full

21
BAB I PENDAHULUAN Tetanus merupakan salah satu penyakit infeksi yang dapat dicegah dengan imunisasi. Penyakit ini ditandai oleh kekakuan otot dan spasme yang diakibatkan oleh pelepasan neurotoksin (tetanospasmin) oleh Clostridium tetani. 1 Di negara berkembang tetanus masih sering dijumpai akibat kebiasaan sosial dan pelayanan kesehatan masyarakat yang tidak memadai. 1 Diperkirakan angka kejadian tetanus pertahunnya sekitar satu juta kasus dengan tingkat mortalitas yang berkisar dari 6% hingga 60%. Berdasarkan data dari WHO, diperkirakan insidens tetanus di seluruh dunia adalah sekitar 700.000 – 1.000.000 kasus per tahun. 1 Selama 20 tahun terakhir, insiden tetanus telah menurun seiring dengan peningkatan cakupan imunisasi. Namun demikian, hampir semua negara tidak memiliki kebijakan bagi orang yang telah divaksinasi yang lahir sebelum program imunisasi diberlakukan ataupun penyediaan booster yang diperlukan untuk perlindungan jangka lama. 2 Di Indonesia, tetanus masih menjadi salah satu dari sepuluh besar penyebab kematian pada anak. Meskipun insiden tetanus saat ini sudah menurun, namun kisaran tertinggi angka kematian dapat mencapai angka 60%. 1

Upload: agusbhakti

Post on 22-Dec-2015

8 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

tetanus

TRANSCRIPT

Page 1: Full

BAB I

PENDAHULUAN

Tetanus merupakan salah satu penyakit infeksi yang dapat dicegah dengan

imunisasi. Penyakit ini ditandai oleh kekakuan otot dan spasme yang diakibatkan

oleh pelepasan neurotoksin (tetanospasmin) oleh Clostridium tetani.1

Di negara berkembang tetanus masih sering dijumpai akibat kebiasaan sosial dan

pelayanan kesehatan masyarakat yang tidak memadai.1 Diperkirakan angka

kejadian tetanus pertahunnya sekitar satu juta kasus dengan tingkat mortalitas

yang berkisar dari 6% hingga 60%. Berdasarkan data dari WHO, diperkirakan

insidens tetanus di seluruh dunia adalah sekitar 700.000 – 1.000.000 kasus per

tahun.1

Selama 20 tahun terakhir, insiden tetanus telah menurun seiring dengan

peningkatan cakupan imunisasi. Namun demikian, hampir semua negara tidak

memiliki kebijakan bagi orang yang telah divaksinasi yang lahir sebelum program

imunisasi diberlakukan ataupun penyediaan booster yang diperlukan untuk

perlindungan jangka lama.2

Di Indonesia, tetanus masih menjadi salah satu dari sepuluh besar penyebab

kematian pada anak. Meskipun insiden tetanus saat ini sudah menurun, namun

kisaran tertinggi angka kematian dapat mencapai angka 60%. Selain itu, meskipun

angka kejadiannya telah menurun setiap tahunnya, namun penyakit ini masih

belum dapat dimusnahkan meskipun pencegahan dengan imunisasi sudah

diterapkan secara luas di seluruh dunia. Oleh karena itu, diperlukan kajian lebih

lanjut mengenai penatalaksanaan serta pencegahan tetanus guna menurunkan

angka kematian penderita tetanus.2

1

Page 2: Full

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Tetanus berasal dari bahasa Yunani, “tetanos” yang artinya kontraksi.3 Penyakit

ini merupakan infeksi akut yang disebabkan oleh eksotoxin yang dihasilkan oleh

Clostridium tetani yang ditandai dengan peningkatan kekakuan umum dan

kejang-kejang otot rangka.3,4 Spasme hampir selalu terjadi pada otot leher dan

rahang, menyebabkan penutupan rahang, dan melibatkan otot-otot batang tubuh

serta otot ekstremitas. Kontraksi otot bersifat nyeri, dan bisa terjadi lokal maupun

