histopatologi full

43
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM HISTOPATOLOGI Disusun oleh: Kelompok 6 Kelas Perikanan B FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Upload: safrul-efendi

Post on 02-Aug-2015

138 views

Category:

Documents


16 download

TRANSCRIPT

Page 1: Histopatologi Full

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM HISTOPATOLOGI

Disusun oleh:

Kelompok 6

Kelas Perikanan B

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2011

Page 2: Histopatologi Full

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari aksi berbahaya zat kimia atas

sistem biologi. Peristiwa timbulnya pengaruh berbahaya atau efek negatif toksik

atas makhluk hidup, melalui beberapa proses. Pertama kali makhluk hidup

mengalami pemejanan dengan racun. Berikutnya, setelah mengalami absorpsi dari

tempat pemejanannya, racun atau metabolitnya akan terdistribusi ke tempat aksi

(sel sasaran atau reseptor) tertentu yang ada di dalam tubuh makhluk hidup.

Ditempat aksi ini, kemudian terjadi interaksi antara racun atau metabolitnya

dengan komponen penyusun sel sasaran atau reseptor.Sebagai akibat sederetan

peristiwa biokimia dan biofisika berikutnya, akhirnya timbul pengaruh berbahaya

atau efek toksik dengan wujud dan sifat tertentu.

Toksisitas racun ditentukan oleh keberadaan racun ditempat aksi, dan

keadaan ini bergantung pada keefektifan absorpsi, distribusi dan eliminasi racun

tersebut. Keefektifan absorpsi racun menentukan kecepatan dan kadar atau jumlah

racun yang ada dalam sirkulasi darah. Keefektifan distribusi menentukan

kecepatan dan kadar jumlah racun yang ada dalam tempat aksi tertentu. Dan

keefektifan eliminasi, menentukan kadar atau jumlah racun dan lama tinggal racun

di tempat aksinya.

Ada berbagai kemungkinan untuk menggolongkan toksikologi. Dapat

dibedakan antara: 1. Efek toksik akut, yang mempunyai korelasi langsung dengan

absorpsi zat toksik. 2. Efek toksik kronis, yang sering kali zat toksik dalam jumlah

kecil-diabsorpsi sepanjang jangka waktu yang lamaterakumlasi mencapai

konsentrasi toksik dan karena itu akhirnya menimbulkan gejala keracunan.

Untuk melihat perubahan yang ditimbulkan akibat masuknya bahan

pencemar pada tubuh ikan terutama pada organ pernafasan (insang) dan hati,

maka dilakukan pengamatan secara histopatologi.Histologi adalah cabang ilmu

biologi yang mempelajari tentang jaringan.Patologi adalah kajian tentang penyakit

Page 3: Histopatologi Full

atau kajian tentang adaptasi yang tidak cukup terhadap perubahanperubahan

lingkungan eksternal dan internal (Spector, 1993). Histopatologi adalah cabang

biologi yang mempelajari kondisi dan fungsi jaringan dalam hubungannya dengan

penyakit.

1.2. Tujuan Praktikum

Mengetahui tingkat kerusakan sel-sel pada organ.

Mengetahui jenis-jenis kerusakan yang diakibatkan dari adanya penetrasi

logam berat ke dalam tubuh ikan.

Mengetahui perbedaan dan membandingkan jaringan hewan uji normal

dan yang terpapar bahan toksik.

1.3. Manfaat Praktikum

Praktikum analisis hispatologi dilakukan untuk dapat mengetahui seberapa

besar pengaruh bahan toksik terhadap organ ikan. Kerusakan yang ditimbulkan

oleh bahan toksik terhadap organ ikan berbeda pada tiap-tiap organ dan dengan

melakukan praktikum ini praktikan dapat mengetahui kerusakan yang terjadi

pada organ seperti usus, insang, hati dan ginjal. Selain itu kita juga dapat

mengetahui tahapan-tahapan kerusakan organ tersebut sebelum polutan tersebut

mematikan organisme (ikan).

Page 4: Histopatologi Full

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Umum Analisis Histologi dan Histopatologi

2.1.1.Analisis Histologi

Histologi berasal dari bahasa Yunani yaitu histos yang berarti jaringan dan

logos yang berarti ilmu.Jadi histologi berarti suatu ilmu yang menguraikan

struktur dari hewan secara terperinci dan hubungan antara struktur

pengorganisasian sel dan jaringan serta fungsi-fungsi yang mereka lakukan.

Jaringan merupakan sekumpulan sel yang tersimpan dalam suatu kerangka

struktur atau matriks yang mempunyai suatu kesatuan organisasi yang mampu

mempertahankan keutuhan dan penyesuaian terhadap lingkungan diluar batas

dirinya (Bavelander, 1998)

Cara pembuatan preparat histologis disebut mikroteknik.Pembuatan

preparat dari suatu jaringan dimulai dengan operasi, biopsi, atau autopsi. Jaringan

yang diambil kemudian diproses dengan fiksasi yang akan menjaga agar preparat

tidak akan rusak (bergeser posisinya, membusuk, atau rusak). Zat yang paling

umum digunakan adalah formalin (10% formaldehida yang dilarutkan dalam air).

Larutan Bouin juga dapat digunakan sebagai larutan untuk fiksasi alternatif

meskipun hasilnya tidak akan sebaik formalin karena akan meninggalkan bekas

warna kuning dan artefak. Artefak adalah benda yang tidak terdapat pada jaringan

asli, namun tampak pada hasil akhir preparat.Artefak ini terbentuk karena kurang

sempurnanya pembuatan preparat.

Sampel jaringan yang telah terfiksasi direndam dalam cairan etanol

(alkohol) bertingkat untuk menghilangkan air dalam jaringan

(dehidrasi).Selanjutnya sampel dipindahkan ke dalam toluena untuk

menghilangkan alkohol (dealkoholisasi).Langkah terakhir yang dilakukan adalah

memasukkan sampel jaringan ke dalam parafin panas yang menginfiltrasi

jaringan. Selama proses yang berlangsung selama 12-16 jam ini, jaringan yang

awalnya lembek akan menjadi keras sehingga lebih mudah dipotong

menggunakan mikrotom. Pemotongan dengan mikrotom ini akan menghasilkan

Page 5: Histopatologi Full

lapisan dengan ketebalan 5 mikrometer. Lapisan ini kemudian diletakkan di atas

kaca objek untuk diwarnai.

