case anestesi

22
KEPANITERAAN KLINIK STATUS ILMU ANESTESI FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA SMF ILMU ANESTESI RUMAH SAKIT UMUM TARAKAN JAKARTA Nama : Selvi Leasa NIM : 112012105 Pembimbing: dr. Ketut Irianta. Sp.An Identitas Pasien Nama : Ny. JA Jenis Kelamin: Perempuan Umur : 51 tahun Bangsa: Indonesia Pekerjaan : IRT Agama: Islam Alamat: Jakarta I. Anamnesis Keluhan utama: benjolan di payudara kanan. Riwayat Penyakit sekarang: Os datang ke RSUD Tarakan dengan keluhan benjolan pada payudara kanan. Benjolan terasa sejak 1 tahun yang lalu. Benjolannya tidak nyeri, teraba keras, tidak dapat digerakkan. Riwayat Penyakit Dahulu: Tidak pernah menderita penyakit jantung, paru, hati, ginjal, DM, Hipertensi. Riwayat alergi obat (-) Mioma uteri Anamnesis penyulit anestesi: Asma (-) Diabetes Mellitus (-) Alergi (-) Hipertensi (-) Penyakit Hati (-) Penyakit Ginjal (-) Gigi palsu (-) Kelainan kardiovaskular (-) 1 Laporan Kasus Anestesi Umum

Upload: selvi-leasa

Post on 11-Nov-2015

11 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

anestesi

TRANSCRIPT

KEPANITERAAN KLINIK STATUS ILMU ANESTESIFAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDASMF ILMU ANESTESIRUMAH SAKIT UMUM TARAKAN JAKARTA

Nama: Selvi LeasaNIM: 112012105Pembimbing: dr. Ketut Irianta. Sp.An

Identitas PasienNama: Ny. JAJenis Kelamin: PerempuanUmur: 51 tahunBangsa: IndonesiaPekerjaan : IRTAgama: IslamAlamat: Jakarta

I. Anamnesis Keluhan utama: benjolan di payudara kanan.Riwayat Penyakit sekarang:Os datang ke RSUD Tarakan dengan keluhan benjolan pada payudara kanan. Benjolan terasa sejak 1 tahun yang lalu. Benjolannya tidak nyeri, teraba keras, tidak dapat digerakkan.

Riwayat Penyakit Dahulu: Tidak pernah menderita penyakit jantung, paru, hati, ginjal, DM, Hipertensi. Riwayat alergi obat (-) Mioma uteri

Anamnesis penyulit anestesi: Asma (-) Diabetes Mellitus (-) Alergi (-) Hipertensi (-) Penyakit Hati (-) Penyakit Ginjal (-) Gigi palsu (-) Kelainan kardiovaskular (-)

Riwayat obat yang sedang/telah digunakan: Anti hipertensi (-) Anti diabetes (-) Obat jantung (-)

Riwayat Operasi sebelumnya: histerektomiRiwayat anestesi : anestesi spinal dilakukan saat histerektomi (Juni 2014)

Pemeriksaan Fisik:Kesadaran: compos mentisKeadaan umum: baikTekanan Darah: 168/84 mmHgNadi: 70 x/menitNafas: 16 x/menitSuhu: 36,60CBerat badan : 76 kgMata:konjungtiva anemisSklera tidak ikterikPupil isokorParu: suara napas vesikuler +/+, rh -/-, wh -/-.Jantung: bunyi jantung I-II murni reguler, murmur (-), gallop (-)Abdomen: supel, bising usus (+), nyeri tekan (-)Genitalia: kateter (-)Ekstremitas: edema -/-, akral teraba hangatNeurologis: defisit neurologis (-)

Status Lokalis: pada mamae dextra teraba massa ukuran 2 x 3 cm, konsistensi keras, permukaan tidak rata, batas tidak tegas, imobile.