general.3

2.2 Epidemiologi

Tetanus ditemukan di seluruh dunia, terjadi secara sporadis atau secara outbreak

dalam skala yang kecil. Saat ini di negara maju sudah jarang ditemukan,

sedangkan di negara agraris dimana kontak dengan kotoran hewan masih

dimungkinkan, tetanus sering ditemukan. Pada dewasa, laki-laki lebih sering dari

pada wanita, yaitu 2,5:1, kebanyakan pada usia produktif.4

Amerika mencatat kejadian tetanus tertinggi di negaranya terutama pada usia <20

tahun dan >60 tahun, serta pada pemakai narkoba suntik. Hingga tahun 2004,

Dinas Kesehatan Jawa Barat mencatat kejadian tetanus di Jawa Barat berkisar 68

kasus, dengan angka kematian mencapai 45%.3 Data penderita tetanus di Bandung

pada tahun 2005 dilaporkan 68 orang yang dirawat di rumah sakit.3

2.3 Etiologi

Penyakit tetanus disebabkan oleh toksin yang dihasilkan oleh bakteri Clostridium

tetani yang berbentuk batang dan memiliki sifat basil gram positif dengan spora

pada ujungnya sehingga berbentuk mirip seperti pemukul gendering. Obligat

anaerob (berbentuk vegetative apabila berada dalam lingkungan anaerob) dan

dapat bergerak dengan menggunakan flagella. Bakteri ini menghasilkan

eksotoksin yang kuat dan mampu membentuk spora (terminal spore) yang mampu

2

Page 3: Full

bertahan dalam suhu tinggi, kekeringan dan desinfektan.5

Bakteri Clostridium tetani ini banyak ditemukan di tanah, kotoran manusia dan

hewan peliharaan serta di daerah pertanian. Bakteri ini peka terhadap panas dan

tidak dapat bertahan dalam lingkungan yang terdapat oksigen. Sebaliknya, dalam

bentuk spora sangat resisten terhadap panas dan antiseptik. Spora mampu bertahan

dalam keadaan yang tidak menguntungkan selama bertahun-tahun dalam

lingkungan yang anaerob. Spora dapat bertahan dalam autoklaf pada suhu 249,8

°F (121°C) selama 10-15 menit. Spora juga relatif resisten terhadap fenol dan

agen kimia lainnya. Spora dapat menyebar kemana-mana, mencemari lingkungan

secara fisik dan biologik.5

Tetanus juga dapat terjadi akibat beberapa komplikasi kronik seperti ulkus

dekubitus, abses dan gangren. Dapat juga terjadi akibat frost bite, infeksi telinga

tengah, pembedahan, persalinan, dan pemakaian obat-obatan intravena atau

subkutan. Tempat masuknya kuman penyakit ini bisa berupa luka yang dalam

yang berhubungan dengan kerusakan jaringan lokal, tertanamnya benda asing atau

sepsis dengan kontaminasi tanah, lecet yang dangkal dan kecil atau luka geser

yang terkontaminasi tanah, trauma pada jari tangan atau jari kaki yang

berhubungan dengan patah tulang jari dan luka pada pembedahan.6

2.4 Patofisiologi

Pada dasarnya tetanus adalah penyakit yang terjadi akibat pencemaran lingkungan

oleh bahan biologis (spora) sehingga upaya kausal menurunkan attack rate adalah

dengan cara mengubah lingkungan fisik atau biologik. Port d’entree tak selalu

dapat diketahui dengan pasti, namun diduga melalui:5

a. Luka tusuk, patah tulang, komplikasi kecelakaan, gigitan binatang, luka

bakar yang luas.

b. Luka operasi, luka yang tidak dibersihkan (debridement) dengan baik.

c. Otitis media, karies gigi, luka kronik.

d. Pemotongan tali pusat yang tidak steril, pembubuhan puntung tali pusat

dengan kotoran binatang, bubuk kopi, bubuk ramuan, dan daun-daunan

merupakan penyebab utama masuknya spora pada puntung tali pusat yang

3

Page 4: Full

menyebabkan terjadinya kasus tetanus neonatorum.

