gajala brdsarkan drjat dehidrasi

24
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DIARE 1. Definisi Diare Diare adalah tinja encer keluar lebih sering, diare bukan merupakan suatu penyakit tetapi kelihatan dalam keadaa seperti enteritis regionalis, sprue, colitis ulcerosa, berbagai infeksi usus dan kebanyakan karena jenis radang lambung dan usus (Sasongko, 2009). Sedangkan menurut Ngastiyah (2005), diare merupakan salah satu gejala dari penyakit pada system gastrointestinal atau penyakit lain diluar saluran pencernaan, dikarenakan keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak; konsistensi feses encer; dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja. Menurut Dewi, (2010) Diare adalah pengeluaran feses yang tidak normal dan cair dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya. Berdasarkan beberapa pengertian diatas penulis dapat mengambil kesimpulan pengertian diare adalah suatu keadaan dimana terjadi pola perubahan BAB lebih dari biasanya (> 3x/hari) disertai perubahan konsistensi tinja lebih encer konsistensi tinja lebih encer atau berair dengan atau tanpa darah dan tanpa lendir. 2. Patogenesis Menurut Ngastiyah (2005), mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah: a. Gangguan osmotik Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga

Upload: yana

Post on 26-Nov-2015

46 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

derajat dehidrasi

TRANSCRIPT

Page 1: Gajala Brdsarkan Drjat Dehidrasi

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DIARE

1. Definisi Diare

Diare adalah tinja encer keluar lebih sering, diare bukan

merupakan suatu penyakit tetapi kelihatan dalam keadaa seperti enteritis

regionalis, sprue, colitis ulcerosa, berbagai infeksi usus dan kebanyakan

karena jenis radang lambung dan usus (Sasongko, 2009). Sedangkan

menurut Ngastiyah (2005), diare merupakan salah satu gejala dari penyakit

pada system gastrointestinal atau penyakit lain diluar saluran pencernaan,

dikarenakan keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi

dan lebih dari 3 kali pada anak; konsistensi feses encer; dapat berwarna

hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja. Menurut

Dewi, (2010) Diare adalah pengeluaran feses yang tidak normal dan cair

dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas penulis dapat mengambil

kesimpulan pengertian diare adalah suatu keadaan dimana terjadi pola

perubahan BAB lebih dari biasanya (> 3x/hari) disertai perubahan

konsistensi tinja lebih encer konsistensi tinja lebih encer atau berair

dengan atau tanpa darah dan tanpa lendir.

2. Patogenesis

Menurut Ngastiyah (2005), mekanisme dasar yang menyebabkan

timbulnya diare ialah:

a. Gangguan osmotik

Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan

menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga

terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga

Page 2: Gajala Brdsarkan Drjat Dehidrasi

9

usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk

mengeluarkannya sehingga timbul diare.

b. Gangguan sekresi

Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan

terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan

selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.

c. Gangguan motilitas usus

Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus

untuk menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya bila

peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh

berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.

3. Patofisiologi

Menurut Hidayat (2006), proses terjadinya diare dapat disebabkan

oleh berbagai kemungkinan faktor diantaranya:

a. Faktor infeksi

Faktor ini dapat diawali adanya mikroorganisme (kuman) yang

masuk dalam saluran pencernaan yang kemudian berkembang dalam

usus dan merusak sel mukosa usus yang dapat menurunkan daerah

permukaan usus. Selanjutnya terjadi perubahan kapasitas usus yang

akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi usus dalam absorbs cairan

dan elektrolit. Atau juga dikatakan adanya toksin bakteri akan

menyebabkan system transport aktif dalam usus sehingga sel mukosa

mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan elektrolit akan

meningkat.

b. Faktor malabsorbsi

Merupakan kegagalan dalam melakukan absorbsi yang

mengakibatkan tekanan osmotik meningkat sehingga terjadi

pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat meningkatkan

isi rongga usus sehingga terjadilah diare.

c. Faktor makanan

Page 3: Gajala Brdsarkan Drjat Dehidrasi

10

Dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap

dengan baik. Sehingga terjadi peningkatan peristaltik usus yang

mengakibatkan penurunan kesempatan untuk menyerap makanan yang

kemudian menyebabkan diare.

d. Faktor psikologis

Dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan pristaltik usus

yang akhirnya mempengaruhi proses penyerapan makanan yang dapat

menyebabkan diare.

4. Etiologi

a. Infeksi

1) Enternal yaitu infeksi yang terjadi dalam saluran pencernaan dan

merupakan penyebab utama terjadinya diare. Infeksi enternal

meliputi:

a) Infeksi bakteri : Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella

Compylobacter, Yersenia dan Aeromonas.

b) Infeksi virus : Enterovirus (Virus ECHO, Coxsackie dan

Poliomyelitis, Adenovirus, Rotavirus dan Astrovirus).

c) Infeksi parasit : Cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris, dan

Strongylodies), Protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia

lamblia, dan Trichomonas homonis), dan jamur (Candida

albicans).

2) Infeksi parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat

pencernaan, seperti Otitis Media Akut (OMA), tonsilofaringitis,

bronkopeneumonia, ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini

terutama pada bayi dan anak dibawah 2 tahun.

b. Faktor malabsorbsi

1) Malabsorbsi kabohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa

dan sukrosa), monosakarida (intiloransi glukosa, fruktosa dan

galaktosa), pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering

(intoleransi laktosa).

