impetigo non bulosa

64
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada laporan tutorial kali ini, laporan membahas blok mengenai struktur neurosensoris sistem tubuh yang berada dalam blok 19 pada semester 5 dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang. Pada kesempatan ini, dilakukan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran untuk menghadapi tutorial yang sebenarnya pada waktu yang akan datang. Adapun maksud dan tujuan dari materi praktikum tutorial ini, yaitu: 1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang. 2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis dan pembelajaran diskusi kelompok. 3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep dari skenario ini. 1

Upload: muthiah-hasnah-suri

Post on 27-Oct-2015

117 views

Category:

Documents


21 download

TRANSCRIPT

Page 1: Impetigo Non Bulosa

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada laporan tutorial kali ini, laporan membahas blok mengenai struktur

neurosensoris sistem tubuh yang berada dalam blok 19 pada semester 5 dari Kurikulum

Berbasis Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas

Sriwijaya Palembang.

Pada kesempatan ini, dilakukan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran untuk

menghadapi tutorial yang sebenarnya pada waktu yang akan datang.

Adapun maksud dan tujuan dari materi praktikum tutorial ini, yaitu:

1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem KBK di

Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.

2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis

dan pembelajaran diskusi kelompok.

3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep dari

skenario ini.

1

Page 2: Impetigo Non Bulosa

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Data Tutorial

Tutor : dr.Mezfy Unita Sp.PA(K)

Moderator : Roby Juniadha

Sekretaris Papan : David Wijaya

Sekretaris Meja : Yuda Lutfiadi

Hari, Tanggal : Senin, 02 september 2013

Peraturan : 1. Alat komunikasi di nonaktifkan

2. Semua anggota tutorial harus mengeluarkan pendapat (aktif)

3. Dilarang makan dan minum

2.2 Skenario kasus

Otoy, 4 tahun, dibawa oleh orang tuanya untuk berobat ke poliklinik IKKK RSMH dengan

keluhan timbul bercak merah sebagian ditutupi keropeng kekuningan di tungkai kanan dan

kiri disertai gatal sejak 4 hari yang lalu. Kisaran 5 hari yang lalu timbul lepuh – lepuh ukuran

biji kacang hijau sampai biji jagung berisi cairan bening sampai kekuningan pada kedua

tungkai. Lepuh mudah pecah menjadi keropeng berwarna kuning madu. Dalam 3 hari ini

muncul benjolan sebesar kelereng di lipat paha kanan dan kiri. Keluhan ini tidak disertai

demam. Saudara kembar Otoy, Oboy,juga pernah menderita sakit yang sama 10 hari yang

lalu dan sembuh setelah berobat ke dokter. Mereka sering menggunakan baju dan handuk

bersama. Mereka berdua sering bermain di luar rumah dan malas bila disuruh mandi.

Pemeriksaan Fisik :

Keadaan umum : sadar dan kreatif

Vital sign : Nadi: 88x/menit, RR :20x/menit, suhu: 37,0o C

Keadaan spesifik :

2

Page 3: Impetigo Non Bulosa

KGB inguinalis lateral dextra et sinistra:terdapat pembesaran berupa nodul, 2 buah, bulat,

diameter 1 cm, konsistensi kenyal, mobile dan tidak nyeri tekan.

Status dermatologikus:

Regio extremitas inferior dextra et sinistra:

Plak eritem multipel, bulat, lentikuler, diskret dengan permukaan ditutupi krusta kekuningan.

2.3 Paparan

I. Klarifikasi istilah:

1. bercak merah : kemerahan akibat pelebaran pembuluh darah

2. keropeng : formasi darah, nanah, atau cairan kulit lainnya yang

mengering diatas robekan kulit

3. gatal : sensasi kulit yang tidak nyaman yang menimbulkan

keinginan untuk menggaruk atau menggosok kulit

4. lepuh : tonjolan kecil berbatas tegas pada epidermis yang

mengandung cairan serosa dengan ukuran kurang dari

atau sama dengan 0,5 cm

5. demam : peningkatan suhu tubuh diatas normal

6. kooperatif : keadaan dimana pasien bisa diajak bekerja sama

7. nodul : massa jaringan yang kecil berbentuk benjolan, simpul,

atau penonjolan yang normal ataupun patologis

8. status dermatologikus : data yang menyatakan hasil pemeriksaan

keadaan kulit

pasien berdasarkan lokasi

9. plak eritema : lesi kulit yang superficial, padat dan menonjol

3

Page 4: Impetigo Non Bulosa

berdiameter lebih dari 0,5 cm yang berwarna

kemerahan akibat pelebaran pembuluh darah

10. lentikuler : berkenaan dengan atau berbentuk seperti lensa

11. diskret : dibuat dari bagian yang terpisah atau ditandai dengan

lesi yang tidak menyatu

12. krusta : cairan badan yang mongering dapat bercampur dengan

jaringan nekrotik dan benda asing

II. Identifikasi masalah

NO KENYATAAN KESESUAIAN KONSEN

1. Otoy, 4 tahun, dibawa oleh orang tuanya untuk

berobat ke poliklinik IKKK RSMH dengan

keluhan timbul bercak merah sebagian ditutupi

keropeng kekuningan di tungkai kanan dan kiri

disertai gatal sejak 4 hari yang lalu.

TSH VVV

2. Kisaran 5 hari yang lalu timbul lepuh – lepuh

ukuran biji kacang hijau sampai biji jagung

berisi cairan bening sampai kekuningan pada

kedua tungkai. Lepuh mudah pecah menjadi

keropeng berwarna kuning madu.

TSH VV

3 Dalam 3 hari ini muncul benjolan sebesar

kelereng di lipat paha kanan dan kiri. Keluhan

ini tidak disertai demam.

TSH VV

4. Saudara kembar Otoy, Oboy, juga pernah

menderita sakit yang sama 10 hari yang lalu dan

sembuh setelah berobat ke dokter. Mereka sering

menggunakan baju dan handuk bersama. Mereka

berdua sering bermain di luar rumah dan malas

TSH VV

4

Page 5: Impetigo Non Bulosa

bila disuruh mandi.

5. Hasil pemeriksaan fisik

Keadaan umum : sadar dan kreatif

Vital sign : Nadi: 88x/menit, RR :20x/menit,

suhu: 37,0o C

Keadaan spesifik :

KGB inguinalis lateral dextra et sinistra:

terdapat pembesaran berupa nodul, 2 buah, bulat,

diameter 1 cm, konsistensi kenyal, mobile dan

tidak nyeri tekan.

TSH V

6. Status dermatologikus

Regio extremitas inferior dextra et sinistra:

Plak eritem multipel, bulat, lentikuler, diskret

dengan permukaan ditutupi krusta kekuningan.

TSH V

III. Analisis masalah

1. Otoy, 4 tahun, dibawa oleh orang tuanya untuk berobat ke poliklinik IKKK

RSMH dengan keluhan timbul bercak merah sebagian ditutupi keropeng

kekuningan di tungkai kanan dan kiri disertai gatal sejak 4 hari yang lalu.

a. Bagaimana anatomi, histologi dan fisiologi kulit?

Kulit berfungsi sebagai penahan dua arah: membantu menyimpan cairan tubuh

dan mencegah dehidrasi komponen-komponen tubuh bagian dalam, dan

sekaligus mencegah masuknya organismeorganisme infeksius dan zat-zat

beracun ke dalam tubuh. Kulit juga melindungi struktur-struktur internal dari

kerusakan mekanis, seperti trauma eksternal dan kerusakan yang diakibatkan

sumber-sumber yang kurang kentara.

Kulit terbagi menjadi tiga lapisan utama: (i) epidermis, (ii) dermis, dan (iii)

hipodermis (jaringan subkutan).

5

Page 6: Impetigo Non Bulosa

Epidermis terbentuk dari lima lapisan sel epitelial squamosa, diantaranya yang

paling umum adalah keratinosit. Keratinosit adalah sel-sel yang bertanggung-

jawab untuk pembentukan keratin, protein struktural dari kulit, rambut, dan

kuku. Sel-sel ini diyakini terlibat dalam proses imun dengan pertama kali

melepaskan immunoglobulin A dan kemudian interleukin-1, yang memicu

pengaktifan sel-sel T. Lapisan yang paling dalam, stratum germinativum, juga

dikenal sebagai lapisan sel basal. Kurang lebih setengah dari keratinosit

bergerak dari lapisan sel basal ke atas melalui semua lapisan-lapisan epidermis

yang lain. Sambil bergerak melalui lapisan-lapisan, strukturnya berubah dan

sel-sel mulai memipih, kehilangan inti, dan akhirnya kering. Ketika sel-sel ini

mencapai lapisan yang paling luar, stratum corneum, mereka kemudian

dikenal sebagai sel tanduk. Inilah sebabnya stratum corneum juga disebut

lapisan tanduk. Sel-sel tanduk yang mati kemudian luruh. Siklus regenerasi ini

memerlukan waktu kurang lebih satu bulan. Umumnya, kandungan

kelembaban epidermis berkisar dari 10% hingga 20%. Jika kelembaban terlalu

rendah, maka dapat

terbentuk kulit kering, retak, dan pecah-pecah.