Pemeriksaan PenunjangHasil laboratorium:Hb: 14,1Ht: 41,84 %Leukosit: 6.280Trombosit: 301.000BT: 2CT: 11GDS : 185

Tata LaksanaTanggal operasi: 11 Maret 2015 Diagnosa prabedah: Ca mamae dextraKeadaan umum pra bedah:ASA: ASA IMacam operasi: MRM (Mastektomi Radikal Modifikasi)Ahli anestesi: dr. Ketut I. Sp.AnAhli bedah: dr. Rahmat, Sp.BLama operasi: 2 jam 25 menitLama anestesi: 2 jam 40 menit

Rencana Anestesi1. Persiapan operasia. Persetujuan operasi tertulis (+)b. Puasa > 6 jamc. Pasang IV lined. Premedikasi di ruang OK2. Jenis anestesi : general anestesi3. Posisi: supine4. Pernapasan: menggunakan ventilator5. Premedikasi: Fentanyl 300 mcg6. Induksi : Propofol 140mg7. Maintenance intravena : Fentanyl 25 mcg, propofol 170mg, rocurorium bromida 70mg, ondansentron 8 mg, tramadol 200mg8. Maintenance inhalasi: O2 2L, sevofluran 2 vol% 9. Cairan: Ring As 1000cc10. Monitoring : tanda-tanda vital selama operasi tiap 5 menit, kedalaman anestesi, cairan, perdarahan.

Monitoring yang dilakukan:Jam Tekanan Darah (mmHg)Nadi(kali/menit)Frekuensi Nafas(kali/menit)

14.20159/967614

14.25144/987813

14.30125/967015

14.35142/1056817

14.40162/1156216

14.45164/1176618

14.50196/1106315

14.55192/1126114

15.00167/986913

15.05128/887215

15.10135/786817

15.15142/826521

15.20148/846217

15.25178/976815

15.30144/806518

15.35153/846014

15.40155/875811

15.45153/866214

15.50150/856716

15.55130/726618

16.00110/676818

16.05121/506816

16.10100/546514

16.15102/526315

16.2095/505918

16.2598/546216

16.30100/656515

16.35118/646815

16.40116/657212

16.45100/686713

16.50108/626515

16.55108/646017

17.00106/505816

17.05108/505613

17.10105/565815

17.15134/875717

17.20137/966015

Perdarahan: 200ccJumlah urine: tidak dapat dinilai, kateter (-)11. Perawatan pasca anestesi di ruang pemulihan (Recovery Room)

Tindakan anestesi:Di ruang operasi Jam 14.20 pasien masuk kamar operasi, manset dan monitor dipasang, preoksigenasi O2 7 liter dan sevofluran 2 vol%, premedikasi dengan injeksi fentanyl 300mcg Jam 14.25 dilakukan induksi dengan propofol 140mg, segera kepala diekstensikan, face mask dipasang pada hidung dengan O2 4l/menit kurang lebih 5 menit. Setelah refleks bulu mata menghilang dilakukan intubasi, dipakai ETT nomor 7,5. Jam 14.35 dialirkan anestesi rumatan berupa sevofluran 2 vol %. Jam 14.40 operasi dimulai dan tanda vital dimonitor tiap 5 menit. Jam 17.10 operasi selesai.

Skor Aldrete:Aktivitas: menggerakan 4 ekstremitas (skor 2)Respirasi: dapat bernapas dalam (skor 2)Sirkulasi: TD 20% dari nilai preop (skor 2)Kesadaran: pasien dapat berespon dengan panggilan meskipun belum sadar penuh (skor 1)Warna kulit: tidak pucat (skor 2)

TINJAUAN PUSTAKA

Anestesi umum adalah tindakan untuk menghilangkan nyeri secara sentral disertai dengan hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali atau reversible. Anestesi memungkinkan pasien untuk mentoleransi prosedur bedah yang akan menimbulkan sakit yang tak tertahankan, mempotensiasi eksaserbasi fisiologis yang ekstrim, dan menghasilkan kenangan yang tidak menyenangkan.Anestesi memiliki tujuan-tujuan sebagai berikut:1. Hipnotik/sedasi: hilangnya kesadaran2. Analgesia: hilangnya respon terhadap nyeri3. Muscle relaxant: relaksasi otot rangka