Spora C. tetani masuk ke dalam tubuh melalui luka. Spora yang masuk ke dalam

tubuh tidak berbahaya sampai dirangsang oleh beberapa faktor (kondisi anaerob),

sehingga berubah menjadi bentuk vegetatif dan berbiak dengan cepat tetapi hal ini

tidak mencetuskan reaksi inflamasi. Gejala klinis sepenuhnya disebabkan oleh

toksin yang dihasilkan oleh sel vegetatif yang sedang tumbuh. C. tetani

menghasilkan dua eksotoksin, yaitu tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanolisin

menyebabkan hemolisis tetapi tidak berperan dalam penyakit ini. Gejala klinis

tetanus disebabkan oleh tetanospasmin. Tetanospasmin melepaskan pengaruhnya

di keempat sistem saraf: (1) motor end plate di otot rangka, (2) medula spinalis,

(3) otak, dan (4) pada beberapa kasus, pada sistem saraf simpatis. Diperkirakan

dosis letal minimum pada manusia sebesar 2,5 nanogram per kilogram berat

badan (satu nanogram = satu milyar gram), atau 175 nanogram pada orang dengan

berat badan 70 kg.5

Hipotesis bahwa toksin pada awalnya merambat dari tempat luka lewat motor end

plate dan aksis silinder saraf tepi ke kornu anterior sumsum tulang belakang dan

menyebar ke susunan saraf pusat lebih banyak dianut daripada lewat pembuluh

limfe dan darah. Pengangkutan toksin ini melewati saraf motorik, terutama

serabut motorik. Reseptor khusus pada ganglion menyebabkan fragmen C toksin

tetanus menempel erat dan kemudian melalui proses perlekatan dan internalisasi,

toksin diangkut ke arah sel secara ekstra aksional dan menimbulkan perubahan

potensial membran dan gangguan enzim yang menyebabkan kolin-esterase tidak

aktif, sehingga kadar asetilkolin menjadi sangat tinggi pada sinaps yang terkena.

Toksin menyebabkan blokade pada simpul yang menyalurkan impuls pada tonus

otot, sehingga tonus otot meningkat dan menimbulkan kekakuan. Bila tonus

makin meningkat akan menimbulkan spasme terutama pada otot yang besar.6

Dampak toksin antara lain6:

1. Dampak pada ganglion pra sumsum tulang belakang disebabkan karena

eksotoksin memblok sinaps jalur antagonis, mengubah keseimbangan dan

koordinasi impuls sehingga tonus otot meningkat dan otot menjadi kaku.

2. Dampak pada otak, diakibatkan oleh toksin yang menempel pada

4

Page 5: Full

gangliosida serebri diduga menyebabkan kekakuan dan spasme yang khas

pada tetanus.

3. Dampak pada saraf otonom, terutama mengenai saraf simpatis dan

menimbulkan gejala keringat yang berlebihan, hipertermia, hipotensi,

hipertensi, aritmia, heart block, atau takikardia.

2.5 Manifestasi Klinis

Berdasarkan manifestasi klinisnya, tetanus terklasifiasi menjadi 3 macam yaitu3:

a. Tetanus lokal

Tetanus lokal merupakan bentuk penyakit tetanus yang ringan dengan

angka kematian sekitar 1%. Gejalanya meliputi kekakuan dan spasme

yang menetap disertai rasa sakit pada otot disekitar atau proksimal luka.

Tetanus lokal dapat berkembang menjadi tetanus umum.

b. Tetanus sefal

Bentuk tetanus lokal yang mengenai wajah dengan masa inkubasi 1-2 hari,

yang disebabkan oleh luka pada daerah kepala atau otitis media kronis.

Gejalanya berupa trismus, disfagia, rhisus sardonikus dan disfungsi nervus

kranial. Tetanus sefal jarang terjadi, dapat berkembang menjadi tetanus

umum dan prognosisnya biasanya jelek.

c. Tetanus umum

Bentuk ini merupakan tetanus yang paling sering ditemukan. Gejala klinis

dapat berupa berupa trismus, iritable, kekakuan leher, susah menelan,

kekakuan dada dan perut (opisthotonus), fleksi-abduksi lengan serta

ekstensi tungkai, rasa sakit dan kecemasan yang hebat serta kejang umum

yang dapat terjadi dengan rangsangan ringan seperti sinar, suara dan

sentuhan dengan kesadaran yang tetap baik.