Lapisan kedua kulit, dermis, biasanya 40 kali lebih tebal dari epidermis dan

tersusun dari bahan mukopolisakarida. Pada dermis terdapat sel-sel mast dan

fibroblast. Sel mast memiliki situs reseptor untuk immunoglobulin E dan

6

Page 7: Impetigo Non Bulosa

mengandung sejumlah senyawa penting, seperti zat yang bereaksi lambat pada

proses anafilaksis, prostaglandin E2, dan histamin. Fibroblast mensintesis

komponen penunjang struktural dari kulit (yaitu: serat-serat elastik, kolagen,

dan serat retikulum)

Lapisan ketiga dari kulit, hipodermis (atau subkutis), tersusun atas sel-sel

lemak (jaringan adiposa), kolagen, dan pembuluh-pembuluh darah yang lebih

besar. Jaringan berlemak mempengaruhi regulasi panas tubuh dan

memberikan efek bantalan terhadap tekanan eksternal dan cedera. Beberapa

struktur tambahan juga ditemukan pada dermis. Struktur-struktur ini dikenal

sebagai tambahan epidermal (atau adneksa), oleh karena mereka berakhir pada

permukaan epidermal walaupun mereka berada di dalam dermis. Mereka

meliputi dua jenis kelenjar keringat yang berbeda: unit ekrin dan apokrin.

Fungsi unit apokrin pada manusia tidak dimengerti dengan baik, tetapi unit

ekrin bertanggung-jawab untuk pembentukan dan ekskresi keringat. Unit-unit

ekrin menyuplai semua area kulit, tetapi mereka ditemukan dalam jumlah

yang lebih besar pada aksila, dahi, dan telapak kaki dan tangan. Kelenjar-

kelenjar sebasea, tambahan yang lain, ditemukan pada semua area tubuh

kecuali telapak kaki dan tangan.

b. Apa etiologi keluhan utama pada kasus?

Reaksi alergi, infeksi bakteri ; gram positif, virus ; adenovirus, luka bakar dan

gigitan serangga penyebab keluhan pada kasus biasanya bakteri

staphylococcus aureus koagulase positif dan streptococcus beta hemolyticus

grup A.

c. Bagaimana mekanisme bercak kemerahan ditutupi keropeng kekuningan

disertai gatal?

Terjadinya invasi mikoorganisme streptokokus menimbulkan inflamasi yang

menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah sehingga permeabilitas kapiler.

Hal ini kemudian memudahkan perpindahan cairan keruang antar sel. Inilah

yang menimbulkan terbentuknya vesikel dengan dinding tipis yang mudah

pecah. Serum yang keluar dari vesikel kemudian mongering menyebabkan

terbentuknya krusta bewarna kuning.

7

Page 8: Impetigo Non Bulosa

Delain itu, terjadinya invasi mikroorganisme streptococcus juga dapat

mengaktifkan limfosit T, limfosit T mengeluarkan IL-4 lalu menghasilkan

IgE. Lalu faktor pertumbuhan sel mast meningkat dan mengeluarkan histamin

dan terjadilah gatal.

2. Kisaran 5 hari yang lalu timbul lepuh – lepuh ukuran biji kacang hijau sampai

biji jagung berisi cairan bening sampai kekuningan pada kedua tungkai. Lepuh

mudah pecah menjadi keropeng berwarna kuning madu.

a. Bagaimana etiologi dan mekanisme timbulnya lepuh berisi cairan bening

sampai kekuningan?

Faktor resiko: Bermain di luar rumah dan malas mandi, (higienis kurang),

saudara kembar menderita sakit yang sama 10 hari yang lalu,menggunakan

baju dan handuk bersama → bakteri menempel di kulit → Koloni meningkat →

Mengeluarkan eksotoksin → Merusak desmosom (jembatan sel ) → Epidermis

terenggang (akantolisis) → Menyebabkan rongga antar s.korneum dan s.

Granulosum → Neutrofil migrasi ke dalam rongga → Lepuh berisi cairan

eksudat

3. Dalam 3 hari ini muncul benjolan sebesar kelereng di lipat paha kanan dan kiri.

Keluhan ini tidak disertai demam.

a. Bagaimana mekanisme timbulnya benjolan sebesar kelereng di lipat paha?

Faktor resiko (higinies kurang, pemakaian handuk bersama) → infeksi bakteri

pada kulit di tungkai → melalui limfogen → masuknya antigen / mikroba ke

KGB regional(daerah inguinal) untuk identifikasi dan pemrograman

penghancurannya → sel KGB menghasilkan pertahanan tubuh seperti limfosit,

plasma, histiosit, monosit atau sel-sel radang (neutrofil) → pembesaran KGB

→ muncul benjolan dilipat paha kanan dan kiri

b. Bagaimana makna klinis tidak adanya demam pada pasien?

Karena infeksi hanya terbatas di superficial kulit dan tidak menyebar sistemik

melalui hematogen sehingga tidak terjadi demam

4. Saudara kembar Otoy, Oboy, juga pernah menderita sakit yang sama 10 hari

yang lalu dan sembuh setelah berobat ke dokter. Mereka sering menggunakan

8

Page 9: Impetigo Non Bulosa

baju dan handuk bersama. Mereka berdua sering bermain di luar rumah dan

malas bila disuruh mandi.

a. Bagaimana hubungan kebiasaan otoy dan oboy dengan keluhan?

Impetigo adalah infeksi bakteri pada epidermis kulit yang paling sering

ditemukan disebabkan oleh streptococcus → hemolyticus dan staphylococcus

aureus.

Infeksi ini menular melalui kontak langsung dengan kulit yang terkena.

Bakteri berpindah ke daerah kulit yang baru dengan menggaruk atau

menyentuh daerah kulit yang terinfeksi. Penularan dapat juga terjadi melalui

tangan kotor, kuku kotor, dan pakaian atau benda lain yang telah menyentuh

daerah kulit yang terinfeksi.

Dari kebiasaan Otoy dan Oboy yang sering bermain di luar rumah, dan malas

bila disuruh mandi, menunjukkan hygine yang kurang baik ; sering

menggunakan baju dan handuk bersama, menunjukkan cara penularannya ;

dan riwayat Oboy pernah menderita sakit yang sama 10 hari yang lalu, berarti

telah terjadi penularan penyakit dari Oboy ke Otoy.

b. Bagaimana mekanisme penularan pada kasus?

mekanisme penularan:

1. Kontak langsung dengan pasien impetigo

2. Kontak tidak langsung melalui handuk, selimut, atau pakaian pasien

impetigo

3. Cuaca panas maupun kondisi lingkungan yang lembab

4. Kegiatan/olahraga dengan kontak langsung antar kulit seperti gulat

5. Pasien dengan dermatitis, terutama dermatitis atopik

6. langsung (daerah yang terinfeksi digaruk, kemudian jari menggaruk

daerah lain ataupun tangan yang terinfeksi menyentuh barang-barang

lain sehingga menyebabkan barang tersebut terkontaminasi

5. Hasil pemeriksaan fisik

a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan fisik?

Pemeriksaan fisik hasil Nilai normal interpretasi

Keadaan Umum kooperatif sadar normal

9

Page 10: Impetigo Non Bulosa

Nadi 88x/menit 60-100x/menit normal

RR 20x/menit 16-24x/menit normal

suhu 37ºC 36,5-37,2ºC normal

Keadaan spesifik

KGB inguinalis lateral dextra et sinistra: terdapat pembesaran

berupa nodul, 2 buah, bulat, diameter 1 cm, konsistensi

kenyal, mobile dan tidak nyeri tekan.

abnormal

Mekanisme abnormal:

Oleh karena dilewati oleh aliran pembuluh getah bening yang dapat membawa

antigen (mikroba, zat asing) dan memiliki sel pertahanan tubuh maka apabila

ada antigen yang menginfeksi maka kelenjar getah bening dapat menghasilkan

sel-sel pertahanan tubuh yang lebih banyak untuk mengatasi antigen tersebut

sehingga kelenjar getah bening membesar.

Pembesaran kelenjar getah bening dapat berasal dari penambahan sel-sel

pertahanan tubuh yang berasal dari KBG itu sendiri seperti limfosit, sel

plasma, monosit dan histiosit,atau karena datangnya sel-sel peradangan

(neutrofil) untuk mengatasi infeksi di kelenjar getah bening (limfadenitis)

6. Status dermatologikus

a. Bagaimana interpretas dan mekanisme abnormal dari status

dermatologikus?

Interpretasi : abnormal

Plak eritem multiple : penonjolan padat, rata ,diameter 0,5 cm

Lentikuler : ukuran sebesar jagung/kacang tanah

Diskret : letak terpisah dekat

Krusta : cairan eksudat yang mengering

Mekanisme :

Impetigo Krustosa diawali dengan munculnya eritema berukuran kurang lebih

2 mm akibat inflamasi akibat invasi mikroorganisme yang dengan cepat

membentuk vesikel berdinding tipis. Kemudian vesikel tersebut ruptur

menjadi erosi kemudian eksudat seropurulen mengering dan menjadi krusta

yang berwarna kuning keemasan (honey-colored) dan dapat meluas lebih dari

10

Page 11: Impetigo Non Bulosa

2 cm. Krusta pada akhirnya mengering dan lepas dari dasar yang eritema tanpa

pembentukan jaringan scar.

7. Bagaimana epidemiologi kasus?

• Impetigo nonbulosa/ krustosa/ kontangiosa lebih umum ditemui.

• Impetigo biasanya mengenai anak-anak (umur 2-5 tahun), bisa juga pada umur

lainnya

• Insiden tertinggi pada iklim tropis atau selama musim panas

• Infeksi menular melalui kontak dengan kulit yang terkena

Impetigo terjadi di seluruh negara di dunia dan angka kejadiannya selalu meningkat

dari tahun ke tahun. Di Amerika Serikat Impetigo merupakan 10% dari masalah kulit

yang dijumpai pada klinik anak dan terbanyak pada daerah yang jauh lebih hangat,

yaitu pada daerah tenggara Amerika (Provider synergies, 2:2007). Di Inggris kejadian

impetigo pada anak sampai usia 4 tahun sebanyak 2,8% pertahun dan 1,6% pada anak

usia 5-15 tahun. Sekitar 70% merupakan impetigo krustosa (Cole, 1:2007).

