hemato 3 martha

42
MARTHA FITRI ALEXTINA TATODI 1102012154 LI 1. Memahami dan Menjelaskan Hemostasis 1.1 Definisi Hemostasis Hemostasis adalah proses pembentukan bekuan di dinding pembuluh darah yang rusak dan pencegahan pengeluaran darah sambil mempertahankan darah dalam keadaan cair di dalam sistem vaskular. Sekumpulan mekanisme sistemik kompleks yang saling terkait bekerja untuk mempertahankan keseimbangan antara koagulasi dan antikoagulasi. Selain itu, keseimbangan dipengaruhi oleh faktor lokal di berbagai organ. Hemostasis berasal dari kata haima (darah) dan stasis (berhenti), merupakan proses yang amat kompleks, berlangsung terus menerus dalam mencegah kehilangan darah secara spontan, serta menghentikan pendarahan akibat adanya kerusakan sistem pembuluh darah. Proses ini mencakup pembekuan darah (koagulasi) dan melibatkan pembuluh darah, agregasi trombosit (platelet) serta protein plasma baik yang menyebabkan pembekuan maupun yang melarutkan bekuan. 1.2 Mekanisme Hemostasis Bila suatu pembuluh darah terputus atau rusak, cedera tersebut akan memicu suatu rangkaian peristiwa yang menyebabkan terbentuknya bekuan (hemostasis). Bekuan ini menyumbat daerah yang rusak dan mencegah terjadinya kehilangan darah lebih lanjut. Peristiwa yang mula-mula terjadi adalah konstriksi pembuluh darah dan pembentukan sumbatan hemostatik sementara dari trombosit yang akan tercetus bila trombosit mengikat kolagen dan menggumpal. Peristiwa ini diikuti dengan perubahan sumbatan tersebut menjadi bekuan definitif. Konstriksi suatu arteriol atau pembuluh arteri kecil yang mengalami cedera bisa begitu kuat sehingga lumennya menutup sama sekali. Vasokonstriksi disebabkan oleh serotonin dan vasokonstriktor lain yang dilepaskan dari trombosit yang menempel pada dinding pembuluh darah yang rusak. Arteri yang besarnya seukuran arteri radialis dianggap mengalami konstriksi segera setelah terpotong melintang dan dapat menghentikan perdarahan. Namun, peristiwa ini bukan merupakan alasan untuk memperlambat ligasi pembuluh darah yang rusak. Selain itu, dinding arteri yang terpotong memanjang atau tidak teratur tidak dapat mengalami kontriksi yang cukup untuk menutup lumen arteri sehingga perdarahan berlangsung terus. 1. Hemostasis Primer Terdiri dari trombosit dan pembuluh darah. Disebut hemostasis primer karena yang pertama terlibat dalam proses penghentian darah bila terjadi luka atau trauma. Hemostasis primer dimulai dengan vasokontriksi pembuluh darah dan pembentukan trombosit plak menutup luka dan menghentikan perdarahan. Vasokontriksi menyebabkan aliran darah menjadi lebih lambat pada daerah yang luka dan trauma. Keadaan ini akan mempermudah trombosis

Upload: andhika-hadi-wirawan

Post on 01-Oct-2015

134 views

Category:

Documents


20 download

DESCRIPTION

e

TRANSCRIPT

MARTHA FITRI ALEXTINA TATODI 1102012154LI 1. Memahami dan Menjelaskan Hemostasis1.1 Definisi HemostasisHemostasis adalah proses pembentukan bekuan di dinding pembuluh darah yang rusak dan pencegahan pengeluaran darah sambil mempertahankan darah dalam keadaan cair di dalam sistem vaskular. Sekumpulan mekanisme sistemik kompleks yang saling terkait bekerja untuk mempertahankan keseimbangan antara koagulasi dan antikoagulasi. Selain itu, keseimbangan dipengaruhi oleh faktor lokal di berbagai organ.Hemostasis berasal dari kata haima (darah) dan stasis (berhenti), merupakan proses yang amat kompleks, berlangsung terus menerus dalam mencegah kehilangan darah secara spontan, serta menghentikan pendarahan akibat adanya kerusakan sistem pembuluh darah. Proses ini mencakup pembekuan darah (koagulasi) dan melibatkan pembuluh darah, agregasi trombosit (platelet) serta protein plasma baik yang menyebabkan pembekuan maupun yang melarutkan bekuan.

1.2 Mekanisme HemostasisBila suatu pembuluh darah terputus atau rusak, cedera tersebut akan memicu suatu rangkaian peristiwa yang menyebabkan terbentuknya bekuan (hemostasis). Bekuan ini menyumbat daerah yang rusak dan mencegah terjadinya kehilangan darah lebih lanjut. Peristiwa yang mula-mula terjadi adalah konstriksi pembuluh darah dan pembentukan sumbatan hemostatik sementara dari trombosit yang akan tercetus bila trombosit mengikat kolagen dan menggumpal. Peristiwa ini diikuti dengan perubahan sumbatan tersebut menjadi bekuan definitif. Konstriksi suatu arteriol atau pembuluh arteri kecil yang mengalami cedera bisa begitu kuat sehingga lumennya menutup sama sekali. Vasokonstriksi disebabkan oleh serotonin dan vasokonstriktor lain yang dilepaskan dari trombosit yang menempel pada dinding pembuluh darah yang rusak. Arteri yang besarnya seukuran arteri radialis dianggap mengalami konstriksi segera setelah terpotong melintang dan dapat menghentikan perdarahan. Namun, peristiwa ini bukan merupakan alasan untuk memperlambat ligasi pembuluh darah yang rusak. Selain itu, dinding arteri yang terpotong memanjang atau tidak teratur tidak dapat mengalami kontriksi yang cukup untuk menutup lumen arteri sehingga perdarahan berlangsung terus.1. Hemostasis PrimerTerdiri dari trombosit dan pembuluh darah. Disebut hemostasis primer karena yang pertama terlibat dalam proses penghentian darah bila terjadi luka atau trauma. Hemostasis primer dimulai dengan vasokontriksi pembuluh darah dan pembentukan trombosit plak menutup luka dan menghentikan perdarahan. Vasokontriksi menyebabkan aliran darah menjadi lebih lambat pada daerah yang luka dan trauma. Keadaan ini akan mempermudah trombosis pada reseptor trombosis Gp I b menempel pada subendotel pembuluh darah (adhesi) dengan perantara faktor von Willebrand. Trombosit yang teraktivasi menyebabkan reseptor trombosit Gp IIb/IIIa siap menerima ligan fibrinogen dan fibrinogen menghubungkan trombosit yang berdekatan satu sama lain dan kemudian terjadi agregasi trombosit dan membentuk plak trombosit yang menutup luka/trauma. Sumbatan bersifat temporer.

2. Hemostasis sekunderHemostasis sekunder terdiri dari faktor pembekuan dan anti pembekuan. Faktor-faktor untuk pembekuan darah adalah :Hemostasis sekunder dimulai dengan aktivasi koagulasi melalui jalur ekstrinsik dan intrinsik. Pada mekanisme ekstrinsik, tromboplastin jaringan (faktor III, berasal dari jaringan yang rusak) akan berekasi dengan faktor VIIa yang dengan adanya Ca2+ akan mengaktifkan faktor X. Faktor Xa bersama-sama faktor Va, ion Ca2+ dan fosfolipid trombosit akan mengubah protombin menjadi trombin. Oleh pengaruh trombin, fibrinogen akan diubah menjadi fibrin monomer yang tidak stabil. Fibrin monomer, dengan pengaruh faktor XIIIa akan menjadi stabil dan resisten terhadap enzim proteolitik.

Mekanisme secara umum, pembekuan terjadi melalui tiga langkah utama: 1. Sebagai respon terhadap rupturnya pembuluh darah yang ruak, maka rangkaian reaksi kimiawi yang kompleks terjadi dalam darah yang melibatkan lebih dari selusin factor pembekuan dara. Hasil akhirnya adalah terbentuknya suatu kompleks substansi teraktivasi yang disebut activator protrombin.2. Aktivator protrombin mengkatalisis pengubahan protrombin menjadi thrombin.3. Trombin bekerja sebagai enzim untuk mengubah fibrinogen menjadi benang fibrin yang merangkai trombosit, sel darah, dan plasma untuk membentuk bekuan.Mekanisme Koagulasi, terdiri dari dua jalur yaitu :1. Melalui jalur Ekstrinsik yang dimulai dengan terjadinya trauma pada dinding pembuluh dan jaringan sekitarnya2. Melalui jalur Instrinsik yang berawal di dalam darah itu sendiri.Pada kedua jalur ini, baik Ekstrinsik maupun Instrinsik, berbagai protein plasma, terutama betaglobulin, memegang peranan utama. Bersama dengan factor-faktor lain yang telah diuraikan dan terlibat dalam proses pembekuan, semuanya disebut factor-faktor pembekuan darah, dan pada umumnya, semua itu dalam bentuk enzim-enzim proteolitik yang inaktif. Bila berubah menjadi aktif, kerja enzimmatiknya akan menimbulkan proses pembekuan berupa reaksi-reaksi yang beruntun dan bertingkat.

