fermentasi
DESCRIPTION
praktikum bahan dasar pengolahan panganTRANSCRIPT
ESTAKANIA240210120094
KELOMPOK 18 TIP B1
V. PEMBAHASAN
Praktikum kali ini dilakukan pengawetan makanan dengan metode fermentasi.
Fermentasi adalah proses pemecahan karbohidrat dan asam-asam amino secara
anaerobic oleh mikroorganisme (bakteri,kapang, dan khamir). Biasanya dalam
fermentasi jumlah mkroorganisme bertambah dan menggiatkan metabolism didalam
bahan pangan, tetapi jenis mikroorganisme yang digunakan sangat terbatas, karena
tergantung dari produk akhir yang dikehendaki.
Berdasarkan sumber mikroorganisme yang digunakan, fermentasi pangan
dibedakan atas :
1. Fermentasi spontan yaitu tanpa penambahan starter/inokulum
2. Fermentasi tidak spontan yaitu dengan penambahan starter/inokulum
Bahan pangan yang difermentasi menghasilkan produk yang mudah dicerna,
bernilai gizi lebih tinggi dibandingkan dengan bahan asalnya serta mempunyai cita-
rasa yang jkhas. Beberapa produk fermentasi yang dihasilkan seperti alcohol dan
asam dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme parogen dalam makanan.
Fermentasi spontan
Praktikum kali ini yang difermentasi secara spontan adalah pembuatan sayur
asin (sawi pahit asin) dan pembuatan sauerkraut (kubis asin), dan sauerkraut tanpa
merica. Pemberian starter pada fermentasi spontan tidak diperlukan karena pada sawi
hijau dan daun kol sudah terdapat bakteri asam laktat. Pertumbuhan dan aktivitas
bakteri asam laktat dapat dirangsang secara selektif dengan adanya penambahan
garam sebelum proses fermentasi berlangsung. Garam dapat menghambat
pertumbuhan bakteri penbusuk tetapi bakteri yang dikehendaki masih dapat tumbuh
pada kondisi tersebut. Garam juga menyebabkan cairan yang terdapat dalam sel-sel
sayuran tertarik keluar melalui proses osmolisis.
Sebelum fermentasi sawi hijau menjadi sawi hijau asin (sayur asin) dapat
terjadi, terlebih dahulu dilakukan beberapa perlakuan terhadap bahan pangan yang
ESTAKANIA240210120094
KELOMPOK 18 TIP B1
akan difermentasi, yaitu sawi hijau. Perlakuan awal yang dilakukan terhadap sawi
hijau ialah pelayuan di bawah terik matahari selama 1-2 hari. Proses ini memiliki
beberapa tujuan, yaitu :
1. Pelayuan berfugsi untuk sedikit merusak jaringan pada sawi hijau yang masih
segar. Gunanya ialah supaya pada saat fermentasi berlangsung nutrisi dalam
jabung dapat keluar secara maksimal berupa cairan. Cairan yang keluar dari
jabung itulah yang berguna untuk memungkinkan fermentasi berlangsung.
2. Pelayuan juga berfungsi untuk mendukung proses selanjutnya, yaitu penggilasan.
Apabila sawi hijau tidak dilayukan terlebih dahulu akan mudah patah saat
dilakukan penggilasan. Sedangkan dengan layunya tekstur sawi hijaum, akan
menghindari terjadinya kepatahan saat digilas.
Setelah dilakukan pelayuan, dilanjutkan dengan menaburkan garam sebanyak 2%-
3% dari berat sawi hijau. Penambahan konsentrasi garam harus diperhatikan secara
teliti. Karena pada umumnya, makin tinggi konsentrasi garam, makin lambat proses
fermentasi. Fungsi utama penambahan garam ini adalah untuk menarik keluar air
yang terdapat pada sawi hijau. Selain itu, sawi hijau juga direndam dengan bubur
tajin yang sangat encer. Tujuannya adalah untuk menambahkan nutrisi bagi
mikroorganisme yang berperan dalam proses fermentasi sehingga aktif berkembang
biak.
Apabila semua perlakuan di atas telah selesai dilakukan, sawi hijau dimasukkan
dalam stoples dan disimpan pada suhu kamar. Alasannya adalah karena pada suhu
kamarlah mikroorganisme yang berguna dalam proses fermentasi dapat berkembang
biak dengan baik. Apabila suhu yang digunakan tidak sesuai, mikroorganisme
tersebut tidak akan berkembang biak dengan baik, sehingga proses fementasi tdak
berlangsung maksimal.
