mandiri hemato sk 1

30
ZAHRA FARAS SUKMA (1102014291) LI 1 MM ERITROPOESIS 1.1 Definisi Eritropoesis adalah proses pembuatan eritrosit (sel darah merah), pada janin dan bayi proses ini berlangsung di limfa dan sumsum tulang, tetapi pada orang dewasa terbatas hanya pada sumsum tulang. 1.2 Mekanisme Sel darah berasal dari sel stem hemopoetik pluripoten yang berada pada sumsum tulang. Sel ini kemudian akan membentuk bermacam macam sel darah tepi. Asal sel yang akan terbentuk selanjutnya adalah sel stem commited, Sel ini akan dapat meghasilkan Unit pembentuk koloni eritrosit (CFU-E) dan Unit granulosit dan monosit (CFU-GM). Pada eritropoesis, CFU-E membentuk banyak sel Proeritroblas sesuai dengan rangsangan. Proeritroblas akan membelah berkali-kali menghasilkan banyak sel darah merah matur yaitu Basofil Eritroblas. Sel ini sedikit sekali mengumpulkan hemoglobin. Selanjutnya sel ini akan berdifferensiasi menjadi Retikulosit dengan sel yang sudah

Upload: zahra-faras-sukma

Post on 03-Dec-2015

73 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

z

TRANSCRIPT

Page 1: mandiri hemato sk 1

ZAHRA FARAS SUKMA (1102014291)

LI 1 MM ERITROPOESIS

1.1 Definisi

Eritropoesis adalah proses pembuatan eritrosit (sel darah merah), pada janin dan bayi proses ini berlangsung di limfa dan sumsum tulang, tetapi pada orang dewasa terbatas hanya pada sumsum tulang.

1.2 Mekanisme

Sel darah berasal dari sel stem hemopoetik pluripoten yang berada pada sumsum tulang. Sel ini kemudian akan membentuk bermacam macam sel darah tepi. Asal sel yang akan terbentuk selanjutnya adalah sel stem commited, Sel ini akan dapat meghasilkan Unit pembentuk koloni eritrosit (CFU-E) dan Unit granulosit dan monosit (CFU-GM).

Pada eritropoesis, CFU-E membentuk banyak sel Proeritroblas sesuai dengan rangsangan. Proeritroblas akan membelah berkali-kali menghasilkan banyak sel darah merah matur yaitu Basofil Eritroblas. Sel ini sedikit sekali mengumpulkan hemoglobin. Selanjutnya sel ini akan berdifferensiasi menjadi Retikulosit dengan sel yang sudah dipenuhi dengan hemoglobin. Retikulosit masih mengandung sedikit bahan basofilik. Bahan basofilik ini akan menghilang dalam waktu 1-2 hari dan menjadi eritrosit matur.

1. RubriblastRubriblast disebut juga pronormoblast atau proeritroblast, merupakan sel termuda dalam sel eritrosit. Sel ini berinti bulat dengan beberapa anak inti dan kromatin yang halus. Ukuran sel rubriblast bervariasi 18-25 mikron. Dalam keadaan normal jumlah rubriblast dalam sumsum tulang adalah kurang dari 1 % dari seluruh jumlah sel berinti.

2. ProrubrisitProrubrisit disebut juga normoblast basofilik atau eritroblast basofilik.

Page 2: mandiri hemato sk 1

Ukuran lebih kecil dari rubriblast. Jumlahnya dalam keadaan normal 1-4 % dari seluruh sel berinti.

3. RubrisitRubrisit disebut juga normoblast polikromatik atau eritroblast polikromatik. Inti sel ini mengandung kromatin yang kasar dan menebal secara tidak teratur, di beberapa tempat tampak daerah-daerah piknotik. Pada sel ini sudah tidak terdapat lagi anak inti, inti sel lebih kecil daripada prorubrisit tetapi sitoplasmanya lebih banyak, mengandung warna biru karena asam ribonukleat (ribonucleic acid-RNA) dan merah karena hemoglobin. Jumlah sel ini dalam sumsum tulang orang dewasa normal adalah 10-20 %.

4. MetarubrisitSel ini disebut juga normoblast ortokromatik atau eritroblast ortokromatik. Ini sel ini kecil padat dengan struktur kromatin yang menggumpal. Sitoplasma telah mengandung lebih banyak hemoglobin sehingga warnanya merah walaupun masih ada sisa-sisa warna biru dari RNA. Jumlahnya dalah keadaan normal adalah 5-10%

5. RetikulositPada proses maturasi eritrosit, setelah pembentukan hemoglobin dan penglepasan inti sel, masih diperlukan beberapa hari lagi untuk melepaskan sisa-sisa RNA. Sebagian proses ini berlangsung di dalam sumsum tulang dan sebagian lagi dalam darah tepi. Setelah dilepaskan dari sumsum tulang sel normal akan beredar sebagai retikulosit selama 1-2 hari. Dalam darah normal terdapat 0,5 – 2,5% retikulosit.

6. EritrositEritrosit normal merupakan sel berbentuk cakram bikonkaf dengan ukuran diameter 7-8 mikron dan tebal 1,5- 2,5 mikron. Bagian tengan sel ini lebih tipis daripada bagian tepi. Dengan pewarnaan Wright, eritrosit akan berwarna kemerah-merahan karena mengandung hemoglobin. Umur eritrosit adalah sekitar 120 hari dan akan dihancurkan bila mencapai umurnya oleh limpa.

Eritrosit hidup dan beredar dalam darah tepi (life span) rata-rata selama 120 hari. Setelah 120 hari eritrosit mengalami proses penuaan kemudian dikeluarkan dari sirkulasi oleh sistem RES. Apabila destruksi eritrosit terjadi sebelumnya maka proses ini disebut sebagai Hemolisis.