8. Apa factor resiko pada kasus?

Meskipun siapa saja bisa mengalami impetigo, anak berusia 2 sampai 6 tahun dan

bayi adalah yang paling banyak mengalaminya. Pada usia dewasa, laki-laki lebih

banyak dibanding perempuan. Anak secara khusus rentan mengalami infeksi karena

sistem imun mereka masih dalam tahap perkembangan. Karena itulah impetigo dapat

dengan menyebar melalui kelompok bermain atau di sekolah. secara sengaja atau

tidak melakukan kontak dengan mereka yang terinfeksi atau dengan benda yang

mereka gunakan, seperti pakaian, kasur, handuk dan bahkan mainan.

Faktor lain yang meningkatkan impetigo antara lain:

● Bersentuhan langsung dengan mereka yang terkena impetigo atau dengan peralatan

yang terkontaminasi

● Kondisi yang ramai

● Cuaca panas dan lembab

● Berpartisipasi pada kegiatan olahraga yang memungkinkan untuk bersentuhan kulit,

seperti sepakbola atau gulat

11

Page 12: Impetigo Non Bulosa

● Musim: musim panas atau cuaca panas yang lembab

● Kebersihan/higiene: kebersihan yang kurang dan higiene yang buruk

● Hewan peliharaan

● Keadaan yang mengganggu integritas epidermis kulit seperti gigitan serangga,

herpes simpleks, varisela, abrasi, atau luka bakar

Mereka yang memiliki diabetes atau sistem imun yang lemah secara khusus lebih

rentan terkena ecthyma, jenis impetigo yang lebih serius.

9. Bagaimana diagnosis banding pada kasus?

DD Ciri khas

Candidiasis Papula atau plak eritem, permukaan agak lembab, predileksi daerah

mukosa dan intertriginosa (lipatan seperti ketiak,lipat paha,

intergluteal, lipat payudara, antara jari tangan atau kaki).

Dermatitis Atopi Sifatnya kronik atau relaps, kulit menjadi kering, mengenai daerah

flexural pada orang dewasa dan daerah facial serta ekstensor pada anak

– anak.

Dermatitis

Kontak

Kemerahan dan pruritus pada daerah yang mengalami kontak dengan

alergen atau bahan yang sifatnya iritan

Ektima Lesi (berupa ulkus) yang ditutupi krusta yang bisa berlangsung sampai

berminggu – minggu karena infeksi mencapai ke lapisan dermis.

Eritema

multiforme

bulosa

Vesikel atau bulla yang timbul dari plak (penonjolan datar di atas

permukaan kulit) merah, berdiameter 1-5cm, pada daerah dalam dari

alat gerak (daerah ekstensor)

Lupus

eritematosa

bullosa

Lesi vesikel dan bula yang menyebar dapat gatal, seringkali melibatkan

bagian atas badan dan daerah lengan

Lupus

eritematosa

discoid

Plak berbatas tegas dengan skuama yang berpenetrasis sampai ke

folikel rambut, dan bila dikelupas akan menunjukkan “carpet tack

sign”

Gigitan serangga Bulla dengan papul pruritus (gatal) berkelompok di daerah yang

12

Page 13: Impetigo Non Bulosa

terkena gigitan

Herpes simplex Vesikel berkelompok dengan dasar kemerahan yang pecah menjadi

lecet dan tertutup krusta, biasanya pada bibir dan kulit

Pemfigus bulosa Vesikel dan bula timbul cepat dan gatal menyeluruh, dengan plak

urtikaria

Skabies Lesi berbentuk liang dan vesikel yang tersebar, biasanya disertai

dengan pruritus (gatal) pada malam hari

Sindrom steven-

johnson

Vesikulobulosa (lesi gelembung mulai dari vesikel sampai bulla) yang

melibatkan kulit, mulut, mata dan genitalia; lesi yang dalam dengan

krusta akibat perdarahan adalah gambaran khas

Toxic epidermal

necrolysis

Seperti sindrom steven-johnson yang diikuti pengelupasan kulit badian

atas (epidermis) secara menyeluruh

Varisela Vesikel dengan dasar kemerahan, bermula di badan dan menyebar ke

tangan kaki dan wajah; vesikel pecah dan membentuk krusta; lesi

terdapat pada beberapa tahap (vesikel, krusta) pada saat yang sama

10. Bagaimana cara menegakkan diagnosis pada kasus?

Berdasarkan anamnesis :

lepuh -lepuh berisi cairan bening di tungkai kanan dan kiri disertai gatal .Lepuh

mudah pecah dan menjadi koreng.

Pemeriksaan fisik :

Keadaan spesifik : KGB inguinalis lateral dextra et sinistra: terdapat pembesaran

berupa nodul, 2 buah, bulat, diameter 1 cm, konsistensi kenyal, mobile, tidak nyeri

tekan . Status dermatologikus : regio extremitas inferior dextra et sinistra; plak eritem

multiple, bulat, lentikuler, diskret, dengan permukaan ditutupi krusta kekuningan

Pemeriksaan penunjang :

Pemeriksaan Darah : biasanya akan menunjukkan leukositosis

Kultur bakteri: bertujuan untuk mengetahui jenis bakteri penyebab, sehingga akan

membantu pada proses pengobatan (eradikasi bakteri)

13

Page 14: Impetigo Non Bulosa

Uji sensitivitas :untuk mengetahui jenis bakteri, dan pengobatan pilihan.

HISTOPATOLOGI

Terjadinya inflamasi superfisialis pada folikel pilosebaseus bagian atas. Terdapat

vesikopustul di subkorneum yang berisi coccus serta debris berupa leukosit dan sel

epidermis.Pada dermis terjadi inflamasi ringan yang ditandai dengan dilatasi

pembuluh darah, edema, dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Seringkali terjadi

spongiosis yang mendasari pustula. Pada lesi terdapat kokus Gram positif.

11. Bagaimana working diagnosis pada kasus?

Impetigo krustosa

12. Apa pemeriksaan penunjang yang diperlukan?

1.pemeriksaan Gram-stain

Bila diperlukan dapat memeriksa isi vesikel dengan pengecatan gram untuk

menyingkirkan diagnosa banding dengan gangguan infeksi gram negatif. Bisa

dilanjutkan dengan tes katalase dan koagulase untuk membedakan antara

Staphylokokus dan Streptokokus. Pada pewarnaan gram akan memperlihatkan

neutrofil dengan kuman gram-positif di dalam rantai atau kelompok3,4,5,14.

2. Kultur bakteri

Kultur akan memperlihatkan S.aureus, kebanyakan merupakan kombinasi dengan

S.pyogenes atau GABHS yang lain, tetapi kadang timbul sendiri4,14. Kultur bakteri

juga dapat dilakukan untuk mengidentifikasi methicillin-resistant Staphylococcus

aureus (MRSA), jika lesi imeptigo pecah, jika ada glomerulonefritis poststreptokokus.

Eksudat diambil dari bawah krusta untuk dilakukan kultur. Kultur bakteri pada lubang

hidung terkadang dibutuhkan untuk menentukkan seseorang S.aureus karier atau

bukan. Jika pada kultur tersebut negatif dan penderita persisten terhadap timbulnya

impetigo, maka kultur bakteri harus dilakukan pada aksila, faring dan perineum. Pada

penderita dengan status S.aureus karier yang negatif dan tidak mempunyai faktor

predisiposisi dapat dilakukan pemeriksaan level serum IgM. Pemeriksaan level serum

IgA, IgM, dan IgG juga dapat dilakukan untuk mengetahui imunodefisiensi yang lain.

3. Pemeriksaan Laboratorium

14

Page 15: Impetigo Non Bulosa

Pada darah tepi terdapat leukositosis pada hampir 50% kasus impetigo, terutama pada

infeksi yang disebabkan streptokok. Level Anti DNAase (Antideoksiribonuklease) B

meningkat cukup signifikan pada pasien impetigo streptokok. Urinalisis perlu

dilakukan untuk mengevaluasi glomerulonefritis poststreptokokus jika pada pasien

timbul edema dan hipertensi. Hematuria, proteinuria, cylindruria merupakan indikator

terlibatnya ginjal.

4. Pemeriksaan lainnya

Selain itu dapat juga dilakukan biakan bakteriologis eksudat besi; biakan sekret dalam

media agar darah, dilanjutkan dengan tes resistensi. Biopsi dapat diindikasikan.

Tes yang lainnya berupa :

- Titer Antistreptolysin-O (ASO) memberikan positif lemah terhadap streptokokus

- Streptozyme : positif untuk Streptokokus, tapi jarang dilakukan

13. Bagaimana pathogenesis pada kasus?

Kulit yang normal biasanya resisten terhadap kolonisasi atau infeksi dari

Staphylococcus aureus dan GABHS.

Asam lipoteikoat (lipoteichoic acid/LTA), suatu molekul adhesi GABHS dan

Staphylococcus aureus membutuhkan suatu reseptor, fibronectin, untuk dapat

menempel dan melakukan kolonisasi. Pada kulit yang sehat (intact) tidak dapat

dijumpai adanya fibronectin karena tertutupi oleh lapisan keratin pada epidermis.

Adanya lesi dan trauma, baiknya sifatnya mikro, dapat membuat fibronectin di tubuh

tereskpose dan memungkinkan kolonisasi bakteri.

