contoh lapsus

36
BAB 1 PENDAHULUAN Penyebab utama kematian maternal masih disebabkan oleh tiga hal pokok yaituperdarahan, pre-eklamsi/eklamsi dan infeksi. Walaupun angka kematian maternal telah menurun dengan meningkatnya pelayanan kesehatan obstetri namun menurut WHO, pada tahun 1998, kematian ibu akibat perdarahan masih tetap merupakan faktor utama dalam kematian maternal (28%). Ole karena itu, usaha-usaha menurunkan angka kematian maternal dan angka kematian perinatal masih menjadi prioritas utama program Departemen Kesehatan Republik Indonesia 1 . Perdarahan dapat terjadi baik selama kehamilan, persalinan maupun masa nifas.Prognosis dan penatalaksanaankasus perdarahan selama kehamilan dipengaruhi oleh umur kehamilan, banyaknya perdarahan, keadaan fetus, dan sebab perdarahan. Perdarahan pada kehamilan harus selalu dianggap sebagai kelainan yang berbahaya. Perdarahan pada kehamilan muda disebu abortus, sedangkan pada kehamilan tua disebut perdarahan antepartum. Definisi perdarahan antepartum menurut WHO adalah perdarahan pervaginam setelah 29 minggu kehamilan atau lebih. Perdarahan antepartum terjadi 3% dari semua persalinan, yang terbagi hampir sama antara plasenta previa, solusio plasenta dan perdarahan yang belum diketahui jelas sumbernya. Di AS (1997) : 2,8 dari 1000 persalinan. Di RSCM (1971-1975) : 1 dari 125 persalinan terdaft RSSA (2003-2004) : 1 dari 33 persalinan terdaftar. Penyebab utama perdarahan antepartum yaitu plasenta previa dan solusio plasenta yang menyebabkan kehilangan darah lebih dari 800 ml. Dari duabelas kematian langsung disebabkan perdarahan, 3 diantaranya oleh karena plasenta previa. Penyebab lainnya biasanya disebabkan oleh lesi lokal pada vagina atau serviks 1,2 . Placenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pad segmen bawah rahim, sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum (OUI), dengan angka kejadian 1 dari 200 persalinan. Insiden pad multipara berkisar 1 dari 20 proses kelahiran. Di AS resiko terjadinya placent previa meningkat 1,5 sampai 5 kali lipat pada wanita dengan riwayat SC (sectio cesaria). Pada wanita dengan faktor kehamilan pada usia lebih dari 35 tahun, multipara, riwayat dilatasi dan kuretase, dan merokok akan meningkatkan resiko terjadinya placenta previa 3 . 1

Upload: wisnu-ari-

Post on 22-Jul-2015

473 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

BAB 1 PENDAHULUAN Penyebab utama kematian maternal masih disebabkan oleh tiga hal pokok yaitu perdarahan, pre-eklamsi/eklamsi dan infeksi. Walaupun angka kematian maternal telah menurun dengan meningkatnya pelayanan kesehatan obstetri namun menurut WHO, pada tahun 1998, kematian ibu akibat perdarahan masih tetap merupakan faktor utama dalam kematian maternal (28%). Oleh karena itu, usaha-usaha menurunkan angka kematian maternal dan angka Departemen kematian perinatal masih menjadi prioritas utama program Kesehatan Republik Indonesia 1. Perdarahan dapat terjadi baik selama kehamilan, persalinan maupun masa nifas. Prognosis dan penatalaksanaan kasus perdarahan selama kehamilan dipengaruhi oleh umur kehamilan, banyaknya perdarahan, keadaan fetus, dan sebab perdarahan. Perdarahan pada kehamilan harus selalu dianggap sebagai kelainan yang berbahaya. Perdarahan pada kehamilan muda disebut abortus, sedangkan pada kehamilan tua disebut perdarahan antepartum. Definisi perdarahan antepartum menurut WHO adalah perdarahan pervaginam setelah 29 minggu kehamilan atau lebih. Perdarahan antepartum terjadi 3% dari semua persalinan, yang terbagi hampir sama antara plasenta previa, solusio plasenta dan perdarahan yang belum diketahui jelas sumbernya. Di AS (1997) : 2,8 dari 1000 persalinan. Di RSCM (1971-1975) : 1 dari 125 persalinan terdaftar. Di RSSA (2003-2004) : 1 dari 33 persalinan terdaftar. Penyebab utama perdarahan antepartum yaitu plasenta previa dan solusio plasenta yang menyebabkan kehilangan darah lebih dari 800 ml. Dari duabelas kematian langsung yang disebabkan perdarahan, 3 diantaranya oleh karena plasenta previa. Penyebab lainnya biasanya disebabkan oleh lesi lokal pada vagina atau serviks 1,2. Placenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah rahim, sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum (OUI), dengan angka kejadian 1 dari 200 persalinan. Insiden pada multipara berkisar 1 dari 20 proses kelahiran. Di AS resiko terjadinya placenta previa meningkat 1,5 sampai 5 kali lipat pada wanita dengan riwayat SC (sectio cesaria). Pada wanita dengan faktor kehamilan pada usia lebih dari 35 tahun, multipara, riwayat dilatasi dan kuretase, dan merokok akan meningkatkan resiko terjadinya placenta previa 3.

1

Pada laporan kasus ini didapatkan pasien wanita usia 24 tahun dengan plasenta previa totalis dan didapatkan riwayat kuretase sebagai faktor predisposisi terjadinya plasenta previa dan disajikan pembahasan kasus placenta previa dengan faktor resiko kuretase berdasarkan studi literatur. Dari pembahasan kasus ini diharapkan dapat memberi pengetahuan tambahan bagi dokter muda dalam proses penegakan diagnosis dan penatalaksanaan plasenta previa, khususnya pada pasien-pasien dengan riwayat kuretase.

2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perdarahan Antepartum Perdarahan antepartum adalah perdarahan jalan lahir setelah kehamilan 28 minggu. Karena perdarahan antepartum terjadi pada kehamilan di atas 28 minggu maka sering disebut atau digolongkan perdarahan pada trimester ketiga 1. Walaupun perdarahannya sering dikatakan terjadi pada trimester ketiga, akan tetapi tidak jarang juga terjadi sebelum kehamilan 28 minggu karena sejak itu segmen bawah uterus telah terbentuk dan mulai melebar serta menipis. Dengan bertambah tuanya kehamilan, segmen bawah uterus akan lebih melebar lagi, dan serviks mulai membuka. Apabila plasenta tumbuh pada segmen bawah uterus, pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks tidak dapat diikuti oleh plasenta yang melekat di situ sehingga terlepasnya sebagian plasenta dari dinding uterus. Pada saat itu mulailah terjadi perdarahan 1,2. Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada kelainan plasenta. Hal ini disebabkan perdarahan yang bersumber pada kelainan plasenta biasanya lebih banyak, sehingga dapat mengganggu sirkulasi O2 dan CO2 serta nutrisi dari ibu kepada janin. Sedangkan perdarahan yang tidak bersumber pada kelainan plasenta seperti kelainan serviks biasanya relatif tidak berbahaya. Oleh karena itu, pada setiap perdarahan antepartum pertama-tama harus selalu dipikirkan bahwa hal itu bersumber pada kelainan plasenta. Klasifikasi perdarahan antepartum adalah sebagai berikut : 1. plasenta previa, 2. solusio plasenta, dan 3. belum jelas sumbernya, seperti ruptur sinus marginalis, plasenta letak rendah dan vasa previa 1,2. 2.2 Plasenta previa 2.2.1 Definisi dan Klasifikasi Plasenta previa adalah plasenta berimplantasi pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum.7 Implantasi plasenta yang normal ialah pada dinding depan, dinding belakang rahim, atau di daerah fundus uteri.9