Pewarnaan perlu dilakukan karena objek dengan ketebalan 5 mikrometer

akan terlihat transparan meskipun di bawah mikroskop. Pewarna yang biasa

digunakan adalah hematoxylin dan eosin. Hematoxylin akan memberi warna biru

pada nukelus, sementara eosin memberi warna merah muda pada sitoplasma.

Masih terdapat berbagai zat warna lain yang biasa digunakan dalam mikroteknik,

tergantung pada jaringan yang ingin diamati. Ilmu yang mempelajari pewarnaan

jaringan disebut histokimia.

Klasifikasi histologis jaringan hewan

epitelium: melapisi kelenjar, saluran pencernaan, kulit, dan beberapa organ

seperti hati, paru-paru, ginjal

endotelium: melapisi pembuluh darah dan pembuluh limfamesotelium:

melapisi rongga pleural, peritoneal, dan pericardial

mesenkima: sel yang mengisi ruangan antarorgan, misal sel lemak, otot,

dan tendon sel darah: terdiri dari sel darah merah dan darah putih, baik di

limfa maupun limpa

neuron: sel-sel yang membentuk otak, saraf, dan sebagian kelenjar seperti

pituitari dan adrenal

plasenta: organ terspesialisasi yang berperan dalam pertumbuhan fetus

dalam rahim sang ibu

sel induk: sel-sel yang dapat berkembang menjadi satu atau beberapa jenis

sel di atas.

Jaringan dari tumbuhan, jamur, dan mikroorganisme juga dapat dipeljari

secara histologis, namun strukturnya berbeda dari klasifikasi di atas.

2.1.2 Analisis Histopatologi

Histopatologi adalah cabang biologi yang mempelajari kondisi dan fungsi

jaringan dalam hubungannya dengan penyakit.Histopatologi sangat penting dalam

kaitan dengan diagnosis penyakit karena salah satu pertimbangan dalam

Page 6: Histopatologi Full

penegakan diagnosis adalah melalui hasil pengamatan terhadap jaringan yang

diduga terganggu.

Histopatologi dapat dilakukan dengan mengambil sampel jaringan

(misalnya seperti dalam penentuan kanker payudara) atau dengan mengamati

jaringan setelah kematian terjadi.Dengan membandingkan kondisi jaringan sehat

terhadap jaringan sampel dapat diketahui apakah suatu penyakit yang diduga

benar-benar menyerang atau tidak.Ilmu ini dipelajari dalam semua bidang

patologi, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan.

2.1.2.1 Pestisida

Sesuaidengan PeraturanPemerintah No. 7 tahun1973, yang dimaksud

Pestisidaadalahsemuazatkimiadanbahanlainsertajasadrenikdanvirus yang

dipergunakan untuk :

Memberantasataumencegahhama-hamadanpenyakit-penyakityang

merusaktanaman,bagian-bagiantanaman atau hasil-hasil pertanian.

Memberantasrerumputan atautanamanpengganggu/gulma.

Mematikandaundanmencegahpertumbuhanyangtidakdiinginkan.

Mengaturataumerangsangpertumbuhantanamanataubagian-bagian

tanaman,tidaktermasukpupuk.

Memberantas ataumencegah hama-hama luar pada hewan-hewan

peliharaandanternak.

Memberantasataumencegahhama-hamaair.

Memberantasataumencegahbinatang-binatangdanjasad-jasadrenik

dalamrumahtangga,bangunandanalat-alatpengangkutan.

Memberantas atau mencegah binatang-binatang

yang dapat

menyebabkanpenyakitpadamanusiadanbinatangyangperludilindungi dengan

penggunaan pada tanaman,tanahdanair.

Dalam Undang-Undang No. 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya

Tanaman, yang dimaksud dengan Pestisida adalah zat pengatur

Page 7: Histopatologi Full

danperangsangtumbuh, bahan lain, serta organisme renik, atau virus yang

digunakanuntukmelakukan perlindungan tanaman. Pestisidamerupakan

bahanyang banyak memberikan manfaat sehingga

banyakdibutuhkanmasyarakatpadabidangpertanian(pangan,perkebunan,

perikanan, peternakan), penyimpananhasilpertanian,kehutanan(tanaman hutan

dan pengawetan hasil hutan), rumah tangga dan penyehatan

lingkungan,pemukiman,bangunan, pengangkutan dan lain-lain.

Disampingmanfaatyangdiberikan,pestisidajugasekaligusmemilkipotensi

untukdapatmenimbulkandampakyangtidakdiinginkan.

2.1.2.2 Jenis Pestisida Menurut Jasad Sasaran

Ditinjaudarijenisjasadyangmenjadisasaranpenggunaanpestisidadapat

dibedakanmenjadibeberapajenisantaralain:

1. Akarisida, berasal dari kata akari, yang dalam bahasa Yunani berarti

tungauataukutu.AkarisidaseringjugadisebutMitesida.Fungsinyauntuk

membunuhtungauataukutu.

2. Algasida,berasaldarikataalga,bahasalatinnyaberartigangganglaut,

berfungsiuntukmembunuhalge.

3. Alvisida,berasaldarikataavis,bahasalatinnyaberartiburung,fungsinya sebagai

pembunuh ataupenolakburung.

4. Bakterisida,Berasaldarikatyalatinbacterium,ataukataYunanibakron,

berfungsiuntukmembunuhbakteri.

5. Fungsida,berasaldarikatalatinfungus,ataukataYunanispongosyang

artinyajamur, berfungsiuntukmembunuhjamurataucendawan.Dapat bersifat

fungitoksik(membunuh cendawan) atau fungistatik (menekan

pertumbuhancendawan).

