tesis full

315
 16 ANALISIS PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN PENALARAN MATEMATIKA SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DAN PEMBELAJARAN BIASA PADA SISWA SMP TESIS  Diajukan untuk Memenuhi Persy aratan dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika Oleh: SITI KHAYROIYAH NIM : 809171043 PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2012

Upload: teddy-alfra-siagian

Post on 11-Oct-2015

221 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • 16

    ANALISIS PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN PENALARAN MATEMATIKA SISWA DENGAN MENGGUNAKAN

    MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DAN PEMBELAJARAN BIASA PADA SISWA SMP

    TESIS

    Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Magister

    Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

    Oleh: SITI KHAYROIYAH

    NIM : 809171043

    PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

    UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2012

  • 17

  • 18

  • 19

  • 20

    ABSTRAK

  • 21

    SITI KHAYROIYAH. Analisis Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Penalaran Matematika Siswa Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Dan Pembelajaran Biasa Pada Siswa SMP. Tesis Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Medan 2012. Kata Kunci: Model Pembelajaran Berbasis Masalah, Pemecahan Masalah, Penalaran, , Respon. Tujuan penelitian ini adalah: (1) mengetahui perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematika menggunakan pembelajaran berbasis masalah dengan pembelajaran biasa, (2) mengetahui perbedaan kemampuan penalaran matematika menggunakan pembelajaran berbasis masalah dengan pembelajaran biasa, (3) mendeskripsikan respon siswa terhadap komponen dan proses pembelajaran matematika yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah. Penelitian ini merupakan penelitian semi eksperimen. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP 6 Medan. Sampel yang dipilih adalah kelas VIII-5 (kelas eksperimen), kelas yang diberi perlakuan pembelajaran berbasis masalah dan siswa kelas VIII-3 sebagai kelas kontrol yang diberi perlakuan pembelajaran biasa. Instrumen yang digunakan terdiri dari: tes kemampuan pemecahan masalah dan tes penalaran. Analisis data dilakukan dengan ANAKOVA dan ANAVA. Hasil utama dari penelitian ini adalah: (1) Secara keseluruhan siswa yang pembelajarannya dengan pembelajaran berbasis masalah secara signifikan lebih baik dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dibandingkan siswa yang menggunakan pembelajaran biasa, (2) Kemampuan penalaran matematika yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah lebih baik dibandingkan siswa yang menggunakan pembelajaran biasa, (3) tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan tingkat kemampuan matematika siswa terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa (4) tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan tingkat kemampuan siswa terhadap kemampuan penalaran matematika siswa. (5) Respon siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah lebih positif. Peneliti menyarankan : 1) model pembelajaran berbasis masalah menjadi alternatif dikelas yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan penalaran siswa; 2) perangkat pembelajaran instrumen penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi guru; 3) peneliti selanjutnya dapat mengadaptasi langkah-langkah dan memperbaiki kekurangan-kekurangan dalam penelitian ini.

  • 22

    ABSTRACT

    SITI KHAYROIYAH. Analysis of The difference Ability Problem Solving and Reasoning by Problem Based-Learning and Konvensional of Junior High School. Thesis Study Programs Postgraduate Mathematics Education State University of Medan Of, 2012. Keyword: Model Based on Problem, Trouble-shooting, Reasoning, Response. The aim of this study are to examine: (1) to detect mathematics trouble-shooting ability difference uses study based on problem with study usually, (1) detect mathematics trouble-shooting ability difference uses study based on problem with study usually, (2) detect mathematics reasoning ability difference uses study based on problem with study usually, (3) describe student response towards component and mathematics study process that get study based on problem. This watchfulness is watchfulness semi experiment. These watchfulness population entire students class VIII smp 6 fields. Sample that chosen class VIII-5 (experiment class), class that given study treatment based on problem and class student VIII-3 as control class that given study treatment usually. instrument that used to consist of: trouble-shooting ability test and reasoning test. data analysis is done with ANAKOVA and ANAVA. Principal result from this watchfulness: (1) as a whole student the study with study based on problem according to significant better in increase student mathematics trouble-shooting ability is compared student that use study usually, (2) mathematics reasoning ability that get study based on problem better compared student that use study usually, (3) not found interaction between model of study and students mathematics ability level towards students troubel-shooting ability, (4) not found interaction between model of study and students mathematics ability level towards students mathematics reasoning ability, (5) student response that get study based on problem positiveer. Researchers suggest : 1) model of problem-based learning in the classroom becomes an alternative that can enhance the understanding of mathematical trouble shooting and reasoning students and student learning activities, 2) learning tools, research instruments can be used as a reference for teachers; 3) researchers can further adapt the step-step and fix the flaws in this study.

  • 23

    KATA PENGANTAR

    Bismillahrirohmanirrohim,

    AlhamdulillahirobbilAlamin, penulis memanjatkan puji dan syukur ke

    khadirat Allah SWT yang telah, sedang dan akan selalu setia menemani serta

    memberi nikmat sehat dan kesempatan, sehingga penulisan tesis ini dapat

    diselesaikan. Sholawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad

    SAW, serta seluruh keluarga dan sahabat-sahabatnya.

    Tesis yang berjudul Analisis Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah

    Matematika dan Penalaran Matematika Siswa dengan PBM dan Pembelajaran

    Biasa Pada Siswa SMP) ini ditulis sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

    Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Matematika (Kosentrasi

    Sekolah Menengah) Sekolah Pascasarjana Universitas Medan. Penelitian ini

    merupakan studi eksperimen. Pemecahan masalah matematik dan kemampuan

    penalaran matematika siswa menjadi fokus utama dalam penelitian ini.

    Penulis menyadari dan merasakan sepenuhnya, bahwa dalam penyelesaian

    tesis ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu

    penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setulus-

    tulusnya kepada yang terhormat:

    1. Bapak Dr. Hasratuddin, M. Pd selaku pembimbing I dan Bapak Prof. Bornok

    Sinaga, M.Pd, selaku pembimibing II yang ditengah-tengah kesibukannya

    telah memberikan bimbingan yang mendalam dengan sabar dan kritis

    terhadap permasalahan, selalu memberikan motivasi mulai dari awal sampai

    akhir.

  • 24

    2. Bapak Prof. Dr. Sahat Saragih, M.Pd selaku narasumber I, Ibu Izwita Dewi,

    M. Pd, sebagai narasumber II dan Bapak Dr. Kms. Muhammad Amin Fauzi,

    M. Pd sebagai narasumber III yang telah banyak memberikan masukan dan

    sumbangan pemikiran sehingga menambah wawasan pengetahuan penulis

    dalam penyempurnaan penulisan tesis ini.

    3. Bapak Prof. Dr. Ibnu Hajar, M.Si, selaku Rektor Universitas Negeri Medan,

    dan Bapak Prof. Dr. Belferik Manullang, Bapak Syarifuddin, M.Sc.,Ph.D, dan

    Bapak Prof. Dr. Abdul Hasan Saragih, M. Pd, berturut-turut selaku Direktur,

    Asisten Direktur I, dan II Program Pascasarjana Unimed, Bapak Dr. Edi

    Syahputra, M. Pd dan Bapak Dr. Hasratuddin, M. Pd berturut-turut selaku

    Ketua dan Sekeretaris Program Studi Pendidikan Matematika Program

    Pascasarjana Unimed, yang telah memberikan kesempatan serta bantuan

    administrasi selama pendidikan di Universitas Negeri Medan.

    4. Bapak/ibu dosen yang telah memberikan bekal ilmu yang sangat berharga

    bagi pengembangan wawasan keilmuan selama mengikuti studi dan penulisan

    tesis ini, Bapak Dapot Tua Manullang, SE., M.Si sebagai staf Prodi

    Pendidikan Matematika yang telah banyak membantu penulis khususnya

    dalam administrasi perkuliahan di Unimed.

    5. Ibu Nurhalimah Sibuea, M. Pd selaku Kepala SMP Negeri 6 Medan, yang

    telah memberikan izin dan kesempatan untuk melakukan penelitian di sekolah

    yang beliau pimpin, termasuk dalam pemanfaatan sarana dan prasarana

    sekolah.

    6. Orang tua Ibu Rosmaini dan suami tercinta Muhammad Hafizh, yang selalu

    memberikan dorongan semangat, bantuan moril dan materil serta dengan

  • 25

    tabah mendampingi selama mengikuti perkuliahan maupun penyelesaian tesis

    ini.

    7. Rekan-rekan mahasiswa di Program Studi Pendidikan Matematika (S-2) PPs

    Unimed, Sari Afriana, Dinda Putri, Nurlaili, Sakinah, Khairunnnisa, Rildha

    yang telah memberikan bantuan yang berarti baik berupa sumbangan pikiran

    dan dorongan semangat, baik selama perkuliahan maupun selama penyusunan

    tesis ini.

    8. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu, baik langsung

    maupun tidak langsung telah memberikan bantuan, dengan harapan semoga

    semua amal baiknya mendapat imbalan yang setimpal dari Allah SWT.

    Penulis berharap hasil penelitian ini dapat melengkapi penelitian terdahulu

    dan memberi inspirasi pada penelitian berikutnya. Akhir kata, penulis menyadari

    sepenuh hati, tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga saran dan kritik

    konstruktif dari segenap pembaca, sangat penulis harapkan dalam rangka mencari

    alternatif pembelajaran matematika dan perbaikan pendidikan di Indonesia masa

    yang akan datang. Semoga menjadi amal ibadah dan mendapat imbalan yang

    setimpal dari Allah SWT. Amiiin.

