fermentasi substrat padat fermentasi kecap_nataya aulia sani_12.70.0042_b5

26
Acara I FERMENTASI SUBSTRAT PADAT FERMENTASI KECAP LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI Disusun oleh: Nataya Aulia Sani 12.70.0042 Kelompok B5 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Upload: james-gomez

Post on 14-Sep-2015

31 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Kecap adalah salah satu produk fermentasi dengan bahan baku kedelai hitam pada umumnya. Tahapan proses fermentasi kecap dibagi ke dalam dua tahapan, yaitu fermentasi koji dan fermentasi moromi. Inokulum yang digunakan dalam proses fermentasi kecap umumnya Rhizopus oligosporus dan Aspergillus rouxii.

TRANSCRIPT

FERMENTASI SUBSTRAT PADAT FERMENTASI KECAP

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI

Disusun oleh:Nataya Aulia Sani12.70.0042Kelompok B5

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANUNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

Acara I

2015

1. HASIL PENGAMATANHasil pengamatan fermentasi kecap dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Hasil pengamatan fermentasi kecap.Kel.Bahan dan PerlakuanAromaWarnaKekentalanRasa

B1Kedelai hitam 0,5% inokulum++++++++

B2Kedelai putih 0,75% inokulum----

B3Kedelai hitam 0,75% inokulum+++++++

B4Kedelai putih 1% inokulum----

B5Kedelai hitam 1% inokulum+++++++++

Keterangan :Aroma :Warna :Kekentalan :Rasa :+: kurang kuat+: kurang hitam+: kurang kental+: kurang manis++: kuat++: hitam++: kental++: manis+++: sangat kuat+++: sangat hitam+++: sangat kental+++: sangat manis

Hasil fermentasi kecap dengan bahan kedelai hitam dan putih yang telah diamati aroma, warna, kekentalan dan rasa terdapat pada tabel hasil pengamatan di atas. Kecap dengan bahan kedelai hitam 0,75% inokulum menghasilkan aroma yang sangat kuat. Sebaliknya, kecap dengan bahan kedelai hitam 0,5% inokulum menghasilkan aroma yang lemah. Berdasarkan hasil pengamatan warna kecap yang paling hitam dihasilkan oleh kecap dengan bahan kedelai hitam 1% inokulum sedangkan kecap dengan bahan kedelai hitam 0,5% inokulum menghasilkan warna yang tidak pekat. Namun, kecap dengan bahan kedelai hitam 0,5% inokulum menghasilkan kecap yang sanagt kental dan rasa yang sangat manis. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, kecap dengan bahan kedelai putih mengalami kegagalan dalam hasil akhir.

2. 1

3. PEMBAHASAN

15

Kecap merupakan salah satu produk hasil fermentasi yang umumnya terbuat dari bahan baku kedelai hitam. Selain kedelai hitam, kedelai kuning juga dapat dijadikan sebagai bahan baku dalam proses fermentasi kecap. Proses pembuatan kecap dapat digolongkan ke dalam 3 cara, yaitu fermentasi, hidrolisis asam, dan kombinasi keduanya. Produk hasil fermentasi umumnya lebih digemari oleh masyarakat karena cita rasanya yang mempunyai nilai lebih dari produk pangan biasa. Di dalam proses pembuatan kecap terjadi beberapa reaksi kimia, yaitu di antaranya penguraian protein, lemak, dan karbohidrat menjadi senyawa yang lebih sederhana, yaitu asam amino, asam lemak, dan monosakarida (Koswara, 1997). Kedelai hitam memiliki kandungan asamamino glutamat yang sedikit lebih tinggi daripada kedelai kuning, sehingga kedelai hitam memiliki rasa yang lebih gurih. Kedelai hitam mengandung sekitar 15% lemak dan 85% dari jumlah tersebut terdiri dari asam lemak tak jenuh rangkap (PUFA) yang memiliki efek hipokolesterolemik. Dalam lemak kedelai terkandung beberapa fosfolipida yang penting yaitu lesitin, sepalin dan lipositol. Kandungan protein kedelai juga hampir sebanding dengan susu dan telur (Koswara, 1992).

