lapsus full

Upload: setyo-rahman

Post on 10-Jan-2016

16 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kgkughlkhbkjhbkjhvblhnlikhnhcvb ll

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

Preeklampsia/eklampsia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi di dunia khususnya negara-negara sedang berkembang. Pada negara sedang berkembang frekuensi dilaporkan berkisar antara 0,3 persen sampai 0,7 persen, sedang di negara-negara maju angka eklampsia lebih kecil, yaitu 0,05 persen sampai 0,1 persen.1Di Indonesia preeklampsia berat dan eklampsia merupakan penyebab kematian ibu berkisar 1,5 persen sampai 25 persen, sedangkan kematian bayi antara 45 persen sampai 50 persen. Eklampsia.menyebabkan 50.000 kematian/tahun di seluruh dunia, 10 persen dari total kematian maternal. Kematian preeklampsia dan eklampsia merupakan kematian obsetrik langsung, yaitu kematian akibat langsung dari kehamilan, persalinan atau akibat komplikasi tindakan pertolongan sampai 42 hari pascapersalinan.1Banyak faktor yang menyebabkan meningkatnya insiden preeklamsia pada ibu hamil. Faktor risiko yang dapat meningkatkan insiden preeklampsia antara lain molahidatidosa, nulipara, usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, janin lebih dari satu, multipara, hipertensi kronis, diabetes mellitus atau penyakit ginjal. Preeklampsia/eklampsia dipengaruhi juga oleh paritas, genetik dan faktor lingkungan.2Eklampsia adalah gangguan hipertensi multisistem tidak diketahui penyebabnya pada kehamilan manusia. Hal ini ditandai dengan respon vaskular abnormal dan mengarah ke perubahan fungsional seperti peningkatan resistensi vaskuler sistemik, peningkatan agregasi trombosit, aktivasi sistem koagulasi, dan disfungsi endotel sel. Gejala yang menyertai adalah hasilnya dari vasospasms sistemik, deposisi platelet dan oklusi pembuluh darah yang mengalir ke organ vital.3 Oleh karena itu, pada kehamilan pertama setiap ibu harus waspada. Karena rahim yang untuk pertama kalinya menerima hasil pembuahan, seringkali menimbulkan serangkaian reaksi dan perubahan yang kurang wajar. Kehamilan mesti dipersiapkan sebaik-baiknya secara fisik dan mental. Suami juga perlu dilibatkan sehingga secara kejiwaan ibu dan bayi merasa aman. Karena kematian pada ibu melahirkan sebagian besar disebabkan oleh pendarahan atau eklampsia yang terlambat ditangani, maka pemeriksaan kehamilan secara teratur mutlak dilakukan. Berikut akan disampaikan sebuah laporan kasus pasien dengan P1A0 post sectio caesaria atas indikasi eklamsia yang dirawat di Ruang Nifas RSUD Ulin Banjarmasin.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISIEklampsia berasal dari bahasa Yunani dan berarti halilintar. Kata tersebut dipakai karena seolah-olah gejala-gejala eklampsia timbul dengan tibatiba tanpa didahului tanda-tanda lain. Sekarang kita ketahui bahwa eklampsia pada umumnya timbul pada wanita hamil atau dalam nifas dengan tanda-tanda preeklampsia disertai kejang dan diikuti koma. Dengan pengetahuan bahwa biasanya eklampsia didahului oleh pre-eklampsia, tampak pentingnya pengawasan antenatal yang teliti dan teratur, sebagai usaha untuk mencegah timbulnya penyakit itu.42.2 EPIDEMIOLOGIPreeklampsia/eklampsia adalah gangguan multisistem yang mempersulit 3% -8% kehamilan di negara-negara barat dan merupakan sumber utama morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia. Secara keseluruhan, 10% -15% dari kematian ibu secara langsung berhubungan dengan preeklamsia dan eklamsia. Frekuensi eklampsia bervariasi antara satu negara dan yang lain. Frekuensi rendah pada umumnya merupakan petunjuk tentang adanya pengawasan antenatal yang baik, penyediaan tempat tidur antenatal yang cukup dan penanganan pre-eklampsia yang sempurna. Di negara-negara sedang berkembang frekuensi