2.1.2.3Manfaat dan Dampak Negatif Pestisida

1. ManfaatPenggunaanPestisida

Pengendalian organismepengganggu dengan pestisida banyak

digunakansecaraluasolehmasyarakat,karenamempunyaibanyak

Page 8: Histopatologi Full

kelebihandibandingkandengan carapengendalianyanglainyaitu:

a. Dapatdiaplikasikandenganmudah. Pestisidadapat diaplikasikandengan

menggunakan alat yang relatif

sederhana(sprayer,duster,bakcelupdansebagainya),

bahkanadayangtanpamemerlukanalat(ditaburkan).

b. Dapatdiaplikasikanhampirdi setiapwaktudansetiaptempat

Pestisidadapatdiaplikasikansetiapwaktu(pagi,siang,soreatau

malam)dandisetiap tempat,baikditempattertutupmaupun terbuka.

c. Hasilnyadapatdirasakandalamwaktusingkat.Hasilpenggunaanpestisidam

isalnyadalambentukpenurunan populasi

organismepengganggudapatdirasakandalamwaktu singkat, dalam beberapa

hal, hasilnya dapat dirasakan hanya beberapamenitsetelahaplikasi.

d. Dapat diaplikasikan dalam areal yang luas dalam waktu singkat. Hal ini

sangat diperlukan dalam mengendalikan daerah serangan yang luas dan

harus diselesaikan dalam waktu singkat (misalnya dalam kasus eksplosif

organisme pengganggu). Misalkan dengan menggunakan alat mistblower,

power sprayer, bahkan kapal terbang.

e. Mudahdiperolehdanmemberikankeuntunganekonomiterutama

jangkapendek.

2.DampakNegatifPestisida

Pada umumnya pestisida yang digunakan untuk mengendalikan

organisme pengganggu tersebut adalah biosida yang tidak saja

bersifatracunterhadaporganismepengganggusasaran,tetapijuga dapat memberikan

pengaruh yang tidak diinginkan terhadap organisme bukan sasaran, termasuk

manusia serta lingkungan hidup.

a. Keracunanpestisidayangdigunakansecarakronikmaupunakut dapat terjadi

pada pemakai dan pekerja yang berhubungan denganpestisida,

misalnyapetani,pengecerpestisida,pekerja pabrik/gudang pestisida, dan

sebagainya serta manusia yang tidakbekerjapadapestisida.

b. Keracunanterhadapternak dan hewan

Page 9: Histopatologi Full

peliharaan.Keracunanpadaternakmaupunhewanpeliharaandapatterjadi

secaralangsungkarenapenggunaanpestisidapadaternakdan hewan peliharaan

untuk pengendalian ektoparasit, maupun secaratidak langsung karena

digunakan pestisida untuk

keperluanlain,misalnyapenggunaanrodentisidadenganumpan untuk

mengendalikantikussawah,yangkarenakelalainpetani

umpantersebutdimakanolehayam,itikdanternaklainnyaatau

padapenyemprotanpadagulmayangmenjadipakanternak.

c. Keracunanpadaikandanbiotalainnya.Penggunaanpestisidapadapadisawahatau

lingkunganperairan

lainnyadapatmengakibatkankematianpadaikanyangdipelihara disawahataudi

kolammaupunikanliar.Karacunanikandan biota air lainnya tidak senantiasa

menyebabkan kelainan pertumbuhanyang

mangakibatkanperubahantingkahlakudan bentuk, yang selanjutnya

dapatmengakibatkan terhambatnya perkembanganpopulasi.

d. Keracunanterhadapsatwaliar.Penggunaanpestisidayangtidak

bijaksanadapatmenimbulkan keracunan yang berakibatkematian pada satwa

liar seperti burung, lebah,seranggapenyerbukdansatwaliarlainnya.

Keracunan dapat terjadi secara langsung misalnya akibat

penyemprotanpestisidadariudaraataupun penggunapestisida untuk perlakuan

benih yang diperlukan dimakan oleh burung,

maupuntidaklangsungterutamamelaluirantaimakanan.

e. Keracunanterhadap

makanan.Beberapapestisidasepertiinsektisidayanglangsungdigunakan pada

tanamandapatmengakibatkankerusakanpadatanaman yang diperlakukan.

Penggunaan herbisida yang tidak hati-hati dapat pula mengakibatkan

kerusakan pada tanaman yang

ditanampadawaktuaplikasimaupunpadatanamanberikutnya

yangditanamsetelahtanamanpertamadipanen.Halyangdisebutterakhirini,

sangatperludiperhatikanterutama

apabilaherbisidadipergunakanuntukmengendalikangulmadari golongan

Page 10: Histopatologi Full

tertentu yang secara taksonomi atau fisiologis

mempunyaihubunganyangdekatdengantanamanyangditanam

berikutnya.Terlebihlagiapabilaherbisidayangdigunakanrelatifdanjarak

waktutanamrelatifsingkat.

f. Kenaikanpopulasipengganggutidakmengalamihambatanoleh musuh

alamitersebut.Akibatlebihlanjutdarikeadaantersebut adalahbahwapopulasi

organismepengganggumeningkat.

2.2 Alkil Benzene Sulfonat

Alkilbenzen sulfonat linier (LAS) adalah surfaktan yang paling banyak

digunakan di dunia, terutama dalam deterjen laundry dan produk pembersih.LAS

benar-benar dibiodegradasi aerobik.Hal ini dapat benar-benar dibiodegradasi

anaerobik juga, tetapi oksigen hanya jika tersedia awalnya, untuk memulai

proses.Di pabrik pengolahan limbah konvensional, lebih dari 99% dari LAS

dihapus. Dimana tanah dipupuk dengan limbah lumpur, LAS akan terurai dengan

cepat ke titik penghapusan lengkap.

LAS data toksisitas (EC50) untuk organisme air berkisar antara 1 dan 10 mg

per liter dalam tes jangka pendek. LAS adalah sekitar sama beracun untuk ikan

dan invertebrata, sedangkan toksisitas untuk ganggang bervariasi. LAS tidak

bioconcentrate dalam organisme akuatik karena mereka dengan cepat

dimetabolisme.