Proses fermentasi kecap terdiri dari 2 tahap, yaitu fermentasi padat (fermentasi koji/tempe) dan fermentasi cair (fermentasi moromi). Kapang yang digunakan dalam fermentasi padat, adalah Aspergillus sp. dan Rhizopus sp. (Rahayu et al., 1993). Fermentasi padat memerlukan waktu selama 3-5 hari. Hasil fermentasi padat disebut koji/tempe, jika menggunakan Aspergillus sp. dan disebut tempe, jika menggunakan Rhizopus sp.. Selanjutnya, koji/tempe dikeringkan, kemudian direndam dalam air garam 20-30%. Proses perendaman koji/tempe dalam air garam disebut fermentasi moromi. Mikroba yang berperan dalam fermentasi moromi, adalah mikroba tahan garam seperti Hansenula sp., Zygosaccharomeces sp., dan Lactobacillus sp. (Rahayu, 1985). Fermentasi moromi memerlukan waktu selama 14-28 hari. Cairan hasil fermentasi moromi disebut moromi. Selanjutnya moromi ditambah dengan rempah-rempah dan dikentalkan sehingga diperoleh kecap.

Menurut Rahman (1992), beberapa jenis mikroorganisme dapat tumbuh secara alami dalam kecap memiliki pH sekitar 4,9-5,0. Kecap mudah dicerna dan diasorbsi oleh tubuh manusia. Hal ini disebabkan karena kecap terdiri dari komponen yang memiliki berat molekul rendah. Kelarutan kecap dalam air adalah 90% dengan rasio nitrogen amino dan nitrogen total sebesar 45%. Pada kecap, senyawa protein utamanya terdiri dalam bentuk peptide-peptida sederhana dan asam-asam amino (Kasmidjo, 1990). Asam amino yang paling banyak terdapat dalam kecap adalah asam amino glutamat. Asam amino ini menyebabkan kecap akan memiliki flavor yang khas (Muangthai et al., 2007).

Berdasarkan rasa dan kekentalannya, kecap dibedakan menjadi 2 macam, yaitu kecap asin dan kecap manis. Kecap dapat memperkuat flavor dan memberikan warna pada daging, ikan, sayuran dan bahan pangan lain. Di masyarakat, kecap sebagian besar dimanfaatkan sebagai penyedap rasa dibandingkan langsung dikonsumsi. Rasa sedap pada kecap ditimbulkan oleh asam glutamat yang ada dalam kondisi bebas di dalam kecap (Rahman, 1992).

Menurut Purwoko (2007), kecap dapat dibuat menggunakan 3 cara, yaitu fermentasi, hidrilisis asam, dan kombinasi dari fermentasi dan hidrolisis asam. Kecap yang dibuat secara fermentasi biasanya mempunyai cita rasa dan aroma yang lebih disukai konsumen. Pada prinsipnya pembuatan kecap secara fermentasi berkaitan dengan penguraian protein, lemak, dan karbohidrat menjadi asam amino, asam lemak, dan monosakarida. Pembuatan kecap dilakukan melalui 4 tahap, yaitu persiapan koji, moromi/brine fermentation, filtrasi/pasteurisasi, dan pematangan. Koji merupakan hasil pengukusan kedelai yang telah dicampur dengan roasted wheat, lalu diinokulasi dengan Apergillus oryzae dan Aspergillus soyae. Setelah itu, koji yang didapatkan akan difermentasikan dalam larutan garam dan yeast sehingga dihasilkan moromi. Moromi yang didapatkan selanjutnya dimasak kemudian dimatangkan selama beberapa saat. Setelah matang, kecap yang didapatkan kemudian difiltrasi serta dibotolkan (Kasmidjo, 1990).