    Medan, 2012

    Penulis

  • 26

    DAFTAR ISI

    Halaman

    ABSTRAK .............................................................................................................. i

    ABCTRACT .......................................................................................................... ii

    KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii

    DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi

    DAFTAR TABEL ............................................................................................... ix

    DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii

    DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xv

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1

    B. Identifikasi Masalah ........................................................................... 11

    C. Batasan Masalah ................................................................................ 11

    D. Rumusan Masalah .............................................................................. 11

    E. Tujuan Penelitian ............................................................................... 12

    F. Manfaat Penelitian ............................................................................. 13

    G. Definisi Operasional .......................................................................... 14

    BAB II KAJIAN PUSTAKA

    A. Kerangka Teoritis............................................................................... 16

    1. Pengertian Belajar ......................................................................... 16

    2. Pembelajaran Matematika ............................................................. 17

    3. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika............................. 19

    4. Kemampuan Penalaran Matematika ............................................. 23

    5. Model Pembelajaran Berbasis Masalah ........................................ 32

    a. Ciri-ciri Model Pembelajaran Berbasis Masalah ...................... 35

    b. Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah .................. 38

    c. Tujuan Pembelajaran Berbasis Masalah ................................... 39

    d. Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Berbasis Masalah 39

    6. Strategi Pembelajaran Biasa .......................................................... 40

    7. Teori Belajar Pendukung ............................................................... 44

  • 27

    8. Penelitian Yang Relevan ............................................................... 48

    B. Kerangka Berpikir .............................................................................. 51

    C. Hipotesis Penelitian ........................................................................... 61

    BAB III METODE PENELITIAN

    A. Jenis Penelitian................................................................................... 62

    B. Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................ 62

    C. Populasi dan Sampel Penelitian ......................................................... 63

    D. Rancangan Penelitian ......................................................................... 64

    E. Variabel Penelitian ............................................................................. 75

    F. Prosedur Penelitian ............................................................................ 76

    G. Instrument Penelitian ........................................................................ 79

    H. Teknik Analisis Data.......................................................................... 84

    BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    A. Deskripsi Hasil Penelitian .................................................................. 96

    1. Hasil Penelitian Kemampuan Pemecahan Masalah ..................... 96

    2. Hasil Penelitian Kemampuan Penalaran .................................... 134

    3. Interaksi Antara Pembelajaran dengan Tingkat Kemampuan

    Siswa Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah ................... 163

    4. Interaksi Antara Pembelajaran dengan Tingkat Kemampuan

    Siswa Terhadap Kemampuan Penalaran .................................... 166

    5. Hasil Penelitian Respon Siswa Terhadap

    Kegiatan Pembelajaran .............................................................. 168

    B. Temuan Penelitian ........................................................................... 170

    C. Pembahasan Penelitian..................................................................... 172

    BAB V SIMPULAN DAN SARAN

    A. Simpulan .......................................................................................... 180

    B. Saran ................................................................................................ 183

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN-LAMPIRAN

  • 28

    AFTAR TABEL

    Halaman

    Tabel 2.1. Langkah-langkah Model Pembelajaran Berbasis Masalah ................. 38

    Tabel 2.2. Perbedaan Pedagogi PBM dan Pembelajaran Biasa............................ 43

    Tabel 3.1. Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran .............................................. 65

    Tabel 3.2. Hasil Validasi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ........................ 66

    Tabel 3.3. Hasil Validasi Tes Kemampuan Penalaran ......................................... 66

    Tabel 3.4. Hasil Uji Validitas Tes Pemecahan Masalah dan Penalaran ............... 69

    Tebel 3.5. Hasil Uji Tingkat Kesukaran Tes Pemecahan Masalah dan Penalaran

    ................................................................................................................................ 71

    Tabel 3.6. Hasil Uji Daya Beda Tes Pemecahan Masalah dan Penalaran ............ 73

    Tebel 3.7. Rancangan Penelitian .......................................................................... 74

    Tabel 3.8. Tabel Weiner keterkaitan antara variable bebas, terikat dan kontrol .. 74

    Tabel 3.9. Kisi-kisi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika .................... 79

    Tabel 3.10. Skor Alternatif Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika......... 80

    Tabel 3.11. Kisi-Kisi Kemampuan Penalaran Matematika ................................... 82

    Tabel 3.12. Pedoman Penskoran Kemampuan Penalaran Matematika ................. 83

    Tabel 3.13. Interpretasi Persentase Jawaban Angket Siswa .................................. 85

    Tabel 3.14. Rancangan Analisis Data ................................................................... 86

    Tabel 3.15. Keterkaitan Antara Rumusan Masalah, Hipotesis, Data, Alat

    Uji dan Uji Statistik ............................................................................ 95

    Tabel 4.1. Hasil Pretes Pemecahan Masalah Kelas Eksperimen ........................ 102

    Tabel 4.2. Interval Nilai Pemecahan Masalah Kelas Eksperimen...................... 103

    Tabel 4.3. Interval Nilai Pemecahan Kelas Masalah Kelas Kontrol ................. 104

    Tabel 4.4. Hasil Pretes Pemecahan Masalah Kelas Kontrol .............................. 103

    Tabel 4.5. Hasil Postes Pemecahan Masalah Kelas Eksperimen ...................... 115

    Tabel 4.6. Hasil Postes Pemecahan Masalah Kelas Kontrol .............................. 116

    Tabel 4.7. Interval Nilai Pemecahan Masalah Kelas Eksperimen...................... 116

    Tabel 4.8. Interval Nilai Pemecahan Masalah Kelas Kontrol ............................ 117

    Tabel 4.9. Hasil Uji Normalitas Pretes Pemecahan Masalah ............................. 123

    Tabel 4.10. Hasil Uji Normalitas Postes Pemecahan ......................................... 125

  • 29

    Tabel 4.11. Hasil Uji Homogenitas Pretes dan Postes

    Pemecahan....................................................................................... 126

    Tabel 4.12. Hasil Uji Independensi Pemecahan Masalah Kelas Eksperimen .... 127

    Tabel 4.13. Hasil Uji Independensi Pemecahan Masalah Kelas Kontrol ........... 127

    Tabel 4.18. Hasil Uji Linieritas Regresi Pemecahan Masalah

    Kelas Eksperimen............................................................................ 130

    Tabel 4.19. Hasil Uji Linieritas Regresi Pemecahan Masalah

    Kelas Kontrol .................................................................................. 130

    Tabel 4.20. Hasil Uji Kesamaan Dua Model Regresi Pemecahan Masalah ....... 131

    Tabel 4.21. Hasil Uji Kesejajaran Model Regresi Pemecahan Masalah ............ 132

    Tabel 4.22. Hasil Uji Hipotesis Pemecahan Masalah......................................... 133

    Tabel 4.24. Hasil Pretes Penalaran Kelas Eksperimen ...................................... 137

    Tabel 4.25. Hasil Pretes Penalaran Kelas Kontrol ............................................. 137

    Tabel 4.26. Interval Nilai Penalaran Kelas Eksperimen..................................... 138

    Tabel 4.27. Interval Nilai Penalaran Kelas Kontrol ........................................... 138

    Tabel 4.28. Hasil Postes Penalaran Kelas Eksperimen ..................................... 146

    Tabel 4.29. Hasil Postes Penalaran Kelas Kontrol ............................................. 146

    Tabel 4.30. Interval Nilai Penalaran Kelas Eksperimen..................................... 147

    Tabel 4.31. Interval Nilai Penalaran Kelas Kontrol ........................................... 147

    Tabel 4.32. Hasil Uji Normalitas Pretes Penalaran ............................................ 153

    Tabel 4.33. Hasil Uji Normalitas Postes Penalaran ............................................ 154

    Tabel 4.34. Hasil Uji Homogenitas Pretes dan Postes

    Penalaran Matematika ..................................................................... 155

    Tabel 4.35. Hasil Uji Independensi Penalaran Kelas Eksperimen ..................... 156

    Tabel 4.36. Hasil Uji Independensi Penalaran Kelas Kontrol ............................ 157

    Tabel 4.40. Hasil Uji Linieritas Regresi Penalaran

    Kelas Eksperimen............................................................................ 159

    Tabel 4.41. Hasil Uji Linieritas Regresi Penalaran

    Kelas Kontrol .................................................................................. 159

    Tabel 4.42. Hasil Uji Kesamaan Dua Model Regresi Penalaran ........................ 161

    Tabel 4.43. Hasil Uji Kesejajaran Model Regresi Penalaran ............................. 161

    Tabel 4.44. Hasil Uji Hipotesis Penalaran.......................................................... 162

  • 30

    Tabel 4.46. Hasil Uji Interaksi Antara Pembelajaran dengan

    Kemampuan Siswa Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah . 164

    Tabel 4.47. Hasil Uji Interaksi Antara Pembelajaran dengan

    Kemampuan Siswa Terhadap Kemampuan Penalaran ................... 166

    Tabel 4.48. Hasil Penelitian Respon Siswa Terhadap Kegiatan Pembelajaran ... 169

  • 31

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    Gambar 4.1 Proses Penyelesaian Pretes Pemecahan Masalah 1

    Kelas Eksperimen ....................................................................... 105

    Gambar 4.2 Proses Penyelesaian Pretes Pemecahan Masalah 1

    Kelas Kontrol ............................................................................... 105

    Gambar 4.3 Proses Penyelesaian Pretes Pemecahan Masalah 2

    Kelas Eksperimen ....................................................................... 106

    Gambar 4.4 Proses Penyelesaian Pretes Pemecahan Masalah 2

    Kelas Kontrol .............................................................................. 106

    Gambar 4.5 Proses Penyelesaian Pretes Pemecahan Masalah 3

    Kelas Eksperimen ....................................................................... 106

    Gambar 4.6 Proses Penyelesaian Pretes Pemecahan Masalah 3

    Kelas Kontrol .............................................................................. 107

    Gambar 4.7 Proses Penyelesaian Pretes Pemecahan Masalah 4

    Kelas Eksperimen ....................................................................... 107

    Gambar 4.8 Proses Penyelesaian Pretes Pemecahan Masalah 4

    Kelas Kontrol .............................................................................. 107

    Gambar 4.9 Interval Nilai Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah .............. 108

    Gambar 4.10 Proses Penyelesaian Postes Pemecahan Masalah 1

    Kelas Eksperimen ...................................................................... 118

    Gambar 4.11 Proses Penyelesaian Postes Pemecahan Masalah 1

    Kelas Kontrol ............................................................................. 119

    Gambar 4.12 Proses Penyelesaian Postes Pemecahan Masalah 2

    Kelas Eksperimen ...................................................................... 119

    Gambar 4.13 Proses Penyelesaian Pretes Pemecahan Masalah 2

    Kelas Kontrol .............................................................................. 119

    Gambar 4.14 Proses Penyelesaian Postes Pemecahan Masalah 3

    Kelas Eksperimen ...................................................................... 120

    Gambar 4.15 Proses Penyelesaian Pretes Pemecahan Masalah 3

    Kelas Kontrol .............................................................................. 120

  • 32

    Gambar 4.16 Proses Penyelesaian Postes Pemecahan Masalah 4

    Kelas Eksperimen ...................................................................... 120

    Gambar 4.17 Proses Penyelesaian Pretes Pemecahan Masalah 4

    Kelas Kontrol .............................................................................. 121

    Gambar 4.18 Interval Nilai Postes Kemampuan Pemecahan Masalah ............ 121

    Gambar 4.19 Proses Penyelesaian Pretes Penalaran Masalah 1

    Kelas Eksperimen ...................................................................... 139

    Gambar 4.20 Proses Penyelesaian Pretes Penalaran Masalah 1

    Kelas Kontrol .............................................................................. 140