Pilhan cara anestesi Umur Bayi dan anak paling baik dengan anestesi umum Pada orang dewasa untuk tindakan singkat dan hanya dipermudahkan dilakukan dengan anestesi local atau umum Status fisik Riwayat penyakit dan anestesia terdahulu. Untuk mengetahui apakah pernah dioperasi dan anestesi. Dengan itu dapat mengetahui apakah ada komplikasi anestesia dan pasca bedah. Gangguan fungsi kardiorespirasi berat sedapat mungkin dihindari penggunaan anestesia umum. Pasien gelisah, tidak kooperatif, disorientasi dengan gangguan jiwa sebaikmya dilakukan dengan anestesia umum. Pasien obesitas, bila disertai leher pendek dan besar, sering timbul gangguan sumbatan jalan napas atas sesudah dilakukan induksi anestesia. Pilihan anestesia adalah regional, spinal, atau anestesi umum endotrakeal. Posisi pembedahan Posisi seperti miring, tungkurap, duduk, atau litotomi memerlukan anestesis umum endotrakea untuk menjamin ventilasi selama pembedahan.demikian juga pembedahan yang berlangsung lama. Keterampilan dan kebutuhan dokter pembedah Memilih obat dan teknik anestesi juga disesuaikan dengan keterampilan dan kebutuhan dokter bedah antara lain teknik hipotensif untuk mengurangi perdarahan, relaksasi otot pada laparotomi, pemakaian adrenalin pada bedah plastik dan lain-lain. Keterampilan dan pengalaman dokter anestesiologi Keinginan pasien Bahaya kebakaran dan ledakan Pemakaian obat anestesia yang tidak terbakar dan tidak eksplosif adalah pilah utama pada pembedahan dengan alat elektrokauter.Faktor-faktor yang mempengaruhi anestesi umum: Faktor respirasiPada setiap inspirasi sejumlah zat anestesika akan masuk ke dalam paru-paru (alveolus). Dalam alveolus akan dicapai suatu tekanan parsial tertentu. Kemudian zat anestesika akan berdifusi melalui membrane alveolus. Epitel alveolus bukan penghambat disfusi zat anestesika, sehingga tekanan parsial dalam alveolus sama dengan tekanan parsial dalam arteri pulmonarsi. Hal- hal yang mempengaruhi hal tersebut adalah: Konsentrasi zat anestesika yang dihirup/ diinhalasi; makin tinggi konsentrasinya, makin cepat naik tekanan parsial zat anestesika dalam alveolus. Ventilasi alveolus; makin tinggi ventilasi alveolus, makin cepat meningginya tekanan parsial alveolus dan keadaan sebaliknya pada hipoventilasi. Faktor sirkulasiTerdiri dari sirkulasi arterial dan sirkulasi venaFactor-faktor yang mempengaruhi: 1. Perubahan tekanan parsial zat anestesika yang jenuh dalam alveolus dan darah vena. Dalam sirkulasi, sebagian zat anestesika diserap jaringan dan sebagian kembali melalui vena.2. Koefisien partisi darah/ gas yaitu rasio konsentrasi zat anestesika dalam darah terhadap konsentrasi dalam gas setelah keduanya dalam keadaan seimbang. 3. Aliran darah, yaitu aliran darah paru dan curah jantung. Makin banyak aliran darah yang melalui paru makin banyak zat anestesika yang diambil dari alveolus, konsentrasi alveolus turun sehingga induksi lambat dan makin lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tingkat anesthesia yang adekuat.

Faktor jaringan1. Perbedaan tekanan parsial obat anestesika antara darah arteri dan jaringan.2. Koefisien partisi jaringan/darah: kira-kira 1,0 untuk sebagian besar zat anestesika, kecuali halotan.3. Aliran darah terdapat dalam 4 kelompok jaringan:a) Jaringan kaya pembuluh darah (JKPD) : otak, jantung, hepar, ginjal. Organ-organ ini menerima 70-75% curah jantung hingga tekanan parsial zat anestesika ini meninggi dengan cepat dalam organ-organ ini. Otak menerima 14% curah jantung.b) Kelompok intermediate : otot skelet dan kulit.c) Lemak : jaringan lemakd) Jaringan sedikit pembuluh darah (JSPD) : relative tidak ada aliran darah : ligament dan tendon.

Faktor zat anestesikaBermacam-macam zat anestesika mempunyai potensi yang berbeda-beda. Untuk menentukan derajata potensi ini dikenal adanya MAC (minimal alveolar concentration atau konsentrasi alveolar minimal) yaitu konsentrasi terendah zat anestesika dalam udara alveolus yang mampu mencegah terjadinya tanggapan (respon) terhadap rangsang rasa sakit. Makin rendah nilai MAC, makin tinggi potensi zat anestesika tersebut.