15

Page 16: Impetigo Non Bulosa

Hal yang sering membuat lesi di kulit:

Garukan

Dermatophytosis

Varicella

Herpes simplex

Scabies

Pediculosis

Luka bakar

Operasi

Cedera

Radiation therapy

Gigitan serangga

Adanya penggunaan immunosupresan seperti kortikosteroid, penyakit seperti HIV dan

diabetes, dan penyalahgunaan obat - obatan secara intra vena dapat mendukung

kolonisasi bakteri.

Impetigo krustosa dimulai ketika trauma kecil terjadi pada kulit normal sebagai

portal of entry yang terpapar oleh kuman melalui kontak langsung dengan pasien atau

dengan seseorang yang menjadi carrier. Kuman tersebut berkembang biak dikulit dan

akan menyebabkan terbentuknya lesi dalam satu sampai dua minggu.

Cara infeksi pada impetigo krustosa ada 2, yaitu infeksi primer dan infeksi sekunder.

16

Page 17: Impetigo Non Bulosa

Infeksi Primer

Infeksi primer, biasanya terjadi pada anak-anak. Awalnya, kumanmenyebar dari

hidung ke kulit normal (kira-kira 11 hari), kemudian berkembang menjadi lesi pada

kulit. Lesi biasanya timbul di atas kulit wajah (terutama sekitar lubang hidung) atau

ekstremitas setelah trauma.

Infeksi sekunder

Infeksi sekunder terjadi bila telah ada penyakit kulit lain sebelumnya (impetiginisasi)

seperti dermatitis atopik, dermatitis statis, psoariasis vulgaris, SLE kronik, pioderma

gangrenosum, herpes simpleks, varisela, herpes zoster, pedikulosis, skabies, infeksi

jamur dermatofita, gigitan serangga, luka lecet, luka goresan, dan luka bakar, dapat

terjadi pada semua umur.

Impetigo krustosa biasanya terjadi akibat trauma superfisialis dan robekan pada

epidermis, akibatnya kulit yang mengalami trauma tersebut menghasilkan suatu

protein yang mengakibatkan bakteri dapat melekat dan membentuk suatu infeksi

impetigo krustosa. Keluhan biasanya gatal dan nyeri

Impetigo krustosa sangat menular, berkembang dengan cepat melalui kontak langsung

dari orang ke orang. Impetigo banyak terjadi pada musim panas dan cuaca yang

lembab. Pada anak-anak sumber infeksinya yaitu binatang peliharaan, kuku tangan

yang kotor, anak-anak lainnya di sekolah, daerah rumah kumuh, sedangkan pada

dewasa sumbernya yaitutukang cukur, salon kecantikan, kolam renang, dan dari anak-

anak yang telah terinfeksi.

Adanya kolonisasi bakteri dipermukaan kulit akan menyebabkan bakteri melepaskan

toksin mereka (seperti exfoliative toxin / EF toxin pada Staphylococcus aureus).

Toksin tersebut akan menyebabkan kulit mengalami inflamasi. Toxin tersebut dapat

menghancurkan protein cadherin yang dikenal sebagai desmoglein (khususnya

desmoglin 1/DSG1) yang merupakan komponen dari desmosome, suatu junctional

complex pada sel epitel. Pada kulit, protein ini biasanya ditemui pada keratinosit di

stratum granulosum sebagai molekul adhesi antar sel. Hancurnya taut antar sel inilah

yang menyebabkan terbentuknya lepuh superfisial.

17

Page 18: Impetigo Non Bulosa

Adanya kolonisasi pada kulit akan memicu sel – sel Langerhans dan Histiosit /

dendiritic cell yang berperan sebagai antigen presenting cell / APC untuk melepaskan

sitokin – sitokin pro inflamasi seperti TNF, IL-1, Il-4 dan IL-8. TNF dan IL-1 akan

mendorong terjadinya reaksi inflamasi lokal dimana terjadi vasodilatasi lokal

sehingga daerah tersebut nampak lebih kemerahan dan lebih permeabel terhadap sel

darah putih yang merupakan sistem pertahan tubuh. IL-4 akan menstimulasi pelepasan

IgE yang akan memicu aktivasi sel mast yang kemudian akan melepaskan histamin

yang salah satu efek lokalnya adalah menimbulkan rasa gatal. IL-8 merupakan faktor

chemotaksis untuk neutrofil dimana sitokin tersebut dapat merekrut neutrofil untuk

berkumpul di lokasi infeksi. Neutrofil yang mati inilah yang akan menjadi pus / nanah

yang berwarna putih – kekuningan. Lepuh yang terbentuk ini biasanya akan pecah dan

membentuk krusta. Krusta yang terbentuk merupakan bekuan dari nanah (pus), darah,

dan jaringan kulit yang rusak serta bakteri sehingga berwarna kuning madu.

Adanya infeksi oleh bakteri akan memicu pematangan sel T. Sebagian bakteri juga

diangkut ke jaringan limfe menuju ke limfonodus regional, dalam kasus ini di lipat

paha, dan mengakibatkan proliferasi dari sel limfosit, sel plasma, monosit serta

histiosit pada limfonodus sehingga limfonodus akan membesar dan teraba pada

pemeriksaan fisik.

14. Bagaimana tata laksana pada kasus (non-farmakologis dan farmakologis)?

Pemilihan metode penatalaksanaan adalah berdasarkan luasnya lesi (krusta pada kasus

ini). Jika krusta sedikit, cukup dilepaskan secara perlahan lalu diberikan antibiotik

topikal, seperti :

- Mupirocin

18

Page 19: Impetigo Non Bulosa

Mupirocin (pseudomonic acid) merupakan antibiotik yang berasal dari

Pseudomonas fluorescent .Mekanisme kerja mupirocin yaitu menghambat sintesis

protein (asam amino) dengan mengikat isoleusil-tRNA sintetase sehingga

menghambat aktivitas coccus Gram positif seperti Staphylococcus dan sebagian

besar Streptococcus. Salap mupirocin 2% diindikasikan untuk pengobatan

impetigo yang disebabkan Staphylococcus dan Streptococcus pyogene

- Asam Fusidat

Asam Fusidat merupakan antibiotik yang berasal dari Fusidium coccineum.

Mekanisme kerja asam fusidat yaitu menghambat sintesis protein. Salap atau

krim asam fusidat 2% aktif melawan kuman gram positif dan telah teruji sama

efektif dengan mupirocin topikal.

- Bacitracin

Baciracin merupakan antibiotik polipeptida siklik yang berasal dari Strain

Bacillus Subtilis. Mekanisme kerja bacitracin yaitu menghambat sintesis dinding

sel bakteri dengan menghambat defosforilasi ikatan membran lipid pirofosfat

sehingga aktif melawan coccus Gram positif seperti Staphylococcus dan

Streptococcus. Bacitracin topikal efektif untuk pengobatan infeksi bakteri

superfisial kulit seperti impetigo.

- Retapamulin

Retapamulin bekerja menghambat sintesis protein dengan berikatan dengan

subunit 50S ribosom pada protein L3 dekat dengan peptidil transferase. Salap

Retapamulin 1% telah diterima oleh Food and Drug Administraion (FDA) pada

tahun 2007 sebagai terapi impetigo pada remaja dan anak-anak diatas 9 bulan dan

telah menunjukkan aktivitasnya melawan kuman yang resisten terhadap beberapa

obat seperti metisilin, eritromisin, asam fusidat, mupirosin, azitromisinasam

fusidat.

Sebelum diberi antibiotik topikal, lesi harus dibersihkan terlebih dahulu. Dapat

menggunakan antiseptik seperti larutan permanganas kalikus 1/5000, larutan rivanol 1

‰ atau larutan yodium pavidon 7,5% yang dilarutkan 10x.

19

Page 20: Impetigo Non Bulosa

Bila lesi luas atau banyak, perlu diberikan antibiotik sistemik seperti :

- Penisilin G prokain dan semisintetiknya

o Penisilin G prokain

Dapat diberikan dengan dosis 1,2 juta unit per hari intramuskular. Saat ini,

obat ini sudah mulai ditinggalkan sebab tidak praktis karena harus diberikan

intramuskular dengan dosis tinggi dan beresiko menimbulkan syok anafilaktik

o Ampisilin

Dapat diberikan dengan dosis 4 x 500 mg, diberikan sejam sebelum makan

o Amoksisilin + asam klavulanat

Dosisnya adalah 2 x 250-500 mg per hari selama 10 hari, kelebihanya adalah

lebih praktis bila dibandingkan dengan ampisilin karena dapat diberikam

setelah makan dan lebih cepat diabsorbsi sehingga konsentrasi dalam plasma

lebih tinggi.

o Kloksasilin, Dikloksasilin, dan flukoksasilin

Dosisnya kloksasilin adalah 3 x 250 mg per hari dosis pediatri 20 – 50

mg/KgBB/hari sebelum makan selama 10 hari. Kelebihan obat jenis ini adalah

tetap berkhasiat terhadap Staphylococcusaureus yang telah resisten terhadap

penisilin dengan membentuk penisilinase.

- Linkomisin dan klindamisin

Dosis linkomisin 3 x 500 mg/hari. Klindamisin diabsorbsi lebih baik karena itu

dosisnya lebih kecil yaitu 4 x 150 mg/hari atau 3 x 300-450 mg/hari pada infeksi

yang lebih berat. Klindamisin lebih sering digunakan daripada linkomisin karena

potensi antimikrobianya lebih besar, efek sampingnya lebih kecil, dan pemberian

peroralnya tidak dihambat oeh makanan di lambung.

