tesis full
TRANSCRIPT
-
16
ANALISIS PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN PENALARAN MATEMATIKA SISWA DENGAN MENGGUNAKAN
MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DAN PEMBELAJARAN BIASA PADA SISWA SMP
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Magister
Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh: SITI KHAYROIYAH
NIM : 809171043
PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2012
-
17
-
18
-
19
-
20
ABSTRAK
-
21
SITI KHAYROIYAH. Analisis Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Penalaran Matematika Siswa Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Dan Pembelajaran Biasa Pada Siswa SMP. Tesis Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Medan 2012. Kata Kunci: Model Pembelajaran Berbasis Masalah, Pemecahan Masalah, Penalaran, , Respon. Tujuan penelitian ini adalah: (1) mengetahui perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematika menggunakan pembelajaran berbasis masalah dengan pembelajaran biasa, (2) mengetahui perbedaan kemampuan penalaran matematika menggunakan pembelajaran berbasis masalah dengan pembelajaran biasa, (3) mendeskripsikan respon siswa terhadap komponen dan proses pembelajaran matematika yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah. Penelitian ini merupakan penelitian semi eksperimen. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP 6 Medan. Sampel yang dipilih adalah kelas VIII-5 (kelas eksperimen), kelas yang diberi perlakuan pembelajaran berbasis masalah dan siswa kelas VIII-3 sebagai kelas kontrol yang diberi perlakuan pembelajaran biasa. Instrumen yang digunakan terdiri dari: tes kemampuan pemecahan masalah dan tes penalaran. Analisis data dilakukan dengan ANAKOVA dan ANAVA. Hasil utama dari penelitian ini adalah: (1) Secara keseluruhan siswa yang pembelajarannya dengan pembelajaran berbasis masalah secara signifikan lebih baik dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dibandingkan siswa yang menggunakan pembelajaran biasa, (2) Kemampuan penalaran matematika yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah lebih baik dibandingkan siswa yang menggunakan pembelajaran biasa, (3) tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan tingkat kemampuan matematika siswa terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa (4) tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan tingkat kemampuan siswa terhadap kemampuan penalaran matematika siswa. (5) Respon siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah lebih positif. Peneliti menyarankan : 1) model pembelajaran berbasis masalah menjadi alternatif dikelas yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan penalaran siswa; 2) perangkat pembelajaran instrumen penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi guru; 3) peneliti selanjutnya dapat mengadaptasi langkah-langkah dan memperbaiki kekurangan-kekurangan dalam penelitian ini.
-
22
ABSTRACT
SITI KHAYROIYAH. Analysis of The difference Ability Problem Solving and Reasoning by Problem Based-Learning and Konvensional of Junior High School. Thesis Study Programs Postgraduate Mathematics Education State University of Medan Of, 2012. Keyword: Model Based on Problem, Trouble-shooting, Reasoning, Response. The aim of this study are to examine: (1) to detect mathematics trouble-shooting ability difference uses study based on problem with study usually, (1) detect mathematics trouble-shooting ability difference uses study based on problem with study usually, (2) detect mathematics reasoning ability difference uses study based on problem with study usually, (3) describe student response towards component and mathematics study process that get study based on problem. This watchfulness is watchfulness semi experiment. These watchfulness population entire students class VIII smp 6 fields. Sample that chosen class VIII-5 (experiment class), class that given study treatment based on problem and class student VIII-3 as control class that given study treatment usually. instrument that used to consist of: trouble-shooting ability test and reasoning test. data analysis is done with ANAKOVA and ANAVA. Principal result from this watchfulness: (1) as a whole student the study with study based on problem according to significant better in increase student mathematics trouble-shooting ability is compared student that use study usually, (2) mathematics reasoning ability that get study based on problem better compared student that use study usually, (3) not found interaction between model of study and students mathematics ability level towards students troubel-shooting ability, (4) not found interaction between model of study and students mathematics ability level towards students mathematics reasoning ability, (5) student response that get study based on problem positiveer. Researchers suggest : 1) model of problem-based learning in the classroom becomes an alternative that can enhance the understanding of mathematical trouble shooting and reasoning students and student learning activities, 2) learning tools, research instruments can be used as a reference for teachers; 3) researchers can further adapt the step-step and fix the flaws in this study.
-
23
KATA PENGANTAR
Bismillahrirohmanirrohim,
AlhamdulillahirobbilAlamin, penulis memanjatkan puji dan syukur ke
khadirat Allah SWT yang telah, sedang dan akan selalu setia menemani serta
memberi nikmat sehat dan kesempatan, sehingga penulisan tesis ini dapat
diselesaikan. Sholawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad
SAW, serta seluruh keluarga dan sahabat-sahabatnya.
Tesis yang berjudul Analisis Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika dan Penalaran Matematika Siswa dengan PBM dan Pembelajaran
Biasa Pada Siswa SMP) ini ditulis sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Matematika (Kosentrasi
Sekolah Menengah) Sekolah Pascasarjana Universitas Medan. Penelitian ini
merupakan studi eksperimen. Pemecahan masalah matematik dan kemampuan
penalaran matematika siswa menjadi fokus utama dalam penelitian ini.
Penulis menyadari dan merasakan sepenuhnya, bahwa dalam penyelesaian
tesis ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu
penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setulus-
tulusnya kepada yang terhormat:
1. Bapak Dr. Hasratuddin, M. Pd selaku pembimbing I dan Bapak Prof. Bornok
Sinaga, M.Pd, selaku pembimibing II yang ditengah-tengah kesibukannya
telah memberikan bimbingan yang mendalam dengan sabar dan kritis
terhadap permasalahan, selalu memberikan motivasi mulai dari awal sampai
akhir.
-
24
2. Bapak Prof. Dr. Sahat Saragih, M.Pd selaku narasumber I, Ibu Izwita Dewi,
M. Pd, sebagai narasumber II dan Bapak Dr. Kms. Muhammad Amin Fauzi,
M. Pd sebagai narasumber III yang telah banyak memberikan masukan dan
sumbangan pemikiran sehingga menambah wawasan pengetahuan penulis
dalam penyempurnaan penulisan tesis ini.
3. Bapak Prof. Dr. Ibnu Hajar, M.Si, selaku Rektor Universitas Negeri Medan,
dan Bapak Prof. Dr. Belferik Manullang, Bapak Syarifuddin, M.Sc.,Ph.D, dan
Bapak Prof. Dr. Abdul Hasan Saragih, M. Pd, berturut-turut selaku Direktur,
Asisten Direktur I, dan II Program Pascasarjana Unimed, Bapak Dr. Edi
Syahputra, M. Pd dan Bapak Dr. Hasratuddin, M. Pd berturut-turut selaku
Ketua dan Sekeretaris Program Studi Pendidikan Matematika Program
Pascasarjana Unimed, yang telah memberikan kesempatan serta bantuan
administrasi selama pendidikan di Universitas Negeri Medan.
4. Bapak/ibu dosen yang telah memberikan bekal ilmu yang sangat berharga
bagi pengembangan wawasan keilmuan selama mengikuti studi dan penulisan
tesis ini, Bapak Dapot Tua Manullang, SE., M.Si sebagai staf Prodi
Pendidikan Matematika yang telah banyak membantu penulis khususnya
dalam administrasi perkuliahan di Unimed.
5. Ibu Nurhalimah Sibuea, M. Pd selaku Kepala SMP Negeri 6 Medan, yang
telah memberikan izin dan kesempatan untuk melakukan penelitian di sekolah
yang beliau pimpin, termasuk dalam pemanfaatan sarana dan prasarana
sekolah.
6. Orang tua Ibu Rosmaini dan suami tercinta Muhammad Hafizh, yang selalu
memberikan dorongan semangat, bantuan moril dan materil serta dengan
-
25
tabah mendampingi selama mengikuti perkuliahan maupun penyelesaian tesis
ini.
7. Rekan-rekan mahasiswa di Program Studi Pendidikan Matematika (S-2) PPs
Unimed, Sari Afriana, Dinda Putri, Nurlaili, Sakinah, Khairunnnisa, Rildha
yang telah memberikan bantuan yang berarti baik berupa sumbangan pikiran
dan dorongan semangat, baik selama perkuliahan maupun selama penyusunan
tesis ini.
8. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu, baik langsung
maupun tidak langsung telah memberikan bantuan, dengan harapan semoga
semua amal baiknya mendapat imbalan yang setimpal dari Allah SWT.
Penulis berharap hasil penelitian ini dapat melengkapi penelitian terdahulu
dan memberi inspirasi pada penelitian berikutnya. Akhir kata, penulis menyadari
sepenuh hati, tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga saran dan kritik
konstruktif dari segenap pembaca, sangat penulis harapkan dalam rangka mencari
alternatif pembelajaran matematika dan perbaikan pendidikan di Indonesia masa
yang akan datang. Semoga menjadi amal ibadah dan mendapat imbalan yang
setimpal dari Allah SWT. Amiiin.