2) Malabsorbsi lemak

Page 4: Gajala Brdsarkan Drjat Dehidrasi

11

3) Malabsorbsi protein

c. Faktor makanan, makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.

d. Faktor psikologis, rasa takut dan cemas (jarang tetapi dapat terjadi

pada anak yang lebih besar (Ngastiyah, 2005).

5. Manifestasi klinik

Menurut Ngastiyah (2005), manifestasi klinik penyakit diare antara

lain cengeng, rewel, gelisah, suhu meningkat, nafsu makan menurun, feses

cair dan berlendir, kadang juga disertai dengan adanya darah. Kelamaan,

feses ini akan berwarna hijau dan asam, anus lecet, dehidrasi, bila menjadi

dehidrasi berat akan terjadi penurunan volume dan tekanan darah, nadi

cepat dan kecil, peningkatan denyut jantung, penurunan kesadaran dan

diakhiri dengan syok, berat badan menurun, turgor kulit menurun, Mata

dan ubun-ubun cekung, dan selaput lendir dan mulut serta kulit menjadi

kering.

6. Klasifikasi Diare

Pada klasifikasi diare dapat dikelompokkan menjadi diare dehidrasi

berat, diare dehidrasi sedang atau ringan, diare tanpa dehidrasi, diare

persisten, disentri (Hidayat, 2005) :

a. Diare Dehidrasi Berat

Diare dehidrasi berat jika terdapat tanda sebagai berikut letargis

atau mengantuk atau tidak sadar, mata cekung, serta turgor kulit jelek.

Penatalaksanaannya yaitu lakukan pemasangan infuse, berikan cairan

IV Ringer Laktat, pemberian ASI sebaiknya tetap diberikan,

pertahankan agar bayi dalam keadaan hangat dan kadar gula tidak

turun.

b. Diare Dehidrasi Sedang atau Ringan

Diare ini mempunyi tanda seperti gelisah atau rewel, mata

cekung, serta turgor kulit jelek. Penatalaksanaannya berikan ASI lebih

sering dan lebih lama untuk setiap kali pemberian, berikan oralit, ajari

Page 5: Gajala Brdsarkan Drjat Dehidrasi

12

ibu cara membuat oralit, lanjutkan pemberian ASI, berikan penjelasan

kapan harus segera dibawa kepetugas kesehatan.

c. Diare Tanpa Dehidrasi

Diare tanpa dehidrasi jika hanya ada salah satu tanda pada

dehidrasi berat atau ringan. Penatalaksanaannya berikan ASI lebih

sering dan lebih lama setiap kali pemberian, berikan cairan tambahan

yaitu berupa oralit atau air matang sebanyak bayi mau, ajari pada ibu

cara memberikan oralit dengan memberi 6 bungkus oralit, anjurkan

pada ibu jumlah oralit yang diberikan sebagai tambahan cairan,

anjurkan untuk meminum sedikit tapi sering.

d. Diare Persisten

Diare persisten apabila terjadi diare sudah lebih dari 14 hari.

Tindakan dan pengobatan untuk mengatasi masalah diare persisten dan

disentri dalam manajemen balita sakit adalah sebagai berikut : atasi

diare sesuai dengan tingkat diare dan dehidrasi, pertahankan kadar gula

agar tidak turun, anjurkan agar bayi tetap hangat, lakukan rujukan

segera.

e. Disentri

Apabila diare disertai darah pada tinja dan tidak ada tanda

gangguan saluran pencernaan. Tindakan dan pengobatan sama dengan

diare persisten.

Page 6: Gajala Brdsarkan Drjat Dehidrasi

13

7. Tanda dan gejala

Menurut Nursalam (2005), tanda dan gejala diare berdasarkan

klasifikasi diare sebagai berikut:

Tabel: 2.1 Tanda dan gejala diare

Tanda/gejala yang tampak Klasifikasi

Terdapat dua atau lebih tanda-tanda berikut:

1. Letargis atau tidak sadar

2. Mata cekung

3. Tidak bisa minum atau malas

minum

4. Cubitan kulit perut kembalinya

sagat lambat

Diare dengan dehidrasi

berat

Terdapat dua atau lebih tanda-tanda berikut:

1. Gelisah, rewel, atau mudah marah

2. Mata cekung

3. Haus, minum dengan lahap

4. Cubitan kulit perut kembalinya

lambat

Diare dengan dehidrasi

ringan/sedang

Tidak ada tanda-tanda untuk

diklasifikasikan sebagai dehidrasi berat atau

ringan/sedang

Diare tanpa dehidrasi

Diare selama 14 hari atau lebih disertai

dengan dehidrasi

Diare presisten berat

Diare selama 14 hari atau lebih tanpa

disertai tanda dehidrasi

Diare presisten

Terdapat darah dalam tinja (berak

bercampur darah)

Disentri

Sumber: Pedoman MTBS (2008).

8. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan untuk mengetahui terjadinya

penyakit diare pada balita menurut Staf pengajaran ilmu kesehatan anak

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), 2007:

a. Pemeriksaan tinja

1) Makroskopis dan mikroskopis

2) pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet

clinitest, bila diduga terdapat intoleransi gula.

3) Bila perlu dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.