A. Mekanisme ekstrinsikMekanisme ekstrinsik sebagai awal pembentukan activator protrombin dimulai dengan dinding pembuluh luar yang rusak, dan berlangsung melalui langkah-langkah, yaitu :1. Pelepasan factor jaringan. Jaringan yang luka melepaskan beberapa factor yang disebut factor jaringanatau tromboblastin jaringan. Faktor ini terutama terdiri dari fosfolipid dari membrane jaringan dan kompleks lipoprotein yang mengandung enzim preteolitik yang tinggi.2. Aktivasi Faktor X- peranan factor VII dan factor jaringan. Kompleks lipoprotein dari factor jaringan selanjutnya bergabung dengan factor VII dan bersamaan dengan hadirnya ion kalsium, factor ini bekerja sebagai enzim terhadap factor X untuk membentuk factor X yang teraktivasi.3. Efek dari factor X yang teraktivasi dalam membantu aktifator protrombin-peranan factor V. Faktor X yang teraktivasi segera berikatan dengan fosfolipid jaringan, atau dengan fosfolipidtambahan yang dilepaskan dari trombosi, juga dengan factor V, yang membentuk senyawa yang disebut activator protrombin. Kemudian senyawa ini memecah protrombin menjadi trombin, dan berlangsunglah proses pembekuan darah. Pada tahap permulaan, factor V yang terdapat dalam kompleks activator protrombin bersifat inaktif, tetapi sekali proses pembekuan darah ini dimulai dan thrombin mulai terbentuk, kerja proteolitik dari thrombin akan mengaktifkan akselerator tambahan yang kuat dalam mengaktifkan protrombin. Pada akhirnya, factor X yang teaktivasilah yang menyebabkan pemecahan protrombin menjadi thrombin.

B. Mekanisme intrinsikMekanisme kedua untuk pembentukan activator protrombin, dan dengan demikian juga merupakan awal dari proses pembekuan, dimulai dengan terjadinya trauma terhadap darah itu sendiri atau berkontak dengan kolagen pada dinding pembuluh darahyang rusak, dan kemudian berlangsunglah serangkaian reaksi yang bertingkat.1. Pengaktifan factor XII dan pelepasan fosfolipid trombosit oleh darah yang terkena trauma. Trauma terhadap darah atau berkontaknya darah dengan kolagen pembuluh darahakan mengubah dua factor pembekuan penting dalam darah: Faktor XII dan Trombosit. Bila factor XII terganggu, misalnya karena berkontak dengan kolagen atau dengan permukaan yang basah seperti gelas, ia akan berubah menjadi bentuk baru yaitu sebagai enzim proteolitik yang disebut factor XII yang teraktivasi. Pada saat bersamaan,trauma terhadap darah juga akan merusak trombosit akibat bersentuhan dengan kolagen atau dengan permukaan basah,dan ini akan melepaskan fosfolipid trombosit yang mengandung lipoprotein, yang disebut 3 faktor pembekuan selanjutnya.2. Pengaktifan factor XI, Faktor XII yang teraktivasi bekerja secara enzimatik terhadap factor XI dan juga mengaktifkannya, ini merupakan langkah kedua dalam jalur Instrinsik. Reaksi ini memerlukan Kininogen HMW( berat molekul tinggi), dan dipercepat oleh prekalikrein.3. Pengaktifan factor IX oleh factor XI yang teraktivasi bekerja secara enzimatik terhadap factor XI dan mengaktifkannya.4. Pengaktifan factor X-peranan Faktor VIII. Faktor IX yang teraktivasi, yang bekerja sama dengan factor VIII teraktivasi dan dengan Fosfolipid trombosit dan factor 3 dari trombosit yang rusak, mengaktifkan factor X. 5. Kerja factor X teraktivasi dalam pembentukan aktivastor protrombin-peranan factor V. Langkah dalam jalur instrinsik ini pada prinsipnya sama dengan langkah pada jalur ekstrinsik. Artinya, Faktor X yang teraktivasi berbentuk suatu kompleks yang disebut activator protrombin.Peranan ion kalsium dalam jalur instrinsik dan ekstrinsik Ion kalsium diperlukan untuk mempermudah dan mempercepat semua reaksi. Oleh karena itu, tanpa ion kalsium, pembekuan darah tidak terjadi. Kadar ion kalsium dalam tubuh jarang sekali turun sedemikian rendah sehingga nyata mempengaruhi kinetic pembekuan darah. Sebaliknya, bila darah di keluarkan dari tubuh manusia, pembekuan dapat dicegah dengan menurunkan kadar ion kalsium sampai di bawah ambang pembekuan, dengan cara deionisasi kalsium yaitu mereaksikannya dengan zat-zat lain seperti ion sitrat atau dengan mengendapkan kalsium dngan ion oksalat. Interaksi antara jalur intrinsik dan ekstrinsik Pembuluh darah rusak, pembekuan dimulai oleh kedua jalur secara bersamaan. Factor jaringan mengawali jalur ekstrinsik, sedangkan berkontaknya factor XII dan trombosit dengan kolagen di dinding pembuluh mengawali jalur instrinsik. Suatu perbedaan yang sangat penting antara jalur ektrinsik dan jalur intrinsic ialah bahwa jalur ektrinsiksipatnya dapat ekplosit, sekali dimulai, kecepatan prosesnya hanya dibatasi oleh jumlah factor jaringan yang dilepaskan oleh jaringan yang cidera, dan oleh jumlah factor X, VII, dan V yang terdapat dalam darah. Pada cidera jaringan yang hebat, pembekuan dapat terjadi dalam 15 detik. Jalur intrinsic prosesnya jauh lebih lambat, biasanya memerlukan waktu 1-6 menit untuk menghasilkan pembekuan. Lintasan instrinsik dimulai dengan fase kontak dengan prekalikrein, kininogen dengan berat molekul tinggi, faktor XII dan faktor XI terpajan pada permukaan pengaktif yang bermuatan negatif. Kalau komponen dalam fase kontak terkait pada permukaan pengaktif, faktor XII akan diaktifkan menjadi faktor XIIa pada saat proteolisis oleh kalikrein. Begitu faktor XIIa mengaktifkan faktor XI menjadi XIa dan juga melepaskan bradikinin dari kininogen dengan berat molekul tinggi. Faktor XIa dengan adanya ion Ca2+ mengakitfkan faktor IX menjadi enzim serin protease, yaitu faktor IXa. Faktor ini selanjutnya memutuskan ikatan Arg-Ile dalam faktor X untuk menghaasilkan faktor Xa. Reaksi belakangan ini memerlukan perakitan komponen, yang dinamakan komplek tenase, pada permukaan trombosit aktif, yaitu : Ca2+ dan faktor VIIIa disamping faktor IXa dan faktor X. Faktor VIII diaktifkan oleh trombin dengan jumlah yang sangat kecil hingga terbentuk faktor VIIIa, yang selanjutnya diinaktifkan oleh trombin dalam proses pemecahan selanjutnya. Lintasan ekstrinsik melibatkan faktor jaringan, faktor VII, X serta Ca2+ dan meghasilkan faktor Xa. Faktor jaringan berinteraksi dengan faktor VII dan mengaktifkannya. Faktor jaringan bekerja sebagai kofaktor untuk faktor VIIa untuk mengaktifkan faktor X. Pada lintasan terakhir yang sama, faktor Xa yang dihasilkan oleh lintasan intrinsik dan ekstrinsik, akan mengaktifkan protombin menjadi trombin yang kemudian mengubah fibrinogen menjadi fibrin. Pengaktifan protombin terjadi pada permukaan trombosit aktif dan memerlukan perakitan kompleks proetombinase yang terdiri atas fosfolipid anionik platelet, Ca2+, faktor Va, faktor Xa dan protombin. Selain mengubah fibrinogen menjadi fibrin, trombin juga mengubah faktor XIII menjadi faktor XIIa. Faktor ini merupakan transglutaminase yang sangat spesifik dan membentuk ikatan silang secara kovalen antar molekul fibrin dengan membentuk ikatan peptida antara gugus amida residu glutamin dan gugus mino residu lisin, sehingga menghasilkan bekuan fibrin yang lebih stabil dengan peningkatan resistensiterhadap proteolisis.Guyton, Arthur C., dan John E Hall.1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.Murray Robert K., dkk. 2009. Biokimia Harper Edisi 27. Jakarta: EGC.Price, Sylvia Anderson dan Lorraine M.Wilson. 2005. Patofisologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi6. Jakarta:EGC

3. Hemostasis TersierYaitu sistem fibrinolisis akan diaktifkan agar proses koagulasi tidak berlebihan dan menyebabkan lisis dari fibrin dan endotel menjadi utuh. Pada umumnya proses penyembuhan berlangsung dalam waktu 14 hari.