    Gambar 4.21 Proses Penyelesaian Pretes Penalaran Masalah 2

    Kelas Eksperimen ...................................................................... 140

    Gambar 4.22 Proses Penyelesaian Pretes Penalaran Masalah 2

    Kelas Kontrol ............................................................................. 140

    Gambar 4.23 Proses Penyelesaian Pretes Penalaran Masalah 3

    Kelas Eksperimen ...................................................................... 141

    Gambar 4.24 Proses Penyelesaian Pretes Penalaran Masalah 3

    Kelas Kontrol ............................................................................. 141

    Gambar 4.25 Proses Penyelesaian Pretes Penalaran Masalah 4

    Kelas Eksperimen ...................................................................... 141

    Gambar 4.26 Proses Penyelesaian Pretes Penalaran Masalah 4

    Kelas Kontrol ............................................................................. 141

    Gambar 4.27 Interval Nilai Pretes Kemampuan Penalaran Matematika .......... 142

    Gambar 4.28 Proses Penyelesaian Postes Penalaran Masalah 1

    Kelas Eksperimen ...................................................................... 148

    Gambar 4.29 Proses Penyelesaian Postes Penalaran Masalah 1

    Kelas Kontrol ............................................................................. 149

    Gambar 4.30 Proses Penyelesaian Postes Penalaran Masalah 2

    Kelas Eksperimen ...................................................................... 149

    Gambar 4.31 Proses Penyelesaian Pretes Penalaran Masalah 2

    Kelas Kontrol .............................................................................. 149

    Gambar 4.32 Proses Penyelesaian Postes Penalaran Masalah 3

    Kelas Eksperimen ...................................................................... 150

  • 33

    Gambar 4.33 Proses Penyelesaian Pretes Penalaran Masalah 3

    Kelas Kontrol .............................................................................. 150

    Gambar 4.34 Proses Penyelesaian Postes Penalaran Masalah 4

    Kelas Eksperimen ...................................................................... 150

    Gambar 4.35 Interval Nilai Postes Kemampuan Penalaran Matematika .......... 151

  • 34

    DAFTAR LAMPIRAN

    Halaman

    Lampiran 1.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (1) ..................................... 190

    Lampiran 1.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (2) ..................................... 196

    Lampiran 1.3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (3) ..................................... 202

    Lampiran 1.4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (4) ..................................... 208

    Lampiran 1.5 Lembar Aktivitas Siswa (1) ........................................................ 214

    Lampiran 1.6 Lembar Aktivitas Siswa (2) ........................................................ 220

    Lampiran 1.7 Lembar Aktivitas Siswa (3) ........................................................ 228

    Lampiran 1.8 Lembar Aktivitas Siswa (4) ........................................................ 234

    Lampiran 1.9 Buku Guru

    Lampiran 1.10 Buku Siswa

    Lampiran 2.1 Tes Awal Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika .......... 241

    Lampiran 2.2 Alternatif Jawaban Tes Awal Kemampuan

    Pemecahan Masalah .................................................................... 242

    Lampiran 2.3 Tes Awal Kemampuan Penalaran Matematika ........................... 246

    Lampiran 2.4 Alternatif Jawaban Tes Awal Kemampuan

    Penalaran Matematika ................................................................. 248

    Lampiran 2.5 Tes Akhir Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika .......... 250

    Lampiran 2.6 Alternatif Jawaban Tes Akhir Kemampuan

    Pemecahan Matematika .............................................................. 251

    Lampiran 2.7 Tes Akhir Penalaran Matematika ................................................ 254

    Lampiran 2.8 Alternatif Jawaban Tes Akhir Kemampuan

    Penalaran Matematika .................................................................. 256

    Lampiran 3.1 Hasil Validasi RPP ...................................................................... 257

    Lampiran 3.2 Hasil Validasi LAS ...................................................................... 258

    Lampiran 3.3 Hasil Validasi Buku Pegangan Guru dan Siswa .......................... 259

    Lampiran 3.4 Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran ....................................... 260

    Lampiran 3.5 Hasil Uji Coba Pretes Pemecahan Masalah Matematika............. 264

    Lampiran 3.6 Hasil Uji Coba Pretes Penalaran Matematika ............................. 274

    Lampiran 3.7 Hasil Validasi Postes Pemecahan Masalah Matematika ............. 285

  • 35

    Lampiran 3.8 Hasil Validasi Postes Penalaran Matematika .............................. 296

    Lampiran 4.1 Skor Pretes Pemecahan Masalah Kelas Eksperimen ................... 307

    Lampiran 4.2 Skor Pretes Pemecahan Masalah Kelas Kontrol.......................... 309

    Lampiran 4.3 Skor Postes Pemecahan Masalah Kelas Eksperimen .................. 311

    Lampiran 4.4 Skor Postes Pemecahan Masalah Kelas Kontrol ......................... 313

    Lampiran 4.5 Skor Pretes Penalaran Matematika Kelas Eksperimen ................ 315

    Lampiran 4.6 Skor Pretes Penalaran Matematika Kelas Kontrol ...................... 317

    Lampiran 4.7 Skor Postes Penalaran Matematika Kelas Eksperimen ............... 319

    Lampiran 4.8 Skor Postes Penalaran Matematika Kelas Kontrol ...................... 321

    Lampiran 4.9 Uji Independensi Kemampuan Pemecahan Masalah

    Kelas Eksperimen ....................................................................... 323

    Lampiran 4.10 Uji Independensi Kemampuan Pemecahan Masalah

    Kelas Kontrol .............................................................................. 325

    Lampiran 4.11 Uji Independensi Kemampuan Penalaran Matematika

    Kelas Eksperimen ....................................................................... 327

    Lampiran 4.12 Uji Independensi Kemampuan Penalaran Matematika

    Kelas Kontrol .............................................................................. 329

    Lampiran 4.13 Uji Kesamaan Dua Model Regresi

    Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ........................... 331

    Lampiran 4.14 Uji Kesamaan Dua Model Regresi

    Kemampuan Penalaran Matematika ............................................ 333

    Lampiran 4.15 Uji Linierita Model Regresi

    Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas Eksperimen ................. 335

    Lampiran 4.16 Uji Linierita Model Regresi

    Kemampuan Penalaran Matematika Kelas Eksperimen .............. 337

    Lampiran 4.17 Uji Linierita Model Regresi

    Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas Kontrol ........................ 339 Lampiran 4.18 Uji Linierita Model Regresi Kemampuan Penalaran Matematika Kelas Kontrol ..................... 341 Lampiran 5.1. Angket Respon Siswa ................................................................... 343

  • 36

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Pendidikan dan pengajaran senantiasa merupakan masalah dan tantangan

    bagi setiap Negara yang tak ada putus-putusnya. Hal ini dapat berasal dari

    berbagai sumber seperti kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, pertumbuhan

    penduduk, keterbatasan kemampuan guru, keterbatasan dana dan lain-lain.

    Pengetahuan dasar yang harus dimiliki semua manusia di bumi adalah membaca,

    menulis dan berhitung. Oleh karena itu, matematika (dan bahasa) diajarkan

    disemua negara. Matematika sangat penting sehingga bergelar queen of science.

    Sebagai ratu ia melayani raja (dalam hal ini adalah sains). Ini dapat diartikan

    bahwa semua pengetahuan memerlukan matematika.

    Matematika adalah salah satu ilmu yang sangat penting dan sarana berpikir

    untk menumbuhkembangkan pola pikir logis, sistematis, objektif, kritis dan

    rasional yang harus dibina sejak pendidikan dasar. Dan pembelajaran matematika

    dijenjang pendidikan dasar dan menengah adalah untuk mempersiapkan siswa

    agar sanggup menghadapi perubahan keadaan dalam kehidupan dunia yang selalu

    berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional,

    kritis, cermat, jujur, efesien dan efektif. Disamping itu siswa diharapkan dapat

    menggunakan matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari

    berbagai ilmu pengetahan yang penekanannya pada penataan nalar dan

    pembentukan sikap siswa serta keterampilan dalam penerapan matematika.

  • 37

    Karnasih (Marpaung, 2009:1) mengatakan bahwa matematika adalah kunci

    untuk mendapatkan kesempatan atau peluang. Matematika bukan hanya sebagai

    sains tetapi matematika memberikan sumbangan langsung dan cara yang

    fundamental terhadap bisnis, keuangan, kesehatan, pertahanan dan bidang lainnya.

    Bagi siswa, pengetahuan matematika membuka kesempatan untuk meningkatkan

    karir. Bagi warga Negara dan bangsa, penguasaan matematika akan memberikan

    dasar pengetahuan untuk berkompetisi dalam ekonomi yang bersifat teknologi.

    Sementara Cockroft (Abdurrahman, 2003:253) mengemukakan bahwa

    matematika perlu diajarkan kepada siswa karena (1) selalu digunakan dalama

    segala segi kehidupan; (2) semua bidang studi memerlukan keterampilan

    matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat dan

    jelas; (4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara; (5)

    meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian , dan kesadaran kekurangan;

    (6) memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang.

    Matematika merupakan bidang studi yang dipelajari oleh semua siswa dari

    SD hingga SLTA dan bahkan juga di perguruan tinggi. Ada banyak alasan tentang

    perlunya siswa belajar matematika. Cornelius (Abdurrahman, 2003:253)

    mengemukakan lima alasan perlunya belajar matematika karena matematika

    merupakan (1) sarana berpikir yang jelas dan logis, (2) sarana untuk memecahkan

    masalah kehidupan sehari-hari, (3) sarana mengenal pola-pola hubungan dan

    generalisasi pengalaman, (4) sarana untuk mngembangkan kreativitas, dan (5)

    sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya. Namun

    demikian, ada pengakuan tulus juga dari para pakar pendidikan matematika

  • 38

    (NRC, 1989:3) bahwa sesungguhnya kemampuan membaca jauh lebih penting

    dan lebih mendasar dari matematika.

    Salah satu masalah yang selalu merupakan isu yang menonjol adalah

    rendahnya kualitas pembelajaran dan hasil belajar matematika siswa. Hai ini tentu

    akan menghasilkan prestasi siswa yang rendah sehingga tidak mampu

    berkompetisi dalam bidang keilmuan maupun dalam menghasilkan gagasan-

    gagasan baru. Salah satu indikator rendahnya prestasi belajar siswa di Indonesia,

    misalnya sekolah menengah, terungkap pada laporan hasil TIMSS (Jalal, 2003: 8)

    bahwa rata-rata skor matematika siswa kelas II SLTP berada jauh di bawah rata-

    rata skor internasional.