Medan, 2012
Penulis
-
26
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK .............................................................................................................. i
ABCTRACT .......................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ........................................................................... 11
C. Batasan Masalah ................................................................................ 11
D. Rumusan Masalah .............................................................................. 11
E. Tujuan Penelitian ............................................................................... 12
F. Manfaat Penelitian ............................................................................. 13
G. Definisi Operasional .......................................................................... 14
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kerangka Teoritis............................................................................... 16
1. Pengertian Belajar ......................................................................... 16
2. Pembelajaran Matematika ............................................................. 17
3. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika............................. 19
4. Kemampuan Penalaran Matematika ............................................. 23
5. Model Pembelajaran Berbasis Masalah ........................................ 32
a. Ciri-ciri Model Pembelajaran Berbasis Masalah ...................... 35
b. Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah .................. 38
c. Tujuan Pembelajaran Berbasis Masalah ................................... 39
d. Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Berbasis Masalah 39
6. Strategi Pembelajaran Biasa .......................................................... 40
7. Teori Belajar Pendukung ............................................................... 44
-
27
8. Penelitian Yang Relevan ............................................................... 48
B. Kerangka Berpikir .............................................................................. 51
C. Hipotesis Penelitian ........................................................................... 61
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian................................................................................... 62
B. Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................ 62
C. Populasi dan Sampel Penelitian ......................................................... 63
D. Rancangan Penelitian ......................................................................... 64
E. Variabel Penelitian ............................................................................. 75
F. Prosedur Penelitian ............................................................................ 76
G. Instrument Penelitian ........................................................................ 79
H. Teknik Analisis Data.......................................................................... 84
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Hasil Penelitian .................................................................. 96
1. Hasil Penelitian Kemampuan Pemecahan Masalah ..................... 96
2. Hasil Penelitian Kemampuan Penalaran .................................... 134
3. Interaksi Antara Pembelajaran dengan Tingkat Kemampuan
Siswa Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah ................... 163
4. Interaksi Antara Pembelajaran dengan Tingkat Kemampuan
Siswa Terhadap Kemampuan Penalaran .................................... 166
5. Hasil Penelitian Respon Siswa Terhadap
Kegiatan Pembelajaran .............................................................. 168
B. Temuan Penelitian ........................................................................... 170
C. Pembahasan Penelitian..................................................................... 172
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan .......................................................................................... 180
B. Saran ................................................................................................ 183
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
-
28
AFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Langkah-langkah Model Pembelajaran Berbasis Masalah ................. 38
Tabel 2.2. Perbedaan Pedagogi PBM dan Pembelajaran Biasa............................ 43
Tabel 3.1. Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran .............................................. 65
Tabel 3.2. Hasil Validasi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ........................ 66
Tabel 3.3. Hasil Validasi Tes Kemampuan Penalaran ......................................... 66
Tabel 3.4. Hasil Uji Validitas Tes Pemecahan Masalah dan Penalaran ............... 69
Tebel 3.5. Hasil Uji Tingkat Kesukaran Tes Pemecahan Masalah dan Penalaran
................................................................................................................................ 71
Tabel 3.6. Hasil Uji Daya Beda Tes Pemecahan Masalah dan Penalaran ............ 73
Tebel 3.7. Rancangan Penelitian .......................................................................... 74
Tabel 3.8. Tabel Weiner keterkaitan antara variable bebas, terikat dan kontrol .. 74
Tabel 3.9. Kisi-kisi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika .................... 79
Tabel 3.10. Skor Alternatif Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika......... 80
Tabel 3.11. Kisi-Kisi Kemampuan Penalaran Matematika ................................... 82
Tabel 3.12. Pedoman Penskoran Kemampuan Penalaran Matematika ................. 83
Tabel 3.13. Interpretasi Persentase Jawaban Angket Siswa .................................. 85
Tabel 3.14. Rancangan Analisis Data ................................................................... 86
Tabel 3.15. Keterkaitan Antara Rumusan Masalah, Hipotesis, Data, Alat
Uji dan Uji Statistik ............................................................................ 95
Tabel 4.1. Hasil Pretes Pemecahan Masalah Kelas Eksperimen ........................ 102
Tabel 4.2. Interval Nilai Pemecahan Masalah Kelas Eksperimen...................... 103
Tabel 4.3. Interval Nilai Pemecahan Kelas Masalah Kelas Kontrol ................. 104
Tabel 4.4. Hasil Pretes Pemecahan Masalah Kelas Kontrol .............................. 103
Tabel 4.5. Hasil Postes Pemecahan Masalah Kelas Eksperimen ...................... 115
Tabel 4.6. Hasil Postes Pemecahan Masalah Kelas Kontrol .............................. 116
Tabel 4.7. Interval Nilai Pemecahan Masalah Kelas Eksperimen...................... 116
Tabel 4.8. Interval Nilai Pemecahan Masalah Kelas Kontrol ............................ 117
Tabel 4.9. Hasil Uji Normalitas Pretes Pemecahan Masalah ............................. 123
Tabel 4.10. Hasil Uji Normalitas Postes Pemecahan ......................................... 125
-
29
Tabel 4.11. Hasil Uji Homogenitas Pretes dan Postes
Pemecahan....................................................................................... 126
Tabel 4.12. Hasil Uji Independensi Pemecahan Masalah Kelas Eksperimen .... 127
Tabel 4.13. Hasil Uji Independensi Pemecahan Masalah Kelas Kontrol ........... 127
Tabel 4.18. Hasil Uji Linieritas Regresi Pemecahan Masalah
Kelas Eksperimen............................................................................ 130
Tabel 4.19. Hasil Uji Linieritas Regresi Pemecahan Masalah
Kelas Kontrol .................................................................................. 130
Tabel 4.20. Hasil Uji Kesamaan Dua Model Regresi Pemecahan Masalah ....... 131
Tabel 4.21. Hasil Uji Kesejajaran Model Regresi Pemecahan Masalah ............ 132
Tabel 4.22. Hasil Uji Hipotesis Pemecahan Masalah......................................... 133
Tabel 4.24. Hasil Pretes Penalaran Kelas Eksperimen ...................................... 137
Tabel 4.25. Hasil Pretes Penalaran Kelas Kontrol ............................................. 137
Tabel 4.26. Interval Nilai Penalaran Kelas Eksperimen..................................... 138
Tabel 4.27. Interval Nilai Penalaran Kelas Kontrol ........................................... 138
Tabel 4.28. Hasil Postes Penalaran Kelas Eksperimen ..................................... 146
Tabel 4.29. Hasil Postes Penalaran Kelas Kontrol ............................................. 146
Tabel 4.30. Interval Nilai Penalaran Kelas Eksperimen..................................... 147
Tabel 4.31. Interval Nilai Penalaran Kelas Kontrol ........................................... 147
Tabel 4.32. Hasil Uji Normalitas Pretes Penalaran ............................................ 153
Tabel 4.33. Hasil Uji Normalitas Postes Penalaran ............................................ 154
Tabel 4.34. Hasil Uji Homogenitas Pretes dan Postes
Penalaran Matematika ..................................................................... 155
Tabel 4.35. Hasil Uji Independensi Penalaran Kelas Eksperimen ..................... 156
Tabel 4.36. Hasil Uji Independensi Penalaran Kelas Kontrol ............................ 157
Tabel 4.40. Hasil Uji Linieritas Regresi Penalaran
Kelas Eksperimen............................................................................ 159
Tabel 4.41. Hasil Uji Linieritas Regresi Penalaran
Kelas Kontrol .................................................................................. 159
Tabel 4.42. Hasil Uji Kesamaan Dua Model Regresi Penalaran ........................ 161
Tabel 4.43. Hasil Uji Kesejajaran Model Regresi Penalaran ............................. 161
Tabel 4.44. Hasil Uji Hipotesis Penalaran.......................................................... 162
-
30
Tabel 4.46. Hasil Uji Interaksi Antara Pembelajaran dengan
Kemampuan Siswa Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah . 164
Tabel 4.47. Hasil Uji Interaksi Antara Pembelajaran dengan
Kemampuan Siswa Terhadap Kemampuan Penalaran ................... 166
Tabel 4.48. Hasil Penelitian Respon Siswa Terhadap Kegiatan Pembelajaran ... 169
-
31
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 4.1 Proses Penyelesaian Pretes Pemecahan Masalah 1
Kelas Eksperimen ....................................................................... 105
Gambar 4.2 Proses Penyelesaian Pretes Pemecahan Masalah 1
Kelas Kontrol ............................................................................... 105
Gambar 4.3 Proses Penyelesaian Pretes Pemecahan Masalah 2
Kelas Eksperimen ....................................................................... 106
Gambar 4.4 Proses Penyelesaian Pretes Pemecahan Masalah 2
Kelas Kontrol .............................................................................. 106
Gambar 4.5 Proses Penyelesaian Pretes Pemecahan Masalah 3
Kelas Eksperimen ....................................................................... 106
Gambar 4.6 Proses Penyelesaian Pretes Pemecahan Masalah 3
Kelas Kontrol .............................................................................. 107
Gambar 4.7 Proses Penyelesaian Pretes Pemecahan Masalah 4
Kelas Eksperimen ....................................................................... 107
Gambar 4.8 Proses Penyelesaian Pretes Pemecahan Masalah 4
Kelas Kontrol .............................................................................. 107
Gambar 4.9 Interval Nilai Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah .............. 108
Gambar 4.10 Proses Penyelesaian Postes Pemecahan Masalah 1
Kelas Eksperimen ...................................................................... 118
Gambar 4.11 Proses Penyelesaian Postes Pemecahan Masalah 1
Kelas Kontrol ............................................................................. 119
Gambar 4.12 Proses Penyelesaian Postes Pemecahan Masalah 2
Kelas Eksperimen ...................................................................... 119