Page 7: Gajala Brdsarkan Drjat Dehidrasi

14

b. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan

menentukan pH dan cadangan alkali atau pemeriksaan analisa gas

darah menurut Satrup (bila memungkinkan).

c. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.

d. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium dan

fosfor dalam serum (terutama pada penderita diare yang disertai

kejang).

e. Pemeriksaan intubasi duodenum untuk mengetahui jasad renik atau

parasit secara kualitatif dan kuantitatif, terutama dilakukan pada

penderita diare kronik.

9. Komplikasi diare

Menurut Suriyadi dan Yuliani (2005), akibat diare dan kehilangan

cairan serta elektrolit secara mendadak dapat terjadi berbagai komplikasi

sebagai berikut dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik,

hipertonik), hipokalemia, hipokalsemia, cardiac dysrhythmias akibat

hipokalemi dan hipokalsemi, hiponatremia, syok hipovolemik, dan

asidosis.

10. Penatalaksanaan

Menurut Hidayat (2005) penatalaksanaan atau penanggulangan

penderita diare di rumah antara lain:

a. Memberi tambahan cairan

Berikan cairan lebih sering dan lebih lama pada setiap kali

pemberian, jika anak memperoleh ASI eksklusif berikan oralit atau air

matang sebagai tambahan. Anak yang tidak memperoleh ASI eksklusif

berikan 1 atau lebih cairan berikut : oralit, cairan makanan (kuah,

sayur, air tajin) atau air matang.

Sebagai tenaga kesehatan harus memberitahu ibu berapa

banyak cairan seharinya :

1) Sampai umur 1 tahun : 50 sampai 100 ml setiap kali berak

Page 8: Gajala Brdsarkan Drjat Dehidrasi

15

2) Umur 1 sampai 5 tahun : 100 sampai 200 ml setiap kali berak

Minumkan cairan sedikit demi sedikit tetapi sering dan jika muntah

tunggu 10 menit kemudian lanjutkan lagi sampai diare berhenti.

b. Memberi makanan

Saat diare anak tetap harus diberi makanan yang memadai,

jangan pernah mengurangi makanan yang biasa dikonsumsi anak,

termasuk ASI dan susu. Hindari makanan yang dapat merangsang

pencernaan anak seperti makanan yang asam, pedas atau buah-buahan

yang mempunyai sifat pencahar.

Bila diare terjadi berulang kali, balita atau anak akan

kehilangan cairan atau dehidrasi yang ditandai dengan :

1) Anak menangis tanpa air mata

2) Mulut dan bibir kering

3) Selalu merasa haus

4) Air seni keluar sedikit dan berarna gelap, ada kalanya tidak keluar

sama sekali.

5) Mata cekung dan terbenam

6) bayi tanda dehidrasi bias dilihat dari ubun-ubun yang menjadi

cekung

7) Anak mudah mengantuk

8) Anak pucat dan turgor tidak baik

Untuk menanggulanginya perlu diberi cairan banyak, tidak

harus oralit. Bisa berupa teh manis, larutan gula garam atau sup. Air

tajin justru cukup efektif bagi bayi untuk mengatasi diare. Dan jauh

lebih baik dibandingkan dengan oralit karena tajin mengandung

glukosa primer yang mudah diserap. Penggunaan air tajin sebagai obat

diare tidak berbahaya untuk bayi sekalipun (Suryana, 2005).

Penatalaksanaan penderita diare di tempat pelayanan kesehatan

atau penatalaksanaan secara medis (Ngastiyah, 2005):

Page 9: Gajala Brdsarkan Drjat Dehidrasi

16

1) Pemberian cairan

a) Cairan peroral, diberikan pada pasien dengan dehidrasi rungan

atau sedang bisa diberi oralit

b) Cairan parenteral, pemberiannya dapat diberikan dengan cara

melalui intra vena misalnya cairan Ringer Laktat (RL) yang

selalu tersedia di fasilitas kesehatan di mana saja.

c) Pengobatan Diatetik

Untuk anak di bawah 1 tahun dan anak di atas 1 tahun

dengan berat badan < 7 kg jenis makanannya adalah :

a) Susu (ASI dan atau susu formula yang mengandung laktosa

rendah dan asam lemak tidak jenuh, misalnya LLM (Low

Lactose Milk), Almiron atau sejenis lainnya).

b) Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat (nasi

tim), bila anak tidak mau minum susu karena di rumah tidak

biasa.

c) Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan

misalnya susu yang tidak mengandung laktosa atau asam lemak

yang berantai sedang atau tidak jenuh.

2) Obat-Obatan

Prinsip pengobatan diare ialah menggantikan cairan yang

hilang melalui tinja dengan atau tanpa muntah, dengan cairan yang

mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain :

a) Asetosal dosis 25 mg/kg BB/hari

b) Khlorpromazin dosis 0,5-1 mg/kg BB/hari.

B. UPAYA KELUARGA DALAM PENCEGAHAN TERJADINYA

PENYAKIT DIARE PADA BALITA

Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah atau mengurangi

keparahan penyakit bila balita sedang menderita diare. Hal yang dapat

dilakukan keluarga agar terhindar dari diare menurut Akhmadi (2009) dalam

Sunoto (1990) adalah sebagai berikut:

Page 10: Gajala Brdsarkan Drjat Dehidrasi

17

1. Pemberian ASI

ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi karena selain

komposisinya tepat, murah dan juga terjaga kebersihannya. ASI tersedia

dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara

optimal oleh bayi. Oleh karena itu sampai usia 6 bulan bayi dianjurkan

hanya untuk minum ASI saja tanpa tambahan makanan lain kecuali kalau

sudah lebih dari 6 bulan dengan tambahan bubur. ASI mempunyai khasiat

pencegahan secara imunologik dan turut memberikan perlindungan

terhadap diare pada bayi yang mendapat makanan tercemar. Bayi yang

diberi ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar

terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu formula.