3

Gambar 1. Implantasi Normal Plasenta5

Gambar 2. Anatomi Plasenta Normal5

Plasenta previa dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a.Menurut de Snoo, berdasarkan pembukaan 4-5 cm10:1. Plasenta previa sentralis (totalis), bila pada pembukaan 4-5 teraba plasenta menutupi seluruh ostea. 2. Plasenta previa lateralis, bila mana pembukaan 4-5 cm sebagian pembukaan ditutupi oleh plasenta, dibagi menjadi:

4

Plasenta previa lateralis posterior, bila sebagian menutupi ostea bagian belakang Plasenta previa lateralis anterior, bila sebagian menutupi ostea bagian depan Plasenta previa marginalis, bila sebagian kecil atau hanya pinggir ostea yang ditutupi plasenta

b. Menurut Cunningham (2001)1 : 1. 2. 3. Plasenta previa totalis, yaitu seluruh ostium uteri internum Plasenta previa parsialis, yaitu sebagian ostium uteri Plasenta previa marginalis, yaitu bila pinggir plasenta tepat Low-laying placenta (Plasenta letak rendah), yaitu tepi tertutupi oleh plasenta internum tertutupi oleh plasenta berada di pinggir ostium uteri internum

4.

plasenta terletak pada 3-4 cm dari tepi ostium uteri internum

A

B

C

D

Gambar 4. Klasifikasi plasenta previa. A. Implantasi plasenta yang normal B. Low-laying placenta (Plasenta letak rendah) C. Plasenta previa parsialis D. Plasenta previa totalis (Adam, 2001) 2.2.2 Epidemiologi Plasenta previa terjadi sekitar 1 dalam 200 kelahiran, dimana 20% termasuk dalam plasenta previa totalis. Insiden meningkat 20 kali pada grande multipara.7 Dari seluruh kasus perdarahan antepartum, plasenta previa merupakan penyebab yang terbanyak. Oleh karena itu, pada kejadian perdarahan antepartum, kemungkinan plasenta previa harus dipikirkan lebih dahulu.9 2.2.3 Etiologi

5

Plasenta previa meningkat kejadiannya pada keadaan-keadaan yang endometriumnya kurang baik, misalnya karena atrofi endometrium atau kurang baiknya vaskularisasi desidua. Keadaan ini bisa ditemukan pada9: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Multipara, terutama jika jarak antara kehamilannya pendek Mioma uteri Kuretase yang berulang Umur lanjut Bekas seksio sesarea Perubahan inflamasi atau atrofi, misalnya pada wanita monoksida akan dikompensasi dengan hipertrofi

perokok atau pemakai kokain. Hipoksemi yang terjadi akibat karbon plasenta. Hal ini terjadi terutama pada perokok berat (lebih dari 20 batang sehari). Keadaan endometrium yang kurang baik menyebabkan plasenta harus tumbuh menjadi luas untuk mencukupi kebutuhan janin. Plasenta yang tumbuh meluas akan mendekati atau menutupi ostium uteri internum. Endometrium yang kurang baik juga dapat menyebabkan zigot mencari tempat implantasi yang lebih baik, yaitu di tempat yang rendah dekat ostium uteri internum. Plasenta previa juga dapat terjadi pada plasenta yang besar dan yang luas, seperti pada eritoblastosis, diabetes melitus atau kehamilan multipel 9. Menurut Sarwono (2005), plasenta previa tidak selalu terjadi pada penderita dengan paritas yang tinggi akibat vaskularisasi yang berkurang atau terjadinya atrofi pada desidua akibat persalinan yang lampau. Plasenta yang letaknya normal dapat memperluas permukaannya sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum, seperti pada kehamilan kembar. Plasenta previa berhubungan dengan paritas dan umur penderita. 7 Hal ini dapat dilihat pada tabel dan grafik 1 tentang hubungan plasenta previa dengan umur ibu dan paritasnya.1Tabel 1. Hubungan frekuensi plasenta previa dengan umur ibu dan paritasnya di RS Dr. Cipto Managunkusumo Jakarta tahun 1971-1975 7

UMUR 15-19 20-24

PRIMIGRAVIDA (%) 1,7 2,3

MULTIGRAVIDA (%) 1,6 6,9

6

25-29 30-34 >35 JUMLAH

2,9 1,7 5,6 2,2

7,9 9,7 9,5 7,7

Grafik 1. Insiden plasenta previa dan solusio plasenta di Parkland Hospital dari tahun1988 sampai 1999 1

2.2.4

Patofisiologi Menurut DeCherney dan Nathan (2003), perdarahan pada plasenta previa mungkin berhubungan dengan beberapa mekanisme sebagai berikut :2 a. Pelepasan plasenta dari tempat implantasi selama pembentukan segmen bawah rahim atau selama terjadi pembukaan ostium uteri internum atau sebagai akibat dari manipulasi intravagina (Vaginal Touchae) b. c. Infeksi pada plasenta (Plasentitis) Ruptur vena desidua basalis

2.2.5

Gejala klinik Adapun gejala klinis yang dapat muncul pada pasien dengan plasenta previa adalah sebagai berikut:9 1. Perdarahan tanpa nyeri Pasien mungkin berdarah sewaktu tidur dan sama sekali tidak terbangun, tetapi saat terbangun penderita akan merasa bahwa kainnya basah. Biasanya perdarahan karena plasenta previa baru timbul setelah bulan ketujuh,yang disebabkan oleh karena pergerakan antara plasenta dan dinding rahim.

7

Setelah bulan ke-7 terjadi regangan pada dinding rahim karena isi rahim lebih cepat tumbuhnya dari rahim sendiri. Akibatnya ismus uteri tertarik menjadi bagian dinding korpus uteri yang disebut segmen bawah rahim. Pada plasenta previa, perdarahan tidak mungkin terjadi tanpa pergeseran antara plasenta dan dinding rahim. Saat perdarahan bergantung pada kekuatan insersi plasenta dan kekuatan tarikan pada istmus uteri. Dalam kehamilan tidak perlu ada his untuk menimbulkan perdarahan. Sementara dalam persalinan, his pembukaan menyebabkan perdarahan karena bagian plasenta di atas atau dekat ostium akan terlepas dari dasarnya. Perdarahan pada plasenta previa terjadi karena terlepasnya plasenta dari dasarnya. Pada plasenta previa, perdarahan bersifat berulang-ulang karena setelah terjadi pergeseran antara plasenta dan dinding rahim, regangan dinding rahim dan tarikan pada serviks berkurang. Namun, dengan majunya kehamilan regangan bertambah lagi dan menimbulkan perdarahan baru. Darah yang keluar terutama berasal dari ibu, yakni dari ruangan intervilosa. Akan tetapi dapat juga berasal dari anak jika jonjot terputus atau pembuluh darah plasenta yang lebih besar terbuka. 2. Bagian terendah anak masih tinggi karena plasenta terletak pada kutub bawah rahim sehingga bagian terendah tidak dapat mendekati pintu atas panggul. 3. Pada plasenta previa, ukuran panjang rahim berkurang maka pada plasenta previa lebih sering disertai kelainan letak. Pada plasenta previa mungkin sekali terjadi perdarahan pascapersalinan karena kadang-kadang plasenta lebih erat melekat pada dinding rahim (plasenta akreta), daerah perlekatan luas dan kontraksi segmen bawah rahim kurang sehingga mekanisme penutupan pembuluh darah pada insersi plasenta tidak baik. Selain itu, kemungkinan infeksi nifas besar karena luka plasenta lebih dekat pada ostium dan merupakan port d entree yang mudah tercapai. Lagi pula, pasien biasanya anemia karena perdarahan sehingga daya tahannya lemah. 2.2.6 Diagnosa

8

Diagnosa dapat ditegakkan dari anamnesa dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang 7,8 :

Anamnesa yang sesuai dengan gajala klinis, yaitu terjadi

perdarahan spontan dan berulang melalui jalan lahir tanpa ada rasa nyeri.