1.3 faktor yang mempengaruhi mekanisme pembentukan

Proses pembentukan eritrosit (eritropoiesis) memerlukan:1. Sel induk : CFU-E, BFU-E, Normoblast2. Bahan pembentuk eritrosit : besi, vitamin B12, asam folat, protein, dll.3. Mekanisme regulasi: faktor pertumbuhan hemapoietik dan hormon eritropotein

Besi : untuk produksi heme, dan kira-kira 65% dari besi tubuh ada di dalam hemoglobin.

Vitamin B12 (sianokobalamin) : untuk sintesis molekul asam deoksiribonukleat (DNA) dalam pembentukan sel darah merah.

Asam folat : untuk sintesis DNA dan meningkatkan pematangan sel darah merah. Vitamin C

Page 3: mandiri hemato sk 1

Tembaga : katalis dalam pembentukan hemoglobin dan dlam cara ini membantu untuk membuat sel darah merah.

Kobalt : mineral dan molekul vitamin B12

1.4 morfologi, sifat fisik, fungsi, jumlah normal

Eritrosit berbentuk seperti piringan yang bikonkaf dengan cekungan di bagian tengahnya. Eritrosit mempunyai garis tengah 8 µm, ketebalan 2 µm di tepi luar, dan ketebalan 1 µm di bagian tengah. Bentuk eritrosit yang bikonkaf menghasilkan luas permukaan yang lebih besar untuk difusi O2 menembus membran dibandingkan dengan bentuk sel bulat dengan volume yang sama. Tipisnya sel memungkinkan O2 cepat berdifusi antara bagian paling dalam sel dan eksterior sel. (Sherwood, 2011)

Membran eritrosit juga sangat lentur sehingga eritrosit dapat mengalami deformitas secara luar biasa sewaktu mengalir satu per satu melewati celah kapiler yang sempit dan berkelok-kelok. Dengan kelenturan membran tersebut, eritrosit dapat menyalurkan O2 di tingkat jaringan tanpa pecah selama proses tersebut berlangsung. Ciri anatomik terpenting yang memungkin eritrosit mengangkut oksigen adalah adanya hemoglobin di dalamnya. (Sherwood, 2011)

Eritrosit memiliki enzim penting yang tidak dapat diperbarui, yaitu enzim glikolitik dan enzim karbonat anhidrase. Enzim glikolitik berperan dalam menghasilkan energi yang dibutuhkan untuk mekanisme transpor aktif yang berperan dalam mempertahankan konsentrasi ion yang sesuai di dalam sel. Enzim karbonat anhidrase berperan dalam transpor CO2. Enzim ini dapat mengubah CO2 yang dihasilkan dari proses metabolisme tubuh menjadi ion bikarbonat (HCO3

-), yaitu bentuk utama pengangkutan CO2 dalam darah. Eritrosit memperoleh energi dari hasil proses glikolisis karena eritrosit tidak memiliki mitokondria.

(Sherwood, 2011)

Page 4: mandiri hemato sk 1

1. Rubriblast : Sel besar ( 15-30 µm) Inti : besar, bulat, warna merah, kromatin halus Nukleoli : 2-3 buah Sitoplasma : biru tua, sedikit halo di sekitar inti

2. Prorubrisit : Lebih kecil dari rubriblast Inti: bulat, kromatin mulai kasar Nukleoli (-) Sitoplasma: biru, lebih pucat

3. Rubrisit : Lebih kecil dari prorubrisit Inti: lebih kecil dari prorubrisit, bulat, kromatin kasar dan

menggumpal Sitoplasma: pembentukan Hb (+)

4. Metarubrisit : Lebih kecil dari rubrisit Inti: bulat, kecil, kromatin padat, warna biru gelap Sitoplasma: merah kebiruan

5. Eritrosit polikromatik : Masih ada sisa-sisa kromatin inti Sitoplasmawarna violet / kemerahan / sedikit biru Fase ini disetarakan dengan retikulosit

6. Eritrosit : Ukuran 6-8 µm Sitoplasma kemerahan Bagian tengah pucat, karena bentuk bikonkaf Bentuk bulat, tepi rata

Morfologi eritrositEritrosit normal berbentuk lempeng bikonkaf dengan diameter ± 7,8 μm, dengan

ketebalan pada bagian yang paling tebal 2,5 μm dan .Normalnya bagian tengah eritrosit tidak melebihi 1/3 diameternya, dan disebut eritrosit normokhromatik.

o Jika bagian tengah (pucat) melebar dan bagian pinggir eritrosit itu kurang terwarna, sel ini disebut eritrosit hipokhromatik

o Jika bagian tengah (pucat) menyempit, sel ini disebut eritrosit hiperkhromatik.

Page 5: mandiri hemato sk 1

Bersifat elastis, sehingga mampu merubah bentuk untuk dapat masuk ke dalam kapiler-kapiler yang memiliki diameter kecil.

Setiap eritrosit diliputi oleh membran plasma (lipoprotein) Dibawahnya terdapat cystokel yang terdiri dari 2 lapisan :

o Jala granular vertikalo Filamentosa horisontal

Jala-jala terutama tersusun oleh protein kontraktil “spektrin”o Memelihara bikonkafo Efisiensi pengaliran O2 dan CO2

Umur sel eritrosit ±120 hari Volume eritrosit adalah 90 - 95 μm3.Jumlah eritrosit normal pada pria 4,6 - 6,2

juta/μL dan pada wanita 4,2 -5,4 juta/μL.

Fungsi sel darah merah:

Sel darah merah berfungsi mengedarkan O2 ke seluruh tubuh. Berfungsi dalam penentuan golongan darah. Eritrosit juga berperan dalam sistem kekebalan tubuh. Ketika sel darah merah mengalami

proses lisis oleh patogen atau bakteri, maka hemoglobin di dalam sel darah merah akan melepaskan radikal bebas yang akan menghancurkan dinding dan membran sel patogen, serta membunuhnya.