TAHAPAN TINDAKAN ANESTESI UMUMI. Penilaian dan persiapan pra anestesiaPersiapan prabedah yang kurang memadai merupakan faktor terjadinya kecelakaan dalam anestesia. Sebelum pasien dibedah sebaiknya dilakukan kunjungan pasien terlebih dahulu sehingga pada waktu pasien dibedah pasien dalam keadaan bugar. Tujuan dari kunjungan tersebut adalah untuk mengurangi angka kesakitan operasi, mengurangi biaya operasi dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. I.1 Penilaian pra bedah Anamnesis Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anestesia sebelumnya sangatlah penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian khusus,misalnya alergi, mual-muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak nafas pasca bedah, sehingga dapat dirancang anestesia berikutnya dengan lebih baik. Beberapa penelitit menganjurkan obat yang kiranya menimbulkan masalah dimasa lampau sebaiknya jangan digunakan ulang, misalnya halotan jangan digunakan ulang dalam waktu tiga bulan, suksinilkolin yang menimbulkan apnoe berkepanjangan juga jangan diulang. Kebiasaan merokok sebaiknya dihentikan 1-2 hari sebelumnyaPemeriksaan fisikPemeriksaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif besar sangat penting untuk diketahui apakah akan menyulitkan tindakan laringoskopi intubasi. Leher pendek dan kaku juga akan menyulitkan laringoskopi intubasi.Pemeriksaan rutin secara sistemik tentang keadaan umum tentu tidak boleh dilewatkan seperti inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi semua system organ tubuh pasien.Pemeriksaan laboratoriumUji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan penyakit yang sedang dicurigai. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan darah kecil (Hb, lekosit, masa perdarahan dan masa pembekuan) dan urinalisis. Pada usia pasien diatas 50 tahun ada anjuran pemeriksaan EKG dan foto thoraks.Kebugaran untuk anestesiaPembedahan elektif boleh ditunda tanpa batas waktu untuk menyiapkan agar pasien dalam keadaan bugar, sebaliknya pada operasi sito penundaan yang tidak perlu harus dihindari. Klasifikasi status fisikKlasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang adalah yang berasal dari The American Society of Anesthesiologists (ASA). Klasifikasi fisik ini bukan alat prakiraan resiko anestesia, karena dampaksamping anestesia tidak dapat dipisahkan dari dampak samping pembedahan.Kelas I: Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia.Kelas II: Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang.Kelas III: Pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin terbatas.Kelas IV: Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan aktivitas rutin dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap saat.Kelas V: Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam.Masukan oralRefleks laring mengalami penurunan selama anestesia. Regurgitasi isi lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan napas merupakan risiko utama pada pasien-pasien yang menjalani anestesia. Untuk meminimalkan risiko tersebut, semua pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan anestesia harus dipantangkan dari masukan oral (puasa) selamaperiode tertentu sebelum induksi anestesia. Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan pada bayi 3-4 jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebeluminduksi anestesia. Minuman bening, air putih teh manis sampai 3 jam dan untuk keperluan minumobat air putih dalam jumlah terbatas boleh 1 jam sebelum induksi anestesia.