Flora usus bayi yang disusui mencegah tumbuhnya bakteri penyebab diare.

Pemberian ASI selama diare dapat mengurangi akibat negatif terhadap

pertumbuhan dan keadaan gizi bayi serta mengurangi keparahan diare.

2. Memperbaiki makanan sapihan

Penyapihan adalah proses seorang anak secara bertahap mulai

dibiasakan dengan susunan makanan orang dewasa. Susu, terutama ASI

tetap merupakan bagian penting dalam susunan makanannya khususnya

sampai usia 2 tahun. ASI eksklusif diberikan sampai bayi berumur 6 tahun

setelah itu cara bertahap dikenalkan makanan tambahan yang lunak. Pada

umur 1 tahun semua jenis makanan yang mudah disiapkan dapat diberikan

sebanyak 4-6 kali sehari. Makanan dimasak dan direbus dengan baik,

disimpan di tempat dingin dan dihangatkan sebelum diberikan.

3. Banyak menggunakan air bersih

Air bersih merupakan barang yang mahal saat sekarang karena

dibeberapa daerah banyak yang mengalami krisis air bersih. Namun

penyediaan air bersih yang memadai penting untuk secara efektif

membersihkan tempat dan peralatan memasak serta makanan, demikian

pula untuk mencuci tangan. Hal ini memungkinkan untuk mengurangi

tertelannya bakteri patogen pada balita. Kita juga harus membiasakan

perilaku hidup bersih dan sehat salah satunya dengan mencuci tangan dan

Page 11: Gajala Brdsarkan Drjat Dehidrasi

18

sabun ketika mau makan atau setelah memegang benda yang kotor.

Demikian juga peralatan sumber air untuk bayi, tempat yang digunakan

dan lainnya harus bersih untuk mencegah terjadinya diare.

4. Mencuci tangan

Mencuci tangan dengan sabun, terutama setelah buang air besar

dan sebelum memegang makanan dan makan merupakan salah satu cara

mencegah terjadinya diare. Keluarga dan setiap individu harus paham

fungsi dan manfaat mencuci tangan dengan sabun. Cuci tangan dengan

bersih dilakukan setelah membersihkan anak yang buang air besar,

membuang tinja anak, dan buang air besar. Cuci tangan juga perlu

dilakukan sebelum menyiapkan makanan, makan, dan memberikan

makanan kepada anak. Anak juga secara bertahap diajarkan kebiasaan

mencuci tangan.

5. Penggunaan jamban

Penggunaan jamban yang baik adalah apabila tidak ada tinja yang

tertinggal (menempel) di sekitar jamban, serta teratur dalam

membersihkan dan menyikat jamban. (Sutomo, 1995). Sedangkan

karakteristik jamban yang baik sebagai berikut: dapat digunakan oleh

semua anggota keluarga, berjarak sekurang-kurangnya 20 meter dari

sumber air dan pemukiman, tandon penampung tinja sekurang-kurangnya

sedalam 1 meter, serta tidak memungkinkan lalat/serangga hinggap di

tampungan tinja (dengan sistem leher angsa).

6. Cara yang benar membuang tinja bayi

Tinja harus dibungkus dengan kertas atau daun kemudian dibuang

dengan cepat ke dalam jamban atau lubang di tanah. Apabila tinja terpaksa

dibuang di udara terbuka, maka dibuang di tempat yang terkena sinar

matahari, karena sinar matahari dapat membunuh bakteri dan kuman-

kuman dalam tinja tersebut. Setelah buang air besar balita segera

dibersihkan kemudian tangan keluarga yang membuang tinja dan tangan

balita dicuci dengan sabun sampai bersih.

Page 12: Gajala Brdsarkan Drjat Dehidrasi

19

7. Imunisasi campak

Pemberian imunisasi campak berkorelasi terhadap kejadian diare.

Hal ini dilakukan pada balita yang sedang menderita campak dan selama

dua atau tiga bulan setelah penyakit campak menunjukkan kasus diare

dengan angka lebih tinggi dan lebih parah daripada balita yang sama tanpa

campak. Oleh karena itu balita diusahakan untuk mendapatkan imunisasi

campak segera setelah berumur sembilan bulan.

Sedangkan menurut Murtaqi (2009), adapun cara pencegehan diare

dapat dilakukan dengan cara:

1. Mencuci tangan pakai sabun dengan benar pada lima waktu penting yaitu:

1) sebelum makan, 2) setelah buang air besar, 3) sebelum memegang bayi,

4) setelah menceboki anak dan 5) sebelum menyiapkan makanan.

2. Meminum air minum sehat, atau air yang telah diolah, antara lain dengan

cara merebus, pemanasan dengan sinar matahari atau proses klorinasi;

3. Pengelolaan sampah yang baik supaya makanan tidak tercemar serangga

(lalat, kecoa, kutu, lipas, dan lain-lain);

4. Membuang air besar dan air kecil pada tempatnya, sebaiknya

menggunakan jamban dengan tangki septik.