Dari hasil yang didapat pada percobaan pembuatan sayur asin, tampak bahwa
fermentasi terhadap sawi hijau berhasil. Hal ini ditandai dengan warna sawi hijau asin
yang hijau kekuningan, dan juga aroma yang tidak tercium bau busuk. Karena bau
busuk pada sawi hijau asin dapat menandakan telah berkembang biaknya
mikroorganisme pembusuk pada sawi hijau.
ESTAKANIA240210120094
KELOMPOK 18 TIP B1
Selain sawi hijau asin, pada praktikum kali ini juga dilakukan pembuatan
kubis asin (Sauerkraut). Sauerkraut pada dasarnya adalah kubis asam (Buckle, 1987).
Kubis yang telah diiris kecil-kecil dimasukkan kedalam tempat atau baskom yang
selanjutnya ditambahkan 35 gram garam untuk tiap kilogram kubis dan diaduk serata
mungkin. Pertumbuhan dan aktivitas bakteri asam laktat pada sauerkraut dirangsang
dengan cara yang sama seperti pada sawi hijau asin, yaitu dengan penambahan garam
yang ditambahkan sebelum fermentasi berlangsung. Sama halnya seperti pada
sauerkraut, garam ini berfungsi untuk menarik air dan zat-zat gizi dari jaringan
sayuran yang melengkapi substrat untuk pertumbuhan bakteri asam laktat dimana zat-
zat gizi tersebut telah terdapat di permukaan daun-daun kubis, yang selanjutnya
diubah menjadi asam laktat. Asam laktat inilah yang nantinya berperan sebagai
pengawet produk. Asam laktat yang dihasilkan dengan cara tersebut tentunya akan
menimbulkan rasa asam. Hal ini juga yang menghambat pertumbuhan dari beberapa
jenis mikroorganisme.
Kubis yang dimasukkan harus benar-benar terendam karena menurut Buckle
(1987), jika tidak tercelupnya seluruh bagian kubis ini ke dalam larutan garam akan
mengakibatkan pertumbuhan khamir dan kapang dipermukaanya yang menimbulkan
flavor yang tidak diinginkan dan akhirnya masuk ke dalam seluruh sauerkraut yang
mengakibatkan produk yang lunak dan berwarna gelap.
Dari hasil yang didapat, percobaan mengenai sauerkraut tidak berhasil.
Walaupun produk berwarna gelap namun produk hasil fermentasi tersebut
mengeluarkan bau yang tidak sedap sehingga untuk menghindari terjadi sesuatu yang
tidak diinginkan maka cita rasa untuk sauerkraut tidak di cicipi karena produk
mengeluarkan bau busuk.
Pada praktikum kali ini juga dilakukan percobaan sauerkraut dengan
menambahkan merica. Rempah-rempah, dalam hal ini merica, yang ditambahkan
biasa digunakan sebagai pelengkap produk-produk bahan pangan yang
difermentasikan. Perlakuan tanpa merica pada sauerkraut setelah 3 hari
ESTAKANIA240210120094
KELOMPOK 18 TIP B1
mengahasilkan warna yang lebih kuning dengan tekstur sangat lunak. Hal ini
disebabkan karena rempah-rempah memiliki aktivitas anti bakteri yang berbeda-beda,
dan pada umumnya lada (merica) memiliki aktivitas anti bakteri yang rendah. Hasil
yang didapat dari fermentasi sauerkraut dengan penambahan merica ini setelah 3 hari
adalah sama seperti sauerkraut tanpa penambahan rempah-rempah, produk sauerkraut
dengan penambahan merica mengeluarkan bau busuk sehingga fermentasi pada
sauerkraut dengan penambahan merica juga tidak berhasil.
Kurang berhasilnya pembuatan sauerkraut ini juga bisa dikarenakan tidak
dilakukannya penyerokan cairan atau busa yang terdapat di permukaan sauerkraut
saat fermentasi. Selaput keputih-putihan atau busa pada permukaan ialah kapang
Mycoderma di atas larutan garam. Selaput ini harus dibuang secara hati-hati karena
mikroorganisme tersebut menggunakan asam yang dihasilkan dalam proses
fermentasi untuk keperluannya sendiri dan akibatnya mikroorganisme pembusuk
akan tumbuh dan merusak bahan pangan yang sedang difermentasi.