Pada praktikum teknologi fermentasi kali ini, dilakukan pembuatan kecap dari kacang kedelai. Walaupun kacang kedelai yang digunakan dalam praktikum ini adaalah kacang kedelai kuning, namun hal ini tidak menjadi masalah karena menurut Kasmidjo (1990), kecap dapat dibuat dari kedelai kuning maupun kedelai hitam dalam bentuk utuh atau sudah hancur atau sudah dihilangkan lemaknya. Kecap yang dibuat dari bahan dasar kedelai utuh memiliki kandungan gliserol sebesar 1,0-1,2%, sedangkan kecap yang dibuat dari bahan dasar kedelai bebas lemak memiliki kandungan gliserol sebesar 0,4-0,5%. Kecap dengan kadar gliserol lebih dari 0,5% akan memiliki flavor yang manis. Kedelai bebas lemak lebih sering digunakan sebagai bahan dasar. Hal ini disebabkan karena komponen proteinnya relatif lebih tinggi. Penggunaan kedelai utuh dalam pembuatan kecap memiliki kelebihan, yaitu hasilnya lebih stabil. Kekurangan dari penggunaan kedelai utuh adalah waktu fermentasi dalam larutan lebih lama, karena asam lemak yang terdapat dalam kedelai dapat menghambat pertumbuhan yeast pada pembuatan kecap.

Salah satu produk fermentasi yang mengandung komponen flavor organik volatile adalah kecap dengan bahan baku kedelai. Komponen flavor yang dimaksud adalah alkohol, ester, fenol, asam, dan heterocyclics. Komponen flavor, asam amino dan asam organik sangat menentukan kualitas dari kecap. Selama proses fermentasi berlangsung terbentuk flavor yang dihasilkan oleh bakteri (Feng et al., 2013).

Proses fermentasi kecap dibagi ke dalam dua tahapan, yaitu fermentasi koji dan fermentasi moromi. Pada tahap awal kedelai ditimbang sebanyak 250 gram dan direndam dalam air selama satu malam. Tujuan dari merendam kedelai dalam air selama satu malam untuk mempersingkat waktu pemasakan kedelai karena air telah terhidrasi ke dalam kedelai selama proses perendaman. Proses perendaman kedelai akan mengubah tekstur kedelai menjadi lebih lunak (Tortora et al., 1995). Proses perendaman juga akan membuat kulit kedelai lebih mudah untuk dikupas dari biji kedelainya. Air yang dibutuhkan untuk merendam kedelai harus melebihi jumlah kedelai yang akan direndam sehingga kedelai dapat terendam dengan maksimal. Oleh karena kedelai menyerap air selama proses perendaman maka berat kedelai pun akan bertambah (Kasmido, 1990). Selain itu, tidak menutup kemungkinan untuk jamur dapat tumbuh pada kedelai yang telah direndam. Aktivitas air dan kadar air dalam kedelai akan meningkat maka dari itu hal ini memicu pertumbuhan jamur pada kedelai. Jamur tersebut akan menghasilkan enzim proteinase yang akan mengubah protein menjadi senyawa sederhana asam amino. Selain enzim proteinase, dihasilkan pula enzim amilase yang menguraikan karbohidrat ke dalam bentuk gula sederhana yang akan mempermudah proses fermentasi berikutnya. Proses fermentasi pada tahap awal dimulai dengan adanya ciri pertumbuhan jamur pada kedelai (Atlas, 1984).

Kemudian bentuk dan ukuran kedelai akan menjadi lebih besar dari awalnya oleh karena penyerapan air tersebut. Setelah proses perendaman dan ditiriskan, kedelai dicuci dengan menggunakan air bersih dan dikeringkan. Proses penjemuran kedelai dapat dilihat pada Gambar 1.