Diare umumnya ditularkan melaui 4 F, yaitu Food, Feces, Fly dan

Finger. Oleh karena itu upaya pencegahan diare yang praktis adalah dengan

memutus rantai penularan tersebut. Beberapa upaya yang mudah diterapkan

adalah (Ngastiyah, 2005): penyiapan makanan yang higienis, penyediaan air

minum yang bersih, kebersihan perorangan, cuci tangan sebelum makan,

pemberian ASI eksklusif, buang air besar pada tempatnya (WC, toilet), tempat

buang sampah yang memadai, berantas lalat agar tidak menghinggapi

makanan, dan lingkungan hidup yang sehat. sedangkan menurut Styanegara

dan Widjaja (2005), untuk mengurangi kemungkinan anak menderita diare

antara lain sebagian besar infeksi diare menular melalui kontak tangan

kemulut secara langsung, setelah terpajan tinja (kotoran). Ini terjadi paling

sering pada anak yang tidak pernah dilatih ketoilet. Tingkatkan kebersihan diri

Page 13: Gajala Brdsarkan Drjat Dehidrasi

20

(seperti cuci tangan setelah ketoilet atau mengganti popok dan sebelum

makan) dan kebersihan didalam rumah serta ditempat penitipan anak atau

taman kanak-kanak. Hindari meminum susu mentah dan memakan makanan

yang terkontaminasi/basi. Hindari penggunaan obat-obatan yang tidak perlu,

khususnya antibiotik. Jika memungkinkan, beri ASI bayi anda sejak dini.

Jangan memberi anak anda minuman yang manis atau jus secara tidak

terbatas.

Faktor yang mempengaruhi upaya keluarga dalam pencegahan

terjadinya diare pada balita.

1. Faktor lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitarnya baik

berupa benda hidup, benda mati, benda nyata maupun abstrak termasuk

manusia lain, serta suasana yang terbentuk karena terjadinya interaksi di

antara elemen-elemen di alam tersebut lingkungan itu sangat luas, oleh

karenanya seringkali dikelompokkan untuk mempermudah permohonan

(Makono, 2000). Adapun sanitasi lingkungan adalah status kesehatan

suatu lingkungan yang mencakup perumahan, pembuangan kotoran,

penyediaan air bersih dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003). Ruang lingkup

kesehatan lingkungan antara lain:

a. Perumahan

Rumah adalah salah satu persyaratan pokok bagi kehidupan

manusia. Karakteristik rumah yang dapat mencegah terjadinya diare

dapat diukur berdasarkan tingkat kesejahteraan keluarganya pada

keluarga pra sejahtera, keluarga haruslah mempunyai rumah yang

sebagian besar berlantai bukan dari tanah. Pada keluarga sejahtera 1

setiap anggota keluarga haruslah mempunyai ruang kamar yang

luasnya 8 m². semua anggota keluarga sehat dalam tiga bulan terakhir

sehingga dapat melaksanakan fungsi mereka masing-masing

Page 14: Gajala Brdsarkan Drjat Dehidrasi

21

(Sudiharto, 2007). Lingkungan fisik rumah dapat dilihat dari

kebersihan lingkungan rumah, alat rumah tangga, perabot, dan alat

makan minum (Anonim, 2009). Menurut Notoatmodjo (2008), Rumah

yang sehat harus mempunyai fasilitas-fasilitas sebagai berikut

penyediaan air bersih yang cukup, pembuangan tinja, pembuangan air

limbah (air bekas), pembuangan sampah, dan fasilitas dapur ruang

berkumpul keluarga.

b. Penyediaan air bersih

Sarana air bersih adalah semua sarana yang dipakai sebagai

sarana air bersih bagi pemenuhan rumah yang dipakai sehari-hari. Hal

yang perlu diperhatikan dalam penyediaan air bersih adalah:

1) Jarak antara sumber air bersih dengan sumber pengotoran

septictank tempat pembuangan sampah dan tempat pembuangan air

limbah adalah > 10 meter.

2) Pada sumber gali kedalam 3 meter dari pemukiman tanah dibuat

kedap air dan dilengkapi tutup atau bibir sumur.

3) Sumber air diperoleh dari air sumur dalam, air sumur dangkal,

mata air, air sungai dan danau, air hujan, air PAM.

4) Sarana yang ada perlu dijaga dan dipelihara kebersihannya.

5) Secara fisik, air yang sehat adalah air yang jernih, tidak berbau dan

tidak berasa. Air minum seharusnya tidak mengandung kuman

pathogen yang dapat membahayakan kesehatan manusia, juga tidak

mengandung zat kimia yang dapat mempengaruhi fungsi tubuh,

serta air juga tidak boleh meninggalkan endapan pada seluruh

jaringan distribusi yang mempunyai tujuan untuk mencegah

terjadinya penyakit bawaan air (Notoatmodjo, 2007).

Page 15: Gajala Brdsarkan Drjat Dehidrasi

22

c. Jamban keluarga

Jamban keluarga adalah salah satu bagian yang dipergunakan

untuk membuang tinja atau kotoran manusia bagi keluarga yang lazim

disebut kakus/WC jamban keluarga bermanfaat untuk mencegah

terjadinya penularan penyakit dan pencernaan dari kotoran manusia.