Eritrosit juga melepaskan senyawa S-nitrosothiol saat hemoglobin terdeoksigenasi, yang juga berfungsi untuk melebarkan pembuluh darah dan melancarkan arus darah supaya darah menuju ke daerah tubuh yang kekurangan oksigen.

1.5 kelainan, morfologi dan jumlah

Variasi Kelainan dari Besar Eritrosit

1. Makrositosis Keadaan dimana diameter rata-rata eritrosit > 8,5 mikron dengan tebal rata-rata 2,3 mikron. Ditemukan pada anemia megaloblastik, anemi pada kehamilan, anemi karena malnutrition.

2. Mikrositosis Keadaan dimana diameter rata-rata eritrosit < 7 mikron dengan tebal rata-rata 1,5-1,6 mikron. Ditemukan pada anemi defisiensi besi.

3. Anisositosis Keadaan dimana ukuran besarnya eritrosit bervariasi, jadi terdapat makro, normo, mikrosit, sedang bentuknya sama. Ditemukan pada anemi kronik yang berat.

Variasi Warna Eritrosit

1. Normokromia Keadaan dimana eritrosit dengan konsentrasi hemoglobin normal.

2. Hipokromia Keadaan dimana eritrosit dengan konsentrasi hemoglobin kurang dari normal.

3. Hiperkromia Keadaan dimana eritrosit dengan konsentrasi hemoglobin lebih dari normal.

Page 6: mandiri hemato sk 1

4. Polikromasia Keadaan beberapa warna pada eritrosit, misalnya: basofilik, asidofilik, ataupun polikromatofilik.

Variasi Bentuk Eritrosit

1. Echnosit : “Crenated Eritrosit “, misalnya eritrosit pada media hipertonik. Sferosit : Eritrosit dengan diameter < 6,5 mikron tetapi hiperkrom misalnya pada sferositosis.

2. Leptosit : Misalnya pada hemoglobinopati Ca atau E. 3. Sel target : Bull’s eyo cell ; misalnya pada thalassemia. 4. Ovalosit : Elliptosit, misalnya pada elliptositosis hereditaria. 5. Drepanosit : Sickle Cell, misalnya pada sickle cell anemi. 6. Sehistocyte : Helmet Cell merupakan pecahan eritrosit, misalnya pada anemi

hemolitika. 7. Stomatosit : misalnya pada thalassemia dan anemi pada penyakit hati yang menahun. 8. Tear drop cell : misalnya pada anemi megaloblastik. 9. Poikilositosis : keadaan dimana terdapat bermacam-macam bentuk eritrosit dalam

satu sediaan hapus, misalnya pada hemopoisis extramedularis. ( Dep Kes RI, 1989 )

LI 2 MM HB

2.1 Biosintesis

Page 7: mandiri hemato sk 1

Sintesis hemeSintesis heme merupakan proses yang kompleks yang melibatkan banyak langkah

enzimatik dan melibatkan 2 kompartemen, yaitu mitokondria dan sitosol. Sintesis heme terutama terjadi di dalam mitokondria. Proses ini diawali dengan kondensasi glisin dan succinyl-CoA yang kemudian diubah menjadi asam 5-aminolevulinik (ALA) oleh enzim asam δ-aminolevulinat (ALA) sintase. Kemudian, asam 5-aminolevulinik mengalami serangkaian reaksi pada sitoplasma sampai akhirnya menjadi Ko-proporfirinogen dan masuk kembali ke mitokondria dan menjadi protoprofirinogen. Kemudian, protoprofirinogen diubah menjadi protoporfirin dan bergabung dengan besi yang diangkut oleh transferin menjadi heme. Transferin mengangkut besi ke jaringan yang mempunyai reseptor transferin. (Hoffbrand, 2013) (www.themedicalbiochemistrypage.org/heme-porphyrin.html diakses pada 23 Oktober 2014)

Sintesis globinGlobin merupakan protein yang terbentuk dari asam-asam amino yang disintesis di

ribosom. Kelompok gen α-globin berada pada kromosom 16, sedangkan kelompok gen β-globin berada pada kromosom 11.

Katabolisme HbHemolisis ekstravaskuler

Page 8: mandiri hemato sk 1

MORFOLOGI HB

Molekul hemoglobin memiliki 2 bagian, yaitu heme dan globin. Globin merupakan protein yang terbentuk dari 4 rantai polipeptida, yaitu 2 rantai alfa dan 2 rantai beta yang sangat berlipat-lipat. Gugus heme merupakan 4 gugus non protein yang mengandung besi, dengan masing-masing gugus terikat dengan satu rantai polipeptida pada bagian globin. Masing-masing dari keempat atom besi dapat berikatan dengan secara reversibel dengan satu molekul O2. Karena kandungan besinya, hemoglobin tampak kemerahan jika berikatan dengan O2 dan berwarna keunguan jika mengalami deoksigenasi. (Sherwood, 2011)

2.2 peran zat besi dalam pembentukan Hb

Besi diserap dalam bentuk fero (Fe2+). Karena bersifat toksik di dalam tubuh, besi bebas biasanya terikat ke protein. Besi dapat diambil dari simpanan feritin, diangkut dalam darah sebagai transferin dan diserap oleh sel yang memerlukan besi melalui proses endositosis diperantarai oleh resptor (misalnya oleh retikulosit yang sedang membentuk hemoglobin). Apabila terjadi penyerapan besi berlebihan dari makanan, kelebihan tersebut disimpan sebagai hemosiderin, suatu bentuk feritin yang membentuk kompleks dengan besi tambahan yang tidak mudah dimobilisasi segera.