dilaporkan berkisar antara 0,3% - 0,7%, sedang di negara-negara maju angka tersebut lebih kecil, yaiatu 0,05% - 0,1%.52.3 ETIOLOGISebab eklampsia belum diketahui benar. Salah satu teori yang dikemukakan ialah bahwa eklampsia disebabkan ischemia rahim dan plasenta (ischaemia uteroplacentae).52.4 PATOFISIOLOGIVasokonstriksi merupakan dasar patogenesis preeklampsi-eklampsi. Vasokonstriksi menimbulkan peningkatan total perifer resisten dan menimbulkan hipertensi. Adanya vasokonstriksi juga akan menimbulkan hipoksia pada endotel setempat, sehingga terjadi kerusakan endotel, kebocoran arteriole disertai perdarahan mikro pada tempat endotel. Selain itu Hubel (1989) mengatakan bahwa adanya vasokonstriksi arteri spiralis akan menyebabkan terjadinya penurunan perfusi uteroplasenter yang selanjutnya akan menimbulkan maladaptasi plasenta. Hipoksia/anoksia jaringan merupakan sumber reaksi hiperoksidase lemak, sedangkan proses hiperoksidasi itu sendiri memerlukan peningkatan konsumsi oksigen, sehingga dengan demikian akan mengganggu metabolisme di dalam sel peroksidase lemak adalah hasil proses oksidase lemak tak jenuh yang menghasilkan hiperoksidase lemak jenuh. Peroksidase lemak merupakan radikal bebas. Apabila keseimbangan antara perok-sidase terganggu, dimana peroksidase dan oksidan lebih domi-nan, maka akan timbul keadaan yang disebut stess oksidatif.6 Pada preeklampsi-eklampsi serum anti oksidan kadarnya menurun dan plasenta menjadi sumber terjadinya peroksidase lemak. Sedangkan pada wanita hamil normal, serumnya mengandung transferin, ion tembaga dan sulfhidril yang berperan sebagai antioksidan yang cukup kuat. Peroksidase lemak beredar dalam aliran darah melalui ikatan lipoprotein. Peroksidase lemak ini akan sampai kesemua komponen sel yang dilewati termasuk sel-sel endotel yang akan mengakibatkan rusaknya sel-sel endotel tersebut. Rusaknya sel-sel endotel tersebut akan meng-akibatkan antara lain :6,7 adesi dan agregasi trombosit, gangguan permeabilitas lapisan endotel terhadap plasma terlepasnya enzim lisosom, tromboksan dan serotonin sebagai akibat dai rusaknya trombosit produksi prostasiklin terhenti terganggunya keseimbangan prostasiklin dan tromboksan terjadi hipoksia plasenta akibat konsumsi oksigen oleh peroksidase lema2.5 GEJALA DAN TANDAPada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya pre-eklampsia dan terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan, mual keras, nyeri di epigastrium, dan hiperrefleksia. Bila keadaan ini tidak dikenal dan tidak segera diobati, akan timbul kejangan; terutama pada persalinan bahaya ini besar. Konvulsi eklampsia dibagi dalam 4 tingkat, yaitu :81.Tingkat awal atau aura (Tingkat Invasi). Keadaan ini berlangsung kira-kira 30 detik. Mata penderita terbuka tanpa melihat, kelopak mata bergetar demikian pula tangannya, dan kepala diputar ke kanan atau ke kiri.2.Kemudian timbul tingkat kejangan tonik (Tingkat Kontraksi) yang berlangsung kurang lebih 30 detik. Dalam tingkat ini seluruh otot menjadi kaku, wajahnya kelihatan kaku, tangan menggenggam, dan kaki membengkok ke dalam. Pernapasan berhenti, muka mulai menjadi sianotik, lidah dapat tergigit.3.Stadium ini kemudian disusul oleh tingkat kejangan klonik (Tingkat Konvulsi) yang berlangsung antara 1 2 menit. Spasmus tonik menghilang. Semua otot berkontraksi dan berulang-ulang dalam tempo yang cepat. Mulut membuka dan menutup dan lidah dapat tergigit lagi. Bola mata menonjol. Dari mulut ke luar ludah yang berbusa, muka menunjukkan kongesti dan sianosis. Penderita menjadi tak sadar. Kejang klonik ini dapat demikian hebatnya, sehingga penderita dapat terjatuh dari tempat tidurnya. Akhirnya, kejangan terhenti dan penderita menarik napas secara mendengkur.4.Sekarang ia memasuki tingkat koma. Lamanya ketidaksadaran tidak selalu