- Eritromisin

Dosisnya 4 x 500 mg/hari dan untuk pediatri 30 – 50 mg/KgBB/hari

- Azitromisin

Dosis 500 mg/hari untuk hari ke-1 dan dosis 250 mg/hari untuk hari ke-2 sampai

hari ke-4

20

Page 21: Impetigo Non Bulosa

- Sefalosporin

Dapat digunakan bila pemberian obat – obat yang lain tidak menimbulkan efek

yang baik. Ada 4 generasi, namun yang berkhasiat untuk kuman gram positif

seperti Streptococcuspyogenes (Group A β-hemolyticus) dan

Staphylococcusaureus ialah generasi ke-I seperti sefadroksil dengan dosis 2 x 500

mg/hari atau 2 x 1000mg/hari; sefaleksin dengan dosis 2 x 250 – 500 mg/hari dan

dosis pediatri adalah 25 – 50 mg/kgbb/hari selama 10 hari; dan generasi ke-IV

Pengobatan penunjang adalah :

Menghilangkan krusta dengan cara mandikan anak selama 20-30 menit, disertai

mengelupaskan krusta dengan handuk basah

Mencegah anak untuk menggaruk daerah lecet. Dapat dengan menutup daerah

yang lecet dengan perban tahan air dan memotong kuku anak

Lanjutkan pengobatan sampai semua luka lecet sembuh

15. Bagaimana komplikasi pada kasus?

Kemungkinan terjadinya komplikasi bila dilakukan pengobatan yang tepat waktu dan

tepat sasaran sangat kecil. Neonatus memiliki resiko lebih besar untuk mengalami

penyebaran infeksi ke seluruh anggota tubuh karena sistem imun pada neonatus

belum berkembang sempurna. Kelenjar limfe regional dapat mengalami pembesaran

pada 90% pasien tanpa pengobatan (terutama pada infeksi Streptococcus) dan dapat

disertai demam. Membran mukosa jarang terlibat.

Selulitis, limfangitis, dan limfadenitis supuratif terjadi pada 10% pasien dengan

impetigo. Seandainya exfoliative toxin (EF toxin) stafilococcus masuk ke dalam aliran

darah, dapat terjadi Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (SSSS).

Acute Post-Streptococcal Glomerulonephritis (APSGN) adalah salah satu komplikasi

yang dapat terjadi, meski jarang, pada impetigo non bullosa / impetigo kontagiosa.

Angka insiden hanya 1 dari 1.000.000 penduduk negara industri. Strain GABHS yang

dapat menyebabkan APSGN adalah serotipe M-60 dan M-49. APSGN biasanya

terjadi 18 – 21 hari paska infeksi dengan kategori usia yang paling sering terkena

adalah usia 3-7 tahun. Penggunaan antibiotik tidak membantu mencegah APSGN

sebab reaksi imun tubuh biasanya sudah terlebih dahulu tersensitisasi sebelum

21

Page 22: Impetigo Non Bulosa

penggunaan antibiotik. Hal ini menyebabkan penumpukan kompleks antigen-antibodi

menumpuk di tubulus ginjal dan memicu peradangan pada nefron ginjal sehingga

terjadilah APSGN.

Komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah :

- Scarlet fever

- Erisipelas dan selulitis

Impetigo krustosa dapat menjadi infeksi invasif menyebabkan terjadinya selulitis

dan erisepelas, meskipun jarang terjadi. Selulitis merupakan peradangan akut

kulit yang mengenai jaringan subkutan (jaringan ikat longgar) yang ditandai

dengan eritema setempat, ketegangan kulit disertai malaise, menggigil dan

demam. Sedangkan erisepelas merupakan peradangan kulit yang melibatkan

pembuluh limfe superfisial ditandai dengan eritema dan tepi meninggi, panas,

bengkak, dan biasanya disertai gejala prodromal

- Psoriasis

- Pneumonia

- Osteomyelitis

- Sepsis dan bacterial endocarditis

16. Bagaimana pencegahan pada kasus?

Pencegahan meliputi :

Mandi teratur dengan sabun dan air (sabun antiseptik dapat digunakan, namun

dapat mengiritasi pada sebagian kulit orang yang kulit sensitif)

Higiene yang baik, mencakup cuci tangan teratur, menjaga kuku jari tetap pendek

dan bersih

Jauhkan diri dari orang dengan impetigo

Orang yang kontak dengan orang yang terkena impetigo segera mencuci tangan

dengan sabun dan air mengalir.

22

Page 23: Impetigo Non Bulosa

Cuci pakaian, handuk dan sprei dari anak dengan impetigo terpisah dari yang

lainnya. Cuci dengan air panas dan keringkan di bawah sinar matahari atau

pengering yang panas. Mainan yang dipakai dapat dicuci dengan disinfektan.

Gunakan sarung tangan saat mengoleskan antibiotik topikal di tempat yang

terinfeksi dan cuci tangan setelah itu

Penderita impetigo harus diisolasi, dan dicegah agar tidak terjadi kontak dengan

orang lain minimal dalam 24 jam setelah pemberian antibiotik

17. Bagaimana prognosis pada kasus ?

Quo ad vitam : bonam

Quo ad fungsionam : bonam

18. KDU

Tingkat kemampuan 4, yaitu mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter

(misalnya : pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat

memutuskan dan mampu menangani problem itu secara mandiri hingga tuntas.

IV. Learning Issue

1. Anatomi dan fisiologi kulit

Kulit terbagi menjadi 3 lapisan, yaitu:

A. EPIDERMIS

Lapisan Epidermis/kutikel terdiri atas beberapa lapisan, yaitu:

1. Stratum Korneum

Terdiri dari beberapa lapis sel gepeng yang mati dan tidak berinti.

Protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk).

2. Stratum Lusidum

Lapisan sel gepeng tanpa inti

Protoplasma berubah menjadi protein (eleidin)

Biasanya terdapat pada kulit tebal telapak kaki dan telapak tangan.

Tidak tampak pada kulit tipis.

23

Page 24: Impetigo Non Bulosa

3. Stratum granulosum / Lapisan Granular

Merupakan 2 atau 3 lapis sel gepeng

Sitoplasma berbutir kasar yang terdiri atas keratohialin dan terdapat

inti diantaranya

Mukosa tidak mempunyai lapisan ini

4. Stratum spinosum / lapisan Malphigi

Lapisan epidermis yang paling tebal.

Terdiri dari sel polygonal, besarnya berbeda-beda karena ada proses

mitosis

Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen dan inti

terletak ditengah

Terdapat jembatan antarsel (intecelluler bridges) yg terdiri dari

protoplasma dan tonofibril

Perlekatan antar jembatan membentuk nodulus Bizzozero

Terdapat juga sel langerhans yang berperan dalam respon – respon

antigen kutaneus. Seperti ditunjukan dibawah.

5. Stratum basale

Terdiri dari sel-sel kolumnar yang tegak lurus terhadap dermis,

tersusun sebagai tiang pagar atau palisade.

Pada lapisan ini terdapat batas antara epidermis dan dermis yang

dibatasi oleh lamina basalis yaitu struktur halus yang membatasi

epidermis dengan dermis. Pengaruh lamina basalis cukup besar

terhadap pengaturan metabolisme demo-epidermaldan fungsi-fungsi

vital kulit.

Di dalam lapisan ini sel-sel epidermis bertambah banyak melalui

mitosis dan sel-sel tadi bergeser ke lapisan-lapisan lebih atas, akhirnya

menjadi sel tanduk.

Terdapat melanosit (clear cell) yaitu sel dendritik yang yang

membentuk melanin melindungi kulit dari sinar matahari. Dengan

sitoplasma yang basofilik dan inti gelap, mengandung butir pigmen

(melanosomes).

24

Page 25: Impetigo Non Bulosa

B. DERMIS

Merupakan lapisan di bawah epidermis, yang terdiri dari:

a. Pars Papilare

Bagian yang menonjol ke epidermis

Berisi ujung-ujung serabut saraf dan pembuluh darah

b. Pars Retikulare

Bagian yang menonjol ke subkutan

Terdiri atas: serabut-serabut penunjang (kolagen, elastin, retikulin),

matiks (cairan kental asam hialuronat dan kondroitin sulfat serta

fibroblas)

Terdiri dari sel fibroblast yang memproduksi kolagen dan retikularis

yang terdapat banyak p. darah , limfe, akar rambut, kelenjar kerngat

dan kelenjar sebaseus.

C. HIPODERMIS/SUBKUTAN

Terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Pada lapisan ini

terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah dan getah bening.

Sel Lemak

sel lemak dipisahkan oleh trabekula yang fibrosa

25

Page 26: Impetigo Non Bulosa

Lapisan terdalam yang banyak mengandung sel liposit yang menghasilkan

banyak lemak. Disebut juga panikulus adiposa yang berfungsi sebagai

cadangan makanan

Berfungsi juga sebagai bantalan antara kulit dan setruktur internal seperti

otot dan tulang. Sebagai mobilitas kulit, perubahan kontur tubuh dan

penyekatan panas.Sebagai bantalan terhadap trauma. Tempat penumpukan

energi.

Vaskularisasi

Suplai darah pada kulit diatur oleh 2 pleksus:

Pleksus superfisialis terletak di bagian atas dermis

Pleksus profunda terletak di lapisan subkutis

ADNEKSA KULIT

1. Kelenjar keringat (glandula sudorifera)

Terdapat di lapisan dermis

Diklasifikasikan menjadi 2 kategori:

Kelenjar Ekrin

o Terdapat disemua kulit.

o Melepaskan keringat sebagai reaksi peningkatan suhu lingkungan dan

suhu tubuh.

o Kecepatan sekresi keringat dikendalkan oleh saraf simpatik. Pengeluaran

keringat pada tangan, kaki, aksila, dahi, sebagai reaksi tubuh terhadap

setress, nyeri dll.

