dk - bedah orthognatik

29
MAKALAH DISKUSI KASUS BEDAH ORTHOGNATIK Disusun oleh: Aliet Seignorita (160112100506) Diatri Nariratih (160112100507) Radityo Yudho P. (160112100508) Alda Arifialda (160112100509) Rahajeng Wulan (160112100510) Pembimbing : Winarno, drg., Sp.BM

Upload: agathaputri

Post on 30-Nov-2015

260 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: DK - Bedah Orthognatik

MAKALAH DISKUSI KASUS

BEDAH ORTHOGNATIK

Disusun oleh:

Aliet Seignorita (160112100506)Diatri Nariratih (160112100507)Radityo Yudho P. (160112100508)Alda Arifialda (160112100509)Rahajeng Wulan (160112100510)

Pembimbing : Winarno, drg., Sp.BM

PROGRAM PROFESIFAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS PADJADJARANBANDUNG

2012

Page 2: DK - Bedah Orthognatik

BAB I

PENDAHULUAN

Poli Bedah Mulut Rumah Sakit Hasan Sadikin menangani berbagai macam kasus yang

berhubungan dengan kelainan pada rongga mulut, mencakup infeksi, tumor, kelainan kongenital,

fraktur, dan deformitas dentofasial. Salah satu kelainan yang dapat ditemui ialah pasien dengan

deformitas dentofasial yang akan dibahas lebih lanjut pada makalah ini.

Survei epidemiologi menunjukkan persentase tinggi populasi di dunia dengan kasus

maloklusi yang signifikan. Dokter gigi sering menjumpai pasien dengan keadaan dentofasial

yang tidak normal, profil wajah yang abnormal (prognatik/retrognatik mandibula), keadaan gigi

yang tidak normal dalam jumlah, bentuk, ukuran, maupun posisinya. Kelainan dentofasial adalah

deviasi atau ketidakseimbangan proporsi fasial serta hubungan gigi yang tidak baik sehingga

mengganggu estetika profil wajah. Kelainan dentofasial dapat berdampak pada gangguan fungsi

rahang, hubungan gigi dan penampilan wajah. Umumnya kasus-kasus tersebut berat dan

mempengaruhi proporsi fasial. Sebagian besar kasus tersebut membutuhkan tindakan

pembedahan untuk memperbaiki defisiensi skeletal, memperoleh oklusi yang baik, dan tinjauan

secara estetik. Perawatan deformitas dentofasial diutamakan pada koreksi abnormalitas

dentoalveolar. Teknik pembedahan telah berkembang sehingga memungkinkan reposisi

kompleks mid-fasial, mandibula, dan segmen dentoalveolar ke posisi yang diinginkan.

Kombinasi antara tindakan pembedahan dan perawatan ortodontik merupakan penatalaksaan

terbaik dalam memperbaiki maloklusi dan abnormalitas fasial.

Page 3: DK - Bedah Orthognatik

Pada bab selanjutnya akan dibahas lebih lanjut mengenai disgnati yang terdapat pada

pasien wanita berusia 24 tahun yang datang ke Poliklinik Bedah Mulut dengan keluhan rahang

bawah berukuran sangat kecil tidak sesuai dengan rahang atasnya.

Page 4: DK - Bedah Orthognatik

BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Kasus

Nama : Nn. NC

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 24 Tahun

Alamat : Jl. E Basuki no. 131

Agama : Islam

Status : Blm menikah

No. Rekan Medis : 12120327

Keluhan utama : Rahang bawah berukuran sangat kecil tidak sesuai dengan rahang atasnya.

Anamnesa:

Pasien perempuan berusia 24 tahun, datang dengan keluhan rahang bawah berukuran

sangat kecil sehingga tidak sesuai dengan rahang atasnya. Rahang bawah pasien terantuk pot

bunga ketika masih kecil dan sejak saat itu rahang bawahnya tidak tumbuh. Pasien sudah dirawat

ortodontik cekat untuk persiapan pembedahan. Pasien ingin rahangnya dirawat dengan alasan

estetis dan malu terhadap orang lain.