2.3. Tinjauan Umum Kerusakan Jaringan/Organ akibat Bahan Toksik

2.3.1. Hiperplasia

Hiperplasia (atau "hypergenesis") adalah istilah umum yang mengacu pada

perkembangan sel-sel dalam suatu organ atau jaringan (misalnya terus-menerus

membagi sel).Hyperplasia merupakan penambahan ukuran organ/ jaringan yang

terjadi akibat rangsang tertentu, apabila rangsang hilang dapat normal kembali.

Hiperplasia dapat mengakibatkan pembesaran organ, pembentukan tumor

jinak, atau mungkin hanya terlihat pada analisis histologis dengan mikroskop.

Hiperplasia berbeda dari hipertrofi dalam bahwa perubahan adaptif hipertrofi sel

Page 11: Histopatologi Full

adalah peningkatan ukuran sel, sedangkan hiperplasia meliputi peningkatan

jumlah sel.

Gambar 1. Hyperplasia

(sumber : http://www.uams.edu)

Hiperplasia dianggap fisiologis (normal) respon terhadap rangsangan

tertentu, dan sel-sel pertumbuhan yang hiperplastik tetap tunduk pada regulasi

normal mekanisme kontrol.Hal ini berlawanan dengan neoplasia (proses kanker

dan beberapa tumor jinak), di mana sel-sel yang abnormal secara genetika

berkembang biak dalam cara non-fisiologis.

2.3.2. Hipoplasia

Hipoplasia merupakan efek kegagalan/pengurangan proses pertumbuhan

berupa penyusutan ukuran (morfologi) organ/ jaringan setelah proses pemaparan

gangguan. Hypoplasia adalah pengembangan suatu jaringan atau organ.Meskipun

istilah ini tidak selalu digunakan secara tepat, dengan benar mengacu pada suatu

yang tidak memadai atau di bawah jumlah normal sel. Hypoplasia mirip dengan

aplasia, tetapi tidak terlalu parah.Secara teknis berlawanan dengan hiperplasia

(pengembangan/pertambahan sel).Hipoplasia adalah suatu kondisi bawaan,

sementara hiperplasia umumnya mengacu pada pertumbuhan sel yang berlebihan

di kemudian hari.

2.3.3. Necrosis

Nekrosis (dari bahasa Yunani νεκρός, "mati") adalah kematian dini sel dan

jaringan hidup.Nekrosis ini disebabkan oleh faktor eksternal, seperti infeksi, racun

Page 12: Histopatologi Full

atau trauma.Hal ini berbeda dengan apoptosis, yang merupakan penyebab alami

selular kematian.Walaupun apoptosis sering memberikan efek yang

menguntungkan bagi organisme, nekrosis hampir selalu merugikan, dan dapat

berakibat fatal.

Sel-sel yang mati karena nekrosis biasanya tidak mengirimkan sinyal

kimia yang sama untuk sistem kekebalan sel-sel yang mengalami apoptosis. Hal

ini untuk mencegah phagocytes terdekat dari lokasi dan menyelimuti sel-sel mati,

yang mengarah ke terbentuknya sel jaringan yang mati dan puing-puing pada atau

di dekat lokasi kematian sel.

Nekrosis sel dapat didorong oleh sejumlah sumber-sumber eksternal,

termasuk cedera, infeksi, kanker, infark, racun, dan peradangan.Sebagai contoh,

suatu infark (penyumbatan aliran darah ke jaringan otot) menyebabkan nekrosis

dari jaringan otot karena kekurangan oksigen ke sel yang terkena dampak, seperti

terjadi pada infark miokard - serangan jantung.Laba-laba tertentu (coklat pertapa)

dan ular (ular, Bothrops) venoms dapat menyebabkan nekrosis dari jaringan di

dekat luka gigitan.

Secara khusus, mengandung sel-sel kecil yang disebut organel lisosom,

yang mampu mencerna bahan selular. Kerusakan pada membran lisosom dapat

memicu pelepasan enzim, menghancurkan bagian-bagian lain dari sel. Lebih

buruk lagi, ketika enzim ini dilepaskan dari non-sel mati, mereka dapat memicu

reaksi berantai lebih lanjut kematian sel. Jika jumlah yang cukup susunan jaringan

necrosis itu disebut gangren. Perawatan yang tepat dan perawatan luka atau

gigitan binatang memainkan peran kunci dalam mencegah jenis ini nekrosis

meluas.Selama biopsi bedah, nekrosis ini reaksi berantai dihentikan oleh fiksasi

atau beku.

Nekrosis biasanya dimulai dengan pembengkakan sel, kromatin

pencernaan, gangguan membran plasma dan membran organel.Nekrosis dicirikan

oleh DNA luas hidrolisis, vacuolation dari retikulum endoplasma, organel mental,

dan lisis sel. Pelepasan konten intraselular setelah pecah membran plasma adalah

penyebab peradangan pada nekrosis.

Page 13: Histopatologi Full

2.3.4. Atrofia

A. Pengertian Atrofia

Kata berasal dari bahasa Yunani Jatropha atrofi yang berarti "tanpa

nutrisi." Dalam istilah biologis merupakan penurunan signifikan dalam ukuran sel

dan organ di mana hal ini terjadi, karena hilangnya massa sel. Atrofik

menunjukkan penurunan fungsi sel tetapi tidak mati. Athropy merupakan suatu

keadaaan yang tidak wajar dimana jumlah dan volume sel berada di bawah normal

dan garis luar sel menjadi tidak dapat dibedakan bahkan sering kali nucleus

menjadi kecil bahkan hilang sama sekali sehingga dapat mengakibatkan kematian

sel (Takashima dan Hibiya, 1995).

Metabolisme sel yang sempurna tidak hanya tergantung pada kontribusi

yang efektif nutrisi, tetapi juga penggunaan yang benar dari mereka, ini hanya

mungkin bila sel-sel hidup dalam lingkungan yang sesuai untuk struktur

morfologis dan fungsional. Struktur morfologis sel dikondisikan oleh lingkungan

di mana mereka hidup, itulah mengapa beberapa bentuk sel-sel dalam tubuh kita

bereaksi terhadap masalah hidup adaptasi untuk kondisi-kondisi eksternal

diferensiasi sel didefinisikan dengan baik merupakan manifestasi luar dari suatu

adaptasi, yang terkumpul selama jutaan generasi.