Pemeriksaan fisik : Inspeksi : terlihat perdarahan pervaginam berwarna merah Palpasi abdomen : Janin sering belum cukup bulan, jadi

segar.

fundus uteri masih rendah; sering disertai kesalahaan letak janin; bagian bawah janin belum turun, apabila letak kepala, biasanya kepala masih dapat digoyang atau terapung; bila pemeriksa sudah cukup pengalaman dapat dirasakan suatu bantalan pada segmen bawah rahim, terutama pada ibu yang kurus. Inspekulo : Dengan pemeriksaan inspekulo dengan hatihati dapat diketahui asal perdarahan, apakah dari dalam uterus, vagina, varises yang pecah atau lain-lain. Pemeriksaan dalam hanya boleh dilakukan di meja operasi (PDMO / Pemeriksaan Dalam di Meja Operasi) karena dengan pemeriksaan dalam, akan menyebabkan perdarahan pervaginam yang lebih deras.

Pemeriksaan penunjang : Plasenta saat.5 previa hampir selalu dapat didiagnosa dengan

menggunakan USG abdomen, yang 95% dapat dilakukan tiap

2.2.7

Diagnosa Banding Diagnosa banding plasenta previa antara lain5 : 1. 2. 3. 4. 5. Solusio plasenta Ruptur vasa fetal Ruptur uteri Luka / lesi pada servik dan vagina, termasuk polip, kanker, vena varikosa Kelainan darah ibu

9

2.2.8 Penanganan Setiap ibu hamil dengan perdarahan antepartum harus segera dirujuk ke rumah sakit yang memiliki fasilitas transfusi darah dan operasi, tanpa dilakukan pemeriksaan dalam terlebih dahulu. Perdarahan yang pertama kali jarang mengakibatkan kematian dengan syarat tidak dilakukan pemeriksaan dalam sebelumnya, sehingga masih cukup waktu untuk mengirimkan penderita ke rumah sakit.7 Bila pasien dalam keadaan syok karena perdarahan yang banyak, harus segera diperbaiki keadaan umumnya dengan pemberian infus atau tranfusi darah. Selanjutnya penanganan plasenta previa bergantung kepada10: Keadaan umum pasien, kadar Hb Jumlah perdarahan yang terjadi Umur kehamilan/taksiran BB janin

Jenis plasenta previa Paritas dan kemajuan persalinan Penanganan pasien dengan plasenta previa ada 2 macam, yaitu: 1. Penanganan Pasif / Ekspektatif Dahulu ada anggapan bahwa kehamilan dengan plasenta previa harus segera diakhiri untuk menghindarkan perdarahan yang fatal. Namun sekarang ternyata terapi ekspektatif dapat dibenarkan dengan alasan sebagai berikut9: fatal Untuk menurunkan kematian bayi karena prematuritas Kriteria penanganan ekspektatif10: Umur kehamilan kurang dari 37 minggu Perdarahan sedikit Belum ada tanda-tanda persalinan Keadaan umum baik, kadar Hb 8 % atau lebih Perdarahan pertama pada plasenta previa jarang

Perdarahan pada plasenta previa pertama kali terjadi biasanya sebelum paru-paru janin matur sehingga penanganan pasif ditujukan untuk meningkatkan survival rate dari janin. Langkah awal adalah transfusi untuk mengganti kehilangan darah dan penggunaan agen

10

tokolitik untuk mencegah persalinan prematur sampai usia kehamilan 36 minggu. Sesudah usia kehamilan 36 minggu, penambahan maturasi paruparu janin dipertimbangkan dengan beratnya resiko perdarahan mayor. Kemungkinan terjadi perdarahan berulang yang dapat mengakibatkan IUGR harus dipertimbangkan. Sekitar 75% kasus plasenta previa diterminasi pada umur kehamilan 36-38 minggu.2 Dalam memilih waktu yang optimum untuk persalinan, dilakukan tes maturasi janin meliputi penilaian surfaktan cairan amnion dan pengukuran pertumbuhan janin dengan USG. Penderita dengan umur kehamilan antara 24-34 minggu diberikan preparat tunggal betamethason (12 mg im 2x1) untuk meningkatkan maturasi paru janin. Berdasarkan data evidence based medicine didapatkan pemakaian preparat ganda steroid sebelum persalinan meningkatkan efek samping yang berbahaya bagi ibu dan bayi. Pada terapi ekspektatif, pasien dirawat di rumah sakit sampai berat anak 2500 gr atau kehamilan sudah sampai 37 minggu. Selama terapi ekspektatif diusahakan untuk menentukan lokasi plasenta dengan pemeriksaan USG dan memperbaiki keadaan umum ibu. Penderita plasenta previa juga harus diberikan antibiotik mengingat kemungkinan terjadinya infeksi yang besar disebabkan oleh perdarahan dan tindakantindakan intrauterin.10 Setelah kondisi stabil dan terkontrol, penderita diperbolehkan pulang dengan pesan segera kembali ke rumah sakit jika terjadi perdarahan ulang. 2 2. Penanganan aktif / terminasi kehamilan Terminasi kehamilan dilakukan jika janin yang dikandung telah matur, IUFD atau terdapat anomali dan kelainan lain yang dapat mengurangi kelangsungan hidupnya, pada perdarahan aktif dan banyak 8. Kriteria penanganan aktif/terminasi kehamilan10: Umur kehamilan >/= 37 minggu, BB janin >/= 2500 gram Perdarahan banyak 500 cc atau lebih Ada tanda-tanda persalinan Keadaan umum pasien tidak baik ibu anemis Hb < 8 gr %

11

Jenis persalinan apa yang kita pilih untuk penanganan plasenta previa dan kapan melaksanakannya bergantung pada faktor-faktor sebagai berikut10: Perdarahan banyak atau sedikit Keadaan ibu dan anak Besarnya pembukaan Tingkat plasenta previa Paritas Ada 2 pilihan cara persalinan, yaitu persalinan pervaginam dan seksio sesarea. Persalinan pervaginam bertujuan agar bagian terbawah janin menekan bagian plasenta yang berdarah selama persalinan berlangsung, sehingga perdarahan berhenti. Seksio sesarea bertujuan mengangkat sumber perdarahan, memberikan kesempatan pada uterus untuk berkontraksi menghentikan perdarahannya, dan menghindari perlukaan servik dan segmen bawah uterus yang rapuh apabila dilakukan persalinan pervaginam. 7 Persalinan per vaginam dapat berupa : Pemecahan ketuban Versi Braxton Hicks Cunam Willet-Gauss Pemecahan selaput ketuban merupakan cara pilihan untuk melangsungkan persalinan pervaginam, karena (1) bagian terbawah janin akan menekan plasenta dan bagian plasenta yang berdarah; dan (2) bagian plasenta yang berdarah dapat bebas mengikuti regangan segmen bawah uterus, sehingga pelepasan plasenta dari segmen bawah uterus lebih lanjut dapat dihindarkan.7 Apabila pemecahan selaput ketuban tidak berhasil menghentikan perdarahan, maka dapat dilakukan pemasangan cunam Willet dan versi Braxton-Hicks. Dalam dunia kebidanan kedua cara ini telah ditinggalkan karena seksio sesaria dinilai lebih aman bagi ibu dan janin. Akan tetapi pada keadaan darurat cara ini masih dilakukan sebagai pertolongan pertama untuk mengatasi perdarahan yang banyak atau apabila seksio sesaria tidak mungkin dilakukan.7