Riwayat Keluarga : Disangkal

Status Umum:

Kesadaran : CM

Page 5: DK - Bedah Orthognatik

Pernafasan : 20 x/menit

Nadi : 78x/menit

Ekspresi : Tenang

Suhu : Afebris

Cor : Tidak dilakukan pemeriksaan

Pulmo : Tidak dilakukan pemeriksaan

Kelenjar limfe : Tidak sakit, tidak teraba

Tensi : 120/80 mmHg

Status Lokalis (Ekstra oral):

Wajah asimetris.

Konjungtiva non anemis, sklera non-ikterik, pupil isokhor.

Bibir inkompeten, projeksi dagu minimal, maksila berlebih dan defisiensi mandibula

serta insisif rahang atas yang berlebih mengarah ke labial.

Status Lokalis (Intra oral)

Bibir : Tidak ada kelainan

Palatum : Tidak ada kelainan

Lidah : Tidak ada kelainan

Tonsil : T1-T1

Mukosa bukal : Tidak ada kelainan

Gingiva : Tidak ada kelainan

Dasar mulut : Tidak ada kelainan

Page 6: DK - Bedah Orthognatik

Terlihat adanya maloklusi kelas II

Status Gigi-Geligi:

8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8

8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8

16 : Missing teeth

24 : Missing teeth

36 : Uneruption

45 : Uneruption

47 : Uneruption

Pemeriksaan Radiologis : Foto panoramik & cephalometrik lateral

Pemeriksaan Penunjang : Analisis Model Studi

Diagnosa Klinis : Disgnati

Perawatan : Osteodistraksi

7 5 6

Page 7: DK - Bedah Orthognatik

Foto Profil

Post Operasi

Page 8: DK - Bedah Orthognatik

Foto Rontgen

Panoramik

Cephalometrik Lateral

Page 9: DK - Bedah Orthognatik

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi

3.1.1 Kelainan Dentofasial

Kelainan dentofasial adalah deviasi atau ketidakseimbangan proporsi fasial serta

hubungan gigi yang tidak baik sehingga mengganggu estetika profil wajah. Kelainan dentofasial

dapat berdampak pada gangguan fungsi rahang, hubungan gigi dan penampilan wajah.

Maloklusi dan abnormalitas komponen skeletal dentofasial dapat diklasifikasikan

menjadi deformitas dapatan atau deformitas perkembangan. Deformitas dapatan berasal dari

trauma atau pengaruh eksternal yang mengubah morfologi fasial. Sedangkan deformitas

perkembangan merupakan akibat dari abnormalitas pertumbuhan struktur fasial.

3.1.2 Bedah Ortognatik

Kata ortognatik berasal dari kata bahasa Yunani ortho yang berarti meluruskan, dan

gnathia, yang berarti rahang. Oleh karena itu, bedah orthognatik bermakna meluruskan rahang.

Bedah orthognatik didefinisikan sebagai seni dan ilmu pengetahuan diagnosa,

perencanaan perawatan dan penentuan perawatan untuk memperbaiki deformitas

muskuloskeletal, dento-osseus, dan jaringan lunak pada rahang serta struktur-struktur yang

berkaitan dengannya. Bedah ortognatik dapat berupa koreksi kelainan rahang atas, rahang

bawah, atau keduanya. Kelainan yang mendasari dapat hadir pada saat kelahiran atau mungkin

menjadi jelas ketika pasien tumbuh dan berkembang atau mungkin hasil dari luka traumatis.

Tingkat keparahan cacat ini tidak memadai jika hanya melalui perawatan gigi saja.

Page 10: DK - Bedah Orthognatik

3.2. Klasifikasi Deformitas Dentofasial

Deformitas maksila dapat diklasifikasikan antara lain:

Maksila Protrusif.

Pertumbuhan yang berlebih dalam arah horisontal, kadang-kadang disertai dengan

protrusi mandibula (protrusif bimaksiler).

Defisiensi Anteroposterior (AP) Maksila.

Pertumbuhan maksila yang tidak adekuat dalam arah anterior – kelas III.

Kelebihan Maksila Vertikal.

Pertumbuhan berlebih alveolus maksila dalam arah inferior – penampakan gigi

dan gingival yang berlebihan, ketidakmampuan bibir menutup tanpa ketegangan

pada otot mentalis.

Defisiensi Maksila Vertikal.

Penampakan edentulous yang menunjukkan tidak ada gigi, gigitan dalam pada

mandibula dengan ujung dagu yang menonjol, wajah bagian bawah yang pendek.