1.3 Faktor yang berperan dalam HemostasisFaktor-Faktor Yang Berperan Dalam Hemostasis1. Faktor VaskulerPeran sistem vaskuler dalam mencegah perdarahan meliputi proses kontraksi pembuluh darah (vasokonstriksi) secara aktivitas trombosit dan pembekuan darah. Apabila pembuluh darah mengalami luka, maka akan terjadi vasokonsriksi yang mula-mula secara reflektoris dan kemudian akan dipertahankan oleh faktor lokal seperti 5 hidroksitriptamin (5-HT 1, serotonin) dan epinefrin. Vasokonsriksi ini akan menyebabkan pengurangan aliran darah pada daerah yang luka. Seperti kita ketahui, pembuluh darh dilapisi oleh sel endotel. Apabila lapisan endotel rusak maka jaringan ikat dibawah endotel seperti serat kolagen, serta elastin dan membran basalis terbuka sehingga terjadi aktivasi trombosit yang menyebabkan adesi trombosit dan pembentukan sumbat trombosit. Disamping itu terjadi aktivasi faktor pembekuandarah baik jalur intrinsik mauun jalur ekstrinsik yang menyebabkan pembekuan fibrin.2. Faktor TrombositTrombosit mempunyai peran penting dalam hemostasis yaitu pembentukan dan stabilisasi sumbat tombosit. Pembentukan sumbat trombosit terjadi melalui beberapa tahap yaitu adesi trombosit, agregasi trombosit dan reaksi pelepasan. Trombosit memegang peranan penting dalam proses awal faal koagulasi yang akan berakhir dengan pembentukan sumbat trombosit (platelet plug).Trombosit akan mengalami :1. Platelet adhesion 2. Platelet activation 3. Platelet agregation 4 langkah utama koagulasi darah untuk meghasilkan fibrin 1. Langkah pertama : Proses awal yang melibatakan jalur intrinsik dan entrinsik yang menghasilkan tenase complex yg mengaktifkan FX menjadi Fxaktif 2. Langkah kedua : Pembentukan protombrin activator yang akan memecah protombrin menjadi tombrin3. Langkah ketiga : Protombrin activator merubah protombrin menjadi trombin4. Langkah ke-empat : Thrombin memecah fibrinogen menjadi fibrin dan mengaktifkan F.XII sehingga timbul fibrin stabiApabila pembuluh darah luka, maka sel endotel akan rusak sehingga jaringan ikat dibawah endotel akan trbuka. Hal ini akan mencetuskan adesi trombosit yaitu suatu proses dimana trombosit melekat pada permukaan asing terutama serat kolagen. Adesi trombosit sangat tergantung pada protein plasma yang disebut faktor vonwillebrands (vWF) yang disintesis oleh sel endotel dan megakariosit. Agregasi trombosit mulamula dicetuskan oleh ADP, selain itu juga diprlukan ion Ca dan fibrinogen. Zat agregator seperti trombin, kolagen, epinefrin dan TXA2 dapat menyebabkan reaksi pelepasan.3. Faktor Pembekuan DarahFaktor koagulasi atau faktor pembentukan darah adalah protein yang terdapat dalam darah (plasma). Protein ini dalam keadaan tidak aktif (proenzim) jika terjadi aktifasi protein ini (enzim) akan mengaktifkan rangkaian aktivasi berikutnya secara beruntun, seperti anak tangga.

1.4 Mekanisme kontrol pembekuan darahKecenderungan darah untuk membeku diimbangi secara in vivo oleh reaksi pembatas yang cenderung mencegah pembekuan di dalam pembuluh darah dan mencegah bekuan darah yang sudah terbentuk. Reaksi-reaksi ini antara lain meliputi interaksi antara efek agregasi trombosit dari tromboksan A2 dan efek antiagregasi prostasiklin, yang menyebabkan terbentuknya bekuan bila suatu pembuluh darah mengalami cedera tetapi tetap menjaga lumen pembuluh darah agar terbebas dari bekuan.Antitrombin III adalah suatu inhibitor protease dalam sirkulasi yang mengikat serin protease pada sistem pembekuan, yang menghambat aktivitas enzim ini sebagai faktor pembekuan. Pengikatan ini dipermudah oleh heparin, suatu antikoagulan alami yang merupakan campuran dari polisakarida sulfat dengan berat molekul rata-rata 15.000 18.000. Faktor pembekuan yang dihambat adalah bentuk aktif dari faktor IX, X, XI, dan XII. Endotel pembuluh darah juga memainkan suatu peran aktif untuk mencegah meluasnya pembekuan ke dalam pembuluh darah. Semua sel endotel kecuali yang ada di mikrosirkulasi otak menghasilkan trombomodulin, suatu protein pengikat thrombin, dan zat ini diekspresikan di permukaan sel endotel. Dalam darah sirkulasi, thrombin merupakan suatu prokoagulan yang mengaktifkan faktor V dan VIII, tetapi bila thrombin ini berikatan dengan trombomodulin, zat ini akan menjadi suatu antikoagulan karena kompleks thrombin trombomodulin mengaktifkan protein C. Protein C yang teraktivasi (APC), bersama dengan kofaktornya, protein S, menginaktifkan faktor V dan VIII serta menginaktifkan penghambat activator plasminogen jaringan sehingga pembentukan plasmin meningkat.Plasmin (fibrinolisin) adalah komponen aktif pada sistem plasminogen (fibrinolotik). Enzim ini melisiskan fibrin dan fibrinogen, dengan menghasilkan produk degradasi fibrin (FDP) yang menghambat thrombin. Plasmin dibentuk dari prekursornya yang inaktif, plasminogen, dengan bantuan thrombin dan aktivator plasminogen jaringan (t-PA). plasmin juga diaktifkan oleh aktivator plasminogen tipe-urokinase (u-PA). Pada mencit, apabila gen t-PA atau u-PA dirusak, akan terjadi sejumlah kecil pengendapan fibrin dan lisis bekuan melambat. Namun, apabila kedua gen tersebut dirusak, akan terjadi pengendapan fibrin yang luas. Penyembuhan luka menjadi lambat. Defek pada pertumbuhan dan fertilitas juga terjadi karena sistem plasminogen tidak hanya melisiskan bekuan, tetapi juga berperan dalam pergerakan sel dan ovulasi.Plasminogen manusia terdiri atas 560 rantai berat asam amino dan 241 rantai ringan asam amino. Rantai berat, dengan glutamat di terminal aminonya, terlipat-lipat menjadi lima struktur simpul, masing-masing disatukan oleh tiga ikatan disulfida. Simpul-simpul ini disebut kringles karena bentuknya mirip kue kringles. Kringles ini merupakan tempat pengikatan lisin, tempat molekul ini berikatan dengan fibrin dan protein bekuan lain, dan protein ini juga ditemukan pada protrombin. Plasminogen diubah menjadi plasmin aktif bila t-PA menghidrolisis ikatan antara Arg 560 dan Val 561.Reseptor plasminogen berada pada permukaan berbagai jenis sel dan banyak terdapat di sel endotel. Saat plasminogen berikatan dengan reseptor, plasminogen menjadi aktif sehingga dinding pembuluh darah utuh memiliki mekanisme yang menghambat pembentukan bekuan. t-PA manusia sekarang sudah dapat diproduksi dengan teknik rekombinan DNA dan tersedia (sebagai alteplase) untuk kepentingan klinis. Zat ini akan melisiskan bekuan di arteri koronaria bila diberikan pada pasien segera setelah terjadinya awitan infark miokardium. Streptokinase, suatu enzim bakteri, juga bersifat fibrinolitik dan juga digunakan untuk terapi awal infark miokardium. Sekelompok protein homolog yang disebut aneksin memiliki kaitan dengan koagulasi dan fibrinolisis. Lebih dari 20 protein ini berhasil diidentifikasi, fragmen berberat molekul rendah sebanyak 10 buah ditemukan pada mamalia. Salah satunya, aneksin II, membentuk landasan pada sel endotel tempat komponen sistem fibrinolitik berinteraksi, dan menyebabkan fibrinolisis. Protein lain, aneksin V, membentuk suatu pelindung di sekitar fosfolipid yang terlibat dalam pembekuan dan memiliki efek antitrombotik. Selain mekanisme pembekuan, terdapat pula sistem kontrol utama dalam mengimbangi sistem koagulasi yaitu sistem atau mekanisme fibrinolisis yang berperan menghancurkan fibrin secara enzimatik. Fibrin adalah protein tak larut yang dibentuk dari fibrinogen oleh kegiatan proteolitik trombin sewaktu pembekuan darah normal. Pada sistem fibrinolisis, komponen yang berperan terdiri dari plasminogen, aktivator plasminogen, dan inhibitor plasminogen. Plasminogen adalah suatu glikoprotein rantai tunggal dengan amino terminal glutamic acid glutamic acid yang mudah dipecah oleh proteolisis menjadi bentuk modifikasi dengan suatu terminal lysine, valine atau methionin. Plasminogen adalah prekursor inaktif plasmin yang dikonversikan oleh kerja proteolitik enzim urokinase. Plasminogen disebut juga profibrinolisin. Plasminogen berisi motif struktur sekunder yang dikenal sebagai kringles, yang mengikat secara khusus untuk lisin dan arginin residu pada fibrin (Ogen). Ketika dikonversi dari plasminogen menjadi plasmin, berfungsi sebagai protease serin. Plasminogen merupakan bentuk proenzim dari plasmin. Plasmin adalah suatu enzim proteolitik dengan spesifisitas yang tinggi terhadap fibrin dan dapat memecah fibrin, fibrinogen, F V dan F VIII, komplemen, hormon, serta protein lainnya. Plasmin disebut juga fibrinolisin. Plasmin merupakan protease serin yang terutama bertanggungjawab atas proses penguraian fibrin dan fibrinogen, berada dalam sirkulasi darah dalam bentuk zimogen inaktif, yaitu plasminogen (90 kDa ), dan setiap plasmin dengan jumlah sedikit yang terbentuk dalam fase cair dibawah kondisi fisiologik dengan cepat akan dihilangkan aktivitasnya oleh inhibitor plasmin yang kerjanya cepat, yakni antiplasmin- 2, unsur tersebut masih dalam keadaan aktifAktivator plasminogen adalah zat yang dapat mengaktifkan plasminogen menjadi plasmin. Inhibitor plasminogen adalah substansi yang dapat menetralkan plasmin. Inhibitor plasmin disebut juga antiplasmin. Inhibitor plasminogen yang dapat mengontrol aktivitas plasmin meliputi: 2-plasmin inhibitor (2-antiplasmin), adalah inhibitor plasmin yang bereaksi cepat, dimana menghambat plasmin dengan segera dengan membentuk kompleks 1:1. 1-proteinase inhibitor, juga dikenal sebagai 1-antitripsin atau 1-antiroteinase, juga menginaktifasi plasmin dan urokinase, tetapi sebagai inhibitor tripsin relatif lemah. 2-makroglobulin antitrombin III (AT-III), adalah suatu protein plasma dengan BM 58.000 dihasilkan di hepar, terdiri dari polipeptida rantai tunggal dengan 432 asam amino. AT-III menetralisasi/menghambat trombin dengan membentuk kompleks stabil 1:1 antara satu residu arginin dari AT-III dan active-site serine dari trombin. Plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1), adalah suatu protein plasma dengan BM 52.000, dihasilkan oleh berbagai sel, seperti sel-sel endothelium, hepatosit, dan fibroblast. Konsentrasi didalam plasma sangat rendah (0.005 mg/dl) dan juga disimpan dalam a-granul trombosit. PAI-1 menghambat tissue plasminogenactivator (t-PA) dan urokinase dengan membentuk suatu kompleks dengan enzim,dan PAI-1 berperan penting dalam pengaturan aktifitas sistim fibrinolisis.