Gambar 4.13 Proses Penyelesaian Pretes Pemecahan Masalah 2
Kelas Kontrol .............................................................................. 119
Gambar 4.14 Proses Penyelesaian Postes Pemecahan Masalah 3
Kelas Eksperimen ...................................................................... 120
Gambar 4.15 Proses Penyelesaian Pretes Pemecahan Masalah 3
Kelas Kontrol .............................................................................. 120
-
32
Gambar 4.16 Proses Penyelesaian Postes Pemecahan Masalah 4
Kelas Eksperimen ...................................................................... 120
Gambar 4.17 Proses Penyelesaian Pretes Pemecahan Masalah 4
Kelas Kontrol .............................................................................. 121
Gambar 4.18 Interval Nilai Postes Kemampuan Pemecahan Masalah ............ 121
Gambar 4.19 Proses Penyelesaian Pretes Penalaran Masalah 1
Kelas Eksperimen ...................................................................... 139
Gambar 4.20 Proses Penyelesaian Pretes Penalaran Masalah 1
Kelas Kontrol .............................................................................. 140
Gambar 4.21 Proses Penyelesaian Pretes Penalaran Masalah 2
Kelas Eksperimen ...................................................................... 140
Gambar 4.22 Proses Penyelesaian Pretes Penalaran Masalah 2
Kelas Kontrol ............................................................................. 140
Gambar 4.23 Proses Penyelesaian Pretes Penalaran Masalah 3
Kelas Eksperimen ...................................................................... 141
Gambar 4.24 Proses Penyelesaian Pretes Penalaran Masalah 3
Kelas Kontrol ............................................................................. 141
Gambar 4.25 Proses Penyelesaian Pretes Penalaran Masalah 4
Kelas Eksperimen ...................................................................... 141
Gambar 4.26 Proses Penyelesaian Pretes Penalaran Masalah 4
Kelas Kontrol ............................................................................. 141
Gambar 4.27 Interval Nilai Pretes Kemampuan Penalaran Matematika .......... 142
Gambar 4.28 Proses Penyelesaian Postes Penalaran Masalah 1
Kelas Eksperimen ...................................................................... 148
Gambar 4.29 Proses Penyelesaian Postes Penalaran Masalah 1
Kelas Kontrol ............................................................................. 149
Gambar 4.30 Proses Penyelesaian Postes Penalaran Masalah 2
Kelas Eksperimen ...................................................................... 149
Gambar 4.31 Proses Penyelesaian Pretes Penalaran Masalah 2
Kelas Kontrol .............................................................................. 149
Gambar 4.32 Proses Penyelesaian Postes Penalaran Masalah 3
Kelas Eksperimen ...................................................................... 150
-
33
Gambar 4.33 Proses Penyelesaian Pretes Penalaran Masalah 3
Kelas Kontrol .............................................................................. 150
Gambar 4.34 Proses Penyelesaian Postes Penalaran Masalah 4
Kelas Eksperimen ...................................................................... 150
Gambar 4.35 Interval Nilai Postes Kemampuan Penalaran Matematika .......... 151
-
34
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (1) ..................................... 190
Lampiran 1.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (2) ..................................... 196
Lampiran 1.3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (3) ..................................... 202
Lampiran 1.4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (4) ..................................... 208
Lampiran 1.5 Lembar Aktivitas Siswa (1) ........................................................ 214
Lampiran 1.6 Lembar Aktivitas Siswa (2) ........................................................ 220
Lampiran 1.7 Lembar Aktivitas Siswa (3) ........................................................ 228
Lampiran 1.8 Lembar Aktivitas Siswa (4) ........................................................ 234
Lampiran 1.9 Buku Guru
Lampiran 1.10 Buku Siswa
Lampiran 2.1 Tes Awal Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika .......... 241
Lampiran 2.2 Alternatif Jawaban Tes Awal Kemampuan
Pemecahan Masalah .................................................................... 242
Lampiran 2.3 Tes Awal Kemampuan Penalaran Matematika ........................... 246
Lampiran 2.4 Alternatif Jawaban Tes Awal Kemampuan
Penalaran Matematika ................................................................. 248
Lampiran 2.5 Tes Akhir Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika .......... 250
Lampiran 2.6 Alternatif Jawaban Tes Akhir Kemampuan
Pemecahan Matematika .............................................................. 251
Lampiran 2.7 Tes Akhir Penalaran Matematika ................................................ 254
Lampiran 2.8 Alternatif Jawaban Tes Akhir Kemampuan
Penalaran Matematika .................................................................. 256
Lampiran 3.1 Hasil Validasi RPP ...................................................................... 257
Lampiran 3.2 Hasil Validasi LAS ...................................................................... 258
Lampiran 3.3 Hasil Validasi Buku Pegangan Guru dan Siswa .......................... 259
Lampiran 3.4 Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran ....................................... 260
Lampiran 3.5 Hasil Uji Coba Pretes Pemecahan Masalah Matematika............. 264
Lampiran 3.6 Hasil Uji Coba Pretes Penalaran Matematika ............................. 274
Lampiran 3.7 Hasil Validasi Postes Pemecahan Masalah Matematika ............. 285
-
35
Lampiran 3.8 Hasil Validasi Postes Penalaran Matematika .............................. 296
Lampiran 4.1 Skor Pretes Pemecahan Masalah Kelas Eksperimen ................... 307
Lampiran 4.2 Skor Pretes Pemecahan Masalah Kelas Kontrol.......................... 309
Lampiran 4.3 Skor Postes Pemecahan Masalah Kelas Eksperimen .................. 311
Lampiran 4.4 Skor Postes Pemecahan Masalah Kelas Kontrol ......................... 313
Lampiran 4.5 Skor Pretes Penalaran Matematika Kelas Eksperimen ................ 315
Lampiran 4.6 Skor Pretes Penalaran Matematika Kelas Kontrol ...................... 317
Lampiran 4.7 Skor Postes Penalaran Matematika Kelas Eksperimen ............... 319
Lampiran 4.8 Skor Postes Penalaran Matematika Kelas Kontrol ...................... 321
Lampiran 4.9 Uji Independensi Kemampuan Pemecahan Masalah
Kelas Eksperimen ....................................................................... 323
Lampiran 4.10 Uji Independensi Kemampuan Pemecahan Masalah
Kelas Kontrol .............................................................................. 325
Lampiran 4.11 Uji Independensi Kemampuan Penalaran Matematika
Kelas Eksperimen ....................................................................... 327
Lampiran 4.12 Uji Independensi Kemampuan Penalaran Matematika
Kelas Kontrol .............................................................................. 329
Lampiran 4.13 Uji Kesamaan Dua Model Regresi
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ........................... 331
Lampiran 4.14 Uji Kesamaan Dua Model Regresi
Kemampuan Penalaran Matematika ............................................ 333
Lampiran 4.15 Uji Linierita Model Regresi
Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas Eksperimen ................. 335
Lampiran 4.16 Uji Linierita Model Regresi
Kemampuan Penalaran Matematika Kelas Eksperimen .............. 337
Lampiran 4.17 Uji Linierita Model Regresi
Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas Kontrol ........................ 339 Lampiran 4.18 Uji Linierita Model Regresi Kemampuan Penalaran Matematika Kelas Kontrol ..................... 341 Lampiran 5.1. Angket Respon Siswa ................................................................... 343
-
36
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan dan pengajaran senantiasa merupakan masalah dan tantangan
bagi setiap Negara yang tak ada putus-putusnya. Hal ini dapat berasal dari
berbagai sumber seperti kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, pertumbuhan
penduduk, keterbatasan kemampuan guru, keterbatasan dana dan lain-lain.
Pengetahuan dasar yang harus dimiliki semua manusia di bumi adalah membaca,
menulis dan berhitung. Oleh karena itu, matematika (dan bahasa) diajarkan
disemua negara. Matematika sangat penting sehingga bergelar queen of science.
Sebagai ratu ia melayani raja (dalam hal ini adalah sains). Ini dapat diartikan
bahwa semua pengetahuan memerlukan matematika.
Matematika adalah salah satu ilmu yang sangat penting dan sarana berpikir
untk menumbuhkembangkan pola pikir logis, sistematis, objektif, kritis dan
rasional yang harus dibina sejak pendidikan dasar. Dan pembelajaran matematika
dijenjang pendidikan dasar dan menengah adalah untuk mempersiapkan siswa
agar sanggup menghadapi perubahan keadaan dalam kehidupan dunia yang selalu
berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional,
kritis, cermat, jujur, efesien dan efektif. Disamping itu siswa diharapkan dapat
menggunakan matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari
berbagai ilmu pengetahan yang penekanannya pada penataan nalar dan
pembentukan sikap siswa serta keterampilan dalam penerapan matematika.
-
37
Karnasih (Marpaung, 2009:1) mengatakan bahwa matematika adalah kunci
untuk mendapatkan kesempatan atau peluang. Matematika bukan hanya sebagai
sains tetapi matematika memberikan sumbangan langsung dan cara yang
fundamental terhadap bisnis, keuangan, kesehatan, pertahanan dan bidang lainnya.
Bagi siswa, pengetahuan matematika membuka kesempatan untuk meningkatkan
karir. Bagi warga Negara dan bangsa, penguasaan matematika akan memberikan
dasar pengetahuan untuk berkompetisi dalam ekonomi yang bersifat teknologi.
Sementara Cockroft (Abdurrahman, 2003:253) mengemukakan bahwa
matematika perlu diajarkan kepada siswa karena (1) selalu digunakan dalama
segala segi kehidupan; (2) semua bidang studi memerlukan keterampilan
matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat dan
jelas; (4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara; (5)
meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian , dan kesadaran kekurangan;
(6) memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang.
Matematika merupakan bidang studi yang dipelajari oleh semua siswa dari
SD hingga SLTA dan bahkan juga di perguruan tinggi. Ada banyak alasan tentang
perlunya siswa belajar matematika. Cornelius (Abdurrahman, 2003:253)
mengemukakan lima alasan perlunya belajar matematika karena matematika
merupakan (1) sarana berpikir yang jelas dan logis, (2) sarana untuk memecahkan
masalah kehidupan sehari-hari, (3) sarana mengenal pola-pola hubungan dan
generalisasi pengalaman, (4) sarana untuk mngembangkan kreativitas, dan (5)
sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya. Namun
demikian, ada pengakuan tulus juga dari para pakar pendidikan matematika
-
38
(NRC, 1989:3) bahwa sesungguhnya kemampuan membaca jauh lebih penting
dan lebih mendasar dari matematika.
Salah satu masalah yang selalu merupakan isu yang menonjol adalah
rendahnya kualitas pembelajaran dan hasil belajar matematika siswa. Hai ini tentu
akan menghasilkan prestasi siswa yang rendah sehingga tidak mampu
berkompetisi dalam bidang keilmuan maupun dalam menghasilkan gagasan-
gagasan baru. Salah satu indikator rendahnya prestasi belajar siswa di Indonesia,
misalnya sekolah menengah, terungkap pada laporan hasil TIMSS (Jalal, 2003: 8)
bahwa rata-rata skor matematika siswa kelas II SLTP berada jauh di bawah rata-
rata skor internasional.
Melalui belajar matematika, siswa mendapatkan kesempatan untuk
mengembangkan kemampuan berpikir logis, kritis, analitis, kreatif, produktif.
