dk - bedah orthognatik
TRANSCRIPT
MAKALAH DISKUSI KASUS
BEDAH ORTHOGNATIK
Disusun oleh:
Aliet Seignorita (160112100506)Diatri Nariratih (160112100507)Radityo Yudho P. (160112100508)Alda Arifialda (160112100509)Rahajeng Wulan (160112100510)
Pembimbing : Winarno, drg., Sp.BM
PROGRAM PROFESIFAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS PADJADJARANBANDUNG
2012
BAB I
PENDAHULUAN
Poli Bedah Mulut Rumah Sakit Hasan Sadikin menangani berbagai macam kasus yang
berhubungan dengan kelainan pada rongga mulut, mencakup infeksi, tumor, kelainan kongenital,
fraktur, dan deformitas dentofasial. Salah satu kelainan yang dapat ditemui ialah pasien dengan
deformitas dentofasial yang akan dibahas lebih lanjut pada makalah ini.
Survei epidemiologi menunjukkan persentase tinggi populasi di dunia dengan kasus
maloklusi yang signifikan. Dokter gigi sering menjumpai pasien dengan keadaan dentofasial
yang tidak normal, profil wajah yang abnormal (prognatik/retrognatik mandibula), keadaan gigi
yang tidak normal dalam jumlah, bentuk, ukuran, maupun posisinya. Kelainan dentofasial adalah
deviasi atau ketidakseimbangan proporsi fasial serta hubungan gigi yang tidak baik sehingga
mengganggu estetika profil wajah. Kelainan dentofasial dapat berdampak pada gangguan fungsi
rahang, hubungan gigi dan penampilan wajah. Umumnya kasus-kasus tersebut berat dan
mempengaruhi proporsi fasial. Sebagian besar kasus tersebut membutuhkan tindakan
pembedahan untuk memperbaiki defisiensi skeletal, memperoleh oklusi yang baik, dan tinjauan
secara estetik. Perawatan deformitas dentofasial diutamakan pada koreksi abnormalitas
dentoalveolar. Teknik pembedahan telah berkembang sehingga memungkinkan reposisi
kompleks mid-fasial, mandibula, dan segmen dentoalveolar ke posisi yang diinginkan.
Kombinasi antara tindakan pembedahan dan perawatan ortodontik merupakan penatalaksaan
terbaik dalam memperbaiki maloklusi dan abnormalitas fasial.
Pada bab selanjutnya akan dibahas lebih lanjut mengenai disgnati yang terdapat pada
pasien wanita berusia 24 tahun yang datang ke Poliklinik Bedah Mulut dengan keluhan rahang
bawah berukuran sangat kecil tidak sesuai dengan rahang atasnya.
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Kasus
Nama : Nn. NC
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 24 Tahun
Alamat : Jl. E Basuki no. 131
Agama : Islam
Status : Blm menikah
No. Rekan Medis : 12120327
Keluhan utama : Rahang bawah berukuran sangat kecil tidak sesuai dengan rahang atasnya.
Anamnesa:
Pasien perempuan berusia 24 tahun, datang dengan keluhan rahang bawah berukuran
sangat kecil sehingga tidak sesuai dengan rahang atasnya. Rahang bawah pasien terantuk pot
bunga ketika masih kecil dan sejak saat itu rahang bawahnya tidak tumbuh. Pasien sudah dirawat
ortodontik cekat untuk persiapan pembedahan. Pasien ingin rahangnya dirawat dengan alasan
estetis dan malu terhadap orang lain.
Riwayat Keluarga : Disangkal
Status Umum:
Kesadaran : CM
Pernafasan : 20 x/menit
Nadi : 78x/menit
Ekspresi : Tenang
Suhu : Afebris
Cor : Tidak dilakukan pemeriksaan
Pulmo : Tidak dilakukan pemeriksaan
Kelenjar limfe : Tidak sakit, tidak teraba
Tensi : 120/80 mmHg
Status Lokalis (Ekstra oral):
Wajah asimetris.
Konjungtiva non anemis, sklera non-ikterik, pupil isokhor.
