l2 hemato sk 2

19
LO. 1. Memahami dan Menjelaskan Globin 1.1 Definisi Globin Globin merupakan protein yang terbentuk dari empat rantai polipeptida yang sangat berlipat-lipat. 1.2 Struktur Globin Struktur : Secara umum struktur dari hemoglobin terdiri dari empat rantai polipeptida (globin) yang berkumpul antara satu ra ntai dengan rantai lainnya. Disini terdapat beberapa perbedaan struktur molekul rantai polipeptida (globin), perbedaan tersebut terletak pada beberapa urutan asam aminonya. Sebuah desain greek memberikan identitas yaitu α, β, δ, ε dan seterusnya.Tiap molekul globin menyatu dengan satu kelompok gugus heme.Tiap gabungan satu unit heme dan globin disebut dengan subunit. Tiap molekul hemoglobin terdiri dari 4 unit globin dan 4 unit heme. 1.3 Fungsi Globin Fungsi : Dikarenakan globin adalah salah satu unsur pembentuk hemoglobin, maka dapat dikatakan hemoglobin tidak akan 1

Upload: alyanadhirasjarindra

Post on 10-Apr-2016

235 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

TUGAS MANDIRI

TRANSCRIPT

Page 1: L2 HEMATO SK 2

LO. 1. Memahami dan Menjelaskan Globin

1.1 Definisi GlobinGlobin merupakan protein yang terbentuk dari empat rantai polipeptida yang

sangat berlipat-lipat.

1.2 Struktur Globin

Struktur :

Secara umum struktur dari hemoglobin terdiri dari empat rantai polipeptida (globin) yang berkumpul antara satu rantai dengan rantai lainnya. Disini terdapat beberapa perbedaan struktur molekul rantai polipeptida (globin), perbedaan tersebut terletak pada beberapa urutan asam aminonya. Sebuah desain greek memberikan identitas yaitu α, β, δ, ε dan seterusnya.Tiap molekul globin menyatu dengan satu kelompok gugus heme.Tiap gabungan satu unit heme dan globin disebut dengan subunit. Tiap molekul hemoglobin terdiri dari 4 unit globin dan 4 unit heme.

1.3 Fungsi Globin

Fungsi :

Dikarenakan globin adalah salah satu unsur pembentuk hemoglobin, maka dapat dikatakan hemoglobin tidak akan terbentuk tanpa adanya globin itu sendiri. Bisa dikatakan selain fungsi dari unsur pembentuk hemoglobin, fungsi globin secara tidak langsung mendukung fungsi hemoglobin yang lainnya. Selain berperan dalam transportasi oksigen, hemoglobin juga berperan sebagai molekular transduser panas melalui siklus oksigenasideoksigenasi. Hemoglobin juga adalah modulator metabolisme eritrosit dan oksidasi hemoglobin merupakan petanda proses penuaan hemoglobin. Aktivitas enzimatik hemoglobin mempunyai peranan dalam interaksi dengan obat, selain ia juga merupakan sumber katabolit fisiologi yang aktif (Giardina et al., 1995). Penurunan jumlah hemoglobin dalam darah dapat menimbulkan

1

Page 2: L2 HEMATO SK 2

gangguan pada fungsi-fungsi di atas. Uptake oksigen maksimum (VO2 max), kadar hemoglobin dan volume darah di dalam tubuh adalah saling berkait. Jika volume darah dalam keadaan tidak berubah, penurunan konsentrasi hemoglobin akan menyebabkan penurunan nilai uptake oksigen maksimum (VO2 max), manakala, jika konsentrasi hemoglobin meningkat, uptake oksigen maksimum (VO2 max) turut meningkat. Apabila kadar hemoglobin tidak berubah, tetapi volume darah bertambah, nilai uptake oksigen maksimum (VO2 max) turut bertambah dan jika volume darah berkurang, nilai uptake oksigen maksimum (VO2 max) turut berkurang. Di sini dapat disimpulkan bahawa uptake oksigen maksimum (VO2 max) sangat dipengaruhi oleh kadar Hb dan volume darah.