Namun, pengembangan berbagai kompetensi tersebut belum tercapai secara
optimal. Seperti pada sekolah SMP 33 Medan berkaitan dengan pembelajaran
matematika di kelas VII terungkap berbagai masalah. Salah satu permasalahan
strategis yang dialami siswa adalah kurangnya kemampuan dalam pemecahan
masalah. Branca (Gusti, 2009) menyatakan bahwa: kemampuan memecahkan
masalah adalah tujuan umum dalam pengajaran matematika dan jantungnya
matematika.
Rendahnya kemampuan pemecahan masalah siswa dapat dilihat dari
kesulitan siswa dalam memahami dan merencanakan pemecahan suatu
permasalahan. Hal ini berakibat pada jauhnya kesenjangan nilai dari siswa
berkemampuan tinggi dan rendah pada pelajaran matematika. Siswa yang tidak
dapat memahami soal tidak akan dapat melakukan apapun untuk
-
39
menyelesaikannya, sehingga dia tidak akan mendapat nilai apapun. Sedangkan
siswa yang mampu memahami soal akan mempunyai kesempatan memikirkan
rencana pemecahannya. Utari (Ahmad, 2006) menjelaskan bahwa pemecahan
masalah dalam pembelajaran matematika merupakan pendekatan dan tujuan yang
harus dicapai. Sebagai pendekatan pemecahan masalah digunakan untuk
menemukan dan memahami materi atau konsep matematika.
Sedangkan sebagai tujuan, diharapkan agar siswa dapat mengidentifikasi
unsur yang diketahui, ditanyakan serta kecukupan unsur yang diperlukan,
merumuskan masalah dari situasi sehari-hari kedalam matematika, menerapkan
strategi untk menyelesaikan berbagai masalah dalam atau diluar matematika,
menjelaskan atau mengiterpretasikan hasil sesuai dengan permasalahan asal,
menyusun model matematika dan menyelesaikannya untuk masalah nyata dan
menggunakan matematika secara bermakna (meaningful). Sebagai
implementasinya maka kemampuan pemecahan masalah hendaknya dimilki oleh
semua anak yang belajar matematika. Apalagi jika ditinjau dari menemukan
alternatif jawaban lain untuk suatu masalah, hampir tidak ditemukan siswa yang
mencoba mencari cara lain untuk menyelesaikan masalah yang telah
dipecahkannya. Hampir semua siswa merasa cukup jika sudah mampu
menyelesaikan soal.
Dari penelitian awal yang dilakukan oleh peneliti 35 siswa ada 8 orang
yang tidak menjawab, sedangkan 27 orang lagi hanya mencari jawaban saja.
Misalkan Pak Herman ingin mengisi sebuah tangki berbentuk balok dengan alas
berukuran 60 cm x 35 cm di isi air setinggi 14 cm. Apabila 3,507 liter air di
tambahkan ke dalam tangki tersebut, hitunglah kenaikan air dalam tangki
-
40
tersebut? Kemudian peneliti mengambil satu lembar jawaban sebagai contoh
jawaban siswa :
Dari jawaban siswa diatas terlihat masih rendah, terlihat dari jawaban
siswa tidak mampu untuk memahami masalah dengan membuat apa yang di tanya
dan diketahui dari soal, siswa juga tidak memiliki pemahaman yang cukup untuk
merencanakan langkah apa yang harus digunakan untuk mencari volume dari
yang diketahui dan tidak dapat menyelesaikan soal sesuai yang ditanyakan.
Hal ini di juga sebabkan siswa membutuhkan penalaran untuk melihat
hubungan antara unsur-unsur yang diketahui dan ditanya. Contoh kedua sebuah
bola berada penuh dalam sebuah kubus. Jika bola tersebut mempunyai jari-jari 7
cm, gambarkan kubus dan bola tersebut, dapatkah kamu menentukan luas
permukaan kubus, berapakah luas permukaan kubustersebut? Kemudian peneliti
mengambil salah satu jawaban dari siswa sebagai berikut:
-
41
Dari jawaban siswa terihat siswa tidak mampu menyelesaikan masalah
tersebut. siswa tidak dapat menyajikan pernyataan dengan menggambarkan kubus,
siswa menggambarkan persegi. Kemudian siswa juga tidak dapat meghubungkan
antara jari-jari, diameter, dan rusuk kubus. Karena mereka tidak mampu
menghubungkan sifat-sifat tersebut sehingga mereka juga tidak dapat menemukan
dan menggunakan rumus luas permukaan kubus yang ditanya, dan mengakibatkan
mereka tidak dapat menyimpulkan dari pertanyaan diatas. Sehingga dapat
dikatakan bahwa kemampuan memecahkan masalah dan penalaran matematika
siswa masih sangat rendah.
Dengan kata lain, untuk mengatasi masalah di atas program pendidikan
pada umumnya harus di perbaiki dan diprioritaskan. Dalam Kurikulum 2004
(Kurikulum Berbasis Kompetensi) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) dinyatakan beberapa tujuan pembelajaran matematika di sekolah, antara
lain: (1) Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan
penemuan. (2) Mengembangkan kemampuan pemecahan masalah. (3) Memiliki
sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa
ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet
dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Soejadi (2004), bahwa pendidikan
matematika memiliki dua tujuan besar yaitu : (1) tujuan yang bersifat formal yang
memberikan tekanan pada penalaran anak dan pembentukan pribadi anak, (2)
tujuan yang bersifat material yang memberikan tekanan pada penerapan
matematika serta kemampuan memecahkan masalah matematika. Hal ini sesuai
dengan tujuan pembelajaran matematika yang dirumuskan oleh National Council
-
42
of Teacher of Mathematics (2004) yaitu : (1) belajar untuk berkomunikasi
(mathematical comminication), (2) belajar untuk bernalar (mathematical
reasoning), (3) belajar untuk memecahkan masalah (mathematical problem
solving), (4) belajar untuk mengaitkan ide (mathematical connections), (5)
pembentukan sikap positif terhadap matematika (positive attitudes toward
mathematics). Sumarmo mengatakannya dengan keterampilan matematika (doing
math).
Untuk mencapai tujuan tersebut menjadi tanggung jawab guru. Tapi pada
kenyataannya masih sering dijumpai kecendrungan guru tidak melibatkan siswa
dalam pembelajaran. Selama ini proses pembelajaran matematika di kelas masih
terkesan konvensional, dimana guru selalu menggunakan ekspositori bahkan
ceramah. Kalaupun ada drill cenderung melatih keterampilan menyelesaikan soal
dengan menggunakan prosedur yang sudah baku. Akibatnya siswa kurang
ditantang untuk mengembangkan dan menemukan kemampuan sendiri, sehingga
siswa bersikap pasif dan menunggu informasi guru dari pada menemukan sendiri
pengetahuan dengan keterampilan yang dibutuhkan.
Wina Sanjaya (2008:1) mengatakan, salah satu masalah yang dihadapi
dunia pendidikan kita adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam
proses pembelajaran, anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan
berpikir. Proses pembelajaran di dalam kelas di arahkan kepada kemampuan anak
untuk menghapal informasi; otak anak dipaksa untuk mengingat dan menimbun
berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi yang diingatnya itu.
Rendahnya kemampuan pemecahan masalah dan penalaran matematis, juga tidak
terlepas dari pandangan guru terhadap makna belajar. Menurut Masnur Muslich
-
43
(2008:51), makna dan hakikat belajar sering kali hanya diartikan sebagai
penerimaan informasi dan sumber informasi (guru dan buku pelajaran). Akibatnya
guru masih memaknai kegiatan mengajar sebagai kegiatan memindahkan
informasi dari guru atau buku kepada siswa. Sehingga sekolah lebih berfungsi
sebagai pusat pemberitahuan daripada sebagai pusat pengembangan potensi siswa.
Wahyudin (2003:3) mengatakan bahwa pemecahan masalah bukan sekedar
keterampilan untuk diajarkan dan digunakan dalam matematika tetapi juga
merupakan keterampilan yang akan dibawa pada masalah-masalah keseharian
siswa atau situasi-situasi pembuat keputusan, dengan demikian kemampuan
pemecahan masalah membantu seseorang secara baik dalam dirinya.
Selain pemecahan masalah, penalaran juga merupakan salah satu doing
math yang sangat erat kaitannya dengan karakteristik matematika. Penalaran
matematis (mathematical reasoning) diperlukan untuk menentukan apakah sebuah
argumen matematika benar atau salah dan juga dipakai untuk membangun suatu
argumen matematika. Pentingnya penalaran dalam matematika juga dikemukakan
oleh Suryadi (2005) yang menyatakan bahwa pembelajaran yang lebih
menekankan pada aktivitas penalaran dan pemecahan masalah sangat erat
kaitannya dengan pencapaian prestasi siswa yang tinggi.
Untuk menjawab tuntutan pentingnya kemampuan pemecahan masalah dan
penalaran, strategi pembelajaran berbasis masalah sangat tepat diterapkan dalam
proses pembelajaran, sebab Moffit (Ratnaningsih, 2003:3) bahwa belajar berbasis
masalah adalah suatu pendekatan pembelajaran yang melibatkan siswa aktif
secara optimal, memungkinkan siswa melakukan eksplorasi, observasi,
eksperimen, investigasi, pemecahan masalah yang mengintegrasikan keterampilan
-
44
dan konsep-konsep dasar dari berbagai konten area. Pendekatan ini meliputi
menyimpulkan informasi sekitar masalah, melakukan sintesis dan
mempresentasikan apa yang telah diperoleh siswa untuk disampaikan kepada
siswa lainnya.
Salah satu ciri utama belajar berbasis masalah yaitu berfokus pada
keterkaitan antar disiplin ilmu, dengan maksud masalah yang disajikan dalam
pembelajaran berbasis masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu
tetapi siswa bisa meninjau masalah tersbut dari banyak segi atau mengaitkan
dengan disiplin ilmu yang lain untuk menyelesaikannya. Dengan diajarkannya
model pembelajaran berbasis masalah mendorong siswa belajar secara aktif,
penuh semangat dan siswa akan semakin terbuka terhadap matematika, serta akan
menyadari manfaat matematika karena tidak hanya terfokus pada topik tertentu
yang sedang dipelajari.