(a)(b)Gambar 1. (a) Penjemuran Kedelai Hitam (b) Penjemuran Kedelai Putih(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Tujuan dilakukannya pencucian kedelai adalah untuk membuang kotoran yang ada pada kulit luar kedelai (Astawan & Astawan, 1991). Kedelai direbus hingga matang dan empuk baru kemudian dilakukan penirisan sampai air yang masih tertinggal atau terbawa pada kedelai akan turun. Selain berguna untuk mengempukkan biji kedelai, proses perebusan kedelai juga akan merusak protein inhibitor, membuat zat antinutrisi menjadi inaktif, menghilangkan bau langu, dan menghilangkan bakteri pada permukaan luar kedelai. Proses pemasakan dengan menggunakan panas akan mengurangi jumlah mikroorganisme yang tidak dibutuhkan dalam pembuatan kecap (Tortora et al., 1995). Kedelai yang telah dimasak kemudian ditiriskan dan ditunggu sampai suhunya agak dingin. Tujuan dilakukannya penirisan agar kadar air yang terikut pada kedelai tidak semakin banyak. Jika kedelai masih mengandung kadar air yang cukup tinggi maka akan memicu pertumbuhan bakteri pembusuk salah satunya adalah Bacillus subtilis yang menyebabkan adanya lendir pada permukaan luar biji. Pendinginan dilakukan untuk membuat suhu kedelai menjadi turun (Tortora et al., 1995) dan mempermudah pertumbuhan kapang yang memiliki peran dalam proses fermentasi kecap (Rahayu et al., 1993). Proses pendinginan dapat mempengaruhi pertumbuhan kapang karena suhu optimal untuk pertumbuhan kapang adalah 35-40oC.

Proses selanjutnya, yaitu memasukkan kedelai yang sudah didinginkan ke dalam tampah yang telah dibersihkan dan dialasi dengan daun pisang. Lalu, inokulum komersial tempe yang dipakai dalam fermentasi tahap koji ini ditambahkan sesuai dengan konsentrasi tiap kelompok yang telah ditentukan. Jumlah inokulum komersial tempe (ragi tempe) yang diberikan pada kedelai kelompok B1 adalah sebesar 0,5% atau 1,25 gram. Kelompok B2 dan B3 inokulum yang ditambahkan sebesar 0,75% atau 1,875 gram. Kelompok B4 dan B5 inokulum yang ditambahkan sebesar 1% atau 2,5 gram. Inokulum ditaburkan dengan rata ke seluruh permukaan kedelai, kemudian kedelai ditutup kembali dengan daun pisang dan tampah. Penambahan inokulum memiliki pengaruh yang cukup besar pada hasil produk akhir (Santoso, 1994). Setelah ditambahkan inokulum kemudian dilanjutkan dengan penginkubasian di suhu ruang selama 3 hari. Proses pemeraman kedelai dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Proses Pemeraman Kedelai(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Fermentasi koji membutuhkan waktu sekitar 1-3 hari (Astawan & Astawan, 1991). Lamanya waktu fermentasi akan mempengaruhi kapang dalam menghasilkan enzim. Lamanya waktu fermentasi harus sesuai dengan enzim yang dibutuhkan untuk membuat produk fermentasi tersebut, tidak terlalu lama tetapi tidak terlalu singkat pula. Produk fermentasi koji dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Tempe Hasil Fermentasi Koji(Sumber: Dokumentasi pribadi)

Enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme dapat mendegradasi karbohidrat dan protein menjadi senyawa yang lebih sederhana pada tahapan fermentasi koji (Rahayu et al., 1993). Enzim yang dihasilkan oleh kapang yang mendegradasi protein dan karbohidrat adalah protease, peptidase, dan amilase. Jumlah enzim yang dihasilkan oleh kapang akan mempengaruhi flavor pada hasil akhir kecap. Kedelai yang telah mengalami proses tahapan koji akan menghasilkan kedelai dengan diselimuti benang tipis berwarna putih pada permukaannya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses fermentasi adalah suhu, aerasi, dan kadar air untuk mencegah terjadinya kontaminasi oleh mikroorganisme yang tidak diinginkan seperti Mucor sp.dan bakteri proteolitik (Kasmidjo, 1990). Kontaminasi dapat disebabkan karena kesalahan pemberian ragi sehingga mikroorganisme yang tidak diinginkan dapat ikut tumbuh dan mengkontaminasi. Jika tahapan fermentasi koji telah selesai maka dilanjutkan dengan tahapan fermentasi moromi, yaitu proses fermentasi yang dilakukan dengan cara merendam kedelai hasil fermentasi koji pada larutan garam. Hal pertama yang perlu dilakukan dalam tahapan fermentasi moromi adalah kedelai hasil fermentasi koji tadi dipotong-potong dengan menggunakan pisau dan dikeringkan dengan dehumidifier. Tujuan dari pemotongan tersebut adalah untuk membantu menghilangkan kapang yang melekat pada permukaan substrat (Tortora et al., 1995). Pengeringan dengan dehumidifier dapat membantu dalam menghilangkan kapang yang melekat (Rahayu et al., 1993). Proses pemotongan dan pengeringan kedelai dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Kedelai hasil fermentasi koji yang telah dicacah dan siap dikeringkan (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Setelah dikeringkan, kedelai direndam dalam 750 ml larutan garam 20% di dalam wadah plastik selama satu minggu. Konsentrasi larutan garam yang sesuai untuk proses pembuatan kecap sekitar 15-20% (Astawan & Astawan, 1991). Jika kadar garam yang digunakan kurang dari 15% maka dapat merangsang tumbuhnya mikroorganisme yang tidak diinginkan pada kecap. Fungsi dari larutan garam 20% adalah untuk mengawetkan dan menghilangkan mikroorganisme yang tidak diinginkan. Proses perendaman dalam larutan garam akan menyebabkan terjadinya ekstraksi senyawa-senyawa sederhana hasil hidrolisis oleh jamur pada proses fermentasi. Bakteri halofilik yang dapat menimbulkan flavor khas pada kecap akan tumbuh dalam kondisi lingkungan dengan kadar garam tinggi. Larutan garam dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Larutan Garam 20% untuk Proses Fermentasi Moromi

Proses fermentasi tahapan moromi yang dilakukan pada pembuatan kecap ini hanya dilakukan selama 1 minggu. Lama proses perendaman pada praktikum ini tidak sesuai dengan teori Astawan & Astawan (1991) yang mengatakan jika proses fermentasi dalam larutan garam dilakukan selama 2-4 minggu. Selain itu, sebenarnya proses fermentasi selama 30 hari atau lebih akan memberikan kecap dengan aroma yang sedap. Selama fermentasi dalam larutan garam, warna larutan kecap akan berubah yang disebabkan oleh warna yang terbentuk sebagai hasil reaksi browning antara gula pereduksi dengan gugus amino dari protein. Kemudian, pada praktikum ini, kedelai yang direndam tersebut harus diaduk dan dijemur setiap siang hari. Menurut Tortora et al. (1995), proses pengadukan bertujuan untuk memberikan aerasi pada larutan garam. Selain itu, proses pengadukan juga bertujuan untuk menghomogenkan larutan garam, sehingga permukaan substrat dan larutan garam akan saling bersentuhan. Proses pengadukan juga akan memberikan udara untuk pertumbuhan bakteri dan khamir yang diharapkan. Proses perendaman dalam larutan garam dan juga penjemuran yang dilakukan selama 30 menit dalam 1 minggu proses fermentasi moromi dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. kacang kedelai dijemur dan diaduk selama seminggu (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Setelah didiamkan selama 1 minggu, kedelai tersebut dipres dan disaring untuk mendapatkan filtrat. Langkah ini sesuai dengan teori Santoso (1994) yang mengatakan jika setelah proses penggaraman dilakukan proses penyaringan. Hasil utama penyaringan ini adalah filtrat yang nantinya akan menjadi kecap. Setelah disaring, filtrat tersebut dimasak (direbus) dan ditambahkan bumbu sesuai resep masing-masing kelompok. Langkah ini kurang sesuai dengan teori Santoso (1994) yang mengatakan jika urutan proses perebusan adalah pertama-tama memasukkan air bersih terlebih dahulu ke dalam filtrat lalu direbus hingga mendidih. Setelah itu dilanjukan penambahan gula merah dan bumbu-bumbu penyedap sesuai selera misalnya daun sereh, salam, lengkuas, pekak, bawang putih, dan sebagainya. Bumbu yang digunakan dalam pemasakan kecap manis dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Persiapan bumbu (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Selama proses perebusan, larutan kecap harus diaduk terus-menerus hingga semua bumbu dan gula jawa merata. Proses perebusan kecap ini dapat dilihat pada Gambar 8.

