fermentasi substrat padat fermentasi kecap_yulia m s_12.70.0129_f3
DESCRIPTION
Kecap merupakan produk fermentasi cair dari kedelai hitamTRANSCRIPT
-
1. HASIL PENGAMATAN Hasil pengamatan uji sensori terhadap proses fermentasi kecap manis dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Uji Sensori Fermentasi Kecap Manis
Kel Bahan dan Perlakuan Aroma Warna Rasa Kekentalan F1 kedelai hitam + 0,5%
inokulum komersial tempe + 1 gram cengkeh
+ ++ +++ ++
F2 kedelai putih + 0,75% inokulum komersial
tempe + 1 gram cengkeh
++ ++ ++ +++
F3 kedelai hitam + 0,75% inokulum komersial
tempe + 1 batang serai
+++ +++ +++ +++
F4 kedelai putih + 1% inokulum komersial
tempe + 1 batang serai
+++ +++ +++ ++
F5 kedelai hitam + 1% inokulum komersial tempe + 1 biji pala
+++ ++ +++ +++
Keterangan : Aroma: Warna: Rasa: Kekentalan: + : kurang kuat + : kurang hitam + : kurang kuat + : kurang kental ++ : kuat ++ : hitam ++ : kuat ++ : kental +++ : sangat kuat +++ : sangat hitam +++ : sangat kuat +++ : sangat kental
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa seiring dengan penambahan inokulum aroma yang
dihasilkan akan semakin kuat. Untuk warna yang dihasilkan, masing-masing kelompok
menghasilkan warna yang berbeda yaitu berkisar antara antara hitam dan sangat hitam. Pada rasa
dihasilkan parameter rasa yang kuat untuk kelompok 2 dan sangat kuat untuk kelompok lainnya.
Kekentalan yang dihasilkan juga berbeda-beda dan berkisar antara kental dan sangat kental.
1
-
2. PEMBAHASAN
Kecap adalah jenis bahan pangan cair hasil dari fermentasi kedelai. Kecap dapat dibuat melalui
tiga cara pembuatan yaitu fermentasi, hidrolisa asam, dan kombinasi antara keduanya (fermentasi
dan hidrolisa asam) (Purwoko & Noor,2007). Pada praktikum kecap kali ini, proses pembuatan
kecap dilakukan dengan metode fermentasi. Prinsip utama dari proses pembuatan kecap secara
fermentasi adalah penguraian karbohidrat, lemak, dan protein menjadi bagian yang lebih sederhana
lagi yaitu monosakarida, asam lemak, dan asam amino (Purwoko & Noor,2007). Pemecahan
senyawa-senyawa ini menyebabkan kecap mudah diserap oleh tubuh karena memiliki berat
molekul yang rendah (Rahayu et al,2005).
Bahan utama dalam pembuatan kecap dalam praktikum kali ini adalah kedelai hitam dan kedelai
kuning. Untuk kelompok 1,3, dan 5 menggunakan kedelai hitam sedangkan kelompok 2 dan 4
menggunakan kedelai kuning. Meskipun bahan baku pembuatan kecap adalah kedelai hitam,
namun tidak menutup kemungkinan jika kecap dibuat dari kedelai kuning. Pada aplikasinya di
pasar, kedelai kuning biasanya hanya digunakan sebagai bahan dasar untuk membuat produk
pangan turunan seperti tempe. Namun dalam praktikum ini kami ingin membandingkan pula
perbedaan jenis kedelai terhadap mutu kecap yang dihasilakn. Kedelai digunakan sebagai bahan
baku pembuatan kecap karena kedelai memiliki kandungan protein yang tinggi yaitu berkisar
antara 40% (Purwoko & Noor,2007).
2.1. Cara Kerja Pada tahap persiapan, mula-mula kacang kedelai yang masih memiliki kulit ari direndam dalam
air sampai seluruh bagian kacang terendam seluruhnya selama 12 jam. Setelah kedelai mekar,
kedelai kemudian dicuci dan ditiriskan hingga kering. Kedelai kemudian direbus dengan air
sampai merendam kedelai hingga matang (10 menit) lalu ditiriskan hingga kering. Menurut
Rahayu et al (2007) proses perendaman kedelai selama 12 jam berfungsi untuk menghidrasi air
agar masuk ke dalam biji sehingga menyebabkan kedelai membesar dan lebih lunak serta akan
mempersingkat waktu pemasakan/perebusan kedelai. Menurut Tortora et al (2005) proses
perebusan berfungsi untuk melunakkan kulit ari pada biji kedelai sehingga mudah dipisahkan.