Semua variasi dari karakter morfologi sel, dapat mempengaruhi sel-sel

tunggal atau kelompok mereka, maka modifikasi dari jaringan penuh. Semua

stimulus yang dapat bekerja pada sebuah rangsangan sel benar-benar fungsional

ketika mereka melampaui batas-batas fisiologis dapat melukai sel untuk

membalikkan proses kehidupan, atau menyebabkan perubahan yang signifikan

regresif.

B. Jenis Atrofia

Penampilan mikroskopik tiga jenis utama atrofi: atrofi sederhana, atrofi

numerik dan degeneratif atrofi. Sederhana atrofi adalah penurunan volume

komponen seluler yang mengarah pada penyusutan atau menyusut dari jaringan

Page 14: Histopatologi Full

dan organ.Atrophia lebih umum, lebih terdiferensiasi mempengaruhi sel. Hal ini

dapat diamati selama berkepanjangan cepat di hampir semua jaringan tubuh dan

terutama di jaringan otot.

Atrophia numerik terjadi ketika hilangnya unsur-unsur selular

menyebabkan penurunan volume organ: pengurangan volumetrik progresif dan

proporsional dengan jumlah sel dan jaringan normal mempengaruhi unsur-unsur

labil. Dalam atrophia degeneratif dapat dilihat perubahan besar ke sitoplasma dan

inti sel-sel jaringan dan organ. Proses ini dapat menyebabkan nekrosis. Dalam

semua kasus atrofi, sitoplasma adalah yang paling terpengaruh hampir selalu

merupakan pengurangan kuantitatif yang kedua, sampai titik itu, setelah atrofik

jaringan di bawah mikroskop, bisa dibedakan diskret densifikasi selular yang

disebabkan oleh penurunan volume sel seragam.

Perubahan-perubahan ini disertai dengan perubahan mendalam dalam

sitoplasma: kekeruhan, adanya butiran pigmen (pigmentasi aus) dan numerik

penurunan beberapa organel seperti mitokondria.

C. Pseudohypertrophy

Dalam beberapa kasus di mana sel-sel spesifik organ dalam keadaan atrofi,

disertai dengan peningkatan volume interstisial jaringan.Pada otot lumpuh oleh

cedera pada sistem saraf dapat dilihat, kadang-kadang sebuah kotak

pseudohypertrophy, karena peningkatan jaringan adiposa atrofik otot sela antara

kumpulan.Otot-otot yang kuat dan menebal, tetapi kenyataannya adalah tidak

memiliki kekuatan dan kelembutan yang kurang matang.

D. Non-patologis Atrofia

Pertimbangan dari semua atrofi dan patologi tubuh di mana mereka terjadi

tidak dapat dilakukan dalam beberapa kasus ada penurunan volume dan jumlah sel

dalam suatu jaringan atau organ. Pengaturan atrofikmengakibatkan hilangnya

organ yang terpengaruh, hal ini karena telah dilakukan adaptasi fungsional.

Seperti tercatat di awal, struktur dan morfologi fungsional dari sel-sel

Page 15: Histopatologi Full

berhubungan erat dengan lingkungan dimana mereka tinggal, jadi jika sel-sel

tubuh berhenti menyediakan sebuah kegunaan, maka sel ini akan mati.

E. Patologis Atrofia

Tergantung pada penyebab yang menghasilkan mereka dapat disajikan

sebagai berikut:

* Atropi kekurangan pangan

* Atropi dari kegagalan peredaran

* Atropi oleh faktor fisik

* Atrophies fungsional

Nutrisi yang tidak mencukupi mengakibatkan kerugian secara keseluruhan

berat badan karena atrofi.Terjadi penurunan jumlah sel, terutama volume sel.

Kerugian yang proporsional sama dialami oleh semua organ. Jenis atrofi, serta

diproduksi oleh kekurangan makanan juga dapat disebabkan oleh penyakit yang

mempengaruhi metabolisme tubuh mekanisme, atau kesalahan pencernaan atau

memperlambat metabolisme.Terdapat masalah-masalah di mana kegagalan

peredaran darah yang disebabkan oleh trombosis dari cabang arteri atau dengan

kompresi arteri, atau ligasi, dapat mengakibatkan berhentinya pertumbuhan

jaringan di daerah yang dipasok oleh arteri yang terluka, namun hal ini akan

sembuh jika aliran darah segera pulih

2.4. Pembuatan Preparat Histologi

Analisis histologis merupakan teknik pengamatan sel serta jaringan tubuh

ikan yang sering digunakan.Analisis ini bertujuan untuk menghasilkan sediaan

histologis yang dapat diwarnai dengan pewarna khusus sehingga dapat diamati

secara langsung dengan menggunakan mikroskop cahaya. Tahapan analisis

histologis pada ikan meliputi :

1. Pengambilan jaringan ikan.

Pada sampel ikan yang masih kecil dapat langsung fiksasi tanpa dipotong. Pada

ikan yang berukuran besar diambil jaringan tertentu yang akan diamati dan

dimasukkan ke dalam larutan fiksasi.

Page 16: Histopatologi Full

2. Fiksasi.

Larva atau ikan berukukan kecil difiksasi dengan larutan PFA 4% dalam

medium Phosphate buffered saline (PBS). Sampel dimasukkan ke dalam botol

yang sudah berisi larutan fiksatif dengan perbandingan antara sampel dengan

larutan adalah 1:20. kemudian disimpan selama 24 jam dalam refrigerator.