    Melalui belajar matematika, siswa mendapatkan kesempatan untuk

    mengembangkan kemampuan berpikir logis, kritis, analitis, kreatif, produktif.

    Namun, pengembangan berbagai kompetensi tersebut belum tercapai secara

    optimal. Seperti pada sekolah SMP 33 Medan berkaitan dengan pembelajaran

    matematika di kelas VII terungkap berbagai masalah. Salah satu permasalahan

    strategis yang dialami siswa adalah kurangnya kemampuan dalam pemecahan

    masalah. Branca (Gusti, 2009) menyatakan bahwa: kemampuan memecahkan

    masalah adalah tujuan umum dalam pengajaran matematika dan jantungnya

    matematika.

    Rendahnya kemampuan pemecahan masalah siswa dapat dilihat dari

    kesulitan siswa dalam memahami dan merencanakan pemecahan suatu

    permasalahan. Hal ini berakibat pada jauhnya kesenjangan nilai dari siswa

    berkemampuan tinggi dan rendah pada pelajaran matematika. Siswa yang tidak

    dapat memahami soal tidak akan dapat melakukan apapun untuk

  • 39

    menyelesaikannya, sehingga dia tidak akan mendapat nilai apapun. Sedangkan

    siswa yang mampu memahami soal akan mempunyai kesempatan memikirkan

    rencana pemecahannya. Utari (Ahmad, 2006) menjelaskan bahwa pemecahan

    masalah dalam pembelajaran matematika merupakan pendekatan dan tujuan yang

    harus dicapai. Sebagai pendekatan pemecahan masalah digunakan untuk

    menemukan dan memahami materi atau konsep matematika.

    Sedangkan sebagai tujuan, diharapkan agar siswa dapat mengidentifikasi

    unsur yang diketahui, ditanyakan serta kecukupan unsur yang diperlukan,

    merumuskan masalah dari situasi sehari-hari kedalam matematika, menerapkan

    strategi untk menyelesaikan berbagai masalah dalam atau diluar matematika,

    menjelaskan atau mengiterpretasikan hasil sesuai dengan permasalahan asal,

    menyusun model matematika dan menyelesaikannya untuk masalah nyata dan

    menggunakan matematika secara bermakna (meaningful). Sebagai

    implementasinya maka kemampuan pemecahan masalah hendaknya dimilki oleh

    semua anak yang belajar matematika. Apalagi jika ditinjau dari menemukan

    alternatif jawaban lain untuk suatu masalah, hampir tidak ditemukan siswa yang

    mencoba mencari cara lain untuk menyelesaikan masalah yang telah

    dipecahkannya. Hampir semua siswa merasa cukup jika sudah mampu

    menyelesaikan soal.

    Dari penelitian awal yang dilakukan oleh peneliti 35 siswa ada 8 orang

    yang tidak menjawab, sedangkan 27 orang lagi hanya mencari jawaban saja.

    Misalkan Pak Herman ingin mengisi sebuah tangki berbentuk balok dengan alas

    berukuran 60 cm x 35 cm di isi air setinggi 14 cm. Apabila 3,507 liter air di

    tambahkan ke dalam tangki tersebut, hitunglah kenaikan air dalam tangki

  • 40

    tersebut? Kemudian peneliti mengambil satu lembar jawaban sebagai contoh

    jawaban siswa :

    Dari jawaban siswa diatas terlihat masih rendah, terlihat dari jawaban

    siswa tidak mampu untuk memahami masalah dengan membuat apa yang di tanya

    dan diketahui dari soal, siswa juga tidak memiliki pemahaman yang cukup untuk

    merencanakan langkah apa yang harus digunakan untuk mencari volume dari

    yang diketahui dan tidak dapat menyelesaikan soal sesuai yang ditanyakan.

    Hal ini di juga sebabkan siswa membutuhkan penalaran untuk melihat

    hubungan antara unsur-unsur yang diketahui dan ditanya. Contoh kedua sebuah

    bola berada penuh dalam sebuah kubus. Jika bola tersebut mempunyai jari-jari 7

    cm, gambarkan kubus dan bola tersebut, dapatkah kamu menentukan luas

    permukaan kubus, berapakah luas permukaan kubustersebut? Kemudian peneliti

    mengambil salah satu jawaban dari siswa sebagai berikut:

  • 41

    Dari jawaban siswa terihat siswa tidak mampu menyelesaikan masalah

    tersebut. siswa tidak dapat menyajikan pernyataan dengan menggambarkan kubus,

    siswa menggambarkan persegi. Kemudian siswa juga tidak dapat meghubungkan

    antara jari-jari, diameter, dan rusuk kubus. Karena mereka tidak mampu

    menghubungkan sifat-sifat tersebut sehingga mereka juga tidak dapat menemukan

    dan menggunakan rumus luas permukaan kubus yang ditanya, dan mengakibatkan

    mereka tidak dapat menyimpulkan dari pertanyaan diatas. Sehingga dapat

    dikatakan bahwa kemampuan memecahkan masalah dan penalaran matematika

    siswa masih sangat rendah.

    Dengan kata lain, untuk mengatasi masalah di atas program pendidikan

    pada umumnya harus di perbaiki dan diprioritaskan. Dalam Kurikulum 2004

    (Kurikulum Berbasis Kompetensi) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

    (KTSP) dinyatakan beberapa tujuan pembelajaran matematika di sekolah, antara

    lain: (1) Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan

    penemuan. (2) Mengembangkan kemampuan pemecahan masalah. (3) Memiliki

    sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa

    ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet

    dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

    Hal yang sama juga diungkapkan oleh Soejadi (2004), bahwa pendidikan

    matematika memiliki dua tujuan besar yaitu : (1) tujuan yang bersifat formal yang

    memberikan tekanan pada penalaran anak dan pembentukan pribadi anak, (2)

    tujuan yang bersifat material yang memberikan tekanan pada penerapan

    matematika serta kemampuan memecahkan masalah matematika. Hal ini sesuai

    dengan tujuan pembelajaran matematika yang dirumuskan oleh National Council

  • 42

    of Teacher of Mathematics (2004) yaitu : (1) belajar untuk berkomunikasi

    (mathematical comminication), (2) belajar untuk bernalar (mathematical

    reasoning), (3) belajar untuk memecahkan masalah (mathematical problem

    solving), (4) belajar untuk mengaitkan ide (mathematical connections), (5)

    pembentukan sikap positif terhadap matematika (positive attitudes toward

    mathematics). Sumarmo mengatakannya dengan keterampilan matematika (doing

    math).

    Untuk mencapai tujuan tersebut menjadi tanggung jawab guru. Tapi pada

    kenyataannya masih sering dijumpai kecendrungan guru tidak melibatkan siswa

    dalam pembelajaran. Selama ini proses pembelajaran matematika di kelas masih

    terkesan konvensional, dimana guru selalu menggunakan ekspositori bahkan

    ceramah. Kalaupun ada drill cenderung melatih keterampilan menyelesaikan soal

    dengan menggunakan prosedur yang sudah baku. Akibatnya siswa kurang

    ditantang untuk mengembangkan dan menemukan kemampuan sendiri, sehingga

    siswa bersikap pasif dan menunggu informasi guru dari pada menemukan sendiri

    pengetahuan dengan keterampilan yang dibutuhkan.

    Wina Sanjaya (2008:1) mengatakan, salah satu masalah yang dihadapi

    dunia pendidikan kita adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam

    proses pembelajaran, anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan

    berpikir. Proses pembelajaran di dalam kelas di arahkan kepada kemampuan anak

    untuk menghapal informasi; otak anak dipaksa untuk mengingat dan menimbun

    berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi yang diingatnya itu.

    Rendahnya kemampuan pemecahan masalah dan penalaran matematis, juga tidak

    terlepas dari pandangan guru terhadap makna belajar. Menurut Masnur Muslich

  • 43

    (2008:51), makna dan hakikat belajar sering kali hanya diartikan sebagai

    penerimaan informasi dan sumber informasi (guru dan buku pelajaran). Akibatnya

    guru masih memaknai kegiatan mengajar sebagai kegiatan memindahkan

    informasi dari guru atau buku kepada siswa. Sehingga sekolah lebih berfungsi

    sebagai pusat pemberitahuan daripada sebagai pusat pengembangan potensi siswa.

    Wahyudin (2003:3) mengatakan bahwa pemecahan masalah bukan sekedar

    keterampilan untuk diajarkan dan digunakan dalam matematika tetapi juga

    merupakan keterampilan yang akan dibawa pada masalah-masalah keseharian

    siswa atau situasi-situasi pembuat keputusan, dengan demikian kemampuan

    pemecahan masalah membantu seseorang secara baik dalam dirinya.

    Selain pemecahan masalah, penalaran juga merupakan salah satu doing

    math yang sangat erat kaitannya dengan karakteristik matematika. Penalaran

    matematis (mathematical reasoning) diperlukan untuk menentukan apakah sebuah

    argumen matematika benar atau salah dan juga dipakai untuk membangun suatu

    argumen matematika. Pentingnya penalaran dalam matematika juga dikemukakan

    oleh Suryadi (2005) yang menyatakan bahwa pembelajaran yang lebih

    menekankan pada aktivitas penalaran dan pemecahan masalah sangat erat

    kaitannya dengan pencapaian prestasi siswa yang tinggi.

    Untuk menjawab tuntutan pentingnya kemampuan pemecahan masalah dan

    penalaran, strategi pembelajaran berbasis masalah sangat tepat diterapkan dalam

    proses pembelajaran, sebab Moffit (Ratnaningsih, 2003:3) bahwa belajar berbasis

    masalah adalah suatu pendekatan pembelajaran yang melibatkan siswa aktif

    secara optimal, memungkinkan siswa melakukan eksplorasi, observasi,

    eksperimen, investigasi, pemecahan masalah yang mengintegrasikan keterampilan

  • 44

    dan konsep-konsep dasar dari berbagai konten area. Pendekatan ini meliputi

    menyimpulkan informasi sekitar masalah, melakukan sintesis dan

    mempresentasikan apa yang telah diperoleh siswa untuk disampaikan kepada

    siswa lainnya.

    Salah satu ciri utama belajar berbasis masalah yaitu berfokus pada

    keterkaitan antar disiplin ilmu, dengan maksud masalah yang disajikan dalam

    pembelajaran berbasis masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu

    tetapi siswa bisa meninjau masalah tersbut dari banyak segi atau mengaitkan

    dengan disiplin ilmu yang lain untuk menyelesaikannya. Dengan diajarkannya

    model pembelajaran berbasis masalah mendorong siswa belajar secara aktif,

    penuh semangat dan siswa akan semakin terbuka terhadap matematika, serta akan

    menyadari manfaat matematika karena tidak hanya terfokus pada topik tertentu

    yang sedang dipelajari.