12

Cara ini mungkin dapat menolong ibu dengan menghentikan perdarahan, tetapi tidak selalu menolong janinnya. Tekanan yang ditimbulkan terus menerus pada plasenta dapat mengurangi sirkulasi darah uteroplasenta, sehingga mengakibatkan anoksia sampai kematian janin. Oleh karena itu, cara ini biasanya dilakukan pada janin yang telah mati, janin yang prognosis untuk hidup di luar uterus kurang baik, atau pada multipara yang persalinannya lebih lancar sehingga tekanan pada plasenta tidak terlalu lama.7 Di rumah sakit yang lengkap, seksio sesarea merupakan cara persalinan terpilih. Di rumah sakit dr. Cipto Mangunkusumo antara tahun 1971-1975, seksio sesarea dilakukan pada kira-kira 90% dari semua kasus plasenta previa. Gawat janin bukan merupakan kontraindikasi dilakukan seksio sesarea demi keselamatan ibu. 7 Akan tetapi, gawat ibu mungkin terpaksa menunda seksio sesarea sampai keadaannya dapat diperbaiki misalnya penanganan syok hipovolemik dengan resusitasi cairan intravena dan darah.2 Plasenta previa totalis merupakan indikasi mutlak untuk seksio sesarea. Plasenta previa parsialis pada primigravida sangat cenderung untuk seksio sesarea. Perdarahan banyak dan berulang merupakan indikasi mutlak seksio sesarea karena perdarahan itu biasanya disebabkan oleh plasenta previa yang lebih tinggi derajatnya dari pada yang ditemukan pada pemeriksaan dalam, atau vaskularisasi yang hebat pada servik dan segmen bawah uterus. Multigravida dengan plasenta letak rendah, plasenta previa marginalis atau plasenta previa parsialis pada pembukaan lebih dari 5 cm dapat ditanggulangi dengan pemecahan selaput ketuban. Tetapi jika dengan pemecahan selaput ketuban tidak mengurangi perdarahan yang timbul, maka seksio sesaria harus dilakukan.7 Pada kasus dengan anemia berat karena perdarahan atau infeksi intrauteri, baik persalinan pervaginam maupun seksio sesaria sama-sama tidak aman bagi ibu dan janin. Akan tetapi dengan bantuan transfusi darah dan antibiotik yang adekuat, seksio sesaria masih lebih aman dibanding persalinan pervaginam untuk semua kasus plasenta previa totalis dan kebanyakan kasus plasenta previa parsialis. Seksio sesaria pada multigravida yang telah mempunyai anak hidup cukup banyak dapat

13

dipertimbangkan dilanjutkan dengan histerektomi untuk menghindari terjadinya perdarahan postpartum yang sangat mungkin akan terjadi, atau sekurang-kurangnya dipertimbangkan dilanjutkan dengan sterilisasi untuk menghindari kehamilan berikutnya.7 Persiapan untuk resusitasi janin perlu dilakukan. Kemungkinan kehilangan darah harus dimonitor sesudah plasenta disayat. Penurunan hemoglobin 12 mg/dl dalam 3 jam atau sampai 10 mg/dl dalam 24 jam membutuhkan transfusi segera. Komplikasi post operasi yang paling sering dijumpai adalah infeksi masa nifas dan anemia.2 Tindakan seksio sesarea pada plasenta previa, selain dapat mengurangi kematian bayi, terutama juga dilakukan untuk kepentingan ibu. Oleh karena itu, seksio sesarea juga dilakukan pada plasenta previa walaupun anak sudah mati.9

Gambar 7. Seksio Sesarea (Adam, 2001) 2.2.9 Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu hamil dengan plasenta previa, adalah 4,5,6: 1. Perdarahan antepartum 2. Perdarahan post partum 3. Hipovolemik 4. Infeksi 5. Abortus 6. Prolaps plasenta

14

7. Plasenta melekat, sehingga harus dikeluarkan manual dan kalau perlu dibersihkan dengan kerokan 8. Robekan jalan lahir 9. Bayi prematur atau lahir mati 2.2.10 Prognosis Dengan penanggulangan yang tepat kematian ibu karena plasenta previa seharusnya dapat ditanggulangi. Sejak dilakukan penanganan pasif pada tahun 1945, kematian perinatal berangsur-angsur dapat diperbaiki. Walaupun demikian, hingga kini kematian perinatal yang disebabkan prematuritas tetap memegang peranan utama.7 Dengan persalinan seksio sesarea, fasilitas transfusi darah, dan metode anestesi yang benar kematian ibu dapat diturunkan sampai kurang dari 1%. Sedang kematian perinatal yang dihubungkan dengan plasenta previa sekitar 10%.2 2.3 Kuretase 2.3.1 Definisi Tindakan kuretase adalah tindakan yang bertujuan untuk mengerok bagian dalam uterus menggunakan alat yang dinamakan kuret. Sebelum kuret dimasukkan kedalam uterus, serviks harus dibuka atau dilebarkan terlebih dahulu. Oleh karena itu tindakan ini biasa disebut dengan dilatasi dan kuretase. Kuretase dilakukan dengan anastesi lokal; general; maupun regional. 2.3.2 Prosedur kuretase Prosedur kuretase adalah sebagai berikut:7 Penderita ditidurkan dalam posisi litotomi Dilakukan pemeriksaan bimanual untuk menentukan besar dan letak uterus serta ada tidaknya kelainan di samping uterus Diberikan premedikasi, infus Dextrose 5% dengan drip oksitosin 10 IU dengan tetesan perlahan untuk menmbulkan kontraksi dinding uterus dan meminimalkan resiko perforasi Diberikan anastesi Dipasang spekulum sims vagina, menjepit dinding anterior dan posterior vagina