Setelah 24 jam kemudian sampel diambil dan dicuci dengan PBS selama 5

menit sebanyak 3 kali untuk menghilangkan sisa-sisa PFA sebelum ke tahap

selanjutnya. Ikan yang berukuran relatif besar difiksasi dengan larutan Bouin’s

selama 1 minggu dalam suhu kamar. Selanjutnya sampel dicuci dalam larutan

alkohol 70% hingga warna kuning hilang, kemudian sampel disimpan dalam

alkohol 70% hingga pemrosesan lebih lanjut. Sampel yang berukuran besar

harus melaui prosedur dekalsifikasi dalam larutan 5 % trichloroacetid acid

selama 24 jam untuk melunakkan struktur tulangnya.

3. Dehidrasi.

Sampel yang sudah difiksasi kemudian dimasukkan berturut-turut ke dalam

larutan sebagai berikut: Alkohol 70%, Alkohol 80%, Alkohol 90%, Alkohol

Absolut I, Alkohol Absolut II, masing-masing selama 45 menit, kemudian

dilanjutkan ke proses penjernihan.

4. Penjernihan (clearing).

Sampel dari proses dehidrasi dimasukkan ke dalam larutan alkohol:xylol 1:1

dan 1:3 selama 30 menit. kemudian Xylol I dan Xylol II masing-masing selama

30 menit.

5. Infiltrasi.

Sampel yang sudah dijernihkan dalam xylol diinfiltrasi secara bertahap dalam

campuran xylol:paraffin 3:1; 1:1 dan 1:3 masing-masing selama 30 menit,

dilanjutkan dengan paraffin murni sebanyak 2x60 menit. Seluruh rangkaian

infiltrasi dilakukan dalam inkubator pada temperatur 58-60 0C.

6. Penanaman sampel (Embedding).

Parafin dicairkan di dalam inkubator pada temperatur 60 0C. Cetakan

berukuran 2 x 2 x 2 cm diisi dengan paraffin cair, bagian bawah cetakan

didinginkan di atas blok es sehingga paraffin pada dasar cetakan agak

Page 17: Histopatologi Full

memadat. Sampel diletakkan di atas paraffin yang agak memadat tersebut

sesuai dengan orientasi irisan yang direncanakan, kemudian ditempelkan

holder yang telah diberi label sesuai dengan kode sampel. Cetakan paraffin

selanjutnya dibiarkan dalam temperatur ruang agar parafinnya memadat.

7. Pengirisan (Sectioning) dan peletakan pada gelas obyek.

Water bath disiapkan dengan suhu 40-50 0C dan disiapkan wadah berisi air

dingin. Kemudian blok yang sudah didinginkan dipasang di mikrotom yang

sudah diatur pada ketebalan 4-7 μm. Putaran mikrotom dibuat konstan sampai

blok yang berisi sampel jaringan teriris. Setelah itu irisan dipindahkan ke

dalam baskom yang berisi air dingin, kemudian ditempelkan pada gelas obyek

yang sudah dilapisi gelatin dan diberi kode sama dengan blok yang di iris.

Selanjutnya dicelupkan ke dalam air hangat dalam water bath agar irisan

mengembang.Kemudian ditiriskan untuk dilakukan pewarnaan.

Page 18: Histopatologi Full

BAB III

METODOTOGI PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktikum

Hari : Jumat

Tanggal : 11 Oktober 2011

Jam : 13.00 – 15.00 WIB

Tempat : Laboratorium Akuakultur Gedung Baru FPIK Unpad

3.2. Alat dan Bahan

3.2.1. Untuk Pengamatan :

Alat-alat :

- Mikroskop : Sebagai alat bantu untuk mengamati preparat.(2 buah).

Bahan-bahan :

- Preparat : Sebagai bahan uji yang diteliti. (8 buah).

Preparat Intestium ikan (kontrol dan patologis) masing-masing 1 buah.

Preparat Insang (kontrol dan patologis) masing-masing 1 buah.

Preparat Hati (kontrol dan patologis)masing-masing 1 buah.

Preparat Ren / Ginjal (kontrol dan patologis) masing-masing 1 buah.

Preparat Hati 7,5 dan 13 masing-masing 1 buah.

3.2.2. Untuk Pembuatan Preparat

Untuk pembuatan preparat telah dilakukan di Laboratorium Fakultas

Biologi Unpad. Pada saat praktikum, praktikan hanya mengamati preparat yang

telah jadi dan siap untuk diamati. Namun untuk tahapan dan cara pembuatan

preparatnya telah dicantumkan dalam prosedur praktikum.

Page 19: Histopatologi Full

3.3 Prosedur Praktikum

1. Mengamati preparat histologi organ insang, ginjal (ren), Hati (Liver),

Usus(Intestinum)hewan ujiyang normaldanyang telah diberi pemaparan

bahantoksik.

2. Membandingkan perbedaandiantara keduanya berdasarkan parameter

warna, ukuran, ada tidaknyaneukrosis/tanda, dankarakterkhususlainnya.

3. Mendokumentasikanmasing-masingpreparathistologiorganhewanuji(kontrol

danpatogen).

3.4. Analisis Data

Analisis data dari pengamatan histopatologi dilakukan dengan

caramengamati sampel jaringan menggunakan mikroskop kemudian

mambandingkan hasil pengamatan dengan literature yang ada.

Jika pada sampel terdapat bintik hitam maka dipastikan sampel tersebut

terkena necrosis akibat pemaparan bahan toksik.Jika pada sampel terdapat

pembesaran sel maka sampel tersebut terkena hyperplasi akibat pemaparan bahan

toksik.Dan jika pada sampel terdapat penyempitan sel maka dipastikan sampel

tersebut terkena hipoplasia akibat pemaparan bahan toksik.

Selain tanda-tanda tersebut, pemaparan bahan toksik juga dapat dilihat dari

tanda-tanda lainnya seperti warna, ukuran dan sebagainya.