Pada tempat jaringan yang rusak (tissue injury), fibrinolisis dimulai dengan perubahan plasminogen menjadi plasmin. Plasmin mempunyai banyak fungsi seperti degradasi dari fibrin, inaktifasi faktor V dan faktor VIII dan aktifasi dari metaloproteinase yang berperan penting dalam proses penyembuhan luka dan perbaikan jaringan (tissue-remodeling).Aktivator-aktivator plasminogen memecah peptide dari plasminogen dan membentuk plasmin rantai dua. Aktifasi menjadi plasmin dapat terjadi melalui tiga jalur yaitu : 1. Jalur intrinsik, melibatkan aktifasi dari proaktifator sirkulasi melalui faktor XIIa dan kalikrein, yang aktivatornya berasal dari plasma (dalam darah). 2. Jalur ekstrinsik, dimana aktivator-aktivator dilepaskan ke aliran darah dari jaringan yang rusak, endotel, sel-sel atau dinding pembuluh darah ( semua aktifator juga protease). 3. Jalur eksogen, dimana plasminogen diaktifasi dengan aktivator yang berasal dari luar tubuh seperti streptokinase (bakteri) yang dibentuk oleh Streptokokkus -hemoliticus dan urokinase (urin).

Dalam keadaan fisiologik, aktifasi plasminogen terutama oleh tissue plasminogen activator (t-PA) yang disintesis dan dilepas dari sel-sel endotelium pembuluh darah dalam respons terhadap trombin dan pada kerusakan sel. Aktivator plasminogen jaringan (alteplase, t-PA) merupakan protease serin yang dilepaskan kedalam sirkulasi dari endotel vaskuler dalam keadaan luka atau stres dan mempunyai sifat katalitik inaktif kecuali bila terikat dengan fibrin. Setelah terikat dengan fibrin t-PA memecah plasminogen dalam bekuan untuk menghasilkan plasmin serta selanjutnya plasmin mencernakan fibrin hingga terbentuk produk penguraian yang bersifat dapat larut dan dengan demikian melarutkan bekuan tesebut. Setelah distimulasi t-PA release oleh exercise, statis, atau desmopressin (DDAVP), masa paruhnya dalam sirkulasi sangat pendek ( sekitar 5 menit), berhubungan dengan inhibisi oleh PAI-1 dan clearance dihati.Aktivator lain, urokinase-type plasminogen avtivator (u-PA), diproduksi diginjal dan ditemukan terutama dalam urine. Akan tetapi sejumlah kecil prourokinase plasma atau single-chain u-PA (scuPA) dapat diubah menjadi bentuk aktif melalui sistim kontak oleh kallikrein. Prourokinase merupakan prekusor zat aktivator plasminogen, yaitu urokinase, yang tidak memperlihatkan derajat selektifitas tinggi yang sama dengan fibrin. Urokinase yang disekresikan oleh sel epitel tertentu yang melapisi saluran ekskretorik (misalnya tobulus ginjal) kemungkinan terlibat dalam proses penghancuran (lisis) setiap fibrin yang tertimbun didalam saluran tersebut. Aktivator plasminogen yang berasal dari ketiga jalur intrinsik, ekstrinsik, dan eksogen, mengaktivasi plasminogen bebas (dalam darah) atau plasminogen terikat (dalam bekuan) menjadi plamin bebas (dalam darah) dan plasmin terikat (dalam bekuan).Proses fibrinolitik diatur pada tiap-tiap tahap enzimatik oleh inhibitor-inhibitor protease spesifik. Aktifitas plasminogen diatur oleh inhibitor-inhibitor plasmin seperti 2- antiplasmin, 2- makroglobulin, dan juga oleh plasminogen activator inhibitor 1 (PAI-1), yang merupakan inhibitor fisiologi dari t-PA dan u-PA.Plasmin mempunyai fibrinogen dan fibrin sebagai substrat utamanya yang terpenting untuk produksi fragmen-fragmen spesifik yang secara kolektif disebut fibrinogen-fibrin degradation product (FDP), yang terdiri dari fragmen X, Y, D, E. Fragmen D hasil pemecahan fibrin berupa dimer sehingga disebut D Dimer. Plasmin juga memecah faktor V dan faktor VIII:C. Ledakan fibrinolisis dihambat oleh inhibitor poten 2- antiplasmin dan oleh 2- makroglobulin. Plasmin bebas yang beredar dalam darah segera di inaktifkan oleh 2- antiplasmin, sehingga pada keadaan normal di dalam darah tidak akan dijumpai plasmin bebas. Sedangkan plasmin yang terikat fibrin dalam plug hemostasis lokal terlindungi dari 2- antiplasmin dan dapat memecah fibrin menjadi FDP. Bila plasmin bebas yang terbentuk berlebihan sehingga melampaui kapasitas antiplasmin, maka plasmin bebas tersebut dapat menghancurkan fibrinogen, F V, F VIII, dan protein lain. Penghancuran fibrinogen (fibrinogenolisis) juga menghasilkan fragmen X, Y, D, E (FDP), tetapi fragmen D hasil pemecahan fibrinogen tersebut berupa monomer bukan dimer. Inhibitor dari aktivator plasminogen juga memegang peranan penting dalam mengatur fibrinolisis dan membatasinya pada bagian luka.Proses fibrinolisis yang berlangsung melalui aktivasi plasminogen dan plasmin terikat fibrin dalam bekuan adalah proses fibrinolisis fisiologis (Fibrinolisis Sekunder). Sedangkan proses fibrinogenolisis akibat aktivasi plasmin bebas yang beredar dalam darah adalah patologis (Fibrinolisi Primer).Pembentukan jaringan fibrosa ( penghancuran bekuan darah)Setelah bekuan darah terbentuk, dua proses berikut dapat terjadi:1. bekuan dapat diinvsi oleh fibroblas, yang kemudian membentuk jaringan ikat pada seluruh bekuan tersebut2. bekuan itu dihancurkan, biasanya bekuan terbentuk pada luka kecil pembuluh darah yang diinvasi oleh fibroblas, yang mulai terjadi beberapa jam setelah bekuan itu terbentuk. Hal ini berlanjut sampai terjadi pembentukan bekuan yang lengkap menjadi jaringan fibrosa dalam waktu kira kira 1 sampai 2 minggu. Sebaliknya, bila sejumlah besar darah merembes kejaringan dan terjadi bekuan jaringan yang tidak dibutuhkan, zat khusus yang terdapat dalam bekuan itu sendiri menjadi teraktivasi. Zat ini berfungsi sebagai enzim yang menghancurkan bekuan itu.Fibrinolisis adalah suatu mekanisme fisiologis tubuh untuk menghancurkan fibrin secara enzimatik oleh enzim fibrinolitik sehingga aliran darah akan terbuka kembaliTerdiri dari 3 faktor utama:1. plasminogen ; yang akan diaktifkan menjadi plasmin2. pada endotelium3. inhibitor plasmin ; substansi penetral plasmin ( antiplasmin)pencegahan pembekuan darah dalam sistem pembuluh darah normal (antikoagulan intravaskular):1. faktor faktor dipermukaan endotelfaktor paling penting yang dapat mencegah pembekuan dalam sistem pembulfaktor paling penting yang dapat mencegah pembekuan dalam sistem pembuluh darah normal: licinnya permukaan endotel lapisan glikokaliks, pada endotelium, yang mempunyai sifat menolak faktor faktor pembekuan dan trombosit. Ikatan protein dengan membran endotel, yaitu trombomodulin yang mengikat trombin.2. Kerja antitrombin fibrin dan antitrombin IIIAntikoagulan yang menghilangkan trombin dari darah. Dua diantaranya yang paing kuat ialah: Benang benang fibrin yang terbentuk selama proses pembekuaan Suatu - globulin yang disebut antitrombin III atau kofaktor antitrombin heparin. Heparin, merupakan antikoagulan kuat lainnya, tetapi kadarnya dalam darah normalnyaa rendah, sehingga hanya dalam kondisi fisiologis khusus saja.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi FibrinolisisKetika tubuh terluka dan cedera menyebabkan pendarahan, sangat penting bahwa tubuh mampu untuk membendung aliran darah. Hanya jika pendarahan dihentikan, tubuh akan mampu bertahan dan itulah sebabnya koagulasi adalah proses penting dalam hemostasis, yang tidak lain adalah koagulasi diikuti dengan melarutkan gumpalan darah dan kemudian memperbaiki jaringan yang terluka. Setelah dipulihkan dan jaringan diperbaiki, bekuan darah atau trombus harus disingkirkan dari jaringan yang cedera. Hal ini dicapai dengan jalur fibrinolisis.Ada sejumlah faktor yang dapat mempengaruhi fibrinolisis yaitu : a. UsiaProses fibrinolisis pada Anak dan dewasa lebih cepat daripada orang tua. Orang tua lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat mengganggu sintesis dari faktor pembekuan darah.