sama secara perlahan-lahan penderita menjadi sadar lagi, Kalau pasien sadar kembali maka ia tidak ingat sama sekali apa yang telah terjadi, lamanya coma dari beberapa menit sampai berjam-jam, akan tetapi dapat terjadi pula bahwa sebelum itu timbul serangan baru dan yang berulang, sehingga ia tetap dalam koma.Selama serangan tekanan darah meninggi, nadi cepat, dan suhu meningkat sampai 40 derajat Celcius. Sebagai akibat serangan dapat terjadi komplikasi-komplikasi seperti (1) lidah tergigit; perlukaan dan fraktura; (2) gangguan pernapasan; (3) solusio plasenta; dan (4) perdarahan otak. Sebab kematian eklampsia ialah : oedeme paru-paru, apoplexia dan accidosis. Atau pasien mati setelah beberapa hari karena pneumonia aspirasi, kerusakan hati dan gangguan faal ginjal.8,9Kadang-kadang terjadi eklampsia tanpa kejang, gejala yang menonjol adalah koma. Eklampsia semacam ini disebut eclampsia sine eclampsi, dan terjadi pada kerusakan hati yang berat. Pernafasan biasanya cepat dan berbunyi, pada eklampsia yang berat ada cyanosis. Setelah persalinan keadaan pasien berangsur baik, kira-kira dalam 12-24 jam. Juga kalau anak mati di dalam kandungan sering kita lihat bahwa beratnya penyakit akan berkurang. Proteinuri hilang dalam 4-5 hari sedangkan tensi normal kembali kira-kira 2 minggu.102.6 DIAGNOSISDiagnosis eklampsia umumnya tidak mengalami kesukaran. Dengan adanya tanda dan gejala pre-eklampsia yang disusul oleh serangan kejangan seperti telah diuraikan, maka diagnosis eklampsia sudah tidak diragukan. Walaupun demikian, eklampsia harus dibedakan dari (1) epilepsi; dalam anamnesis diketahui adanya serangan sebelum hamil atau pada hamil-muda dan tanda pre-eklampsia tidak ada; (2) kejang karena obat anestesia; apabila obat anestesia lokal tersuntikkan ke dalam vena, dapat timbul kejang; (3) koma karena sebab lain, seperti diabetes, perdarahan otak, meningitis, ensefalitis, uremia, keracunan.112.7 KOMPLIKASIKomplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita pre-eklampsia dan eklampsia. Komplikasi yang tersebut di bawah ini biasanya terjadi pada pre-eklampsia berat dan eklampsia.12,131.Solusio plasenta. Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada pre-eklampsia. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo 15,5% sulusio plasenta disertai pre-eklampsia.2.Hipofibrinogenemia. Pada pre-eklampsia berat Zuspan (1978) menemukan 23% bipofibrinogenemia, maka dari itu penulis menganjurkan pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala.3.Hemolisis. Penderita dengan pre-eklampsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala klinik hemolisis yang dikenal karena ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah ini merupakan kerusakan sel-sel hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan pada autopsi penderita eklampsia dapat menerangkanikterus tersebut.4.Perdarahan otak. Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklampsia.5.Kelainan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai seminggu, dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina; hal ini merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri.6.Edema paru-paru. 7.Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati pada pre-eklampsia-eklampsia merupakan akibat vasopasmus arteriol umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia, tetapi ternyata juga ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnya.8.Sindroma HELLP. Yaitu haemolysis, elevated liver enzymes, dan low platelet count.9.Kelainan ginjal. Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.10.Komplikasi lain. Lidah tergigit, trauma dan frakura karena jatuh akibat kejang-kejang pneumonia aspirasi, dan DIC (disseminated intravascular coogulation).11. Prematuritas, dismaturitas dan kematian jani intra-uterin.