Bibir inkompeten, projeksi dagu minimal, maksila berlebih dan defisiensi mandibula
serta insisif rahang atas yang berlebih mengarah ke labial.
Status Lokalis (Intra oral)
Bibir : Tidak ada kelainan
Palatum : Tidak ada kelainan
Lidah : Tidak ada kelainan
Tonsil : T1-T1
Mukosa bukal : Tidak ada kelainan
Gingiva : Tidak ada kelainan
Dasar mulut : Tidak ada kelainan
Terlihat adanya maloklusi kelas II
Status Gigi-Geligi:
8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
16 : Missing teeth
24 : Missing teeth
36 : Uneruption
45 : Uneruption
47 : Uneruption
Pemeriksaan Radiologis : Foto panoramik & cephalometrik lateral
Pemeriksaan Penunjang : Analisis Model Studi
Diagnosa Klinis : Disgnati
Perawatan : Osteodistraksi
7 5 6
Foto Profil
Post Operasi
Foto Rontgen
Panoramik
Cephalometrik Lateral
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Definisi
3.1.1 Kelainan Dentofasial
Kelainan dentofasial adalah deviasi atau ketidakseimbangan proporsi fasial serta
hubungan gigi yang tidak baik sehingga mengganggu estetika profil wajah. Kelainan dentofasial
dapat berdampak pada gangguan fungsi rahang, hubungan gigi dan penampilan wajah.
Maloklusi dan abnormalitas komponen skeletal dentofasial dapat diklasifikasikan
menjadi deformitas dapatan atau deformitas perkembangan. Deformitas dapatan berasal dari
trauma atau pengaruh eksternal yang mengubah morfologi fasial. Sedangkan deformitas
perkembangan merupakan akibat dari abnormalitas pertumbuhan struktur fasial.
3.1.2 Bedah Ortognatik
Kata ortognatik berasal dari kata bahasa Yunani ortho yang berarti meluruskan, dan
gnathia, yang berarti rahang. Oleh karena itu, bedah orthognatik bermakna meluruskan rahang.
Bedah orthognatik didefinisikan sebagai seni dan ilmu pengetahuan diagnosa,
perencanaan perawatan dan penentuan perawatan untuk memperbaiki deformitas
muskuloskeletal, dento-osseus, dan jaringan lunak pada rahang serta struktur-struktur yang
berkaitan dengannya. Bedah ortognatik dapat berupa koreksi kelainan rahang atas, rahang
bawah, atau keduanya. Kelainan yang mendasari dapat hadir pada saat kelahiran atau mungkin
menjadi jelas ketika pasien tumbuh dan berkembang atau mungkin hasil dari luka traumatis.
Tingkat keparahan cacat ini tidak memadai jika hanya melalui perawatan gigi saja.
3.2. Klasifikasi Deformitas Dentofasial
Deformitas maksila dapat diklasifikasikan antara lain:
Maksila Protrusif.
Pertumbuhan yang berlebih dalam arah horisontal, kadang-kadang disertai dengan
protrusi mandibula (protrusif bimaksiler).
Defisiensi Anteroposterior (AP) Maksila.
Pertumbuhan maksila yang tidak adekuat dalam arah anterior – kelas III.
Kelebihan Maksila Vertikal.
Pertumbuhan berlebih alveolus maksila dalam arah inferior – penampakan gigi
dan gingival yang berlebihan, ketidakmampuan bibir menutup tanpa ketegangan
pada otot mentalis.
Defisiensi Maksila Vertikal.
Penampakan edentulous yang menunjukkan tidak ada gigi, gigitan dalam pada
mandibula dengan ujung dagu yang menonjol, wajah bagian bawah yang pendek.
Defisiensi Maksila Transversal.
Etiologi : Kongenital, pertumbuhan, traumatik, dan iatrogenik, misalnya etiologi
pertumbuhan – kebiasaan menghisap ibu jari, dan iatrogenik – pertumbuhan yang
terbatas yang disebabkan oleh pembentukan jaringan parut palatal.