15

Tenakulum

dipasang

pada

jam

11

servix,

kemudian

dipegang

menggunakan tangan kiri operator untuk meluruskan kavum uteri dan untuk mengatur kekuatan ketika memasukkan sonde Sonde uterus dimasukkan dengan hat-hati untuk mengetahui posisi dan panjang kavum uteri Pada kehamilan 6-7 minggu pengeluaran isi rahim mengunakan kuret tajam Kerokan dilakukan secara sistematis searah putaran jarum jam agar seluruh kavum uteri dikerok dan ovum kecil tidak terlewatkan Apabila kehamilan melebihi 7 minggu digunakan kuret tumpul sebesar yang dapat dimasukkan. Setelah sebagian besar hasil konsepsi lepas dari dinding uterus dengan kunam abortus, dilanjutkan dengan kerokan hatihati menggunakan kuret tajam. Bila perlu, dimasukkan tampon kedalam kavum uteri dan vagina yang harus dikeluarkan esok harinya 2.3.3 Komplikasi Komplikasi-komplikasi yang dapat timbul adalah7: Komplikasi Segera a. Perdarahan Perdarahan pada kuretase biasa timbul akibat laserasi pada cervix atau robekan pada arteri cervicalis descenden. Bila kondisi ini terjadi perlu segera dilakukan eksplorasi pembuluh darah dan dilakukan ligasi. b. Hematom ligamentum latum. Hematom ligamentum latum bisa terjadi akibat kuretase yang terlalu dalam sehingga menembus rongga peritoneum ke ligamentum latum. c. Perforasi Dalam melakukan kuretase harus diingat bahwa selalu ada kemungkinan terjadinya perforasi dinding uterus, yang dapat menembus rongga peritoneum, ke ligamentum latum, atau ke kandung kencing. Dapat terjadi komplikasi yang lebih serius bila terjadi ruptur pada arteri uterina yang dapat mengakibatkan perdarahan interna yang berat yang perlu dilakukan eksplorasi

16

laparotomi segera untuk melakukan ligasi pada arteri uterina atau arteri illiaca interna.Oleh karena itu letak uterus harus ditetapkan terlebih dahulu. Pada kerokan, kuret dimasukkan dengan hati-hati, akan tetapi penarikan kuret keluar dapat dilakukan dengan tekanan yang lebih besar. Resiko terjadi perforasi menjadi lebih besar pada kondisi stenosis cervical, kehamilan, dan keganasan. Bahaya perforasi adalah perdarahan dan peritonitis. Apabila terjadi perforasi atau diduga terjadi perforasi penderita harus diawasi tanda-tanda vital, hemoglobin, dan keadaan perut bawah. Jika terjadi keadaan yang meragukan atau ada tanda-tanda bahaya segera dilakukan laparotomi dan diberikan antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi. d. Infeksi Sepsis bisa terjadi pada pasien setelah operasi akibat fokus infeksi yang telah ada sebelumnya. Bisa diberikan terapi awal dengan antibiotik. Pada kondisi yang lebih serius dapat dilakukan drainase abses atau eksplorasi laparotomi. Komplikasi Lambat7 a. Inkompeten Serviks Apabila terjadi luka pada ostium uteri internum pada saat kuretase, maka akibat yang segera timbul ialah perdarahan yang memerlukan pemasangan tampon pada servix dan vagina. Akibat jangka panjangnya ialah kemungkinan terjadinya inkompeten servix. b. Ashermans Syndrome Apabila kuretase terlalu dalam sampai mengenai jaringan myometrium bisa mengakibatkan terjadinya perlekatan dinding kavum uteri di beberapa tempat. Kondisi ini terjadi akibat inflamasi berat pada endometrium yang menimbulkan tumbuhnya jaringan parut (scar) yang akan menghubungkan dinding uterus yang satu dengan yang lainnya, sehingga mengurangi volume cavum uteri. (intrauterine adhesions and synechiae). Jaringan parut pada endometrium dan perlekatan intrauterine (intrauterine adhesion)

17

dapat terjadi akibat tindakan pengerokan atau pembersihan jaringan pada dinding uterus (dilatasi dan kuretase), infeksi endometrium, atau faktor-faktor lainnya.14 2.2.3 Jenis Kuretase Beberapa jenis kuretase yang dilakukan adalah13: 1. Outpatient curettage Biopsi endometrium dengan blok paracervical yang dilakukan dengan menggunakan miniature curette (Novak Curette) dengan diameter 5 mm. 2. Fractional Curettage Kuretase endocervix yang dilakukan sebelum dilatasi cervix, hal ini dilakukan untuk mendiagnosa penyebaran carcinoma endometrium pada endocervix khususnya pada wanita perimenopause atau postmenopause. 3. Narrow 4. Vabra Aspiration curettes dengan menggunakan tekanan negatif yang

dilakukan pada pasien rawat jalan. Evakuasi hasil konsepsi Suction curettage yang dilakukan untuk terminasi kehamilan. Dapat juga dilakukan pada pada abortus incomplete. Dianjurkan sebelum tindakan kuretase diberikan oksitosin drip terlebih dahulu.

18

BAB 3 LAPORAN KASUS 3.1 Identitas Identitas Pasien Nama Register Usia Alamat Suku Bangsa Agama Pekerjaan Pendidikan Menikah Lama Menikah MRS Identitas Suami Suami Usia Alamat Suku Bangsa Agama Pekerjaan : Tn. E : 30 tahun : Malang : Jawa : Indonesia : Islam : PNS : Ny. E : 12097xx : 24 tahun : Malang : Jawa : Indonesia : Islam : Ibu Rumah Tangga : 12 tahun : 1 kali : 6 tahun : 1 april 2012 jam 13:24

Pendidikan : 16 tahun 3.2 Rujukan Pasien datang tanpa rujukan. Pasien datang atas inisiatif sendiri.

19

3.3

Riwayat Perawatan Antenatal Riwayat ANC di RSSA Riwayat ANC di luar RSSA HPHT TP Kontrasepsi Kegagalan kontrasepsi : tidak pernah (-) : bidan 4 kali, Sp.OG 4 kali : 20/8/2011 : 27/5/2012 : KB suntik rutin tiap 1 bulan dan berhenti 1,5 tahun yang lalu : tidak.

3.4

Riwayat Persalinan Terdahulu Aterm/2600 gram/Spontan Belakang Kepala/Bidan/ Perempuan / 4,5 tahun / hidup.

3.5

Riwayat persalinan sekarang Keluhan utama : Keluar darah segar dari jalan lahir Anamesa : Pasien datang dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir sekitar pukul 11.00 WIB. Darah yang keluar berwarna merah segar dan encer serta pasien tidak menyadari sebelumnya bahwa terjadi perdarahan tetapi pasien hanya merasa seperti ngompol. Perdarahan tanpa disertai rasa nyeri. Volume darah sekitar 3 pembalut. Pada saat itu pasien tidak langsung dibawa ke rumah sakit karena menunggu suami datang dari bekerja setelah itu pasien juga menunggu transportasi (taksi), jadi pasien hanya beristirahat. Sehingga pasien baru berangkat menuju RSSA pada pukul 12.30 WIB. Pasien ke RSSA ditemani oleh suami dan ibu pasien. Sebelumnya pasien pernah kontrol ke Sp.OG pada usia kehamilan sekitar 30 minggu. Sepengetahuan pasien, hasil dari USG tersebut dikatakan ari-ari dibawah. Sebelum ini, pasien tidak pernah riwayat mengeluhkan coitus adanya perdarahan dari jalan lahir selama hamil, Riwayat nyeri pada saat kencing/anyang-anyangan disangkal, sebelumnya disangkal, dan riwayat trauma juga disangkal. Riwayat kehamilan dan persalinan sebelumnya normal, tetapi riwayat persalinan sebelumnya terdapat sisa plasenta sehingga harus di kuretase.