2.8 PROGNOSISEklampsia di Indonesia masih merupakan penyakit pada kehamilan yang meminta korban besar dari ibu dan bayi. Dari berbagai pengumuman, diketahui kematian ibu berkisar antara 9,8% - 25,5% sedangkan kematian bayi lebih tinggi lagi, yakni 42,2% - 48,9%. Sebaliknya, kematian ibu dan bayi di negara maju lebih kecil. Tingginya kematian ibu dan anak di negara-negara yang kurang maju disebabkan oleh kurang sempurnanya pengawasan antenatal dan nata; penderita-penderita eklampsia sering terlambat mendapat pengobatan yang tepat. Kematian ibu biasanya disebabkan oleh perdarahan otak, dekompensasio kordis dengan edema paru-paru, payah-ginjal, dan masuknya isi lambung ke dalam jalan pernapasan waktu kejangan.14 Sebab kematian bayi terutama oleh hipoksia intrauterin dan prematuritas. Berlawanan dengan yang sering diduga, pre-eklampsia dan eklampsia tidak menyebabkan hipertensi menahun. Oleh penulis-penulis tersebut ditemukan bahwa pada penderita yang mengalami eklampsia pada kehamilan pertama, frekuensi hipertensi 15 tahun kemudian atau lebih tinggi daripada mereka yang hamil tanpa eklampsia. Prognosa kurang baik untuk Ibu dan anak. Prognosa bagi multipaara lebih buruk, dipengaruhi juga oleh umur terutama kalau umur melebihi 35 tahun dan juga oleh keadaan waktu masuk Rumah Sakit. Jika diuresis lebih dari 800 cc dalam 24 jam atau 200 cc tiap 6 jam maka prognosa agak baik. Oliguri dan anuri merupakan gejala yang buruk.14,152.9 PENCEGAHANPada umumnya timbulnya eklampsia dapat dicegah, atau frekuensinya dikurangi. Usaha-usaha untuk menurunkan frekuensi eklampsia terdiri atas :161.Meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan agar semua wanita hamil memeriksakan diri sejak hamil-muda;2.Mencari pada tiap pemeriksaan tanda-tanda pre-eklampsia dan mengobatinya segara apabila ditemukan;3.Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke atas apabila setelah dirawat tanda-tanda pre-eklampsia tidak juga dapat dihilangkan.2.10 PENGOBATANTujuan pertama pengobatan eklampsia ialah menghentikan kejang mengurangi vasospasmus, dan meningkatkan diuresis. Dalam pada itu, pertolongan yang perlu diberikan jika timbul kejang ialah mempertahankan jalan pernapasan bebas (Bersihkan mulut yang mungkin berisi bahan-bahan hasil regurgitasi dari lambung, intubasi endotrakeal), menghindarkan tergigitnya lidah (tong spatel dililit dengan kain, penyumbat mulut, dompet), pemberian oksigen, dan menjaga agara penderita tidak mengalami trauma (Kepala pasien diganjal dengan sesuatu: handuk, sweater), Baringkan pasien pada sisi kiri (posisi tredelenburg) untuk mengurangi risiko aspirasi. Untuk menjaga jangan sampai terjadi kejang lagi yang selanjutnya mempengaruhi gejala-gejala lain, dapat diberikan beberapa obat, misalnya :171.Sodium pentothal sangat berguna untuk menghentikan kejang dengan segera bila diberikan secara intravena. Akan tetapi, obat ini mengandung bahaya yang tidak kecil. Mengingat hal ini, obat itu hanya dapat diberikan di rumah sakit dengan pengawasan yang sempurna dan tersedianya kemungkinan untuk intubasi dan resusitasi. Dosis inisial dapat diberikan sebanyak 0,2 - 0,3 g dan disuntikkan perlahan-lahan.172.Sulfas magnesicus yang mengurangi kepekaan saraf pusat pada hubungan neuromuskuler tanpa mempengaruhi bagian lain dari susunan saraf. Obat ini menyebabkan vasodilatasi, menurunkan tekanan darah, meningkatkan diuresis, dan menambah aliran darah ke uterus. Dosis inisial yang diberikan ialah 8 g dalam larutan 40% secara intramuskulus; selanjutnya tiap 6 jam 4g, dengan syarat bahwa refleks patella masih positif, pernapasan 16 atau lebih per menit, diuresis harus melebihi 600 ml per hari; selain intrarnuskulus, sulfas magnesikus dapat diberikan secara intravena; dosis inisial yang diberikan adalah 4 g 40% Mg S04 dalam larutan 10 ml intravena secara pelahan-lahan, diikuti 8 g IM dan selalu disediakan kalsium glukonas 1 g dalam 10 rnl sebagai antidotum. Bahaya sulfas magnesicus ialah dapat melumpuhkan diafragma hingga pasien berhenti bernafas, malahan kontraksi jantung berhenti. Maka untuk menjauhi bahaya tersebut di atas sebelum menyuntikkan sulfas magnesicus harus diperiksa : refleks lutut dan pernafasan tidak boleh < 16 x/menit. Sebagai antidotum selalu harus tersedia gluconas calcicus 1 gr dalam 10 cc dan bantu dengan ventilator.183.Lyric cocktail yang terdiri atas petidin 100 mg, kiorpromazin 100 mg, dan prometazin 50 mg dilarutkan dalam glukosa 5% 500 ml dan diberikan secara infus intravena. jumlah tetesan disesuaikan dengan keadaan dan tensi penderita. Maka dari itu, tensi dan nadi diukur tiap 5 menit