Celah Alveolar, konstriksi maksila dalam dimensi transversal AP.
Deformitas mandibula yang meliputi kelebihan AP mandibula (hyperplasia), defisiensi
AP mandibula (hypoplasia), dan asimetri AP mandibula (pergeseran garis tengah mandibula
secara klinis).
Gabungan deformitas maksila – mandibula, meliputi:
Sindrom Wajah Pendek.
Brachyfacial – defisiensi pertumbuhan wajah bagian bawah dalam hal dimensi
vertikal, kelas II oklusal plane mandibula yang rendah dengan defisiensi AP
mandibula, kadang-kadang dengan defisiensi maksila vertikal.
Sindrom Wajah Panjang.
Dolicofacial – tinggi wajah bagian bawah berlebih, sudut oklusal dan mandibular
plane meningkat, sering kombinasi dengan kelebihan maksila vertikal dengan
hipoplasia mandibula.
Apertognatia.
Sering dengan sindrom wajah Panjang – Asimetri wajah bagian bawah.
Sedangkan deformitas dagu, terdiri dari Makrogenia dan Mikrogenia.
Pergerakan temporomandibular joint, aspek psikologis dan pergerakan lidah
menyebabkan perbedaan 5 deformitas dentofasial, antara lain: (i) Prognati mandibula; (ii)
Prognati mandibula dengan open bite; (iii) Defisiensi mandibula dengan sudut plane mandibula
yang normal atau rendah; (iv) Defisiensi mandibula relatif dengan sudut plane mandibula yang
tinggi; dan (v) Defisiensi mandibula absolut dengan sudut plane mandibula yang tinggi.
3.3. Gambaran Klinis Deformitas Dentofasial
Ciri klinis prognatism maksila adalah hubungan molar bisa berupa hubungan Kelas II,
pasien memiliki profil yang cembung, overbite yang meningkat serta kurva Spee yang
berlebihan, pasien mungkin memiliki bibir atas hipotonis yang pendek yang mengakibatkan
penutupan bibir yang buruk, kebanyakan pasien memiliki aktivitas otot yang abnormal. Misalnya
aktivitas otot buccinator yang abnormal yang mengakibatkan lengkungan rahang atas yang
konstriksi dan sempit yang menimbulkan gigitan terbalik posterior dan otot mentalis hiperaktif.
Prognatism mandibula memiliki ciri klinis yaitu hubungan molar mungkin hubungan
kelas III, pasien biasanya memiliki profil yang konkaf, gigitan terbalik posterior akibat
lengkungan rahang atas yang sempit dan pendek tapi dengan lengkungan rahang bawah yang
lebar, dan pasien dengan peningkatan tinggi intermaksilla dapat mengalami gigitan terbuka
anterior. Tapi beberapa pasien juga dapat menunjukkan terjadinya gigitan dalam.
Gigitan terbuka anterior skeletal memiliki tinggi wajah bagian bawah meningkat. Bibir
atas yang pendek dengan penampakan dari gigi insisivus RA yang berlebihan dan sudut
mandibular plane yang curam. Pasien sering memiliki wajah yang panjang dan sempit.
Pemeriksaan sefalometrik menunjukkan mandibula yang berotasi ke bawah dan ke depan, pada
beberapa pasien, dapat terlihat tipping ke depan dari basis skeletal rahang atas. Ciri-ciri umum
yang lain adalah peningkatan vertikal maksila.
Gigitan dalam skeletal biasanya berasal dari genetik. Rotasi mandibula ke depan dan ke
atas dengan atau tampa inklinasi maksilla ke bawah dan ke depan mengakibatkan terjadinya
gigitan dalam skeletal ini. Gigitan dalam skeletal juga mengalami penurunan tinggi wajah
interior, pola pertumbuhan wajah horizontal dan celah interoklusal yang kurang (free way space).
Pemeriksaan sefalometrik menunjukkan bahwa sebagian besar dari permukaan-permukaan
sefalometrik horizontal misalnya mandibular plane, FH plane, SN plane, dan seterusnya saling
paralel satu sama lain.