    Penerapan model pembelajaran ini diupayakan ada peningkatan

    kemampuan pemecahan masalah dan penalaran matematika karena siswa mulai

    bekerja dari permasalahan yang diberikan, mengaikan masalah yang akan

    diselidiki dengan meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran, melakukan

    penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata,

    membuat produk berupa laporan, model fisik untuk didemonstrasikan kepada

    teman-teman lain, bekerja sama satu sama lain untuk mengembangkan

    keterampilan sosial dan keterampilan berpikir.

    Penelitian dengan penerapan model pembelajaran berbasis masalah telah

    diteliti oleh Abbas, dkk (2006:1) dalam penelitiannya pada siswa SMP Negeri 10

    Gorontalo yang menyatakan hasil belajar siswa mengalami peningkatan.dari hasil

  • 45

    pada siklus I dari 35 orang siswa ada 26 orang siswa (74,19%) mencapai

    ketuntasan belajar dan pada siklus II ada 32 orang siswa (91,43%) mencapai

    ketuntasan belajar dengan menggunakan model pembeurulajaran berbasis masalah

    dengan penilaian portofolio siswa.

    Hasanah (2004) dalam penelitiannya pada siswa SMPN 6 Cimahi berkatan

    dengan proses belajar mengajar menyimpulkan pemahaman siswa yang

    memperoleh pembelajaran berbasis masalah lebih baik dari pembelajaran biasa,

    rata-rata kemampuan pemahaman matematika dengan pembelajaran berbasis

    masalah adalah 86,05% sedangkan dengan pembelajaran biasa 78,43%. Analisis

    terhadap penelitiannya mengimplikasikan bahwa pendekatan berbasis masalah

    dengan menekankan representasi matematika dapat dijadikan guru sebagai salah

    satu alternatif untuk meningkatkan kemampuan pemahaman dan kemampuan

    penalaran matematika.

    Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk

    mengadakan penelitian dengan mengangkat judul : Analisis Perbedaan

    Kemampuan Pemecahan Masalah dan Penalaran Matematika Siswa Dengan

    Menggunakan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Dan Pembelajaran

    Biasa pada Siswa SMP.

  • 46

    B. Identifikasi masalah

    Untuk menghindari kesalahan dalam penafsiran terhadap apa yang akan

    diteliti maka peneliti mengajukan identifikasi masalah sebagai berikut :

    1. Kemampuan pemecahan masalah dan penalaran siswa rendah.

    2. Guru kurang kreatif dalam menerapkan pembelajaran yang sesuai dengan

    materi.

    3. Pembelajaran masih berorientasi pada pola pembelajaran yang lebih banyak di

    dominasi oleh guru.

    4. Siswa kurang dibiasakan menyelesaikan soal yang bersifat kontekstual

    sehingga sulit memaknai matematika.

    5. Interaksi pembelajaran siswa terhadap kemampuan pemecahan masalah dan

    penalaran matematika.

    C. Batasan Masalah

    Dalam melakukan penelitian ini dibuat pembatasan masalah, agar masalah

    yang diteliti lebih efektif, jelas dan terarah. Pada penelitian ini masalah dibatasi

    pada kemampuan pemecahan masalah dan penalaran matematika khususnya pada

    materi kubus dan balok dalam kehidupan nyata melalui pembelajaran berbasis

    masalah. Interaksi pembelajaran siswa terhadap kemampuan pemecahan masalah

    dan penalaran matematika.

    D. Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan pembatasan

    masalah, maka rumusan masalah penellitian ini adalah:

  • 47

    1. Bagaimanakah perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematika yang

    signifikan antara siswa yang diajar dengan pembelajaran berbasis masalah

    dengan pembelajaran biasa?

    2. Bagaimanakah perbedaan kemampuan penalaran matematika yang signifikan

    antara siswa yang diajar dengan pembelajaran berbasis masalah dengan

    pembelajaran biasa?

    3. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dengan tingkat kemampuan

    kelompok (atas, bawah) terhadap perbedaan kemampuan pemecahan masalah

    matematika?

    4. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dengan tingkat kemampuan

    kelompok (atas, bawah) terhadap perbedaan kemampuan penalaran

    matematika?

    5. Bagaimana respon siswa terhadap komponen dan proses pembelajaran

    matematika yang diberi pembelajaran berbasis masalah?

    E. Tujuan Penelitian

    Penelitian ini secara umum bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang

    aplikasi strategi pembelajaran terhadap kemampuan siswa dalam pemecahan

    masalah dan penalaran matematika. Sedangkan secara khusus penelitian ini

    bertujuan untuk:

    1. Mengetahui perbedaan kemampuan pemecahan masalah menggunakan

    pembelajaran berbasis masalah dengan pembelajaran biasa.

    2. Mengetahui perbedaan penalaran matematika menggunakan pembelajaran

    berbasis masalah dengan pembelajaran biasa.

  • 48

    3. Mengetahui sejauh mana interaksi antara pembelajaran dengan tingkat

    kemampuan kelompok (atas, bawah) terhadap perbedaan kemampuan

    pemecahan masalah matematika.

    4. Mengetahui sejauh mana interaksi antara pembelajaran dengan tingkat

    kemampuan kelompok (atas, bawah) terhadap perbedaan kemampuan

    penalaran matematika.

    5. Untuk mendeskripsikan respon siswa terhadap komponen dan proses

    pembelajaran matematika yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah.

    F. Manfaat Penelitian

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoritis dan praktis.

    Manfaat teoritis adalah:

    1. Memberikan bahan pertimbangan kepada guru sebagai tenaga pendidik dalam

    memilih pendekatan pembelajaran yang paling tepat untuk menyampaikan

    materi pelajaran di kelas.

    2. Dapat dijadikan sebagai dasar bagi peneliti untuk mengembangkan

    pendekatan pembelajaran matematika.

    3. Memberikan manfaat berupa variasi pembelajaran matematika yang baru yang

    dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengoptimalkan penalaran

    dan kreativitas siswa dalam menyelesaikan masalah matematika.

    4. Hasil penelitian diharapkan bermanfaat sebagai sumbangan pemikiran bagi

    kebutuhan siswa, serta sebagai bahan masukan bagi peneliti lain yang

    membahas dan meneliti permasalahan yang sama.

  • 49

    G. Defenisi operasional

    Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah

    yang terdapat pada rumusan masalah dalam penelitian ini, perlu dikemukakan

    defenisi operasional sebagai berikut:

    1. Pemecahan masalah merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk

    menyelesaikan permasalahan yang ditemukan.

    2. Kemampuan Pemecahan masalah adalah aktivitas siswa dalam menyelesaikan

    masalah yang menggunakan langkah-langkah: memahami soal atau masalah;

    merencanakan penyelesaian / memilih strategi penyelesaian yang sesuai;

    melaksanakan penyelesaian menggunakan strategi yang direncanakan;

    memeriksa kembali kebenaran jawaban yang diperoleh.

    3. Penalaran adalah kemampuan menarik kesimpulan melalui langkah-langkah

    formal yang didukung oleh argumen matematis berdasarkan pernyataan yang

    diketahui benar atau yang telah diasumsikan kebenarannya.

    4. Kemampuan penalaran dalam penelitian ini adalah aktivitas yang dilakukan

    siswa untuk mencari kebenaran dalam menggunakan aturan, sifat-sifat dan

    logika matematika yang diukur dan dievaluasi berdasarkan kemampuan cara

    berpikir berdasarkan fakta analogi, generalisasi, kondisional dan silogisme

    sesuai sesuai dengan informasi yang diberikan.

    5. Model Pembelajaran adalah suatu pola atau kerangka konseptual yang

    digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan dan mewujudkan suatu

    proses pembelajaran untuk membantu siswa, sehingga tujuan pembelajaran

    tercapai.

  • 50

    6. Pembelajaran berbasis masalah adalah model pembelajaran dengan proses

    yang menerapkan tahapan-tahapan : orientasi siswa pada masalah,

    mengorganisir siswa untuk belajar, membimbing penyelidikan individual

    maupun kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya,

    menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

    7. Strategi Pembelajaran Biasa adalah yang dilakukan guru disekolah sehari-hari,

    yaitu memberikan penjelasan tentang materi terkadang diawali dengan

    membahas tugas rumah, memberikan contoh soal, memberikan soal latihan

    dan sering diakhiri dengan memberikan tugas rumah (PR).

    BAB II

  • 51

    KAJIAN PUSTAKA

    A. Kerangka Teoritis

    Dalam penelitian ilmiah diperlukan sejumlah teori yang berkaitan dengan

    permasalahan penelitian. Teori-teori tersebut dijadikan sebagai pemikiran dan titik

    acuan untuk memperoleh kebenaran. Berikut penjelasan kerangka teoritis yang

    diperlukan untuk memberikan landasan yang kuat dalam penelitian ini.

    1. Pengertian Belajar

    Menurut Slameto (2003:2) belajar adalah suatu proses usaha yang

    dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru

    secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan

    lingkungannya. Pengertian belajar didefinisikan oleh Hamalik (2003:27) sebagai

    modifikator atau pengukuhan tingkah laku melalui perolehan pengalaman

    (learning is defined as the modificator or strengthening of behavior through

    experiencing). Sehingga lebih tepatlah jika dikatakan bahwa belajar bukan

    sekedar hanya mengingat atau menghafal, namun lebih luas daripada itu, yaitu

    mengalami.

    Lebih khusus lagi berkenaan dengan pembelajaran matematika, Hudoyo

    (1990:40) menyatakan bahwa seseorang dikatakan belajar matematika apabila

    pada diri seseorang tersebut terjadi suatu kegiatan yang dapat mengakibatkan

    perubahan tingkah laku yang berkaitan dengan matematika. Perubahan tersebut

    terjadi dari tidak tahu sesuatu menjadi tahu konsep tersebut, dan mampu

    menggunakannya dalam materi lanjut atau dalam kehidupan sehari-hari.

  • 52

    Dari pengertian belajar di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

    belajar adalah terjadinya perubahan tingkah laku relatif konstan dan berbekas

    pada diri seseorang yang diperoleh melalui pengalaman dan latihan yang

    melibatkan aktivitas mental yang berlansung dalam interaksi aktif seseorang

    dengan lingkungannya, perubahan itu mencakup kebiasaan, pengetahuan, sikap,

    dan keterampilan.