2
-
3
Selain itu, proses perebusan akan merusak protein inhibitor, menginaktivasi zat-zat antinutrisi,
menghilangkan bau langu, serta membunuh mikroorganisme kontaminan.
Kedelai yang telah direbus kemudian dikeringkan diatas tampah dan diletakkan di dalam besek
yang sudah dialasi daun pisang. Kedelai ini harus benar-benar kering karena menurut Atlas (1984)
apabila kedelai tidak benar-benar kering, kedelai dapat dengan mudah ditumbuhi mikroorganisme
kontaminan yang lain seperti Mucor sp. Kedelai dalam tampah juga harus benar-benar dingin
sebelum ditambahkan ragi untuk menghindari tidak tumbuhnya kultur akibat suhu kedelai yang
panas. Kedelai dalam besek kemudian ditambahkan dengan inokulum dengan jumlah yang
berbeda untuk setiap kelompoknya. Banyaknya inokulum yang digunakan tiap kelompok adalah
0,5% untuk F1, 0,75% untuk F2 dan F3, serta 1% untuk F4 dan F5. Setelah ditambah inokulum,
besek ditutup dan diinkubasi selama 3 hari dalam suhu ruang. Menurut Purwoko & Noor (2007),
proses fermentasi kecap terdiri dari 2 tahap yaitu fermentasi padat (koji/tempe) dan fermentasi cair
(fermentasi moromi). Tahap pemberian inokulum pada praktikum diatas merupakan tahap
fermentasi padat/koji.
Pada fermentasi koji, kapang yang digunakan adalah Aspergillus sp dan Rhizopus sp. Fermentasi
padat memerlukan waktu inkubasi selama 3-5 hari. Oleh karena itu dalam praktikum ini, proses
fermentasi dilakukan selama 3 hari. Hasil fermentasi padat disebut koji/tempe jika menggunakan
Aspergillus sp dan disebut tempe jika menggunakan Rhizopus (Purwoko & Noor,2007). Proses
inkubasi yang dilakukan pada suhu ruang juga sesuai dengan pendapat yang diungkapkan Wu et
al (2009) bahwa suhu yang sesuai untuk proses inkubasi kapang pada fermentasi kecap adalah 25-
45oC (kisaran pada suhu ruang).
Selama tahap fermentasi koji, Aspergillus oryzae akan menghasilkan berbagai macam enzim yaitu
enzim amilase, glutaminase, dan galaktosidase (Rahayu et al,2005). Dalam fermentasi ini, enzim
akan menghidrolisa bahan baku menjadi lebih sederhana. Enzim akan menghidrolisa protein
menjadi peptide dan asam amino serta menghidrolisa pati menjadi gula sederhana. Hasil hidrolisa
inilah yang akan digunakan oleh yeast komersial dan bakteri untuk tumbuh pada tahap selanjutnya
(moromi) (Wu et al,2009).
-
4
Hasil dari proses fermentasi tahap 1 adalah koji/tempe berupa kacang kedelai yang telah dilapisi
oleh miselium berwarna putih. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap semua kelompok, tempe
hasil fermentasi berhasil dan tidak terkontaminasi karena dihasilkan kacang kedelai dengan
miselium putih. Menurut Santoso (1994), semakin banyak ragi yang ditambahkan maka akan
semakin banyak jumlah miselium yang terbentuk pada permukaan kedelai. Dalam proses
fermentasi koji, hasil dapat terkontaminasi karena kondisi mendukung pertumbuhan
mikroorganisme kontaminan, proses yang kurang higenis, kontaminasi setelah perebusan, serta
kontaminasi dari peralatan yang kurang bersih. Suhu inkubasi juga harus dijaga karena semakin
tinggi suhu akan memungkinkan terjadinya kontaminasi (Sumague et al,2008).