I.2 PremedikasiSebelum pasien diberi obat anestesia, langkah selanjutnya adalah dilakukan premedikasi yaitu pemberian obat sebelum induksi anestesia diberi dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesi diantaranya:1. Menimbulkan rasa nyaman bagi pasiena. Menghilangkan rasa khawatir melalui:i. Kunjungan pre anestesiii. Pengertian masalah yang dihadapiiii. Keyakinan akan keberhasilan operasib. Memberikan ketenangan (sedative)c. Membuat amnesiad. Mengurangi rasa sakit (analgesic non/narkotik)e. Mencegah mual dan muntah2. Memudahkan atau memperlancar induksia. Pemberian hipnotik sedative atau narkotik3. Mengurangi jumlah obat-obat anestesia. Pemberian hipnotik sedative atau narkotik4. Menekan refleks-refleks yang tidak diinginkan (muntah/liur)5. Mengurangi sekresi kelenjar saliva dan lambunga. Pemberian antikolinergik atropine, primperan, rantin, H2 antagonis6. Mengurangi rasa sakitWaktu dan cara pemberian premedikasi: Pemberian obat secara subkutan tidak akan efektif dalam1 jam, secara intramuscular minimum harus ditunggu 40 menit. Pada kasus yang sangat darurat dengan waktu tindakan pembedahan yang tidak pasti obat-obat dapat diberikan secara intravena. Obat akan sangat efektif sebelum induksi. Bila pembedahan belum dimulai dalam waktu 1 jam dianjurkan pemberian premedikasi intramuscular, subkutan tidak dianjurkan. Semua obat premedikasi bila diberikan secara intravena dapat menyebabkan sedikit hipotensi kecuali atropine dan hiosin. Hal ini dapat dikurangi dengan pemberian secara perlahan-lahan dan diencerkan.Obat-obat yang sering digunakan:1. Analgesik narkotika. Petidin ( amp 2cc = 100 mg), dosis 1-2 mg/kgBBb. Morfin ( amp 2cc = 10 mg), dosis 0,1 mg/kgBBc. Fentanyl ( fl 10cc = 500 mg), dosis 1-3gr/kgBB2. Analgesik non narkotika. Ponstanb. Tramolc. Toradon3. Hipnotik a. Ketamin ( fl 10cc = 100 mg), dosis 1-2 mg/kgBBb. Pentotal (amp 1cc = 1000 mg), dosis 4-6 mg/kgBB4. Sedatifa. Diazepam/valium/stesolid ( amp 2cc = 10mg), dosis 0,1 mg/kgBBb. Midazolam/dormicum (amp 5cc/3cc = 15 mg),dosis 0,1mg/kgBBc. Propofol/recofol/diprivan (amp 20cc = 200 mg), dosis 2,5 mg/kgBBd. Dehydrobenzperidon/DBP (amp 2cc = 5 mg), dosis 0,1 mg/kgBB5. Anti emetica. Sulfas atropine (anti kolinergik) (amp 1cc = 0,25 mg),dosis 0,001 mg/kgBBb. DBPc. Narfoz, rantin, primperan.

II. INDUKSI ANASTESIMerupakan tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anestesi dan pembedahan. Induksi dapat dikerjakan secara intravena, inhalasi, intramuscular atau rectal. Setelah pasien tidur akibat induksi anestesia langsung dilanjutkan dengan pemeliharaan anestesia sampai tindakan pembedahan selesai.Untuk persiapan induksi anestesi diperlukan STATICS:S : Scope Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung. Laringo-Scope, pilih bilah atau daun (blade) yang sesuai dengan usia pasien. Lampu harus cukup terang.T : Tube Pipa trakea.pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa balon (cuffed) dan > 5 tahun dengan balon (cuffed).A : Airway Pipa mulut faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidung-faring (naso-tracheal airway). Pipa ini untuk menahan lidah saat pasien tidak sadar untuk menjaga supaya lidah tidak menyumbat jalan napas.T : Tape Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut.I : Introducer Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastic (kabel) yang mudah dibengkokan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah dimasukkan.C : Connector Penyambung antara pipa dan peralatan anestesiaS : Suction penyedot lender, ludah danlain-lainnya. Induksi intravena Paling banyak dikerjakan dan digemari. Indksi intravena dikerjakan dengan hati-hati, perlahan-lahan, lembut dan terkendali. Obat induksi bolus disuntikan dalam kecepatan antara 30-60 detik. Selama induksi anestesi, pernapasan pasien, nadi dan tekanan darah harsu diawasi dan selalu diberikan oksigen. Dikerjakan pada pasien yang kooperatif. Obat-obat induksi intravena: Propofol (diprivan, recofol)Dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonic dengan kepekatan 1% (1ml = 1o mg). suntikan intravena sering menyebabkan nyeri, sehingga beberapa detik sebelumnya dapat diberikan lidokain 1-2 mg/kg intravena.Dosis bolus untuk induksi 2-2,5 mg/kg, dosis rumatan untuk anestesia intravena total 4-12 mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan intensif 0.2 mg/kg. pengenceran hanya boleh dengan dekstrosa 5%. Tidak dianjurkan untuk anak < 3 tahun dan pada wanita hamil.

Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil)Diberikan dosis tinggi. Tidak menggaggu kardiovaskular, sehingga banyak digunakan untuk induksi pasien dengan kelianan jantung. Untuk anestesia opioid digunakan fentanil dosis 20-50 mg/kg dilanjutkan dosis rumatan 0,3-1 mg/kg/menit.