2.3 fungsi dan reaksi antara Oksigen dan Hb

Fungsi

Menurut Depkes RI, fungsi hemoglobin antara lain: 1. Mengatur pertukaran oksigen dengan karbondioksida di dalam jaringan-jaringan tubuh. 2. Mengambil oksigen dari paru-paru kemudian dibawa ke seluruh jaringan-jaringan tubuh

untuk dipakai sebagai bahan bakar. 3. Membawa karbondioksida dari jaringan-jaringan tubuh sebagai hasil metabolisme ke paru-

paru untuk di buang, untuk mengetahui apakah seseorang itu kekurangan darah atau tidak, dapat diketahui dengan pengukuran kadar hemoglobin. Penurunan kadar hemoglobin dari normal berarti kekurangan darah yang disebut anemia

(Nilai normal Hb pada berbagai umur dan jenis kelamin(WHO).Menkes RI 736 a/menkes/XI/1989)

Page 9: mandiri hemato sk 1

Bayi baru lahir : 16,5 +/- 3 g/Dl Bayi 3 bulan : 11,5 +/- 2 g/dL Anak usia 1 tahun : 12 +/- 1,5 g/dL Wanita tidak hamil : 14 +/- 2,5 g/dL Wanita hamil : 11 g/dL Ibu menyusui : 12 g/dL Wanita dewasa : 12 g/dL Pria dewasa : 13 g/dL

Reaksi

Hemoglobin berperan dalam memelihara fungsi transport oksigen dari paru-paru ke jaringan-jaringan. Sel darah merah dalam darah arteri sistemik mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan dan kembali dalam darah vena dengan karbon dioksida (CO2) ke paru-paru. Ketika molekul hemoglobin memuat dan melepas O2, masing-masing rantai globin dalam molekul hemoglobin mendorong satu sama lain. Ketika O2 dilepas, rantai-rantai tertarik-pisah, memudahkan masuknya metabolit 2,3-difosfogliserat (2,3-DPG) yang mengakibatkan rendahnya afinitas molekul untuk O2. Pergerakan ini bertanggung jawab terhadap bentuk sigmoid kurve disosiasi O2 hemoglobin. P 50 (tekanan parsial O2 pada hemoglobin setengah jenuh dengan O2) darah normal adalah 26,6 mmHg. Dengan peningkatan afinitas untuk O2, kurve bergeser ke kiri (P 50 turun) sementara dengan penurunan afinitas untuk O2, kurve bergeser ke kanan (P 50 naik). Normal di dalam tubuh, pertukaran O2 bekerja diantara kejenuhan 95% (darah arteri) dengan tekanan O2 arteri rata-rata 95 mmHg dan kejenuhan 70% (darah vena) dengan tekanan O2 vena rata-rata 40 mmHg. Posisi kurve normal tergantung pada konsentrasi 2,3-DPG, ion H+ dan CO2 dalam sel darah merah dan pada struktur molekul hemoglobin. Konsentrasi tinggi 2,3-DPG, H+ atau CO2, dan adanya hemoglobin tertentu, misalnya hemoglobin sabit (Hb S) menggeser kurve ke kanan sedangkan hemoglobin janin (Hb F) yang tidak dapat mengikat 2,3-DPG dan hemoglobin abnormal tertentu yang langka berhubungan dengan polisitemia menggeser kurve ke kiri karena hemoglobin ini kurang mudah melepas O2 daripada normal. Jadi oksigen binding/dissosiasi dipengaruhi oleh pO2, pCO2, pH, suhu tubuh dan konsentrasi 2,3-DPG.

Page 10: mandiri hemato sk 1

Proses distribusi O2 dari paru-paru

Proses fisiologis pernafasan yaitu proses O2 dipindahkan dari udara ke dalam jaringan-jaringan, dan C02 di keluarkan ke udara dapat dibagi menjadi 3 stadium:

1. Ventilasi Proses ekspirasi dan inspirasi

2. Transportasi Mencakup proses difusi gas-gas melintasi membran alveolus-kapiler yang tips (tebalnya kurang dari 0,5 µm). Kekuatan mendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. Tekanan parsial O2 dalam darah vena campuran (PVO2) dikapiler paru kira-kira sebesar 40 mmhg. PO2 kapiler lebih rendah daripada tekanan daram alveolus(PAO2=103mmhg) sehingga 02 mudah berdifusi ke dalam aliran darah.perbedaan tekanan antara darah 46mmhg dan PaCO2 yang lebih rendah 40mmhg menyebabkan CO2 berdifusi ke alveolus yang kemudian dikeluarkan ke atmosfer. Sedangkan O2 dalam darah akan ditransport dengan cara berikatan dengan Hb.

3. Respirasi sel atau respirasi internaPada tingkat jaringan, O2 akan melepaskan diri dari Hb ke dalam plasma dan berdifusi dari plasma ke sel-sel jaringan tubuh untuk memenuhi kebutuhan jaringan yang bersangkutan.

LI 3 MM ANEMIA

3.1 definisi

Anemia adalah penurunan jumlah massa eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam yang cukup ke jaringan perifer.

3.2 etiologi

Menurut Brunner dan Suddarth (2001), beberapa penyebab anemia secara umum antara lain:a. Secara fisiologis anemia terjadi bila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk

mengangkut oksigen ke jaringan.

Page 11: mandiri hemato sk 1

b. Akibat dari sel darah merah yang prematur atau penghancuran sel darah merah yang berlebihan.

c. Produksi sel darah merah yang tidak mencukupi.d. Faktor lain meliputi kehilangan darah, kekurangan nutrisi, faktor keturunan, penyakit

kronis dan kekurangan zat besi.