Defisiensi Maksila Transversal.

Etiologi : Kongenital, pertumbuhan, traumatik, dan iatrogenik, misalnya etiologi

pertumbuhan – kebiasaan menghisap ibu jari, dan iatrogenik – pertumbuhan yang

terbatas yang disebabkan oleh pembentukan jaringan parut palatal.

Celah Alveolar, konstriksi maksila dalam dimensi transversal AP.

Deformitas mandibula yang meliputi kelebihan AP mandibula (hyperplasia), defisiensi

AP mandibula (hypoplasia), dan asimetri AP mandibula (pergeseran garis tengah mandibula

secara klinis).

Gabungan deformitas maksila – mandibula, meliputi:

Page 11: DK - Bedah Orthognatik

Sindrom Wajah Pendek.

Brachyfacial – defisiensi pertumbuhan wajah bagian bawah dalam hal dimensi

vertikal, kelas II oklusal plane mandibula yang rendah dengan defisiensi AP

mandibula, kadang-kadang dengan defisiensi maksila vertikal.

Sindrom Wajah Panjang.

Dolicofacial – tinggi wajah bagian bawah berlebih, sudut oklusal dan mandibular

plane meningkat, sering kombinasi dengan kelebihan maksila vertikal dengan

hipoplasia mandibula.

Apertognatia.

Sering dengan sindrom wajah Panjang – Asimetri wajah bagian bawah.

Sedangkan deformitas dagu, terdiri dari Makrogenia dan Mikrogenia.

Pergerakan temporomandibular joint, aspek psikologis dan pergerakan lidah

menyebabkan perbedaan 5 deformitas dentofasial, antara lain: (i) Prognati mandibula; (ii)

Prognati mandibula dengan open bite; (iii) Defisiensi mandibula dengan sudut plane mandibula

yang normal atau rendah; (iv) Defisiensi mandibula relatif dengan sudut plane mandibula yang

tinggi; dan (v) Defisiensi mandibula absolut dengan sudut plane mandibula yang tinggi.

3.3. Gambaran Klinis Deformitas Dentofasial

Ciri klinis prognatism maksila adalah hubungan molar bisa berupa hubungan Kelas II,

pasien memiliki profil yang cembung, overbite yang meningkat serta kurva Spee yang

berlebihan, pasien mungkin memiliki bibir atas hipotonis yang pendek yang mengakibatkan

penutupan bibir yang buruk, kebanyakan pasien memiliki aktivitas otot yang abnormal. Misalnya

Page 12: DK - Bedah Orthognatik

aktivitas otot buccinator yang abnormal yang mengakibatkan lengkungan rahang atas yang

konstriksi dan sempit yang menimbulkan gigitan terbalik posterior dan otot mentalis hiperaktif.

Prognatism mandibula memiliki ciri klinis yaitu hubungan molar mungkin hubungan

kelas III, pasien biasanya memiliki profil yang konkaf, gigitan terbalik posterior akibat

lengkungan rahang atas yang sempit dan pendek tapi dengan lengkungan rahang bawah yang

lebar, dan pasien dengan peningkatan tinggi intermaksilla dapat mengalami gigitan terbuka

anterior. Tapi beberapa pasien juga dapat menunjukkan terjadinya gigitan dalam.

Gigitan terbuka anterior skeletal memiliki tinggi wajah bagian bawah meningkat. Bibir

atas yang pendek dengan penampakan dari gigi insisivus RA yang berlebihan dan sudut

mandibular plane yang curam. Pasien sering memiliki wajah yang panjang dan sempit.

Pemeriksaan sefalometrik menunjukkan mandibula yang berotasi ke bawah dan ke depan, pada

beberapa pasien, dapat terlihat tipping ke depan dari basis skeletal rahang atas. Ciri-ciri umum

yang lain adalah peningkatan vertikal maksila.

Gigitan dalam skeletal biasanya berasal dari genetik. Rotasi mandibula ke depan dan ke

atas dengan atau tampa inklinasi maksilla ke bawah dan ke depan mengakibatkan terjadinya

gigitan dalam skeletal ini. Gigitan dalam skeletal juga mengalami penurunan tinggi wajah

interior, pola pertumbuhan wajah horizontal dan celah interoklusal yang kurang (free way space).