Kelenjar Apokrin

o Terdapat di aksil, anus, skrotum, labia mayora, dan berm,uara pada folkel

rambut.

o Kelenjar ininaktif pada masa pubertas,pada wanit a akan membesar dan

berkurang pada sklus haid.

o Kelenjar Apokrin memproduksi keringat yang keruh seperti susu yang

diuraikan oleh bajkteri menghasilkan bau khas pada aksila.

o Pada telinga bagian luar terdapat kelenjar apokrin khusus yang disebut K.

seruminosa yang menghasilkan serumen(wax).

26

Page 27: Impetigo Non Bulosa

2. Kelenjar Sebasea

Berfungsi mengontrol sekresi minyak ke dalam ruang antara folikel rambut dan

batang rambut yang akan melumasi rambut sehingga menjadi halus lentur dan

lunak.

3. RAMBUT

Terdapat di seluruh kulit kecuali telapak tangan kaki dan bagian dorsal dari

falang distal jari tangan, kaki, penis, labia minora dan bibir.

Rambut terdiri dari akar ( sel tanpa keratin) dan batang ( terdiri sel keratin )

Bagian dermis yang masuk dalam kandung rambut disebut papil.

Terdapat 2 jenis rambut :

Rambut terminal (dapat panjang dan pendek.)

Rambut velus (pendek, halus dan lembut).

Penampang rambut terdiri atas:

a) Kutikula: terdiri atas lapisan keratin

b) Korteks: terdiri atas serabut polipeptida yang memanjang dan saling berdekatan.

lapisan ini mengandung pigmen

c) Medula: terdiri atas 3-4 lapis sel kubus yang berisi keratohialin, badan lemak, dan

rongga udara. rambut velus tidak mempunyai medula

Fungsi rambut :

27

Page 28: Impetigo Non Bulosa

Melindungi kulit dari pengaruh buruk:

- Alis mata melindungi mata dari keringat agar tidak mengalir ke mata

- Bulu hidung (vibrissae) menyaring udara, serta berfungsi sebagai pengatur suhu

pendorong penguapan kerngat dan indera peraba yang sensitive.

Terdapat 3 fase pertumbuhan rambut:

a) Fase pertumbuhan (Anagen)

Sel-sel matriks melalui mitosis membentuk sel-sel baru mendorong sel-sel

lebih tua ke atas. Aktivitas ini lamanya 2-6 tahun

90 % dari 100.000 folikel rambut kulit kepala normal mengalami fase

pertumbuhan pada satu saat.

b) Fase Peralihan (Katagen)

Masa peralihan dimulai dari penebalan jaringan ikat di sekitar folikel rambut.

Bagian tengah akar rambut menyempit dan bagian di bawahnya melebar dan

mengalami pertandukan sehingga terbentuk gada (club).

berlangsung 2-3 minggu

c) Fase Istirahat (Telogen)

Berlangsung + 4 bulan, rambut mengalami kerontokan

50 – 100 lembar rambut rontok dalam tiap harinya.

Gerak merinding jika terjadi trauma , stress, dsbt Piloereksi.

Warna rambut ditentukan oleh jumlah melanin .

Pertumbuhan rambut pada daerah tertentu dikontrol oleh hgormon

seks( rambut wajah, janggut, kumis, dada, punggung, di kontrol oleh H.

Androgen.

Kuantitas dan kualitas distribusi ranbut ditentukan oleh kondisis Endokrin.

Hirsutisme ( pertumbuhan rambut yang berlebihan pada S. Cushing(wanita).

4. KUKU

Kuku adalah bagian terminal lapisan tanduk yang menebal.

Pertumbuhan rata- rata 1 mm / minggu. Pembaruan total kuku jari tangan : 170

hari dan kuku kaki: 12- 18 bulan.

Bagian kuku terdiri dari:

Matriks kuku: merupakan pembentuk jaringan kuku yang baru

28

Page 29: Impetigo Non Bulosa

Dinding kuku (nail wall): merupakan lipatan-lipatan kulit yang menutupi bagian

pinggir dan atas

Dasar kuku (nail bed): merupakan bagian kulit yang ditutupi kuku

Alur kuku (nail grove): merupakan celah antar dinding dan dasar kuku

Akar kuku (nail root): merupakan bagian proksimal kuku

Lempeng kuku (nail plate): merupakan bagian tengah kuku yang dikelilingi

dinding kuku

Lunula: merupakan bagian lempeng kuku yang berwarna putih didekat akar kuku

berbentuk bulan sabit, sering tertutup oleh kulit

Eponikium (kutikula): merupakan dinding kuku bagian proksima, kulit arinya

menutupi bagian permukaan lempeng kuku

Hiponikium: merupakan dasar kuku, kulit ari dibawah kuku yang bebas (free

edge) menebal

2. Eflorensesi kulit

- MAKULA:

adalah perubahan warna kulit tanpa disertai

perubahan konsistensi dan permukaannya.

Makula berukuran <> 1 cm disebut patch.

29

Page 30: Impetigo Non Bulosa

- PAPUL:

Penonjolan kulit yang solid dengan diameter < 1

cm.

Terjadinya papula adalah karena adanya proses:

A. Infiltrat pada papilla dermis:

• proses infiltrasi selular pada kasus lichen nitidus

• proses non-selular pada kasus lichen amiloidosis

B. hiperplasi epidermis, misalnya:

• Veruka

• molluscum contagiosum

- PLAK:

kelainan kulit seperti papula dengan permukaan

datar dan diameter > 1 cm. Plak dapat terjadi

karena perluasan suatu papula, tetapi dapat juga

karena gabungan atau konfluensi dari beberapa

papula

Diagnosa Banding:

Eczema

Lichen planus

Pityriasis rosea

Psoriasis

Seborrheic dermatitis

Syphilis (secondary)

Tinea corporis

Tinea pedis

Tinea versicolor

- URTIKA:

Penonjolan kulit dengan batas tegas, timbulnya

cepat, tetapi hilangnya juga cepat; biasanya

30

Page 31: Impetigo Non Bulosa

berwana kemerahan dan pucat di bagian tengah, sering terdapat pseudopodia (kaki

semu).

Urtika timbul disebabkan karena adanya edema interselular yang biasanya merupakan

kelanjutan dari meningkatnya permeabilitas kapiler dan hampir tidak pernah dijumpai

adanya infiltrat radang. Biasanya urtika timbul akibat adanya reaksi alergi, atau reaksi

hipersensitifitas. Urtika yang timbul di jaringan yang longgar, seperti di kelopak mata,

bibir, dan scrotum biasanya berukuran besar (luas) dan dinamakan angioedema.

Diagnosa Banding:

Angioedema

Dermographism

Hives

Cholinergic urticaria

Urticaria pigmentosa (mastocytosis)

- NODUL:

Penonjolan kulit dengan batas tegas, letaknya dalam,

diameternya > 1 cm. Nodul terjadi karena adanya

infiltrasi yang bersifat massif pada dermis dan

subkutis.

Tumor sebenarnya juga seperti nodul, hanya istilah

tumor digunakan untuk nodul dengan diameter yang besar.

Tetapi skr ini istilah tumor sering untuk kelainan-kelainan yang bersifat neoplastik

saja.

- VESIKEL dan BULA

adalah suatu penonjolan kulit dengan batas tegas, berisi cairan serous dan diameternya

<> 1 cm disebut bula.

Vesikula dan bula dapat terjadi di lokasi yang

berbeda pada lapisan kulit

1. Vesikel/bula intraepidermal atau suprabasal

a. spongiosis:

31

Page 32: Impetigo Non Bulosa

vesikel atau bula yang terjadi karena proses spongiosis dimulai dengan terjadinya

edema interselular di antara sel-sel keratinosit yang terisi cairan.

Contoh: dermatitis kontak alergi (DKA)

b. degenerasi balon:

vesikel atau bula terjadi karena proses degenerasi dimulai dengan terjadinya edema

intraselular biasanya karena adanya suatu proses infeksi.

Contoh: herpes zozter, herpes simplex

c. akantolisis:

vesikel atau bula terjadi karena adanya proses akantolisis, yakni hilangnya spina atau

akanta atau jembatan antar sel, sehingga ikatan antara sel menjadi hilang atau lepas,

dan akhirnya akan terbentuk celah atau rongga yang berisi cairan.

Contoh: pemfigus

d. sub-corneal:

vesikel atau bula terbentuk karena lepasnya stratum korneum dari lapisan di

bawahnya. Contoh: impetigo, miliaria kristalina

2. Vesikel/bula subepidermal atau infrabasal atau intradermal:

Vesikel atau bula infrabasal terjadi karena lepasnya lapisan basal dari membrana

basalis. Vesikel atau bula yang terbentuk

biasanya akibat proses autoimun,

misalnya: bullous pemphigoid, dermatitis

herpetiformis.

- PUSTULA

penonjolan kulit berbatas tegas, diameter < 1 cm, berisi cairan pus/nanah.

Lokasi pus bisa intra epidermal atau subepidermal.

a) Pustula intraepidermal: ada beberapa jenis, misalnya:

Pustula intra epidermal subcorneal: mis, subcorneal pustular dermatosis

Pustula intraepidermal intracorneal: candidiasis

32

Page 33: Impetigo Non Bulosa

Pustula intraepidermal spongiform: psoriasis pustulosa

b) Pustula subepidermal

Contoh: infeksi sekunder dari dermatitis herpetiformis

- PURPURA

Adalah perubahan warna kulit menjadi kemerahan yang terjadi karena perdarahan di

dalam kulit. Bedanya dengan makula eritem atau patch eritem adalah pada purpura

jika dilakukan penekanan dengan gelas objek (tes diaskopi) warna merah tidak akan

hilang, sedangkan pada makula atau patch akan berubah pucat atau warna merah

menghilang.