3.3 klasifikasi

Klasifikasi Anemia berdasarkan morfologi eritrosit:A. Anemia hipokromik mikrositer

(MCV<80 fl; MCH <27pg)1. Anemia defisiensi besi2. Thalassemia3. Anemia akibat penyakit kronik4. Anemia sideroblastik

B. Anemia Normokromik normositer1. Anamia pascapendarahan akut2. Anemia aplastik – hipoplastik3. Anemia hemolitik – terutama bentuk yang didapat4. Anemia akibat penyakit kronik5. Anemia mieloptisik6. Anemia pada gagal ginjal kronik7. Anemia pada mielofibrosis8. Anemia pada sindrom mielodisplastik

C. Anemia makrositer1. Megaloblastik

a. Anemia defisiensi folatb. Anemia defisiensi vitamin B12

2. Nonmegaloblastika. Anemia pada penyakit hati kronikb. Anemia pada hipotiroidc. Anemia pada sindroma mielodisplastik

Klasifikasi anemia berdasarkan etiopatognesis:A. Produksi eritrosit menurun

1. Kekurangan bahan untuk eritrosita. Besi: anemia defisiensi besib. Vitamin B12 dan asam folat : anemia megaloblastik

2. Gangguan utilisasi besia. Anemia akibat penyakit kronikb. Anemia sideroblastik

Page 12: mandiri hemato sk 1

3. Kerusakan jaringan sumsum tulanga. Atrofi dengan penggantian oleh jaringan lemak: anemia aplastik/hipoplastikb. Penggantian oleh jaringan fibrotik/tumor: anemia leukoritroblastik/mieloptisik

B. Kehilangan eritrosit dari tubuh1. Anemia pasca pendarahan akut2. Anemia pasca pendarahan kronik

C. Peningkatan penghancuran eritrosit dalam tubuh (hemolisis)1. Faktor ekstrakorpuskuler

a. Antibodi terhadap eritrosit:i. Autoantibodi-AIHA (autoimmune hemolytic anemia)ii. Isoantibodi-HDN (hemolytic disease of the newborn)

b. Hipersplenismec. Pemaparan terhadap bahan kimiad. Akibat infeksi bakteri/parasite. Kerusakan mekanik

2. Faktor intrakorpuskulera. Gangguan membran

i. Hereditary spherocytosisii. Hereditary elliptocytosis

b. Gangguan enzimi. Defisiensi pyruvate kinaseii. Defisiensi G6PD (Glocuse-6 phospate dehydrogenase)

c. Gangguan hemoglobini. Hemoglobinopati structuralii. Thalassemia

D. Bentuk campuranE. Bentuk yang patogenesisnya belum jelas(Bakta, 2006)

3.4 manifestasi klinis

Gejala anemia sangat bervariasi, tetapi pada umumnya dapat dibagi menjadi 3 golongan besar, yaitu:1. Gejala umum anemia

Disebut juga sebagai sindrom anemia, atau anemic syndrome. Gejala umum anemia adalah gejala yang timbul pada semua jenis anemia pada kadar hemoglobin yang sudah menurun di bawah titik tertentu. Gejala ini timbul karena anoksia organ target dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan hemoglobin. Gejala-gejala tersebut jika diklasifikasikan menurut organ yang terkena adalah sebagai berikut:

Page 13: mandiri hemato sk 1

System kardiovaskular : lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak nafas, angina pectoris dan gagaljantung System saraf : sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata berkunang-kunang, kelemahan otot, iritabel. Sistem urogenital : gangguan hadidan libido menurun Epitel : pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun, rambut tipis dan halus

2. Gejala khas masing-masing anemia Anemia defisiensi besi : disfagia, atropi papil lidah, stomatitis angularis Anemia defisiensi asam folat : lidah merah (buffy tongue) Anemia hemolitik : icterus dan hepatosplenomegali Amemia aplastik : pendarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda infeksi

3. Gejala akibat penyakit dasarDisebabkan karena penyakit yang mendasari anemia misalnya, anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang

3.5 Diagnosis

-HAL 18-21 HEMATOLOGI RINGKAS

- • Complete blood count (CBC)CBC terdiri dari pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, jumlah eritrosit, ukuran eritrosit, dan hitung jumlah leukosit. Pada beberapa laboratorium, pemeriksaan trombosit, hitung jenis, dan retikulosit harus ditambahkan dalam permintaan pemeriksaan (tidak rutin diperiksa). Pada banyak automated blood counter, didapatkan parameter RDW yang menggambarkan variasi ukuran sel.• Pemeriksaan morfologi apusan darah tepiApusan darah tepi harus dievaluasi dengan baik. Beberapa kelainan darah tidak dapat dideteksi dengan automated blood counter. • Sel darah merah berinti (normoblas)Pada keadaan normal, normoblas tidak ditemukan dalam sirkulasi. Normoblas dapat ditemukan pada penderita dengan kelainan hematologis (penyakit sickle cell, talasemia, anemia hemolitik lain) atau merupakan bagian dari gambaran lekoeritroblastik pada penderita dengan bone marrow replacement. Pada penderita tanpa kelainan hematologis sebelumnya, adanya normoblas dapat menunjukkan adanya penyakit yang mengancam jiwa, seperti sepsis atau gagal jantung berat. Hipersegmentasi neutrofi lHipersegmentasi neutrofi l merupakan abnormalitas yang ditandai dengan lebih dari 5% neutrofi l berlobus >5 dan/atau 1 atau lebih neutrofi l berlobus >6. Adanya hipersegmentasi neutrofi l dengan gambaran makrositik berhubungan dengan gangguan sintesis DNA (defi siensi vitamin B12 dan asam folat).