Pemeriksaan sefalometrik menunjukkan bahwa sebagian besar dari permukaan-permukaan

sefalometrik horizontal misalnya mandibular plane, FH plane, SN plane, dan seterusnya saling

paralel satu sama lain.

Defisiensi maksila transversal umumnya terdapat gigitan saling posterior unilateral atau

bilateral. Gigi-gigi yang berjejal, rotasi, dan bergeser ke bukal atau palatal. Bentuk lengkungan

maksila yang sempit dan lonjong-lengkung berbentuk jam pasir yang tinggi, berlapis datar.

Page 13: DK - Bedah Orthognatik

Deformitas ini merupakan deformitas skeletal yang paling sering berkaitan dengan hipoplasia

vertikal dan anteroposterior maksila.

3.4. Klasifikasi Bedah Ortognatik

Tujuan utama dari bedah orthognatik adalah untuk mereposisi tulang basal dan segmen

dentoalveolar ke dalam hubungan yang normal dan memperbaiki fungsi estetis.

Pembedahan Tulang Maksila

Pembedahan tulang maksila terdiri atas 2 jenis pembedahan, yaitu osteotomi yang

mencakup pada segmen-segmen dari tulang maksila dan osteotomi total maksila. Osteotomy

segmen-segmen maksila terbagi atas Osteotomy single tooth, Corticotomy, Osteotomy segmen

anterior maksila, dan Osteotomy subapikal posterior maksila. Osteotomy segmen anterior maksila

terbagi lagi antara lain : Teknik Wassmud, teknik Wunderer, osteotomy anterior maksila Epker,

dan teknik Cupar. Sedangkan Osteotomy total maksila terbagi menjadi Osteotomy Lefort I,

Osteotomy Lefort II dan Osteotomy Lefort III.

Pembedahan Tulang Mandibula

Pembedahan pada tulang mandibula digolongkan menjadi osteotomi pada ramus

(Osteotomy ramus vertikal ekstraoral, Osteotomy ramus vertikal intraoral, Osteotomysplit

sagital), osteotomi mandibula, osteotomi subapikal (Osteotomy anterior subapikal, Osteotomy

posterior subapikal, dan Osteotomy subapikal total), dan genioplasti (Osteotomy horisontal

dengan reduksi anteroposterior, teknik tenon, Osteotomy horisontal double sliding, Genioplasty

reduksi vertikal dan augmentasi alloplastic).

Page 14: DK - Bedah Orthognatik

3.5. Indikasi dan Kontra Indikasi Bedah Ortognatik

Indikasi Bedah O rtognatik

Diskrepansi skeletal kelas II atau III yang parah.

Gigitan dalam pada pasien yang tidak sedang bertumbuh.

Gigitan terbuka anterior yang parah.

Masalah dentoalveolar yang parah (terlalu parah untuk dikoreksi dengan koreksi

ortodontik semata).

Situasi periodontal yang sangat lemah/terganggu.

Asimetri skeletal.

Ricketts (1982), mengajukan 4 keadaan spesifik yang merupakan indikasi untuk

dilakukan tindakan bedah yaitu apabila:

Perbaikan posisi dental yang diharapkan sukar dicapai dengan hanya perawatan

ortodonti, karena malposisi yang sangat parah.

Pola skeletal yang buruk untuk kemungkinan koreksi ortodonti yang baik.

Hanya dengan perawatan ortodonti saja kurang dapat diperoleh estetika fasial yang serasi.

Hanya dengan perawatan ortodonsi atau restorasi yang lain tidak dapat dicapai oklusi

fungsional.

Sedangkan Alexander (1986) menyatakan bahwa tindakan bedah ortognatik dapat

dilakukan apabila dengan perawatan ortodonti saja tidak dapat diperoleh keseimbangan

dentoalveolar dan profil jaringan lunak fasial.

Page 15: DK - Bedah Orthognatik

Kontraindikasi bedah ortognatik

Semua kondisi kesehatan umum dimana semua intervensi bedah dikontraindikasikan.

Ketika keuntungan dan kerugian tidak langsung mengarah pada keputusan untuk merawat

pasien dengan bedah ortognatik, seseorang dapat memutuskan untuk menunda perawatan.