2.6 Diagnosis

Penentuan derajat pada tetanus penting dilakukan untuk dapat menentukan

prognosis dan terapi yang akan dilakukan. Grading dilakukan menggunakan

kriteria Pattel Joag.3

5

Page 6: Full

Tabel 1. Grading berdasarkan Pattel Joag.3

Kriteria 1 Rahang kaku, spasme terbatas, disfagia dan kekakuan otot tulang belakang

Kriteria 2 Spasme saja tanpa melihat frekuensi dan derajatnya

Kriteria 3 Inkubasi antara 7 hari atau kurang

Kriteria 4 Waktu onset adalah 48 jam atau kurang

Kriteria 5 Kenaikan suhu rektal sampai 100ºF atau axial sampai 99ºF (=37,6ºC)

Dari kriteria di atas dapat disusun tingkatan derajat sebagai berikut3 :

Derajat 1 Kasus ringan minimal 1 kriteria K1 atau K2, mortalitas 0%

Derajat 2 Kasus sedang, minimal 2 kriteria (K1+K2), biasanya inkubasi lebih dari 7

hari, onset lebih dari 2 hari, moralitas 10%

Derajat 3 Kasus berat, adanya minimal 3 kriteri, biasanya inkubasi kurang dari 7

hari, onset kurang dari 2 hari, mortalitas 32%

Derajat 4 Kasus sangat berat, minimal 4 kriteria, mortalitas 60%

Derajat 5 Bila terdapat 5 kriteria, termasuk tetanus neonatorum dan tetaus

puerpurium, mortalitas 84%

Kriteria beratnya tetanus dapat pula ditentukan dengan klasifikasi Ablett’s sebagai

berikut3 :

a. Grade I (ringan): trismus ringan sampai sedang, spastisitas umum, tidk ada

gangguan pernafasan, tidak ada spasme, tidak ada/sedkit ada disfagia

b. Grade II (moderat): trismus sedang, rigiditas terlihat jelas, spasme ringan

sampai sedang namun singkat, gangguan respirasi ringan dengan

tachypnea

c. Grade III (berat): trismus berat, spastisitas menyeluruh, reflek spasme dan

seringkali spasme spontan yang memanjang, gangguan nafas dengan sesak

dan terengah-engah, disfagia berat, bradikardia peningkatan aktivitas saraf

autonom sedang.

d. Grade IV (sangat berat): seperti grade III ditambah dengan gangguan

autonomik hebat yang sering menyebabkan apa yang disebut sebagai badai

autonom.

2.7 Manjemen dan Terapi

Manajemen pasien tetanus diklasifikasikan menjadi1,2:

a. Manajemen dasar

6

Page 7: Full

(1) Memutuskan invasi toksin dengan antibiotik dan tindakan bedah.

Antibiotik

Penggunaan antibiotik ditujukan untuk memberantas kuman

tetanus bentuk vegetatif. Clostridium peka terhadap penisilin

grup beta laktam termasuk penisilin G, ampisilin, karbenisilin,

tikarsilin, dan lain-lain. Kuman tersebut juga peka terhadap

klorampenikol, metronidazol, aminoglikosida dan sefalosporin

generasi ketiga.

o Penisilin G dengan dosis 1 juta unit IV setiap 6 jam atau

penisilin prokain 1,2 juta 1 kali sehari.

o Penisilin G digunakan pada anak dengan dosis 100.000

unit/kgBB/hari IV selama 10-14 hari.

o Pemakaian ampisilin 150 mg/kg/hari dan kanamisin 15

mg/kgBB/hari digunakan bila diagnosis tetanus belum

ditegakkan, kemudian bila diagnosa sudah ditegakkan

diganti Penisilin G.

o Sebuah studi membandingkan metronidazole oral dengan

penisilin intramuscular, dimana menunjukkan hasil

kelangsungan hidup yang lebih baik, durasi rawat inap

lebih pendek, dan perkembangan penyakit yang minimal

pada kelompok metronidazole. Obat ini dapat digunakan

dengan loading dose 15 mg/kg BB/jam, kemudian

dilanjutkan dengan 7,5 mg/kg BB setiap 6 jam.

Anti tetanus serum

Dosis anti tetanus serum yang digunakan adalah 50.000-

100.000 unit, setengah dosis diberikan secara IM dan

setengahnya lagi diberikan secara IV, sebelumnya dilakukan

tes hipersensitifitas terlebih dahulu. Pada tetanus neonatorum

diberikan 10.000 unit IV.