b. Merokok Rokok telah diketahui dapat meningkatkan risiko terkena arterial thrombosis, sekitar 40% rokok menyebabkan kematian yang berhubungan dengan penyakit cardiovascular. Sebagian besar penelitian yang focus pada efek selular dari merokok, menyimpulkan bahwa peningkatan risiko thrombosis pada perokok berkaitan dengan kerusakan oksidatif pada mitokondria miosit, meningkatnya proliferasi sel otot polos pembuluh darah, dan meningkatnya agregasi platelet. Menaikkan hematokrit dan viskositas darah .Beberapa penelitian yang meneliti efek rokok terhadap hemostasis melaporkan terdapatnya penurunan ekspresi dari tissue factor inhibitor pada sel endotel yg dipaparkan dengan serum dari perokok kronis, dan didaptkannya kadar fibrinogen yang lebih tinggi dalam plasma seorang perokok dibangdingkan dengan yang bukan perokok. Beberapa penelitian telah melakukan uji terhadap. efek akut dari rokok dalam hubungannya dengan pembekuan dsarah, namun peningkatan aktivitas tissue factor dalam sirkulasi, baru terlihat setelah pemaparan terhadap rokok dalam waktu singkat. Di dapatkan paparan terhadap rokok dapat meningkatkan protrombotik biomarker yang mungkin secara langsung dapat meningkatkan terjadinya thrombosis. (Arterioscler Thromb Vasc Biol, 2010 American Heart Association)Suatu penelitian meneliti efek langsung dari rokok terhadap thrombosis, dengan mengamati perubahan struktur dan dinamika pembekuan firbrin pada orang yang terpapar rokok secara akut .Pada dasarnya kadar fibrin dan platelet pada perokok dan bukan perokok adalah sama. Namun paparan akut terhadap rokok dalam waktu singkat dapat meningkatkan pembentukan fibrin dan pembekuan yang dapat diukur dengan thrombelastography. (Arterioscler Thromb Vasc Biol, 2010 American Heart Association)Peneliti beranggapan bahwa meningkatnya pembekuaan pada orang yang terpapar rokok dalam waktu singkat dikarenakan perubahan fungsi platelet dan perubahan struktur dari fibrin. Efek paparan akut dari rokok dinilai dengan mengamati platelet dalam plasma, dengan pemberian antagonis platelet, abciximab. Visual evidence menggunakan scanning electron microskopi memperlihatkan penurunan diameter fibrin dan peningkatkan densitas serat fibrin dalam bekuan dari platelet yang diisolasi setelah paparan akut dari rokok. Sayangnya penelitian ini tidak melihat efek dari fibrinolisi. (Arterioscler Thromb Vasc Biol, 2010 American Heart Association)Penelitian selanjutnya, memperlihatkan hubungan densitas fibrin dengan resistensinya terhadap fibrinolisis. Dan dia menyimpulkan perubahan dari sturktur bekuan fibrin karena paparan akut rokok, memainkan peranan penting terhadap etiologi bahwa rokok berhubungan dengna thrombosis. Oksidatif stress yang ditimbulkan akibat paparan rokok secara langsung memodifikasi fibrinogen sehingga mempengaruhi pembentukan dan strukturnya. Rokok menghasilkan radical bebas yang dapat menghambat regulasi antioksidan dalam tubuh. Stress oksidatif ini lah yang mempengaruhi struktur dari fibrin dan stabilitas plaque pada sindrom koroner akut. (Arterioscler Thromb Vasc Biol, 2010 American Heart Association)c. Stress oksidatif dan antioksidan Studi epidemiologi memperlihatkan peran antioksidan dalam pencegahan penyakit kardiovaskular. Kadar antioksidan dalam plasma berbanding terbalik dengan kejadian angina. Dan konsumsi antioksidan berbanding terbalik dengan kejadian penyakit jantung koroner. Karena proses oksidatif erat kaitannya dengan proses aterosklerosis, maka konsumsi antioksidan dianjurkan untuk pengobatan dan pencegahan kejadian koroner, meski beberapa penelitian menemukan efek negative dari konsumsi antioksidan seperti hubungannya dengan stroke hemoragig. (Oxidative Stress and Platelets, 2008 American Heart Association.)

Figure. The role of oxidative stress, antioxidants and reactive oxygen, and nitrogen species in plaque disruption and thrombus formation.Hubungan antioksidan dengan stroke hemoragik ini diduga karena efek inhibisi terhadapa platelet. Sementara stress oksidatif menyebabkan perubahan fungsi dari platelet, antioksidan meningkatkan efek antiplatelet oleh NO dari sel endotel dan platelet. Hal ini diasumsikan mengapa antioksidan dapat mengurangi kejadian sindrom koroner akut. (Oxidative Stress and Platelets, 2008 American Heart Association.)Dalam keadaan normal, aktivitas platelet dibatasi oleh produksi NO dan prostasiklin dari sel endotel, pada pembuluh darah yang mengalami aterosklerosis, proses ini dapat terganggu. Beberapa penyakit termasuk penyakit kardiovaskuler berhubungan dengan peningkatan stress oksidatif di dalam tubuh. Oksidatif stress ini menyebabkan penurunan kadar antioksidan di dalam tubuh, yang mendasari terjadinya penyakit kardiovaskular dan perubahan fungsi platelet. Dapat disimpulkan, meregulasi stress oksidatif, reactive oksigen, dan nitrogen species berperan penting dalam fungsi platelet dan thrombosis. (Oxidative Stress and Platelets, 2008 American Heart Association.)Jane E. Freedman. Oxidative Stress and Platelets. American Heart Association. Arterioscler Thromb Vasc Biol 2008;28;s11-s16.

d. Aktivitas fisikPengaruh aktivitas fisik terhadap keseimbangan hemostasis pertama kali diamati oleh John Hunter pada tahun 1794 dimana ia menemukan darah hewan yang tidak membeku setelah lari jarak jauh. 150 tahun kemudian dilakukan penelitian ilmuah oleh Bigss dkk pada tahun 1947 dimana ditemukan bahwa latihan fisik memacu aktivitas fibrinolisis darah. Darah akan mengalami hiperkoagulasi (lebih encer) setelah seseorang mengadakan aktivitas fisik. Ini disebabkan meningkatnya aktivitas 2 faktor yang dapat membuat darah lebih encer yaitu : koagulan faktor VIII dan APTT (Activated Partial Prothrombin Time). Untuk memacu hiperkoagulasi, faktor VIII harus meningkat banyak, sedangkan APTT harus mengalami pemendekan.Aktivitas visik dapat menyebabkan leukositosis, dan meningkatkan aktivitas leukosit, respons tersebut tidak dipengaruhi oleh thrombin inhibisi. Aktivitas fisik juga meningkatkan konjugasi platelet-leukosit tanpa stimulasi agonist. Peningkatan konjugasi platelet-leukosit selama aktivitas fisik dapat meningkatkan potensial efek protrombik dan proaterogenik. (Platelet Activity, Coagulation, and Fibrinolysis During Exercise, 2007 American Heart Association)

Pengaruh aliran darah dalam hal agregasi platelet dan pembentukan thrombus.Telah lama dipelajari bahwa factor kunci yang mengatur dinamika pembentukan thrombus adalah blood rheology, dimana terjadinya perubahan pada lingkungan hemodynamic local merupakan salah satu factor penting yang mengatur regulasi endapan platelet dan pertumbuhan thrombus. Platelet mempunyai kekhasan dalam kemampuannya utnuk tetap stabil dalam kondisinya berintaraksi dengan aliran darah yang tinggi, dan secara umum dapat dikatakan shear stress dapat meningkatkan deposisi platelet terhadapa permukaan trombogenik dan peningkatan permbentukan thrombus. (Journal of Thrombosis and Haemostasis, 2007)Pada arteri yang sehat, aliran darah mengalir dalam bentuk laminar, sehinga platelet pada dinding pembuluh darah terpapar pada hemodinamik yang stabil selama pembentukannya dalam respon hemostasis. Berdasarkan penemuan terakhir, dari system perfusi in vitro dan in vive thrombosis model, telah diamati 3 perbedaan shear berdasarkan mekanisme agregasi platelet : Low-intermediate shear (10.000s)Aliran darah seperti ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami penyempitan karena aterotrombosis, wall shear rate dapat meningkat secara dramatis, yaitu mencapai 40.000 s. Pada aliran seperti ini, agregasi platelet tidak membutuhkan platelet aktivasi atau fungsi adhesi dari integrin dan secara khusu diperantarai oleh ikatan adesi VWF-GIb. (Journal of Thrombosis and Haemostasis, 2007)

)Nigel Mackman, Rachel E. Tilley and Nigel S. Key. Role of the Extrinsic Pathway of Blood Coagulation in Hemostasis and Thrombosis. American Heart Association. Arterioscler Thromb Vasc Biol 2007;27;1687-1693.)