• Hitung retikulositRetikulosit adalah sel darah merah imatur. Hitung retikulosit dapat berupa persentasi dari sel darah merah, hitung retikulosit absolut, hitung retikulosit absolut terkoreksi,

Page 14: mandiri hemato sk 1

atau reticulocyte production index. Produksi sel darah merah efektif merupakan proses dinamik. Hitung retikulosit harus dibandingkan dengan jumlah yang diproduksi pada penderita tanpa anemia. Rumus hitung retikulosit terkoreksi adalah:Hitung retikulosit terkoreksi = % retikulosit penderita x hematocrit

45 Faktor lain yang memengaruhi hitung retikulosit terkoreksi adalah adanya pelepasan retikulosit prematur di sirkulasi pada penderita anemia. Retikulosit biasanya berada di darah selama 24 jam sebelum mengeluarkan sisa RNA dan menjadi sel darah merah. Apabila retikulosit dilepaskan secara dini dari sumsum tulang, retikulosit imatur dapat berada di sirkulasi selama 2-3 hari. Hal ini terutama terjadi pada anemia berat yang menyebabkan peningkatan eritropoiesis. Perhitungan hitung retikulosit dengan koreksi untuk retikulosit imatur disebut reticulocyte production index (RPI).1

RPI = (%retikulosit x hematokrit penderita / 45)Faktor koreksi

Faktor koreksi dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1 : Faktor koreksi hitung RPI

RPI di bawah 2 merupakan indikasi adanya kegagalan sumsum tulang dalam produksi sel darah merah atau anemia hipoproliferatif. RPA 3 atau lebih merupakan indikasi adanya hiperproliferasi sumsum tulang atau respons yang adekuat terhadap anemia.• Jumlah leukosit dan hitung jenisAdanya leukopenia pada penderita anemia dapat disebabkan supresi atau infiltrasi sumsum tulang, hipersplenisme atau defisiensi B12 atau asam folat. Adanya leukositosis dapat menunjukkan adanya infeksi, infl amasi atau keganasan hematologi. Adanya kelainan tertentu pada hitung jenis dapat memberikan petunjuk ke arah penyakit tertentu: Peningkatan hitung neutrofi l absolut padainfeksi Peningkatan hitung monosit absolut pada mielodisplasia Peningkatan eosinofi l absolut pada infeksi tertentu Penurunan nilai neutrofi l absolut setelahkemoterapi Penurunan nilai limfosit absolut pada infeksi HIV atau pemberian kortikosteroid

Jumlah trombositAbnormalitas jumlah trombosit memberikan informasi penting untuk diagnostik. Trombositopenia didapatkan pada beberapa keadaan yang berhubungan dengan anemia, misalnya hipersplenisme, keterlibatan keganasan pada sumsum tulang, destruksi trombosit autoimun (idiopatik atau karena obat), sepsis, defi siens folat atau B12. Peningkatan jumlah trombosit dapat ditemukan pada penyakit mieloproliferatif, defisiensi Fe, infl amasi, infeksi atau keganasan. Perubahan morfologi trombosit (trombosit raksasa, trombosit degranulasi) dapat ditemukan pada penyakit mieloproliferatif atau mielodisplasia.• PansitopeniaPansitopenia merupakan kombinasi anemia, trombositopenia dan netropenia. Pansitopenia berat dapat ditemukan pada anemia aplastik, defisiensi folat, vitamin

Hematokrit penderita (%)

Faktor koreksi

40 – 4535 – 3925 – 3415 – 24<15

1,01,52,02,53,0

Page 15: mandiri hemato sk 1

B12, atau keganasan hematologis (leukemia akut). Pansitopenia ringan dapat ditemukan pada penderita dengan splenomegali dan splenic trapping sel-sel hematologis. Evaluasi kadar hemoglobin dan hematokrit secara serial dapat membantu diagnostik. Contoh: Pada seorang penderita, Hb turun dari 15 g% menjadi 10 g% dalam 7 hari. Bila disebabkan oleh ganguan produksi total (hitung retikulosit = 0) dan bila destruksi sel darah merah berlangsung normal (1% per hari), Hb akan turun 7% dalam 7 hari. Penurunan Hb seharusnya 0,07 x 15 g% = 1,05 g%. Pada penderita ini, Hb turun lebih banyak, yaitu 5 g%, sehingga dapat diasumsikan supresi sumsum tulang saja bukan merupakan penyebab anemia dan menunjukkan adanya kehilangan darah atau destruksi sel darah merah.

LI 4 ANEMIA DEFISIENSI BESI

4.1 definisi

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. Anemia defisiensi besi merupakan tahap defisiensi besi yang paling parah, yang ditandai oleh penurunan cadangan besi, konsentrasi besi serum, dan saturasi transferin yang rendah, dan konsentrasi hemoglobin atau nilai hematokrit yang menurun.

4.2 etiologi

Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya asupan besi, gangguan absorbsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun:

1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal dari: a. Saluran cerna: akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat atau NSAID, kanker

lambung, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang. b. Saluran genitalia (perempuan): menorrhagia.c. Saluran kemih: hematuria.d. Saluran nafas: hemoptisis.

2. Faktor nutrisi, yaitu akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan (asupan yang kurang) atau kualitas besi (bioavailabilitas) besi yang rendah.

3. Kebutuhan besi meningkat, seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan, dan kehamilan.

4. Gangguan absorbsi besi, seperti pada gastrektomi dan kolitis kronik, atau dikonsumsi bersama kandungan fosfat (sayuran), tanin (teh dan kopi), polyphenol (coklat, teh, dan kopi), dan kalsium (susu dan produk susu).

4.3 manifestasi klinis

Gejala anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar, yaitu:

1.Gejala umum anemia

Page 16: mandiri hemato sk 1

Disebut juga sebagai sindrom anemia dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila

kadar hemoglobin turun dibawah 7-8 g/dl. Gejala ini berupa pucat, badan lemah, lesu, cepat

lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging. Pada anemia defisiensi besi karena

penurunan kadar hemoglobin yang terjadi secara perlahan-lahan sering kali sindrom anemia

tidak terlalu mencolok dibandingkan dengan anemia lain yang penurunan kadar

hemoglobinnya terjadi lebih cepat.