dalam waktu setengah jam pertama dan bila keadaan sudah stabil, pengukuran dapat dijarangkan menurut keadaan penderita.17Di sini ditekankan bahwa pemberian obat-obat tersebut disertai dengan pengawasan yang teliti dan terus-menerus. Jumlah dan waktu pemberian obat disesuaikan dengan keadaan penderita pada tiap-tiap jam demi keselamatannya dan sedapat-dapatnya juga demi keselamatan janin dalam kandungan. Sebelum diberikan obat penenang yang cukup, maka penderita eklampsia harus dihindarkan dari semua rangsang yang dapat menimbulkan kejang, seperti keributan, injeksi, atau pemeriksaan dalam.18Penderita dirawat dalam kamar isolasi yang tenang, tekanan darah, nadi, pernapasan dicatat tiap 30 menit pada suatu kertas grafik; suhu dicatat tiap jam secara rektal. Bila penderita belum melahirkan, dilakukan pemeriksaan obstetrik untuk mengetahui saat permulaan atau kemajuan persalinan. Untuk melancarkan pengeluaran sekret dari jalan pernapasan pada penderita dalam koma penderita dibaringkan dalam letak Trendelenburg dan selanjutnya dibalikkan ke sisi kiri dan kanan tiap jam untuk menghindarkan dekubitus. Alat penyedot disediakan untuk membersihkan jalan pernapasan, dan oksigen diberikan pada sianosis. Dower catheter dipasang untuk mengetahui diuresis dan untuk menentukan protein dalam air kencing secara kuantitatif. Balans cairan harus diperhatikan dengan cermat. Pemberian cairan disesuaikan dengan jumlah diuresis dan air yans hilang melalui kulit dan paru-paru; pada umumnya dalam 24 jam diberikan 2000 nil. Balans cairan dinilai dan disesuaikan tiap 6 jam.19Kalori yang adekuat diberikan untuk menghindarkan katabolisme jaringan dan asidosis. Pada penderita koma atau kurang sadar pemberian kalori dilakukan dengan infus dekstran, glukosa 10%, atau larutan asam amino, seperti Aminofusin. Cairan Yang terakhir ini, selain mengandung kalori cukup, juga berisi asam amino yang diperlukan.19, 20 Perawatan Aktif Pengobatan Medisinal1) Segera rawat di ruangan yang terang dan tenang (ICU), terpasang infus Dx/RL dari IGD.2) Total bed rest dalam posisi lateral decubitus.3) Diet cukup protein, rendah KH-lemak dan garam.4) Antasida.5) Anti kejang:1. Sulfas Magnesikus (MgSO4)Syarat: Tersedia antidotum Ca. Glukonas 10% (1 amp/iv dalam 3 menit). Reflek patella (+) kuat, Rr > 16 x/menit, tanda distress nafas (-), Produksi urine > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya.Cara Pemberian:Loading dosesecara intravenas: 4 gr/MgSO4 20% dalam 4 menit, intramuskuler: 4 gr/MgSO4 40% gluteus kanan, 4 gr/ MgSO4 40% gluteus kiri. Jika ada tanda impending eklampsi LD diberikan iv+im, jika tidak ada LD cukup im saja. Maintenance dosediberikan 6 jam setelah loading dose, secara IM 4 gr/MgSO4 40%/6 jam, bergiliran pada gluteus kanan/kiri.Penghentian SM :Pengobatan dihentikan bila terdapat tanda-tanda intoksikasi, setelah 6 jam pasca persalinan, atau dalam 6 jam tercapai normotensi.1. Diazepam: digunakan bila MgSO4 tidak tersedia, atau syarat pemberian MgSO4 tidak dipenuhi. Cara pemberian: Drip 10 mg dalam 500 ml, max. 120 mg/24 jam. Jika dalam dosis 100 mg/24 jam tidak ada pemberian, alih rawat R. ICU.6) Diuretika Antepartum: manitolPostpartum: Spironolakton (non K release), Furosemide (Krelease). Indikasi: Edema paru-paru, gagal jantung kongestif, Edema anasarka7) Anti hipertensiIndikasi: T > 180/110 Diturunkan secara bertahap. Alternatif: antepartumAdrenolitik sentral:- Dopamet 3X125-500 mg.- Catapres drips/titrasi 0,30 mg/500 ml D5 per 6 jam : oral 3X0,1 mg/hari.Post partumACE inhibitor: Captopril 2X 2,5-25 mg dan Ca Channel blocker: Nifedipin 3X5-10 mg.8) Kardiotonika , Indikasi: gagal jantung9) Lain-lain:Antipiretika, jika suhu >38,5 CAntibiotika jika ada indikasiAnalgetikaAnti Agregasi Platelet: Aspilet 1X80 mg/hari Syarat: Trombositopenia (8, setelah 3 menit tx. Medisinal.b) Sectio Caesaria, Syarat: kontraindikasi oxytocin drip 12 jam OD belum masuk fase aktif.2) Sudah inpartuKala IFase aktif: 6 jam tidak masuk f. aktif dilakukan SC. Fase laten: Amniotomy saja, 6 jam kemudian pembuatan belum lengkap lakukan SC (bila perlu drip oxytocin).Kala IIPada persalinan pervaginam, dilakukan partus buatan VE. Untuk kehamilan < 37 minggu, bila memungkinkan terminasi ditunda 2X24 jam untuk maturasi paru janin.Perawatan konservatifPerawatan konservatif kehamilan preterm 24 jam tidak ada perbaikan, harus diterminasi. Jika sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan, diberikan SM 20% 2 gr/IV dulu. Penderita pulang bila: dalam 3 hari perawatan setelah penderita menunjukkan tanda-tanda PER keadaan penderita tetap baik dan stabil.