Penerapan model pembelajaran ini diupayakan ada peningkatan
kemampuan pemecahan masalah dan penalaran matematika karena siswa mulai
bekerja dari permasalahan yang diberikan, mengaikan masalah yang akan
diselidiki dengan meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran, melakukan
penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata,
membuat produk berupa laporan, model fisik untuk didemonstrasikan kepada
teman-teman lain, bekerja sama satu sama lain untuk mengembangkan
keterampilan sosial dan keterampilan berpikir.
Penelitian dengan penerapan model pembelajaran berbasis masalah telah
diteliti oleh Abbas, dkk (2006:1) dalam penelitiannya pada siswa SMP Negeri 10
Gorontalo yang menyatakan hasil belajar siswa mengalami peningkatan.dari hasil
-
45
pada siklus I dari 35 orang siswa ada 26 orang siswa (74,19%) mencapai
ketuntasan belajar dan pada siklus II ada 32 orang siswa (91,43%) mencapai
ketuntasan belajar dengan menggunakan model pembeurulajaran berbasis masalah
dengan penilaian portofolio siswa.
Hasanah (2004) dalam penelitiannya pada siswa SMPN 6 Cimahi berkatan
dengan proses belajar mengajar menyimpulkan pemahaman siswa yang
memperoleh pembelajaran berbasis masalah lebih baik dari pembelajaran biasa,
rata-rata kemampuan pemahaman matematika dengan pembelajaran berbasis
masalah adalah 86,05% sedangkan dengan pembelajaran biasa 78,43%. Analisis
terhadap penelitiannya mengimplikasikan bahwa pendekatan berbasis masalah
dengan menekankan representasi matematika dapat dijadikan guru sebagai salah
satu alternatif untuk meningkatkan kemampuan pemahaman dan kemampuan
penalaran matematika.
Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk
mengadakan penelitian dengan mengangkat judul : Analisis Perbedaan
Kemampuan Pemecahan Masalah dan Penalaran Matematika Siswa Dengan
Menggunakan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Dan Pembelajaran
Biasa pada Siswa SMP.
-
46
B. Identifikasi masalah
Untuk menghindari kesalahan dalam penafsiran terhadap apa yang akan
diteliti maka peneliti mengajukan identifikasi masalah sebagai berikut :
1. Kemampuan pemecahan masalah dan penalaran siswa rendah.
2. Guru kurang kreatif dalam menerapkan pembelajaran yang sesuai dengan
materi.
3. Pembelajaran masih berorientasi pada pola pembelajaran yang lebih banyak di
dominasi oleh guru.
4. Siswa kurang dibiasakan menyelesaikan soal yang bersifat kontekstual
sehingga sulit memaknai matematika.
5. Interaksi pembelajaran siswa terhadap kemampuan pemecahan masalah dan
penalaran matematika.
C. Batasan Masalah
Dalam melakukan penelitian ini dibuat pembatasan masalah, agar masalah
yang diteliti lebih efektif, jelas dan terarah. Pada penelitian ini masalah dibatasi
pada kemampuan pemecahan masalah dan penalaran matematika khususnya pada
materi kubus dan balok dalam kehidupan nyata melalui pembelajaran berbasis
masalah. Interaksi pembelajaran siswa terhadap kemampuan pemecahan masalah
dan penalaran matematika.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan pembatasan
masalah, maka rumusan masalah penellitian ini adalah:
-
47
1. Bagaimanakah perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematika yang
signifikan antara siswa yang diajar dengan pembelajaran berbasis masalah
dengan pembelajaran biasa?
2. Bagaimanakah perbedaan kemampuan penalaran matematika yang signifikan
antara siswa yang diajar dengan pembelajaran berbasis masalah dengan
pembelajaran biasa?
3. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dengan tingkat kemampuan
kelompok (atas, bawah) terhadap perbedaan kemampuan pemecahan masalah
matematika?
4. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dengan tingkat kemampuan
kelompok (atas, bawah) terhadap perbedaan kemampuan penalaran
matematika?
5. Bagaimana respon siswa terhadap komponen dan proses pembelajaran
matematika yang diberi pembelajaran berbasis masalah?
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang
aplikasi strategi pembelajaran terhadap kemampuan siswa dalam pemecahan
masalah dan penalaran matematika. Sedangkan secara khusus penelitian ini
bertujuan untuk:
1. Mengetahui perbedaan kemampuan pemecahan masalah menggunakan
pembelajaran berbasis masalah dengan pembelajaran biasa.
2. Mengetahui perbedaan penalaran matematika menggunakan pembelajaran
berbasis masalah dengan pembelajaran biasa.
-
48
3. Mengetahui sejauh mana interaksi antara pembelajaran dengan tingkat
kemampuan kelompok (atas, bawah) terhadap perbedaan kemampuan
pemecahan masalah matematika.
4. Mengetahui sejauh mana interaksi antara pembelajaran dengan tingkat
kemampuan kelompok (atas, bawah) terhadap perbedaan kemampuan
penalaran matematika.
5. Untuk mendeskripsikan respon siswa terhadap komponen dan proses
pembelajaran matematika yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoritis dan praktis.
Manfaat teoritis adalah:
1. Memberikan bahan pertimbangan kepada guru sebagai tenaga pendidik dalam
memilih pendekatan pembelajaran yang paling tepat untuk menyampaikan
materi pelajaran di kelas.
2. Dapat dijadikan sebagai dasar bagi peneliti untuk mengembangkan
pendekatan pembelajaran matematika.
3. Memberikan manfaat berupa variasi pembelajaran matematika yang baru yang
dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengoptimalkan penalaran
dan kreativitas siswa dalam menyelesaikan masalah matematika.
4. Hasil penelitian diharapkan bermanfaat sebagai sumbangan pemikiran bagi
kebutuhan siswa, serta sebagai bahan masukan bagi peneliti lain yang
membahas dan meneliti permasalahan yang sama.
-
49
G. Defenisi operasional
Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah
yang terdapat pada rumusan masalah dalam penelitian ini, perlu dikemukakan
defenisi operasional sebagai berikut:
1. Pemecahan masalah merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk
menyelesaikan permasalahan yang ditemukan.
2. Kemampuan Pemecahan masalah adalah aktivitas siswa dalam menyelesaikan
masalah yang menggunakan langkah-langkah: memahami soal atau masalah;
merencanakan penyelesaian / memilih strategi penyelesaian yang sesuai;
melaksanakan penyelesaian menggunakan strategi yang direncanakan;
memeriksa kembali kebenaran jawaban yang diperoleh.
3. Penalaran adalah kemampuan menarik kesimpulan melalui langkah-langkah
formal yang didukung oleh argumen matematis berdasarkan pernyataan yang
diketahui benar atau yang telah diasumsikan kebenarannya.
4. Kemampuan penalaran dalam penelitian ini adalah aktivitas yang dilakukan
siswa untuk mencari kebenaran dalam menggunakan aturan, sifat-sifat dan
logika matematika yang diukur dan dievaluasi berdasarkan kemampuan cara
berpikir berdasarkan fakta analogi, generalisasi, kondisional dan silogisme
sesuai sesuai dengan informasi yang diberikan.
5. Model Pembelajaran adalah suatu pola atau kerangka konseptual yang
digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan dan mewujudkan suatu
proses pembelajaran untuk membantu siswa, sehingga tujuan pembelajaran
tercapai.
-
50
6. Pembelajaran berbasis masalah adalah model pembelajaran dengan proses
yang menerapkan tahapan-tahapan : orientasi siswa pada masalah,
mengorganisir siswa untuk belajar, membimbing penyelidikan individual
maupun kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya,
menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
7. Strategi Pembelajaran Biasa adalah yang dilakukan guru disekolah sehari-hari,
yaitu memberikan penjelasan tentang materi terkadang diawali dengan
membahas tugas rumah, memberikan contoh soal, memberikan soal latihan
dan sering diakhiri dengan memberikan tugas rumah (PR).
BAB II
-
51
KAJIAN PUSTAKA
A. Kerangka Teoritis
Dalam penelitian ilmiah diperlukan sejumlah teori yang berkaitan dengan
permasalahan penelitian. Teori-teori tersebut dijadikan sebagai pemikiran dan titik
acuan untuk memperoleh kebenaran. Berikut penjelasan kerangka teoritis yang
diperlukan untuk memberikan landasan yang kuat dalam penelitian ini.
1. Pengertian Belajar
Menurut Slameto (2003:2) belajar adalah suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya. Pengertian belajar didefinisikan oleh Hamalik (2003:27) sebagai
modifikator atau pengukuhan tingkah laku melalui perolehan pengalaman
(learning is defined as the modificator or strengthening of behavior through
experiencing). Sehingga lebih tepatlah jika dikatakan bahwa belajar bukan
sekedar hanya mengingat atau menghafal, namun lebih luas daripada itu, yaitu
mengalami.
Lebih khusus lagi berkenaan dengan pembelajaran matematika, Hudoyo
(1990:40) menyatakan bahwa seseorang dikatakan belajar matematika apabila
pada diri seseorang tersebut terjadi suatu kegiatan yang dapat mengakibatkan
perubahan tingkah laku yang berkaitan dengan matematika. Perubahan tersebut
terjadi dari tidak tahu sesuatu menjadi tahu konsep tersebut, dan mampu
menggunakannya dalam materi lanjut atau dalam kehidupan sehari-hari.
-
52
Dari pengertian belajar di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
belajar adalah terjadinya perubahan tingkah laku relatif konstan dan berbekas
pada diri seseorang yang diperoleh melalui pengalaman dan latihan yang
melibatkan aktivitas mental yang berlansung dalam interaksi aktif seseorang
dengan lingkungannya, perubahan itu mencakup kebiasaan, pengetahuan, sikap,
dan keterampilan.
2. Pembelajaran Matematika
Pembelajaran adalah upaya untuk menciptakan iklim dalam pelayanan
terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan siswa yang beragam
agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan
siswa. Jadi, pembelajaran matematika adalah suatu proses atau kegiatan guru mata
pembelajaran matematika dalam mengajarkan matematika kepada para siswa yang
didalamnya terkandung upaya untuk menciptakan iklim dan pelayanan terhadap
kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan siswa tentang matematika yang
amat beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antara
siswa dengan siswa dalam mempelajari matematika tersebut (Amin, 2004:2).
Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, proses pembelajaran
merupakan aktivitas yang paling utama. Ini berarti bahwa keberhasilan
pencapaian pendidikan tergantung secara efektif terhadap proses pembelajaran.
Pembelajaran matematika merupakan suatu proses belajar mengajar yang terdiri
dari kombinasi dua aspek, yaitu belajar yang dilakukan oleh siswa dan mengajar
yang dilakukan oleh guru sebagai pengajar (pendidik). Belajar tertuju kepada apa
yang harus dilakukan oleh seseorang sebagai subjek yang menerima pelajaran,
-
53
sedangkan mengajar beorientasi pada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai
pemberi pelajaran. Kedua aspek ini akan berkolaborasi secara terpadu menjadi
suatu kegiatan pada saat terjadi interaksi antara guru dengan siswa, serta antara
siswa dengan siswa disaat pembelajaran matematika sedang berlangsung.
Dalam proses pembelajaran matematika, baik guru maupun siswa bersama-
sama menjadi pelaku terlaksananya tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran ini
akan mencapai hasil yang maksimal apabila pembelajaran berjalan secara efektif.
Menurut Wragg (1997:12) pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang
memudahkan siswa untuk mempelajari sesuatu yang bermanfaat seperti fakta,
keterampilan, nilai, konsep, dan bagaimana hidup serasi dengan sesama, atau
suatu hasil belajar yang diinginkan. Sejalan dengan itu Sumarmo (2005, 5)
menyatakan bahwa pembelajaran merupakan proses, situasi, dan upaya yang
dirancang guru sedemikian rupa sehingga membuat siswa belajar. Dengan kata
lain dalam pembelajaran guru berperan sebagai fasilitator, motivator, dan manajer
bagi siswanya.
Dari uraian di atas, terlihat bahwa proses pembelajaran matematika bukan
hanya sekedar transfer ilmu dari guru kepada siswa, melainkan suatu proses yang
dikondisikan atau di upayakan oleh guru, sehingga siswa aktif dengan berbagai
cara untuk mengkontruksi atau membangun sendiri pengetahuannya, serta terjadi
interaksi dan negosiasi antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa,
sehingga siswa menemui kemudahan untuk mempelajari sesuatu yang bermamfaat
bagi dirinya.
3. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
-
54
Memecahkan suatu masalah merupakan aktivitas dasar manusia. Sebagian
besar kehidupan kita berhadapan dengan masalah-masalah. Bila kita gagal dengan
suatu cara untuk menyelesaikan suatu masalah kita harus mencoba
menyelesaikannya dengan cara yang lain. Suatu pertanyaan akan merupakan suatu
masalah jika seseorang tidak mempunyai aturan/hukum tertentu yang segera dapat
dipergunakan untuk menemukan jawaban pertanyaan tersebut. Suatu pertanyaan
akan menjadi masalah bagi seorang peserta didik pada suatu saat, tetapi bukan
masalah lagi bagi peserta didik tersebut untuk saat berikutnya. Bila peserta didik
tersebut telah mengetahui cara atau proses mendapatkan penyelesaian masalah
tersebut. Pertanyaan akan menjadi masalah bagi peserta didik jika:
a. Pertanyaan yang diberikan pada seorang peserta didik harus dapat dimengerti
oleh peserta didik tersebut, namun pertanyaan tersebut harus merupakan
tantangan baginya untuk menjawabnya
b. Pertanyaan tersebut tidak dapat dijawab dengan prosedur rutin yang telah
diketahui peserta didik. Karena itu factor waktu untuk menyelesaikan
masalah janganlah dipandang sebagai hal yang esensial (Hudojo, 2003:149)
Menurut Polya (Hudojo, 2003:150), terdapat dua macam masalah yaitu
sebagai berikut:
a. Masalah untuk menemukan, dapat teoritis atau praktis, abstrak atau konkret,
termasuk teka-teki. Bagian utama dari suatu masalah adalah apa yang dicari,
bagaiman data yang diketahui, dan bagaimana syaratnya. Ketiga bagian
utama tersebut merupakan landasan untuk dapat menyelesaikan masalah jenis
ini.
-
55
b. Masalah untuk membuktikan adalah menunjukkan bahwa suatu pernyataan
itu benar, salah, atau tidak kedua-duanya. Bagian utama dari masalah ini
adalah hipotesis dan konklusi dari suatu teorema yang harus dibuktikan
kebenarannya. Kedua bagian utama tersebut sebagai landasan utama untuk
dapat menyelesaikan masalah jenis ini.
Menurut Suyitno (2004:8) syarat suatu soal pemecahan masalah bagi
peserta didik adalah sebagai berikut:
a. Memiliki pengetahuan/materi prasyarat untuk menyelesaikan soalnya.
b. Diperkirakan memiliki kemampuan untuk menyelesaikan soal tersebut.
c. Belum mempunyai algoritma atau prosedur untuk menyelesaikannya.
d. Mempunyai keinginan untuk menyelesaikannya.
Dalam pembelajaran matematika aspek pemecahan masalah menjadi
semakin penting. Mengapa? Ini dikarenakan matematika merupakan pengetahuan
yang logis, sistematis, berpola, artificial, abstrak, dan yang tak kalah penting
menghendaki justifikasi atau pembuktian. Sifat-sifat matematika ini menuntut
pembelajar menggunakan kemampuan-kemampuan dasar dalam pemecahan
masalah, seperti berpikir logis, berpikir strategis. Selain itu secara timbal balik
maka dengan mempelajari matematika, siswa terasah kemampuan dalam
memecahkan masalah. Hal ini dikarenakan strategi dalam pemecahan masalah
matematika bersifat universal sesuai sifat matematika sebagai bahasa yang
universal (artificial, simbolik).
Secara sistematis, Taplin (Sumardyono, 2007) menegaskan pentingnya
problem solving melalui 3 nilai yaitu fungsional, logical, dan aestetikal. Secara
-
56
fungsional, problem solving penting karena melalui problem solving maka nilai
matematika sebagai disiplin ilmu yang esensial dapat dikembangkan. It has
already been pointed out that mathematics is an essential discipline because of its
practical role to the individual and society. Through a problem solving approach,
this aspect of mathematics can be developed. Demikian ditegaskan Taplin
(Sumardyono, 2007).
Dengan focus pada problem solving maka matematika sebagai alat dalam
memecahkan masalah dapat diadaptasi pada berbagai konteks dan masalah sehari-
hari. Selain sebagai alat untuk meningkatkan pengetahuan matematika dan
membantu memahami masalah sehari-hari, maka problem solving juga merupakan
cara berpikir (way of thinking). Dalam perspektif terakhir ini maka problem
solving membantu kita meningkatkan kemampuan penalaran logis.
Terakhir, problem solving juga memiliki nilai estetik. Problem solving
melibatkan emosi/afeksi siswa selama proses pemecahan masalah. Masalah
problem solving juga dapat menantang pikiran dan bernuansa teka-teki bagi siswa
sehingga dapat meningkatkan rasa penasaran, motivasi dan kegigihan untuk selalu
terlibat dalam matematika. Lebih lanjut pentingnya problem solving juga dapat
dilihat pada perannya dalam pembelajaran.
Problem solving sebagai konteks menekankan pada penemuan tugas-tugas
atau masalah yang menarik dan yang dapat membantu siswa memahami konsep
atau prosedur matematika. Walaupun secara umum para pendidik hanya terfokus
pada materi matematika ketika menyinggung pembelajaran pemecahan masalah,
namun sesungguhnya ada dua dimensi atau dua materi yaitu: (1) pembelajaran
matematika melalui model atau strategi pemecahan masalah, dan (2) pembelajaran
-
57
strategi pemecahan masalah itu sendiri. Yang pertama pemecahan masalah
sebagai strategi atau model atau pendekatan pembelajaran, sedang yang kedua
pemecahan masalah sebagai materi pembelajaran.
Ada banyak literatur dan pendapat mengenai ciri-ciri seorang pemecah
masalah (yang baik). Berikut ini sepuluh macam ciri pemecahan masalah:
1. Mampu memahami istilah dan konsep matematika
2. Mampu mengenali keserupaan, perbedaan, dan analogi.
3. Mampu mengidentifikasi bagian yang penting serta mampu memilih prosedur
dan data yang tepat.
4. Mampu mengenali detail yang tidak relevan.
5. Mampu memperkirakan dan menganalisis.
6. Mampu memvisualkan dan mengintrepetasi fakta dan hubungan yang
kuantitatif.
7. Mampu melakukan generalisasi dari beberapa contoh.
8. Mampu mengaitkan metode-metode dengan mudah.
9. Memiliki harga diri dan kepercayaan diri yang tinggi, dengan tetap memiliki
hubungan baik dengan rekan-rekannya.
10. Tidak cemas terhadap ujian atau tes.
Dari berbagai indikator pemecahan masalah sebagaimana diuraikan di atas,
penulis menyimpulkan bahwa terdapat empat indicator penting dalam penelitian
ini untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah matematika adalah sebagai
berikut: memahami soal atau masalah;merencanakan penyelesaian / memilih
strategi penyelesaian yang sesuai; melaksanakan penyelesaian menggunakan
-
58
strategi yang direncanakan; memeriksa kembali kebenaran jawaban yang
diperoleh. Dalam setiap permasalahan, aspek memahami masalah diukur melalui
menuliskan unsur yang diketahui dan unsur yang ditanya, aspek merencanakan
pemecahan diukur melalui menuliskan teori dan metode yang dapat digunakan
dalam masalah ini, aspek melakukan perhitungan diukur melalui melaksanakan
rencana pemecahan sesuai dengan teori atau metode yang dipilih, aspek
memeriksa kembali diukur melalui memeriksa kebenaran hasil yang diperoleh.