Induksi intramuscularSampai sekarang hanya ketamin (ketalar) yang dapat diberikan secara intramuskulardengan dosis 5-7 mg/kgBB dan setelah 3-5 menit pasien tidur.

Induksi inhalasi N2O (gas gelak, laughing gas, nitrous oxide, dinitrogen monoksida) berbentuk gas, tak berwarna, bau manis, tak iritasi, tak terbakar dan beratnya 1,5 kali berat udara. Pemberian harus disertai O2 minimal 25%. Bersifat anastetik lemah, analgesinya kuat, sehingga sering digunakan untuk mengurangi nyeri menjelang persalinan. Pada anestesi inhalasi jarang digunakan sendirian, tapi dikombinasi dengan salah satu cairan anastetik lain seperti halotan.

Isofluran (foran, aeran)Meninggikan aliran darah otak dan tekanan intracranial. Peninggian aliran darah otak dan tekanan intracranial dapat dikurangi dengan teknik anestesi hiperventilasi, sehingga isofluran banyak digunakan untuk bedah otak.Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal, sehingga digemari untuk anestesi teknik hipotensi dan banyak digunakan pada pasien dengan gangguan koroner.

Sevofluran (ultane)Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan isofluran. Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan napas, sehingga digemari untuk induksi anestesi inhalasi disamping halotan.

Induksi per rectalCara ini hanya untuk anak atau bayi menggunakan thiopental atau midazolam.

Induksi mencuriDilakukan pada anak atau bayi yang sedang tidur. Induksi inhalasi biasa hanya sungkup muka tidak kita tempelkan pada muka pasien, tetapi kita berikan jarak beberapa sentimeter, sampai pasien tertidur baru sungkup muka kita tempelkan.

III. RUMATAN ANESTESI (MAINTAINANCE)Dapat dikerjakan secara intravena (anestesi intravena total) atau dengan inhalasi atau dengan campuran intravena inhalasi.Rumatan anestesi mengacu pada trias anestesi yaitu tidur rinan (hypnosis) sekedar tidak sadar, analgesia cukup, diusahakan agar pasien selama dibedah tidak menimbulkan nyeri dan relaksasi otot lurik yang cukup.Rumatan intravena biasanya menggunakan opioid dosis tinggi, fentanil 10-50 g/kgBB. Dosis tinggi opioid menyebabkan pasien tidur dengan analgesia cukup, sehingga tinggal memberikan relaksasi pelumpuh otot. Rumatan intravena dapat juga menggunakan opioid dosis biasa, tetapi pasien ditidurkan dengan infuse propofol 4-12 mg/kgBB/jam. Bedah lama dengan anestesi total intravena, pelumpuh otot dan ventilator. Untuk mengembangkan paru digunakan inhalasi dengan udara + O2 atau N2O + O2.Rumatan inhalasi biasanya menggunakan campuran N2O dan O2 dengan perbandingan 3:1 ditambah halotan 0,5-2 vol% atau enfluran 2-4% atau isofluran 2-4 vol% atau sevofluran 2-4% bergantung apakah pasien bernapas spontan, dibantu atau dikendalikan.

IV. TATALAKSANA JALAN NAPASHubungan jalan napas dan dunia luar melalui 2 jalan:1. HidungMenuju nasofaring2. Mulut Menuju orofaringHidung dan mulut dibagian depan dipisahkan oleh palatum durum dan palatum molle dan dibagian belakang bersatu di hipofaring. Hipofaring menuju esophagus dan laring dipisahkan oleh epiglotis menuju ke trakea. Laring terdiri dari tulang rawan tiroid, krikoid, epiglotis dan sepasang aritenoid, kornikulata dan kuneiform.A. Manuver tripel jalan napasTerdiri dari:1. Kepala ekstensi pada sendi atlanto-oksipital.2. Mandibula didorong ke depan pada kedua angulus mandibula3. Mulut dibukaDengan maneuver ini diharapkan lidah terangkat dan jalan napas bebas, sehingga gas atau udara lancer masuk ke trakea lewat hidung atau mulut.B. Jalan napas faringJika maneuver tripel kurang berhasil, maka dapat dipasang jalan napas mulut-faring lewat mulut (oro-pharyngeal airway) atau jalan napas lewat hidung (naso-pharyngeal airway).