(a)(b)Gambar 8. (a) Proses Pencampuran Bumbu (b) Pemasakan Kecap (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa hasil fermentasi kecap untuk parameter aroma, warna, kekentalan dan rasa, menunjukkan hasil yang berbeda-beda untuk setiap kelompok. Kecap yang dihasilkan kelompok B2 dengan bahan kedelai putih dengan perlakuan 0,75% dan kecap yang dihasilkan kelompok B4 dengan bahan kedelai putih dengan perlakuan 1% inokulum tidak memiliki aroma, tidak memiliki warna, tidak memiliki rasa, dan tidak memiliki kekentalan karena pada kelompok tersebut tidak dihasilkan kecap. Tidak dihasilkannya kecap dipengaruhi oleh tahap fermentasi koji atau fermentasi moromi yang tidak berhasil. Fermentasi koji atau fermentasi moromi yang tidak berhasil karena kemungkinan adanya kontaminasi dari lingkungan sehingga selama fermentasi proses pemecahan berlangsung kurang sempurna dan berpengaruh pada akhir fermantasi. Untuk itu diperlukan kondisi yang steril dari lingkungan. Dalam proses fermentasi terlebih pada moromi, biakan yang murni haruslah digunakan serta sifatnya juga harus diketahui. Selain itu, biakan tersebut mampu (biakan yang unggul) untuk mengubah bahan menjadi produk kecap yang diinginkan. Selain itu, kelompok ini menggunakan kedelai putih. Kedelai putih umum digunakan untuk membuat tahu dan susu kedelai. Tetapi kedelai putih ini kurang baik apabila dibuat kecap karena kulit ari dari kedelai ini tidak mudah untuk lepas dan kecap dari kedelai putih biasanya memiliki rasa yang kurang nikmat. Kandungan kimia kedelai hitam jika dibandingkan kedelai putih tidak berbanding jauh tetapi kecap pada umumnya dihasilkan dari kedelai hitam. Kedelai hitam memiliki kadar lemak 11% hingga 22%, kadar protein 37% hingga 41% per 100 gram bahan, memiliki kadar glutamat yang lebih tinggi dari kedelai putih sehingga rasa kecap yang dihasilkan biasanya lebih gurih dibanding dari bahan kedelai putih. Varietas dan jenis kedelai yang digunakan juga akan mempengaruhi mutu dari kecap. Hasil kecap ditunjukkan pada Gambar 9.

Gambar 9. Hasil Kecap (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Kemudian dari hasil uji sensori terhadap karakteristik kecap yang pertama yaitu aroma, diketahui bahwa untuk kelompok B3 menghasilkan kecap dengan aroma yang sangat kuat jika dibandingkan dengan kecap dari kelompok B1 dan B5. Menurut Santoso (1994), flavor spesifik kecap ditentukan oleh jenis bumbu yang dipergunakan. Setiap kelompok menggunakan bumbu yang berbeda-beda, sehingga aromanya juga akan berbeda. Selain dipengaruhi oleh bumbu yang ditambahkan, aroma juga dipengaruhi oleh komponen volatil yang dihasilkan pada proses pembuatan kecap karena menurut Apriyantono &Gono (2004), komponen volatil akan dihasilkan selama proses fermentasi koji dan fermentasi moromi. Proses fermentasi juga berhubungan dengan jumlah inokulum yang ditambahkan. Oleh karena itu, semakin banyak jumlah inokulum yang ditambahkan maka seharusnya aroma yang dihasilkan akan semakin kuat karena komponen volatil yang dihasilkan akan lebih banyak. Tetapi sebaliknya, pada hasil pengamatan, kelompok B3 dengan penambahan inokulum 0,75% memiliki aroma yang lebih kuat dibandingkan kelompok yang diberikan penambahan inokulum 1%. Kesalahan ini dapat disebabkan karena pengaruh bumbu yang ditambahkan, sehingga aroma karena komponen volatil dapat disamarkan. Selain itu, komponen volatil kurang mempengaruhi aroma dapat disebabkan karena waktu fermentasi yang kurang.