1.5 Pemeriksaan Hemostasis (pengambilan sampel, penyimpanan)1. Tes untuk menilai pembentuian homeostasis pluga. Rumple LeedPercobaan ini bermaksud menguji ketahanan dinding kapiler darah dengan cara mengenakan pembendungan pada vena, sehingga tekanan darah di dalam kapiler meningkat. Dinding kapiler yang kurang kuat akan menyebabkan darah keluar dan merembes ke dalam jaringan sekitarnya sehingga nampak titik-titik merah kecil pada permukaan kulit, titk itu disebut dengan petekia.Untuk melakukan percobaan ini mula-mula dilakukan pembendungan pada lengan atas dengan memasang tensimeter pada pertengahan antara tekanan sistolik dan tekanan diastolik. Tekanan itu dipertahankan selama 10 menit. Jika percobaan ini dilakukan sebagai lanjutan masa perdarahan, cukup dipertahankan selama 5 menit. Setelah waktunya tercapai bendungan dilepaskan dan ditunggu sampai tanda-tanda stasis darah lenyap. Kemudian diperiksa adanya petekia di kulit lengan bawah bagian voler, pada daerah garis tengah 5 cm kira-kira 4 cm dari lipat siku.Pada orang normal tidak atau tidak sama sekali didapatkan petekia. Hasil positif bila terdapat lebih dari 10 petekia. Seandainya di daerah tersebut tidak ada petekia tetapi jauh di distal ada, hasil percobaan ini positif juga. Jika pada waktu dilakukan pemeriksaan masa perdarahan sudah terjadi petekie, berarti percobaan pembendungan sudah positif hasilnya dan tidak perlu dilakukan sendiri. Pada penderita yang telah terjadi purpura secara spontan, percobaan ini juga tidak perlu dilakukan.Walaupun percobaan pembendungan ini dimaksudkan unntuk mmengukur ketahanan kapiler, hasil tes ini ikut dipengaruhi juga oleh jumlah dan fungsi trombosit. Trombositopenia sendiri dapat menyebabkan percobaan ini barhasil positif.

b. Bleeding timePemeriksaan ini bertujuan untuk menilai kemampuan vascular dan trombosit untuk menghentikan perdarahan. Prinsip pemeriksaan ini adalah menentukan lamanya perdarahan pada luka yang mengenai kapiler. Terdapat 2 macam cara yaitu cara Ivy dan Duke. Pada cara Ivy, mula-mula dipasang tensimeter dengan tekanan 40 mmHg pada lengan atas. Setalah dilakukan tindakan antisepsis dengan kapas alkohol, kulit lengan bawah bagian voler diregangkan lalu dilakukan tusukan denagn lancet sedalam 3mm. Stopwatch dijalankan waktu darah keluar. Setiap 30 detik darah dihisap dengan kertas saring. Setelah darah tidak keluar lagi, stopwatch dihentikan. Nilai normal berkisar antara 1-6 menit. Pada cara duke, mula-mula dilakukan tindakan antisepsis pada anak daun telinga. Dengan lancet, dilakukan tususkan pada tepi anak daun telinga. Stopwatch dijalankan waktu darah keluar. Setiap 30 detik, darah dapat dihisap dengan kertas saring. Setelah darah tidak keluar lagi, stopwatch dihentikan. Nilai normal berkiasar antara 1-3 menit. Cara Duke sebaiknya dipakai untuk bayi dan anak kecil dimana sukar atau tidak mungkin dilakukan pembendungan. Pemeriksaan masa perdarahan merupakan suatu tes yang kurang memuaskan karena tidak dapat dilakukan standarisasi tusukan baik mengenai dalamnya, panjangnya, lokalisasinya maupun arahnya sehingga korelasi antara hasil tes ini dan keadaan klinik tidak begitu baik. Perbedaan suhu kulit juga dapat mempengaruhi hasil tes ini. Pada pemeriksaan ini tusukan harus cukup dalam, sehingga salah satu bercak darah pada kertas saring mempunyai diameter 5 mm atau lebih. Masa perdarahan yang kurang dari 1 menit juga disebabkan tusukan yang kurang dalam. Dalam hal seperti ini, percobaan dianggap batal dan perlu diulang.Hasil pemeriksaan menurut cara Ivy lebih dapat dipercaya daripada cara Duke, karena pada cara Duke tidak dilakukan pembendungan sehingga mekanisme hemostatis kurang dapat dinilai. Apabila pada cara Ivy perdarahan berlangsung lebih dari 10 menit dan hal ini diduga karena tertusuknya vena, perlu dilakukan pemeriksaan ulang pada lengan yang lain. Kalau hasilnya tetap lebih dari 10 menit, hal ini membuktikan adanya suatu kelainan dalam mekanisme hemostatis. Tindakan selanjutnya adalah mencari letak kelainan hemostatis dengan mengerjakan pemeriksaan-pemeriksaan lain.

c. Hitung trombosit Hitung trombosit dapat dilakukan dengan cara langsung dan tak langsung. Cara langsung dapat dilakukan dengan cara manual, semi otomatik, dan otomatik. Pada cara manual, mula-mula darah diencerkan dengan larutan pengencer lalu diidikan ke dalam kamar hitung dan jumlah trombosit dihitung dibawah mikroskop. Untuk larutan pengencer yang dipakai larutan Rees Ecker atau larutan amonium oksalat 1%. Cara manula mempunyai ketelitian dan ketepatan yang kurang baik, karena trombosit kecil sekali sehingga sukar dibedakan dari kotoran kecil. Lagi pula trombosit mudah pecah dan cenderung saling melekat membentuk gumpalan serta mudah melekat pada permukaan asing. Oleh karena itu alat-alat yang dipakai harus betul-betul bersih dan larutan pengencer harus disaring terlebih dahulu. Sebagai bahan pemeriksaan d ipakai darah dengan anticoagulant sodium ethylendiamine tetraacetate yang masih dalam batas waktu yang diijinkan artinya tidak lebih dari 3 jam setelah pengambilan darah. Pada cara semi otomatik dan otomatik dipakai alat electronic particle counter sehingga ketelitiannya lebih baik daripada cara manual. Akan tetapi cara ini masih mempunyai kelemahan, karena trombosit yang besar (giant trombocyte) atau beberapa trombosit yang menggumpal tidak ikut terhitung, sehingga jumlah trombosit yang dihitung menjadi lebih rendah. Pada cara tak langsung, jumlah trombosit pada sediaan hapus dibandingkan jumlah trombosit dengan jumlah eritrosit kemudian jumlah mutlaknya dapat diperhitungkan dari jumlah mutlak eritrosit. Karena sukarnya dihitung, penilaian semi kuantitatif tentang jumlah trombosit dalam sediaan hapus darah sangat besar artinya sebagai pemeriksaan penyaringan. Pada sediaan hapus darah tepi, selain dapat dilakukan penilaian semi kuantitatif, juga dapat diperiksa morfologi trombosit serta kelainan hematologi lain. Bila sediaan hapus dibuat langsung dari darah tanpa antikoagulan, maka trombosit cenderung membentuk gumpalan. Jika berarti membentuk gumpalan berarti tedapat gangguan fungsi trombosit.Dalam keadaan normal jumlah trombosit sangat dipengaruhi oleh cara menghitungnya dan berkisar antar 150.000 400.000 per l darah. Pada umumnya, jika morfologi dan fungsi trombosit normal, perdarahan tidak terjadi jika jumlah lebih dari 100.00/l. Jika fungsi trombosit normal, pasien dengan jumlah trombosit diatas 50.000/l tidak mengalami perdarahan kecualai terjadi trauma atau operasi. Jumlah trombosit kurang dari 50.000/l digolongkan trombositopenia berat dan perdarahan spontan akan terjadi jika jumlah trombosit kurang dari 20.000/l.

2. Tes untuk menilai pembentukan thrombina. APTTPemeriksaan ini digunakan untuk menguji pembekuan darah melaui jalur intrinsik dan jalur bersama yaitu faktor pembekuan XII, prekalikrein, kininogen, XI, IX, VIII, X, V, protombin dan fibrinogen. Prinsip pemeriksaan ini adalah mengukur lamanya terbentuk bekuan bila ke dalam plasma ditambahkan reagens tromboplastin parsial dan aktivator serta ion kalsium pada suhu 370C. Reagen tromboplastin parsial adalah fosfolipid sebagai pengganti platelet factor 3. Nilai normal tergantung dari reagens, cara pemeriksaan dan alat yang dipakai. Juga dianjurkan agar tiap laboratorium menentukan nilai normalnya sendiri. Hasilnya memanjang bila terdapat kekurangan faktor pembekuan dijalur intrinsik dan bersama atau bila terdapat inhibitor. Sama seperti PT, untuk membedakan hal ini dilakukan pemeriksaan ulang terhadap campuran plasma penderita dan plasma kontrol dengan perbandinagn 1:1. Bila hasilnya tetap memanjang, berarti ada inhibitor. Pada hemofilia A maupun hemofilia B, APTT akan memanjang, tetapi pemeriksaan ini tidak dapat membedakan kedua kelainan tersebut. Pemeriksaan ini juga dipakai untuk memnatau pemberian heparin. Dosis heparin diatur sampai APTT mencapai 1,5-2,5 kali nilai kontrol.