Adapun syarat jamban sehat adalah tidak berbau dan tinja tidak dapat

dijamah oleh serangga dan tikus, tidak mencemari tanah sekitar, sudah

dibersihkan, aman dipergunakan, dilengkapi dinding dan atap

pelindung, cukup penerangan, lantai kedap air, jamban berbentuk leher

angsa, tersedia alat pembersih jamban, lubang penampung kotoran

tertutup (Notoatmodjo, 2007).

d. Pengelolaan sampah

Sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat yang sudah

tidak dipakai lagi oleh manusia, atau benda padat yang sudah

digunakan lagi dalam suatu kegiatan manusia dan dibuang

(Notoatmodjo, 2003). Sampah erat kaitannya dengan kesehatan

masyarakat, karena dari sampah tersebut akan hidup berbagai

mikroorganisme berbagai penyakit, dan juga binatang serangga

sebagai pemindah atau penyebar penyakit (vektor). Oleh sebab itu

sampah harus dikelola dengan baik sampai sekecil mungkin tidak

mengganggu atau mengancam kesehatan masyarakat, Notoatmodjo

(2007) menyebutkan bahwa yang perlu diperhatikan dalam

pengelolaan sampah adalah:

1) Tersedianya temapat pembuangan sampah dilingkungan rumah

yang terbuat dari tong.

2) Jarak pembuangan samapah dengan rumah adalah ± 5 meter.

3) Dengan cara pengumpulan dan pengangkutan sampah serta

pemusnahan dan pengolahan sampah. Pemusnahan dan

Page 16: Gajala Brdsarkan Drjat Dehidrasi

23

pengelolaan sampah dilakukan melalui berbagai cara, antara lain:

ditanam (landfill), dengan membuat lubang ditanah kemudian

sampah dimasukkan dan ditimbun dengan tanah. Dibakar

(inceneration), memusnahkan sampah dengan cara membakar

didalam tungku pembakaran. Dijadikan pupuk (composting),

sampah diolah menjadi kompos, khususnya untuk sampah organik.

e. Saluran pembuangan limbah

Saluran pembuangan air limbah adalah suatu bangunan yang

digunakan untuk membuang air dari kamar mandi, tempat cuci, dapur

dan lain-lain bukan dari jamban, dengan persyaratan, bentuk saluran

pembuangan air limbah tertutup atau terbuka, kelancaran air limbah,

tidak menimbulkan bau dan karakteristik air limbah (Notoatmodjo,

2003).

2. Faktor perilaku

a. Definisi

Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri

yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan,

berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan

sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud

perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik

yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak

luar (Notoatmodjo, 2003). Kebersihan pada ibu dan balita terutama

dalam hal perilaku cuci tangan setiap makan, merupakan sesuatu yang

baik. Sebagian besar kuman infeksi diare ditularkan melalui jalur

fecal-oral. Dapat ditularkan dengan memasukkan kedalam mulut,

cairan atau benda tercemar dengan tinja misalnyakan air minum dan

makanan. Kebiasaan dalam kebersihan adalah bagian penting dalam

penularan kuman diare, dengan mengubah kebiasaan dengan tidak

mencuci tangan menjadi mencuci tangan dapat memutuskan penularan.

Page 17: Gajala Brdsarkan Drjat Dehidrasi

24

Penularan 14-18% terjadinya diare diharapkan sebagai hasil

pendidikan tentang kesehatan dan perbaikan kesehatan (DepKes RI,

2000).

Menurut skinner dikutip dari Notoatmodjo (2005), bahwa

perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan

tanggapan (respon) yang dibedakan adanya dua respon, yaitu:

1) Respondent respon adalah respon yang ditimbulkan oleh

rangsangan-rangsangan tertentu dan menimbulkan rangsangan

tetap, misalnya makanan yang lezat menimbulkan air liur.

2) Operant respons adalah respon yang timbul dan perkembangannya

diikuti oleh perangsang tertentu dan diperkuat oleh respon yang

telah dilakukan oleh organisme. Misalnya seorang anak belajar

atau telah melakukan perbuatan kemudian memperoleh reward

(hadiah), maka ia akan menjadi lebih giat belajar atau akan lebih

baik melakukan perbuatan tersebut.

b. Prosedur pembentukan perilaku

Notoatmodjo (2005), mengungkapkan bahwa sebagian perilaku

manusia adalah operant respons, sehingga untuk membentuk jenis

respon atau perilaku ini diciptakan adanya suatu kondisi tertentu yang

disebut operant conditioning. Prosedur pembentukan perilaku dalam

operant conditioning ini menurut skinner adalah sebagai berikut:

1) Melakukan identifikasi tentang hal-hal yang merupakan penguat

atau reinforcer berupa hadiah-hadiah atau rewards bagi perilaku

yang akan dibentuk.

2) Melakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen

kecil yang membentuk perilaku yang dikehendaki. Kemudian

komponen-komponen tersebut disusun dalam urutan yang tepat

untuk menuju kepada terbentuknya perilaku yang dimaksud.

Page 18: Gajala Brdsarkan Drjat Dehidrasi

25

3) Dengan mengunakan secara urut komponen-komponen itu sebagai

tujuan-tujuan sementara, mengidentifikasi reinforce atau hadiah

untuk masing-masing komponen tersebut.