Jumlah garam yang kurang bukan hanya dapat mengakibatkan pelunakan
jaringan, tetapi juga akan menghasilkan flavor yang tidak diinginkan. Terlalu banyak
garam menunda fermentasi alamiah dan menyebabkan warna menjadi gelap dan
memungkinkan pertumbuhan khamir (Buckle, 1987).
Kubis yang dimasukkan ke dalam jar ditutup dengan lembaran plastik yang
cukup lebar untuk menutupi semua bagian tepi dari jar. Air digunakan sebagai
pemberat yang dimasukkan ke dalam lembaran ini sehingga berfungsi sebagai
penutup efektif. Berat daripada air pada penutup menyebabkan irisan kubis terendam.
Dari percobaan, diketahui terdapat faktor yang mempengaruhi fermentasi sauerkraut
dan sawi asin, yaitu kadar garam, suhu fermentasi, terciptanya keaadaan aerobik,
jenis dan kualitas kubis. Bakteri-bakteri yang berperan dalam permulaan fermentasi
sayuran adalah Leuconostoc mesenteroides sebagai pembentuk asam. Sesudah 2 hari
inkubasi, kandungan asam meningkat dan kemudian fermentasi dilanjutkan oleh
ESTAKANIA240210120094
KELOMPOK 18 TIP B1
jenis-jenis yang lebih tahan asam yaitu Lactobacillus brevis dan Lactobacillus
plantarum.
Fermentasi tidak spontan
Pada fermentasi tidak spontan selalu ditambahkan mikroorganisme sebagai
starter/inokulum/ragi. Contohnya pada praktikum kali ini adalah pembuatan tempe
dan tape. Jumlah dan aktivitas starter sangat berpengaruh terhadap proses fermentasi
dan produk yang dihasilkan.
Percobaan pertama adalah mengenai fermentasi tempe. Tempe merupakan
makanan hasil fermentasi kapang dengan bahan dasar kacang kedelai. Jenis makanan
ini sangat populer di Indonesia, terutama sebagai makanan sumber protein pengganti
daging. Nilai gizi tempe dan nilai cerna yang tinggi, bahkan diketahui mengandung
senyawa anti-mikroorganisme (antibiotik) tertentu. Selain itu, tempe mudah dicerna
dibandingkan dengan bahan dasarnya kacang kedelai. Jenis kapang yang aktif dalam
fermentasi tempe adalah Rhizopus oryzae dan Rhizopus oligosporus.
Dari hasil pengamatan yang didapat dari fermentasi tempe adalah fermentasi
tempe tidak berjalan dengan baik, karena mikroorganisme yang tumbuh bukan
mikroorganisme yang diinginkan melainkan mikroorganisme pembusuk. Tempe
ditumbuhi kapang pembusuk dan berbau tidak sedap. Kemungkinan hal ini terjadi
karena kedelai yang di fermentasi disimpan pada tempat yang lembab sehingga
memicu pertumbuhan mikroorganisme lain yang terdapat dalam tempe.
Selain itu dilakukan juga percobaan fermentasi tempe yang kacang
kedelainya tampa perlakuan perebusan. Dari hasil yang didapat memang bentuknya
tetap berbentuk kedelai utuh, namun pada permukaan kedelai ditumbuhi kapang
berwarna putih, Warna putih ini adalah miselium yang menandakan kapang yang
berguna untuk fermentasi telah berkembang biak dengan baik, sehingga dapat
merubah kedelai menjadi tempe. Namun pertumbuhan kapang pada tempe yang
ESTAKANIA240210120094
KELOMPOK 18 TIP B1
kedelainya tidak melalui perebusan berlangsung sangat lambat tidak seperti tempe
yang kedelainya diberi perlakuan perebusan terlebih dahulu.
Pembuatan tempe dilakukan dengan dua cara yaitu secara modern dan
tradisional. Adapun tahap-tahap pembuatan tempe menurut Wijayanti (2002) adalah
sebagai berikut.
1. Penyortiran, bertujuan untuk memperoleh produk tempe yang berkualitas, yaitu
memilih biji kedelai yang bagus dan padat berisi. Biasanya di dalam biji kedelai
tercampur kotoran seperti pasir atau biji yang keriput dan keropos. Cara
membersihkannya adalah biji-biji kedelai diletakkan pada tampah kemudian
ditampi, maka akan diperoleh biji kedelai yang berkualitas.
2. Pencucian, bertujuan untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang melekat maupun
tercampur di antara biji kedelai. Kedelai dimasukkan wadah kemudian dicuci
dengan air. Pada saat pencucian dilakukan pembuangan biji yang mengambang di
air.