    2. Pembelajaran Matematika

    Pembelajaran adalah upaya untuk menciptakan iklim dalam pelayanan

    terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan siswa yang beragam

    agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan

    siswa. Jadi, pembelajaran matematika adalah suatu proses atau kegiatan guru mata

    pembelajaran matematika dalam mengajarkan matematika kepada para siswa yang

    didalamnya terkandung upaya untuk menciptakan iklim dan pelayanan terhadap

    kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan siswa tentang matematika yang

    amat beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antara

    siswa dengan siswa dalam mempelajari matematika tersebut (Amin, 2004:2).

    Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, proses pembelajaran

    merupakan aktivitas yang paling utama. Ini berarti bahwa keberhasilan

    pencapaian pendidikan tergantung secara efektif terhadap proses pembelajaran.

    Pembelajaran matematika merupakan suatu proses belajar mengajar yang terdiri

    dari kombinasi dua aspek, yaitu belajar yang dilakukan oleh siswa dan mengajar

    yang dilakukan oleh guru sebagai pengajar (pendidik). Belajar tertuju kepada apa

    yang harus dilakukan oleh seseorang sebagai subjek yang menerima pelajaran,

  • 53

    sedangkan mengajar beorientasi pada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai

    pemberi pelajaran. Kedua aspek ini akan berkolaborasi secara terpadu menjadi

    suatu kegiatan pada saat terjadi interaksi antara guru dengan siswa, serta antara

    siswa dengan siswa disaat pembelajaran matematika sedang berlangsung.

    Dalam proses pembelajaran matematika, baik guru maupun siswa bersama-

    sama menjadi pelaku terlaksananya tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran ini

    akan mencapai hasil yang maksimal apabila pembelajaran berjalan secara efektif.

    Menurut Wragg (1997:12) pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang

    memudahkan siswa untuk mempelajari sesuatu yang bermanfaat seperti fakta,

    keterampilan, nilai, konsep, dan bagaimana hidup serasi dengan sesama, atau

    suatu hasil belajar yang diinginkan. Sejalan dengan itu Sumarmo (2005, 5)

    menyatakan bahwa pembelajaran merupakan proses, situasi, dan upaya yang

    dirancang guru sedemikian rupa sehingga membuat siswa belajar. Dengan kata

    lain dalam pembelajaran guru berperan sebagai fasilitator, motivator, dan manajer

    bagi siswanya.

    Dari uraian di atas, terlihat bahwa proses pembelajaran matematika bukan

    hanya sekedar transfer ilmu dari guru kepada siswa, melainkan suatu proses yang

    dikondisikan atau di upayakan oleh guru, sehingga siswa aktif dengan berbagai

    cara untuk mengkontruksi atau membangun sendiri pengetahuannya, serta terjadi

    interaksi dan negosiasi antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa,

    sehingga siswa menemui kemudahan untuk mempelajari sesuatu yang bermamfaat

    bagi dirinya.

    3. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

  • 54

    Memecahkan suatu masalah merupakan aktivitas dasar manusia. Sebagian

    besar kehidupan kita berhadapan dengan masalah-masalah. Bila kita gagal dengan

    suatu cara untuk menyelesaikan suatu masalah kita harus mencoba

    menyelesaikannya dengan cara yang lain. Suatu pertanyaan akan merupakan suatu

    masalah jika seseorang tidak mempunyai aturan/hukum tertentu yang segera dapat

    dipergunakan untuk menemukan jawaban pertanyaan tersebut. Suatu pertanyaan

    akan menjadi masalah bagi seorang peserta didik pada suatu saat, tetapi bukan

    masalah lagi bagi peserta didik tersebut untuk saat berikutnya. Bila peserta didik

    tersebut telah mengetahui cara atau proses mendapatkan penyelesaian masalah

    tersebut. Pertanyaan akan menjadi masalah bagi peserta didik jika:

    a. Pertanyaan yang diberikan pada seorang peserta didik harus dapat dimengerti

    oleh peserta didik tersebut, namun pertanyaan tersebut harus merupakan

    tantangan baginya untuk menjawabnya

    b. Pertanyaan tersebut tidak dapat dijawab dengan prosedur rutin yang telah

    diketahui peserta didik. Karena itu factor waktu untuk menyelesaikan

    masalah janganlah dipandang sebagai hal yang esensial (Hudojo, 2003:149)

    Menurut Polya (Hudojo, 2003:150), terdapat dua macam masalah yaitu

    sebagai berikut:

    a. Masalah untuk menemukan, dapat teoritis atau praktis, abstrak atau konkret,

    termasuk teka-teki. Bagian utama dari suatu masalah adalah apa yang dicari,

    bagaiman data yang diketahui, dan bagaimana syaratnya. Ketiga bagian

    utama tersebut merupakan landasan untuk dapat menyelesaikan masalah jenis

    ini.

  • 55

    b. Masalah untuk membuktikan adalah menunjukkan bahwa suatu pernyataan

    itu benar, salah, atau tidak kedua-duanya. Bagian utama dari masalah ini

    adalah hipotesis dan konklusi dari suatu teorema yang harus dibuktikan

    kebenarannya. Kedua bagian utama tersebut sebagai landasan utama untuk

    dapat menyelesaikan masalah jenis ini.

    Menurut Suyitno (2004:8) syarat suatu soal pemecahan masalah bagi

    peserta didik adalah sebagai berikut:

    a. Memiliki pengetahuan/materi prasyarat untuk menyelesaikan soalnya.

    b. Diperkirakan memiliki kemampuan untuk menyelesaikan soal tersebut.

    c. Belum mempunyai algoritma atau prosedur untuk menyelesaikannya.

    d. Mempunyai keinginan untuk menyelesaikannya.

    Dalam pembelajaran matematika aspek pemecahan masalah menjadi

    semakin penting. Mengapa? Ini dikarenakan matematika merupakan pengetahuan

    yang logis, sistematis, berpola, artificial, abstrak, dan yang tak kalah penting

    menghendaki justifikasi atau pembuktian. Sifat-sifat matematika ini menuntut

    pembelajar menggunakan kemampuan-kemampuan dasar dalam pemecahan

    masalah, seperti berpikir logis, berpikir strategis. Selain itu secara timbal balik

    maka dengan mempelajari matematika, siswa terasah kemampuan dalam

    memecahkan masalah. Hal ini dikarenakan strategi dalam pemecahan masalah

    matematika bersifat universal sesuai sifat matematika sebagai bahasa yang

    universal (artificial, simbolik).

    Secara sistematis, Taplin (Sumardyono, 2007) menegaskan pentingnya

    problem solving melalui 3 nilai yaitu fungsional, logical, dan aestetikal. Secara

  • 56

    fungsional, problem solving penting karena melalui problem solving maka nilai

    matematika sebagai disiplin ilmu yang esensial dapat dikembangkan. It has

    already been pointed out that mathematics is an essential discipline because of its

    practical role to the individual and society. Through a problem solving approach,

    this aspect of mathematics can be developed. Demikian ditegaskan Taplin

    (Sumardyono, 2007).

    Dengan focus pada problem solving maka matematika sebagai alat dalam

    memecahkan masalah dapat diadaptasi pada berbagai konteks dan masalah sehari-

    hari. Selain sebagai alat untuk meningkatkan pengetahuan matematika dan

    membantu memahami masalah sehari-hari, maka problem solving juga merupakan

    cara berpikir (way of thinking). Dalam perspektif terakhir ini maka problem

    solving membantu kita meningkatkan kemampuan penalaran logis.

    Terakhir, problem solving juga memiliki nilai estetik. Problem solving

    melibatkan emosi/afeksi siswa selama proses pemecahan masalah. Masalah

    problem solving juga dapat menantang pikiran dan bernuansa teka-teki bagi siswa

    sehingga dapat meningkatkan rasa penasaran, motivasi dan kegigihan untuk selalu

    terlibat dalam matematika. Lebih lanjut pentingnya problem solving juga dapat

    dilihat pada perannya dalam pembelajaran.

    Problem solving sebagai konteks menekankan pada penemuan tugas-tugas

    atau masalah yang menarik dan yang dapat membantu siswa memahami konsep

    atau prosedur matematika. Walaupun secara umum para pendidik hanya terfokus

    pada materi matematika ketika menyinggung pembelajaran pemecahan masalah,

    namun sesungguhnya ada dua dimensi atau dua materi yaitu: (1) pembelajaran

    matematika melalui model atau strategi pemecahan masalah, dan (2) pembelajaran

  • 57

    strategi pemecahan masalah itu sendiri. Yang pertama pemecahan masalah

    sebagai strategi atau model atau pendekatan pembelajaran, sedang yang kedua

    pemecahan masalah sebagai materi pembelajaran.

    Ada banyak literatur dan pendapat mengenai ciri-ciri seorang pemecah

    masalah (yang baik). Berikut ini sepuluh macam ciri pemecahan masalah:

    1. Mampu memahami istilah dan konsep matematika

    2. Mampu mengenali keserupaan, perbedaan, dan analogi.

    3. Mampu mengidentifikasi bagian yang penting serta mampu memilih prosedur

    dan data yang tepat.

    4. Mampu mengenali detail yang tidak relevan.

    5. Mampu memperkirakan dan menganalisis.

    6. Mampu memvisualkan dan mengintrepetasi fakta dan hubungan yang

    kuantitatif.

    7. Mampu melakukan generalisasi dari beberapa contoh.

    8. Mampu mengaitkan metode-metode dengan mudah.

    9. Memiliki harga diri dan kepercayaan diri yang tinggi, dengan tetap memiliki

    hubungan baik dengan rekan-rekannya.

    10. Tidak cemas terhadap ujian atau tes.

    Dari berbagai indikator pemecahan masalah sebagaimana diuraikan di atas,

    penulis menyimpulkan bahwa terdapat empat indicator penting dalam penelitian

    ini untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah matematika adalah sebagai

    berikut: memahami soal atau masalah;merencanakan penyelesaian / memilih

    strategi penyelesaian yang sesuai; melaksanakan penyelesaian menggunakan

  • 58

    strategi yang direncanakan; memeriksa kembali kebenaran jawaban yang

    diperoleh. Dalam setiap permasalahan, aspek memahami masalah diukur melalui

    menuliskan unsur yang diketahui dan unsur yang ditanya, aspek merencanakan

    pemecahan diukur melalui menuliskan teori dan metode yang dapat digunakan

    dalam masalah ini, aspek melakukan perhitungan diukur melalui melaksanakan

    rencana pemecahan sesuai dengan teori atau metode yang dipilih, aspek

    memeriksa kembali diukur melalui memeriksa kebenaran hasil yang diperoleh.