4. Kemampuan Penalaran Matematika
Penalaran merupakan terjemahan dari reasoning. Ross (Rochmad, 2008)
menyatakan bahwa salah satu tujuan terpenting dari pembelajaran matematika
adalah mengajarkan kepada siswa penalaran logika (logical reasoning). Bila
kemampuan bernalar tidak dikembangkan pada siswa, maka bagi siswa
matematika hanya akan menjadi materi yang mengikuti serangkaian prosedur dan
meniru contoh-contoh tanpa mengetahui maknanya.
Penalaran adalah proses berpikir yang dilakukan dengan satu cara untuk
menarik kesimpulan. Kesimpulan yang bersifat umum dapat ditarik dari kasus-
kasus yang bersifat individual. Tetapi dapat pula sebaliknya, dari hal yang bersifat
individual menjadi kasus yang bersifat umum. Bernalar adalah aktivitas yang
memungkinkan orang lain berpikir logis yang menghasilkan sejumlah konsep dan
pengertian. Orang yang bernalar dan berpikirnya analitik cenderung mencatat
pola struktur dan keteraturan dalam situasi nyata dan benda-benda simbolik.
(Turmudi, 2008:58).
Herdian (2010) menyatakan bahwa kemampuan penalaran itu meliputi:
-
59
(1) penalaran umum yang berhubungan dengan kemampuan untuk menemukan penyelesaian atau pemecahan masalah, (2) kemampuan yang berhubungan dengan penarikan kesimpulan, seperti pada silogisme, dan yang berhubungan dengan kemampuan menilai implikasi dari suatu argumenasi, dan (3) kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan, tidak hanya hubungan antara benda-benda tetapi juga hubungan antara ide-ide, dan kemudian mempergunakan hubungan itu untuk memperoleh benda-benda atau ide-ide lain.
Penalaran matematika (mathematical reasoning) diperlukan untuk
menentukan apakah sebuah argumen matematika benar atau salah dan juga
dipakai untuk membangun suatu argumen matematika. Penalaran matematika
tidak hanya penting untuk melakukan pembuktian (proof) atau pemeriksaan
program (program verification), tetapi juga untuk melakukan inferensi dalam
suatu sistem kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).
Beberapa istilah yang akan dipakai dalam penalaran matematika perlu
dimengerti artinya, yakni, bukti, inferensi, teorema, lemma, corollary dan
konjektur (conjecture). Aksioma (axiom) adalah asumsi dasar dari suatu struktur
matematika yang tidak perlu bukti. Pembuktian (proof) dipakai untuk
menunjukkan bahwa suatu pernyataan adalah benar. Suatu pembuktian terdiri dari
rangkaian pernyataan-pernyataan yang membentuk sebuah argumen. Langkah-
langkah yang menghubungkan pernyataan-pernyataan ini disebut sebagai aturan
inferensi (rules of inference).
Suatu penalaran yang salah disebut sebagai fallacy. Teorema adalah
pernyataan yang dapat ditunjukkan bernilai benar. Suatu lemma adalah teorema
sederhana yang dipergunakan sebagai hasil-antara dalam pembuktian teorema
lain, sedangkan corollary adalah suatu proposisi yang secara langsung diperoleh
dari teorema yang sudah dibuktikan. Suatu konjektur adalah suatu pernyataan
-
60
yang nilai kebenarannya tidak diketahui. Setelah pembuktian berhasil dilakukan,
maka konjektur berubah menjadi teorema.
Aturan-aturan inferensi memberikan sarana untuk melakukan pembenaran
dari langkah-langkah yang dipakai dalam proses pembuktian. Salah satu aturan
penting yang perlu kita kenal adalah modus ponens atau law of detachment.
Penalaran merupakan salah satu kompetensi dasar matematika disamping
pemahaman, komunikasi dan pemecahan masalah. Penalaran juga merupakan
proses mental dalam mengembangkan pikiran dari beberapa fakta atau prinsip.
Dijelaskan pada dokumen Peraturan Dirjen Dikdasmen No. 506/C/PP/2004
(Depdiknas, 2004) tentang indikator-indikator penalaran yang harus dicapai oleh
siswa. Indikator yang menunjukkan penalaran antara lain adalah:
1. Kemampuan menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar dan diagram;
2. Kemampuan mengajukan dugaan; 3. Kemampuan melakukan manipulasi matematika; 4. Kemampuan menyusun bukti, memberikan alasan/bukti terhadap kebenaran
solusi; 5. Kemampuan menarik kesimpulan dari pernyataan; 6. Memeriksa kesahihan suatu argumen; 7. Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi
Ciri-ciri penalaran (Herdian, 2010) adalah (1) adanya suatu pola pikir yang
disebut logika. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa kegiatan penalaran
merupakan suatu proses berpikir logis. Berpikir logis ini diartikan sebagai berpikir
menurut suatu pola tertentu atau menurut logika tertentu; (2) proses berpikirnya
bersifat analitik. Penalaran merupakan suatu kegiatan yang mengandalkan diri
pada suatu analitik, dalam kerangka berpikir yang dipergunakan untuk analitik
tersebut adalah logika penalaran yang bersangkutan.
-
61
Berdasarkan pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa penalaran
memiliki peran yang amat penting dalam proses berpikir seseorang. Dimana
proses berpikir itu merupakan proses penarikan kesimpulan yang dilakukan
dengan aturan-aturan sehingga memperoleh kebenaran. Untuk menarik
kesimpulan sehingga diperoleh kebenaran maka dapat dilakukan dengan
penalaran induktif dan penalaran deduktif.
1. Penalaran Deduktif
Unsur utama dalam pekerjaan matematika adalah penalaran deduktif, yang
bekerja dengan berbagai asumsi, tidak dengan pengamatan. Pembuktian melalui
deduksi adalah sebuah jalan pemikiran yang menggunakan argumen-argumen
deduktif untuk beralih dari premis-premis yang ada, yang dianggap benar, kepada
kesimpulan-kesimpulan, yang mestinya benar apabila premis-premisnya benar.
Penalaran deduktif merupakan proses penalaran yang dimulai dari hal-hal
yang umum atau universal menuju hal-hal yang bersifat khusus atau dapat juga
diartikan sebagai proses penalaran yang menggunakan pernyataan-pernyataan
yang telah diketahui kebenarannya terlebih dahulu, untuk kemudian digunakan
dalam membuat kesimpulan dari suatu pernyataan baru (Septyukans:2010). Proses
penalaran tersebut konklusinya diturunkan secara mutlak menurut premis-
premisnya yaitu proses penalaran dari umum ke khusus. Jika premis benar dan
cara penarikan kesimpulannya sah, maka dapat dipastikan hasil kesimpulannya
benar. Penalaran deduktif dalam penelitian ini meliputi kondisional dan silogisme.
-
62
a. Kondisional
Penalaran kondisional merupakan bagian dari berpikir yaitu mengubah
informasi yang diberikan untuk memperoleh kesimpulan. Dalam kondisional
dijelaskan tentang adanya hubungan antara dua kondisi atau keadaan, yang
dinyatakan dengan hubungan jika maka
Penalaran kondisional terdiri dari empat jenis, yaitu:
1. Memperkuat anteseden
Contoh:
Jika x=2 dan y=4 maka 2x+2y=12.
x=2 dan y=4.
Kesimpulan: 2x+2y=12.
Kalimat yang dimulai dengan kata jika bernilai benar maka
penalarannya akan menghasilkan kesimpulan yang benar. Contoh diatas
jelas bahwa Jika x=2 dan y=4 maka 2x+2y=12 bernilai benar.
2. Memperkuat konsekuen
Contoh:
Jika x=3 dan y=5 maka 3x+3y=24.
3x+3y=24.
Kesimpulan: x=3 dan y=5.
Kalimat yang dimulai dengan kata maka bernilai benar maka
penalarannya akan menghasilkan kesimpulan yang kurang tepat. Misalkan
contoh diatas jika 3x+3y=24 belum tentu karena x=3 dan y=5, mungkin
bisa karena x=4 dan y=4 sehingga meskipun x3 dan y5, 3x+3y juga bisa
sama dengan 24.
-
63
3. Menyangkal anteseden
Contoh:
Jika x=4 dan y=5 maka x+2y=14.
x4 dan y5.
Kesimpulan: x+2y14.
Kalimat yang diawali dengan kata jika bernilai salah, maka akan
membawa pada kesimpulan yang kurang tepat. Misalkan pada contoh
tersebut, bahwa jika x4 dan y5 bukan berarti bahwa x+2y14, bisa saja
x=8 dan y=3.
4. Menyangkal konsekuen
Contoh:
Jika x = 2 maka x + 3 = 5
3 5x +
Kesimpulan: 2x
Kalimat yang diawali dengan kata maka bernilai salah, maka
kesimpulan yang diperoleh akan bernilai benar. Misalkan pada contoh
tersebut, bahwa jika 3 5x + berarti 2x .
Berdasarkan jenis-jenis dan contoh dari penalaran diatas, dapat
disimpulkan bahwa kesimpulan yang valid yaitu pada contoh memperkuat
anteseden dan pada contoh menyangkal konsekuensi, sedangkan pada contoh
memperkuat konsekuensi dan menyangkal anteseden dapat disimpulkan bahwa
kesimpulan yang salah berarti tidak valid.
-
64
b. Silogisme
Silogisme, yaitu sebuah argumen yang terdiri atas tiga bagian. Di
dalamnya terdapat dua pernyataan yang benar (premis) yang menjadi dasar dari
argumen itu, dan sebuah kesimpulan (konklusi) dari argumen tersebut. Di dalam
logika, sebagai cabang matematika yang banyak membahas tentang silogisme
terdapat beberapa aturan yang menyatakan apakah silogisme itu valid (sah) atau
tidak.
Silogisme merupakan suatu cara penalaran yang formal. Penalaran dalam
bentuk ini jarang ditemukan/dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Kita lebih
sering mengikuti polanya saja, meskipun kadang-kadang secara tidak sadar.
Misalnya jika diketahui sistem persamaan dua variabel dengan persamaan
pertama x + 2y = 5 dan persamaan kedua 2x - y = 9 maka akan diperoleh nilai x
dan y. Jika nilai x dan y sudah diketahui maka himpunan penyelesaiannya juga
diketahui.Benarkah pernyataan tersebut? Bentuk seperti itulah yang disebut
silogisme. Kalimat pertama (premis mayor) dan kalimat kedua (premis minor)
merupakan pernyataan dasar untuk menarik kesimpulan (kalimat ketiga).