Human Tetanus Immunuglobulin (HTIG)

Human tetanus imunoglobulin merupakan pengobatan utama

pada tetanus dengan dosis 3000-6000 unit secara IM, HTIG

7

Page 8: Full

harus diberikan sesegera mungkin. Kerr dan Spalding (1984)

memberikan HTIG pada neonatus sebanyak 500 IU IV dan

800-2000 IU intrathekal. Pemberian intrathekal sangat efektif

bila diberikan dalam 24 jam pertama setelah timbul gejala

(2) Menekan efek toksin pada SSP

Benzodiazepin

Diazepam merupakan golongan benzodiazepin yang sering

digunakan. Obat ini mempunyai aktivitas sebagai penenang,

anti kejang, dan pelemas otot yang kuat. Pada tingkat

supraspinal mempunyai efek sedasi, tidur, mengurangi

ketakutan dan ketegangan fisik serta penenang dan pada tingkat

spinal menginhibisi refleks polisinaps. Efek samping dapat

berupa depresi pernafasan, terutama terjadi bila diberikan

dalam dosis besar. Dosis diazepam yang diberikan pada

neonatus adalah 0,3-0,5 mg/kgBB/kali pemberian. Udwadia

(1994), pemberian diazepam pada anak dan dewasa 5-20 mg 3

kali sehari, dan pada neonatus diberikan 0,1-0,3 mg/kgBB/kali

pemberian IV setiap 2-4 jam. Pada tetanus ringan obat dapat

diberikan per oral, sedangkan tetanus lain sebaiknya diberikan

drip IV lambat selama 24 jam.

Barbiturat

Fenobarbital (kerja lama) diberikan secara IM dengan dosis 30

mg untuk neonatus dan 100 mg untuk anak-anak tiap 8-12 jam,

bila dosis berlebihan dapat menyebabkan hipoksisa dan

keracunan. Fenobarbital intravena dapat diberikan segera

dengan dosis 5 mg/kgBB, kemudian 1 mg/kgBB yang

diberikan tiap 10 menit sampai otot perut relaksasi dan spasme

berkurang. Fenobarbital dapat diberikan bersama-sama

diazepam dengan dosis 10 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis

melalui selang nasogastrik.

8

Page 9: Full

Fenotiazin

Klorpromazin diberikan dengan dosis 50 mg IM 4 kali sehari

(dewasa), 25 mg IM 4 kali sehari (anak), 12,5 mg IM 4 kali

sehari untuk neonatus. Fenotiazin tidak dibenarkan diberikan

secara IV karena dapat menyebabkan syok terlebih pada

penderita dengan tekanan darah yang labil atau hipotensi.

Baclofen

Sampai saat ini, laporan menunjukkan bahwa lebih dari 26

orang dewasa dengan tetanus berat telah diobati dengan

baclofen intratekal untuk mengelolah kekakuan otot dan

kejang. Dosis diberikan 1750 mcg per hari.

b. Perawatan umum

Penderita perlu dirawat dirumah sakit, diletakkan pada ruang yang tenang

pada unit perawatan intensif dengan stimulasi yang minimal. Pemberian

cairan dan elektrolit serta nutrisi harus diperhatikan. Pada tetanus

neonatorum, letakkan penderita di bawah penghangat dengan suhu 36,2-

36,5oC (36-37oC), infus IV glukosa 10% dan elektrolit 100-125

ml/kgBB/hari.

Trakheostomi dilakukan bila saluran nafas atas mengalami obstruksi oleh

spasme atau sekret yang tidak dapat hilang oleh pengisapan. Trakheostomi

dilakukan pada bayi lebih dari 2 bulan. Pada tetanus neonatorum,

sebaiknya dilakukan intubasi endotrakhea.

Bantuan ventilator diberikan pada :

a. Semua penderita dengan tetanus derajat IV

b. Penderita dengan tetanus derajat III dimana spasme tidak

terkendali dengan terapi konservatif dan PaO2 .

c. Terjadi komplikasi yang serius seperti atelektasis, pneumonia dan

lain-lain.