(Sintesis) : Hemoglobin disintesa semasa proses maturasi eritrositik. Proses sintesa heme berlaku dalam semua sel tubuh manusia kecuali eritrosit yang matang. Pusat penghasilan utama bagi heme (porfirin) adalah sumsum tulang merah dan hepar. Heme yang terhasil dari prekursor eritroid adalah identik dengan sitokrom dan mioglobin. Aktiviti preliminer yang memulai pembentukan heme yaitu sintesa porfirin berlaku apabila suksinil-koenzim A (CoA) berkondensasi dengan glisin. Asam adipat yaitu perantara yang tidak stabil yang terhasil melalui proses kondensasi tersebut akan mengalami proses dekarboksilasi menjadi asam delta-aminolevulinat (ALA). Reaksi kondensasi awalan ini berlaku di mitokondria dan memerlukan vitamin B6. Faktor pembatas penting pada tahap ini adalah kadar konversi kepada delta-ALA yang dikatalisir oleh enzim ALA-sintetase. Akt ivitas enzim ini pula dipengaruhi oleh eritropoietin dan kofaktor piridoksal fosfat (vitamin B6). Setelah pembentukan delta-ALA di mitokondria, reaksi sintesis terus dilanjutkan di sitoplasma. Dua molekul ALA berkondensasi untuk membentuk monopirol porfobilinogen (PBG). Enzim ALA dehidrase mengkatalisir enzim ini. Untuk membentuk uroporfirinogen I atau III, empat molekul PBG dikondensasikan menjadi siklik tetrapirol. Isomer tipe III dikonversi melalui jalur koproporfirinogen III dan protoporfirinogen menjadi protoporfirin. Langkah terakhir yang berlangsung di mitokondria melibatkan pembentukan protoporfirin dan penglibatan ferum untuk pembentukan heme. Empat daripada enam posisi ordinal ferro menjadi chelating kepada protoporfirin oleh enzim heme sintetase ferrocelatase. Langkah ini melengkapkan pembentukan heme, yaitu komponen yang mengandung empat cincin pirol yang dihubungkan oleh jembatan methene supaya membentuk struktur tetrapirol yang lebih besar. Struktur dan produksi globin tergantung kepada kontrol genetik. Sekuensi spesifik asam amino dimulai oleh tiga kode dari basis DNA yang diwariskan secara genetik. Sekurang-kurangnya terdapat lima loki yang mengarahkan sintesa globin. Kromosom 11 (rantai non-alfa) dan kromosom 16 (rantai alfa) menempatkan loki untuk sintesa globin. Rantai polipeptida bagi globin diproduksi di ribosom seperti yang terjadi pada protein tubuh yang lain. Rantai polipeptida alfa bersatu dengan salah satu daripada tiga rantai lain untuk membentuk dimer dan tetramer. Pada dewasa normal, rantai ini terdiri dari dua rantai alfa dan dua rantai beta. Sintesa globin sangat berkoordinasi dengan sintesa porfirin. Apabila sintesa globulin terganggu, proses sintesa porfirin akan menjadi berkurang dan sebaliknya. Walaupun begitu, tiada kaitan antara jumlah pengambilan zat besi dengan gangguan pada protoporfirin atau sintesa globin. Sekiranya penghasilan globin berkurang, ferum akan berakumulasi di dalam sitoplasma sel sebagai feritin yang beragregasi

2

Page 3: L2 HEMATO SK 2

LO. 2. Memahami dan Menjelaskan Thalassemia

2.1 Definisi Thalassemia

Thalassemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan masuk ke dalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis hemoglobin akibat mutasi di dalam atau dekat gen globin.

Mutasi gen globin ini dapat menimbulkan dua perubahan rantai globin, yakni :

a. Perubahan struktur rangkaian asam amino (amino acid sequence) rantai globin tertentu, disebut hemoglobinopati struktural

b. Perubahan kecepatan sintesis (rate of synthesis) atau kemampuan prokduksi rantai globin tertentu, disebut thalassemia

Hemoglobinopati yang ditemukan secara klinis, baik pada anak-anak atau orang dewasa, disebabkan oleh mutasi gen globin α atau β. Sedangkan mutasi berat gen globin ζ, ε, dan γ dapat menyebabkan kematian pada awal gestasi.