4) Melakukan pembentukan perilaku, dengan menggunakan urutan

komponen yang telah tersusun itu. Apabila komponen pertama

telah dilakukan, maka hadiahnya diberikan, hal ini akan

mengakibatkan komponen atau perilaku (tindakan) tersebut

cenderung akan sering dilakukan. Kalau perilaku ini sudah

terbentuk, kemudian dilakukan komponen kedua terbentuk. Setelah

itu dilanjutkan dengan komponen ketiga, keempat dan selanjutnya

sampai seluruh perilaku yang diharapkan terbentuk.

c. Faktor yang mempengaruhi perilaku

Menurut Green, dalam Notoatmodjo (2005), mengemukakan

bahwa untuk mencoba menganalisa perilaku manusia dari tingkat

kesehatan orang dapat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor dari

dalam perilaku dan faktor dari luar perilaku. Perilaku terbentuk dari

tiga faktor yaitu:

1) Faktor predisposisi (presdisposing factor)

yang mencakup pengetahuan, sikap, kepercayaan, norma

sosial, dan unsur lain yang terdapat dalam diri individu maupun

masyarakat. Terbentuknya suatu perilaku baru dimulai pada

cognitive domain dalam arti subyek tahu terlebih dahulu terhadap

stimulus yang berupa materi untuk cuci tangan, sehingga

menimbulkan pengetahuan baru bagi subjek tersebut, sehingga

menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap subjek terhadap

pengetahuan tentang cuci tangan. Pengetahuan dan sikap subjek

terhadap cuci tangan diharapkan akan membentuk perilaku

(psikomotorik) subyek terhadap cuci tangan. Dibawah ini akan

diuraikan tentang pengetahuan, sikap dan praktek.

Page 19: Gajala Brdsarkan Drjat Dehidrasi

26

a. Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2005), mengemukakan

pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan hal ini telah terjadi

setelah orang melakukan pengindraan terhadap pengetahuan

ini. Selain pengindraan ini, juga dengan penciuman, rasa dan

raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui

mata dan telinga. Pengetahuan ini juga merupakan domain

(kawasan yang penting untuk terbentuknya perilaku mencuci

tangan yaitu pengetahuan. Pengetahuan yang cukup didalam

cognitive domain mempunyai enam tingkatan, yaitu tahu

(know) artinya mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali terhadap materi mencuci tangan dan

prakteknya yang telah diterima, kemudian memahami

(comprehension) mempunyai arti suatu kemampuan untuk

menjelaskan tau mempraktekkan secara benar tentang cuci

tangan, aplikasi (application) dapt diartikan sebagai suatu

kemampuan untuk menggunakan pengetahuan tentang

pentingnya cuci tangan yang telah dipelajari, sedangkan

analisis (analysis) adalah suatu kemampuan untuk

menghubungkan dan menguraikan dalam seluruh materi

tersebut. Evaluasi (evaluation) berkaitan dengan kemampuan

untuk melakukan penilaian terhadap materi tersebut.

b. Sikap

Sikap merupakan kesiapan atau ketersediaan untuk

bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu.

Dalam kata lain fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi

terbuka) atau aktivitas akan tetapi merupakan predisposisi

perilaku (tindakan) reaksi tertutup. Sikap terhadap cuci tangan

Page 20: Gajala Brdsarkan Drjat Dehidrasi

27

merupakan reaksi (respon) yang masih tertutup dari seseorang

terhadap materi cuci tangan sikap secara nyata menunjukkan

tambahan adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu

dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat

emosional terhadap stimulus sosial. Sikap tersebut merupakan

kesiapan untuk bereaksi terhadap pengetahuan tentang

pentingnya cuci tangan, penghayatan terhadap pengetahuan ini

meliputi komponen untuk mencuci tangan yaitu kepercayaan

(keyakinan), ide dan konsep, kehidupan emosional (evaluasi)

kecenderungan untuk bertindak ketiga komponen ini secara

bersama-sama membentuk sikap yang utuh. Dalam

pengetahuannya, pengetahuan berfikir, keyakinan dan emosi

memegang peran penting (Notoatmodjo, 2003).

Berbagai tindakan, sikap yang berpengaruh terhadap

pengetahuan tentang pentingnya mencuci tangan antara lain

menerima (receiving), merespon, menghargai dan bertanggung

jawab menerima sendiri artinya keluarga mau memperhatikan

pengetahuan tentang pentingnya mencuci tangan. Merespon

(responding) dapat diartikan memberikan jawaban apabila

ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan

adalah suatu indikasi dari sikap tingkat tiga, sedangkan

tanggung jawab (responsible), bertanggung jawab atas segala

sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan

sikap yang paling tinggi (Notoatmodjo, 2005).

c. Tindakan atau praktek

Tingkatan-tingkatan praktek antara lain persepsi, respon

terpimpin, mekanisme serta adaptasi. Dalam persepsi

(perception) mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan

dengan tindakan yang akan diambil merupakan praktek tingkat

Page 21: Gajala Brdsarkan Drjat Dehidrasi

28

pertama, sedangkan respon terpimpin (guided respons) dapat

melakukan cuci tangan yang benar sesuai dengan contoh

merupakan indicator praktek kedua. Untuk mekanisme

(mecanism) artinya apabila seseorang telah melakukan cuci

tangan dengan benar dan tanpa paksaan (dengan penuh

kesadaran) maka sudah mencapai praktik tingkat tiga,

sedangkan adaptasi (adaptation) adalah suatu praktek

(tindakan) yang sudah berkembang dengan baru artinya suatu

itu sudah dan telah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran

tindakan tersebut.