Jika keluhan ringan, atau ketika pasien belum melihat perlunya untuk perawatan, maka

pasien dicetak untuk memungkinkan penilaian perubahan di kemudian hari.

Pada pasien muda, dianjurkan untuk memungkinkan pertumbuhan yang lengkap sebelum

dilakukan intervensi bedah. Pengecualian untuk ini adalah bila terdapat kasus defisiensi

mandibula dengan bidang miring, mandibula rendah (morfologi konvergen), yang dapat

ditangani dengan osteotomi sagital split atau osteogenesis distraksi sebelum pertumbuhan

selesai.

Alasan keuangan juga dapat mengarah keputusan untuk tidak melakukan bedah

ortodontik pada saat itu juga.

3.6. Penatalaksanaan Bedah Ortognatik pada Kelainan Skeletal Dentofasial

Penilaian pre-operatif meliputi penilaian umum terhadap pasien, diagnosis dan

perencanaan perawatan. Sebuah penilaian yang tepat dari pasien harus dilakukan dari tingkat

awal. Keluhan utama pasien harus diperhatikan. Dalam kebanyakan kasus terdapat perhatian

dalam hal estetik dan penampilan. Namun, faktor lain seperti fungsi pengunyahan, bicara,

kelainan sendi temporomandibula, dan psikologis perlu dipertimbangkan.

Penilaian umum dilihat dari gambaran klinis, radiografis, dan juga perawatan ortodontik

pra-bedah. Analisis sefalometri adalah salah satu perangkat penunjang untuk menegakkan

Page 16: DK - Bedah Orthognatik

diagnosis dan merencanakan perawatan, disamping itu tentunya diperlukan pengetahuan yang

mendalam mengenai pertumbuhan dan perkembangan kompleks kranio-dento-fasial,

pengetahuan tentang proses biomekanik, pengalaman klinis serta perangkat penunjang yang lain,

seperti model studi, foto fasial, foto intraoral dan foto rontgen panoramik. Salah satu tujuan

utama perawatan ortodontik prabedah untuk mengurangi kompensasi dental yang akan

menghalangi koreksi bedah. Oleh karena itu, pada waktu mempersiapkan tindakan bedah, gigi

sering digerakkan berlawanan dengan apa yang seharusnya dilakukan pada perawatan ortodontik

nonbedah.

Bedah orthognatik : diagnosa dan perencanaan perawatan

Fase I Susun data dasar Buat daftar masalah Diagnosa Pertemuan tim

Fase II Susun daftar masalah interdisipliner Masalah dentofasial berdasarkan urutan prioritas Solusi yang mungkin dilakukan Rencana perawatan sementara Pertemuan pasien/tim Rencana tetap

Fase III Terapi persiapan – endodontik, periodontik, prostetik, dst.

Ortodontik defenitif – perawatan bedah Pemantauan tim secara berkelanjutan, evaluasi ulang,

interaksi, modifikasi terapi

Fase IV Perawatan

3.7. Fase Perawatan Pasca Bedah

Rahang kembali berfungsi secara penuh merupakan tujuan penting sehingga diperlukan

penyesuaian oklusi dan rehabilitasi rahang. Pasien mungkin mengalami kesulitan mencari posisi

Page 17: DK - Bedah Orthognatik

oklusal baru setelah operasi karena segmen tulang dan gigi berubah. Postbedah, pasien merasa

lebih mudah untuk fungsi ke dalam posisi oklusal baru ketika dipandu ke dalam sebuah splint

oklusal yang tepat. Selain itu dapat dilakukan perawatan ortodontik post bedah yang dapat

dimulai apabila ahli bedah beranggapan bahwa proses penyembuhan dan stabilitas klinis telah

tercapai dengan memuaskan.

3.8. Osteogenesis Distraksi

Salah satu pendekatan mutakhir dalam mengkoreksi defisiensi mandibula dan maksila

adalah dengan melibatkan penggunaan osteogenesis distraksi, dimana banyak keterbatasan pada

koreksi deformitas sebelumnya yaitu dengan teknik osteotomi konvensional. Keterbatasan ini

meliputi tidak adaptasinya jaringan lunak pada perubahan serta kelenturan sehingga harus

dilakukan reposisi segmen tulang. Kegagalan dari adaptasi tersebut akan berdampak kemudian

pada aktivitas struktur TMJ serta adanya peningkatan keparahan kehilangan sensori sebagai

akibat dari “stretching” saraf. Pada beberapa kasus, jumlah tulang yang harus dikoreksi sangat

banyak sehingga diperlukan graft tulang dari daerah operasi sekunder; yaitu krista illiaka untuk

mengisi celah/gap.