2.2 Etiologi Thalassemia

Thalassemia terjadi akibat adanya perubahan pada gen globin pada kromosom manusia. Gen globin adalah bagian dari sekelompok gen yang terletak pada kromosom 11. Bentuk daripada gen beta-globin ini diatur oleh locus control region (LCR). Berbagai mutasi pada gen atau pada unsur-unsur dasar gen menyebabkan cacat pada inisiasi atau pengakhiran transkripsi, pembelahan RNA yang abnormal, substitusi, dan frameshifts. Hasilnya adalah penurunan atau pemberhentian daripada penghasilan rantai beta-globin, sehingga menimbulkan sindrom thalassemia beta. Mutasi Beta-zero (β0) ditandai dengan tidak adanya produksi beta-globin, yang biasanya akibat mutasi nonsense, frameshift, atau splicing.Sedangkan mutasi beta-plus (β+¿¿) ditandai dengan adanya produksi beberapa beta-globin tetapi dengan sedikit cacat splicing. Mutasi yang spesifik memiliki beberapa hubungan dengan faktor etnis atau kelompok berbeda yang lazim di berbagai belahan dunia. Seringkali, sebagian besar individu yang mewarisi penyakit ini mengikuti pola resesif autosomal, dengan individu heterozigot memiliki kelainan gen tersebut, sedangkan pada individu heterozigot atau individu compound homozigot, kelainan itu memanifestasi sebagai penyakit beta-thalassemia mayor atau intermedia. Penyebab anemia pada thalasemia bersifat primer dan sekunder. Penyebab primer adalah berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran sel-sel eritrosit intrameduler. Penyebab sekunder adalah karena defisiensi asam folat,bertambahnya volume plasma intravaskuler yang mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh system retikuloendotelial dalam limfa dan hati.

Penelitian biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang. Tejadinya hemosiderosis merupakan hasil kombinasi antara transfusi berulang,peningkatan absorpsi besi dalam usus karena eritropoesis yang tidak efektif, anemia kronis serta proses hemolisis.

3

Page 4: L2 HEMATO SK 2

2.3 Epidimiologi Thalassemia

Thalasemia- beta : Populasi Mediteranian, Timur Tengah, India, Pakistan, Asia Tenggara, Rusia Selatan, Cina. Jarang di : Afrika, kecuali Liberia. Dan di beberapa bagian Afrika Utara Sporadik : pada semua ras

Thalasemia- alfa : Terentang dari Afrika ke Mediteranian, Timur Tengah, Asia Timur dan Tenggara, Hb Bart’s hydrops syndrome dan HbH disease sebagian besar terbatas di populasi Asia Tenggara dan Mediteranian.

2.4 Klasifikasi Thalassemia

Berdasarkan rantai asam amino yang gagal terbentuk, thalassemia dibagi menjadi thalassemia alpha dan thalassemia β.

a. Thalassemia αAnemia mikrositik yang disebabkan oleh defisiensi sintesis globin-α. Delesi gen globin-α menyebabkan sebagian besar kelainan ini. Terdapa tempat gen globin-α pada individu normal, dan empat bentuk thalassemia-α yang berbeda telah diketahui sesuai dengan delesi satu, dua, tiga, dan semua empat gen ini

Silent carrier thalassemia- α Pada tipe silent carrier, salah satu gen α pada kromosom 16 menghilang, menyisakan hanya 3 dari 4 gen tersebut.

Trait thalassemia-αKondisi ini disebabkan oleh hilangnya 2 gen α pada satu kromosom 16 atau satu gen α pada masing-masing kromosom.

4

Page 5: L2 HEMATO SK 2

Penyakit Hb H Kelainan disebabkan oleh hilangnya 3 gen globin α, merepresentasikan thalassemia-α intermedia.

Thalassemia-α mayorBentuk thalassemia yang paling berat, disebabkan oleh delesi semua gen globin-α, disertai dengan tidak ada sintesis rantai α sama sekali. Karena Hb F, Hb A, dan Hb A2 semuanya mengandung rantai α, maka tidak satupun dari Hb ini terbentuk. Hb Barts (γ4) mendominasi pada bayi yang menderita, dan karena γ4 memiliki afinitas oksigen yang tinggi, maka bayi-bayi itu mengalami hipoksia berat. Eritrositnya juga mengandung sejumlah kecil Hb embrional normal (Hb Portland = ζ2γ2), yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen.

b. Thalassemia βDitandai oleh defisiensi sintesis rantai β globin. Pada thalassemia β0 tidak terdapat sama sekali rantai β globin dalam keadaan homozigot. Pada thalassemia β+ terdapat penuruan sintesis β globin (tetapi masih dapat terdeteksi) dalam keadaan homozigot.