2) Faktor pendukung atau pemungkin (Enabling factor)

Faktor pendukung antara lain umur, status sosial ekonomi,

pendidikan dan sumber daya manusia. Hubungan antara konsep

pengetahuan dan praktek kaitannya dalam suatu materi kegiatan

biasanya mempunyai anggapan yaitu adanya pengetahuan tentang

manfaat suatu hal yang akan menyebabkan orang mempunyai sikap

positif terhadap hal tersebut. Selanjutnya sikap positif ini akan

mempengaruhi untuk ikut dalam kegiatan ini. Niat ikut serta dalam

kegiatan ini akan menjadi tindakan apabila mendapatkan dukungan

sosial dan tersedianya fasilitas kegiatan ini disebut perilaku.

Berdasarkan teori WHO menyatakan bahwa yang menyebabkan

seseorang berperilaku ada tiga alasan diantaranya adalah sumber

daya (resource) meliputi fasilitas, pelayanan kesehatan dan

pendapatan keluarga.

a) Umur

Umur adalah usia yang menjadi indikator dalam

kedewasaan di setiap pengambilan keputusan untuk melakukan

sesuatu yang mengacu pada setiap pengalamannya. Umur

seseorang sedemikian besarnya akan mempengaruhi perilaku,

Page 22: Gajala Brdsarkan Drjat Dehidrasi

29

karena semakin lanjut umurnya maka semakin lebih

bertanggung jawab, lebih tertib, lebih bermoral, lebih berbakti

dari usia muda (Notoatmodjo, 2002). Karakteristik pada ibu

balita berdasarkan umur sangat berpengaruh terhadap

pencegahan terjadinya diare pada balita. Semakin tua umur ibu

maka kesiapan dalam pencegahan terjadinya diare pada balita

akan semakin baik dan dapat berjalan dengan baik.

b) Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam

pemberian respon terhadap sesuatu yang datangnya dari luar.

Orang yang berpendidikan tinggi akan memberikan respon

yang lebih rasional terhadap informasi yang datang dan akan

berfikir sejauh mana keuntungan yang akan mereka dapatkan.

c) Status pekerjaan ibu

Status pekerjaan ibu mempu yai hubungan yang

bermakna dengan kejadian diare pada balita. Pada pekerjaan

ibu atau keaktifan ibu dalam berorganisasi sosial berpengaruh

pada kejadian diare pada balita. Dengan pekerjaan tersebut

diharapkan ibu mendapat informasi tentang pencegahan diare.

Terdapat 9,3% anak balita menderita diare pada ibu yang

bekerja, sedangkan ibu yang tidak bekerja sebanyak 12%

(Irianto, 1996).

d) Paparan Media Massa atau Informasi

Melalui berbagai media, baik cetak maupun elektronik

berbagai informasi dapat diterima oleh masyarakat sehingga

seseorang yang lebih sering terpapar media massa (TV, radio,

majalah dan lai-lain) akan memperoleh informasi yang lebih

Page 23: Gajala Brdsarkan Drjat Dehidrasi

30

banyak dibandingkan dengan orang tidak pernah terpapar

informasi media massa.

e) Akses Layanan Kesehatan atau Fasilitas Kesehatan

Mudah atau sulitnya dalam mengakses kesehatan

tentunya akan berpengaruh terhadap pengetahuan khususnya

dalam hal kesehatan. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan

dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi

materi yang ingin diukur dan subjek penelitian atau respon

(Notoatmodjo, 2003)

3) Faktor pendorong (Reinforcing factor) yaitu faktor yang

memperkuat perubahan perilaku seseorang yang dikarenakan sikap

suami, orang tua tokoh masyarakat atau petugas kesehatan.

Page 24: Gajala Brdsarkan Drjat Dehidrasi

31

C. KERANGKA TEORI

Skema: 2.1 Kerangka teori

(Nursalam, 2008; Ngatsiyah, 2005; Murtaqi, 2009, dan Green, dalam

Notoatmodjo 2007)

D. VARIABEL PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian diskriptif yang mempunyai

variable tunggal/mandiri yaitu upaya keluarga dalam pencegahan terjadinya

penyakit diare pada balita. Penelitian diskriptif adalah penelitian yang

dilakukan terhadap variable mandiri yaitu tanpa membuat perbandingan atau

menghubungkan dengan variable lain (Sugiyono, 2005).

Upaya keluarga dalam

pencegahan terjadinya

penyakit diare pada balita Akibat diare:

1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat,

hipotonik, isotonik, hipertonik)

2. Hipokalemia

3. Hipokalsemia

4. Cardiac dysrhythmias akibat

hipokalemi dan hipokalsemi

5. Hiponatremia

6. Syok hipovolemik

7. Asidosis

Penyebab diare:

1. Faktor infeksi

2. Faktor malabsorbsi

3. Faktor makanan

4. Faktor psikologis

Diare

Faktor yamg mempengaruhi upaya keluarga dalam

pencegahan diare:

1. Faktor Predisposisi: Pengetahuan, Sikap,

Kepercayaan, Tradisi, Nilai – nilai, Tingkat

pendidikan, Tingkat sosial ekonomi.

2. Faktor pendukung: Sarana dan prasarana,

Terjangkaunya fasilitas kesehatan, Ketersediaan

pelayanan kesehatan.

3. Faktor penguat: Sikap dan perilaku petugas

kesehatan, Tokoh agama, Tokoh masyarakat,

Peraturan pemerintah.