Gambar 1. Pemotongan kedelai Gambar 2. Kedelai yang dikeringkan
Setelah selesai tahap persiapan (fermentasi koji), kedelai yang sudah dipotong kecil-kecil
kemudian dikeringkan dalam dehumidifier selama 2-4 jam. Setelah kering, kedelai dimasukkan ke
dalam toples dan direndam larutan garam sebanyak 20% selama 1 minggu. Menurut Purwoko &
Noor (2007) fermentasi tahap moromi dilakukan dengan cara perendaman tempe dalam larutan
garam dengan konsentrasi 20-30%. Selama 1 minggu, larutan moromi harus dijemur sambil
sesekali diaduk selama 1 jam setiap harinya. Proses pengadukan sendiri merupakan proses aerasi
(penambahan oksigen) yang bertujuan untuk menumbuhkan yeast karena pertumbuhan yeast
membutuhkan pasokan oksigen (aerob). Apabila tidak dilakukan proses pengadukan,
pembentukan flavor khas kecap akan berjalan lambat sehingga dihasilkan flavor yang tidak
disukai. Proses fermentasi moromi akan efektif bila dilakukan pada suhu 25-45oC. Oleh karena
itu, dilakukan penjemuran dalam praktikum ini untuk meningkatkan suhu. Semakin tinggi suhu
fermentasi maka akan menyebabkan warna yang dihasilkan dari larutan garam akan semakin gelap
(Wu et al,2009).
-
5
Pada tahap moromi, terdapat 3 jenis mikroorganisme yang berperan yaitu kapang Candida sp,
yeast Zygosacharomyces rouxii, dan baketri Pediococcus halophilus. Pada tahap ini,
Zygosacharomyces rouxii akan mengubah gula menjadi alkohol dalam keadaan aerobik dan
anaerobik. Semakin tinggi jumlah etanol yang dihasilkan maka akan meningkatkan jumlah
Candida sp (yeast) yang akan berperan dalam pembentukan aroma kecap karena memproduksi
senyawa fenolik 4-etilguaiakol (Wu et al,2009).
Gambar 3. Fermentasi Moromi
Menurut Rahayu et al (2005), penambahan larutan garam selama fermentasi moromi adalah untuk
mencegah mikroorganisme yang tidak dikehendaki serta sebagai media pengawet dan pemberi cita
rasa asin. Selain itu penambahan garam juga dapat menghilangkan rasa pahit yang timbul akibat
pemecahan protein oleh enzim protease. Berdasarkan jurnal, waktu yang dibutuhkan untuk
fermentasi moromi berkisar antara 14-28 hari. Namun pada praktikum kali ini dilakukan
fermentasi hanya selama 7 hari/1 minggu. Hasil dari fermentasi moromi tersebut kemudian
diasring untuk memisahkan air dari kedelai hingga didaptkan volum sebesar 250 ml. Kecap
kemudian dimasak bersamaan dengan 750 ml air, 20 gram kayu manis, 3 gram ketumbar, 1 jentik
laos, 1 biji bunga pekak, dan 1 kg gula jawa. Bahan kemudian ditambahkan 1 gram cengkeh untuk
kelompok 1 dan 2, 1 buah daun sereh untuk kelompok 3 dan 4, serta 1 buah pala untuk kelompok
5. Hasil pemasakan kemudian disensori meliputi aroma, warna, rasa, dan kekentalan.
Gambar 4. Pemerasan Gambar 5.Pemasakan Gambar 6. Penambahan Bumbu
-
6
2.2. Aroma Menurut Astawan & Astawan (1991), aroma spesifik dari kecap ditentukan oleh jenis bumbu
tambahan yang ditambahkan ke dalamnya selama pemasakan. Hasil pengamatan menunjukkan
bahwa semakin banyak jumlah inokulum yang ditambahkan maka aroma yang dihasilkan akan
semakin kuat. Selain dari bumbu yang ditambahkan, aroma dapat berasal dari proses pemecahan
senyawa kompleks dalam bahan menjadi sederhana oleh enzim yang dihasilkan oleh kapang
selama proses fermentasi koji/tempe (Astawan & Astawan,1991). Berdasarkan pendapat tersebut,
dapat disimpulkan bahwa hasil yang didapatkan sesuai karena semakin banyak jumlah inokulum
yang ditambahkan maka akan semakin banyak senyawa yang dipecahkan sehingga aroma yang
timbul akan semakin kuat.
Selain itu, diungkapkan oleh Rahayu et al (2005) jika aroma kecap yang dihasilkan akan semakin
kuat seiring dengan bertambah lamanya waktu fermentasi. Proses pemasakan juga ikut
berkontribusi penting dalam penghasilan aroma pada produk kecap. Selama pemanasan akan
terjadi reaksi kimia yang menghasilkan nitrogen (kadaverin, arginine, histidine, ammonia, dan
putresin) yang akan membentuk senyawa garam dan bereaksi dengan asam glutamate. Hasil reaksi
antara garam dan glutamate akan menghasilkan aroma kecap yang enak atau gurih (Tortora et
al,1995). Selain itu ditambahkan pula oleh Wong et al (2008) bahwa flavor yang terbentuk
dipengaruhi oleh kadar asam amino dan gula, pH, suhu, waktu, kadar air, oksigen, medium reaksi,
serta kandungan sulfur dioksida dan fosfat.