Silent carrier thalassemia-βMutasi yang terjadi sangat ringan, dan merepresentasikan suatu thalassemia-β+. Bentuk silent carrier thalassemia-β tidak menimbulkan kelainan yang dapat diidentifikasi pada individu heterozigot, tetapi gen untuk keadaan ini, jika diwariskan bersama-sama dengan gen untuk thalassemia-β°, menghasilkan sindrom thalassemia intermedia.

Trait thalassemia-β Individu dengan ciri (trait) thalassemia sering didiagnosis salah sebagai anemia defisiensi besi dan mungkin diberi terapi yang tidak tepat dengan preparat besi selama waktu yang panjang. Lebih dari 90% individu dengan trait thalassemia-β mempunyai peningkatan HbA2 yang berarti (3,4%-7%). Kira-kira 50% individu ini juga mempunyai sedikit kenaikan HbF, sekitar 2- 6%. Pada sekelompok kecil kasus, yang benar-benar khas, dijumpai HbA2 normal dengan kadar HbF berkisar dari 5% sampai 15%, yang mewakili thalassemia tipe δβ.

Thalassemia Intermedia. Pada kondisi ini kedua gen mengalami mutasi tetapi masih bisa memproduksi sedikit rantai β globin. Penderita biasanya mengalami anemia yang derajatnya tergantung dari derajat mutasi gen yang terjadi.

Thalassemia-β° homozigot (Anemia Cooley, Thalassemia Mayor)Bergejala sebagai anemia hemolitik kronis yang progresif selama 6 bulan kedua kehidupan. Transfusi darah yang reguler diperlukan pada penderita ini untuk mencegah kelemahan yang amat sangat dan gagal jantung yang disebabkan oleh anemia. Tanpa transfusi, 80% penderita meninggal pada 5 tahun pertama kehidupan. Pada kasus yang tidak diterapi atau pada penderita yang jarang menerima transfusi pada waktu anemia berat, terjadi hipertrofi jaringan eritropoetik disumsum tulang maupun di luar sumsum tulang. Tulang-tulang

5

Page 6: L2 HEMATO SK 2

menjadi tipis dan fraktur patologis mungkin terjadi. Ekspansi masif sumsum tulang di wajah dan tengkorak menghasilkan bentuk wajah yang khas.

2.5 Manifestasi Klinis Thalassemia

Thalassemia-βThalassemia β dibagi menjadi tiga sindrom klinik, yakni :

Thalassemia β minor (trait)/heterozigot : anemia hemolitik mikrositik hipokrom.

Thalassemia β mayor/homozigot : anemia berat yang bergantung pada transfusi darah.

Thalassemia β intermedia : gejala diantara thalassemia mayor dan minor.

Thalasemia mayor (Thalasemia homozigot)Anemia berat menjadi nyata pada umur 3 – 6 bulan setelah lahir dan tidak dapat hidup tanpa ditransfusi.

Pembesaran hati dan limpa terjadi karena penghancuran sel darah merah berlebihan, haemopoesis ekstra modular, dan kelebihan beban besi.

Perubahan pada tulang karena hiperaktivitas sumsum merah berupa deformitas dan fraktur spontan, terutama kasus yang tidak atau kurang mendapat transfusi darah. Deformitas tulang, disamping mengakibatkan muka mongoloid, dapat menyebabkan pertumbuhan berlebihan tulang prontal dan zigomatin serta maksila. Pertumbuhan gigi biasanya buruk. Facies cooley adalah ciri khas thalasemia mayor, yakni batang hidung masuk ke dalam dan tulang pipi menonjol akibat sumsum tulang yang bekerja terlalu keras untuk mengatasi kekurangan hemoglobin.

Gejala lain yang tampak ialah : anak lemah, pucat, perkembangan fisik tidak sesuai umur, berat badan kurang, perut membuncit. Jika pasien tidak sering mendapat transfusi darah kulit menjadi kelabu serupa dengan besi akibat penimbunan besi dalam jaringan kulit.

a. Thalasemia intermediaKeadaan klinisnya lebih baik dan gejala lebih ringan dari pada Thalasemia mayor, anemia sedang (hemoglobin 7 – 10,0 g/dl). Gejala deformitas tulang, hepatomegali dan splenomegali, eritropoesis ekstra medular dan gambaran kelebihan beban besi nampak pada masa dewasa.

b. Thalasemia minor atau trait ( pembawa sifat)Umumnya tidak dijumpai gejala klinis yang khas, ditandai oleh anemia mikrositik, bentuk heterozigot tetapi tanpa anemia atau anemia ringan.