9

Page 10: Full

c. Berdasarkan tingkat penyakit tetanus

i) Tetanus ringan (derajat 1)

Penderita diberikan penaganan dasar dan umum, meliputi pemberian

antibiotik, HTIG/anti toksin, diazepam, membersihkan luka dan

perawatan suportif seperti diatas.

ii) Tetanus sedang (derajat 2)

Penanganan umum seperti diatas. Bila diperlukan dilakukan intubasi

atautrakeostomi dan pemasangan selang nasogastrik delam anestesia

umum. Pemberian cairan parenteral, bila perlu diberikan nutrisi secara

parenteral.

iii) Tetanus berat (derajat 3 dan 4)

Penangan dapat dilakukan apabila spasme sangat hebat dapat diberikan

pankuronium bromid 0,02 mg/kgBB IV diikuti 0,05 mg/kg/dosis

diberikan setiap 2-3 jam. Bila terjadi aktivitas simpatis yang berlebihan

dapat diberikan beta bloker seperti propanolo atau alfa dan beta bloker

labetolol.

2.8 Diagnosis Banding

Distonia akut yang diinduksi oleh obat seperti metoklopramid, proklorperazin,

yang meliputi otot kepala dan leher. Pada distonia ini tidak terdapat kekakuan dan

spasme okulogirik. Injeksi benztropin 2 mg akan memberikan kesembuhan secara

cepat pada kasus ini.3

Abses gigi ataupun masalah pada sendi temporomandibular akan memberikan

gambaran klinis menyerupai trismus.3

Tabel 3. Diagnosis banding dari Tetanus7

Penyakit Gambaran differential

INFEKSI

Meningoencephalitis

Polio

Rabies

Lesi oropharyngeal

Peritonitis

Demam, trismus tidak ada, sensorium depresi, abnormal CSF

Trismus tidak ada, paralise tipe flaccid, abnormal CSF

Gigitan binatang, trismus tidak ada, hanya oropharyngeal spasm

Hanya lokal, rigiditas seluruh tubuh atau spasme tidak ada

Trismus atau spasme seluruh tubuh tidak ada

KELAINAN METABOLIK

10

Page 11: Full

Tetany

Keracunan Strychine

Reaksi Phenothiazine

Hanya carpopedal dan laryngeal spasm, hypocalcemia

Relaksasi komplet diantara spasm

Dystonia, merespon baik dengan diphenhydramine

PENYAKIT CNS

Status Epileptikus

Hemorrhage atau tumor

Sensorium depresi

Trismus tidak ada, sensorium depresi

KELAINAN PSKIATRI

Hysteria Trismus inkonstan, relaksasi komplet diantara spasm

2.7 Komplikasi

a. Respirasi

Komplikasi ini sangat sering terjadi, terutama hipoksia dan gagal nafas

pada pasien tetanus yang berat. Rigiditas otot dan spasme dinding dada,

diafragma, dan perut menyebabkan retriksi nafas. Penurunan kemampuan

untuk batuk akibat rigiditas, spasme maupun sedasi menyebabkan

atelektasis dan resiko terjangkit pneumonia menjadi meningkat. Ketidak

mampuan menelan saliva yang disebabkan oleh spasme faring,

peningkatan tekanan intraabdomen, dan stasis gaster secara keseluruhan

menyebabkan peningkatan resiko aspirasi. Hiperventilasi dapat terjadi

akibat rasa takut, gangguan otonom, atau perubahan fungsi batang otak.3

b. Miokarditis dan gangguan kardiovaskuler lain

Miokarditis merupakan respon infeksi terhadap otot jantung yang dapat

berkembang menjadi dilated cardiomyopathy. Gejala klinis berupa mudah

lelah, demam, dyspnea d'effort, takikardi, dan takipneu.3

c. Gastrointestinal

Perdarahan lambung sering terjadi dan dapat diatasi dengan pemberian

antasida secara teratur terutama pada pasien tetanus dengan derajat berat.