Prosedur osteogenesis distraksi melibatkan pemotongan osteotomi untuk memisahkan

segmen tulang serta aplikasi alat yang memfasilitasi pemisahan segmen tulang tersebut baik

secara incremental maupun gradual. Konsep distraksi ini bukan merupakan hal baru.

Penggunaan teknik traksi tulang untuk mengkoreksi panjang sudah ada sejak jaman Hipocrates

dimana operator di jaman tersebut mengaplikasikan traction pada tangan yang fraktur dan

mengalami pemendekan. Pada tahun 1950, dokter bedah Rusia Gavril Ilizarov menemukan

Page 18: DK - Bedah Orthognatik

konsep untuk mengkoreksi defisiensi tulang. Sejak saat itu aplikasi dengan mengunakan prinsip

ini luas digunakan pada semua aspek ortopedik, termasuk bedah kraniofasial.

3.8. Komplikasi

Komplikasi pembedahan yang dapat terjadi pada bedah maksila secara umum dapat

meliputi perdarahan, kegagalan reposisi segmen, kehilangan pasokan darah segmen, dan

komplikasi bedah kompleks yang khusus dapat terjadi pada bedah Le Fort III. Sedangkan pada

bedah mandibula, komplikasi yang harus dihindari, adalah luka pada bundel neurovaskular,

perdarahan, serta resorpsi dari tulang yang berlanjut.

BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien perempuan berusia 24 tahun, datang dengan keluhan rahang bawah berukuran

sangat kecil sehingga tidak sesuai dengan rahang atasnya. Rahang bawah pasien terantuk pot

bunga ketika masih kecil dan sejak saat itu rahang bawahnya tidak tumbuh. Pasien sudah dirawat

ortodontik cekat untuk persiapan pembedahan. Pasien ingin rahangnya dirawat dengan alasan

estetis dan malu terhadap orang lain. Pasien datang ke RSHS untuk diperiksa dan dilakukan

tindakan lebih lanjut.

Page 19: DK - Bedah Orthognatik

Pada kondisi pasien diatas secara ekstraoral tampak terlihat adanya bibir inkompeten,

projeksi dagu minimal, maksila berlebih dan defisiensi mandibula serta insisif rahang atas yang

berlebih mengarah ke labial. Pada kondisi intraoral pasien terlihat adanya maloklusi kelas II.

Operasi osteodistraksi yang dilakukan tersebut melibatkan reposisi maksila superior,

pemotongan corpus mandibula dekstra (osteotomi mandibula dx) dan corpus mandibula sinistra

(osteotomy mandibula sn) serta pemasangan osteodistraktor ekstraoral a/r mandibula dekstra.

Selanjutnya pasien kontrol secara berkala untuk dilakukan aktivasi alat.

BAB V

KESIMPULAN

Kelainan skeletal dentofasial dan profil wajah yang abnormal (prognati/retrognati

mandibula) yang mempengaruhi estetika wajah sering dijumpai oleh dokter gigi. Pada kondisi

penggunaan alat-alat orthodontik memiliki keterbatasan dalam mengoreksi kelainan tersebut,

maka pilihan yang dapat dijalani adalah perawatan bedah rahang ortodontik atau bedah

ortognatik.

Page 20: DK - Bedah Orthognatik

Penatalaksanaan dari bedah orthognatik pada kelainan skeletal oromaksilofasial itu

sendiri meliputi penilaian preoperatif, manajemen pembedahan, teknik pembedahan

(maksila/mandibula), dan fase perawatan pasca pembedahan.

DAFTAR PUSTAKA

Kasman, Fika Raesita. 2012. Penatalaksanaan bedah ortognatik pada kelainan skeletal

oromaksilofasial. Universitas Hasanuddin.

Hupp, JR. Ellis, E. Tucker, M. R. 2008. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery. 5th. Dt.

Louis Missouri. Mosby Elsevier.

Page 21: DK - Bedah Orthognatik