    4. Kemampuan Penalaran Matematika

    Penalaran merupakan terjemahan dari reasoning. Ross (Rochmad, 2008)

    menyatakan bahwa salah satu tujuan terpenting dari pembelajaran matematika

    adalah mengajarkan kepada siswa penalaran logika (logical reasoning). Bila

    kemampuan bernalar tidak dikembangkan pada siswa, maka bagi siswa

    matematika hanya akan menjadi materi yang mengikuti serangkaian prosedur dan

    meniru contoh-contoh tanpa mengetahui maknanya.

    Penalaran adalah proses berpikir yang dilakukan dengan satu cara untuk

    menarik kesimpulan. Kesimpulan yang bersifat umum dapat ditarik dari kasus-

    kasus yang bersifat individual. Tetapi dapat pula sebaliknya, dari hal yang bersifat

    individual menjadi kasus yang bersifat umum. Bernalar adalah aktivitas yang

    memungkinkan orang lain berpikir logis yang menghasilkan sejumlah konsep dan

    pengertian. Orang yang bernalar dan berpikirnya analitik cenderung mencatat

    pola struktur dan keteraturan dalam situasi nyata dan benda-benda simbolik.

    (Turmudi, 2008:58).

    Herdian (2010) menyatakan bahwa kemampuan penalaran itu meliputi:

  • 59

    (1) penalaran umum yang berhubungan dengan kemampuan untuk menemukan penyelesaian atau pemecahan masalah, (2) kemampuan yang berhubungan dengan penarikan kesimpulan, seperti pada silogisme, dan yang berhubungan dengan kemampuan menilai implikasi dari suatu argumenasi, dan (3) kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan, tidak hanya hubungan antara benda-benda tetapi juga hubungan antara ide-ide, dan kemudian mempergunakan hubungan itu untuk memperoleh benda-benda atau ide-ide lain.

    Penalaran matematika (mathematical reasoning) diperlukan untuk

    menentukan apakah sebuah argumen matematika benar atau salah dan juga

    dipakai untuk membangun suatu argumen matematika. Penalaran matematika

    tidak hanya penting untuk melakukan pembuktian (proof) atau pemeriksaan

    program (program verification), tetapi juga untuk melakukan inferensi dalam

    suatu sistem kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).

    Beberapa istilah yang akan dipakai dalam penalaran matematika perlu

    dimengerti artinya, yakni, bukti, inferensi, teorema, lemma, corollary dan

    konjektur (conjecture). Aksioma (axiom) adalah asumsi dasar dari suatu struktur

    matematika yang tidak perlu bukti. Pembuktian (proof) dipakai untuk

    menunjukkan bahwa suatu pernyataan adalah benar. Suatu pembuktian terdiri dari

    rangkaian pernyataan-pernyataan yang membentuk sebuah argumen. Langkah-

    langkah yang menghubungkan pernyataan-pernyataan ini disebut sebagai aturan

    inferensi (rules of inference).

    Suatu penalaran yang salah disebut sebagai fallacy. Teorema adalah

    pernyataan yang dapat ditunjukkan bernilai benar. Suatu lemma adalah teorema

    sederhana yang dipergunakan sebagai hasil-antara dalam pembuktian teorema

    lain, sedangkan corollary adalah suatu proposisi yang secara langsung diperoleh

    dari teorema yang sudah dibuktikan. Suatu konjektur adalah suatu pernyataan

  • 60

    yang nilai kebenarannya tidak diketahui. Setelah pembuktian berhasil dilakukan,

    maka konjektur berubah menjadi teorema.

    Aturan-aturan inferensi memberikan sarana untuk melakukan pembenaran

    dari langkah-langkah yang dipakai dalam proses pembuktian. Salah satu aturan

    penting yang perlu kita kenal adalah modus ponens atau law of detachment.

    Penalaran merupakan salah satu kompetensi dasar matematika disamping

    pemahaman, komunikasi dan pemecahan masalah. Penalaran juga merupakan

    proses mental dalam mengembangkan pikiran dari beberapa fakta atau prinsip.

    Dijelaskan pada dokumen Peraturan Dirjen Dikdasmen No. 506/C/PP/2004

    (Depdiknas, 2004) tentang indikator-indikator penalaran yang harus dicapai oleh

    siswa. Indikator yang menunjukkan penalaran antara lain adalah:

    1. Kemampuan menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar dan diagram;

    2. Kemampuan mengajukan dugaan; 3. Kemampuan melakukan manipulasi matematika; 4. Kemampuan menyusun bukti, memberikan alasan/bukti terhadap kebenaran

    solusi; 5. Kemampuan menarik kesimpulan dari pernyataan; 6. Memeriksa kesahihan suatu argumen; 7. Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi

    Ciri-ciri penalaran (Herdian, 2010) adalah (1) adanya suatu pola pikir yang

    disebut logika. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa kegiatan penalaran

    merupakan suatu proses berpikir logis. Berpikir logis ini diartikan sebagai berpikir

    menurut suatu pola tertentu atau menurut logika tertentu; (2) proses berpikirnya

    bersifat analitik. Penalaran merupakan suatu kegiatan yang mengandalkan diri

    pada suatu analitik, dalam kerangka berpikir yang dipergunakan untuk analitik

    tersebut adalah logika penalaran yang bersangkutan.

  • 61

    Berdasarkan pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa penalaran

    memiliki peran yang amat penting dalam proses berpikir seseorang. Dimana

    proses berpikir itu merupakan proses penarikan kesimpulan yang dilakukan

    dengan aturan-aturan sehingga memperoleh kebenaran. Untuk menarik

    kesimpulan sehingga diperoleh kebenaran maka dapat dilakukan dengan

    penalaran induktif dan penalaran deduktif.

    1. Penalaran Deduktif

    Unsur utama dalam pekerjaan matematika adalah penalaran deduktif, yang

    bekerja dengan berbagai asumsi, tidak dengan pengamatan. Pembuktian melalui

    deduksi adalah sebuah jalan pemikiran yang menggunakan argumen-argumen

    deduktif untuk beralih dari premis-premis yang ada, yang dianggap benar, kepada

    kesimpulan-kesimpulan, yang mestinya benar apabila premis-premisnya benar.

    Penalaran deduktif merupakan proses penalaran yang dimulai dari hal-hal

    yang umum atau universal menuju hal-hal yang bersifat khusus atau dapat juga

    diartikan sebagai proses penalaran yang menggunakan pernyataan-pernyataan

    yang telah diketahui kebenarannya terlebih dahulu, untuk kemudian digunakan

    dalam membuat kesimpulan dari suatu pernyataan baru (Septyukans:2010). Proses

    penalaran tersebut konklusinya diturunkan secara mutlak menurut premis-

    premisnya yaitu proses penalaran dari umum ke khusus. Jika premis benar dan

    cara penarikan kesimpulannya sah, maka dapat dipastikan hasil kesimpulannya

    benar. Penalaran deduktif dalam penelitian ini meliputi kondisional dan silogisme.

  • 62

    a. Kondisional

    Penalaran kondisional merupakan bagian dari berpikir yaitu mengubah

    informasi yang diberikan untuk memperoleh kesimpulan. Dalam kondisional

    dijelaskan tentang adanya hubungan antara dua kondisi atau keadaan, yang

    dinyatakan dengan hubungan jika maka

    Penalaran kondisional terdiri dari empat jenis, yaitu:

    1. Memperkuat anteseden

    Contoh:

    Jika x=2 dan y=4 maka 2x+2y=12.

    x=2 dan y=4.

    Kesimpulan: 2x+2y=12.

    Kalimat yang dimulai dengan kata jika bernilai benar maka

    penalarannya akan menghasilkan kesimpulan yang benar. Contoh diatas

    jelas bahwa Jika x=2 dan y=4 maka 2x+2y=12 bernilai benar.

    2. Memperkuat konsekuen

    Contoh:

    Jika x=3 dan y=5 maka 3x+3y=24.

    3x+3y=24.

    Kesimpulan: x=3 dan y=5.

    Kalimat yang dimulai dengan kata maka bernilai benar maka

    penalarannya akan menghasilkan kesimpulan yang kurang tepat. Misalkan

    contoh diatas jika 3x+3y=24 belum tentu karena x=3 dan y=5, mungkin

    bisa karena x=4 dan y=4 sehingga meskipun x3 dan y5, 3x+3y juga bisa

    sama dengan 24.

  • 63

    3. Menyangkal anteseden

    Contoh:

    Jika x=4 dan y=5 maka x+2y=14.

    x4 dan y5.

    Kesimpulan: x+2y14.

    Kalimat yang diawali dengan kata jika bernilai salah, maka akan

    membawa pada kesimpulan yang kurang tepat. Misalkan pada contoh

    tersebut, bahwa jika x4 dan y5 bukan berarti bahwa x+2y14, bisa saja

    x=8 dan y=3.

    4. Menyangkal konsekuen

    Contoh:

    Jika x = 2 maka x + 3 = 5

    3 5x +

    Kesimpulan: 2x

    Kalimat yang diawali dengan kata maka bernilai salah, maka

    kesimpulan yang diperoleh akan bernilai benar. Misalkan pada contoh

    tersebut, bahwa jika 3 5x + berarti 2x .

    Berdasarkan jenis-jenis dan contoh dari penalaran diatas, dapat

    disimpulkan bahwa kesimpulan yang valid yaitu pada contoh memperkuat

    anteseden dan pada contoh menyangkal konsekuensi, sedangkan pada contoh

    memperkuat konsekuensi dan menyangkal anteseden dapat disimpulkan bahwa

    kesimpulan yang salah berarti tidak valid.

  • 64

    b. Silogisme

    Silogisme, yaitu sebuah argumen yang terdiri atas tiga bagian. Di

    dalamnya terdapat dua pernyataan yang benar (premis) yang menjadi dasar dari

    argumen itu, dan sebuah kesimpulan (konklusi) dari argumen tersebut. Di dalam

    logika, sebagai cabang matematika yang banyak membahas tentang silogisme

    terdapat beberapa aturan yang menyatakan apakah silogisme itu valid (sah) atau

    tidak.

    Silogisme merupakan suatu cara penalaran yang formal. Penalaran dalam

    bentuk ini jarang ditemukan/dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Kita lebih

    sering mengikuti polanya saja, meskipun kadang-kadang secara tidak sadar.