20

Pasien mengaku selama hamil ini pasien sering naik turun tangga karena kamar pasien terletak di lantai dua. Suami pasien adalah seorang perokok aktif, dengan jumlah kurang lebih 2 pak perhari. 3.6 Pemeriksaan Fisik (1 April 2012 jam 13.00 WIB) Status interna

Keadaan Umum Tinggi badan Berat badan Tanda-tanda vital o Nadi: 88 x/menit

: Cukup, Kesadaran compos mentis : 148 cm : 48 kg :

o Tekanan darah: 110/70 mmHg o Respirasi: 24 x/menit o Suhu rectal: 37.1 C o Suhu axilla: 36.8 CKepala/Leher : Anemis -/-, ikterus -/Thorax : Pulmo : SF D=S, D=S D=S Perkusi : S/S S/S S/S Cor : Inspeksi Palpasi Perkusi : ictus cordis tidak tampak : ictus teraba di ICS V MCL (S) : RHM : SL (D) LHM : sesuai dengan ictus Auskultasi : S1-S2 tunggal, regular, murmur (-) Auskultasi : v/v Wh : -/- Rh : -/v/v v/v -/-/-/-/Inspeksi : simetris, retraksi (-) Palpasi

Mammae

Inspeksi : simetris, retraksi (-), papilla inverse (-),

21

hiperpigmentasi papilla dan areola mammae Abdomen : ~ status obstetri Ekstremitas : Status obstetrik Abdomen : Inspeksi: perut tampak membesar, striae gravidarum (+) Palpasi : anemic - edema - - -

Leopold I : TFU 4 jari di atas pusat, teraba kepala. Leopold II : Pada bagian kanan uterus teraba punggung.

Leopold III : Pada bagian bawah rahim, teraba bokong. Leopold IV : Bagian terbawah janin belum masuk pintu atas panggul TFU : 24 cm Letak Janin bujur ___ Lingkar perut = 74 cm TBJ His DJJ : 1705 gram : (+) jarang : 130x/mnt

Genetalia eksterna : Inspeksi : v/v flex (+), fluxus (-), fluor (-), laserasi jalan lahir (-), varises (-) Inspekulo : portio multipara tertutup licin, erosi(-), flek (+), clot (-), laserasi (-). Vaginal Touche tidak dilakukan 3.7 Planning Diagnosa Dilakukan pemeriksaan tambahan untuk menegakkan diagnosa yaitu: o o o Pemeriksaan laboratorium Darah lengkap, Urine lengkap, kultur urine dan serviks saat jam kerja USG NST

3.8 Initial Diagnosis

22

GIIP1001Ab000 Gravida 32-34 minggu Tunggal / Hidup + Ante Partum Bleeding e.c suspect Placenta Previa Totalis 3.9 Planning Terapi Pro Perawatan konservatif: bed rest. injeksi gentamycin 2 x 80 mg (i.v). induksi maturasi paru dexamtasone 2 x 16 mg selang 24 jam i.v. tokolitik: kaltrofen supp. II Obat per oral:

o Asam mefenamat 3x500mgo Planning Monitoring Keluhan subjektif penderita Vital sign : tekanan darah, respirasi, nadi Suhu aksila dan rektal Fluxus His BJA Isoxuprine 3x1

3.10Hasil Pemeriksaan TambahanHasil Pemeriksaan Laboratorium (1/4/2012) - Darah Lengkap: Lekosit Hb Trombosit - Urin Lengkap: SG/BJ pH Lekosit Nitrit Protein Glukosa : 1,010 :7 : (-) : (-) : (-) : (-) Bilirubin Eritrosit Sedimen : Epitel : (+) Keton Urobilinogen : (-) : (-) : (-) : 4+ :12.400/l (3.500-10.000) :10,4 gr/dl (11,0-16,5) :363.000/l (150.000-290.000)

Hematokrit :31,1 % (35,5-50,0)

23

Eritrosit : 7 8/lpb

Lekosit : 0 1/lpb.

Hasil pemeriksaan USG (1/4/20012) Tampak janin intrauterin tunggal/hidup letak bujur kepala di atas BPD : 77,9 (31w2d) AC FL : 26,3 (30w3d) : 50,0 (30w5d)

EFW : 1645 gram. Plasenta implantasi di korpus posterior meluas menutupi Ostium Uteri Interna grade II AFI : 12 FT; FM; FBM baik Hasil Pemeriksaan NST : baseline variability akselerasi deselerasi : 140 bpm : 5 -16 bpm : (+) : (-)

Hasil tersebut menunjukkan gambaran NST normal. 3.11 Assesment Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan maka pasien tersebut di diagnosa sebagai berikut

GIIP1001Ab000 Gravida 32-34 minggu Tunggal / Hidup Ante Partum Bleeding e.c Placenta Previa Totalis

3.12 Terapi Pro Perawatan konservatif: bed rest. injeksi gentamycin 2 x 80 mg (i.v). induksi maturasi paru dexamtasone 2 x 16 mg selang 24 jam i.v. tokolitik: kaltrofen supp. II Obat per oral:

o Asam mefenamat 3x500mg

24

o

Isoxuprine 3x1

3.13 Monitoring Keluhan subjektif penderita Vital sign : tekanan darah, respirasi, nadi Suhu aksila dan rektal Fluxus His BJA

3.14 Edukasi - menjelaskan tentang kondisi ibu dan janin saat ini - menjelaskan tentang rencana tindakan yang akan dilakukan beserta resiko-resiko yang akan terjadi.

25

BAB 4 PERMASALAHAN

Permasalahan yang didapatkan pada kasus ini adalah: 1. Apakah yang menjadi faktor predisposisi terjadinya plasenta previa totalis pada pasien ini? 2. Apakah yang menjadi pencetus terjadinya perdarahan plasenta previa totalis pada pasien ini? 3. Bagaimanakah penanganan dan pencegahan yang tepat pada pasien ini?

26

BAB 5 PEMBAHASAN Pasien datang dengan keluhan utama keluar darah segar dari jalan lahir. Dari hasil anamesa didapatkan bahwa pasien datang dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir sekitar pukul 11.00 WIB. Darah yang keluar berwarna merah segar dan encer serta pasien tidak menyadari sebelumnya bahwa terjadi perdarahan tetapi pasien hanya merasa seperti ngompol. Perdarahan tanpa disertai rasa nyeri. Volume darah sekitar 3 pembalut. Pada saat itu pasien tidak langsung dibawa ke rumah sakit karena menunggu suami datang dari bekerja setelah itu pasien juga menunggu transportasi (taksi), jadi pasien hanya beristirahat. Sehingga pasien baru berangkat menuju RSSA pada pukul 12.30 WIB. Pasien ke RSSA ditemani oleh suami dan ibu pasien. Sebelumnya pasien pernah kontrol ke Sp.OG pada usia kehamilan sekitar 30 minggu. Sepengetahuan pasien, hasil dari USG tersebut dikatakan ari-ari dibawah. Riwayat kehamilan dan persalinan sebelumnya normal, tetapi riwayat persalinan sebelumnya terdapat sisa plasenta sehingga harus di kuretase. Pasien mengaku selama hamil ini pasien sering naik turun tangga karena kamar pasien terletak di lantai dua. Suami pasien adalah seorang perokok aktif, dengan jumlah kurang lebih 2 pak perhari. Dari hasil anamnesis dapat diketahui beberapa hal yang akan dijelaskan berikutnya. Pasien mengalami perdarahan antepartum yaitu sesuai dengan definisi dari teori adalah perdarahan jalan lahir setelah kehamilan 28 minggu atau digolongkan perdarahan pada trimester ketiga 1. Pasien dicuragi mengalami kelainan letak plasenta hal tersebut didukung dengan data yaitu perdarahan yang tidak disadari pasien, perdarahan tanpa nyeri, perdarahan berupa darah segar, perdarahan dialami saat usia kehamilan 32-34 minggu serta dari keterangan pasien, hasil USG dikatakan ari-ari di bawah. Pasien dapat di curigai menderita kelainan letak plasenta yaitu sesuai dengan teori dari gejalaa klinis plasenta previa yakni perdarahan tanpa nyeri. Pasien mungkin berdarah sewaktu tidur dan sama sekali tidak terbangun, tetapi saat terbangun penderita akan merasa bahwa kainnya basah. Biasanya perdarahan karena plasenta previa baru timbul setelah bulan ketujuh,yang disebabkan oleh karena pergerakan antara plasenta dan dinding rahim. Setelah