3. Perebusan 1, bertujuan untuk melunakkan biji kedelai dan memudahkan dalam
pengupasan kulit serta bertujuan untuk menonaktifkan tripsin inhibitor yang ada
dalam biji kedelai. Selain itu pencucian 1 ini bertujuan untuk mengurangi bau
langu dari kedelai. Perebusan dilakukan selama 30 menit atau ditandai dengan
mudah terkelupasnya kulit kedelai jika ditekan dengan jari tangan.
4. Pengupasan kulit, bertujuan untuk membuang kulit kedelai, sebab bila kulit kedelai
tidak dibuang maka kapang tempe tidak dapat tumbuh pada biji kedelai. Pada
pengupasan kulit diusahakan agar keping lembaga kedelai (kotiledon) terpisah,
karena penetrasi miselium kapang lebih banyak terjadi pada permukaan datar
daripada permukaan yang lengkung. Pengupasan kulit dapat dilakukan dengan
menggunakan mesin maupun tangan. Kedelai dapat dikupas kulitnya dengan cara
diremas-remas, dikuliti dan terjadilah keping-keping kedelai. Kemudian biji
ESTAKANIA240210120094
KELOMPOK 18 TIP B1
kedelai tersebut dicuci sehingga kulit kedelai yang sudah terkelupas dapat
dipisahkan atau dibuang.
5. Perendaman, bertujuan untuk melunakkan biji dan mencegah pertumbuhan bakteri
pembusuk selama fermentasi. Ketika perendaman, pada kulit biji kedelai telah
berlangsung proses fermentasi oleh bakteri yang terdapat di air terutama oleh
bakteri asam laktat. Perendaman juga betujuan untuk memberikan kesempatan
kepada keping-keping kedelai menyerap air sehingga menjamin pertumbuhan
kapang menjadi optimum. Selama perendaman, pH turun dari 6,5 sampai 4,5-5,3
(Steinkraus, 1983 dalam Wijayanti, 2002). Keadaan ini tidak mempengaruhi
pertumbuhan kapang tetapi mencegah berkembangnya bakteri yang tidak
diinginkan. Perendaman ini dapat menggunakan air biasa atau air yang ditambah
asam asetat sehingga pH larutan mencapai 4-5. perendaman dilakukan selama 12-
16 jam pada sushu kamar (25-30˚C).
6. Perebusan 2 atau pengukusan, bertujuan untuk lebih melunakkan biji kedelai
sehingga memudahkan kapang menembus keping-keping biji kedelai. Selain itu,
dengan perebusan atau pengukusan akan membunuh bakteri yang kemungkinan
tumbuh selama perendaman, menonaktifkan tripsin inhibitor dan beberapa zat gizi
yang diperlukan untuk pertumbuhan kapang.
7. Penirisan dan pendinginan. Biji kedelai harus didinginkan sampai suhu 30˚C
sebelum peragian. Biji kedelai harus benar-benar kering angin pada saat inokulasi
sehingga pada permukaan tidak terjadi gangguan karena adanya uap air yang
dapat mendorong pertumbuhan bakteri yang tidak diinginkan.
8. Penginokulasian/peragian. Pada tahap ini terjadi fermentasi oleh Rhizopus sp. yang
diperoleh dari laru daun, laru tempe maupun tepung ragi. Laru tempe paling
sedikit mengandung tiga spesies kapang dari genus Rhizopus, yaitu R.
olygosporus, R. oryzae, dan R. stolonifer atau R. chlamydosporus.
ESTAKANIA240210120094
KELOMPOK 18 TIP B1
Pada proses pembuatan tempe R. olygosporus mensintesis enzim pemecah protein
(protease) lebih banyak sedangkan R. oryzae lebih banyak mensintesis enzim
pemecah pati (-amilase).
Kapang memerlukan oksigen yang cukup untuk memacu pertumbuhannya,
apabila kadar oksigen kurang pertumbuhan kapang pada substrat lambat. Uap air
yang berlebihan akan menghambat difusi oksigen ke dalam kedelai sehingga
dapat menghambat pertumbuhan kapang. Untuk itu pada saat pembungkusan
sebaiknya aliran udara diatur agar tidak terlalu kedap, yaitu dengan memberi
lubang apabila dibungkus dengan plastik.