Purpura dibedakan berdasarkan diameternya:

A. Petechie : diameter < 1 cm

B. Echymosis : diameter > 1 cm

Kadang purpura berdiameter sangat besar dan menonjol akibat perdarahan yang

massif dan letaknya dalam (pada dermis maupun subkutis), disebut hematom.

Contoh purpura: vaskulitis alergika

- SUKUAMA

adalah stratum korneum yang terkelupas dan tampak pada permukaan.

Morfologi skuama :

A. Micaceus : Pada Psoriasis

B. Sianny : Pada Dermatitis Seboroik

C. Powdery : Pada Tinea Versikolor

D. Adherent : Pada Ichtyosis Vulgaris

E. Coarse : Pada Keratosis Folikularis

F. Greasy : pada dermatitis seboroik

- KRUSTA

adalah bahan cair ,eksudat, darah atau serum

maupun jaringan nekrotik yang mengering.

Contoh: impetigo krustosa

33

Page 34: Impetigo Non Bulosa

- EROSI

adalah defek pada sebagian atau seluruh epidermis

tetapi tidak sampai pada membrana basalis,

sehingga pada proses penyembuhannya tidak

meninggalkan bekas sikatrik.

Contoh: vesikel yang pecah

- ULKUS

adalah defek yang mengenai seluruh epidermis dan

melebihi membrana basalis, bahkan mungkin

sampai dermis atau subkutis, sehingga pada proses

penyembuhannya sering meninggalkan sikatriks.

Contoh: ulkus stasis, ulkus tropikum.

- ESKORIASI

adalah erosi yang terjadi karena garukan;

sehingga seringkali memberikan gambaran erosi

yang berderet.

- FISURA

adalah defek linier yang dapat mulai dari

permukaan sampai lapisan dermis.

- ATROPI

adalah penipisan kulit, baik epidermis maupun

dermis. Kulit yang mengalami atropi akan nampak

mengkilat, putih, dengan gambaran permukaan

yang hilang, mengkerut, dan tidak mempunyai

adnexa lagi.

Contoh: proses penuaan, atrofi akrena steroid

Adanya atropi disertai teleangiektasi dan hipo atau hiperpigmentasi disebut

poikiloderma

34

Page 35: Impetigo Non Bulosa

- SIKATRIKS

adalah penonjolan kulit akibat penumpukan

jaringan fibrosa sebagai pengganti jaringan kolagen

normal.

Jika jaringan terus menerus tumbuh berlebihan

disebut keloid

- LIKENFIKASI

adalah penebalan kulit yang ditandai dengan penegasan gambaran garis-garis

permukaan kulit baik longitudinal maupun transfersal, biasanya disertai

hiperpigmentasi. Proses likenifikasi terjadi sebagai akibat garukan kronis dan hebat.

Contoh: lichen simplex

3. Impetigo krustosa

I. PENDAHULUAN

Istilah impetigo berasal dari bahasa Latin yang berarti serangan, dan telah digunakan

untuk menjelaskan gambaran seperti letusan berkeropeng yang biasa nampak pada

daerah permukaan kulit. Ada dua tipe impetigo, yaitu impetigo bullosa dan impetigo

non-bullosa. Impetigo non-bullosa disebut juga impetigo krustosa atau impetigo

kontagiosa.

Sumber infeksi yang sering ditemukan pada anak-anak adalah berasal dari hewan

peliharaan, kuku yang kotor, dan penularan dari teman sekolahnya. Sedangkan pada

orang dewasa, penularan penyakit dapat diperoleh dari tempat cukur, salon

kecantikan, kolam renang dan tertular dari anak.

Impetigo krustosa merupakan bentuk pioderma yang paling sederhana.dan terbatas

pada daerah epidermis atau superfisialis kulit. Dasar infeksi adalah kurangnya

hygiene dan terganggunya fungsi kulit.

II. EPIDEMIOLOGI

Insiden impetigo ini terjadi hampir di seluruh dunia dan pada umumnya menyebar

melalui kontak langsung. Paling sering menyerang anak-anak usia 2-5 tahun, namun

tidak menutup kemungkinan untuk semua umur dimana frekuensi laki-laki dan wanita

sama. Sebuah penelitian di Inggris menyebutkan bahwa insiden tahunan dari impetigo

35

Page 36: Impetigo Non Bulosa

adalah 2.8 % terjadi pada anak-anak usia di bawah 4 tahun dan 1.6 persen pada anak-

anak usia 5 sampai 15 tahun. Impetigo nonbullous atau impetigo krustosa meliputi

kira-kira 70 persen dari semua kasus impetigo. 

Kebanyakan kasus ditemukan di daerah tropis atau beriklim panas serta pada negara-

negara yang berkembang dengan tingkat ekonomi masyarakatnya masih tergolong

lemah atau miskin.

III. ETIOLOGI

Organisme penyebab dari impetigo krustosa adalah Staphylococcus aureus selain itu,

dapat pula ditemukan Streptococcus beta-hemolyticus grup A (Group A

betahemolytic streptococci (GABHS) yang juga diketahui dengan nama Streptococcus

pyogenes). Sebuah penelitian di Jepang menyatakan peningkatan insiden impetigo

yang disebabkan oleh kuman Streptococcus grup A sebesar 71% dari kasus, dan 72%

dari kasus tersebut ditemukan pula Staphylococcus aureus pada saat isolasi kuman.

Staphylococcus dominan ditemukan pada awal lesi. Jika kedua kuman ditemukan

bersamaan, maka infeksi streptococcus merupakan infeksi penyerta. Kuman S.

pyogenes menular ke individu yang sehat melalui kulit, lalu kemudian menyebar ke

mukosa saluran napas. Berbeda dengan S. aureus, yang berawal dengan kolonisasi

kuman pada mukosa nasal dan baru dapat ditemukan pada isolasi kuman di kulit pada

sekitar 11 hari kemudian.

IV. PATOGENESIS

Pada impetigo krustosa (non bullous), infeksi ditemukan pada bagian minor dari

trauma (misalnya : gigitan serangga, abrasi, cacar ayam, pembakaran). Trauma

membuka protein-protein di kulit sehingga bakteri mudah melekat, menyerang dan

membentuk infeksi di kulit. Pada epidermis muncul neutrophilic vesicopustules. Pada

bagian atas kulit terdapat sebuah infiltrate yang hebat yakni netrofil dan limfosit.

Bakteri gram-positif juga ada dalam lesi ini.

Eksotoksin Streptococcus pyrogenic diyakini menyebabkan ruam pada daerah

berbintik merah, dan diduga berperan pada saat kritis dari Streptococcal toxic shock

syndrome. Kira-kira 30% dari populasi bakteri ini berkoloni di daerah nares anterior.

Bakteri dapat menyebar dari hidung ke kulit yang normal di dalam 7-14 hari, dengan

lesi impetigo yang muncul 7-14 hari kemudian.

V. GAMBARAN KLINIS

Penyakit ini biasanya asimetris yang ditandai dengan lesi awal berbentuk makula

eritem pada wajah, telinga maupun tangan yang berubah dengan cepat menjadi

36

Page 37: Impetigo Non Bulosa

vesikel berisi cairan bening atau pustul dengan cepat dan dikelilingi oleh suatu areola

inflamasi, bila mengering akan mengeras menyerupai batu kerikil yang melekat di

kulit. Jika diangkat maka daerah tempat melekatnya tadi nampak basah dan berwarna

kemerahan.

VI. HISTOPATOLOGI

Gambaran histopatologi berupa peradangan superficial folikel pilosebasea bagian

atas. Terbentuk bula atua vesikopustula subkornea yang berisi kokus serta debris

berupa leukosit dan sel epidermis. Pada lapisan dermis didapatkan reaksi peradangan

ringan berupa dilatasi pembuluh darah, edema dan infiltrasi PMN. Daerah lesi tampak

hiperemis, edem dan infiltrasi netrofil tampak pada vesikel/pustul.

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pada pemeriksaan penunjang untuk menetapkan diagnosis dilakukan biakan

bakteriologis eksudat lesi, biakan secret dalam media agar darah, dilanjutkan dengan

tes resistens. Selain itu kultur dilakukan untuk mengetahui kuman penyebabnya. Baik

staphylococcus maupun streptococcus mudah berkembang pada media aerob,

contohnya blood agar.

Pemeriksaan histopatologi kulit pada infeksi yang sangat superficial yaitu diatas

lapisan epidermis. Pemeriksaan gram dilakukan pada stratum korneum dan lapisan

diatas granuler. Hal tersebut berhubungan dengan akantolisis jaringan sub corneal

epidermis. Hanya sedikit infitrat yang tampak.

Pada pemeriksaan lokalisasi dan efloresensi dari penyakit ini diperoleh bahwa lesi

penyakit ini biasanya terdapat pada daerah yang terpajan, terutama wajah, tangan,

leher dan ekstremitas. Sementara efloresensi / sifat-sifatnya berupa macula

eritematosa miliar sampai lentikular, krusta kuning kecoklatan, berlapis-lapis, mudah

diangkat.

VIII. DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa dan gambaran klinis dari lesi. Kultur

dilakukan bila terdapat kegagalan pengobatan dengan terapi standar, biopsy jarang

dilakukan. Biasanya diagnose dari impetigo dapat dilakukan tanpa adanya tes

laboratorium. Namun demikian, apabila diagnosis tersebut masih dipertanyakan, tes

mikrobiologi pasti akan sangat menolong.

