ke wajah dan ekstremitas; vesikel pecah
dan membentuk krusta; lesi dengan tingkatan berbeda dapat muncul pada saat yang
sama.
X. PENATALAKSANAAN
Perawatan Umum :
1. Memperbaiki higien dengan membiasakan membersihkan tubuh dengan sabun,
memotong kuku dan senantiasa mengganti pakaian.
2. Perawatan luka
3. Titak saling tukar menukar dalam menggunakan peralatan pribadi (handuk,
pakaian, dan alat cukur)
Sistemik
Pengobatan sistemik di indikasikan jika terdapat factor yang memperberat impetigo
seperti eczema. Untuk mencegah infeksi sampai ke ginjal maka di anjurkan untuk
melakukan pemeriksaan urine. Bakteri pun di uji untuk mengetahui ada tidaknya
resistensi antibiotic. Pada impetigo superficial yang disebabkan streptococcus
kelompok A, penisilin adalah drug of choice. Penisilin oral yang digunakan adalah
potassium Phemmoxymethylpenicilin. Bila resisten bias digunakan oxacilin
dengan dosis 2,5 gr/ hari dan dosis untuk anak-anak disesuaikan dengan umur.
Dapat juga digunakan eritromisin dosis 1,5 – 2,0 g yang diberikan 4 kali sehari.
Penisilin V oral (250mg per oral) efektif untuk streptokokkus atau staphylokokkus
aureus non-penisilin. Penisilin semi sentetis, methicin, atau oxacilin (500mg setiap
4-6 jam) diberikan untuk staphylokokkus yang resisten terhadap penisilin
39
eritromisin (250mg 4 kali sehari) lebih efektif dan aman, di gunakan pada pasien
yang sensitive terhadap penisilin. Antibiotic oral diberikan bila :
a. Erupsi memberat dan semakin meluas
b. Anak lain yang terpapar infeksi
c. Bila bentuk nephritogenik telah berlebihan
d. Bila pengobatan topical meragukan
e. Pada kasus yang disertai folliculitis
Topikal
Pengobatan topikal dilakukan apabila krusta dan sisa impetigo telah dibersihkan
dengan cara mencucinya menggunakan sabun antiseptic dan air bersih. Untuk
krusta yang lebih luas dan berpotensi menjadi lesi sebaiknya menggunakan larutan
antiseptic atau pun bubuk kanji. Dapat menggunakan asam salisil 3-6% untuk
menghilankan krusta. Bila krusta hilang maka penyebaranya akan terhenti. Pustule
dan bula didrainase. Bila dasar lesi sudah terlihat, sebaiknya diberikan preparat
antibiotic pada lesi tersebut dengan hati-hati sebanyak 4 kali sehari. Preparat
antibiotic juga dapat digunakan untuk daerah yang erosive. Misalnya menggunakan
krim neomycin yang mengandung clioquinol 0,5%-1% atau asam salisil 3%-5%
XI. KOMPLIKASI
Infeksi dari penyakit ini dapt tersebar keseluruh tubuh utamanya pada anak-anak.
Jika tidak di obati secara teratur, maka penyakit ini dapat berlanjut menjadi
glomerulonefritis (2-5%) akut yang biasanya terjadi 10 hari setelah lesi impetigo
pertama muncul, namun bias juga terjadi setelah 1-5 minggu kemudian.
XII. PROGNOSIS
Secara umum prognosis dari penyakit ini adalah baik jika dilakukan pengobatan
yang teratur, meskipun dapat pula komplikasi sistemik seperti glomerulonefritis
dan lain-lain. Lesi mengalami perbaikan setelah 7-10 hari pengobatan.
XIII. KESIMPULAN
Impetigo merupakan pioderma superfisialis yang terbatas pada epidermis. Impetigo
terbagi atas 2 bentuk yaitu impetigo krustosa dan impetigo bulosa. Impetigo
krustosa merupakan bentuk pioderma yang paling sederhana, menyerang epidermis
40
dengan gambaran yang dominan ialah krusta. Organism penyebab dari penyakit ini
adalah staphylococcus aureus koagulase positif dan streptococcus betahemolyticus.
41
V. Kerangka konsep
42
-trauma pada kulit
produksi fibronektin oleh tubuh
bakteri (Streptococcus / S. aureus ) dapat menempel
infeksi
produksi toksin oleh bakteri
kerusakan desmosom
taut antar sel hilang
Inflamasi
vasodilatasi pembuluh darah
eritempermeabilitas kapiler ↑
perpindahan cairan ke ruang antar sel
vesike
pecah
serum mengering
krusta/ keropeng kekuningan
aktifasi limfosit T
penambahan produksi sel sel pertahanan oleh KGB (pada kasus : inguinal)
pembesaran KGB inguinalis
mengeluarkan IL 4
menghasilkan IgE
peningkatan sel mast
histamin
gatalOtoy, 4 tahun, menderita impetigo non bulossa/ impetigo
- tertular dari saudara- penggunaan baju &
handuk bersama-poor hygiene
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Oboy, 4 tahun, mengeluhkan timbulnya bercak merah, lepuh – lepuh ukuran biji kacang hijau sampai biji jagung berisi cairan bening sampai kekuningan pada kedua tungkai. yang mudah pecah menjadi keropeng berwarna kuning madu, disertai gatal, didiagnosis menderita impetigo non bulosa / impetigo krustosa.
43
DAFTAR PUSTAKA
Adhi,juanda, et al.,2011, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi Ke Enam, Jakarta:
FKUI
Budimulja, Unandar. 2007. Morfologi dan Cara Membuat Diagnosis : Ilmu Kulit
Kelamin. Ed. 5. Jakarta: FKUI.
Ganong, W.F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC
Guyton, dkk. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC
Kumar, dkk. 2007. Buku Ajar Patologi Robins. Jakarta : EGC
Wolff Klaus, Johnson Richard Allen, Fitzpatrick's Color Atlas and Synopsis of
Clinical Dermatology, Sixth Edition, McGraw-Hill, 2009
George A, Rubin G. A systematic review and meta-analysis of treatments for
impetigo. Br J Gen Pract. Jun 2003;53(491):480-7. [Medline]. [Full Text].
Brown J, Shriner DL, Schwartz RA, Janniger CK. Impetigo: an update. Int J
Dermatol. Apr 2003;42(4):251-5. [Medline].
Parks T, Smeesters PR, Steer AC. Streptococcal skin infection and rheumatic heart
disease. Curr Opin Infect Dis. Apr 2012;25(2):145-53. [Medline].
44