Selain oksigen kapang juga memerlukan suhu dan kelembaban yang sesuai untuk
pertumbuhannya. Kedelai calon tempe harus mengandung cukup air. Apabila
terlalu kering dan kelembaban kurang maka substrat kedelai sukar ditembus dan
dilapukkan oleh miselium kapang. Sebaliknya apabila terlalu basah, maka akan
menghambat penyebaran oksigen sehingga pertumbuhan miselium kapang
terhambat.
9. Pembungkusan, dapat menggunakan daun pisang atau plastik polietilen.
Penggunaan plastik polietilen berupa lembaran atau kantung sebagai pembungkus
pada saat kedelai diperam dapat dilakukan dengan memberikan lubang-lubang
kecil yang berjarak 0,25- 1,3 cm. Pemberian lubang pada plastik bertujuan agar
oksigen dapat masuk dengan lancar dan hasil respirasi kacang kedelai berupa CO2
dan H2O dapat keluar sehingga tidak menyebabkan pembusukan tempe.
10. Pemeraman. Selama pembuatan tempe terjadi kenaikan suhu sampai 40˚C karena
adanya pertumbuhan kapang, dan hifa kapang yang akan melakukan penetrasi ke
dalam keping biji kedelai. Menurut Steinkraus (1983) dalam Wijayanti (2002)
kondisi pemeraman dalam pembuatan tempe tidak mutlak, asalkan seluruh
kebutuhan yang pokok untuk pertumbuhan kapang terpenuhi. Kondisi uap air,
oksigen, dan panas harus cukup dan tidak boleh berlebihan. Begitu juga zat gizi
ESTAKANIA240210120094
KELOMPOK 18 TIP B1
yang tersedia untuk menjamin pertumbuhan kapang. Apabila kondisi pemeraman
sesuai maka miselium kapang akan tumbuh dan mengeluarkan enzim protease,
lipase, dan amilase ke lingkungan sekitarnya. Enzim-enzim tersebut akan
menguaraikan protein, lemak, dan karbohidrat yang terdapat pada kepingan biji
kedelai menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti asam amino, asam lemak,
dan glukosa.
Percobaan pada fermentasi tidak spontan berikutnya adalah tentang fermentasi
tape. Tape adalah jenis makanan hasil fermentasi alcohol dari bahan makanan sumber
pati seperti beras, singkong, dan lain-lain dengan bantuan ragi. Ragi yang digunakan
umumnya terdiri dari Mucor chlamidosporus, Endomycopsis fibuligera, dan
Saccharomyces cereviceae. Cita-rasa tape yang manis dan sedikit asam dibentuk
melalui serangkaian proses. Mula-mula M. chlamidiosporus, E. fibuligera memecah
pati menjadi dekstrin dan senyawa gula sederhana. Selanjutnya oleh S. cereviceae
glukosa dan fruktosa dihidrolisis menjadi alcohol. Pada fermentasi lebih lanjut,
alcohol dioksidasi menjadi asam-asam organic. Asam-asam organic dan alcohol
membentuk ester yang merupakan komponen pembentuk cita-rasa tape.
Dari hasil percobaan yang didapat, warna pada tape yang mula-mula berwarna
ungu tua menjadi ungu kehitaman dan berbau lebih menyengat dari kondisi awalnya
namun cita rasa tidak diketahui seperti apa. Seharusnya setelah difermentasi selama 2
hari ketan menjadi lunak dan cita-rasanya akan berasa asam seperti cita-rasa khas
tape.
Adapun perubahan rasa pada tape disebabkan oleh reaksi penguraian
glukosa seperti dapat dilihat di bawah ini :
Persamaan Reaksi Kimia
C6H12O6 → 2C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP (Energi yang dilepaskan:118 kJ per
mol)
ESTAKANIA240210120094
KELOMPOK 18 TIP B1
Dijabarkan sebagai
Gula (glukosa, fruktosa, atau sukrosa) → Alkohol (etanol) + Karbon dioksida
+ Energi (ATP)
Glukosa (C6H12O6) yang merupakan gula paling sederhana , melalui
fermentasi akan menghasilkan etanol (2C2H5OH). Reaksi fermentasi ini dilakukan
oleh ragi, dan digunakan pada produksi makanan.