Thalassemia-αa. Hydrops Fetalis dengan Hb Bart’sHydrops fetalis dengan edema permagna, hepatosplenomegali, asites, serta kardiomegali. Kadar Hb 6-8 gr/dL, eritrosit hipokromik dan berinti. Sering disertai toksemia gravidarum, perdarahan postpartum, hipertrofi plasenta yang dapat membahayakan sang ibu.

6

Page 7: L2 HEMATO SK 2

b. Hb H diseaseGejalanya adalah anemia hemolitik ringan-sedang, Hb 7-10 gr%, splenomegali, sumsum tulang hiperplasia eritroid, retardasi mental dapat terjadi bila lokus yang dekat dengan cluster gen-α pada kromosom 16 bermutasi/ co-delesi dengan cluster gen-α. Krisis hemolitik juga dapat terjadi bila penderita mengalami infeksi, hamil, atau terpapar dengan obat-obatan oksidatif.

c. Thalassemia α Trait/ MinorAnemia ringan dengan penambahan jumlah eritrosit yang mikrositik hipokrom.

d. Sindrom Silent Carrier ThalassemiaNormal, tidak ditemukan kelainan hematologis, harus dilakukan studi DNA/ gen.

2.6 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Thalassemia

Patogenesis thalassemia secara umum dimulai dengan adanya mutasi yang menyebabkan HbF tidak dapat berubah menjadi HbA, adanya ineffective eritropoiesis, dan anemia hemolitik. Tingginya kadar HbF yang memiliki afinitas O2 yang tinggi tidak dapat melepaskan O2ke dalam jaringan, sehingga jaringan mengalami hipoksia. Tingginya kadar rantai α-globin, menyebabkan rantai tersebut membentuk suatu himpunan yang tak larut dan mengendap di dalam eritrosit. Hal tersebut merusak selaput sel, mengurangi kelenturannya, dan menyebabkan sel darah merah yang peka terhadap fagositosis melalui system fagosit mononuclear. Tidak hanya eritrosit, tetapi juga sebagian besar eritroblas dalam sumsum dirusak, akibat terdapatnya inklusi (eritropioesis tak efektif). Eritropoiesis tak efektif dapat menyebabkan adanya hepatospleinomegali, karena eritrosit pecah dalam waktu yang sangat singkat dan harus digantikan oleh eritrosit yang baru (dimana waktunya lebih lama), sehingga tempat pembentukan eritrosit (pada tulang-tulang pipa, hati dan limfe) harus bekerja lebih keras. Hal tersebut menyebabkan adanya pembengkakan pada tulang (dapat menimbulkan kerapuhan), hati, dan limfe.

Thalasemia-α

Pada homozigot thalassemia α yaitu hydrop fetalis, rantai α sama sekali tidak diproduksi sehingga terjadi peningkatan Hb Bart’s dan Hb embrionik. Meskipun kadar Hb-nya cukup, karena hampir semua merupakan Hb Bart’s, fetus tersebut sangat hipoksik. Sebagian besar pasien lahir mati dengan tanda-tanda hipoksia intrauterin. Sedangkan pada thalassemia heterozigot yaitu αo dan α+menghasilkan ketidakseimbangan jumlah rantai tetapi pasiennya mampu bertahan dengan penyakit HbH. Kelainan ini ditandai dengan adanya anemia hemolitik karena HbH tidak bisa berfungsi sebagai pembawa oksigen.

Thalasemia-β

Tidak dihasilkannya rantai β karena mutasi kedua alel β globin pada thalassemia β menyebabkan kelebihan rantai α. Rantai α tersebut tidak dapat membentuk tetramer sehingga kadar HbA menjadi turun, sedangkan produksi HbA2 dan HbF tidak terganggu karena tidak membutuhkan rantai β dan justru sebaliknya memproduksi