37

Page 38: Impetigo Non Bulosa

- Laboratorium rutin

Pada pemeriksaan darah rutin, lekositosis ringan hanya ditemukan pada 50% kasus

pasien dengan impetigo. Pemeriksaan urinalisis perlu dilakukan untuk mengetahui

apakah telah terjadi glomerulonefritis akut pasca streptococcus (GNAPS), yang

ditandai dengan hematuria dan proteinuria.

- Pemeriksaan imunologis

Pada impetigo yang disebabkan oleh streptococcus dapat ditemukan peningkatan

kadar anti deoksiribonuklease (anti DNAse) B antibody.

- Pemeriksaan mikrobiologis

Eksudat yang diambil di bagian bawah krusta dan cairan yang berasal dari bulla dapat

dikultur dan dilakukan tes sensititas. Hasil kultur bisa memperlihatkan S. pyogenes, S.

aureus atau keduanya. Tes sensitivitas antibiotic dilakukan untuk mengisolasi

metisilin resistar. S. aureus (MRSA) serta membantu dalam pemberian antibiotic yang

sesuai. Pewarnaan gram pada eksudat memberikan hasil gram positif.

Pada blood agar koloni kuman mengalami hemolisis dan memperlihatkan daerah yang

hemolisis di sekitarnya meskipun dengan blood agar telah cukup untuk isolasi kuman,

manitol salt agar atau medium Baierd-Parker egg Yolk-tellurite direkomendasikan

jika lesi juga terkontaminasi oleh organism lain. Kemampuan untuk mengkoagulasi

plasma adalah tes paling penting dalam mengidentifikasi S. aureus. Pada sheep blood

agar, S. pyogenes membentuk koloni kecil dengan daerah hemolisis disekelilingnya.

Streptococcus dapat dibedakan dari Staphylokokkus dengan tes katalase.

Streptococcus memberikan hasil yang negative.

IX. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding dari jenis impetigo ini adalah :

1. Dermatitis atopi

Lesi gatal yang bersifat kronik dan berulang, kering; pada orang dewasa dapat

ditemukan likenifikasi pada daerah fleksor ekstremitas. Sedangkan pada anak sering

berlokasi pada daerah wajah dan ekstremitas ekstensor

2. Dermatofitosis

Lesi kemerahan dan bersisik dengan bagian tepi yang aktif agak meninggi; dapat

berbentuk vesikel, terutama berlokasi di kaki.

3. Ektima

38

Page 39: Impetigo Non Bulosa

Lesi berkrusta yang menutupi ulkus, jarang berupa erosi; lesi menetap berminggu-

minggu dan dapat sembuh dengan meyisakan jaringan perut jika infeksi meluas

hingga ke dermis.

4. Skabies

Lesi terdiri dari terowongan dan vesikel yang kecil; gatal pada daerah lesi saat

malam hari merupakan gejala yang khas.

5. Varisela

Vesikel berdinding tipis, ukuran kecil, pada daerah dasar yang eritem yang

awalnya berlokasi di badan dan menyebar ke wajah dan ekstremitas; vesikel pecah

dan membentuk krusta; lesi dengan tingkatan berbeda dapat muncul pada saat yang

sama.

X. PENATALAKSANAAN

Perawatan Umum :

1. Memperbaiki higien dengan membiasakan membersihkan tubuh dengan sabun,

memotong kuku dan senantiasa mengganti pakaian.

2. Perawatan luka

3. Titak saling tukar menukar dalam menggunakan peralatan pribadi (handuk,

pakaian, dan alat cukur)

Sistemik

Pengobatan sistemik di indikasikan jika terdapat factor yang memperberat impetigo

seperti eczema. Untuk mencegah infeksi sampai ke ginjal maka di anjurkan untuk

melakukan pemeriksaan urine. Bakteri pun di uji untuk mengetahui ada tidaknya

resistensi antibiotic. Pada impetigo superficial yang disebabkan streptococcus

kelompok A, penisilin adalah drug of choice. Penisilin oral yang digunakan adalah

potassium Phemmoxymethylpenicilin. Bila resisten bias digunakan oxacilin

dengan dosis 2,5 gr/ hari dan dosis untuk anak-anak disesuaikan dengan umur.

Dapat juga digunakan eritromisin dosis 1,5 – 2,0 g yang diberikan 4 kali sehari.

Penisilin V oral (250mg per oral) efektif untuk streptokokkus atau staphylokokkus

aureus non-penisilin. Penisilin semi sentetis, methicin, atau oxacilin (500mg setiap

4-6 jam) diberikan untuk staphylokokkus yang resisten terhadap penisilin

39

Page 40: Impetigo Non Bulosa

eritromisin (250mg 4 kali sehari) lebih efektif dan aman, di gunakan pada pasien

yang sensitive terhadap penisilin. Antibiotic oral diberikan bila :

a. Erupsi memberat dan semakin meluas

b. Anak lain yang terpapar infeksi

c. Bila bentuk nephritogenik telah berlebihan

d. Bila pengobatan topical meragukan

e. Pada kasus yang disertai folliculitis

Topikal

Pengobatan topikal dilakukan apabila krusta dan sisa impetigo telah dibersihkan

dengan cara mencucinya menggunakan sabun antiseptic dan air bersih. Untuk

krusta yang lebih luas dan berpotensi menjadi lesi sebaiknya menggunakan larutan

antiseptic atau pun bubuk kanji. Dapat menggunakan asam salisil 3-6% untuk

menghilankan krusta. Bila krusta hilang maka penyebaranya akan terhenti. Pustule

dan bula didrainase. Bila dasar lesi sudah terlihat, sebaiknya diberikan preparat

antibiotic pada lesi tersebut dengan hati-hati sebanyak 4 kali sehari. Preparat

antibiotic juga dapat digunakan untuk daerah yang erosive. Misalnya menggunakan

krim neomycin yang mengandung clioquinol 0,5%-1% atau asam salisil 3%-5%

XI. KOMPLIKASI

Infeksi dari penyakit ini dapt tersebar keseluruh tubuh utamanya pada anak-anak.

Jika tidak di obati secara teratur, maka penyakit ini dapat berlanjut menjadi

glomerulonefritis (2-5%) akut yang biasanya terjadi 10 hari setelah lesi impetigo

pertama muncul, namun bias juga terjadi setelah 1-5 minggu kemudian.

XII. PROGNOSIS

Secara umum prognosis dari penyakit ini adalah baik jika dilakukan pengobatan

yang teratur, meskipun dapat pula komplikasi sistemik seperti glomerulonefritis

dan lain-lain. Lesi mengalami perbaikan setelah 7-10 hari pengobatan.

XIII. KESIMPULAN

Impetigo merupakan pioderma superfisialis yang terbatas pada epidermis. Impetigo

terbagi atas 2 bentuk yaitu impetigo krustosa dan impetigo bulosa. Impetigo

krustosa merupakan bentuk pioderma yang paling sederhana, menyerang epidermis

40

Page 41: Impetigo Non Bulosa

dengan gambaran yang dominan ialah krusta. Organism penyebab dari penyakit ini

adalah staphylococcus aureus koagulase positif dan streptococcus betahemolyticus.

41

Page 42: Impetigo Non Bulosa

V. Kerangka konsep

42

-trauma pada kulit

produksi fibronektin oleh tubuh

bakteri (Streptococcus / S. aureus ) dapat menempel

infeksi

produksi toksin oleh bakteri

kerusakan desmosom

taut antar sel hilang

Inflamasi

vasodilatasi pembuluh darah

eritempermeabilitas kapiler ↑

perpindahan cairan ke ruang antar sel

vesike

pecah

serum mengering

krusta/ keropeng kekuningan

aktifasi limfosit T

penambahan produksi sel sel pertahanan oleh KGB (pada kasus : inguinal)

pembesaran KGB inguinalis

mengeluarkan IL 4

menghasilkan IgE

peningkatan sel mast

histamin

gatalOtoy, 4 tahun, menderita impetigo non bulossa/ impetigo

- tertular dari saudara- penggunaan baju &

handuk bersama-poor hygiene

Page 43: Impetigo Non Bulosa

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Oboy, 4 tahun, mengeluhkan timbulnya bercak merah, lepuh – lepuh ukuran biji kacang hijau sampai biji jagung berisi cairan bening sampai kekuningan pada kedua tungkai. yang mudah pecah menjadi keropeng berwarna kuning madu, disertai gatal, didiagnosis menderita impetigo non bulosa / impetigo krustosa.

43

Page 44: Impetigo Non Bulosa

DAFTAR PUSTAKA

Adhi,juanda, et al.,2011, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi Ke Enam, Jakarta:

FKUI

Budimulja, Unandar. 2007. Morfologi dan Cara Membuat Diagnosis : Ilmu Kulit

Kelamin. Ed. 5. Jakarta: FKUI.

Ganong, W.F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC

Guyton, dkk. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC

Kumar, dkk. 2007. Buku Ajar Patologi Robins. Jakarta : EGC

Wolff Klaus, Johnson Richard Allen, Fitzpatrick's Color Atlas and Synopsis of

Clinical Dermatology, Sixth Edition, McGraw-Hill, 2009

George A, Rubin G. A systematic review and meta-analysis of treatments for

impetigo. Br J Gen Pract. Jun 2003;53(491):480-7. [Medline]. [Full Text].

Brown J, Shriner DL, Schwartz RA, Janniger CK. Impetigo: an update. Int J

Dermatol. Apr 2003;42(4):251-5. [Medline].

Parks T, Smeesters PR, Steer AC. Streptococcal skin infection and rheumatic heart

disease. Curr Opin Infect Dis. Apr 2012;25(2):145-53. [Medline].

44