Pembuatan tape memerlukan kecermatan dan kebersihan yang tinggi agar
ketan dapat menjadi lunak karena proses fermentasi yang baik. Ragi adalah bibit
jamur yang digunakan untuk membuat tape. Agar pembuatan tape berhasil dengan
baik alat-alat dan bahan-bahan harus bersih, terutama dari lemak atau minyak. Alat-
alat yang berminyak jika digunakan untuk mengolah pembuatan tape bisa
menyebabkan kegagalan fermentasi. Air juga harus bersih. Ketidak berhasilan
dalam pembuatan tape pada praktikum ini dapat diakibatkan oleh salah satu faktor
pada saat pengolahan tersebut, atau dapat pula diakibatkan suhu penyimpanan
selama fermentasi tidak sesuai untuk pertumbuhan mikroorganisme yang berguna
dalam fermentasi tape atau kekurangtelitian dalam pemberian ragi tape yang
mungkin terjadi kekeliruan saat penimbangan.
ESTAKANIA240210120094
KELOMPOK 18 TIP B1
VI. KESIMPULAN
1. Fermentasi adalah proses pemecahan karbohidrat dan protein secara anaerobic
oleh mikroorganisme (bakteri, kapang dan khamir)
2. Berdasarkan sumber mikroorganismenya, fermentasi pangan dibedakan atas
fermentasi spontan dan fermentasi tidak spontan.
3. Pada fermentasi spontan tidak ditambahnkan mikroorganisme sebagai bentuk
starter atau ragi, contohnya pada pembuatan sayur asin dan sauerkraut.
4. Pada fermentasi tidak spontan ditambahkan mikroorganisme sebagai starter
atau inokulum atau ragi, contohnya pada pembuatan tape dan tape ketan.
5. Fermentasi bertujuan untuk memperpanjang umur simpan dan meningkatkan
cita-rasa dan diversivikasi pangan.
ESTAKANIA240210120094
KELOMPOK 18 TIP B1
DAFTAR PUSTAKA
Buckle, K.A., dkk. 1987. Ilmu Pangan. UI-Press : Jakarta.
Desrosier, N.W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. UI-Press : Jakarta.
Herudiyanto, Marleen. 2006. Bahan Ajar Pengantar Teknologi Pengolahan Pangan.
Universitas Padjadjaran. Jatinangor
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
ESTAKANIA240210120094
KELOMPOK 18 TIP B1
PERTANYAAN DAN JAWABAN
Fermentasi Spontan
1. Apa sebabnya pada pembuatan sayur asin tidak ditambahkan inokulum/ragi?
Karena pada pembuatan sayur asin berlangsung proses fermentasi spontan
sehingga tidak diperlukan lagi penambahan inokulum. Adapun yang dimaksud
dengan fermentasi spontan adalah cara fermentasi pangan tanpa penambahan
inokulum pada substrat karena sudah ada pada bahan baku atau di lingkungan
sekitarnya, misalnya pada sayur asin sudah terdapat bakteri asam laktat
(Laueconostoc mesenitrodes, Lactobacillus plantarum, dan Lactobacillus brevis)
pada daun sawi hijau yang akan dijadikan sayur asin. Pertumbuhan bakteri tersebut
cukup dirangsang secara selektif dengan adanya penambahan garam sebelum proses
fermentasi berlangsung.
2. Mengapa selama fermentasi selaput/busa di permukaan harus dibuang?
Selaput keputih-putihan atau busa pada permukaan ialah kapang Mycoderma di
atas larutan garam. Selaput ini harus dibuang secara hati-hati karena mikroorganisme
tersebut menggunakan asam yang dihasilkan dalam proses fermentasi untuk
keperluannya sendiri dan akibatnya mikroorganisme pembusuk akan tumbuh dan
merusak bahan pangan yang sedang difermentasi.
ESTAKANIA240210120094
KELOMPOK 18 TIP B1
Fermentasi Tidak Spontan
1. Apa yang dimaksud dengan starter?
Starter adalah suatu bahan atau aktivitas yang ditumbuhkan pada suatu bahan
pangan agar mikroorganisme yang diinginkan dalam proses fermentasi dapat bekerja
sama dengan kita sesuai dengan yang diinginkan.
3. Mengapa dalam pembuatan tempe kapang Rhizopus oryzae dan Rhizopus
oligosporus sebaiknya digunakan keduanya?
Karena dalam pembuatan tempe kedua kapang tersebut akan bekerja sama sehingga
dihasilkan proses fermentasi yang cepat. Proses fermentasi dapat berlangsung lebih
cepat apabila kedua kapang ini digunakan karena masing-masing kapang memiliki
keunggulannya masing-masing dalam proses fermentasi. Pada proses pembuatan
tempe R. olygosporus mensintesis enzim pemecah protein (protease) lebih banyak
sedangkan R. oryzae lebih banyak mensintesis enzim pemecah pati (-amilase).