7

Page 8: L2 HEMATO SK 2

lebih banyak lagi sebagai usaha kompensasi. Kelebihan rantai α tersebut akhirnya mengendap pada prekursor eritrosit. Eritrosit yang mencapai darah tepi memiliki inclusion bodies/heinz bodies yang menyebabkan pengrusakan di lien dan oksidasi membran sel, akibat pelepasan heme dari denaturasi hemoglobin dan penumpukan besi pada eritrosit. Sehingga anemia pada thalassemia β disebabkan oleh berkurangnya produksi dan pemendekan umur eritrosit. Pada hapusan darah, eritrosit terlihat hipokromik, mikrositik, anisositosis, RBC terfragmentasi, polikromasia, RBC bernukleus, dan kadang-kadang leukosit imatur. 2.7 Diagnosis & Diagnosis Banding Thalassemia

a. Anamnesis : Ditanyakan keluhan utama dan riwayat perkembangan penyakit pasien. Ditanyakan riwayat keluarga dan keturunan. Ditanyakan tentang masalah kesehatan lain yang dialami. Ditanyakan tentang test darah yang pernah diambil sebelumnya. Ditanyakan apakah nafsu makan berkurang

b. Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik pasien tampak pucat, lemas dan lemah. Pemeriksaan tanda vital heart rate Pada palpasi biasanya ditemu kan hepatosplenomegali pada pasien

c. Pemeriksaan LaboratoriumHasil tes mengungkapkan informasi penting, seperti jenis thalassemia.

Pengujian yang membantu menentukan diagnosis Thalassemia meliputi: 1. Hitung Darah Lengkap (CBC) dan SHDT

Sel darah diperiksa bentuknya (shape), warna (staining), jumlah, dan ukuran (size). Fitur-fitur ini membantu dokter mengetahui apakah Anda memiliki thalassemia dan jika iya, jenis apa. Tes darah yang mengukur jumlah besi dalam darah (tes tingkat zat besi dan feritin tes). Sebuah tes darah yang mengukur jumlah berbagai jenis hemoglobin (elektroforesis hemoglobin). Hitung darah lengkap (CBC) pada anggota lain dari keluarga (orang tua dan saudara kandung). Hasil menentukan apakah mereka telah thalassemia. Dokter sering mendiagnosa bentuk yang paling parah adalah thalassemia beta mayor atau anemia Cooley's. Kadar Hb adalah 7 ± 10 g/ dL. Pada sediaan hapus darah tepi ditemukan anemia hipokrom mikrositik, anisositosis, dan poikilositosis (target cell).

8

Page 9: L2 HEMATO SK 2

2. Elektroforesis HemoglobinElektroforesis hemoglobin adalah pengujian yang mengukur berbagai jenis protein pembawa oksigen (hemoglobin) dalam darah. Pada orang dewasa, molekul molekul hemoglobin membentuk persentase hemoglobin total seperti berikut :

HbA : 95% sampai 98% HbA2 : 2% hingga 3%HbF : 0,8% sampai 2%HbS : 0%HbC : 0%

Pada kasus thalasemia beta intermedia, HbF dan HbA2 meningkat.

Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien thalassemia mayor merupakan trait (carrier) dengan HbA2 meningkat (> 3,5% dari Hb total)Catatan: rentang nilai normal mungkin sedikit berbeda antara laboratorium yang satu dengan laboratorium lainnya.

3. Mean Corpuscular Values ( MCV)Pemeriksaan mean corpuscular values terdiri dari 3 jenis permeriksaan, yaitu Mean Corpuscular Volume (MCV), Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) dan Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC). Untuk pemeriksaan ini diperlukan data mengenai kadar Hb (g/dL), nilai hematokrit (%), dan hitung eritrosit (juta/uL).

4. Pemeriksaan RontgenFoto Ro tulang kepala, gambaran hair on end, korteks menipis, diploe melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks.

9

Page 10: L2 HEMATO SK 2

(Gambaran hair on end)

Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang sehingga trabekula tampak jelas.