2.3. Warna Pada proses pemasakan, terlebih dahulu dilakukan penambahan gula jawa yang menurut Kasmidjo
(1990) berfungsi untuk menghasilkan warna coklat karamel pada produk yang dihasilkan. Menurut
Rahayu (2005), terbentuknya warna pada kecap disebabkan oleh adanya reaksi pencoklatan
(browning) yang terjadi akibat interaksi antara gula (dari gula jawa) dengan asam amino hasil dari
bahan baku yang biasa disebut dengan reaksi Maillard. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan
kecap untuk semua kelompok dimana warna yang dihasilkan adalah coklat kehitaman baik hitam
maupun sangat hitam. Penambahan ragi tidak begitu memberikan pengaruh pada warna kecap
yang dihasilkan. Hal ini karena ragi bekerja optimum selama tahap fermentasi koji sedangkan
warna mulai terbentuk pada proses moromi dan setelah proses moromi. Perbedaan intensitas warna
-
7
kecap dapat terjadi akibat perbedaan suhu dan lama pemasakan. Semakin lama pemasakan maka
kecap akan semakin pekat dan berwarna hitam (Astawan & Astawan,1991).
2.4. Rasa Faktor yang mempengaruhi pembentukan rasa pada kecap antara lain disebabkan oleh enzim yang
dihasilkan oleh kapang. Enzim tersebut akan memecah substrat menjadi senyawa terlarut.
Senyawa terlarut yang dihasilkan kemudian berkontribusi pada rasa kecap. Selain itu, rasa kecap
juga dipengaruhi oleh jenis bumbu yang ditambahkan serta penambahan gula jawa. Penambahan
bumbu yang berbeda akan menghasilkan rasa kecap yang berbeda. Bakteri asam laktat akan
tumbuh pada awal fermentasi dan akan menghasilkan asam laktat yang menyebabkan penurunan
pH. Terbentuknya rasa pada kecap juga dipengaruhi oleh pertumbuhan bakteri asam laktat.
Penurunan pH fermentasi juga akan menstimulasi tumbuhnya yeast yang berperan dalam
pembentukan rasa kecap (Rahayu et al., 2005).
Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh bahwa rasa kecap yang dihasilkan oleh kelompok 2
adalah kuat sedangkan kelompok lainnya sangat kuat. Kasmidjo (1990) yang mengatakan bahwa
gula jawa ditambahkan dalam pemasakan kecap akan memberikan rasa manis yang kuat pada
produk kecap. Ditambahkan pula oleh Amalia (2008) bahwa ragi yang ditambahkan berkontribusi
terhadap banyaknya asam amino yang dihasilkan. Asam amino berperan dalam pembentukan rasa
umami. Semakin banyak
2.5. Kekentalan Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh hasil bahwa kekentalan kecap kloter F menghasilkan
hasil kental dan sangat kental. Seharusnya, berdasarkan pendapat Kasmidjo (1990) semua
kelompok mempunyai intensitas kekentalan yang sama karena jumlah gula yang ditambahkan saat
proses pembuatan kecap sama. Perbedaan ini menurut Lim et al (2010) dapat disebabkan oleh
perbedaan lama waktu dan suhu pemasakan. Semakin lama waktu pemasakan dan semakin tinggi
suhu yang digunakan maka tekstur kecap akan semakin kental karena semakin banyak air yang
menguap dan tingginya kadar gula yang mengentalkan. Kekentalan kecap tidak dipengaruhi oleh
penambahan ragi, melainkan hanya dipengaruhi oleh lama waktu pemasakan dan penambahan
bumbu-bumbu.
-
3. KESIMPULAN
Kecap dapat dihasilkan melalui kedelai hitam maupun kedelai kuning.
Metode pembuatan kecap dalam praktikum ini menggunakan metode fermentasi.
Prinsip pembuatan kecap secara fermentasi berdasarkan pada penguraian senyawa kompleks
menjadi sederhana.
Fermentasi sebaiknya dilakukan pada suhu 25-45oC.