27

bulan ke-7 terjadi regangan pada dinding rahim karena isi rahim lebih cepat tumbuhnya dari rahim sendiri. Akibatnya ismus uteri tertarik menjadi bagian dinding korpus uteri yang disebut segmen bawah rahim. Pada plasenta previa, perdarahan tidak mungkin terjadi tanpa pergeseran antara plasenta dan dinding rahim. Saat perdarahan bergantung pada kekuatan insersi plasenta dan kekuatan tarikan pada istmus uteri. Dalam kehamilan tidak perlu ada his untuk menimbulkan perdarahan. Sementara dalam persalinan, his pembukaan menyebabkan perdarahan karena bagian plasenta di atas atau dekat ostium akan terlepas dari dasarnya. Perdarahan pada plasenta previa terjadi karena terlepasnya plasenta dari dasarnya 9. Dari hasil anamnesis juga dapat diketahui faktor predisposisi sekaligus patofisiologi yang mungkin berhubungan dengan plasenta previs yaitu riwayat kuretase sebelumnya dan pasien sebagai perokok pasif. Hal tersebut dapat di jelaskan sesuai dengan teori patofisiologi dari plasenta previa yang akan dijelaskan berikutnya. Plasenta previa meningkat kejadiannya pada keadaan-keadaan yang endometriumnya kurang baik, misalnya karena atrofi endometrium atau kurang baiknya vaskularisasi desidua. Keadaan ini bisa ditemukan pada9: Multipara, terutama jika jarak antara kehamilannya pendek Mioma uteri Kuretase yang berulang Umur lanjut ( >35 tahun) Bekas seksio sesarea Perubahan inflamasi atau atrofi, misalnya pada wanita perokok atau pemakai kokain. Hipoksemi yang terjadi akibat karbon monoksida akan dikompensasi dengan hipertrofi plasenta. Hal ini terjadi terutama pada perokok berat (lebih dari 20 batang sehari). Pada kasus ini, didapatkan faktor resiko yang dapat meningkatkan kejadian plasenta previa, yaitu riwayat kuretase akibat abortus dan multiparitas. Pada kedua kondisi tersebut keadaan endometrium kurang baik yaitu terjadi atrofi endometrium atau kurang baiknya vaskularisasi desidua yang menyebabkan plasenta harus tumbuh menjadi luas untuk mencukupi kebutuhan janin. Meski letak plasenta normal, plasenta dapat memperluas permukaannya sehingga mendekati atau menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum. Endometrium yang kurang baik juga dapat menyebabkan zigot mencari tempat

28

implantasi yang lebih baik, yaitu di tempat yang rendah dekat ostium uteri internum. 9 Selain itu pada kasus ini, didapatkan faktor resiko yang dapat meningkatkan kejadian plasenta previa, yakni dari anamnesa diketahui bahwa suami pasien adalah perokok berat (2 pak perhari). Usia pernikahan pasien adalah 6 tahun, sehingga diperkirakan pasien terpapar asap rokok selama 6 tahun. Hal ini memungkinkan penderita menjadi seorang perokok pasif dimana dapat terjadi perubahan inflamasi atau atrofi pada endometrium yang merupakan salah satu etiologi terjadinya plasenta previa. Hipoksemia yang terjadi akibat karbonmonoksida akan dikompensasi dengan hipertrofi plasenta sehingga plasenta tumbuh meluas dan akan mendekati atau menutupi ostium uteri internum. 9

Adapun penyebab perdarahan pada pasien ini adalah di karenakan placenta previa totalis. Dimana jika terjadi kelainan letak placenta yang secara keseluruhan menutupi ostium uteri internum akan menyebabkan terjadinya pelepasan sebagian dari placenta secara patologis. Hal tersebut dikarenakan adanya pembetukan segmen bawah rahim dan dilatasi secara adanya faktor

29

desakan dari janin. Ditunjang dengan aktivitas pasien sehari-hari yang harus berjalan menaiki tangga untuk mencapai kamar. Hal tersebut secara tidak langsung menjadi faktor resiko karena akan menimbulkan desakan karena peningkatan tekanan intra abdominal. Adapun pemeriksaan fisik pada pasien ini meliputi pemeriksaan status interna dan status obsetri. Pemeriksaan status interna dalam batas normal. Pemeroksaan obsetri adalah sebagai berikut: Abdomen : Inspeksi: perut tampak membesar, striae gravidarum (+) Palpasi :

Leopold I : TFU 4 jari di atas pusat, teraba kepala. Leopold II : Pada bagian kanan uterus teraba punggung. Leopold III : Pada bagian bawah rahim, teraba bokong. Leopold IV : Bagian terbawah janin belum masuk pintu atas panggul TFU : 24 cm Letak Janin bujur ___ Lingkar perut = 74 cm TBJ His DJJ : 1705 gram : (+) jarang : 130x/mnt

Genetalia eksterna : Inspeksi : v/v flex (+), fluxus (-), fluor (-), laserasi jalan lahir (-), varises (-) Inspekulo : portio multipara tertutup licin, erosi(-), flek (+), clot (-), laserasi (-). Vaginal Touche tidak dilakukan

30

Selain itu juga dilakukan pemeriksaan tambahan pada pasien ini yaitu sebagai berikut: Hasil Pemeriksaan Laboratorium (1/4/2012) - Darah Lengkap: Lekosit Hb Trombosit - Urin Lengkap: SG/BJ pH Lekosit Nitrit Protein Glukosa Keton : 1,010 :7 : (-) : (-) : (-) : (-) : (-) Urobilinogen Bilirubin Eritrosit Sedimen : Epitel : (+) Eritrosit : 7 8/lpb Lekosit : 0 1/lpb. : (-) : (-) : 4+ :12.400/l (3.500-10.000) :10,4 gr/dl (11,0-16,5) :363.000/l (150.000-290.000)

Hematokrit :31,1 % (35,5-50,0)

Kesimpulan hasil pemeriksaan USG yaitu tampak janin intrauterin tunggal/hidup letak bujur kepala di atas, plasenta implantasi di korpus posterior meluas menutupi Ostium Uteri Interna grade II Hasil Pemeriksaan NST : baseline variability akselerasi deselerasi : 140 bpm : 5 -16 bpm : (+) : (-)

Hasil tersebut menunjukkan gambaran NST normal. Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan maka dapat ditegakkan diagnosis plasenta previa totalis serta dapat menentukan penanganan pada pasien ini. Pada pasien ini dilakukan perawatan konservatif, dikarenakan sesuai dengan kriteria penanganan konservatif pada teori yaitu10: Umur kehamilan kurang dari 37 minggu Perdarahan sedikit Belum ada tanda-tanda persalinan