C. Sungkup mukaMengantar udara / gas anestesi dari alat resusitasi atau system anestesi ke jalan napas pasien. Bentuknya dibuat sedemikian rupa sehingga ketika digunakan untuk bernapas spontan atau dengan tekanan positif tidak bocor dan gas masuk semua ke trakea lewat mulut atau hidung.

D. Sungkup laring (Laryngeal mask)Merupakan alat jalan napas berbentuk sendok terdiri dari pipa besar berlubang dengan ujung menyerupai sendok yang pinggirnya dapat dikembang-kempiskan seperti balon pada pipa trakea. Tangkai LMA dapat berupa pipa kerasdari polivinil atau lembek dengan spiral untuk menjaga supaya tetap paten.Dikenal 2 macam sungkup laring:1. Sungkup laring standar dengan satu pipa napas2. Sungkup laring dengan dua pipa yaitu satu pipa napas standar dan lainnya pipa tambahan yang ujung distalnya berhubungan dengan esophagus.

E. Pipa trakea (endotracheal tube)Mengantar gas anestesi langsung ke dalam trakea dan biasanya dibuat dari bahan standar polivinil-klorida. Pipa trakea dapat dimasukan melalui mulut (orotracheal tube) atau melalui hidung (nasotracheal tube).

F. Laringoskopi dan intubasiFungsi laring ialah mencegah bedan asing masuk paru. Laringoskop merupakan alat yang digunakan untuk melihat laring secara langsung supaya kita dapat memasukkan pipa trakea dengan baik dan benar. Secara garis besar dikenal dua macam laringoskop:1. Bilah, daun (blade) lurus (Macintosh) untuk bayi-anak-dewasa2. Bilah lengkung (Miller, Magill) untuk anak besar-dewasa.Klasifikasi tampakan faring pada saat membuka mulut terbuka maksimal dan lidah dijulurkan maksimal menurut Mallapati dibagi menjadi 4 gradasi.

Gradasi Pilar faringUvulaPalatum Molle

1+++

2-++

3--+

4---

Indikasi intubasi trakeaIntubasi trakea ialah tindakan memasukkan pipa trakea ke dalam trakea melalui rima glottis, sehingga ujung distalnya berada kira-kira dipertengahan trakea antara pita suara dan bifurkasio trakea. Indikasi sangat bervariasi dan umumnya digolongkan sebagai berikut:1. Menjaga patensi jalan napas oleh sebab apapun.Kelainan anatomi, bedah kasus, bedah posisi khusus, pembersihan sekret jalan napas, dan lain-lainnya.2. Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasiMisalnya saat resusitasi, memungkinkan penggunaan relaksan dengan efisien, ventilasi jangka panjang.3. Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasiKesulitan intubasi1. Leher pendek berotot2. Mandibula menonjol3. Maksila/gigi depan menonjol4. Uvula tak terlihat5. Gerak sendi temporo-mandibular terbatas6. Gerak vertebra servikal terbatasKomplikasi intubasi1. Selama intubasia. Trauma gigi geligib. Laserasi bibir, gusi, laringc. Merangsang saraf simpatisd. Intubasi bronkuse. Intubasi esophagusf. Aspirasig. Spasme bronkus2. Setelah ekstubasia. Spasme laringb. Aspirasic. Gangguan fonasid. Edema glottis-subglotise. Infeksi laring, faring, trakeaEkstubasi1. Ekstubasi ditunda sampai pasien benar-benar sadar, jika:a. Intubasi kembali akan menimbulkan kesulitanb. Pasca ekstubasi ada risiko aspirasi2. Ekstubasi dikerjakan pada umumnya pada anestesi sudah ringan dengan catatan tak akan terjadi spasme laring.3. Sebelum ekstubasi bersihkan rongga mulut laring faring dari sekret dan cairan lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Gunawan, Sulistya, dkk, 2007, Farmakologi dan Terapi, edisi 5, Jakarta: FK UI.2. Lafferty, Keith, 2009, Tracheal Intubation, Medication, diakses dariwww.emedicine.medscape.compada tanggal 12 Maret 2015.3. Latief, A. Said, 2002,Petunjuk Praktis Anestesiologi,Bagian Anestesiologi dan Terapi Intesif,Jakarta: FK UI.

16 Laporan Kasus Anestesi Umum