Dari segi rasa, pada kelompok B1 menghasilkan kecap dengan rasa yang sangat manis sedangkan kecap yang dihasilkan oleh kelompok B3 dan B5 menghasilkan rasa yang kurang manis. Pada awal proses fermentasi bakteri asam laktat yang tumbuh membentuk rasa dari kecap itu sendiri (Rahayu et al., 2005). Oleh karena adanya bakteri asam laktat yang memproduksi asam laktat.pada tahapan fermentasi moromi, kecap akan mengalami penurunan pH yang medukung pertumbuhan ragi dalam pembentukan karakteristik rasa kecap. Rasa manis pada kecap yang berbeda-beda muncul karena perbedaan banyaknya gula jawa yang ditambahkan setiap kelompok saat memasak kecap. Kecap akan semakin manis jika gula jawa yang ditambahkan juga semakin banyak. Kecap yang memiliki rasa yang kurang manis dihasilkan oleh kelompok B3 dan B5 karena ada penambahan garam yang menyebabkan rasa manis dari kecap tertutup oleh rasa asin dari garam. Karakteristik rasa, warna, kekentalan, dan aroma kecap dipengaruhi oleh jenis dan kondisi kedelai yang digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan kecap (Muangthai et al., 2009). Kedelai yang digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan kecap ini berasal dari tempat yang berbeda dan hal itu memungkinkan kondisi dan jenis kedelai juga berbeda-beda. Rasa asin pada kecap juga dapat ditimbulkan oleh. Asam aspartat dan asam glutamat dapat menimnbulkan rasa asin pada kecap namun dapat berubah menjadi rasa pahit dan menutupi rasa asin, manis dan umami karena asam amino bebas yang terdapat pada kecap itu (Yanfang & Tao, 2009).

Kelompok B1 selain menghasilkan kecap dengan rasa yang sangat manis juga menghasilkan kecap yang sangat kental jika dibandingkan dengan kecap yang dihasilkan oleh kelompok B3 dan B5. Kekentalan yang berbeda pada kecap yang dihasilkan dipengaruhi oleh jumlah gula jawa yang ditambahkan yang dapat meningkatkan viskositas seiring bertambahnya jumlah gula jawa yang ditambahkan (Kasmidjo, 1990). Selain mempengaruhi rasa dan kekentalan, penambahan gula juga menyebabkan kecap memiliki warna coklat pekat (Rahayu et al., 2005). Pada proses pembuatan kecap yang dilakukan ini dihasilkan kecap yang kurang kental dan kurang manis disebabkan oleh kurang lamanya proses pemasakan dan jumlah gula jawa yang ditambahkan sedikit. Jika diamati dari karakteristik warna, kecap yang dihasilkan oleh kelompok B5 memiliki warna yang hitam pekat dibandingkan dengan kecap yang dihasilkan oleh kelompok lain. Warna kecap pada umunya, yaitu coklat kehitaman (Peppler & Perlman, 1979). Warna kecap dihasilkan dipengaruhi dari bumbu yang ditambahkan saat pemasakan terutama gula yang dapat membuat warna kecap semakin coklat atau kehitaman. Selain dari faktor penambahan bumbu, warna yang dihasilkan kecap muncul karena reaksi antara asam amino dengan gula pereduksi (Kasmidjo, 1990). Glukosa, galaktosa, maltosa, xilosa, arabinosa dan komponen gula alkohol seperti gliserol dan mannitol merupakan jenis gula yang biasanya terdapat dalam kecap. Hal ini menunjukkan jika semakin gelap warna kecap yang dihasilkan maka viskositasnya akan lebih tinggi.