BAB IIILAPORAN KASUS

A. IdentitasNama: Ny. PSNama suami: Tn. DSUmur: 21 tahunUmur: 25 tahunAgama: IslamAgama: IslamSuku: BanjarSuku: BanjarPendidikan: SMPPendidikan: SMPPekerjaan: IRTPekerjaan: PedagangAlamat : Jl. Sungai Andai Bawang Merah, BanjarmasinMRS tanggal: 11 Agustus 2015 pukul 22.00 WITAB. Anamnesis1. Keluhan utama : Kejang2. Riwayat penyakit sekarang :Pasien merupakan rujukan dari RSUD Anshari Saleh Banjarmasin dengan diagnosis G1P0A0 38-39 minggu presentasi kepala belum inpartu TBJ 3000 gr + eklampsia. Orang tua pasien memberitahu bahwa sebelum kejang anaknya muntah sebanyak 2x dan disertai penglihatan kabur mendadak secara kemudian diikuti kejang pada daerah wajah khususnya didaerah mulut kemudian disusul pada kejang pada seluruh tubuh, tubuh tampak kaku dengan posisi kedua lengan bengkok. Saat kejang mata pasien melotot ke atas kemudian menutup saat kejang pasien tidak sadar, kejang terjadi selama 2 menit. Setelah kejang pasien nampak lelah dan tidak menyadari sebelumnya mengalami kejang. Riwayat kejang sebelumnya disangkal. Pasien tidak mengeluhkan keluar lendir darah selama kehamilan dan tidak ada merasa kencang-kencang pada daerah perut. Riwayat ANC sebanyak 3x di Puskesmas dikatakan normal. 3. Riwayat Penyakit dahulu :Pasien mengaku tidak pernah sakit Hipertensi, epilepsi, diabetes Melitus, dan Astma sebelumnya4. Riwayat penyakit keluarga :Ibu pasien mengaku tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit serupa, tekanan darah tinggi, epilepsi, asma maupun kencing manis. 5. Riwayat HaidMenarce umur 13 tahun, siklus haid 27 hari, lama 7 hari HPHT: 11 November 2014 TP : 18 Agustus 20156. Riwayat perkawinan Pasien menikah 1 kali, selama 1 tahun7. Riwayat Obstetri Hamil ini/2015

C. Pemeriksaan Fisik1. Status presentKeadaan umum : Tampak sakit sedangKesadaran: Compos mentis, GCS 4-5-6Tinggi badan: 160 cmBerat badan: 65 kgBMI: 25,4 Tanda vital: TD : 150/90 mmHg Nadi: 100 kali/menit RR: 20 kali/menit T: 36,6 oCKulit : Turgor kulit baik, Kelembapan cukupKepala/leher: Kepala : Bentuk normalMata : Mata tidak cekung, Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, palpebrae tidak edem, pupil isokor, refleks cahaya +/+.Telinga : Bentuk normal, tidak ada cairan yang keluar dari telinga, tidak ada ganguan pendengaran.Hidung: Bentuk normal, tidak tampak deviasi septum, tidak ada sekret, tidak ada epistaksis, tidak ada pernapasan cuping hidung.Mulut: Bibir dan mukosa tidak anemis, bibir sedikit kering perdarahan gusi tidak ada, tidak ada trismus, tidak ada pembesaran atau radang pada tonsil, lidah tidak ada kelainan.Leher: Tidak ada kaku kuduk, tidak tampak pembesaran kelenjar getah bening dan tiroid, tidak ada pembesaran JVP.Thoraks :Paru Inspeksi : bentuk normal, gerakan simetris dan ICS tidak melebar.Palpasi: fremitus raba +/+ simetris, tidak ada nyeri tekan.Perkusi: sonor +/+Auskultasi: Vesikuler, tidak ada ronkhi atau wheezing. Jantung Inspeksi: iktus kordis tidak tampak Palpasi: tidak teraba thrill. Perkusi: batas jantung normal, ICS V LMK kiri dan ICS II LPS kanan. Auskultasi: S1 dan S2 tunggal, bising jantung tidak ada.Abdomen : Lihat status ginekologiEkstrimitas : Atas: Akral hangat (+/+/+/+), edema (-/-/-/-), gerak normal, nyeri gerak (-/-/-/-)Bawah: Akral hangat (+/+/+/+), edema (-/-/-/-), gerak normal, nyeri gerak (-/-/-/-).2. Status ObstetrikInspeksi: Perut tampak cembungPalpasi: Leopold I : TFU : 31 cm, 3 jari dibawah proc. xypoideus Leopold II: Punggung kiriLeopold III: Presentasi kepalaLeopold IV: Sudah masuk PAPTBJ: 3000 grHIS: -Auskultasi: DJJ: 146x/mPemeriksaan dalam: Portio: Lunak Arah: Anterior Pembukaan: 0 cm Kulit ketuban: + Bagian terbawah : Kepala Penurunan: Hodge I Petunjuk: UUKPemeriksaan Panggul: Promontorium : Tidak teraba Spina Ischiadica : menonjol Linea Innom : Tidak teraba Dinding samping: Sejajar Kesan : Luas