Defisiensi maksila transversal umumnya terdapat gigitan saling posterior unilateral atau
bilateral. Gigi-gigi yang berjejal, rotasi, dan bergeser ke bukal atau palatal. Bentuk lengkungan
maksila yang sempit dan lonjong-lengkung berbentuk jam pasir yang tinggi, berlapis datar.
Deformitas ini merupakan deformitas skeletal yang paling sering berkaitan dengan hipoplasia
vertikal dan anteroposterior maksila.
3.4. Klasifikasi Bedah Ortognatik
Tujuan utama dari bedah orthognatik adalah untuk mereposisi tulang basal dan segmen
dentoalveolar ke dalam hubungan yang normal dan memperbaiki fungsi estetis.
Pembedahan Tulang Maksila
Pembedahan tulang maksila terdiri atas 2 jenis pembedahan, yaitu osteotomi yang
mencakup pada segmen-segmen dari tulang maksila dan osteotomi total maksila. Osteotomy
segmen-segmen maksila terbagi atas Osteotomy single tooth, Corticotomy, Osteotomy segmen
anterior maksila, dan Osteotomy subapikal posterior maksila. Osteotomy segmen anterior maksila
terbagi lagi antara lain : Teknik Wassmud, teknik Wunderer, osteotomy anterior maksila Epker,
dan teknik Cupar. Sedangkan Osteotomy total maksila terbagi menjadi Osteotomy Lefort I,
Osteotomy Lefort II dan Osteotomy Lefort III.
Pembedahan Tulang Mandibula
Pembedahan pada tulang mandibula digolongkan menjadi osteotomi pada ramus
(Osteotomy ramus vertikal ekstraoral, Osteotomy ramus vertikal intraoral, Osteotomysplit
sagital), osteotomi mandibula, osteotomi subapikal (Osteotomy anterior subapikal, Osteotomy
posterior subapikal, dan Osteotomy subapikal total), dan genioplasti (Osteotomy horisontal
dengan reduksi anteroposterior, teknik tenon, Osteotomy horisontal double sliding, Genioplasty
reduksi vertikal dan augmentasi alloplastic).
3.5. Indikasi dan Kontra Indikasi Bedah Ortognatik
Indikasi Bedah O rtognatik
Diskrepansi skeletal kelas II atau III yang parah.
Gigitan dalam pada pasien yang tidak sedang bertumbuh.
Gigitan terbuka anterior yang parah.
Masalah dentoalveolar yang parah (terlalu parah untuk dikoreksi dengan koreksi
ortodontik semata).
Situasi periodontal yang sangat lemah/terganggu.
Asimetri skeletal.
Ricketts (1982), mengajukan 4 keadaan spesifik yang merupakan indikasi untuk
dilakukan tindakan bedah yaitu apabila:
Perbaikan posisi dental yang diharapkan sukar dicapai dengan hanya perawatan
ortodonti, karena malposisi yang sangat parah.
Pola skeletal yang buruk untuk kemungkinan koreksi ortodonti yang baik.
Hanya dengan perawatan ortodonti saja kurang dapat diperoleh estetika fasial yang serasi.
Hanya dengan perawatan ortodonsi atau restorasi yang lain tidak dapat dicapai oklusi
fungsional.
Sedangkan Alexander (1986) menyatakan bahwa tindakan bedah ortognatik dapat
dilakukan apabila dengan perawatan ortodonti saja tidak dapat diperoleh keseimbangan
dentoalveolar dan profil jaringan lunak fasial.
Kontraindikasi bedah ortognatik
Semua kondisi kesehatan umum dimana semua intervensi bedah dikontraindikasikan.
Ketika keuntungan dan kerugian tidak langsung mengarah pada keputusan untuk merawat
pasien dengan bedah ortognatik, seseorang dapat memutuskan untuk menunda perawatan.
Jika keluhan ringan, atau ketika pasien belum melihat perlunya untuk perawatan, maka
pasien dicetak untuk memungkinkan penilaian perubahan di kemudian hari.