5. Darah tepi Hb rendah (dapat sampai 2-3%) Gambaran morfologi eritrosit : mikroskopik hipokromatik, sel target,

anisositosis berat dengan makroovalositosis, mikrosferosit, polikromasi, basofilik stippling, benda Howell-Jolly, poikilositosis dan sel target. Gambaran ini lebih kurang khas

Retikulosit meningkat Complete Blood Count (CBC) : mengukur jumlah Hb dan jenis sel darah lain

(eritrosit, leukosit, trombosit). Penderita thalassemia mempunyai lebih sedikit eritrosit sehat dan Hb dari normal (menunjukkan anemia). Penderita thalassemia alfa atau beta minor sapat mempunyai eritrosit dengan lebih kecil dari normal

Badan inklusi Hb H : Untuk mendeteksi kemungkinan pembawa sifat thalassemia atau Hb H disease

Ferritin : Untuk mengetahui apakah anemia disebabkan oleh defisiensi / kekurangan zat besi, penyakit kronik atau thalassemia

Test Hb : penderita mengukur tipe Hb dalam sampel darah. Penderita thalassemia mempunyai masalah pada rantai protein globin alfa atau beta pada Hb

6. Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis) Hyperplasia system eritropoiesis dengan normoblas terbanyak dari jenis

asidofil Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat

7. Pemeriksaan khusus Hb F meningkat :20-90% Hb total Elektroforesis Hb : Hemoglobinopaati lain dan mengukur kadar Hb F Pemeriksaan pedigree : kedua orangtua pasien thalassemia mayor

merupakan karier dengan Hb A2 meningkat (>3,5% dari Hb total)

Diagnosis Banding :

Kriteria Anemia Anemia Trait Anemia

10

Page 11: L2 HEMATO SK 2

Defisiensi Besi Penyakit Kronik Thalassemia Sideroblastik

MCV Menurun Menurun/N Menurun Menurun/N

MCH Menurun Menurun/N Menurun Menurun/N

Serum Iron (SI) Menurun Menurun Normal Normal

TIBC Meningkat Menurun Normal/Naik Normal/Naik

Saturasi Menurun Menurun/N meningkat Meningkat

Transferrin <15% 10-20% >20% >20%

Besi Sumsum Tulang

Negatif Positif Positif Kuat Positif frngan ring sideroblast

Protoporfirin Eritrosit

Meningkat Meningkat Normal Normal

Ferritin Menurun Normal Meningkat Meningkat

Serum <20 µg/dl 20-200 µg/dl >50 µg/dl >50 µg/dl

Elektroforesis Hb

N N Hb A2 meningkat

N

2.8 Penatalaksanaan Thalassemia

Transfusi sel darah merah pemberian yang teratur, akan mengurangi komplikasi anemia dan eritropoiesis yang tidak efektif, membantu pertumbuhan dan perkembangan selama masa anak-anak dan memperpanjang ketahanan hidup pada thalasesmia mayor. Keputusan untuk memulai program transfusi didasarkan pada kadar hemoglobin <6 g/dl dalam interval 1 bulan selama 3 bulan berturut-turut, yang berhubungan dengan pertumbuhan yang terganggu, pembesaran limpa dan atau ekspansi sumsum tulang. Sebelum dilakukan transfusi pertama, status besi dan folat pasien harus diukur, vaksin hepatitis B diberikan dan fenotip sel darah merah secara lengkap ditentukan, sehingga alloimunisasi yang timbul dapat dideteksi.

Regimen yang digunakan untuk mempertahankan konsentrasi hemoglobin sebelum transfusi tidak melebihi dari 9,5 g/dl telah menunjukkan berupa penurunan kebutuhan transfusi dan memperbaiki kontrol beban besi tubuh, dibandingkan dengan regimen transfusi dimana hemoglobin lebih dari 11g/dl. Konsentrasi hemoglobin sebelum transfusi, volume sel darah merah yang diberikan dan besarnya limpa, sebaiknya dicatat pada setiap kunjungan untuk mendeteksi perkembangan hipersplenisme.

Usaha untuk mencegah penumpukan besi (hemochromatosis) akibat transfusi dan akibat pathogenesis dari thalassemia sendiri. Dilakukan dengan pemberian iron chelator yaitu: desferoksamin / desferal sehingga meningkatkan eksresi besi dalam urin. Desferoksamin diberikan dengan infusin bag atau secara subkutan. Sekarang di Eropa dan India dikembangkan preparat desferiprone yang dapat diberikan secara oral. Karena absorpsi deferoksamin secara oral buruk.