Page 20: Histopatologi Full

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Hasil pengamatan preparat histologi organ ginjal (ren), hati (liver), usus

(intestinum), dan insang dari ikan mas :

a. . Usus (Intestinum)

PARAMETER KONTROL PATOLOGIS

Warna Merah cerah Ungu pekat (pucat)

Ukuran Normal Lebih kecil

Tanda hitam / nekrosis Tidak ada Terdapat nekrosis

Karakter khusus Tidak ada Tidak ada

b. Hati (Liver)

PARAMETER KONTROL PATOLOGIS

Warna Merah bening dan cerah Merah gelap dan keruh

Ukuran Normal Terjadi pembengkakan

Tanda hitam / nekrosis Tidak ada nekrosis Terdapat nekrosis

Karakter khusus lainnya Tidak ada Terdapat rongga yang

menandakan sel mati.

c. Insang

PARAMETER KONTROL PATOLOGIS

Warna Merah cerah Pucat dan gelap

Ukuran Normal Terjadi pembengkakan

(hipoplansia) lamella

Tanda hitam / nekrosis Tidak ada Tidak ada

Karakter khusus lainnya Lamela rapih Lamela tidak teratur

Page 21: Histopatologi Full

d. Ginjal (Ren)

PARAMETER KONTROL PATOLOGIS

Warna Merah cerah Merah gelap

Ukuran Normal Terjadi pembengkakan

Tanda hitam / nekrosis Tidak ada nekrosis Terjadi pembengkakan

Karakter khusus lainnya Sel tersusun rapih Terjadi rongga antar sel

akibat sel yang mati

e. Perbandingan perlakuan

PARAMETER Hati 7,5 Hati 13

Warna Ungu pekat Ungu Sangat gelap

Ukuran Lebih besar Agak besar

Tanda hitam / nekrosis Terdapat banyak

nekrosis

Terdapat banyak

nekrosis

Karakter khusus lainnya Rongga tidak terlalu

banyak

Rongga akibat sel yang

mati sangat banyak

4.2. Pembahasan

4.2.1 Usus (Intestinum)

Pada pengamatan preparat usus ikan mas dengan kontrol, tidak didapatkan

adanya kerusakan sejumlah jaringan. Pada gambar 1 di bawah, terlihat warna

tampak merah cerah, ukuran usus normal dan padat sehingga memadati ruangan

jaringan usus.Sel juga masih tersebar di seluruh permukaan dan tidak tampak

terjadinya necrosis.

Page 22: Histopatologi Full

a b

Gambar 2.(a) Preparat usus normal/control dan (b) usus patologis.

Pengamatan preparat usus dengan patologis pada gambar di atas , terlihat

perubahan struktur jaringan pada usus ikan. Perubahan struktur jaringan pada usus

ditandai dengan terlihatnya kerusakan sejumlah sel pada vili-vili usus, warna

terlihat pucat, adanya pembengkakan pada jaringan yang di akibatkan iritasi awal

sebelum terjadinya kematian sel dan adanya perubahan yang signifikan terjadi

dimana permukaan menjadi lebih renggang pada bagian tengah gambar tersebut.

4.2.2 Hati (Liver)

Hasil pengamatan pada hati yang normal/control pada gambar di bawah ini

pada jaringan hati ikan mas, belum adanya perubahan baik warna, ukuran,

maupun gejala adanya nekrosis.Warna terlihat merah cerah dan bening, ukuran

hati masih normal dan tidak adanya nekrosis.Struktur sel masih teratur dan tidak

rusak atau tidak ada rongga yang d akibatkan kematian sel.

Pada pengamatan preparat hati patologis, terjadi perubahan struktur

jaringan hati. Perubahan struktur jaringan sel hati yang disebabkan oleh zat kimia

yang bersifat racun antara lain perlemakan hati, nekrosis dan sirosis (Lu, 1995).

Gambar tersebut memperlihatkan kerusakan sel hati ikan mas.Kerusakan berat sel

hati adalah kematian sel atau sering disebut nekrosis.

Page 23: Histopatologi Full

a b

Gambar3. (a)Preparat hati normal/control, dan (b) preparat hati patologis

Gambar di atas mununjukan adanya kerusakan jaringan yang

mengakibatkan adanya sel-sel mati (nekrosis) dan tidak ada penggantian sel

sehingga terbentuknya rongga di dalam jaringan tersebut.

Necrosis menggambarkan keadaan dimana terjadi penurunan aktivitas

jaringan yang ditandai dengan hilangnya beberapa bagian sel satu demi satu dari

satu jaringan sehingga dalam waktu yang tidak lama akan mengalami kematian.

Necrosis dapat terjadi karena denaturasi protein plasma, dan pemecahan oraganel

sel. Dapat juga disebabkan karena terinfeksi bakterial sehingga menyebabkan

terakumulasinya sel darah putih.

Pada sel hati patologis, terjadi hiperplansia yang mengakibatkan sinusoid

menyempit sehingga aliran darah terganggu dan terdapat banyak nekrosis yang

menyebabkan rongga pada jaringan hati tersebut.

4.2.3 Insang

Pada hasil pengamatan kontrol pada jaringan insang ikan mas gambar di

bawah ini, belum terjadi perubahan. Susunan lamela teratur dan rapih, warna

masih terlihat merah terang dan bening, ukuran normal.Ukuran lamela sama besar

dan tidak terlihat kerusakan disetiap lamela. Struktur jaringan pada insang ikan

mas dengan kontrol terlihat pada gambar dibawah ini.

Rongga

Page 24: Histopatologi Full

a b

Gambar 3. (a) insang normal dan (b) insang patologis

Terjadi perbedaan yang signifikan pada pengamatan preparat jaringan

insang patologis ikan mas.Terjadi sejumlah kerusakan jaringan pada lamela

primer dan lamela sekunder ikan, dimana terjadi hiperplasia.Hiperplasia gill

lamelaadalah pertambahan ukuran (hiperplasia) lamela insang akibat peningkatan

jumlah sel.

Insang berfungsi sebagai alat pernafasan pada ikan, dan lamela adalah

tempat pertukaran oksigen. Jika terjadi kerusakan pada lamela tersebut, akibatnya

peredaran darah ikan terganggu, dan terjadi pembendungan darah. Kerusakan ini

lama-lama akan menyebabkan gangguan sirkulasi yang dapat menyebabkan

kekurangan suplai oksigen untuk ikan. Hal ini lama-lama akan menyebabkan efek

letal pada ikan karena terganggunya sistem pernafasan ikan.