Pada pasien muda, dianjurkan untuk memungkinkan pertumbuhan yang lengkap sebelum
dilakukan intervensi bedah. Pengecualian untuk ini adalah bila terdapat kasus defisiensi
mandibula dengan bidang miring, mandibula rendah (morfologi konvergen), yang dapat
ditangani dengan osteotomi sagital split atau osteogenesis distraksi sebelum pertumbuhan
selesai.
Alasan keuangan juga dapat mengarah keputusan untuk tidak melakukan bedah
ortodontik pada saat itu juga.
3.6. Penatalaksanaan Bedah Ortognatik pada Kelainan Skeletal Dentofasial
Penilaian pre-operatif meliputi penilaian umum terhadap pasien, diagnosis dan
perencanaan perawatan. Sebuah penilaian yang tepat dari pasien harus dilakukan dari tingkat
awal. Keluhan utama pasien harus diperhatikan. Dalam kebanyakan kasus terdapat perhatian
dalam hal estetik dan penampilan. Namun, faktor lain seperti fungsi pengunyahan, bicara,
kelainan sendi temporomandibula, dan psikologis perlu dipertimbangkan.
Penilaian umum dilihat dari gambaran klinis, radiografis, dan juga perawatan ortodontik
pra-bedah. Analisis sefalometri adalah salah satu perangkat penunjang untuk menegakkan
diagnosis dan merencanakan perawatan, disamping itu tentunya diperlukan pengetahuan yang
mendalam mengenai pertumbuhan dan perkembangan kompleks kranio-dento-fasial,
pengetahuan tentang proses biomekanik, pengalaman klinis serta perangkat penunjang yang lain,
seperti model studi, foto fasial, foto intraoral dan foto rontgen panoramik. Salah satu tujuan
utama perawatan ortodontik prabedah untuk mengurangi kompensasi dental yang akan
menghalangi koreksi bedah. Oleh karena itu, pada waktu mempersiapkan tindakan bedah, gigi
sering digerakkan berlawanan dengan apa yang seharusnya dilakukan pada perawatan ortodontik
nonbedah.
Bedah orthognatik : diagnosa dan perencanaan perawatan
Fase I Susun data dasar Buat daftar masalah Diagnosa Pertemuan tim
Fase II Susun daftar masalah interdisipliner Masalah dentofasial berdasarkan urutan prioritas Solusi yang mungkin dilakukan Rencana perawatan sementara Pertemuan pasien/tim Rencana tetap
Fase III Terapi persiapan – endodontik, periodontik, prostetik, dst.
Ortodontik defenitif – perawatan bedah Pemantauan tim secara berkelanjutan, evaluasi ulang,
interaksi, modifikasi terapi
Fase IV Perawatan
3.7. Fase Perawatan Pasca Bedah
Rahang kembali berfungsi secara penuh merupakan tujuan penting sehingga diperlukan
penyesuaian oklusi dan rehabilitasi rahang. Pasien mungkin mengalami kesulitan mencari posisi
oklusal baru setelah operasi karena segmen tulang dan gigi berubah. Postbedah, pasien merasa
lebih mudah untuk fungsi ke dalam posisi oklusal baru ketika dipandu ke dalam sebuah splint
oklusal yang tepat. Selain itu dapat dilakukan perawatan ortodontik post bedah yang dapat
dimulai apabila ahli bedah beranggapan bahwa proses penyembuhan dan stabilitas klinis telah
tercapai dengan memuaskan.
3.8. Osteogenesis Distraksi
Salah satu pendekatan mutakhir dalam mengkoreksi defisiensi mandibula dan maksila
adalah dengan melibatkan penggunaan osteogenesis distraksi, dimana banyak keterbatasan pada
koreksi deformitas sebelumnya yaitu dengan teknik osteotomi konvensional. Keterbatasan ini
meliputi tidak adaptasinya jaringan lunak pada perubahan serta kelenturan sehingga harus
dilakukan reposisi segmen tulang. Kegagalan dari adaptasi tersebut akan berdampak kemudian
pada aktivitas struktur TMJ serta adanya peningkatan keparahan kehilangan sensori sebagai
akibat dari “stretching” saraf. Pada beberapa kasus, jumlah tulang yang harus dikoreksi sangat
banyak sehingga diperlukan graft tulang dari daerah operasi sekunder; yaitu krista illiaka untuk
mengisi celah/gap.