    Misalnya jika diketahui sistem persamaan dua variabel dengan persamaan

    pertama x + 2y = 5 dan persamaan kedua 2x - y = 9 maka akan diperoleh nilai x

    dan y. Jika nilai x dan y sudah diketahui maka himpunan penyelesaiannya juga

    diketahui.Benarkah pernyataan tersebut? Bentuk seperti itulah yang disebut

    silogisme. Kalimat pertama (premis mayor) dan kalimat kedua (premis minor)

    merupakan pernyataan dasar untuk menarik kesimpulan (kalimat ketiga).

    2. Penalaran Induktif

    Suria sumantri (Yusfendi) mengatakan bahwa penalaran induktif adalah

    suatu proses berpikir berupa penarikan kesimpulan yang umum (berlaku untuk

    semua / banyak) atas dasar pengetahuan tentang hal yang khusus. Pendapat yang

    sama juga disampaikan oleh Markman dan Gentner (Santrock, 2008:357) bahwa

    penalaran induktif adalah penalaran dari hal-hal spesifik ke umum, yakni

    mengambil kesimpulan (membentuk konsep) tentang semua anggota suatu

    kategori berdasarkan observasi dari beberapa anggota, kondisi khusus atau hal

  • 65

    yang spesifik merupakan premis, sedangkan hal umum merupakan konklusi. Ini

    berarti bahwa untuk memperoleh kesimpulan dalam penalaran induktif melibatkan

    persepsi tentang keteraturan, misalnya mencari kesamaan dari fakta fakta atau

    contoh-contoh atau pola pola yang berbeda. Proses mencari kesamaan di dalam

    matematika dapat menjadi dasar bagi pembentukan konsep, yaitu dapat

    mengurangi hal hal yang harus di ingat dalam rangka memperoleh transfer

    belajar. Penalaran ini memudahkan untuk memetakan suatu masalah sehingga

    dapat dipakai dalam masalah lain yang serupa.

    Banyak penalaran induktif yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari,

    misalnya untuk mengetahui penyebab suatu kejadian. Dari kejadian-kejadian yang

    terjadi maka kita akan berusaha untuk menemukan apa penyebab latar belakang

    kejadian tersebut. Sehingga penalaran induktif merupakan kegiatan penarikan

    kesimpulan berdasarkan beberapa kemungkinan yang muncul. Penalaran induktif

    dalam penelitian ini meliputi generalisasi dan analogi.

    a. Generalisasi

    Ruseffendi (Herdian, 2010) mengatakan generalisasi adalah membuat

    perkiraan atau terkaan berdasarkan kepada pengetahuan (pengalaman) yang

    dikembangkan melalui contoh-contoh khusus. Penalaran ini meliputi pengamatan

    terhadap contohcontoh khusus dan menemukan pola atau aturan yang

    melandasinya. Sebagai contoh, Reni membeli 10 coklat dengan harga Rp.

    50.000,00, kemudian Tari membagikan coklat tersebut 2 coklat untuk Sari, 3

    coklat untuk Ari, 1 coklat untuk Tari dan 4 coklat untuk Rizky. Berapakah uang

    coklat yang harus dibayar setiap orang? Ini adalah kesimpulan umum yang ditarik

    dari hal yang khusus. Kesimpulan umum yang ditarik dari hasil generalisasi

  • 66

    induktif dapat merupakan suatu aturan, namun dapat pula sebagai prediksi yang

    didasarkan pada aturan itu.

    b. Analogi

    Analogi adalah membandingkan dua hal (situasi atau kondisi) yang

    berlainan berdasarkan keserupaanya, kemudian menarik kesimpulan atas dasar

    keserupaan tersebut. Analogi merupakan hal yang berlainan. Dalam hal ini, yang

    dicari adalah persamaan diantara dua hal yang berbeda, dengan menarik

    kesimpulan atas dasar persamaan itu.

    Shuter dan Pierce (Yusfendi) menyatakan analogi merupakan penalaran

    dari satu hal tertentu kepada satu hal lain yang serupa kemudian

    menyimpulkannya. Dengan kata lain analogi merupakan penalaran dari satu hal

    tertentu kepada satu hal lain yang serupa kemudian disimpulkan mana yang benar

    untuk satu hal juga akan benar untuk hal yang lain.

    Contoh:

    Anak pertama mendapat 2 baju dan 1 celana dengan harga Rp. 150.000,00, Anak

    kedua mendapat 3 baju dan 2 celana dengan harga Rp.250.000,00. Berapakah

    harga masing-masing baju dan celana?

    Jawaban untuk pertanyaan diatas yaitu harga baju Rp.50.000,00, sedangkan harga

    celana adalah Rp.50.000,00. hubungan yang dimaksud disini adalah hubungan

    dalam suatu pola bilangan.

    Dari uraian diatas, maka penalaran matematika yang dikaji dalam

    penelitian ini difokuskan pada penalaran induktif dan deduktif. Penalaran tersebut

    mencakup analogi, generalisasi, kondisional dan silogisme.

  • 67

    5. Model Pembelajaran Berbasis Masalah

    Model pembelajaran berbasis masalah atau Problem Based Learning (PBL)

    juga dikenal dengan nama lain seperti Project Based Teaching (Pembelajaran

    Proyek), Experience Based Education (Pendidikan berdasarkan pengalaman),

    Authentic Learning (Belajar Autentik), dan Anchored Instruction (Belajar berakar

    pada kehidupan nyata). Pembelajaran berbasis masalah adalah sebuah strategi

    instruksional di mana siswa aktif memecahkan masalah-masalah kompleks dalam

    situasi yang realistis (Barrows, 2003).

    Hal senada juga disampaikan oleh Nurhadi (2003:109) menyatakan bahwa

    Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran yang

    menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks untuk belajar tentang

    cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta memperoleh

    pengetahuan dan konsep yang esensial dari mata pelajaran.

    Sedangkan Ibrahim dkk (2003:3) menyatakan bahwa Problem Based

    Learning adalah pembelajaran yang menyajikan kepada suatu situasi masalah

    yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka

    melakukan penyelidikan dan inkuiri. Begitu juga Arends (2008:56) pembelajaran

    berbasis masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran dimana siswa

    mengerjakan masalah yang autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan

    mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat lebih

    tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri.

    Dari pendapat-pendapat para ahli diambil kesimpulan pembelajaran

    berbasisi masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan

    masalah sebagai titik tolak (starting point) pembelajaran. Masalah-masalah yang

  • 68

    dapat dijadikan sebagai sarana belajar adalah masalah yang memenuhi konteks

    dunia nyata (real world), yang akrab dengan kehidupan sehari-hari siswa. Melalui

    masalah-masalah kontekstual ini para siswa menemukan kembali pengetahuan

    konsep-konsep dan ide-ide yang esensial dari materi pelajaran dan

    membangunnya kedalam struktur kognitif.

    Pembelajaran berbasis masalah memberikan kesempatan kepada siswa

    untuk belajar mengembangkan potensi melalui suatu aktivitas untuk mencari,

    memecahkan dan menemukan sesuatu. Dalam pembelajaran siswa didorong

    bertindak aktif mencari jawaban atas masalah, keadaan atau situasi yang dihadapi

    dan menarik kesimpulan melalui proses berpikir ilmiah yang kritis, logis, dan

    sistematis. Siswa tidak lagi bertindak pasif, menerima dan menghafal pelajaran

    yang diberikan oleh guru atau yang terdapat dalam buku teks saja. Pemecahan

    masalah adalah suatu jenis belajar discovery.

    Dalam hal ini, siswa secara individu maupun kelompok berusaha

    memcahkan masalah autentik. Memecahkan masalah secara kelompok dipandang

    lebih menguntungkan karena dapat memperoleh latar belakang yang lebih luas

    dari anggota kelompok, sehingga dapat menstimulasi munculnya ide,

    permasalahan dan solusi pemecahan masalah.

    Hal yang perlu mendapat perhatian dalam pembelajaran berbasis masalah

    adalah memunculkan masalah yang berfungsi sebagai satu loncatan untuk proses

    penyelidikan dan inkuiri. Disini guru membimbing dan memberikan petunjuk

    minimal kepada siswa dalam memecahkan masalah. pembelajaran berbasis

    masalah memiliki perbedaan penting dengan pembelajaran penemuan.

  • 69

    Pada pembelajaran penemuan didasarkan pada pertanyaan-pertanyaan

    menurut disiplin ilmu dan penyelidikan siswa berlangsung dibawah bimbingan

    guru terbatas dalam ruang lingkup kelas. Sedangkan pembelajaran berbasis

    masalah dimulai dengan masalah kehidupan nyata yang bermakna dimana siswa

    mempunyai kesempatan melakukan penyelidikan, baik didalam dan diluar kelas

    sejauh itu diperlukan untuk pemecahan masalah. Pada model pembelajaran ini

    peran guru adalah mengajukan masalah, mengajukan pertanyaan, memberikan

    kemudahan suasana berdialog, dan memberikan fasilitas penelitian, serta

    melakukan penelitian. Kegiatan ini dapat dilakukan guru saat pembelajaran

    dikelas dan melalui latihan yang cukup (Arends, Trianto 2009).

    Pada pelaksanaan model pembelajaran berbasis masalah, selain guru

    menjadi penentu keberhasilan pembelajaran, juga faktor sumber belajar, sarana

    yang digunakan, dan kurikulum turut berperan.

    a. Ciri-ciri Model Pembelajaran Berbasis Masalah

    Menurut Nurhadi (2003, 56) pembelajaran berbasis masalah bercirikan

    sebagai berikut:

    a. Pengajuan Masalah atau pertanyaan

    Pembelajaran berbasis masalah mengorganisasikan pembelajaran disekitar

    pertanyaan dan masalah social yang penting bagi siswa dan masyarakat.

    Pertanyaan atau masalah itu bersifat autentik (nyata) bagi siswa dan tidak

    mempunyai jawaban sederhana. Pertanyaan atau masalah itu menurut Arends

    (Trianto, 2009) harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

    Autentik. Yaitu masalah harus lebih berakar pada kehidupan nyata atau harus

    dikaitkan dengan pengalaman riil siswa dan bukan dengan prinsip-prinsip

  • 70

    disiplin ilmu tertentu. Memberikan masalah yang autentik dengan maksud

    untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, berpikir tingkat lebih tinggi,

    megembangkan kemandirian, dan percaya diri.

    Misterius. Yaitu masalah yang diajukan bersifat misterius atau teka-teki.

    Masalah sebaiknya memberikan tantangan dan tidak hanya mempunyai

    jawaban sederhana, serta memrlukan alternative pemecahan.

    Bermakna, yaitu masalah yang diberikan hendaknya bermakna bagi siswa dan

    sesuai dengan tingkat perkembangan intelektual siswa.

    Luas dan se