2.Gejala khas akibat defisiensi besi

- Koilonychia: kuku sendok (spoon nail) kuku menjadi rapuh, bergaris-garis

vertical dan menjadi cekung sehingga mirip sendok.

Sumber : www.funscrape.com

- Atrofi papil lidah: permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil

lidah menghilang

- Stomatitis angularis: adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak

sebagai bercak berwarna pucat keputihan

- Disfagia: nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring

- Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia.

Sindrom Plummer Vinson atau disebut juga sindrom Paterson Kelly: kumpulan gejala yang

terdiri dari anemia hipokromik mikrositer, atrofi papil lidah, dan disfagia.

3.Gejala penyakit dasar

Dapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang menjadi penyebab anemia defisiensi

besi tersebut. Misalnya, pada anemia akibat penyakit cacing tambang dijumpai dyspepsia,

parotis membengkak, dan kulit telapak tangan berwarna kuning, seperti jerami.

(Bakta, 2006)

4.4 patologi

Page 17: mandiri hemato sk 1

Tahap pertamaDisebut iron depletion atau storage iron deficiency, ditandai dengan berkurangnya cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi. Hemoglobin dan fungsi protein besi lainnya masih normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan absorpsi besi non heme. Feritin serum menurun sedangkan pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya kekurangan besi masih normal. Tahap keduaDikenal dengan istilah iron deficient erythropoietin atau iron limited erythropoiesis didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk menunjang eritropoiesis. Dari hasil pemeriksaan laboratorium diperoleh nilai besi serum menurun dan saturasi transferin menurun sedangkan total iron binding capacity (TBIC) meningkat dan free erythrocyte porphyrin (FEP) meningkat. Tahap ketigaDisebut sebagai iron deficiency anemia. Keadaan ini terjadi bila besi yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga menyebabkan penurunan kadar Hb. Dari gambaran darah tepi didapatkan mikrositosis dan hipokromik yang progresif. Pada tahap ini telah terjadi perubahan epitel terutama pada ADB yang lebih lanjut.

4.5 diagnosis dan diagnosis banding

1. Diagnosis

Anamnesis

Penting pada anamnesis untuk menanyakan hal- hal yang mengindikasikan adanya

kausa dari anemia defisiensi besi. Hal penting untuk ditanyakan misalnya:

- Riwayat gizi

- Anamnesis lingkungan

- Pemakaian obat

- Riwayat penyakit

- Pada remaja khususnya wanita bisa ditanyakan perdarahan bulananya

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan tanda vital untuk melihat kondisi umum yang

mungkin menjadi penyebab utama yang mempengaruhi kondisi pasien atau efek

anemia terhadap kondisi umum pasien. Pemeriksaan fisik ditujukan untuk

Page 18: mandiri hemato sk 1

menemukan berbagai kondisi klinis manifestasi kekurangan besi dan sindroma

anemic.

Pemeriksaan laboratorium

Jenis

Pemeriksaan

Nilai

Hemoglobin Kadar Hb biasanya menurun disbanding nilai normal berdasarkan jenis

kelamin pasien

MCV Menurun (anemia mikrositik)

MCH Menurun (anemia hipokrom)

Morfologi Terkadang dapat ditemukan ring cell atau pencil cell

Ferritin Ferritin mengikat Fe bebas dan berkamulasi dalam sistem RE sehingga

kadar Ferritin secara tidak langsung menggambarkan konsentrasi kadar Fe. 

Standar kadar normal ferritin pada tiap center kesehatan berbeda-beda.

Kadar ferritin serum normal tidak menyingkirkan kemungkinan defisiensi

besi namun kadar ferritin >100 mg/L memastikan tidak adanya anemia

defisiensi besi

TIBC Total Iron Binding Capacity biasanya akan meningkat >350 mg/L (normal:

300-360 mg/L )

Saturasi

transferrin

Saturasi transferin bisanya menurun <18% (normal: 25-50%)

Pulasan sel

sumsum tulang

Dapat ditemukan hyperplasia normoblastik ringan sampai sedang dengan

normoblas kecil. Pulasan besi dapat menunjukkan butir hemosiderin

(cadangan besi) negatif. Sel-sel sideroblas yang merupakan sel blas dengan

granula ferritin biasanya negatif. Kadar sideroblas ini adalah Gold

standar untuk menentukan anemia defisiensi besi, namun pemeriksaan

kadar ferritin lebih sering digunakan.

Pemeriksaan

penyait dasar

Berbagai kondisi yang mungkin menyebabkan anemia juga diperiksa,

misalnya pemeriksaan feces untuk menemukan telur cacing tambang,

pemeriksaan darah samar, endoskopi, dan lainnya.

Page 19: mandiri hemato sk 1

Sel pensil

Jika dilihat dari beratnya kekurangan besi dalam tubuh maka defisiensi besi dapat dibagi

enjadi 3 tingkatan, yaitu :

- Deplesi besi adalah penurunan cadangan besi tanpa diikuti penurunan kadar

besi serum.  Deteksi dari tingkatan ini adalah dengan menggunakan teknik

biopsi atau dengan pengukuran ferritin.  Karena absorpsi besi berbanding

terbalik dengan cadangan besi, maka terjadi peningkatan absorpsi besi pada

fase ini.

- Eritropoiesis defisiensi besi dikatakan ada ketika cadangan besi habis namun

kadar hemoglobin dalam darah masih dalam batas bawah normal.  Dalam fase

ini, beberapa abnormalitas dalam pemeriksaan laboratorium dapat dideteksi,

terutama menurunnya saturasi transferrin serta meningkatnya total iron-

binding capacity. Meningkatnya protoporfirin eritrosit bebas dapat dilihat di

pertengahan dan akhir dari fase ini. Mean corpuscular volume (MCV)

biasanya masih dalam batas normal walaupun sudah terlihat beberapa

mikrosit pada hapusan darah.