Prosedur osteogenesis distraksi melibatkan pemotongan osteotomi untuk memisahkan
segmen tulang serta aplikasi alat yang memfasilitasi pemisahan segmen tulang tersebut baik
secara incremental maupun gradual. Konsep distraksi ini bukan merupakan hal baru.
Penggunaan teknik traksi tulang untuk mengkoreksi panjang sudah ada sejak jaman Hipocrates
dimana operator di jaman tersebut mengaplikasikan traction pada tangan yang fraktur dan
mengalami pemendekan. Pada tahun 1950, dokter bedah Rusia Gavril Ilizarov menemukan
konsep untuk mengkoreksi defisiensi tulang. Sejak saat itu aplikasi dengan mengunakan prinsip
ini luas digunakan pada semua aspek ortopedik, termasuk bedah kraniofasial.
3.8. Komplikasi
Komplikasi pembedahan yang dapat terjadi pada bedah maksila secara umum dapat
meliputi perdarahan, kegagalan reposisi segmen, kehilangan pasokan darah segmen, dan
komplikasi bedah kompleks yang khusus dapat terjadi pada bedah Le Fort III. Sedangkan pada
bedah mandibula, komplikasi yang harus dihindari, adalah luka pada bundel neurovaskular,
perdarahan, serta resorpsi dari tulang yang berlanjut.
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien perempuan berusia 24 tahun, datang dengan keluhan rahang bawah berukuran
sangat kecil sehingga tidak sesuai dengan rahang atasnya. Rahang bawah pasien terantuk pot
bunga ketika masih kecil dan sejak saat itu rahang bawahnya tidak tumbuh. Pasien sudah dirawat
ortodontik cekat untuk persiapan pembedahan. Pasien ingin rahangnya dirawat dengan alasan
estetis dan malu terhadap orang lain. Pasien datang ke RSHS untuk diperiksa dan dilakukan
tindakan lebih lanjut.
Pada kondisi pasien diatas secara ekstraoral tampak terlihat adanya bibir inkompeten,
projeksi dagu minimal, maksila berlebih dan defisiensi mandibula serta insisif rahang atas yang
berlebih mengarah ke labial. Pada kondisi intraoral pasien terlihat adanya maloklusi kelas II.
Operasi osteodistraksi yang dilakukan tersebut melibatkan reposisi maksila superior,
pemotongan corpus mandibula dekstra (osteotomi mandibula dx) dan corpus mandibula sinistra
(osteotomy mandibula sn) serta pemasangan osteodistraktor ekstraoral a/r mandibula dekstra.
Selanjutnya pasien kontrol secara berkala untuk dilakukan aktivasi alat.
BAB V
KESIMPULAN
Kelainan skeletal dentofasial dan profil wajah yang abnormal (prognati/retrognati
mandibula) yang mempengaruhi estetika wajah sering dijumpai oleh dokter gigi. Pada kondisi
penggunaan alat-alat orthodontik memiliki keterbatasan dalam mengoreksi kelainan tersebut,
maka pilihan yang dapat dijalani adalah perawatan bedah rahang ortodontik atau bedah
ortognatik.
Penatalaksanaan dari bedah orthognatik pada kelainan skeletal oromaksilofasial itu
sendiri meliputi penilaian preoperatif, manajemen pembedahan, teknik pembedahan
(maksila/mandibula), dan fase perawatan pasca pembedahan.
DAFTAR PUSTAKA
Kasman, Fika Raesita. 2012. Penatalaksanaan bedah ortognatik pada kelainan skeletal
oromaksilofasial. Universitas Hasanuddin.
Hupp, JR. Ellis, E. Tucker, M. R. 2008. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery. 5th. Dt.
Louis Missouri. Mosby Elsevier.