11

Page 12: L2 HEMATO SK 2

Terapi Rekomendasi

Deferasirox a. Dosis awal 20 mg/kg/hari pada pasien yang cukup sering mengalami transfusi

(Exjade®) b. 30 mg/kg/hari pada pasien dengan kadar kelebihan besi yang tinggi

c. 10-15 mg/kg/hari pada pasien dengan kadar kelebihan besi yang rendah

DFO(Desferal®)

a. 20-40 mg/kg (anak-anak), = 50-60 mg/kg (dewasa)b. Pada pasien anak < 3 tahun,direkomandasikan untuk

mengurangi dosis dan melakukan pemantauan terhadap pertumbuhan dan perkembangan tulang

Deferiprone(Ferriprox®)

a. 75 mg/kg/harib. Dapat dikombinasikan dengan DFO bila DFO sebagai

tidak efektif

Pemberian asam folat 5mg/ hari secara oral untuk mencegah krisis megaloblastik.

Usaha untuk mengurangi proses hemolisis, yaitu dengan splenektomi. Hal ini dilakukan jika splenomegali cukup besar serta terbukti adanya hipersplenisme. Splenektomi dapat menurunkan kebutuhan sel darah merah sampai 30% pada pasien yang indeks transfusinya (dihitung dari penambahan PRC yang diberikan selama setahun dibagi berat badan dalam kg pada pertengahan tahun) melebihi 200ml/kg/tahun. Karena adanya resiko infeksi, splenektomi sebaiknya ditunda hingga usia 5 tahun. Minimal 2-3 minggu sebelum dilakukan splenektomi, pasien sebaiknya divaksinasi denga vaksin pneumococcal dan Haemophlus influenza type B dan sehari setelah operasi diberi penisilin profilaksis. Bila anak alergi, penisilin dapat diganti dengan eritromisin.

2.9 Pencegahan Thalassemia

a. Screening pembawa sifat thalassemia

Skrining pembawa sifat dapat dilakukan secara prospektif dan retrospektif. Secara prospektif berarti mencari secara aktif pembawa sifat thalassemia langsung dari populasi diberbagai wilayah, sedangkan secara retrospektif ialah menemukan pembawa sifat melalui penelusuran keluarga penderita thalassemia (family study). Kepada pembawa sifat ini diberikan informasi dan nasehat-nasehat tentang keadaannya dan masa depannya. Suatu program pencegahan yang baik untuk thalassemia seharusnya mencakup kedua pendekatan tersebut.

Program yang optimal tidak selalu dapat dilaksanakan dengan baik terutama di negara-negara sedang berkembang, karena pendekatan prospektif memerlukan biaya yang tinggi. Atas dasar itu harus dibedakan antara usaha program pencegahan di negara berkembang dengan negara maju. Program pencegahan retrospektif akan lebih mudah dilaksanakan di negara berkembang daripada program prospektif.

b. Konsultasi genetik (genetic counseling)

12

Page 13: L2 HEMATO SK 2

Konsultasi genetik meliputi skrining pasangan yang akan kawin atau sudah kawin tetapi belum hamil. Pada pasangan yang berisiko tinggi diberikan informasi dan nasehat tentang keadaannya dan kemungkinan bila mempunyai anak.

c. Diagnosis prenatal

Diagnosis prenatal meliputi pendekatan retrospektif dan prospektif. Pendekatan retrospektif, berarti melakukan diagnosis prenatal pada pasangan yang telah mempunyai anak thalssemia, dan sekarang sementara hamil.Pendekatan prospektif ditujukan kepada pasangan yang berisiko tinggi yaitu mereka keduanya pembawa sifat dan sementara baru hamil. Diagnosis prenatal ini dilakukan pada masa kehamilan 8-10 minggu, dengan mengambil sampel darah dari villi khorialis (jaringan ari-ari) untuk keperluan analisis DNA.

2.10 Prognosis Thalassemia

Thalasemia homozigot umumnya meninggal pada usia muda dan jarang mencapai usia dekade ke-3, walaupun digunakan antibiotik untuk mencegah infeksidan pemberian chaleting agents untuk mengurangi hemosderosis (harganya sangat mahal, pada umumnya tidak terjangkau oleh penduduk negara berkembang). Thalasemia tumor trooit dan thalasemia beta HbE yang umumnya mempunyai prognosis baik dan dapat hidup seperti biasa. 

Tanpa terapi penderita akan meninggal pada dekade pertama kehidupan, pada umur, 2-6 tahun, dan selama hidupnya mengalami kondisi kesehatan buruk. Dengan tranfusi saja penderita dapat mencapai dekade ke dua, sekitar 17 tahun, tetapi akan meninggal karena hemosiderosis.

13