31

Keadaan umum baik, kadar Hb 8 % atau lebih

Adapun menurut teori penangan konservatif meliputi 10: -segera kirim atau rujuk ke rumah sakit dengan fasilitas yang memadai -segera lakukan resusitasi -bed rest -jangan dilakukan vaginal touche dalam pemeriksaan fisik -tentukan letak plasenta dengan pemeriksaan USG -berikan agen tokolitik -lakukan induksi pematangan paru dengan agen dexamethason atau bethametason -berikan antibiotik untuk pencegahan infeksi -serta berikan terapi symptomatis seperti anti nyeri Pada pasien ini dilakukan: Bed rest Tokolitik kaltrofen supp. II Injeksi maturasi paru dexamethason IV 2x16mg selang 24 jam Injeksi gentamicyn 2x 80mg IV Treatment peroral: o o Asam mefenamat 3x 500mg Isoxuprine 3x1

Apabila disesuaikan dengan teori pasien dengan perdarahan antepartum harus segera dikirim ke rumah sakit dengan fasilitas yang memadai. Tetapi pada pasien ini terdapat rentang waktu antara gejala atau keluhan muncul sampai pasien sampai di rumah sakit oleh karena kendala teknis. Oleh karena itu menurut kami pasien dengan high risk pregnancy sebaiknya dilakukan KIE mengenai BAKSOKU/Bidan Alat Kendaraan Surat Obat Keluarga Uang yaitu merupakan singkatan dari apa saja yang harus disiapkan ketika nanti pasien akan di rujuk. Disini pasien sebelumnya harus mendapat KIE apabila di dapatkan gejala perdarahan harus segera di rujuk atau menuju ke rumah sakit yang fasilitasnya memadai. KIE PASIEN

32

Pada pasien dengan kehamilan tua dengan kecurigaan plasenta previa perlu di edukasikan untuk rutin kontrol tiap 2 minggu baik ke bidan maupun ke dokter spesialis. Selama kehamilan pasien di sarankan untuk tidak aktivitas berat dan sebaiknya tirah baring (miring ke kiri). Kemudian pasien juga dijelaskan bahwa apabila terjadi komplikasi, pasien harus waspada terhadap gejala berikut: Perdarahan yang tiba-tiba Pasien merasa kenceng-kenceng Pasien merasa bahwa cairan ketuban pecah Apabila muncul salah satu gejala tersebut maka pasien harus segera melapor ke petugas kesehatan terdekat untuk segera dilakukan rujukan ke rumah sakit dengan fasilitas yang memadai. Saat dilakukan rujukan pastikan pasien diberikan penjelasan tentang yang harus disiapkan yaitu:

Bidan diharapkan

bidan bisa mengikuti

pasien

ke RS untuk

menjelaskan keadaan pasien dan ANC dari pasien. Alat pastikan jika terjadi syok berikan alat resusitasi yang tepat dan segera lakukan resusitasi Kendaraan siapkan kendaran untuk mobilitas menuju tempat rujukan sehingga penanganan pasien bisa lebih tepat dan cepat Surat bawalah surat rujukan, buku ANC dan persyaratan untuk Jampersal bila diperlukan Obat berikan obat yang tepat untuk penanganan awal jika terjadi gejala symptomatic Keluarga diharapkan lebih dari satu anggota keluarga yang

mendampingi ke rumah sakit Uang siapkan uang untuk kepentingan administrasi maupun biaya persalinan Adapun jenis rujukan untuk pasien dengan plasenta previa adalah Rujukan Tepat Waktu (RTW). Pada pasien ini dilakukan perawatan konservatif dengan harapan dapat mempertahankan usia kehamilan aterm 37-38 minggu, setelah itu jika kondisinya baik maka pasien bisa di pulangkan dengan ketentuan rutin control dan siaga terhadap gejala-gejala yang sudah di jelaskan di atas. Pasien juga penting dilakukan edukasi bahwa kelahiran bayi nya mutlak harus dilakukan seksio sesaria demi kesejahteraan bayi dan ibu agar tidak terjadi komplikasi lebih lanjut.

33

BAB 6 PENUTUP 6.1. Kesimpulan Pada kasus ini, penderita dapat didiagnosa plasenta previa totalis, karena dari anamnesa mengalami perdarahan per vaginam pada usia kehamilan di atas 28 minggu, spontan, tanpa rasa nyeri, berwarna merah segar dan banyak, dan juga darah berbau seperti biasa. Pada pemerikasaan fisik, dari inspeksi didapatkan flek-flek tanpa fluksus aktif dan dari palpasi abdomen didapatkan bagian terendah janin belum masuk pintu atas panggul. Diagnosa pasti ditegakkan dengan pemeriksaan USG, didapatkan bahwa plasenta berimplantasi di corpus posterior meluas ke bawah menutupi ostium uteri internum grade II. Sehingga pada pasien ini dapat disimpulkan bahwa diagnosanya adalah GIIP1001Ab000 Gravida 32-34 minggu Tunggal / Hidup + Ante Partum Bleeding e.c Suspect Placenta Previa Totalis. Faktor resiko terjadinya plasenta previa pada kasus ini adalah riwayat kuretase sebelumnya dan pasien sebagai perokok pasif selama kurang lebih 6 tahun disertai aktivitas naik turun tangga sebagai pemicunya. Penatalaksanaan yang dipilih adalah penanganan pasif, karena karena usia kehamilan masih 32-34 minggu, belum ada tanda-tanda persalinan, keadaan umum pasien baik dengan Hb 10,4 gr/dl (> 8 gr/dl), dan tidak didapatkan perdarahan aktif per vaginam. Penanganan ini bertujuan mempertahankan kehamilan agar terjadi maturasi paru janin sehingga survival rate janin meningkat.

34

6.2. Saran 1. 2. Diperlukan proses diagnosa yang tepat dan cermat sejak awal untuk Diperlukan penanganan yang segera dan tepat setelah diagnosa plasenta previa plasenta previa ditegakkan, untuk mencegah komplikasi dan untuk mencegah kematian janin dan ibu. 3. 4. Edukasi yang baik kepada pasien mengenai pentingnya ANC tepat Meningkatkan kemampuan dan pemahaman provider kesehatan untuk waktu dalam kehamilan dapat mencurigai sejak awal kemungkinan terjadinya plasenta previa, sehingga pasien dapat ditata laksana dengan sebaik-baiknya.

35

DAFTAR PUSTAKA

1. 2. 3.

Cunningham, F. Gary; Gant, Norman F; Leveno Md. 2004. Williams Obstetrics. 21st Ed. McGraw-Hill Professional DeCherney, AH; Nathan, L. 2003. Current Obstetric & Gynecologic Diagnosis & Treatment. Ninth Edition. The McGraw-Hill Companies, Inc. El Camino Hospital. 2006. Bleeding in Pregnancy / Placenta Previa / Placental Abruption. (On line). (http://www.elcaminohospital.org/12413.cfm, diakses tanggal 5 april 2012)

4. 5. 6. 7. 8.

Jack, et all.1991. Obstetri Wlliams, edisi ke tujuh belas, Surabaya, Airlangga University Press. Jodi L Adam. 2001. Pregnancy, third trimester Bleeding. Online. (http://www.emedicine.com/AAEM/topic363.htm , diakses tangga 5 April 2012) Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri :Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. Edisi kedua. Jakarta : EGC. Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Edisi ketiga. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta. Saifuddin, Abdul Bari.2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta. 9. Martaadisoebrata Djamhoer, Wijayanegara Hidayat, dkk. 2005. Obstetri Patologi. Jakarta. EGC. 10. Hanafiah, T.M 2004. Plasenta Previa. On line. (http://www.Library.usu.ac.id/download/fk/obstetri-tmhanafiah2.pdf , diakses tanggal 5 april 2012).

36