Kecap dibuat melalui 2 tahap fermentasi yaitu fermentasi koji dan moromi.
Fermentasi koji melibatkan kapang Aspergillus sp atau Rhizopus sp.
Semakin banyak jumlah ragi yang ditambahkan maka jumlah miselium akan semakin banyak.
Mikroorganisme yang berperan dalam fermentasi moromi adalah Pediococcus halophilus,
Zygosacharomyces rouxii, dan Candida sp.
Pengadukan dilakukan untuk meningkatkan flavor pada kecap.
Aroma kecap ditentukan oleh banyaknya inokulum yang ditambahkan serta jenis bahan
tambahan lainnya seperti bumbu yang ditambahkan selama pemasakan.
Semakin banyak inokulum yang digunakan maka aroma akan semakin kuat.
Kecap menghasilkan warna coklat kehitaman sebagai hasil dari reaksi Maillard antara gula
dengan hasil pemecahan protein.
Rasa yang kuat merupakan hasil dari banyaknya asam amino yang dihasilkan.
Kekentalan dipengaruhi oleh banyaknya gula yang ditambahkan, suhu,dan lama waktu
pemasakan.
Semarang, 9 Juli 2015
Praktikan, Asisten Dosen,
- Abigail Sharon E
- Frisca Melia
Yulia Meutia S
12.70.0129
8
-
4. DAFTAR PUSTAKA Amalia, Tika. 2008. Pengaruh Karakteristik Gula Merah dan Proses Pemasakan Terhadap Mutu
Organoleptik Kecap Manis. [Skripsi]. Astawan, M. & Astawan W. M.1991. Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna.
Akademika Pressindo. Atlas, R. M. 1984. Microbiology Fundamental and Application. Collier Mcmillan Inc. New York. Kasmidjo, R. B. 1990. Tempe:mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan serta Pemanfaatannya. PAU
UGM. Yogyakarta. Lim, J. Y.; J. J. Kim; D. S. Lee; G. H. Kim; J. Y. Shim; I. Lee & J. Y. Imm.2010. Physicochemical
Characteristic and Production of Whole Soymilk from Monascus Fermented Soybeans. Food Chemistry, Elsevier, Vol. 120 (1) : 255-260. Korea.
(Diakses pada 6 Juli 2015 pukul 22.00 WIB) Purwoko, Tjahjadi & Noor S.H.2007. Kandungan Protein Kecap Manis Tanpa Fermentasi Moromi
Hasil Fermentasi Rhizopus oryzae dan R.oligosporus. Biodiversitas 8(2):223-227. (Diakses pada 6 Juli 2015 pukul 22.06 WIB) Rahayu, Anny; Suranto; dan Tjahjadi P.2005. Analisis Karbohidrat, Protein, dan Lemak pada
Pembuatan Kecap Lamtoro Gung (Leucanena leucocephala) terfermentasi Aspergillus oryzae. Bioteknologi 2(1):14-20.
(Diakses pada 5 Juli 2015 pukul 22.50 WIB) Santoso, H.B.1994. Kecap dan Taoco Kedelai. Kanisius. Yogyakarta. Sumague, M. J. V.; Reynaldo C. Mabesa; Erlinda I. Dizon; Ernesto V. Carpio; and Ninfa P. Roxas.
2008. Predisposing Factors Contributing to Spoilage of Soy Sauce by Bacillus circulans. Philippine Journal of Science 137 (2): 105-114.
(Diakses pada 6 Juli 2015 pukul 19.45 WIB) Tortora, G.J., R. Funke & C.L. Case.2005. Microbiology. The Benjamin / Cummings Publishing
Company, Inc. USA. Wong, Kam Huey; Suraini A.A; Suhaila M. 2008. Sensory Aroma from Maillard Reaction of
Individual and Combinations of Amino Acids with Glucose in Acidic Conditions. International Journal of Food Science and Technology 43:1512-1519.
(Diakses pada 5 Juli 2015 pukul 20.05 WIB)
9
-
10
Wu, Ta Yeong; Mun Seng Kan; Lee Fong Siow; dan Lithnes Kalaivani Palniandy. 2009. Effect of Temperature on Moromi Fermentation of Soy Sauce With Intermittent Aeration. African Journal of Biotechnology 9(5):702-706.
(Diakses pada 4 Juli 2015 pukul 22.15 WIB)
-
5. LAMPIRAN 5.1. Laporan Sementara 5.2. Jurnal
11