2. Penalaran Induktif
Suria sumantri (Yusfendi) mengatakan bahwa penalaran induktif adalah
suatu proses berpikir berupa penarikan kesimpulan yang umum (berlaku untuk
semua / banyak) atas dasar pengetahuan tentang hal yang khusus. Pendapat yang
sama juga disampaikan oleh Markman dan Gentner (Santrock, 2008:357) bahwa
penalaran induktif adalah penalaran dari hal-hal spesifik ke umum, yakni
mengambil kesimpulan (membentuk konsep) tentang semua anggota suatu
kategori berdasarkan observasi dari beberapa anggota, kondisi khusus atau hal
-
65
yang spesifik merupakan premis, sedangkan hal umum merupakan konklusi. Ini
berarti bahwa untuk memperoleh kesimpulan dalam penalaran induktif melibatkan
persepsi tentang keteraturan, misalnya mencari kesamaan dari fakta fakta atau
contoh-contoh atau pola pola yang berbeda. Proses mencari kesamaan di dalam
matematika dapat menjadi dasar bagi pembentukan konsep, yaitu dapat
mengurangi hal hal yang harus di ingat dalam rangka memperoleh transfer
belajar. Penalaran ini memudahkan untuk memetakan suatu masalah sehingga
dapat dipakai dalam masalah lain yang serupa.
Banyak penalaran induktif yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari,
misalnya untuk mengetahui penyebab suatu kejadian. Dari kejadian-kejadian yang
terjadi maka kita akan berusaha untuk menemukan apa penyebab latar belakang
kejadian tersebut. Sehingga penalaran induktif merupakan kegiatan penarikan
kesimpulan berdasarkan beberapa kemungkinan yang muncul. Penalaran induktif
dalam penelitian ini meliputi generalisasi dan analogi.
a. Generalisasi
Ruseffendi (Herdian, 2010) mengatakan generalisasi adalah membuat
perkiraan atau terkaan berdasarkan kepada pengetahuan (pengalaman) yang
dikembangkan melalui contoh-contoh khusus. Penalaran ini meliputi pengamatan
terhadap contohcontoh khusus dan menemukan pola atau aturan yang
melandasinya. Sebagai contoh, Reni membeli 10 coklat dengan harga Rp.
50.000,00, kemudian Tari membagikan coklat tersebut 2 coklat untuk Sari, 3
coklat untuk Ari, 1 coklat untuk Tari dan 4 coklat untuk Rizky. Berapakah uang
coklat yang harus dibayar setiap orang? Ini adalah kesimpulan umum yang ditarik
dari hal yang khusus. Kesimpulan umum yang ditarik dari hasil generalisasi
-
66
induktif dapat merupakan suatu aturan, namun dapat pula sebagai prediksi yang
didasarkan pada aturan itu.
b. Analogi
Analogi adalah membandingkan dua hal (situasi atau kondisi) yang
berlainan berdasarkan keserupaanya, kemudian menarik kesimpulan atas dasar
keserupaan tersebut. Analogi merupakan hal yang berlainan. Dalam hal ini, yang
dicari adalah persamaan diantara dua hal yang berbeda, dengan menarik
kesimpulan atas dasar persamaan itu.
Shuter dan Pierce (Yusfendi) menyatakan analogi merupakan penalaran
dari satu hal tertentu kepada satu hal lain yang serupa kemudian
menyimpulkannya. Dengan kata lain analogi merupakan penalaran dari satu hal
tertentu kepada satu hal lain yang serupa kemudian disimpulkan mana yang benar
untuk satu hal juga akan benar untuk hal yang lain.
Contoh:
Anak pertama mendapat 2 baju dan 1 celana dengan harga Rp. 150.000,00, Anak
kedua mendapat 3 baju dan 2 celana dengan harga Rp.250.000,00. Berapakah
harga masing-masing baju dan celana?
Jawaban untuk pertanyaan diatas yaitu harga baju Rp.50.000,00, sedangkan harga
celana adalah Rp.50.000,00. hubungan yang dimaksud disini adalah hubungan
dalam suatu pola bilangan.
Dari uraian diatas, maka penalaran matematika yang dikaji dalam
penelitian ini difokuskan pada penalaran induktif dan deduktif. Penalaran tersebut
mencakup analogi, generalisasi, kondisional dan silogisme.
-
67
5. Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Model pembelajaran berbasis masalah atau Problem Based Learning (PBL)
juga dikenal dengan nama lain seperti Project Based Teaching (Pembelajaran
Proyek), Experience Based Education (Pendidikan berdasarkan pengalaman),
Authentic Learning (Belajar Autentik), dan Anchored Instruction (Belajar berakar
pada kehidupan nyata). Pembelajaran berbasis masalah adalah sebuah strategi
instruksional di mana siswa aktif memecahkan masalah-masalah kompleks dalam
situasi yang realistis (Barrows, 2003).
Hal senada juga disampaikan oleh Nurhadi (2003:109) menyatakan bahwa
Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran yang
menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks untuk belajar tentang
cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta memperoleh
pengetahuan dan konsep yang esensial dari mata pelajaran.
Sedangkan Ibrahim dkk (2003:3) menyatakan bahwa Problem Based
Learning adalah pembelajaran yang menyajikan kepada suatu situasi masalah
yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka
melakukan penyelidikan dan inkuiri. Begitu juga Arends (2008:56) pembelajaran
berbasis masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran dimana siswa
mengerjakan masalah yang autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan
mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat lebih
tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri.
Dari pendapat-pendapat para ahli diambil kesimpulan pembelajaran
berbasisi masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan
masalah sebagai titik tolak (starting point) pembelajaran. Masalah-masalah yang
-
68
dapat dijadikan sebagai sarana belajar adalah masalah yang memenuhi konteks
dunia nyata (real world), yang akrab dengan kehidupan sehari-hari siswa. Melalui
masalah-masalah kontekstual ini para siswa menemukan kembali pengetahuan
konsep-konsep dan ide-ide yang esensial dari materi pelajaran dan
membangunnya kedalam struktur kognitif.
Pembelajaran berbasis masalah memberikan kesempatan kepada siswa
untuk belajar mengembangkan potensi melalui suatu aktivitas untuk mencari,
memecahkan dan menemukan sesuatu. Dalam pembelajaran siswa didorong
bertindak aktif mencari jawaban atas masalah, keadaan atau situasi yang dihadapi
dan menarik kesimpulan melalui proses berpikir ilmiah yang kritis, logis, dan
sistematis. Siswa tidak lagi bertindak pasif, menerima dan menghafal pelajaran
yang diberikan oleh guru atau yang terdapat dalam buku teks saja. Pemecahan
masalah adalah suatu jenis belajar discovery.
Dalam hal ini, siswa secara individu maupun kelompok berusaha
memcahkan masalah autentik. Memecahkan masalah secara kelompok dipandang
lebih menguntungkan karena dapat memperoleh latar belakang yang lebih luas
dari anggota kelompok, sehingga dapat menstimulasi munculnya ide,
permasalahan dan solusi pemecahan masalah.
Hal yang perlu mendapat perhatian dalam pembelajaran berbasis masalah
adalah memunculkan masalah yang berfungsi sebagai satu loncatan untuk proses
penyelidikan dan inkuiri. Disini guru membimbing dan memberikan petunjuk
minimal kepada siswa dalam memecahkan masalah. pembelajaran berbasis
masalah memiliki perbedaan penting dengan pembelajaran penemuan.
-
69
Pada pembelajaran penemuan didasarkan pada pertanyaan-pertanyaan
menurut disiplin ilmu dan penyelidikan siswa berlangsung dibawah bimbingan
guru terbatas dalam ruang lingkup kelas. Sedangkan pembelajaran berbasis
masalah dimulai dengan masalah kehidupan nyata yang bermakna dimana siswa
mempunyai kesempatan melakukan penyelidikan, baik didalam dan diluar kelas
sejauh itu diperlukan untuk pemecahan masalah. Pada model pembelajaran ini
peran guru adalah mengajukan masalah, mengajukan pertanyaan, memberikan
kemudahan suasana berdialog, dan memberikan fasilitas penelitian, serta
melakukan penelitian. Kegiatan ini dapat dilakukan guru saat pembelajaran
dikelas dan melalui latihan yang cukup (Arends, Trianto 2009).
Pada pelaksanaan model pembelajaran berbasis masalah, selain guru
menjadi penentu keberhasilan pembelajaran, juga faktor sumber belajar, sarana
yang digunakan, dan kurikulum turut berperan.
a. Ciri-ciri Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Menurut Nurhadi (2003, 56) pembelajaran berbasis masalah bercirikan
sebagai berikut:
a. Pengajuan Masalah atau pertanyaan
Pembelajaran berbasis masalah mengorganisasikan pembelajaran disekitar
pertanyaan dan masalah social yang penting bagi siswa dan masyarakat.
Pertanyaan atau masalah itu bersifat autentik (nyata) bagi siswa dan tidak
mempunyai jawaban sederhana. Pertanyaan atau masalah itu menurut Arends
(Trianto, 2009) harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
Autentik. Yaitu masalah harus lebih berakar pada kehidupan nyata atau harus
dikaitkan dengan pengalaman riil siswa dan bukan dengan prinsip-prinsip
-
70
disiplin ilmu tertentu. Memberikan masalah yang autentik dengan maksud
untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, berpikir tingkat lebih tinggi,
megembangkan kemandirian, dan percaya diri.
Misterius. Yaitu masalah yang diajukan bersifat misterius atau teka-teki.
Masalah sebaiknya memberikan tantangan dan tidak hanya mempunyai
jawaban sederhana, serta memrlukan alternative pemecahan.
Bermakna, yaitu masalah yang diberikan hendaknya bermakna bagi siswa dan
sesuai dengan tingkat perkembangan intelektual siswa.
Luas dan se