D. Pemeriksaan penunjangHasil LaboratoriumPemeriksaan11/8/2015Nilai Normal

HEMATOLOGI

Hemoglobin11,0 g/dl12,00-16,00 g/dl

Lekosit14,6 ribu/ul4,0-10,5/ul

Eritrosit4,05 juta/ul3,50-5,50 juta/ul

Hematokrit34,6 vol %37,00-47,00 vol%

Trombosit234 ribu/ul150-450 ribu/ul

RDW-CV13,2 %11,5-14,7 %

MCV85,680,00-97,00

MCH27,127,0-32,0

MCHC31,732,0-38,0

PROTHROMBIN TIME

PT9,1 detik9,9-13,5 detik

Kontrol normal PT11,4 detik

INR0,81

APTT20,3 detik22,2-37,0 detik

Kontrol normal APTT26,1 detik

GULA DARAH

GDS88 mg/dl 160/100 mmHg

Follow Up PagiTanggal 12/8/2015 Pukul 06.00 WITAS) Nyeri luka post op (+)O) STU: CMTD: 110/60mmHgRR: 20x/menitUO : 600cc/12jamN: 81x/menitT: 36,8 cA) P1A0 Post SC a/i eklampsia Hr-0P) PuasaIVFD RD5 1500 cc/24 jamInj Magnesium Sulfas lanjutkan 1gr/jam s/d 24 jam post op (pkl 02.00 tgl 13/8/15)Inj Ceftriaxon 2x1 gr (H1)Inj Vit C 3x1 apInj Alinamin 3x1 ampInj Ketorolac 3x1 ampCek DL post operation bila Hb < 8 g/dl pro transfsiNifedipin 3x10 mg bila TD > 160/100 mmHgHasil Lab tanggal 12/8/2015Pemeriksaan12/8/2015Nilai Normal

HEMATOLOGI

Hemoglobin9,1 g/dl12,00-16,00 g/dl

Lekosit17,7 ribu/ul4,0-10,5/ul

Eritrosit3,31 juta/ul3,50-5,50 juta/ul

Hematokrit28 vol %37,00-47,00 vol%

Trombosit198 ribu/ul150-450 ribu/ul

RDW-CV13,7 %11,5-14,7 %

MCV84,7 fl80,00-97,00 fl

MCH27,4 pg27,0-32,0 pg

MCHC32,5 fl32,0-38,0 fl

Gran%70,3 %50,0-70,0 %

Limfosit%11,3 %25,0-40,0 %

MID%18,4 %4,0-11,0 %

Gran#12,40 rb/ul2,50-7,00 rb/ul

Limfosit#2,0 rb/ul1,25-4,0 rb/ul

MID#3,3 rb/ul

Follow Up PagiTanggal 13/8/2015 Pukul 06.00 WITAS) Nyeri post op (+) , Makan/minum (+/+)O) STU: CMTD: 100/70RR: 20x/menitUO : 1900 cc/24jamN: 86x/menitT: 36,7c STO: TFU1 jari dibawah pusat, kontraksi uterus baik, fluxus (-)A) P1A0 Post SC a/i eklampsia Hr-1P) IVFD RD5 1500 cc/24 jamInj Magnesium Sulfas lanjutkan 1gr/jam s/d 24 jam post op (pkl 02.00 tgl 13/8/15)Inj Ceftriaxon 2x1 gr (H2)Nifedipin 3x10 mg bila TD > 160/100 mmHgAs mefenamat 3x500 mgSF 2x1 tabMinum Max 1000cc/24 jamMonitoring keluhan/vital sign/kontaksi uterus/balance cairanRencana pindah Ruang Cempaka

Tanggal 14/8/2015 S) keluhan (-)O) STU: CMTD: 110/70RR: 20x/menitUO : 2000cc/24jamN: 78x/menitT: 36,7cA) P1A0 Post SC a/i eklampsia Hr-2P) Diet TKTP Inj Ceftriaxon 2x1 gr (Hr 3) Nifedipin 3x10 mg bila TD > 160/100 mmHg As mefenamat 3x500 mg SF 2x1 tab Minum Max 1000cc/24 jam Kateter DC Monitoring keluhan/vital sign/kontaksi uterus/balance cairan Lepas DC dan Infus Rencana BLPL bila kondisi baik

Tanggal 15/8/2015 S) keluhan (-)O) STU: CMTD: 110/70RR: 20x/menitN: 78x/menitT: 36,7cA) P1A0 Post SC a/i eklampsia Hr-3P) Diet biasa Cefadroxil 3x500mg Nifedipin 3x10 mg bila TD > 160/100 mmHg As mefenamat 3x500 mg SF 2x1 tab Higien kebersihan tubuh