Puasa lambung sebaiknya tidak dilakukan jika perdarahan lambung tidak

terlalu berat.3

d. Renal dan elektrolit

11

Page 12: Full

Gangguan ginjal seringkali disebabkan oleh kondisi hipovolemia dan

kehilangan darah yang dapat dikoreksi dengan infus intravena atau

transfuse darah. Gangguan yang dapat terjadi adalah hipokalemi dan

hiponatremia.3

e. Miscellaneous

Ketidakmampuan dalam menelan menyebabkan penurunan berat badan

sering terjadi pada pasien tetanus. Selain itu perubahan otonom yang

menginduksi perubahan fungsi gastrointestinal, peningkatan kecepatan

metabolik akibat pireksia dan aktivitas muskuler juga berujung pada

penurunan berat badan.3

Tabel 4. Komplikasi tetanus berdasarkan sistem organ.7

Sistem Organ Komplikasi

Jalan nafasAspirasiLaringospasme/obstruksiObstruksi yang berkaitan dengan sedative

Respiratori

ApneaHypoxiaTipe I (atelektasis, aspirasi, pneumonia) dan tipe II respiratory failure (laryngeal spasm, prolonged truncal spasm, sedasi yang berlebih)ARDSKomplikasi dari pemakaian ventilasi yang berkepanjangan (pneumoni)Komplikasi dari tracheostomy (stenosis trakea)

Kardiovaskuler

Takikardia, hipertensi, iskemiHipotensi, bradikardiTakiaritmia, bradiaritmiaAsistoleCardiac failure

Renal

High output renal failureOliguric renal failureUrinary stasis and infection

Gastrointestinal

Gastric stasisIleusDiareHemorrhage

Miscellaneous

Wight lossThromboembolusSepsis dan multiple organ failureKomplikasi dari spasme berupa fraktur vertebra dan avulsi tendon

12

Page 13: Full

2.8 PROGNOSIS

Prognosis pada pasien tetanus ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain: masa

inkubasi yang kurang dari 7 hari, usia yang sangat muda atau neonatus serta usia

lanjut, frekuensi kejang yang tinggi, kenaikan suhu tubuh yang tinggi, pengobatan

yang terlambat, dan adanya komplikasi terutama spasme otot-otot pernafasan dan

obstruksi jalan nafas.7,8

Tatalaksana modern mengurangi mortalitas tetanus berat dari 60% menjadi 10-20% yang sebagian besar disebabkan oleh hiperaktivitas simpatis.8 Pada negara berkembang yang tidak didukung fasilitas perawatan intensif dan ventilator, kematian pada tetanus dengan derajat berat dapat mencapai 50%.7

Tabel 5. Prognosis berdasarkan skor Phillips9

FACTORS SCOREIncubation time<48 hours2-5 days5-10 days10-14 days>14 days

54321

Site of infectionInternal and umbilicalHead, neck, and body wallPeripheral proximalPeripheral distalUnknown

54321

Site of protectionNonePossibly some or maternal immunization in neonatal patientsProtected >10 years agoProtected <10 years agoComplete protection

108

420

Complicating factorsInjury or life threatening illnessSevere injury or illness not immediately life threatening illnessInjury or non life threatening illnessMinor injury or illnessASA grade 1

108

420

Mortalitas 34% pada pasien dengan skor >17; 11% pada skor <17.9

13

Page 14: Full

BAB III

KESIMPULAN

Tetanus merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh tetanospasmin yang

diproduksi oleh Clostridium tetani. Selama 20 tahun terakhir insiden tetanus telah

menurun seiring dengan peningkatan cakupan imunisasi. Meskipun insiden

tetanus sudah menurun, namun kisaran tertinggi angka kematian dapat mencapai

angka 60%.

Toksin yang diproduksi oleh C. tetani menyebabkan blokade pada simpul yang

menyalurkan impuls pada tonus otot, sehingga tonus otot meningkat dan

menimbulkan spasme. Berdasarkan manifestasinya tetanus dikelompokkan

menjadi lokal, sefal, dan tetanus umum.

Manajemen pada pasien tetanus dibagi menjadi manajemen dasar, perawatan

umum, dan berdasarkan tingkat penyakit. Manajemen dasar mencakup antibiotik,

serum anti tetanus, dan Human Tetanus Immunoglobulin yang bertujuan untuk

memutus invasi toksin. Manajemen tetanus juga dibedakan berdasar tingkat

keparahan penyakitnya. Komplikasi tetanus terutama spasme pada otot-otot

pernafasan membuat mortalitas dari penyakit ini tinggi.

14