4.2.4 Ginjal (Ren)

Pada hasil pengamatan kontrol pada preparat ginjal normal di bawah ini

belum terjadi perubahan.Seperti warna masih terlihat jelas, ukuran normal, tidak

terdapat noktan/necrosis dan ren (ginjal) masih terlihat normal.

Page 25: Histopatologi Full

a b

Gambar 4. (a)Ginjal normal dan (b) ginjal patologis

Terlihat pada preparat ginjal patologis, berdasarkan hasil pengamatan

keadaan ginjal yang telah diuji patologis dengan bahan toksik, memperlihatkan

kondisi dengan banyak kerusakan dimana warna jaringan ungu pekat, dan terdapat

rongga antar sel.

Kerusakan ini berupa hyperplasia yaitu pertambahan ukuran di mana

karena adanya penyumbatan akibat pemberian bahan toksik, sebelumnya

hyperplasia terjadi karena adanya penambahan jumlah volume akibat adanya

penyumbatan antar permukaan glomerulus.Selain itu terjadi iritasi ,warna berubah

menjadi warna ungu tua.

4.2.5 Perbandingan Hepar

Pada konsentrasi hepar 7,5 dapat terlihat pada gambar di bawah ini bahwa

warna yang di hasilkan lebih pekat disbanding pada konsentrasi hati 13, karena

pada konsentrasi hati 7,5 belum terdapat banyak sekali kematian sel sehingga

jarak antara sel masih belum nampak jelas terlihat namun pada hati konsentrasi 13

dapat terlihat jelas bahwa terdapat rongga-rongga akibat kematian sel yang

menyebabkan semakin parahnya kerusakan jaringan.

Ukuran hati dengan konsentrasi 7,5 pun lebih besar karena terjadi iritasi

awal sebelum adanya kerusakan sel atau kematian sel sehingga menyebabkan

hiperplansia di konsentrasi 7,5 lebih nyata terlihat seperti gambar di bawah ini.

Page 26: Histopatologi Full

a b

Gambar 6. (a) hepar 7,5 dan (b) hepar 13.

Page 27: Histopatologi Full

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pengamatan yang kelompok kami lakukan, diperoleh

keimpulan bahwa :

- Pada pengamatan kontrol preparat usus berbeda dengan preparat yang

terserang bahan toksik. Pada kontrol usus terlihat normal baik dari ukuran,

warna, dan sebagainya. Sedangkan pada preparat usus dengan patologis

terlihat perubahan struktur jaringan pada usus ikan seperti perubahan warna,

ukuran, dan bentuk.

- Pada kontrol hati terlihat normal baik dari ukuran, warna, dan sebagainya.

Sedangkan pada preparat hati dengan patologis terlihat perubahan struktur

jaringan pada hati ikan seperti perubahan warna, ukuran (karena

hyperplasia), bentuk dan terdapat nekrosis.

- Pada kontrol insang terlihat normal baik dari ukuran, warna, dan

sebagainya. Sedangkan pada preparat insang dengan patologis terlihat

perubahan struktur jaringan pada insang ikan seperti perubahan warna,

ukuran (karena hyperplasia), bentuk dan terdapat nekrosis.

- Pada kontrol ginjal terlihat normal baik dari ukuran, warna, dan sebagainya.

Sedangkan pada preparat ginjal dengan patologis terlihat perubahan struktur

jaringan pada ginjal ikan seperti perubahan warna, ukuran (karena

hyperplasia), bentuk dan terdapat nekrosis.

- Pada perbandingan hepar, konsentrasi pemaparan bahan toksik

7,5menghasilkan kerusakan lebih kecil dibandingkan dengan konsentrasi 13.

Hal ini dapat dilihat dari warna yang di hasilkan lebih pekat, belum terdapat

banyak kematian sel (rongga lebih kecil) dan ukuran hati lebih besar

dibandingkan dengan konsentrasi 13.

Page 28: Histopatologi Full

5.2 Saran

- Untuk praktikum selanjutnya diharapkan kepada seluruh praktikan agar

lebih teliti lagi dalam melakukan praktikum histopatologi agar tidak salah

informasi dan salah dalam penarikan kesimpulan pada praktikum.

- Pada alat mikroskop sebaiknya diatur fokus sedemikian rupa agar hasil

pengmatan lebih akurat.

- Sebaiknya diberikan parameter warna bagi preparat yang masih baik dan

sudah rusak.

Page 29: Histopatologi Full

DAFTAR PUSTAKA

Definition: hypoplasia from Online Medical Dictionary

H, Siregar. 1995. Fisiologi Ginjal. Edisi Ketiga. Bagian Ilmu

Faal.Fak.Kedokteran. Universitas Hasanuddin. Ujung Pandang.

Bulqish, A. Sitty, Joeharnani Tresnati dan M. Iqbal Djawad (2007). Kerusakan

Ginjal Ikan Pari Kembang (Dasyatis kuhlii) yang Diakibatkan oleh Logam

Berat Timbel (Pb). Universitas Hasanuddin

Isbister G, Gray M (2003). "White-tail spider bite: a prospective study of 130

definite bites by Lampona species.".Med J Aust179 (4): 199–202.

PMID12914510.

Vetter R, Isbister G (2004). "Do hobo spider bites cause dermonecrotic

injuries?".Ann Emerg Med44 (6): 605–7.

doi:10.1016/j.annemergmed.2004.03.016. PMID15573036

Atkins J, Wingo C, Sodeman W (1957). "Probable cause of necrotic spider bite in

the Midwest".Science126 (3263): 73. doi:10.1126/science.126.3263.73.

PMID 13442644

http://activate.lww.com/semdweb/internetsomd/ASP/1527483.asp. Diakses pada

tanggal 15 November 2011, pukul 19.30 WIB.

http://archive.rubicon-foundation.org/4477. Retrieved 2008-07-25. Diakses pada

tanggal 15 November 2011, pukul 19.30 WIB.

http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=117476&lokasi=lokal.

Diakses pada tanggal 15 November 2011, pukul 19.30 WIB.