b. PTPemeriksaan ini digunakan untuk menguji pembekuan darah melalui jalur ekstrinsik dan jalur bersama yaitu faktor pembekuan VII, X, V, protrombin dan fibrinogen. Selain itu juga dapat dipakai untuk memantau efek antikoagulan oral karena golongan obat tersebut menghambat pembentukan faktor pembekuan protrombin, VII, IX, dan X. Prinsip pemeriksaan ini adalah mengukur lamanya terbentuk bekuan bila ke dalam plasma yang diinkubasi pada suhu 37C, ditambahkan reagens tromboplastin jaringan dan ion kalsium. Hasil pemeriksaan ini dipengaruhi oleh kepekaan tromboplastin yangh dipakai oleh teknik pemeriksaan. Karena itu pemeriksaan ini harus dilakukan duplo dan disertai kontrol dengan plasma normal. Nilai normal tergantung dari reagen, cara pemeriksaan dan alat, dan alat yang digunakan. Sebaiknya tiap laboratorium mempunyai nilai normal yang ditetapkan sendiri dan berlaku untuk laboratorium tersebut. Jika hasil PT memanjang maka penyebabnya mungkin kekurangan faktor-faktor pembekuan di jalur ekstrinsik dan bersama atau adnya inhibitor. Untuk membedakan hal ini, pemeriksaan diulang sekali lagi dengan menggunakan campuran plasma penderita dan plasma kiontrol dengan perbandingan 1:1. Bila ada inhibitor, masa protombin plasma tetap memanjang. Selain dilaporkan dalam detik, hasil PT juga dilaporkan dalam rasio, aktivitas protombin dan indeks. Rasio yaitu perbandingan antara PT penderita dengan PT kontrol. Aktivitas protombin dapat ditentukan dengan menentukan dengan menggunakan kurva standart dan dinyatakan dalam %. Pemeriksaan PT juga sering dipakai untuk memantau efek pemberian antikoagulan oral. Pemberian kepekaan reagen tromboplastin yang dipakai dan perbedaan cara pelaporan menimbulkan kesulitan bila pemantauan dikerjakan di laboratorium yang berbeda-beda. Untuk mengatasi masalah tersebut ICTH (International Comittee on Thrombosis and Haemostasis) dan ICSH (International Comitte for Standardization in Haematology) menganjurkan agar tromboplastin jaringan yang akan digunakan harus dikalibrasi terlebih dahulu terhadap tromboplastin rujukan untuk mendapatkan ISI (International Sensitivity Index). Juga dianjurkan agar hasil pemeriksaan PT dilaporkansecara seragam dengan menggunakan INR (International Normalized Ratio), yaitu rasio yang dipangkatkan dengan ISI dari reagens tromboplastin yang digunakan.

3. Tes untuk menilai reaksi Thrombina. TT Pemeriksaan ini digunakan untuk menguji perubahan fibrinogen menjadi fibrin. Prinsip pemeriksaan ini adalah mengukur lamanya terbentuk bekuan pada suhu 37C bila ke dalam plasma ditambahkan reagens thrombin. Nilai normal tergantung dari kadar thrombin yang dipakai. Hasil TT dipengaruhi oleh kadar dan fungsi fibrinogen serta ada tidaknya inhibitor. Hasilnya memanjang bila kadar fibrinogen kurang dari 100 mg/dl atau fungsi fibrinogen abnormal atau bila terdapat inhibitor thrombin seperti heparin atau FDP (Fibrinogen degradation product). Bila TT memanjang, pemeriksaan diulang sekali lagi dengan menggunakan campuran plasma penderita dan plasma control dengan perbandingan 1:1 untuk mengetahui adanya tidaknya inhibitor. Untuk membedakan apakah TT yang memanjang karena adanya heparin, fibrinogen abnormal atau FDP, dilakukan pemeriksaan masa reptilase. Reptilase berasal dari bisa ular Aneistrodon Rhodostoma. Apabila TT yang memanjang disebabkan oleh heparin maka masa reptilase akan memberikan hasil normal, sedangkan fibrinogen abnormal atau FDP akan menyebabkan masa reptilase memanjang.

b. Stabilitas bekuan darah dalam salin fisiologik dam 5 M UreaPemeriksaan Penyaring Untuk Faktor XIII Pemeriksaan ini dimasukkan dalam pemeriksaan penyaring, karena baik PT, APTT, maupun TT tidak menguji factor XIII, sehingga adanya defisiensi F XIII tidak dapat di deteksi dengan PT, APTT, maupun TT.Pemeriksaan ini digunakan untuk menilai kemampuan factor XIII dalam menstabilkan fibrin. Prinsipnya F XIII mengubah fibrin soluble menjadi fibrin stabil karena terbentuknya ikatan cross link. Bila tidak ada F XIII, ikatan dalam molekul fibrin akan dihancurkan oleh urea 5M atau monokhlorasetat 1%. Cara pemeriksaannya adalah dengan memasukkan bekuan fibrin ke dalam larutan urea 5M atau asam monokhloroasetat 1%, kemudian setelah 24 jam stabilitas bekuan dinilai. Bila factor XIII cukup, setelah 24 jam bekuan fibrin tetap stabil dalam larutan urea 5M. jika terdapat defisiensi factor XIII bekuan akan larut kembali dalam waktu 2-3 jam.

4. Tes khususa. Tes faal trombositb. Tes Ristocetinc. Pengukuran faktor spesifik (faktor pembekuan)d. Pengukuran alpha-2 antiplasmin

Hal - hal yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan Hemostasis1. AntikoagulanUntuk pemeriksaan koagulasi antikoagulan yang dipakai adalah natrium sitrat 0,109 M dengan perbandingan 9 bagian darah dan 1 bagian natrium sitrat.Untuk hitung trombosit antikoagulan yang dipakai adalah Na2EDTA.Jika dipakai darah kapiler, maka tetes darah pertama harus dibuang.2. PenampungUntuk mencegah terjadinya aktivasi factor pembekuan, dianjurkan memakai penampung dari plastic atau gelas yang telah dilapisi silicon.3. Semprit dan JarumDianjurkan memakai semprit plastic dan jarum yang cukup besar. Paling kecil nomor 20.4. Cara pengambilan darahPada waktu pengambilan darah, harus dihindari masuknya tromboplastin jaringan. Yang dianjurkan adalah pengambilan darah dengan memakai 2 semprit. Setelah darah dihisap dengan semprit pertama, tanpa mencabut jarum, semprit pertama dilepas lalu pasang semprit kedua. Darah semprit pertama tidak dipakai untuk pemeriksaan koagulasi, sebab dikhawatirkan sudah tercemar oleh tromboplastin jaringan.5. KontrolSetiap kali mengerjakan pemeriksaan koagulasi, sebaiknya diperiksa juga satu kontrol normal dan satu kontrol abnormal. Selain tersedia secara komersial, kontrol normal juga dapat dibuat sendiri dengan mencampurkan plasma yang berasal dari 10 sampai 20 orang sehat, yang terdiri atas pria dan wanita yang tidak memakai kontrasepsi hormonal. Plasma yang dipakai sebagai kontrol tidak boleh ikterik, lipemik, maupun hemolisis.6. Penyimpangan dan pegiriman bahan Pemeriksaan koagulasi sebaiknya segara dikerjakan, karena beberapa faktor pembekuan bersifat labil. Bila tidak dapat diselesaikan dalam waktu 4 jam setelah pengambilan darah, plasma disimpan dalam tempat plastik tertutup dan dalam keadaan beku. Untuk pemeriksaan APTT dan assay faktor VIII atau IX, bahan yang dikirim adalah plasma citrat dalam tempat plastik bertutup dan diberi pendingin, tetapi untuk PT dan agregasi trombosit jangan diberi pendingin karena suhu dingin dapat mengaktifkan F VII tetapi menghambat agregasi trombosit.Beberapa inhibitor penting dalam sistem koagulasi1. ATIII merupakan inhibitor kaogulasi fisiologik yang kuat , terdiri atas glikoprotein yang disintesis oleh hepar. ATIII menghambat aktivasi aktivitas trombin (IIa) , F.Xa , dan dalam tingkatan yang lebih tendah juga menghambat IXa , XIa , XIIa , dan kalikrein .2. Protein C merupakan zimogen , disintesa di hepar , tergantung vitamin K. Protein C diaktifkan oleh trombin bersama dengan ion kalsium dan trombomodulin yang terletak di permukaan sel endotel. Pca selanjutnya akan menghambat faktor Va dan F. VIII ; C . Aktivitas ini memerlukan permukaan fosolipid , ion kalsium , dan sangat ditingkatkan oleh protein S .3. Protein S juga disintesa di hepar , tergantung vitamin K. Protein S dalam sirkulasi berfungsi sebagai kofaktor protein C .

Gangguan hemostasis karena faktor vaskular :Kelainan ini dapat dibagi menjadi :1. Herediter = hereditary hemorrhagic teleaiectasia2. Didapata. Purpura simpleksb. Purpura senilisc. Purpura alergikd. Purpura karena infeksie. Purpura scurvyf. Purpura karena steroid Gangguan hemostasis karena kelaianan trombosit :1. Trombositolpenia adalah penurunan jumlah trombosit2. Trombopati ialah kelainan fungsi trombosit

Gangguan faal trombosit :1. Trombopati herediter terdiri atas :a. Platelet pool storage diseaseb. Thromboasthemia Glanzmannc. Sindrom bernard souldierd. Penyakit von willebrand2. Bentuk didapata. Akibat terapi aspirin yang mengakibatkan gangguan sintesis tromboxane A2 sehingga mencegah agregasi trombositb. Hiperglobulinemia , seperti pada mieloma multiple dan makroglobulinemia waldenstorm , dimana paraprotein akan menyelimuti trombosit yang akan menganggu faal trombosit.c. Kelainan mieloproliferatived. Gagal ginjal kronike. Penyakit hati menahun Gangguan koagulasi herediter :a. Hemofilia A disebabkan oleh defisiensi F.VIIIb. Hemofilia B disebabkan oleh F.IX

Bakta, I Made,Prof.,Dr. 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : EGC. Halaman 238-239Setiabudi, Rahajuningsih D. 2009. Hemostasis dan Trombosis. Jakarta : FKUI. Halaman 23-32

LI 2. Memahami dan menjelaskan Hemofilia2.1 Definisi HemofiliaHemofilia adalah gangguan pembekuan darah akibat kekurangan faktor pembeku darah yang diturunkan secara sex linked ressesive karena kerusakan kromosom X. Darah pada penderita hemofilia tidak dapat membeku dengan sendirinya secara normal, akan terus mengalir bila penderita terluka. Proses pembekuan darah berjalan amat lambat, tak seperti mereka yang normal. Normalnya ada 13 faktor pembekuan darah, penderita hemofilia kekurangan faktor VIII dan IX. Hemofilia terbagi atas dua jenis, yaitu: Hemofilia A: (Hemofilia klasik)adalah defisiensi faktor pembekuan herediter yang paling banyak ditemukan. Defeknya adalah tidak ada atau renahnya kadar faktor VII plasma. Sekitar separuh dari pasien tersebut mengalami mutasu missense atau frameshit atau delesi faktor VIII. Mutasi ini menyebabkan bentuk klinis Hemofilia A yang berat. Hemofilia B: Christmas Disease; karena di temukan untuk pertama kalinya pada seorang bernama Steven Christmas asal Kanada, disebabkan karena kekurangan faktor IX yang meneyebabkan masalah pada proses pembekuan darah.