BAB IVDISKUSI

Dari anamnesis, pemeriksaan fisik obstetrik serta pemeriksaan penunjang berupa darah rutin dan urinalisa, maka pasien ini didiagnosis dengan G1P0A0 38-39 minggu presentasi kepala belum inpartu TBJ 3000 gr + eklamsia. Dari alloanamnesis diperoleh dari orang tua pasien bahwa anaknya kejang-kejang, sebelum kejang anaknya muntah sebanyak 2x dan penglihatan kabur mendadak kemudian diikuti kejang di daerah mulut kemudian disusul pada kejang pada seluruh tubuh, tubuh tampak kaku dengan posisi kedua lengan bengkok. Saat kejang mata pasien melotot kemudian menutup saat kejang pasien tidak sadar, kejang terjadi selama 2 menit. Pasien tidak mengeluhkan keluar lendir darah selama kehamilan dan tidak ada merasa kencang-kencang pada daerah perut. Dari hasil anamnesis setelah kejang pasien nampak lelah dan tidak menyadari sebelumnya mengalami kejang. Pasien sebelumnya hanya memeriksakan kandungannya di Puskesmas dekat rumahnya sebanyak 3 kali dan tidak didapatkan hipertensi baik sebelum maupun selama kehamilan. Namun pada saat usia kehamilan 33-39 minggu pasien tidak pernah lagi memeriksakan kehamilannya. Kemudian dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah pada saat datang ke RSUD Ulin 150/90 dan dari hasil pemeriksaan laboratorium urinalisa didapatkan protein albumin 2+. Dari hasil anamnesis maupun alloanemnesis didapatkan penglihatan kabur mendadak disertai kejang tonik klonik, gejala-gejala eklampsia timbul dengan tiba-tiba sesuai dengan namanya eklampsia yang berarti halilintar dan pada pemerksaan fisik dan penunjang didapatkan hipertensi saat usia kehamialan > 20 minggu serta hasil urinalisa didapatkan protein albumin 2+ sebagai akibat kerusakan sel glomerulus dan peningkatan permeabilitas membran basalis akibat perubahan fungsi sistem dan organ pada penderita preeclampsia/eclampsia. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada laboratorium darah lainnya seperti fungsi hati, fungsi ginjal, gula darah, dan elektrolit dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan kejang akibat penyakit lain dan komplikasi pada organ lainnya didapatkan keadaan dalam batas normal. Sehingga dapat ditegakkan diagnosis eklampsia. Pada saat datang ke RSUD Ulin Ruang VK Bersalin sedang hamil G1P0A0 dari pemeriksaan status obstetri tampak perut cembung, palpasi leopold I s/d IV didapatkan TFU 31 cm, 3 jari dibawah proc xypoideus, punggung kiri, presentasi kepala, dan sudah masuk PAP. Dari auskultasi DJJ 146x/m dan pemeriksaan dalam tidak ditemukan pembukaan, ketuban (+), portio lunak, arah anterior sedangkan dari pemeriksaan panggul didapatkan kesan panggul luas. Kemudian pasien direncanakan terminasi kehamilan dengan sectio caesaria pada pukul 00.50 WITA. Pukul 01.00 lahir bayi perempuan BB 2900 gr PB 49 cm nafas spontan dengan AS 7-8-9.Perawatan dasar eklampsia yang utama ialah terapi suportif untuk stabiliasi fungsi vital yaitu airways, breathing, circulation, mengatasi dan mencegah kejang, mengatasi hipoksemia dan asidemia mencegah trauma pada saat pasien kejang, mengendalikan tekanan darah pada saat krisis hipertensi, dan melahirkan janin. Pemberian oksigen 6 lpm masker pada pasien ini untuk menjaga patensi jalan nafas dan distribusi oksigen setelah kejang. Kemudian pasien dipasang jalur IV line dan pemasangan DC kateter yang bertujuan untuk monitoring input cairan berupa 5% ringer dextrose 500c/24 jam. Kemudian pasien diberikan magnesium sulfat, yaitu 4 gr MgSO4 dilarutka kedalam, diberikan bolus secara IV dalam 5 menit, bila masih kejang diulang setelah 15-30 menit dengan dosis 2 gr bolus IV. Diteruskan dosis lanjutan 10 gr MgSO4 dilarutkan dalam 500 ml RL/D5%, diberikan secara drip IV 20-24 tetes/menit. Pemberian MgSO4 bertujuan menghambat kadar aetilkolin pada rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuskular. Ytransmisi neuromuskular membutuhkan sinaps. Pada pemberian MgSO4 akan menggeser Ca, sehingga aliran rangsangan tidak terjadi. Kemudian pasien mendapatkan terapi post operation berupa ceftriaxon, alinamin, vit C, dan ketorolac yang bertujuan sebagai profilaksis setelah operasi agar luka post operasi cepat menutup dan mengurangi nyeri post opSetelah perawatan dan operasi hari keempat di ruang tulip 2C pasien sudah diperbolehkan pulang dalam kondisi ibu dan bayi stabil.

BAB IVPENUTUP

Telah disampaikan laporan kasus wanita umur 21 tahun dengan diagnosa P1A0 Post SC a/i eklampsia. Pada wanita ini didapatkan keluhan kejang disertai muntah dan penglihatan kabur mendadak kemudian diikuti kejang pada daerah mulut kemudian disusul pada kejang pada seluruh tubuh dan dari hasil pemeriksaan laboratorium urinalisa didapatkan protein albumin 2+. Awalnya pasien masuk ke ruang VK beralin RSUD ulin dengan diagnosa G1P0A0 38-39 minggu presentasi kepala belum inpartu TBJ 3000 gr + eklamsia, pada perjalanannya pasien telah diputuskan untuk dilakukan sectio caesaria. Keadaan umum pasien telah diperbaiki dan kejang pasien telah teratasi. Lalu pasien di pulangkan pada tanggal 15/8/2015 dengan kondisi stabil bersama bayinya dan bebas dari kejang.

34