- Ketika konsentrasi hemoglobin menurun hingga di bawah batas normal,

anemia defisiensi besi terjadi. Pada fase ini, kadar enzim yang mengandung

besi seperti sitokrom juga menurun.

-

2. Diagnosis Banding

a. Anemia penyakit kronik

Anemia yang dijumpai pada penyakit kronik tertentu yang khas ditandai oleh

gangguan metabolism besi, yaitu adanya hipoferemia sehingga menyebabkan

berkurangnya penyediaan besi yang dibutuhkan untuk sintesis hemoglobin tetapi

cadangan besi sumsum tulang masih cukup.

Page 20: mandiri hemato sk 1

b. Thalasemia

Penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah

rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah merah normal.

c. Anemia sideroblastik

Anemia dengan sideroblas cincin dalam sumsum tulang.

Anemia

defisiensi besi

Anemia akibat

panyakit

kronik

Thalassemia Anemia

sideroblastik

MCV Menurun Menurun / N Menurun Menurun / N

MCH Menurun Menurun / N Menurun Menurun / N

Besi serum Menurun Menurun Normal Normal

TIBC Meningkat Menurun Normal /

Meningkat

Normal /

Meningkat

Besi sumsum

tulang

Negatif Positif Positif kuat Positif dengan

ring

sideroblastik

Protoporfirin

eritrosit

Meningkat Meningkat Normal Normal

Elektroforesis Hb Normal Normal Hb.A2

meningkat

Normal

4.6 tata laksana

Prinsip penatalaksanaananemia defisiensi besi adalah mengetahui faktor penyebab dan mengatasinya serta memberikan terapi penggantian dengan preparat besi. Pemberian preparat Fe dapat secara peroral maupun parenteral.

Setelah diagnosis ditegakkan maka akan dibuat rencana pemberian terapi.Terapi terhadap anemia defisiensi besi adalah :

Terapi kausal: terapi terhadap penyebab perdarahan, misalnya pengobatan cacingtambang, pengobatan hemoroid, pengobatan menorhagia. Terapi kausal harus dilakukan, kalau tidak maka anemia akan kambuh lagi.

Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh (iron replacement therapy) :

Page 21: mandiri hemato sk 1

a. Terapi besi oral, merupakan terapi pilihan pertama oleh karena efektif, murah dan aman. Preparat yang tersedia adalah ferrous sulphate (preparat pilihan pertama oleh karena paling murah tetapi efektif). Dosis anjuran adalah 3 x 200 mg. Preparat lain : ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, ferrous succinate.

b. Terapi besi parenteral, sangat efektif tetapi mempunyai risiko lebih besar dan harganya lebih mahal. Oleh karena risiko ini maka besi parenteral hanya diberikan atas indikasi tertentu, seperti: Intoleransi terhadap pemberian besi oral, kepatuhan terhadap obat rendah, penyerapan besi terganggu, keadaan dimana kehilangan darah banyak, kebutuhan besi besar dalam waktu pendek, defisiensi besi fungsional relatif.

Pengobatan laina. Diet, sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein terutama

berasal dari protein hewani.b. Vitamin C, diberikan 3 x 100 mg/hari untuk meningkatkan absorposi besic. Transfusi darah, ADB jarang memerlukan transfusi darah. Diberikan

hanya pada keadaan anemia yang sangat berat atau disertai infeksi yang dapat mempengaruhi respons terapi. Jenis darah yang diberikan adalah PRC untuk mengurangi bahaya overload.

Jika respons terhadap terapi tidak baik, maka perlu dipikirkan:*pasien tidak patuh sehingga obat tidak diminum, dosis besi kurang, masih ada perdarahan cukup berat, ada penyakit lain seperti peny.kronik, ada defisiensi asam folat. Serta kemungkinan salah mendiagnosis ADB. Jika dijumpai keadaan tersebut, lakukan evaluasi kembali dan ambil tindakan yang tepat.

(Bakta, 2006)

Komplikasi- Gangguan jantung yang pada awalnya hanya berdebar, lama-lama jantung

bisa membesar. Jantung yang membesar lama-lama terganggu fungsinya, sehingga terjadilah gagal jantung.

- Gangguan kehamilan, kemungkinan tinggi terjadi lahir prematur & berat lahir rendah.

- Gangguan pertumbuhan & mudah kena infeksi, bila terjadi pada anak.- Cepat lelah, pucat, lemas, nafas cepat, sakit kepala, pusing atau pening.- Telapak kaki tangan dingin, sering sariawan, detak jantung cepat dan dada

berdebar.

4.7 pencegahan

Kebutuhan besi (mg) = (15 – Hb sekarang) x BB x 2,4 + 500 atau 1000 mg

Page 22: mandiri hemato sk 1

1. Meningkatkan konsumsi Fe dari sumber alami terutama sumber hewani yang mudah diserap. Juga perlu peningkatan konsumsi makanan yang mengandung vitamin C dan A.2. Pendidikan kesehatan, yaitu: Kesehatan lingkungan, misalnya tentang pemakaian jamban, dan perbaikan lingkungan kerja, misalnya pemakaian alas kaki. Penyuluhan gizi: untuk mendorong konsumsi makanan yang membantu absorpsi besi. Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronik paling sering di daerah tropic.3. Suplementasi besi: terutama untuk segmen penduduk yang rentan, seperti ibu hamil dan anak balita cara paling tepat untuk menanggulangi ADB di daerah yang prevalensinya tinggi.4. Fortifikasi bahan makanan dengan cara menambah masukan besi dengan mencampurkan senyawa besi kedalam makanan sehari-hari.