2.2 Etiologi HemofiliaEtiologi hemofilia dibedakan berdasarkan jenis hemofilia. Hemofilia A disebabkan oleh mutasi gen faktor VIII/ invers gen 28q kromosom X dan hemofilia B disebabkan oleh mutasi gen faktor IX pada gen 27 kromosom X. Hemofilia dimulai dari mutasi gen faktor VIII atau gen faktor IX pada kromosom X. Mutasi menyebabkan terjadi defisiensi atau tidak adanya faktor pembekuan plasma dalam tubuh seseorang, akibatnya ketika penderita mengalami luka maka pembekuan darah tidak normal.Hemofilia termasuk penyakit resesif terkait X oleh karena itu semua anak perempuan dari laki-laki yang menderita hemofilia adalah karier penyakit dan anak laki-laki tidak kena .anak laki-laki dari perempuan yang karier memilki 50% kemungkinan untuk penyakit hemofilia .terjadi homozigot pada wanita dengan hemofilia (ayah hemofilia,ibu karier),tetapi keadaan ini sangat jarang terjadi,kira 33% pasien tidak memilki riwayat keluarga dan mungkin akibat mutasi spontan.

2.3 Epidemiologi HemofiliaHemofilia tersebar di seluruh ras di dunia dengan prevalensi sekitar 1 dalam 10 000 penduduk untuk hemofilia A dan 1 dalam 50 000 penduduk untuk hemofilia B.Berdasarkan survei yang dilakukan oleh World Federation of Hemophilia (WFH) pada tahun 2010, terdapat 257 182 penderita kelainan perdarahan di seluruh dunia, di antaranya dijumpai 125 049 penderita hemofilia A dan 25 160 penderita hemofilia B. Penderita hemofilia mencakup 63% seluruh penderita dengan kelainan perdarahan. Penyakit von Willebrand merupakan jenis kelainan perdarahan yang kedua terbanyak dalam survei ini setelah hemofilia yaitu sebesar 39.9%.Di Indonesia, berdasarkan survei tersebut di atas, terdapat 334 orang penderita hemofilia A, 48 orang penderita hemofilia B dan 1006 orang penderita hemofilia yang belum ditentukan jenisnya.Hemofilia A (defisiensi faktor pembekuan VIII) adalah bentuk paling umum dari gangguan, terjadi pada sekitar 1 di 5.000-10.000 kelahiran laki-laki. Hemofilia B (kekurangan faktor IX) terjadi pada sekitar 1 dari sekitar 20.000-34.000 kelahiran laki-laki. Kasus hemofilia A lebih sering dijumpai dibandingkan hemofilia B, yaitu berturut-turut mencapai 80-85 % dan 10-15% tanpa memandang ras,geografi dan keadaan sosial ekonomi. Mutasi gen spontan diperkirakan mencapai 20-30% yang terjadi pada pasien tanpa riwayat keluarga.

2.4 Klasifikasi HemofiliaDikenal 2 macam hemofilia yang diturunkan secara sex-linked rcessive yaitu: Hemofilia A (hemofilia klasik), akibat defisiensi atau disfungsi faktor pembekuan VIII (F VIIIc) dan mewakili 80% kasus. Hemofilia B (Christmas disease) akibat defisiensi atau disfungsi F IX (faktor Christmas) dan terdiri dari sekitar 20m% kasus. Hemofilia C merupakan penyakit perdarahan akibat kekurangan fakor XI yang diturunkan secara autosomal recessive pada kromosom 4q32q35. Faktor pembekuan fungsional XI. Hemofilia C tidak sepenuhnya resesif: individu heterozigot juga menunjukkan perdarahan meningkat.Legg mengklasifikasikan hemofilia berdasarkan kadar atau aktivitas faktor pembekuan (F VIII atau F IX) dalan plasma. Kadar faktor pembekuan normal sekitar 0.5-1.5 U/dl (50-150%), sedangkan pada: Hemofilia berat bila kadar faktor pembekuan 50 kg (dua kali semprot), dengan efek puncak terjadi setelah 60-90 menit. Pemberian DDAVP untuk pencegahan terhadap kejadian perdarahan sebaiknya dilakukan setiap 12-24 jam. Efek samping yang dapat terjadi berupa takikardia, flushing, trombosis (sangat jarang) dan hiponatremia. Juga bisa timbul angina pada pasien dengan PJK. Antifibrinolitik Preparat antifibrinolitik digunakan pada pasien hemofilia B untuk menstabilkan bekuan/fibrin dengan cara menghambat proses fibrinolisis.Hal ini ternyata sangat membantu dalam pengelolaan pasien hemofilia dengan perdarahan; terutama pada kasus perdarahan mukosa mulut akibat ekstraksi gigi karena saliva banyak mengandung enzim fibrinolitik. Epsilon aminocaproic acid (EACA) dapat diberikan secara oral maupun intravena dengan dosis awal 200 mg/kg BB, diikuti 100 mg/kg BB setiap 6 jam (maksimum 5 g setiap pemberian). Asam traneksamat diberikan dengan dosis 25 mg/kg BB (maksimum 1,5 g) secara oral, atau 10 mg/kg BB (maksimum 1g) secara intravena setiap 8 jam. Asam traneksamat juga dapat dilarutkan 10 % bagian dengan cairan parenteral, terutama salin normal. Terapi Gen Penelitian terapi gen dengan menggunakan vektor retrovirus, adenovirus dan adeno-asociated virus memberikan harapan baru bagi pasien hemofilia. Saat ini sedang intensif dilakukan penelitian invivo dengan memindahkan vektor adenovirus yang membawa gen antihemofilia ke dalam sel hati. Gen F VIII rlatif lebih sulit dibandingkan gen F IX, karena ukurannya (9 kb) lebih besar; namun khir tahun 1998 para ahli berhasil memindahkan plasmid-based factor VIII secara ex vivo ke fibroblas.

2.11 Pencegahan Hemofilia Anak-anak harus diimunisasi, tetapi harus diberikan suntikan di bawah kulit bukan ke otot-otot untuk mencegah perdarahan. Anak-anak juga harus diajarkan untuk membersihkan gigi mereka secara teratur dan mengunjungi dokter gigi untuk mencegah kerusakan gigi dan penyakit gus Menghindari aktivitas yang beresiko menyebabkan pendarahan, baik luar maupun dalam, seperti benturan. Termasuk di dalamnya olah raga keras seperti sepak bola. Namun demikian, olah raga ringan resiko, seperti renang sangat dianjurkan untuk melatih otot. Otot yang kuat dapat melindungi penderita hemofilia dari pendarahan spontan dan kerusakan sendi. Pengujian genetik dan konseling genetik disarankan untuk keluarga dengan hemofilia. Pemeriksaan pranatal, seperti amniosentesis, tersedia untuk wanita hamil yang mungkin menjadi pembawa kondisi. Menghindari mengkonsumsi obat-obatan yang mempengaruhi kerja trombosit yangberfungsi membentuk sumbatan pada pembuluh darah, seperti asam salisilat, obat antiradang jenis nonsteroid,ataupun pengencer darah seperti heparin. Kenakan tanda khusus seperti gelang atau kalung yang menandakan bahwa ia menderita hemofilia. Hal ini penting dilakukan agar ketika terjadi kecelakaan atau kondisi darurat lainnya, personel medis dapat menentukan pertolongan khusus(http://www.news-medical.net/health/Haemophilia-Genetics %28Indonesian%29.aspx)

2.12 Prognosis HemofiliaBaik dengan penganganan yang tepat, apa bila dalakuan terapi yang sesaui dan dengan pengobatan yang pas, maka si pasien dapat bertahan hidup cukup lama, tetapi dengan catatan si pasien harus melakukan pengobtan terus menerus, seperti tersedianya fasilitas seperti darah segar, kriopresipitat dan factor VIII menyebabkan prognosis hemofila menjadi baik.Saat pengobatan, cepat dan sangat memadai dapat mengurangi risiko pendarahan yang mengancam jiwa dan tingkat keparahan kerusakan jangka panjang untuk sendi, tetapi kerusakan sendi tetap menjadi komplikasi kronis hemophilia.Apabila keterlambatan penangan terhadap hemofilia ini dapat menyebabkan prognosisnya menjadi buruk dan bahkan kematian bagi sang penderita. Kemajuan dalam tatalaksana dapat meningkatkan kualitas hidup pasien hemofilia, namun prognosis akan menjadi buruk bila terjadi perdarahan intrakranial spontan atau postrauma, perdarahan retroperitoneal dan retrofaringeal. Prognosis juga buruk pada pasien yang terinfeksi hepatitis B, C dan HIV lewat terapi.