16

4. 5. KESIMPULAN

Pertumbuhan jamur pada tahap koji dipengaruhi oleh kelembapan dari kedelai tersebut. Pada tahap moromi, garam akan memberikan flavor dan warna yang khas pada hasil akhir kecap. Semakin banyak gula yang digunakan maka warna dari kecap akan semakin pekat dan rasanya akan semakin manis. Jumlah inokulum yang ditambahkan pada pembuatan kecap akan mempengaruhi aroma dari kecap. Semakin tinggi kandungan gula maka umumnya viskositas dari kecap yang dihasilkan akan semakin tinggi.

Semarang, 22 Juni 2015Praktikan,Asisten Dosen,- Abigail Sharon EffendyNataya Aulia Sani- Frisca Melia 12.70.0042

6. DAFTAR PUSTAKA

Apriyantono, A dan Gono D. Y. (2004). Perubahan Komponen Volatil Selama Fermentasi Kecap. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. Vol XV, No 2.

Astawan, M. dan M. W. Astawan. (1991). Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna. Edisi Pertama. Akademika Pressindo. Bogor.

Atlas, R. M. (1984). Microbiology Fundamental and Application. Collier Mcmillan Inc. New York.

Feng, J.; Xiao-Bei Zhan; Zhi-Yong Zheng; Dong Wang; Li-Min Zhang; and Chi-Chung Lin. (2013). New Model for Flavour Quality Evaluation of Soy Sauce. Czech J. Food Sci. Vol. 31, No. 3: 292305.

Kasmidjo, R. B. (1990). Tempe : Mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan serta Pemanfaatannya. PAU UGM. Yogyakarta.

Koswara, S. 1992. Teknologi pengembangan kedelai menjadikan makanan bermutu. Pustaka Sinar Harapan Jakarta.

Koswara, S. 1997. Mengenal makanan tradisional. Buletin Teknologi dan Industri Pangan 8 (2): 1-6.

Muangthai, P.; P. Upajak; and W. Patumpai. (2007). Study of Protease Enzyme and Amino Acid Contents in Soy sauce Production from Peagion Pea and Soy bean. KMITL Sci. Tech. J. Vol. 7 No. S2

Muangthai, P.; P. Upajak; P. Suwunna; and W. Patumpai.(2009). Development of Healthy Soy sauce from Pigeon Pea and Soybean. As. J. Food Ag-Ind.2(03), 291-301.

Peppler, H.J. and Perlman, D. (1979). Microbial Technology. Fermentation Technology. Academic Press. San Fransisco.

Purwoko, T dan Noor S. H. (2007). Kandungan Protein Kecap Manis Tanpa Fermentasi Moromi Hasil Fermentasi Rhizopus oryzae dan R. oligosporus. Biodiversitas Volume 8 No 2.

Rahayu, A., Suranto, dan T. Purwoko.(2005). Analisis Karbohidrat, Protein, dan Lemak pada Pembuatan Kecap Lamtoro gung (Leucaenaleucocephala) terfermentasi Aspergillusoryzae. Bioteknologi 2 (1): 14-20.

Rahayu, E.; R. Indrrahmanati; T.utami; E. Harmayani & M.N. Cahyanto. (1993). Bahan Pangan Hasil Fermentasi Food & Nutition. Collection. PAU Pangan & Gizi. Yogyakarta.

Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta.

Santoso, H.B. (1994). Kecap dan Taoco Kedelai. Kanisius. Yogyakarta.

Tortora, G.J., R. Funke & C.L. Case. (1995). Microbiology. The Benjamin / Cummings Publishing Company, Inc. USA.

Yanfang, Z and Tao W. (2009). Flavor and Taste Compounds Analysis in Chinese Solid Fermented Soy Sauce. African Journal of Biotechnology Vol. 8 (4), pp. 673-6817. LAMPIRAN

7.1. Laporan Sementara7.2. Abstrak Jurnal 7.3. Report Hasil Pengecekan Plagiasi (Viper)

17